HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kebijakan pengelolaan sumber daya air berdasarkan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan PP No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, mencakup empat aspek, yaitu: 1) konservasi sumber daya air; 2) pendayagunaan sumber daya air; 3) pengendalian daya rusak air; dan 4) sistem informasi sumber daya air yang disusun dengan memperhatikan kondisi wilayah masing-masing. Kajian ini difokuskan pada pembahasan peran dan koordinasi lembaga lintas sektoral dalam konservasi sumber daya air DAS Gumbasa yang erat kaitannya dengan pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam, serta kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di wilayah DAS Gumbasa. Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan, keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun pada generasi yang akan datang. Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai. Konservasi sumber daya air dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai. Organisasi yang Berperan dalam Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa Hasil analisis ISM menunjukkan bahwa dari 33 organisasi yang dianalisis, terdapat 1 organisasi yang berperan di posisi independent, 2 organisasi yang berperan di posisi linkage, 11 organisasi yang berperan di posisi dependent, dan 19 organisasi yang berperan di posisi autonomous. Besarnya peran setiap organisasi diidentifikasi melalui besarnya daya penggerak (driver power) dan ketergantungan (dependence), seperti ditunjukkan pada Gambar 9.

2 46 Driver Power (DP)-Dependence (D) Driver Power Dependence Nomor/Kode Organisasi Gambar 9. Diagram Indikator Besarnya Peran Setiap Organisasi dalam Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa Posisi dan perbandingan besarnya bobot driver power- dependence (DP-D) relatif setiap organisasi ditunjukkan pada Gambar 10 dan Tabel 13. 1,0 0,9 (3) 0,8 Independent Linkage 0,7 Driver Power (DP) Driver Power (DP) 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 Autonomous (4) (1,16) Dependent 0,1 (2,6,7,8,10,22,27,28) (5,12,17,18,20,21,25,29,32,33) (9,14,19,24,26,30,31) (23) (11,13,15) 0,0 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 Dependence Dependence (D) Relatif (D) Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan nomor/kode organisasi Gambar 10. Posisi Peran Setiap Organisasi yang Berperan dalam Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa

3 Tabel 13. Posisi dan Bobot Organisasi yang Berperan dalam Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa Posisi Independent (Pengaruh terhadap program besar, tetapi ketergantungannya dengan lembaga lainnya kecil) Linkage (Pengaruh terhadap program dan ketergantungannya dengan lembaga lainnya besar) Dependent (Pengaruh terhadap program kecil, tetapi ketergantungannya dengan lembaga lainnya besar) Autonomous (Pengaruh terhadap program dan ketergantungannya dengan lembaga lainnya kecil) Organisasi 3. Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL) 47 Bobot DP D 1,00 0,20 Rata-rata 1,00 0,20 1. Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Palu-Poso 0,52 0, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten 0,52 0,60 Donggala Rata-rata 0,52 0,60 9. Dinas Kehutanan Provinsi Sulteng 0,04 0, Bappeda Kabupaten Donggala 0,04 1, BPN Kabupaten Donggala 0,04 1, Dinas Pertanian Kabupaten Donggala 0,04 0, Dinas PU Kabupaten Donggala 0,04 1, Dinas Prasarana Wilayah Kab. Donggala 0,04 0, Dinas Pariwisata Kabupaten Donggala 0,04 0, DPRD Kabupaten Donggala 0,04 0, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) 0,04 0, LSM Lingkungan 0,04 0, Kelompok Tani 0,04 0,80 Rata-rata 0,04 0,84 2. Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) III 0,04 0,20 4. Bappeda Provinsi Sulteng 0,26 0,20 5. Bapedalda Provinsi Sulteng 0,04 0,40 6. BPN Provinsi Sulteng 0,04 0,20 7. Dinas Pertanian Provinsi Sulteng 0,04 0,20 8. Subdin PSDA Dinas Kimpraswil Provinsi 0,04 0,20 Sulteng 10. DPRD Provinsi Sulteng 0,04 0, Bapedalda Kabupaten Donggala 0,04 0, Dinas Tata Ruang Kabupaten Donggala 0,04 0, PPL/PKL 0,04 0, Dinas Perindag Kabupaten Donggala 0,04 0, Dinas Kependudukan Kab. Donggala 0,04 0, Dinas Pendapatan Daerah Kab. Donggala 0,04 0, Perguruan Tinggi 0,04 0, Perbankan 0,04 0, UKM/KUD 0,04 0, Wartawan (Pers) 0,04 0, Kepolisian 0,04 0, Kejaksaan 0,04 0,40 Rata-rata 0,05 0,31 Keterangan : DP = Driver Power Relatif DP-D < 0,50 = Kecil/lemah/tidak penting D = Dependence Relatif DP-D 0,50 = Besar/kuat/penting

4 48 Hasil analisis ISM pada Gambar 10 dan Tabel 13, menunjukkan bahwa ada satu organisasi pemerintah yang berperan penting, yaitu Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL). Organisasi pemerintah tersebut berdasarkan analisis ISM berada pada posisi independent yang berarti pengaruhnya terhadap program yang berkaitan dengan konservasi sumber daya air sangat besar, tetapi ketergantungannya dengan lembaga lainnya kecil. dengan rata-rata bobot DP relatif tertinggi, yaitu 1,00, tetapi memiliki bobot D relatif yang rendah, yaitu 0,20. Hal ini berarti organisasi pemerintah tersebut berperan sangat penting terhadap konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa, khususnya pada wilayah DAS Gumbasa yang berada di dalam kawasan TNLL. Besarnya peran (driver power) mengindikasikan bahwa pengaruh organisasi pemerintah tersebut sangat besar. Sedangkan kecilnya ketergantungan (dependence) menunjukkan bahwa pengaruh organisasi lain sangat kecil. Besarnya peran BBTNLL menunjukkan bahwa organisasi pemerintah ini merupakan variabel penyebab sukses atau gagalnya implementasi kebijakan konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa, khususnya dalam kawasan TNLL. Meskipun BBTNLL merupakan organisasi pemerintah yang memiliki peran kunci dalam implementasi kebijakan konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa, organisasi pemerintah ini tidak memiliki kewenangan untuk mengatur hubungan hulu-hilir antar organisasi pemerintah terkait di Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Donggala, karena kewenangan dan otoritas BBTNLL terbatas hanya dalam kawasan TNLL. Hal ini sesuai dengan tugas pokok yang emban oleh BBTNLL, yaitu menyelenggarakan fungsi: 1) penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan TNLL; 2) pengelolaan kawasan TNLL; 3) penyidikan, perlindungan dan pengamanan kawasan TNLL; 4) pengendalian kebakaran hutan; 5) promosi, informasi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; 6) pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; 7) kerjasama pengembangan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan; 8) pemberdayaan masyarakat sekitar TNLL; 9)

5 49 pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam; dan 10) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. BBTNLL merupakan Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional Kelas I yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, yaitu organisasi pelaksana teknis pengelolaan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang berada dan bertanggung jawab secara langsung kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Organisasi pemerintah ini melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan TNLL berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BBTNLL berperan di posisi independent karena memiliki otoritas penuh pada wilayah DAS Gumbasa yang berada di dalam kawasan TNLL, di mana setiap individu atau organisasi yang akan melakukan kegiatan di dalam kawasan TNLL harus mendapatkan Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) dari pihak BBTNLL. Hal tersebut juga berlaku bagi organisasi pemerintah yang wilayah kerjanya berada dalam kawasan TNLL, seperti Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Palu-Poso dan Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) III, serta organisasi pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Donggala. BBTNLL memiliki tugas dan kewenangan menyusun rencana dan melaksanakan program perlindungan dan pelestarian hutan di kawasan TNLL. Hal tersebut ditujukan untuk menekan berbagai kasus perambahan hutan dan illegal logging di kawasan TNLL yang dalam setahun terakhir kembali marak, sehingga petugas Polisi Hutan yang terbatas harus bekerja keras mengamankan kawasan hutan TNLL seluas hektar. BBTNLL hanya memiliki 54 orang petugas Polisi Hutan, maka setiap petugas harus menjaga kurang lebih empat ribu hektar. Selama tahun 2008, sekitar 40 hektar hutan lindung di Kecamatan Konservasi Lindu Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah, telah beralih fungsi jadi lahan perkebunan kakao dan kopi. Karena kekurangan personil ini, BBTNLL harus merekrut 40 tenaga partisipatif dari masyarakat lokal yang ada di sekitar kawasan. Guna menekan kasus illegal logging dan perambahan hutan di

6 50 kawasan TNLL, pihak BBTNLL menggencarkan operasi rutin terbuka maupun tertutup. Perambahan hutan dan Illegal logging untuk lahan perkebunan di kawasan TNLL dikhawatirkan menyusutkan beberapa vegetasi yang dilindungi seperti: Eucalyptus, Deglupta, Pteros permum, serta tumbuhan obat-obatan dan rotan. Masyarakat lokal yang terlibat jual-beli lahan pada areal hutan lindung TNLL di Dataran Lindu akan diproses melalui Lembaga Adat setempat. Berdasarkan hukum adat di Dataran Lindu, telah ditetapkan sanksi adat terhadap warga yang terlibat dalam kasus perambahan hutan di kawasan hutan lindung hanya berlaku bagi masyarakat lokal. Tetapi, Lembaga Adat akan menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus perambahan hutan di kawasan hutan lindung kepada BBTNLL bila yang melakukan pelanggaran adalah penduduk pendatang di daerah itu untuk ditindak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) Hayati dan Ekosistemnya, serta UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, para pelaku perambahan hutan dan illegal logging di kawasan hutan lindung diancam hukuman kurungan maksimal 10 tahun penjara atau denda lima miliar rupiah. Walaupun demikian, hingga saat ini BTNLL belum melaksanakan fungsinya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan secara optimal, sehingga konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan karena BBTNLL tidak melibatkan organisasi pemerintah terkait dari Kabupaten Donggala di mana wilayah DAS Gumbasa berada, khususnya dalam hal perumusan kebijakan pengelolaan TNLL, dan 2) belum berhasil membangun koordinasi lintas sektor antar organisasi pemerintah di tingkat Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Donggala dan Poso. Lemahnya kinerja fungsi koordinasi dan manajemen kawasan TNLL oleh BBTNLL terlihat dari telah terjadinya alih fungsi lahan hutan sejak tahun , pada kawasan TNLL diperkirakan sekitar ha lahan hutan di Dongi- Dongi dan sepanjang garis batas bagian Utara kawasan TNLL telah dialih fungsikan sebagai lahan pemukiman dan pertanian khususnya tanaman kakao (Montesari, 2002). Selain dirambah, secara resmi pemerintah juga memberikan

7 51 izin kepada pihak investor swasta untuk membangun perkebunan. Menurut Hikam (2002), dalam kawasan TNLL ada 8 perusahaan yang mengelola sekitar ha lahan perkebunan, yang terdiri atas tanaman kopi seluas ha, kakao seluas 298 ha, cengkeh seluas 375 ha dan tanaman lainnya seluas ha. Hasil analisis ISM pada Gambar 10 dan Tabel 13, menunjukkan bahwa Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Palu-Poso; dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala berperan di posisi linkage dengan rata-rata bobot DP relatif= 0,52 dan D relatif= 0,60. Pentingnya peran yang diemban kedua organisasi pemerintah tersebut dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa dan besarnya ketergantungannya pada organisasi lain, maka fungsi kedua organisasi pemerintah tersebut harus dioptimalkan agar terhindar dari kemungkinan timbulnya pengaruh organisasi lain yang tidak sejalan dengan tujuan program konservasi sumberdaya air, khususnya pada wilayah DAS Gumbasa yang berada di luar kawasan TNLL. Pengaruh-pengaruh organisasi lain yang tidak sejalan dengan tujuan program konservasi sumberdaya air dapat memperbesar atau menjadi penyebab timbulnya masalah baru dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 665/Kpts-II/2002 tanggal 7 Maret 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelolaan Dareah Aliran Sungai, pada Bab II tentang Susunan Organisasi dan Bab IV tentang Lokasi, maka Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Palu- Poso merupakan Balai Pengelolaan Dareah Aliran Sungai Tipe A dengan susunan organisasi sebagai berikut: 1) Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata persuratan, perlengkapan dan rumah tangga Balai; 2) Seksi Program Daerah Aliran Sungai mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan inventarisasi dan identifikasi potensi dan kerusakan daerah aliran sungai, serta penyusunan program dan rencana pengelolaan daerah aliran sungai; 3) Seksi Kelembagaan Daerah Aliran Sungai mempuyai tugas melakukan penyiapan bahan inventarisasi dan identifikasi sistem kelembagaan dan kemitraan pengelolaan daerah aliran sungai; 4) Seksi Evaluasi Daerah Aliran Sungai mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan dan evaluasi

8 52 tata air, penggunaan lahan, sosial ekonomi, kelembagaan, dan pengelolaan sistem informasi pengelolaan daerah aliran sungai. BPDAS Palu-Poso sebagai organisasi pemerintah pusat yang beroperasi di daerah adalah salah satu organisasi pemerintah yang memiliki bobot DP relatif= 0,52 dan D relatif= 0,60. Organisasi pemerintah ini tidak menyandang predikat organisasi pemerintah yang memiliki peran kunci dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa karena sebagian besar (61,16 %) wilayah DAS Gumbasa berada dalam kawasan TNLL, sehingga otoritas BBTNLL lebih besar dibanding BPDAS dalam kasus konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa. Peran BPDAS Palu-Poso di posisi linkage sangat relevan dengan tugas pokok yang embannya, yaitu menyelenggarakan fungsi: 1) penyusunan rencana dan pengembangan model pengelolaan DAS Gumbasa; 2) penyusunan dan penyajian informasi DAS Gumbasa; 3) pengembangan kelembagaan dan kemitraan pengelolaan DAS Gumbasa; serta 4) pemantauan dan evaluasi pengelolaan DAS Gumbasa; dan 5) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Sedangkan visi BPDAS Palu-Poso pada tahun adalah Terselenggaranya Pengelolaan DAS Palu-Poso Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi tersebut, BPDAS Palu-Poso menetapkan misi: Mendorong terwujudnya hubungan hulu dan hilir dalam ekosistem DAS yang berkeadilan melalui sistem perencanaan, monitoring, evaluasi dan pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS yang efisien dan efektif. Oleh karena itu, Bappeda Kabupaten Donggala yang merupakan organisasi pemerintah di tingkat kabupaten, diharapkan dapat berperan sebagai fasilitator dan berkoordinasi dengan BPDAS Palu-Poso sambil merangkum sektor-sektor terkait di Kabupaten Donggala dan Kota Palu melalui koordinasi yang efektif dalam manajemen program konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala juga merupakan salah satu organisasi pemerintah yang berdasarkan analisis ISM menunjukkan bobot DP relatif= 0,52 dan D relatif=0,60. Berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Donggala dijelaskan bahwa Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala

9 53 mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan otonomi daerah di bidang perkebunan dan kehutanan dengan fungsi merumuskan kebijakan teknis di bidang perkebunan dan kehutanan, pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum, pembinaan terhadap cabang dinas dan pengelolaan urusan ketatausahaan. Dalam Renstra Dishutbun Kabupaten Donggala dijelaskan bahwa tugas pokok dan fungsi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala telah dijabarkan dengan Keputusan Bupati Donggala No. 66 Tahun 2003 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala yang dibagi dalam tiga sub dinas, yaitu: Sub Dinas Produksi dan Usaha Perkebunan yang mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan operasional, mengkoordinasikan dan melakukan pengawasan serta merumuskan kebijaksanaan operasional di bidang produksi dan usaha perkebunan yang terbagi dalam empat seksi, yaitu: 1) Seksi Sumber daya Lahan; 2) Seksi Pengendalian dan Pengawasan Usaha Perkebunan serta Pengelolaan Hasil; 3) Seksi Pengembangan Budidaya Tanaman Semusim dan Tanaman Tahunan; dan 4) Seksi Perlindungan Tanaman Perkebunan, Peredaran Pupuk dan Pestisida. Sedangkan Sub Dinas Pengembangan Usaha Kehutanan mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan operasional, mengkoordinasikan dan melaksanakan pengawasan serta merumuskan kebijakan operasional di bidang usaha kehutanan, yang dibagi ke dalam tiga seksi, yaitu: 1) Seksi Inventarisasi dan Pemetaan Hutan; 2) Seksi Pengembangan Aneka Usaha Kehutanan; serta 3) Seksi Produksi dan Peredaran Hasil Hutan. Selanjutnya Sub Dinas Rehabilitasi Lahan dan Perlindungan Hutan, memiliki tugas pokok dalam melaksanakan pembinaan operasional, mengkoordinasikan, melakukan perumusan kebijaksanaan operasional di bidang rehabilitasi lahan dan perlindungan hutan dengan empat seksi, yaitu: 1) Seksi Penghijauan dan Konservasi Tanah; 2) Seksi Rehabilitasi Hutan Lindung; 3) Seksi Perlindungan dan Pengawasan Hutan; serta 4) Seksi Penyuluhan Kehutanan. Fakta di lapangan menunjukkan peran BPDAS Palu-Poso, dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala di posisi linkage adalah dalam perencanaan dan pelaksanaan Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan

10 54 Lahan (GN-RHL/Gerhan). GN-RHL/Gerhan merupakan program strategis dalam upaya merehabilitasi lahan kritis di Indonesia termasuk di Provinsi Sulawesi Tengah yang mencakup wilayah kerja BPDAS Palu-Poso yang dicanangkan oleh Departemen Kehutanan, khususnya di DAS Gumbasa dilaksanakan oleh BPDAS Palu-Poso bekerjasama dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala, khususnya pada wilayah DAS Gumbasa yang berada di luar kawasan TNLL. BPDAS Palu-Poso melakukan perencanaan program dan menetapkan wilayah kritis yang menjadi prioritas pelaksanaan program GN-RHL/Gerhan, pengadaan bibit pohon, melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program. Sedangkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala melakukan koordinasi kelompok-kelompok tani dalam kegiatan penanaman pohon di wilayah DAS Gumbasa yang telah ditetapkan oleh BPDAS Palu-Poso. Pelaksanaan program GN-RHL/Gerhan dilaksanakan melalui kegiatan model rehabilitasi hutan di wilayah DAS Gumbasa yang bertujuan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan, sehingga dapat berfungsi optimal sebagai perlindungan sistem penyangga kahidupan, pengatur tata air, pencegah bencana banjir, pengendalian erosi, dan memelihara kesuburan tanah, serta mendukung kelestarian produktivitas sumber daya hutan dan keanekaragaman hayati, serta pemberdayaan masyarakat di wilayah DAS Gumbasa yang berada di luar Kawasan TNLL. Sejak dicanangkan tahun 2003, pelaksaanaan program GN-RHL/Gerhan di DAS Gumbasa lebih difokuskan oleh BPDAS Palu-Poso pada lahan kritis di wilayah DAS Gumbasa yang berada di luar kawasan TNLL belum memberikan hasil sesuai dengan direncanakan. Hasil analisis ISM pada Gambar 10 dan Tabel 13, menunjukkan bahwa ada 11 organisasi berperan di posisi dependent dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa, yaitu: Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, Bappeda Kabupaten Donggala, BPN Kabupaten Donggala, Dinas Pertanian Kabupaten Donggala, Dinas PU Kabupaten Donggala, Dinas Prasarana Wilayah Kabupaten Donggala, Dinas Pariwisata Kabupaten Donggal, DPRD Kabupaten Donggala, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), LSM Lingkungan, dan Kelompok Tani.

11 55 Organisasi yang berada di posisi dependent dengan rata-rata bobot DP relatif= 0,04 dan D relatif= 0,84, menunjukkan bahwa organisasi tersebut memiliki peran yang sangat lemah terhadap konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa tetapi ketergantungannya terhadap organisasi lain besar. Untuk meningkatkan peran organisasi tersebut dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa, tidak perlu dilakukan melalui program tersendiri, melainkan cukup dengan memanfaatkan pengaruh organisasi pemerintah yang berada pada posisi independent dan linkage. Untuk membangkitkan peran organisasi pemerintah yang berada di posisi dependent tersebut, dapat dilakukan melalui upaya menumbuhkan dan mengembangkan koordinasi antar sektor di tingkat Pusat, Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Donggala. Kelompok organisasi yang berada pada posisi autonomous berdasarkan hasil analisis ISM pada Gambar 10 dan Tabel 13, terdiri atas 19 lembaga, yaitu: BWSS III; Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah, Bapedalda Provinsi Sulawesi Tengah, BPN Provinsi Sulawesi Tengah, Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah, Subdin PSDA Dinas Kimpraswil Provinsi Sulawesi Tengah, DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Bapedalda Kabupaten Donggala; Dinas Tata Ruang Kabupaten Donggala, PPL/PKL, Dinas Perindag Kabupaten Donggala, Dinas Kependudukan Kabupaten Donggala, Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Donggala, Perguruan Tinggi, Perbankan, UKM/KUD, Wartawan (Pers), Kepolisian, dan Kejaksaan. Organisasi yang berada di posisi autonomous dengan rata-rata bobot DP relatif= 0,05 dan D relatif= 0,31, menunjukkan bahwa organisasi tersebut memiliki peran yang sangat lemah terhadap konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa dan ketergantungan terhadap organisasi lainnya juga kecil. Hal ini berarti bahwa posisi organisasi tersebut sangat otonom, yaitu di samping menunjukkan peran yang lemah, juga tidak tergantung pada organisasi lainnya. Oleh karena itu, organisasi tersebut tidak terlalu berpengaruh dalam hal pengembangan konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa.

12 56 Struktur Peran Organisasi dalam Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa Keterkaitan organisasi yang berperan dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa disusun dalam bentuk struktur peran setiap organisasi, disajikan pada Gambar 11. Gambar tersebut menunjukkan urutan posisi peran organisasi yang mencerminkan urutan kepentingan peran masing-masing dalam mengimplementasikan kebijakan konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa. BBTNLL menempati level kunci sebagai organisasi pemerintah yang paling besar peranannya dalam implementasi kebijakan konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa, selanjutnya menyusul di level dua ditempati oleh BPDAS Palu-Poso dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala. Level tiga ditempati oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah. Selanjutnya pada level empat ditempati oleh Bappeda Kabupaten Donggala dan BPN Kabupaten Donggala. Level lima ditempati oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Donggala. Level enam, ditempati oleh Dinas Pertanian Kabupaten Donggala dan Dinas PU Kabupaten Donggala. Level tujuh ditempati oleh Dinas Prasarana Wilayah Kabupaten Donggala dan Kelompok Tani. Level delapan ditempati oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan LSM Lingkungan. Terakhir level sembilan ditempati oleh DPRD Kabupaten Donggala Berdasarkan Gambar 11, dapat disimpulkan bahwa organisasi yang berperan dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa terdiri atas satu lembaga di posisi independent dan dua organisasi pemerintah di posisi linkage. Kedua organisasi pemerintah di posisi linkage di samping berperan sangat penting dalam program konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa, juga sangat tergantung pada organisasi lain. Oleh karena itu, kedua organisasi pemerintah di posisi linkage menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa yang terdiri atas organisasi pemerintah kabupaten/lokal, yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala, dan organisasi pemerintah pusat, yaitu BPDAS Palu-Poso sebagai pemeran sangat penting yang berada di level 2. Organisasi pemerintah di posisi independent juga sangat berperan dalam implementasi kebijakan konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa yang merupakan organisasi pemerintah pusat, yaitu BTNLL berada di level 1 sebagai pemeran kunci menunjukkan peran yang juga sangat menentukan melalui koordinasi dengan organisasi lain di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten. Besarnya peran dan kecilnya ketergantungan pada

13 57 organisasi lainnya menunjukkan bahwa organisasi pemerintah ini harus dikembangkan melalui peningkatan efektivitas fungsi dan kewenangannya terhadap konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa. 27) Perbankan 29) Wartawan (Pers) 32) Kepolisian 33) Kejaksaan 21) Dinas Kependudukan Kab. Donggala 17) Dinas Tata Ruang Kab. Donggala Level 9 20) Dinas Perindag Kab. Donggala 24) DPRD Kabupaten Donggala 10) DPRD Provinsi Sulteng 28) UKM/KUD Level 8 5) Bapedalda Provinsi Sulteng 12. Bapedalda Kabupaten Donggala 26) Perusahaan Daerah Air Minum 25) Perguruan Tinggi 30) LSM Lingkungan Level 7 19) Dinas Prasarana Wilayah Kab. 18) PPL/PKL 31) Kelompok Tani Level 6 8) Subdin PSDA Dinas Kimpraswil Provinsi Sulteng 15) Dinas PU Kabupaten Donggala 7) Dinas Pertanian Provinsi Sulteng 14) Dinas Pertanian Kabupaten Donggala Level 5 23) Dinas Pariwisata Kabupaten Donggala Level 4 Level 3 22) Dinas Pendapatan Daerah Kab. Donggala 6) BPN Provinsi Sulteng 13) BPN Kabupaten Donggala 9) Dishut Prov. Sulteng 11) Bappeda Kabupaten Donggala 4) Bappeda Provinsi Sulteng Level 2 2) BWSS III 1) BPDAS Palu-Poso 16) Dishutbun Kab. Donggala Level 1 3) BBTNLL Gambar 11. Struktur Peran Organisasi yang Berperan dalam Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa Peraturan Perundang-Undangan yang Melandasi Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa Hasil analisis ISM menunjukkan bahwa dari 25 peraturan perundangundangan yang dianalisis, terdapat 4 peraturan perundang-undangan yang melandasi di posisi independent, 1 peraturan perundang-undangan yang melandasi di posisi linkage, 11 peraturan perundang-undangan yang melandasi di posisi dependent, dan 9 peraturan perundang-undangan yang melandasi di posisi autonomous. Besarnya peran setiap peraturan perundang-undangan diidentifikasi melalui besarnya daya penggerak (driver power) dan ketergantungan (dependence), seperti ditunjukkan pada Gambar 12.

14 58 Driver Power (DP)-Dependence (D) Driver Power Dependence Nomor/Kode Peraturan Perundang-Undangan Gambar 12. Diagram Indikator Peraturan Perundang-Undangan yang Melandasi Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa Posisi dan perbandingan besarnya bobot driver power-dependence (DP-D) relatif setiap peraturan perundang-undangan ditunjukkan pada Gambar 13 dan Tabel 14. 1,0 0,9 (2) (1) Driver Power Driver Power (DP) (DP) Relatif 0,8 (3) Independent Linkage 0,7 (12) (6) 0,6 0,5 0,4 Autonomous Dependent 0,3 (13) 0,2 (17) (23,24) 0,1 (4,14,15) (9,11) (8,10,21) (25) (16) (5,7) 0,0 (18,19,20,22) 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 Dependence Dependence (D) Relatif (D) Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan nomor/kode peraturan perundang-undangan Gambar 13. Posisi Peraturan Perundang-Undangan yang Melandasi Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa

15 Tabel 14. Posisi dan Bobot Peraturan Perundang-Undangan yang Melandasi Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa Posisi Independent (Pengaruh terhadap program kuat, tetapi keterkaitannya dengan peraturan perundangundangan lainnya lemah) Linkage (Pengaruh terhadap program dan keterkaitannya dengan peraturan perundangundangan lainnya kuat) Dependent (Pengaruh terhadap program lemah, tetapi keterkaitannya dengan peraturan perundangundangan lainnya kuat) Autonomous (Pengaruh terhadap program dan keterkaitannya dengan peraturan perundangundangan lainnya lemah) Peraturan Perundang-Undangan 1. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air 2. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 3. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 12. PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan 59 Bobot DP D 1,00 0,13 0,94 0,13 0,71 0,13 0,65 0,25 Rata-rata 0,83 0,16 6. UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 0,65 0,50 Rata-rata 0,65 0,50 8. UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah 0,06 0, PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air 0,06 0, RPP Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam 0,06 1, Kepmen Kehutanan No. SK.421/Menhut-II/2006 tentang Fokus Kegiatan Pembangunan Kehutanan 0,06 0, Kepmen Kehutanan dan Perkebunan No. 146/Kpts-II/1999 Tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan 0,06 0, Kepmenneg LH No. 4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan Pemukiman Terpadu 21. Kepmen Energi dan Sumber Daya Mineral No ,06 0,75 K/10/Mem/2000 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Potensi Air Bawah Tanah 0,06 0, Permen Kehutanan No. P.12/Menhut-II/2004 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung Untuk Kegiatan Pertambangan 0,06 0, Permen Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam 0,12 0, Peraturan Daerah (Perda) provinsi 0,12 0, Peraturan Daerah (Perda) kabupaten 0,06 0,88 Rata-rata 0,07 0,75 4. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 0,06 0,25 5. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 0,06 0,13 7. UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 0,06 0,13 9. PP No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan 0,06 0,38 Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom 11. PP No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum 0,06 0, PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai 0,18 0, PP No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa 0,06 0, RPP Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air 0,06 0, RPP Tahun 2007 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu 0,12 0,13 Rata-rata 0,08 0,24 Keterangan : DP = Driver Power Relatif DP-D < 0,50 = Kecil/lemah/tidak penting D = Dependence Relatif DP-D 0,50 = Besar/kuat/penting

16 60 Hasil analisis ISM pada Gambar 13 dan Tabel 14, menunjukkan bahwa ada empat peraturan perundang-undangan yang berada di posisi independent, sehingga memiliki pengaruh sangat besar dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa dan keterkaitannya pada perangkat kebijakan lain sangat kecil, terdiri tiga undang-undang, yaitu: UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan satu peraturan pemerintah, yaitu PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. Peraturan perundang-undangan tersebut berdasarkan analisis ISM berada pada posisi independent dengan rata-rata bobot DP relatif= 0,83 dan D relatif= 0,16. Hal ini berarti peraturan perundang-undangan tersebut menjadi landasan yang sangat kuat terhadap konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa. Besarnya peran (driver power) mengindikasikan bahwa pengaruh peraturan perundang-undangan tersebut sangat besar. Sedangkan kecilnya ketergantungan (dependence) karena peraturan perundang-undangan tersebut memiliki keterkaitan yang lemah dengan peraturan perundang-undangan lain. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air sebagai pengganti UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan keadaan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat dalam hal memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan empat aspek penting dalam pengelolaan sumber daya air, yaitu: 1) konservasi sumber daya air; 2) pendayagunaan sumber daya air; 3) pengendalian daya rusak air; dan 4) sistem informasi sumber daya air. 1) Konservasi sumber daya air Konservasi sumber daya air mencakup perlindungan dan pelestarian sumber daya air dilakukan dalam cakupan wilayah resapan air, tangkapan air, sempadan, hulu, hilir, hutan dan kawasan pelestarian alam atas dasar pendekatan kesatuan tatanan ekosistem. Konservasi juga menekankan pengawetan air yang pada dasarnya mencakup prinsip penghematan penggunaan air, penampungan air pada waktu hujan, dan pengendalian penggunaan air tanah sampai pada tingkatan yang sustainable. Tujuan konservasi sumber daya air adalah: a) menjaga kelangsungan keberadaan sumber daya air, yaitu terjaganya keberlanjutan keberadaan air dan sumber air, termasuk potensi yang terkandung di dalamnya; b) menjaga kelangsungan daya dukung sumber daya air; yaitu kemampuan sumber daya air untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya; serta c)

17 61 menjaga kelangsungan daya tampung air dan sumber air, yaitu kemampuan air dan sumber air untuk menyerap zat, energi, atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. 2) Pendayagunaan sumber daya air Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai. Konsekuensi dari kegiatan ini adalah penetapan zona pemanfaatan dan peruntukan air yang harus dijadikan acuan untuk penyusunan rencana tata ruang dan rencana pengelolaan sumber daya air. Prinsip-prinsip penetapan zona ini adalah keseimbangan antara fungsi lindung dan budidaya, keseimbangan kepentingan setiap jenis pemanfaatan air, kesesuaian dengan fungsi kawasan, pelestarian wilayah sempadan, penggunaan data teknis yang akurat, dan pelibatan peran masyarakat. 3) Pengendalian daya rusak air Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Pengendalian daya rusak air diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam pola pengelolaan sumber daya air. Pengendalian daya rusak air diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat. Pengendalian daya rusak air menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, serta pengelola sumber daya air wilayah sungai dan masyarakat. 4) Sistem informasi sumber daya air. Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pengelolaan sistem informasi sumber daya air sesuai dengan kewenangannya. Informasi sumber daya air meliputi informasi mengenai kondisi hidrologis, hidrome-teorologis, hidrogeologis, kebijakan sumber daya air, prasarana sumber daya air, teknologi sumber daya air, lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya, serta kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait dengan sumber daya air. Sistem informasi sumber daya air merupakan jaringan informasi sumber daya air yang tersebar dan dikelola oleh berbagai institusi. Jaringan informasi sumber daya air harus dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam bidang sumber daya air.

18 62 Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air ini banyak dikritik oleh pakar lingkungan, karena dinilai dapat memicu terjadinya degradasi lingkungan dan kerusakan ekologi, dan sangat membuka peluang terjadinya komersialisasi dan privatisasi sumber daya air sehingga pengelolaan salah satu sumber kehidupan itu lepas dari kontrol negara dan bias kepentingan publik. Air yang seharusnya memiliki fungsi sosial dan seharusnya dikuasai dan dikelola bersama karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, justru dikomersialisasikan dan diprivatisasi karena hanya dipandang sebagai komoditas yang memiliki potensi ekonomi tinggi. Dengan adanya privatisasi, sebuah perusahaan, apalagi yang berbasis pada penanaman modal asing, menjadi terjebak dalam sistem kapitalisme yang cenderung hanya mengejar keuntungan. Sementara itu, aspek-aspek lain, seperti aspek ekologi dan sosial menjadi terabaikan. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang direvisi melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2004, kemudian revisi tersebut ditetapkan menjadi undang-undang melalui UU No. 19 Tahun Dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, tercermin bahwa paradigma pembangunan di bidang kehutanan mengalami perubahan mendasar, yaitu dari orientasi timber management menjadi forest resources management yang melihat hutan dan lahan sebagai satu kesatuan yang utuh, khususnya di dalam suatu wilayah pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Besarnya dampak kerusakan hutan dan terbatasnya kapasitas pemerintah dalam upaya konservasi sumber daya air, pendekatan yang dilakukan haruslah bersifat strategik, komprehensif, operasional sesuai dengan lokalitas, melibatkan seluruh stakeholders, mampu memberdayakan masyarakat melalui pemberdayaan dalam menjaga pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam, sehingga dapat memberikan perlindungan kawasan di bawahnya dalam rangka menjamin ketersediaan air tanah, air permukaan dan unsur hara tanah. Dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dikemukanan bahwa konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun nonhayati yang saling

19 63 tergantung dan berpengaruh mempengaruhi. Sedangkan kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan dikemukakan bahwa perencanaan kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penentuan kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Maksud perencanaan kehutanan adalah untuk memberikan pedoman dan arah bagi pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, masyarakat, pelaku usaha, lembaga profesi, yang memuat strategi dan kebijakan kehutanan untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan. Tujuan perencanaan kehutanan adalah mewujudkan penyelenggaraan kehutanan yang efektif dan efisien untuk mencapai manfaat fungsi hutan yang optimum dan lestari. Kebijakan konservasi sumber daya air dimaksudkan untuk mempercepat pulihnya kondisi sumber daya air dan hutan yang rusak serta mempertahankan dan melindungi kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya. Dalam kaitan dengan tujuan pemenuhan kebutuhan kayu, kebijakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan hutan tanaman yang produktif dan bernilai tinggi. Oleh karena itu, perlu dipahami hal-hal sebagai berikut: 1) keberhasilan rehabilitasi hutan memerlukan komitmen pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dan para pemangku kepentingan dengan dukungan dana, iptek dan SDM yang memadai; 2) Daerah Aliran Sungai (DAS) harus dijadikan unit analisis/perencanaan dalam konservasi sumber daya air; 3) Pembangunan Hutan Kemasyarakatan (HKM) harus mencirikan jenis tanaman pokok hutan unggulan setempat yang dipadukan dengan jenis tanaman yang bernilai tinggi; 4) model pembangunan hutan yang berkolaborasi dengan masyarakat perlu dikembangkan, termasuk model Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dikembangkan oleh Perhutani. Namun demikian perlu diikuti dengan evaluasi atas keberhasilannya. Maksud konservasi sumber daya air adalah untuk memberikan arahan dan pedoman bagi stakeholders (para pihak) dalam menyelenggarakan dan

20 64 melaksanakan konservasi sumber daya air, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu terpulihnya sumber daya air yang rusak sehingga berfungsi optimal yang dapat memberikan manfaat kepada seluruh stakeholders, menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air DAS, dan mendukung kelangsungan pembangunan sumber daya air dan kehutanan. Namun, hingga saat ini keempat perangkat kebijakan tersebut belum dilaksanakan secara optimal, sehingga konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa belum memberikan hasil sesuai yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan tersebut tersebut. Hasil analisis ISM pada Gambar 13 dan Tabel 14, menunjukkan bahwa hanya ada satu peraturan perundang-undangan yang berada di posisi linkge yang memiliki pengaruh besar dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa, tapi keterkaitan pada perangkat kebijakan lain juga besar, yaitu: UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan perundang-undangan tersebut berdasarkan analisis ISM berada pada posisi linkage dengan rata-rata bobot DP relatif= 0,65 dan D relatif= 0,50. Hal ini berarti peraturan perundang-undangan tersebut menjadi landasan yang kuat terhadap konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa. Besarnya peran (driver power) mengindikasikan bahwa pengaruh peraturan perundang-undangan tersebut sangat besar, tapi besarnya ketergantungan (dependence) karena peraturan perundang-undangan tersebut sangat dipengaruhi oleh peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Pemberlakuan UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup belum sepenuhnya dilaksanakan, sehingga lingkungan hidup dan sumbersumber kehidupan Indonesia berada di ambang kehancuran akibat eksploitasi berlebihan selama 32 tahun. Berlakunya otonomi daerah dengan tidak disertai tanggung jawab dan tanggung gugat dari pemerintah di tingkat pusat dan daerah, rakyat semakin terpinggirkan dan termarjinalkan haknya, sementara perusakan lingkungan dan sumber kehidupan berlangsung di depan mata. Keadaan ini kian memburuk seiring dengan reformasi yang setengah hati. Isu dan permasalahan lingkungan dan sumber kehidupan tidak menjadi perhatian serius para pengambil kebijakan. Akibatnya, korban akibat konflik dan salah urus kebijakan terus bertambah dan yang lebih menyedihkan sebagian besar adalah kelompok masyarakat yang rentan. Salah urus ini terjadi akibat paradigma pembangunanisme dan pendekatan sektoral yang digunakan. Sumber-sumber

21 65 penghidupan diperlakukan sebagai aset dan komoditi yang bisa dieksploitasi untuk keuntungan sesaat dan kepentingan kelompok tertentu, akses dan kontrol ditentukan oleh siapa yang punya akses terhadap kekuasaan. Masalah ketidakadilan dan jurang sosial dianggap sebagai harga dari pembangunan. Pembangunan dianggap sebagai suatu proses yang perlu kedisiplinan dan kerja keras, dan tidak dipandang sebagai salah satu cara cara dan proses untuk mencapai kemerdekaan untuk sejahtera lahir dan batin. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, sumber daya alam dan lingkungan hidup perlu memperhatikan penjabaran lebih lanjut mandat yang terkandung dari Program Pembangunan Nasional, yaitu pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumber daya alam yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang. Hasil analisis ISM pada Gambar 13 dan Tabel 14, menunjukkan bahwa ada 11 peraturan perundang-undangan sebagai landasan lemah dalam implementasi kebijakan konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa, yaitu: UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, RPP Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Kepmen Kehutanan No. SK.421/Menhut-II/2006 tentang Fokus Kegiatan Pembangunan Kehutanan, Kepmen Kehutanan dan Perkebunan No. 146/Kpts- II/1999 Tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan, Kepmenneg LH No. 4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan Pemukiman Terpadu, Kepmen Energi dan Sumber Daya Mineral No K/10/Mem/2000 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Potensi Air Bawah Tanah, Permen Kehutanan No. P.12/Menhut-II/2004 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung Untuk Kegiatan Pertambangan, Permen Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Peraturan Daerah (Perda) provinsi, dan Peraturan Daerah (Perda) kabupaten. Kelompok peraturan perundang-undangan tersebut berada di posisi dependent dengan rata-rata bobot DP relatif= 0,07 dan D relatif= 0,75, menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan tersebut menjadi landasan

22 yang lemah dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa tetapi keterkaitannya terhadap perangkat kebijakan lain besar. Kelompok peraturan perundang-undangan yang berada pada posisi autonomous berdasarkan hasil analisis ISM pada Gambar 13 dan Tabel 14, terdiri atas sembilan peraturan perundang-undangan, yaitu: UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, PP No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai, PP No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa, RPP Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, dan RPP Tahun 2007 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. Peraturan perundang-undangan yang berada di posisi autonomous dengan rata-rata bobot DP relatif= 0,08 dan D relatif= 0,24, menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan tersebut menjadi landasan yang lemah dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa dan keterkaitan terhadap peraturan perundang-undangan lainnya juga kecil. Struktur Peraturan Perundang-Undangan yang Melandasi Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa Keterkaitan peraturan perundang-undangan dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa dapat dilihat melalui struktur kepentingan setiap peraturan perundang-undangan, disajikan pada Gambar 14 yang menunjukkan urutan posisi kepentingan peraturan perundang-undangan, sehingga dapat dijelaskan urutan kepentingan peran masing-masing dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menempati level kunci, yakni sebagai peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan paling kuat dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa. Selanjutnya menyusul di level dua ditempati oleh PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. Level tiga ditempati oleh UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Level empat ditempati oleh UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Peraturan Daerah (Perda) provinsi, dan Peraturan Daerah (Perda) kabupaten, serta Permen Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. 66

23 67 4) UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 5) UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 7) UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 9) PP No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom 11) PP No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum 20) Kepmenneg LH No. 4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan Pemukiman Terpadu 22) Pernen Kehutanan No. P.12/Menhut-II/2004 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung Untuk Kegiatan Pertambangan 21) Kepmen Energi dan Sumber Daya Mineral No K/10/Mem/2000 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Potensi Air Bawah Tanah Level 5 16) RPP Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam 18) Kepmen Kehutanan No. SK.421/Menhut- II/2006 tentang Fokus Kegiatan Pembangunan Kehutanan 19) Kepmen Kehutanan dan Perkebunan No. 146/Kpts- II/1999 Tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan 10) PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air 25) Peraturan Daerah (Perda) kabupaten 8) UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah 17) RPP Tahun 2007 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu Level 4 24) Peraturan Daerah (Perda) provinsi 23) Permen Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam Level 3 15) RPP Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air 6) UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 13) PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai Level 2 12) PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan 14) PP No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa Level 1 1) UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air 2) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 3) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Gambar 14. Struktur Peraturan Perundang-Undangan yang Melandasi Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa Level lima ditempati oleh PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, RPP Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Kepmen Kehutanan No. SK.421/Menhut-II/2006 tentang Fokus Kegiatan Pembangunan Kehutanan; Kepmen Kehutanan dan Perkebunan No. 146/Kpts-II/1999 Tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan, Kepmenneg LH No.

24 68 4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan Pemukiman Terpadu, Kepmen Energi dan Sumber Daya Mineral No K/10/Mem/2000 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Potensi Air Bawah Tanah, dan Permen Kehutanan No. P.12/Menhut-II/2004 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung Untuk Kegiatan Pertambangan. Berdasarkan Gambar 14, dapat disimpulkan bahwa peraturan perundangundangan yang menjadi landasan kuat dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa terdiri atas empat peraturan perundang-undangan di posisi independent dan satu peraturan perundang-undangan di posisi linkage. Keempat peraturan perundang-undangan di posisi independent menjadi landasan sangat kuat dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa, tapi tidak terkait perangkat kebijakan lain. Sedangkan peraturan perundang-undangan di posisi linkage menjadi landasan kuat dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa dan sangat terkait dengan peraturan perundang-undangan lain. Fungsi Koordinasi dalam Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa Kinerja fungsi koordinasi Skor penilaian kinerja fungsi koordinasi antar lembaga dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa disajikan pada Gambar 15 dan Lampiran 4. 5,0 Kinerja Fungsi Koordinasi 4,0 3,0 2,0 1,0 Tugas Pokok (task) Kegiatan (activity) Sumberdaya (resources) Kriteria Koordinasi Rata-Rata Keterangan : 1 = Sangat Lemah 2 = Lemah 3 = Cukup Baik 4 = Baik 5 = Sangat Baik Gambar 15. Skor Penilaian Fungsi Koordinasi Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa Kinerja fungsi koordinasi antar organisasi pemerintah dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa dievaluasi berdasarkan penilaian oleh 22 pakar atas tiga kriteria koordinasi, yaitu: tugas pokok (task), kegiatan (activity), dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BITUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERAN DAN KOORDINASI LEMBAGA LINTAS SEKTORAL DALAM KONSERVASI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS DAS GUMBASA KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH)

PERAN DAN KOORDINASI LEMBAGA LINTAS SEKTORAL DALAM KONSERVASI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS DAS GUMBASA KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH) Jurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 11 No. 2, Oktober 2009:4957 ISSN 14107333 PERAN DAN KOORDINASI LEMBAGA LINTAS SEKTORAL DALAM KONSERVASI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS DAS GUMBASA KABUPATEN DONGGALA PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR. Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK

PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR. Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK PENDAHULUAN Sumber daya air yang terdiri atas air, sumber air, dan daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional. BAB XVII DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 334 Susunan organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA G U B E R N U R NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU

Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU 137 Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU No Amanat pertauran perundang-undangan 1 Mempertahankan kecukupan hutan minimal 30 persen dari

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU SALINAN BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa Taman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah dan air dalam wilayah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA Menimbang Mengingat : PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN PURWOREJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS BAB II PERENCANAAN STRATEGIS 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT 1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS KEHUTANAN RUT 2011 Jl. Patriot No. O5 Tlp. (0262) 235785 Garut 44151 RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN 2014-2019 G a r u t, 2 0 1 4 KATA PENGANTAR Dinas Kehutanan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa daerah aliran sungai

Lebih terperinci

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PER

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PER LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.299, 2014 LINGKUNGAN. Tanah. Air. Konservasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5608) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah serta Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa daerah aliran sungai

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

4 Dinas Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan

4 Dinas Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan LAMPIRAN 64 65 Lampiran 1 Tugas pokok dan fungsi instansi-instansi terkait No. Instansi Tugas pokok dan fungsi 1 BAPPEDA Tugas pokok: melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah bidang perencanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan unsur yang sangat penting

Lebih terperinci

Rencana Strategis

Rencana Strategis - PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota - PP Nomor 42/2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya

Lebih terperinci

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Visi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah adalah Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. Pelayanan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS BINA MARGA, PENGAIRAN, PERTAMBANGAN DAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, terutama vegetasi, tanah dan air berada dan tersimpan, serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGEMBANGAN PEMANFAATAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGEMBANGAN PEMANFAATAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGEMBANGAN PEMANFAATAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk perkembangan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI TATA KELOLA SUMBERDAYA ALAM DAN HUTAN ACEH MENUJU PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN DAN RENDAH EMISI VISI DAN MISI PEMERINTAH ACEH VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 20, 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 I. UNDANG-UNDANG DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 1. Undang-undang Republik Indonesia No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Undang-undang Acara Pidana (KUHP) 2. Undang-undang Republik Indonesia No.5

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB 2 Perencanaan Kinerja BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/35; TLN NO. 3441 Tentang: RAWA Indeks:

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci