8. ANALISIS PERUBAHAN BIAYA LINGKUNGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "8. ANALISIS PERUBAHAN BIAYA LINGKUNGAN"

Transkripsi

1 8. ANALISIS PERUBAHAN BIAYA LINGKUNGAN 8.1. Latar Belakang Perubahan karakteristik hidrologis DAS Citarum Wilayah Hulu terutama debit, volume, sedimentasi dan pencemaran kimiawi air menyebabkan hilangnya kesempatan berproduksi, peningkatan intensitas pemeliharaan peralatan produksi energi listrik PLTA (turbin dan cooler-nya) dan menurunkan umur pakai waduk. Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan akibat kenaikan biaya pemeliharaan dan kehilangan kesempatan berproduksi energi listrik PLTA. Bagi PDAM, faktor utama yang menyebabkan peningkatan biaya adalah semakin tingginya sedimen dan pencemaran kimiawi air baku air minum. Kondisi tersebut menyebabkan peningkatan biaya pemeliharaan WTP dan peningkatan biaya pengolahan air karena peningkatan penggunaan bahan kimia. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh perubahan karakteristik hidrologis DAS Citarum Wilayah Hulu terhadap biaya lingkungan atau biaya eksternalitas pengguna air Citarum (PLTA Saguling, Cirata dan Jatiluhur, PDAM Purwakarta dan DKI Jakarta) Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian perubahan biaya lingkungan dilakukan dengan menggunakan data sekunder di bagian Akuntansi UBP Saguling dan Bagian Keuangan PT. Thames PAM Jaya. Penelitian berlangsung pada bulan April 2006 sampai dengan Juli Untuk mengetahui kesanggupan masyarakat (willingness to pay) masyarakat, dilakukan survey sosial ekonomi terhadap penduduk yang berada di sekeliling Waduk Saguling (yang paling terikat dengan keberadaan waduk) yang meliputi empat Kecamatan yaitu Kecamatan Batujajar, Kecamatan Cipongkor, Kecamatan Cililin, dan Kecamatan Cihampelas, di Kabupaten Bandung.

2 Bahan Dan Metode Bahan Bahan yang diperlukan untuk menganalisis perubahan biaya lingkungan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai berikut : 1. Laporan produksi tahunan PLTA Saguling, PLTA Cirata dan PLTA Jatiluhur ( ). 2. Laporan produksi tahunan PDAM Purwakarta ( ) dan PT. Thames PAM Jaya ( ). 3. Laporan biaya pemeliharaan peralatan produksi dan harga jual produksi energi 2005 (UBP Saguling). 4. Laporan pemeliharaan peralatan WTP dan penggunaan bahan kimia oleh PDAM Purwakarta ( ) dan PT. Thames PAM Jaya ( ). 5. Laporan hasil penelitian pihak ketiga baik terhadap PLTA maupun PDAM tersebut Metode Perhitungan Biaya Marginal Lingkungan PLTA dan PDAM Untuk menghitung potensi kerugian ekonomi yang ditanggung oleh PLTA dan PDAM sebagai akibat kerusakan lingkungan di DAS Citarum Wilayah Hulu, maka dilakukan perhitungan dengan rumus : a. Biaya Lingkungan Produksi Listrik (PLTA): BLPL = BKP + BP, keterangan : BLPL = biaya lingkungan produksi listrik (Rp/ MWh) BKP = biaya kehilangan produksi (Rp/ MWh) BP = biaya pemeliharaan (Rp/ MWh) a1. Biaya Kehilangan Produksi BKP = (P t+1 P t ) x HP, keterangan : BKP P t P t+1 t HP = biaya kehilangan produksi (Rp/ MWh) = Produksi listrik pada tahun t (MWh) = Produksi listrik pada tahun t+1 (MWh) = tahun = harga penjualan (Rp/ MWh)

3 163 a.2. Biaya Pemeliharaan (Turbin dan peralatan lain) BPT JPT BP BPT = JPT x BP, keterangan : = biaya pemeliharaan turbin (Rp/tahun), = jumlah pemeliharaan turbin (kali/tahun), = biaya pemeliharaan (Rp/kali) b. Biaya Lingkungan Produksi Air (PDAM): BLPA = BPK / PA, keterangan : BLPA = biaya lingkungan produksi air (Rp/ m³), BPK = biaya penggunaan bahan kimia (Rp), PA = produksi air (m³). c. Pendugaan biaya lingkungan denga penggunaan simulasi GR4J hasil validasi Metode Perhitungan Kesediaan Membayar Metode contingent valuation method (CVM) digunakan untuk menilai ekonomi barang publik (air) dengan menanyakan langsung kepada masyarakat seberapa besar kesediaan membayar (willingness to pay - WTP) sebagai akibat kerusakan lingkungan. Kesedian membayar merupakan gambaran dari tingkat preferensi dan pendapatan individu (Pearce et al, 1994). Dalam penelitian ini CVM menyangkut dua hal yaitu kesediaan pengguna jasa membayar air (WTP) khusunya pada musim kemarau dan persepsi dari perilaku masyarakat pengguna jasa lingkungan terhadap bentuk kesediaan membayar kompensasi lingkungan. Kuesioner yang digunakan dalam CVM meliputi : 1. Deskripsi rinci tentang jasa lingkungan yang divaluasi, persepsi penilaian publik, kesedian membayar (WTP) dan alat pembayaran. 2. Karakteristik sosial demografis responden seperti usia, pendidikan, pendapatan, dan lain-lain. Pada CVM ini, masyarakat yang menjadi responden adalah masyarakat di 4 kecamatan (Batujajar, Cipongkor, Cililin dan Cihampelas) Kabupaten Bandung yang berada di sekeliling Waduk Saguling dan dipilih secara purposive dengan jumlah populasi contoh sebanyak 120 responden (30 responden/kecamatan). Pengolahan data kuesioner menggunakan fungsi logit dengan alat bantu software SPSS dengan rumus-rumus (Jordan dan Elnagleeb, 1993 Pearce et al, 1994).

4 Hasil dan Pembahasan Analisis Perubahan Biaya Lingkungan Potensi Kerugian Ekonomi PLTA a. Kerugian akibat kehilangan kesempatan produksi Untuk mengetahui pengaruh penurunan kualitas lingkungan terhadap biaya produksi PLTA dilakukan perhitungan terhadap (1) besarnya biaya hilangnya kesempatan produksi (opportunity cost) akibat rendahnya volume air waduk, berhenti beroperasi selama pemeliharaan dan keputusan manajemen PJT II, (2) besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan berupa biaya pemeliharaan peralatan utama produksi dan (3) biaya penggunaan bahan kimia terutama dalam penanganan gas H 2 S dan pencegahan peralatan masinal/pipa dari karat. Pada Tabel 43 disajikan nilai penjualan listrik dan potensi kerugian ekonomi PLTA, selama 10 tahun akibat penurunan produksi listrik. Tabel 43. Nilai penjualan energi listrik di PLTA Saguling, Cirata, dan Jatiluhur ( ). No. Tahun Pendapatan (Rp. Miliar) Total Saguling Cirata Jatiluhur (Rp. Miliar) ,32 266,28 170,98 887, ,4 246,57 127,11 850, ,48 232,33 121,36 727, ,81 245,44 83,92 732, ,64 142,13 106,13 467, ,37 286,85 160,52 935, ,15 224,82 145,27 753, ,94 214,04 149,25 738, ,55 280,17 150,54 894, ,96 226,91 173,3 776, ,36 158,5 87,47 535,33 Jumlah 4297, , , ,87 Rata-rata 390,72 229,45 134, ,35 Rata-rata penurunan (Rp) 16,097 10,776 8,35 35,223 Rata-rata penurunan (%) 4,11 4,69 6,22 4,67 *) Diasumsikan harga berdasarkan harga jual energi listrik UBP Saguling kepada P3B yaitu Rp 165,65/kwh (2005). Dari Tabel 43 diketahui bahwa selama ketiga PLTA mengalami penurunan penjualan (pendapatan yang hilang) yang cukup tinggi, yaitu sebesar Rp. 16,097 miliar (PLTA Saguling), Rp. 10,776 miliar (PLTA Cirata), Rp. 8,35 miliar (PLTA Jatiluhur) dan Rp. 35,223 miliar (3 PLTA) setiap tahun. Pendapatan 3 PLTA hasil penjualan energi listrik disajikan pada Gambar 41.

5 165 Nilai Penjualan di 3 PLTA 1, Pendapatan (Rp Miliar) Saguling Cirata Jatiluhur Total Tahun Gambar 41. Grafik pendapatan PLTA Saguling, Cirata, dan Jatiluhur Untuk menduga pengaruh perubahan PEL terhadap pendapatan pada kondisi penutup lahan 1993 dan 2003 dilakukan simulasi perubahan pendapatan dengan menggunakan PEL hasil simulasi dikali dengan harga penjualan PEL UBP Saguling kepada P3B yaitu sebesar Rp. 165,65,-/kWh atau Rp ,- per MWh. Karakteristik pendapatan harian sebagai akibat perubahan PEL harian periode simulasi disajikan pada Gambar 42, sedangkan hubungan pendapatan hasil simulasi tahun 1993 dan 2003 pada Gambar 43. Dari gambar tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendapatan PLTA UBP Saguling tahun 1993 sebesar Rp 882,323 miliar lebih besar dibandingkan dengan pendapatan tahun 2003 yaitu sebesar Rp 743,926 miliar. Artinya, PLTA UBP Saguling mengalami penurunan pendapatan atau kerugian sebesar Rp 138,617 miliar setiap tahun. Potensi keuntungan yang hilang tersebut merupakan kerugian sebagai akibat kehilangan kesempatan produksi energi listrik dengan trend yang terus meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila kondisi penutup lahan dan karakteristik hidrologis DAS Citarum Wilayah Hulu selama periode dapat dipertahankan seperti pada kondisi 1993 (tidak mengalami degradasi menjadi seperti tahun 2003) maka PLTA Saguling tidak mengalami kerugian atau kehilangan keuntungan (opportunity benefit) sebesar Rp 138,617 miliar setiap tahun sebagai akibat kehilangan kesempatan berproduksi.

6 - 166 Karakteristik Pendapatan Harian PLTA Saguling Tahun Pendapatan ( Rp Miliar) Gambar 42. Karakteristik pendapatan harian PLTA UBP. Saguling hasil simulasi pada kondisi penutup lahan1993 dan Keterangan: UBP Saguling meningkatkan kapasitas produksinya dimulai pada tahun Hari Hubungan Pendapatan Harian PLTA Saguling Tahun Millions 20,000 18,000 16,000 Series1 Linear (Series1) 14,000 12,000 y = x + 5E+08 R 2 = ,000 8,000 6,000 4,000 2,000-2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000 Millions Gambar 43. Hubungan pendapatan harian PLTA UBP. Saguling hasil simulasi pada kondisi penutup lahan1993 dan b. Biaya pemeliharaan Untuk menjaga kontiunitas produksi energi listrik pada tingkat tertentu diperlukan pemeliharaan terhadap peralatan produksi terutama turbin dan water cooler, pembelian bahan kimia tertentu dan pemeliharaan waduk. Pemeliharaan turbin dan water cooler dilakukan satu kali dalam 7-10 tahun dan pemeliharaan

7 167 waduk dilakukan rutin setiap tahun. Pada Tabel 44 disajikan biaya pemeliharaan peralatan produksi PLTA. Tabel 44. Biaya pemeliharaan peralatan produksi PLTA Saguling yang diduga paling rentan terhadap perubahan kualitas air. No. Komponen Biaya Besar ( Rp juta) Tahun Jumlah ( Rp ) Pembersihan sampah dan Gulma, 1 pemeliharaan Trassboom dan penanggulangan erosi 1.869, , , ,76 2 Penelitian Kualitas Air Triwulan 76,82 188,31 237,58 502,71 I, II, III dan IV 3 Pekerjaan Retubing Air Cooler, 183, ,87 245, ,31 Generator dan perbaikannya 4 Pengadaan, Penggantian, dan 1.200, ,17 440, ,50 Perbaikan Air Cooler Generator Pengadaan Oil Cooler Lower/ 5 Fin Ring Air Cooler, Tube, Belzone ,15 698, ,65 6 Penggantian spare part dan ,80 413,80 pemeliharaan turbin 7 Rebuilt Coating Spiral Case , ,49 Stay Vane& Stay Ring # 2 8 Pengadaan Tyristor Stack - 193,88-193,88 dan Toprogge Jumlah 3.330, , , ,08 Rata-Rata 2.738,44 Sumber : Bagian Akutansi UBP Saguling, c. Biaya Eksternalitas Biaya eksternalitas adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan (PLTA) untuk mempertahankan kegunaan sumberdaya air pada tingkat tertentu. Besarnya biaya eksternalitas tersebut dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penghasil sumberdaya air di DAS Citarum Wilayah Hulu. Biaya eksternalitas meningkat apabila terjadi penurunan volume air, peningkatan sedimen yang memasuki partisi cooler (sehingga tidak beroperasi) yang kedua-duanya menyebabkan kesempatan tidak berproduksi PLTA semakin besar, peningkatan biaya pemeliharaan dan kebijakan manajemen PJT II dalam mengalokasikan air. Pada Tabel 45 disajikan biaya eksternalitas 3 PLTA baik berdasarkan pengamatan maupun simulasi (kondisi penutup lahan 1993) dengan asumsi biaya pemeliharaan ketiga PLTA sama dengan biaya pemeliharaan UBP Saguling.

8 168 Tabel 45. Biaya eksternalitas rata-rata per tahun 3 PLTA. No Uraian Biaya Biaya Eksternalitas PLTA (miliar Rp/th) Jumlah (Rp) Saguling Cirata Jatiluhur Perhitungan 1. Kehilangan kesempatan berproduksi 16,097 10,776 8,35 35, Pemeliharaan peralatan produksi, pengadaan bahan kimia dan 2,738 5,4761* 4,080* 12,294 pemeliharaan waduk. Total 18,855 16,252 12,43 47,517 Simulasi perubahan penutup lahan 1993 dan Potensi kehilangan kesempatan berproduksi 138,617 92,770** 71,904** 303, Pemeliharaan peralatan produksi, pengadaan bahan kimia dan 2,738 5,476 4,080 12,294 pemeliharaan waduk. Total 141,355 98,246 75, ,612 Keterangan : * = biaya pemeliharaan per unit turbin PLTA UP. Cirata dan Jatiluhur didasarkan pada total biaya pemeliharaan UBP. Saguling dibagi dengan jumlah turbin (4 turbin). ** = didasarkan pada hasil simulasi PLTA Saguling secara proporsional. Asumsi biaya pemeliharaan pada simulasi tetap. Besarnya biaya eksternalitas tersebut diduga akan semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang sebagai akibat penurunan pendapatan dan peningkatan biaya pemeliharaan. Penurunan pendapatan disebabkan oleh peningkatan besarnya kehilangan kesempatan berproduksi, baik sebagai akibat penurunan volume air masuk lokal, peningkatan sedimentasi dan waduk maupun peningkatan frekuensi pemeliharaan alat utama produksi (turbin dan cooler). Apabila diasumsikan bahwa biaya perawatan alat utama produksi energi listrik (turbin) di ketiga PLTA adalah sama seperti PLTA Saguling, maka total biaya pemeliharaannya adalah sebesar Rp 12,294 miliar per tahun. Besarnya total kerugian akibat penurunan pendapatan adalah Rp. 47,517 milyar per tahun (Rp. 35,223 miliar + Rp 12,294 miliar). Apabila dibandingkan dengan produksi energi listrik dan volume air yang digunakan masing-masing PLTA diperoleh hasil sebagaimana pada Tabel 45. Dengan demikian, kerugian ekonomi yang di derita 3 PLTA sebagai akibat penurunan produksi energi listrik dan peningkatan biaya pemeliharaan adalah Rp. 47,517 miliar per tahun.

9 169 Untuk menduga potensi kerugian PLTA sebagai akibat perubahan penutup lahan dilakukan pengurangan pendapatan hasil simulasi penutup lahan (tahun) 1993 dengan penutup lahan (tahun) 2003 dengan hasil sebagaimana pada Tabel 46. Dari tabel tersebut diketahui bahwa potensi kerugian atau potensi keuntungan yang hilang sebagai akibat perubahan penutup lahan sangat besar yaitu Rp.141,355 miliar (PLTA Saguling), Rp.98,246 miliar (PLTA Cirata), Rp.75,984 miliar (PLTA Jatiluhur) dan Rp.315,612 miliar (3 PLTA) setiap tahun dengan asumsi volume air masuk lokal yang tersedia dan turbin dioperasionalkan secara memaksimal oleh PLTA serta biaya pemeliharaan tetap. Potensi kerugian tersebut merupakan nilai guna (manfaat) sumberdaya air yang hilang sebagai akibat perubahan penutup lahan dari tahun Dengan kata lain, dengan mempertahankan penutup lahan pada kondisi 1993, ketiga PLTA telah mendapatkan potensi keuntungan (opportunity benefit) yang sangat besar. Besarnya perbedaan antara kerugian menurut perhitungan (aktual) dengan hasil simulasi (model GR4J) diduga disebabkan tidak maksimalnya PLTA beroperasi, penurunan DAML dan VAML dan kebijakan alokasi air oleh manajemen (PJT-II) selama peride Dengan membagi biaya (kerugian) terhadap produksi energi listrik dan air yang digunakan oleh PLTA, diperoleh biaya marjinal lingkungan (environmental marginal cost) atau biaya eksternalitas bagi pengguna air Citarum. Hasil analisis terhadap Tabel 46 didapatkan informasi bahwa secara umum potensi kerugian ketiga PLTA sebagai akibat degradasi kualitas jasa lingkungan DAS Citarum Wilayah Hulu adalah sebesar Rp. 47,517 - Rp. 315,612 milyar setiap tahun atau sebesar Rp ,11 - Rp ,42 per MWh listrik yang dihasilkan atau Rp. 3,60 Rp. 16,95 per m³ air yang digunakan. Besarnya potensi kerugian yang dialami oleh ketiga PLTA (Rp. 315,612 miliar per tahun) diperkirakan disebabkan oleh perubahan penutup lahan dan karakteristik hidrologis periode

10 170 Tabel 46. Biaya marginal lingkungan PLTA berdasarkan perhitungan per tahun. No Uraian PLTA Saguling Cirata Jatiluhur 3 PLTA 1. Potensi PEL (MWh/th) 2,358, ,385, , ,553, Potensi VAML (m³/th) 2,590,570,000 5,092,340,000 5,520,160,000 13,203,070, Potensi kerugian (Rp/th) 4. BML per unit output (3 : 1) (Rp/MWh) 5. BML per m³vaml (3 : 2) (Rp/m³) Simulasi 1993 No Uraian 18,835,440,000 16,252,000,000 12,430,000,000 47,517,000,000 7, , , , PLTA Saguling Cirata Jatiluhur 3 PLTA 1. Potensi PEL (MWh/th) 58,611, ,420, ,126, ,158, Potensi VAML (m³/th) 3,652,598, ,179,992,505 7,783,201, ,615,792, Potensi kerugian (Rp/th) BML per unit output (3 : 1) (Rp/MWh) BML per m³vaml (3 : 2) (Rp/m³) 141,355,000,000 98,246,139,840 75,984,823, ,611,797,800 2, , , , Keterangan : PEL = Produksi energi listrik, VAML = volume air masuk lokal, BML = Biaya marginal lingkungan. Dengan kata lain, apabila kondisi penutup lahan dan karakteristik hidrologis tidak berubah (seperti kondisi tahun 1993), maka ketiga PLTA akan mendapatkan potensi keuntungan sebesar potensi kerugiannya. Biaya tersebut merupakan compensation variation dan equivalent variation ketiga PLTA dalam upaya mempertahankan utilitas sumberdaya air sebagai energi pembangkit pada tingkat produksi yang ditetapkan. Dengan kata lain, biaya tersebut merupakan willingness to pay wilayah hilir (pengguna jasa) atas perbaikan kualitas lingkungan wilayah hulu (penyedia jasa). Secara grafik, biaya marjinal lingkungan 3 PLTA seperti pada Gambar 44.

11 171 Perbandingan BML Saguling Tahun 1993 dan 2003 Perbandingan BML Cirata Tahun 1993 dan ,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10, , , ,000 80,000 60,000 40,000 20, Produksi (MWh) Produksi (MWh) Perbandingan BML Jatiluhur Tahun 1993 dan 2003 Perbandingan BML Citarum (3 PLTA) Tahun 1993 dan , , , , , , , , ,000 50, ,000 50, Produksi (MWh) Produksi (MWh) Gambar 44. Biaya marginal lingkungan 3 PLTA Kerugian Ekonomi PDAM Komponen biaya yang diteliti dalam pengolahan air baku menjadi air bersih (minum) adalah (1) pemeliharaan peralatan produksi dan (2) penggunaan bahan kimia. Tabel 47. Biaya pemeliharaan WTP Ubrug (PDAM Tirta Dharma). No Tahun Komponen Biaya Biaya Reposisi level pompa intake Pencucian pasir di WTP Pengangkutan kapasitor instalasi pengelolaan air bersih (IPA) PDAM Kab. Purwakarta Pengawasan proyek pengangkutan kapasitor instalasi pengelolaan air bersih (IPA) PDAM Purwakarta Pencucian pasir di WTP Pencucian pasir di WTP Evaluasi up-rating WTP, pengawasan pekerjaan up-rating WTP dan assesment WTP Ubrug Up-rating WTP (lanjutan) PDAM Purwakarta Total Biaya Pemeliharaan WTP Ubrug Rata-rata per tahun Sumber : Laporan keuangan PDAM Tirta Dharma

12 172 Pada Tabel 47 dan 48 disajikan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh PDAM Tirta Dharma Purwakarta (sumber air baku dari Ubrug) setiap tahun sebesar Rp ,- (laju kenaikan sebesar 4,0% per tahun). Penggunaan bahan kimia oleh PDAM Tirta Dharma Purwakarta mengalami kenaikan ( ) antara 0.93% (sodium), -56% (asam sulfat). Penggunaan bahan kimia yang semakin meningkat, menunjukkan penurunan kualitas air yang diproses PDAM. Tabel 48. Pemakaian bahan kimia pembantu umum dalam pengolahan air bersih PDAM Purwakarta. Bahan Kimia (Kg) No Bulan Chor Kaporit Shodium Alum Shodium Alum Sulfat 1 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Rata-Rata Sumber : Bagian keuangan PDAM Purwakarta. PT. Thames PAM Jaya mengalami kenaikan komponen biaya bahan kimia sebesar Rp. 87,317 juta per tahun selama kurun waktu ( ) atau laju kenaikan biaya untuk pengadaan bahan kimia sebesar 10,61% per tahun atau Rp 64,00,- per m³ biaya produksi air minum. Peningkatan penggunaan bahan kimia oleh PT. Thames PAM Jaya Jakarta menunjukkan semakin rendahnya kualitas air baku (dari Tarum Kanal Barat/Citarum) yang diproses. Kesediaan PDAM untuk membayar biaya marginal (tambahan) sebesar tersebut merupakan avoid cost untuk mempertahankan utility sumberdaya air pada tingkat tertentu. Biaya marginal lingkungan tersebut dikompensasi oleh PDAM dari pendapatannya.

13 173 Dari Tabel 49, Gambar 45 dan Tabel 50 dapat disimpulkan bahwa tambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh PT. Thames PAM Jaya persatuan produksi (m 3 ) terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini terutama pada periode , yang mana pada periode tersebut produksi air minum relatif menurun. Kondisi ini mengindikasikan adanya peningkatan pencemaran air baku air minum (air dari Sungai Citarum-Kanal Tarum Barat). Peningkatan pencemaran tersebut terutama disebabkan penurunan kualitas lingkungan di DAS Citarum Wilayah Hulu. Tabel 49. Biaya bahan kimia dalam pengolahan air bersih PT. Thames PAM Jaya tahun No BLN Biaya Bahan Kimia / 1000 m³ (Rp juta) Jan 437,44 646,85 689,99 793, ,85 701, , ,86 2 Feb 460,76 557,98 551,25 566,61 772,11 735,58 901, ,19 3 Mar 625,63 658,13 654,12 801,45 821,34 811,46 941, ,27 4 Apr 553,49 638,29 692,18 939, ,89 764, , ,14 5 May 502,54 803,95 783,03 787,49 722,15 824, , ,20 6 Jun 870,54 524,26 686,82 957,57 718,26 692,67 858, ,02 7 Jul 882,73 544,26 827,95 926,27 826,72 676,36 974, ,80 8 Aug 850,70 546,63 709,68 718,00 684,84 685,07 916, ,04 9 Sep 619,51 495,42 627,76 967,81 636,81 693,59 949, ,83 10 Oct 837,97 821,43 672, ,08 649,74 907, , ,21 11 Nov 562,45 617,06 779, ,84 711,76 836, , ,63 12 Dec 599,73 675,06 678,50 781,58 731,48 792, , ,93 Jumlah 7.803, , , , , , , ,13 Rata-rata 650,29 627,44 696,11 863,09 781,66 760, , ,34 Sumber : Bagian keuangan PT. Thames PAM Jaya Unit Pabuaran, Jumlah Biaya Bahan Kimia hhhh (Rp/ m3) Tahun Gambar 45. Biaya bahan kimia dalam pengolahan air bersih per m³ air produksi tahun

14 174 Peningkatan penggunaan bahan kimia sebagai akibat degradasi kualitas air baku air minum PT. Thames PAM Jaya meliputi pemakaian alum sulfat cair, PAC, gas klor, karbon aktif, kapur padam, proestol TR 611, magnoflok LT 20, dan magnoflok LT Tabel 50. Biaya bahan kimia dalam pengolahan air bersih per m³ air produksi PT. Thames PAM Jaya tahun No Bulan Biaya Bahan Kimia ( Rp/m³) Tahun Januari 35,03 57,90 68,76 65,79 90,25 57,59 87,79 84,46 2 Februari 39,16 49,82 59,36 52,05 74,28 65,99 71,64 103,44 3 Maret 47,57 52,87 66,94 66,62 72,52 67,02 69,81 103,95 4 April 43,36 53,73 70,05 81,66 91,56 65,30 100,04 89,64 5 Mei 38,69 65,32 74,86 72,23 63,28 69,83 83,63 78,91 6 Juni 69,26 44,79 67,02 80,51 64,94 60,16 63,20 88,19 7 Juli 71,57 46,02 82,39 74,76 70,96 57,44 71,30 77,90 8 Agustus 65,92 49,44 67,07 58,21 57,43 57,40 69,05 78,28 9 September 50,77 47,37 62,78 77,34 54,52 57,86 75,84 80,57 10 Oktober 67,61 77,89 59,29 90,49 53,30 73,04 77,99 105,09 11 November 46,3 58,74 68,59 82,11 60,56 65,12 86,96 95,96 12 Desember 52,29 65,94 57,04 62,89 61,25 58,59 102,51 89,17 Jumlah 627,53 669,83 804,15 864,66 814,85 755,34 959, ,56 Rata-rata tahun 821,46 Laju 42,3 134,32 60,51-49,81-59,51 204,42 115,8 Laju rata-rata 64,004 Sumber : Bagian keuangan PT. Thames PAM Jaya Unit Pabuaran, Tabel 51. Sidik ragam (Anova) penggunaan bahan kimia PT. Thames PAM Jaya. No Keragaman Jumlah Derajat Nilai Tengah Kuadrat Bebas Kuadrat F Hitung Signifikansi 1. Antar Kelompok , ,823 16,001*) 0, Dalam Kelompok 9.285, , Total 1.240, Keterangan : *) berbeda nyata pada α = 5% Dari hasil sidik ragam (anova) sebagaimana pada Tabel 53 dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan kimia PT. Thames PAM Jaya berbeda nyata. Hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung yang lebih besar dari F-tabel dan nilai signifikansi lebih kecil dari 5%. Secara grafis biaya marginal lingkungan atau eksternalitas PDAM ditampilkan pada Gambar 46.

15 175 Biaya Marginal Lingkungan 2 PDAM BML (Rp) Tirta Dharma Thames PAM Jaya Produksi Air Minum (M 3 ) Gambar 46. Biaya marginal lingkungan atau eksternalitas PDAM Tirta Dharma dan PT. Thames PAM Jaya Kesediaan Membayar Masyarakat Hulu Untuk mengetahui nilai jasa air bagi masyarakat hulu, dilakukan survey contingent valuation method (CVM) terhadap 120 Kepala Keluarga di 4 Kecamatan yang merupakan wilayah hulu DTA Saguling Karakteristik Responden Pengguna jasa lingkungan disebut hilir dan penyedia disebut hulu. Dengan definisi tersebut, masyarakat di sekitar waduk Saguling juga merupakan pengguna jasa lingkungan yang disediakan oleh DTA (Sub DAS wilayah hulu) berupa air. Pengguna jasa lingkungan (air) yang lain adalah PLTA, PDAM, industri, hotel dan restoran, rumah tangga, instansi pemerintah, dll. Pada penelitian ini, jasa lingkungan yang dimaksud berupa air minum. Ketersediaan air minum sangat tergantung oleh kondisi lingkungan di DAS hulu Citarum. Sehingga masyarakat hilir yang menggunakan jasa lingkungan secara tidak langsung mempunyai kewajiban dalam membayar kompensasi untuk rehabilitasi wilayah hulu melalui masyarakat. Menurut Leimona (2004), masyarakat yang berpenghidupan dari hasil alam atau dengan mengelola lahan merupakan ujung tombak intervensi terhadap keberadaan jasa lingkungan. Selanjutnya kelompok masyarakat ini diistilahkan dengan masyarakat penyedia jasa lingkungan (environmental services providers), yang atas usaha perlindungan dan pengelolaannya dapat dikategorikan sebagai pelindung (guardian) dan pengelola (stewardship). Adanya berbagai masalah dalam menjaga kelestarian lingkungan

16 176 serta gagalnya pendekatan di masa lalu, telah memicu berkembangnya suatu sistem dimana masyarakat penyedia jasa lingkungan diakui dan diberi imbalan atas usaha yang mereka lakukan (recognition and reward). Prinsip dasar dari konsep ini adalah bahwa masyarakat penyedia jasa lingkungan perlu mendapat kompensasi terhadap usaha yang telah mereka lakukan, di lain pihak, pengguna jasa lingkungan perlu membayar atas jasa lingkungan yang mereka manfaatkan. Masyarakat pengguna jasa lingkungan dalam penelitian ini terdiri atas masyarakat yang berada di sekitar waduk Saguling tersebar di 4 Kecamatan dengan total responden 120 kepala keluarga (40KK/Kecamatan). Masyarakat hilir yang menjadi responden merupakan masyarakat yang mengambil jasa lingkungan berupa air minum dari Saguling. Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri atas jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan dan usia. Dari karakteristik tersebut, diharapkan dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada di sekitar waduk Saguling. Berikut karakteristik responden masing-masing Kecamatan. a. Jenis kelamin Responden dalam penelitian ini adalah para penduduk yang menggunakan jasa lingkungan berupa air minum dari Saguling. Banyaknya responden masing-masing Kecamatan adalah 40 KK dan ternyata lebih dari 95% (115 KK) adalah laki-laki dan perempuan kurang dari 5% (5 KK). Hal ini disebabkan bahwa responden pada umumnya adalah kepala keluarga. b. Tingkat pendidikan Berdasarkan data yang didapat, dapat dilihat bahwa persentase tingkat pendidikan yang paling tinggi adalah SD (97 KK), SMP (15 KK), SMU (4 KK), tidak sekolah (3KK) dan PT (1KK). Kondisi tersebut dapat dipahami karena 4 Kecamatan wilayah studi adalah wilayah pedesaan yang masih tergolong daerah tertinggal. c. Tingkat pendapatan Berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki pendapatan rata-rata Rp Rp per bulan

17 177 (56 KK), Rp keatas (40 KK) dan 24 KK berpenghasilan kurang dari Rp per bulan. d. Jumlah tanggungan Jumlah tanggungan 2-4 orang/kk merupakan yang tertinggi yaitu 101 KK, 5-7 orang/kk (2 KK), kurang dari 2 orang/kk (7 KK). e. Usia Kelompok usia dibagi menjadi 5 golongan yaitu usia dibawah 30 tahun, usia antara tahun, usia antara tahun, usia antara tahun dan usia diatas 60 tahun. Distribusi jumlah KK pada setiap golongan umur dari tertinggi sampai terendah adalah 41 KK (30-40 th), 30 KK (<30 th), 22 KK (50-60 th), 21 KK (40-50 th) dan 6 KK (>60 th). f. Kebutuhan dan sumber air bersih responden Di wilayah studi ditemukan bahwa 72 KK (sebagian besar) masih menjadikan sumur sebagai sumber air minum, 25 KK (mata air), 23 KK (sumur dan mata air) dan tidak ada responden yang menjadikan waduk sebagai sumber air minumnya. Hal ini disebabkan oleh masih tersedianya air tanah permukaan walaupun pada waktu musim kemarau. Kebutuhan air minum per KK responden bervariasi antara 30 m³/bln - 90 m³/bln. Sebagian besar responden yaitu 52 KK membutuhkan m³/bln, 28 KK membutuhkan m³/bln, 9 KK membutuhkan 91 m³/bln dan 6 KK membutuhkan 30 m³/bln. g. Mata pencaharian responden Sebagian besar yaitu 53 KK responden memiliki mata pencaharian sebagai petani, 21 KK sebagai pedagang, 14 KK sebagai buruh, 10 KK sebagai penambang pasir, 10 KK sebagai pengojek, 9 KK sebagai petambak dan 3 KK sebagai peternak. Walaupun jumlah KJA di waduk Saguling sangat besar (lebih dari KJA), namun masyarakat setempat yang memiliki tidaklah banyak hanya sekitar 7%, yang lainnya hanya sebagai buruh KJA. h. Kesediaan membayar masyarakat hulu DTA Saguling Kepada responden ditanyakan berapa rupiah mereka bersedia membayar jika kualitas air ditingkatkan. Hasil kuesioner adalah 72 KK menyatakan sebesar Rp 20/m³, 28 KK sebesar Rp 20/m³ Rp 40/m³, 17 KK sebesar Rp 40/m³ Rp

18 178 50/m³, dan 3 KK sebesar Rp 80/m³ Rp 100/m³. Secara umum kesediaan membayar yang dinyatakan adalah rata-rata sebesar Rp 28,33/m³air bersih Persepsi Terhadap Jasa Lingkungan a. Dampak perubahan iklim terhadap perubahan hujan. Selama periode 1850 sampai 1990 diperkirakan sebesar 270 Gt karbon telah dilepaskan ke atmosfer. Sekitar 40% dari karbon yang dilepaskan berasal dari aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan industri (67%) dan konversi lahan (33%), sedangkan 60% berasal dari proses alami. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk sekaligus aktivitas manusia dalam mengkonsumsi energi maka akan semakin menigkat pula konsentrasi Gas Rumah Kaca di atmosfer. Meingkatnya gas rumah kaca di atmosfer, diikuti dengan perubahan penigkatan iklim global. Studi yang dilakukan LAPAN dalam Boer et all (2003), menunjukkan bahwa apabila konsentrasi CO2 dinaikkan 2 kali lipat dari kondisi saat ini, maka diperkirakan kejadian El Nino and Shoutern Oscilallation (ENSO), yang terjadi sekali dalam 3-7 tahun akan menigkat menjadi sekali dalam 2-5 tahun. Kejadian ENSO menyebabkan tingkat resiko terhadap kejadian kekeringan akan semakin besar. Di Indonesia berdasarkan data hujan bulanan historis ( ) yang dibagi menjadi 2 periode yaitu tahun dan , diperoleh kecenderungan bahwa curah hujan di wilayah selatan Indonesia, khususnya Lampung, Jawa dan sebagian kawasan Timur akan semakin basah, sebaliknya hujan pada musim kemarau akan semakin kering. Berdasarkan data hujan tahunan, secara umum wilayah selatan Indonesia, khususnya Jawa Barat cenderung basah. Berdasarkan kajian Boer dan Subbiah (2003) menunjukkan bahwa dari 43 kejadian kekeringan yang telah terjadi di Indonesia sejak tahun 1844, hanya 6 yang tidak bersamaan kejadian fenomenal ENSO. Hal ini menunjukkan perubahan hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh fenomena ENSO. Berdasarkan hasil analisis oleh Boer (2004) menunjukkan bahwa pada tahun 2000 dengan tingkat pengambilan air permukaan 10% dari total jumlah aliran per tahun, hampir semua kecamatan yang ada di DAS Citarum mengalami

19 179 kekurangan air. Pada tahun 2020, banyaknya kecamatan yang akan mengalami kekurangan air akan semakin bertambah. Dengan meningkatkan tingkat pengambilan air permukaan 10% menjadi 25% sebagaian besar kebutuhan air kecamatan dapat dipenuhi kecuali beberapa kecamatan seperti Bandung, Karawang, Bekasi dan Sumedang. Namun demikian, tingkat pengambilan air 25% dari total sudah jauh melampaui debit andalan sehingga resiko kekurangan air, khususnya pada musim kemarau akan tetap tinggi. Sementara itu, berdasarkan data yang didapatkan dari Purwakarta dan DKI Jakarta akan terjadi penigkatan terhadap permintaan air minum. Di Kota Purwakarta didapatkan bahwa akan terjadi peningkatan permintaan terhadap air minum mulai tahun 2000 sebanyak 2900 m³. Keadaan ini diproyeksi sampai dengan kebutuhan tahun 2006 sebanyak 5500 m³. Hal ini menunjukkan akan terjadi peningkatan permintaan air minum seiring dengan pertambahan waktu dan peningkatan jumlah penduduk. Keadaan ini juga terjadi di Kota Jakarta, namun terjadi permintaan akan air minum yang lebih banyak pada Kota Jakarta sebanyak 7500 m³ pada tahun Pada Tabel 52 disajikan neraca kebutuhan air di DAS Citarum. Tabel 52. Neraca kebutuhan air DAS Citarum. Uraian 1. Sumber Citarum Sungai Lain 2. Kebutuhan Irigasi Industri Air minum Perikanan Penggelontoran Beban puncak listrik 3. Neraca Sumber Kebutuhan m³/det 10 6 m³ m³/det 10 6 m³ m³/det 10 6 m³ 182,33 60,25 177,33 7,91 9,77 1,00 2,00 9,51 242,58 207,49 Sumber : PJT II Jatiluhur ,00 182, ,00 182, , ,00 61, ,00 63, , , , , ,71 249,45 308,11 31,54 63,07 300,00 175,00 15,00 21,30 10,00 10,00 3, ,80 473,04 671,72 315,36 315,36 100,00 168,00 25,00 45,00 20,00 15, ,05 788, ,12 630,72 473, , , , ,00 244, ,00 245, , ,88 234, ,28 273, , ,12 305,72 859,33

20 180 Jelaslah bahwa permintaan air untuk pertanian, industri dan rumah tangga terus meningkat, sementara suplai air dari Citarum terus menurun. Pada kondisi ini konflik penggunaan air akan meningkat pula. Keadaan ini juga menunjukkan bahwa peningkatan permintaan air seiring dengan konflik antara pengguna air akan meningkat dan kelangkaan akan air akan menjadi permasalahan yang serius. Hernowo (2001) memperkirakan pada tahun 2010, DAS Citarum tidak akan lagi dapat memenuhi permintaan air. Berdasarkan data yang didapat dari PJT II Jatiluhur, didapatkan bahwa pada tahun 2025 secara umum akan terjadi defisit air untuk berbagai kebutuhan yang berasal dari DAS Citarum hulu. Keadaan akan kurangnya ketersediaan air pada masa yang akan datang dapat mulai diantisipasi dengan memperbaiki kondisi lingkungan di DAS Citarum Wilayah Hulu. Persentase persepsi terhadap ketersediaan air yang cenderung buruk di Jakarta Utara dan sedang di Purwakarta menunjukkan bahwa responden sebagai pengguna jasa lingkungan air minum mulai merasa kurangnya ketersediaan air. Kurangnya ketersediaan air minum khususnya pada saat kemarau diasumsikan karena semakin buruknya kualitas lingkungan di hulu DAS Citarum Wilayah Hulu sebagai daerah resapan air. Apabila kondisi ini dibiarkan, maka akan terjadi defisit terhadap ketersediaan air minum (Jasa Tirta II, 2002). Sehingga jelaslah untuk mengantisipasi kekurangan terhadap ketersediaan air minum, khususnya pada saat musim kemarau perlu dilakukan perbiakan lingkungan di hulu DAS Citarum Wilayah Hulu. b. Tanggapan responden terhadap keberadaan Waduk Saguling Responden di 4 Kecamatan sebagian besar atau 97% (117 KK) menyatakan keberadaan waduk Saguling sangat penting bagi mereka dan sangat sedikit (3 KK) yang menyatakan tidak penting. Akan tetapi hanya 52 KK (43%) yang selalu berpartisipasi dalam upaya perbaikan lingkungan hulu DTA, sedangkan 68 KK (57%) tidak berpartisipasi. Hal ini, dikarenakan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh UBP Saguling dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan tidak mengikutkan semua warga/penduduk di wilayah

21 181 sekitar waduk. UBP Saguling membentuk kader-kader pelestari lingkungan di setiap desa/kecamatan di seluruh wilayah DTA Saguling. c. Hasil analisa logit kesediaan membayar kompensasi perbaikan lingkungan di hulu DAS Citarum Wilayah Hulu. Intepretasi koefisien untuk model regresi logistik dapat dilakukan dengan melihat nilai resiko oddsnya. Rasio odds adalah ukuran asosiasi yang memperkirakan berapa besar kecenderungan pengaruh peubah-peubah penjelas terhadap respon. Jika suatu peubah penjelas mempunyai tanda koefisien positif, maka nilai rasio oddsnya akan lebih besar dari satu, sebaliknya jika tanda koefisien negatif, maka nilai rasio oddsnya akan lebih kecil dari satu. (Hosmer, 1989). Pada hasil analisis regresi logit kesediaan masyarakat dalam membayar perbaikan lingkungan di hulu DTA Saguling ada tiga variabel yang signifikan yaitu kebutuhan air, jumlah tanggungan dan pendapatan, sedangkan pendidikan dan umur tidak signifikan (Tabel 53). Tabel 53. Hasil Analisa Logit WTP. Variabel Masyarakat DTA Hulu Koefisien Signifikansi Rasio Odds X1 (Kebutuhan Air ) 0, ,017** 1,06 X2 (Jumlah Tanggungan) -1,1831 0,005** 0,31 X3 (Pendapatan) 0, ,000** 1,00 X4 (Pendidikan) -0,0749 0,578 0,93 X5 (Umur) 0,0491 0,437 1,02 **) nyata pada α = 5/2 %, R = 83 %. d. Persepsi terhadap ketersediaan air minum Koefisien positif pada persepsi seseorang terhadap ketersediaan air minum menunjukkan bahwa semakin tinggi persepsi seseorang maka akan semakin tinggi pula kesediaan dalam membayar. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kesediaan membayar sebesar 1,06 kali pada persepsi yang lebih baik. Bentuk kesediaan dalam membayar yang dinyatakan dengan terdapatnya peluang membayar, dapat diartikan sebagai bentuk mulai dirasakannya kurangnya ketersediaan air minum terutama pada saat musim kemarau. Keadaan ini dikarenakan kondisi lingkungan yang semakin memburuk sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi ketersediaan air. Apabila kondisi ini dibiarkan

22 182 maka akan berakibat defisitnya sumber air sehingga tidak tecukupinya kebutuhan akan air. e. Pendapatan Koefisien yang positif terdapat pada pekerjaan. Keadaan ini menunjukkan bahwa pekerjaan seseorang sebagai petani lebih mempunyai peluang membayar yang lebih besar dibandingkan dengan mata pencaharian lain. Keadaan ini diasumsikan karena masyarakat yang mempunyai pekerjaan sebagai petani mempunyai tingkat pendapatan yang relatif lebih tinggi dan stabil dibandingkan dengan yang mempunyai pekerjaan lain. Dari hasil analisis logit diketahui bahwa peluang membayar sebagai petani 1,00 kali lebih besar dibandingkan dengan profesi lainnya. f. Jumlah tanggungan Lain halnya kondisi jumlah tanggungan yang mempunyai koefisien negatif (-1,1831). Keadaan ini menunjukkan semakin banyak jumlah tanggungan seseorang maka akan semakin rendah keinginan seseorang dalam membayar kompensasi. Nilai ratio odd sebesar 0,31 dapat diartikan semakin sedikit jumlah tanggungan responden maka keinginan membayar akan semakin besar 3 kali Simpulan Kerugian ekonomi yang menjadi tambahan biaya (marginal cost) akibat kerusakan lingkungan DAS Citarum Wilayah Hulu masing-masing PLTA per tahun adalah sebesar Rp. 18,835 miliar atau Rp /MWh atau Rp. 7,27/m 3 (PLTA Saguling), Rp. 16,252 miliar atau Rp /MWh atau Rp. 3,19/m 3 (PLTA Cirata), Rp 12,430 miliar atau Rp /MWh atau Rp 2,25/m³ (PLTA Jatiluhur) dan Rp. 47,517 miliar atau Rp /MWh atau Rp. 3,60/m 3 (3 PLTA). Biaya bahan kimia yang dikeluarkan oleh PDAM Tirta Dharma adalah sebesar Rp 212,43 per m³ air minum yang diproduksi dan PT. Thames PAM Jaya sebesar Rp 821,46 per m³ air minum yang diproduksi dengan kenaikan (marjinal) per tahun Rp 64,0 per m³. Kesediaan membayar masyarakat hulu Sub DAS Saguling untuk peningkatan kualitas sumberdaya air adalah sebesar Rp 28,33/m³ air yang digunakan.

7. PERUBAHAN PRODUKSI

7. PERUBAHAN PRODUKSI 7. PERUBAHAN PRODUKSI 7.1. Latar Belakang Faktor utama yang mempengaruhi produksi energi listrik PLTA dan air minum PDAM adalah ketersedian sumberdaya air baik dalam kuantitas maupun kualitas. Kuantitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I = PCB

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I = PCB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum memiliki peranan yang sangat penting dan strategis bagi Provinsi Jawa Barat pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. DAS Citarum

Lebih terperinci

5. PERUBAHAN KARAKTERISTIK DEBIT, VOLUME DAN SEDIMEN

5. PERUBAHAN KARAKTERISTIK DEBIT, VOLUME DAN SEDIMEN 5. PERUBAHAN KARAKTERISTIK DEBIT, VOLUME DAN SEDIMEN 5.1. Latar Belakang Perubahan tataguna lahan di wilayah hulu dari 15 SWS di Jawa dan Madura (Departemen Pekerjaan Umum dan Prasarana Wilayah, 21) telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas 11.44 ribu kilometer persegi. Curah hujan tahunan 3 ribu

Lebih terperinci

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI Metode Mann-Kendall merupakan salah satu model statistik yang banyak digunakan dalam analisis perhitungan pola kecenderungan (trend) dari parameter alam

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI III.1 LETAK DAN KONDISI WADUK CIRATA Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari kaskade tiga waduk DAS Citarum. Waduk Cirata terletak diantara dua waduk lainnya, yaitu

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAS Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dan merupakan sumber air yang penting bagi masyarakat di sekitarnya yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejalan dengan hujan yang tidak merata sepanjang tahun menyebabkan persediaan air yang berlebihan dimusim penghujan dan kekurangan dimusim kemarau. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT R. TAMPUBOLON 1, B. SANIM 2, M. SRI SAENI 3, DAN R. BOER 4 ISSN

ABSTRAK ABSTRACT R. TAMPUBOLON 1, B. SANIM 2, M. SRI SAENI 3, DAN R. BOER 4 ISSN Analisis Perubahan Kualitas Lingkungan Daerah Aliran Sungai Citarum Jawa Barat dan Pengaruhnya Terhadap Biaya Produksi PLTA dan PDAM (Studi Kasus PLTA Saguling, PLTA Cirata, PLTA Jatiluhur, PDAM Purwakarta,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 23 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini memanfaatkan data sekunder yang tersedia pada Perum Jasa Tirta II Jatiluhur dan BPDAS Citarum-Ciliwung untuk data seri dari tahun 2002 s/d

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Objektif Kota Bekasi 5.1.1 Keadaan Geografis Kota Bekasi Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 LS dengan ketinggian 19 meter diatas

Lebih terperinci

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen pokok dan mendasar dalam memenuhi kebutuhan seluruh makhluk hidup di bumi. Menurut Indarto (2012) : Air adalah substansi yang paling melimpah

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP BIAYA EKSTERNALITAS PENGGUNA AIR CITARUM. Oleh : RADJAB TAMPUBOLON

PENGARUH KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP BIAYA EKSTERNALITAS PENGGUNA AIR CITARUM. Oleh : RADJAB TAMPUBOLON PENGARUH KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP BIAYA EKSTERNALITAS PENGGUNA AIR CITARUM Oleh : RADJAB TAMPUBOLON SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI Saya menyatakan

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP BIAYA EKSTERNALITAS PENGGUNA AIR CITARUM. Oleh : RADJAB TAMPUBOLON

PENGARUH KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP BIAYA EKSTERNALITAS PENGGUNA AIR CITARUM. Oleh : RADJAB TAMPUBOLON PENGARUH KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP BIAYA EKSTERNALITAS PENGGUNA AIR CITARUM Oleh : RADJAB TAMPUBOLON SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI Saya menyatakan

Lebih terperinci

STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A)

STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A) STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A) Yedida Yosananto 1, Rini Ratnayanti 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-1 Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) Anindita Hanalestari Setiawan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi areal vital bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air. Pemanfaatan air sungai banyak digunakan sebagai pembangkit

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian Kondisi curah hujan di DAS Citarum Hulu dan daerah Pantura dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (1990-2009) dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar

Lebih terperinci

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT Oleh : Sri Lestari *) Abstrak Dengan adanya kemajuan bidang industri dan bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat air bagi kehidupan kita antara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penutupan Lahan dan Penggunaan Lahan Berkaitan dengan evaluasi karakteristik hidrologi DAS yang mendukung suplai air untuk irigasi maka wilayah DAS Citarum dibagi menjadi

Lebih terperinci

SURVEI KONSUMEN. Juli Indeks optimis pesimis periode krisis ekonomi global 0.00

SURVEI KONSUMEN. Juli Indeks optimis pesimis periode krisis ekonomi global 0.00 SURVEI KONSUMEN Juli - 2010 Indeks 150.00 125.00 100.00 75.00 optimis pesimis 50.00 25.00 0.00 periode krisis ekonomi global 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 1 2 3 4 5 6 7 2007 2008 2009 2010 Indeks Keyakinan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi iklim di bumi tidak pernah statis, tapi berbeda-beda dan berfluktuasi dalam jangka waktu yang lama. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, yang

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tanggal 22 Maret, dunia memperingati Hari Air Sedunia (HAD), hari dimana warga dunia memperingati kembali betapa pentingnya air untuk kelangsungan hidup untuk

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah Oleh : FAHMA MINHA A14303054 PROGRAM

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA Hendra Kurniawan 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

rata-rata P 75%

rata-rata P 75% LAMPIRAN 21 Lampiran 1 Hasil Perhitungan Peluang Hujan Terlampaui Peluang Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah rata-rata 200 192 255 276 207 133 157 170 206 264 328 269 2657 SD 96 124

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) 7608201,7608342, 7608621, 7608408 S E M A R A N G 5 0 1 4 4 Website : www.psda.jatengprov..gp.id Email

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS. Bab III Studi Kasus 3.1. SEKILAS SUNGAI CITARUM

BAB III STUDI KASUS. Bab III Studi Kasus 3.1. SEKILAS SUNGAI CITARUM BAB III STUDI KASUS 3.1. SEKILAS SUNGAI CITARUM Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang di Propinsi Jawa Barat dan merupakan adalah satu yang terpanjang di pulau Jawa (nomor tiga terpanjang di Pulau

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN BAB 4 HASIL DAN BAHASAN 4.1 Hasil dan Bahasan 4.1.1 Penentuan Suku Cadang Prioritas Untuk menentukan suku cadang prioritas pada penulisan tugas akhir ini diperlukan data aktual permintaan filter fleetguard

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 44 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Paninggahan Berdasarkan analisis penggunaan lahan tahun 1984, 1992, 22 dan 27 diketahui bahwa penurunan luas lahan terjadi pada penggunaan lahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI WILAYAH STUDI. Kondisi DAS Citarum Propinsi Jawa Barat mempunyai beberapa sungai besar, antara lain Sungai Cisadane, Sungai Cimanuk, Sungai Citanduy, Sungai Cimandiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Citarum merupakan gabungan beberapa wilayah luas sungai dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Citarum merupakan gabungan beberapa wilayah luas sungai dengan luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sungai Citarum merupakan gabungan beberapa wilayah luas sungai dengan luas sekitar 13.000 km2. Sumber daya air ini telah digunakan untuk mensuplai kebutuhan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi PDAM Bekasi merupakan salah satu PDAM yang berada di wilayah Kota Bekasi. Pengelolaan sumberdaya

Lebih terperinci

SURVEI KONSUMEN. Indeks Keyakinan Konsumen

SURVEI KONSUMEN. Indeks Keyakinan Konsumen SURVEI KONSUMEN Maret 2015 Survei menunjukkan bahwa tingkat keyakinan konsumen pada Maret 2015 masih cukup tinggi dan optimis. Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Maret 2015 yang tercatat

Lebih terperinci

III. MATEMATIKA DAN STATISTIKA APLIKASI (S.1) EFEK PERUBAHAN POLA CUACA PADA DEBIT AIR MASUK DI WADUK SAGULING

III. MATEMATIKA DAN STATISTIKA APLIKASI (S.1) EFEK PERUBAHAN POLA CUACA PADA DEBIT AIR MASUK DI WADUK SAGULING III. MATEMATIKA DAN STATISTIKA APLIKASI (S.1) EFEK PERUBAHAN POLA CUACA PADA DEBIT AIR MASUK DI WADUK SAGULING Yurian Yudanto (yurian.yudanto@yahoo.com) Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1) A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Cisangkuy merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten Bandung, Sub DAS ini

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBAGIAN AIR SECARA PROPORSIONAL UNTUK KEBERLANJUTAN PEMANFAATAN AIR 1)

STRATEGI PEMBAGIAN AIR SECARA PROPORSIONAL UNTUK KEBERLANJUTAN PEMANFAATAN AIR 1) Strategi Pengembangan pembagian Inovasi air secara Pertanian proporsional 2(4), 2009:... 299-305 299 STRATEGI PEMBAGIAN AIR SECARA PROPORSIONAL UNTUK KEBERLANJUTAN PEMANFAATAN AIR 1) H. Sosiawan dan K.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

SURVEI KONSUMEN. Indeks Keyakinan Konsumen

SURVEI KONSUMEN. Indeks Keyakinan Konsumen SURVEI KONSUMEN Desember 2013 Konsumsi rumah tangga diindikasikan semakin menguat pada bulan Desember 2013. Hal ini tercermin dari meningkatnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Desember 2013 menjadi 116,5

Lebih terperinci

Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya air merupakan salah satu unsur utama untuk kelangsungan hidup manusia, disamping itu air juga mempunyai arti penting dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan 3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite

Lebih terperinci

OTONOMI DAERAH. Terjadi proses desentralisasi

OTONOMI DAERAH. Terjadi proses desentralisasi OTONOMI DAERAH Otda di Indonesia dimulai tahun 1999 yaitu dengan disyahkannya UU No.22 thn 1999 ttg Pemerintah Daerah yang kemudian disempurnakan dengan UU No.32 thn 2004. Terjadi proses desentralisasi

Lebih terperinci

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada bulan Juni 2013 Juni 2013 mengalami kenaikan sebesar 5,4 poin. Hal ini

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada bulan Juni 2013 Juni 2013 mengalami kenaikan sebesar 5,4 poin. Hal ini PESIMIS OPTIMIS Juni 2013 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada bulan Juni 2013 mengalami kenaikan sebesar 5,4 poin. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan konsumsi rumah tangga Optimisme konsumen diperkirakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Sektor pertanian memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi daerah, walaupun saat ini kontribusinya terus menurun dalam pembentukan Produk Domestik

Lebih terperinci

4. METODE PENELITIAN

4. METODE PENELITIAN 4. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam menentukan nilai ekonomi total dari Hutan Kota Srengseng adalah menggunakan metoda penentuan nilai ekonomi sumberdaya

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Data

Bab IV Analisis Data Bab IV Analisis Data IV.1. Neraca Air Hasil perhitungan neraca air dengan debit andalan Q 8 menghasilkan tidak terpenuhi kebutuhan air irigasi, yaitu hanya 1. ha pada musim tanam I (Nopember-Februari)

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Perum Jasa Tirta II adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik

Lebih terperinci

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Koreksi Bias Data Curah Hujan dan Suhu Luaran Model RegCM3 Data luaran RegCM3 merupakan hasil simulasi kondisi iklim yang memiliki resolusi spasial yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang IV. METODE PENELITIAN 4.1. Pemilihan Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang terletak di kota Palembang Sumatera Selatan. Penentuan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan LAMPIRAN 167 Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan

Lebih terperinci

SURVEI KONSUMEN. September 2006

SURVEI KONSUMEN. September 2006 SURVEI KONSUMEN SURVEI KONSUMEN September 2006 Indeks keyakinan konsumen menunjukkan trend membaik dan pada bulan September 2006 meningkat 3,0 poin. Tingkat harga pada enam bulan mendatang cenderung menurun,

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum Bab III Studi Kasus III.1 Daerah Aliran Sungai Citarum Sungai Citarum dengan panjang sungai 78,21 km, merupakan sungai terpanjang di Propinsi Jawa Barat, dan merupakan salah satu yang terpanjang di Pulau

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH

PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH Mei 2015 PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH Survei Konsumen Mei 2015 (hal. 1) Survei Penjualan Eceran April 2015 (hal. 13) PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH Mei 2015 Alamat Redaksi :

Lebih terperinci

VI. METODE PENELITIAN

VI. METODE PENELITIAN VI. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi sumber daya alam dari kehutanan. Hasil hutan dapat dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kemakmuran

Lebih terperinci

Mei Divisi Statistik Sektor Riil 1. Metodologi PESIMIS OPTIMIS

Mei Divisi Statistik Sektor Riil 1. Metodologi PESIMIS OPTIMIS PESIMIS OPTIMIS Mei 2012 Pasca penundaan kenaikan harga BBM, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada bulan Mei 2012 mulai meningkat dari 102,5 menjadi 109,0 atau meningkat sebesar 6,5 poin. Persepsi mengenai

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data 5.1.1 Analisis Curah Hujan Hasil pengolahan data curah hujan di lokasi penelitian Sub-DAS Cibengang sangat berfluktuasi dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember

Lebih terperinci

KONSUMEN. Indeks Keyakinan Konsumen

KONSUMEN. Indeks Keyakinan Konsumen SURVEI KONSUMEN SURVEI KONSUMEN Januari 2008 Pada Januari 2008 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) masih berada pada level pesimis sebesar 94,5 Responden memperkirakan harga secara umum pada tiga dan enam

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN & PEMANFAATAN AIR. Ketersediaan Air. PPSE - PIK 2009 July 3, Ketersediaan & Pemanfaatan Air 1. Runoff Relation.

KETERSEDIAAN & PEMANFAATAN AIR. Ketersediaan Air. PPSE - PIK 2009 July 3, Ketersediaan & Pemanfaatan Air 1. Runoff Relation. 1 3 5 7 9 KETERSEDIAAN & PEMANFAATAN AIR Perencanaan Infrastruktur Keairan 12 Februari 2009 Rasional Q = α I A P = a I A Ketersediaan Air ΔQ = P I - E Horton f = fo + (fo- fc) e -kt I = f A Darcy q = k

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah dan Perkembangan Untuk memenuhi kebutuhan listrik maka pada tahun 1957 PLN bertugas menyelenggarakan rencana Pembangunan Waduk Ir.

Lebih terperinci

IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR

IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR OLEH : TOMMY FAIZAL W. L2D 005 406 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

Tingkat konsumsi rumah tangga pada bulan Maret 2013 Maret 2013 relatif stabil. Hal ini tercermin dari Indeks

Tingkat konsumsi rumah tangga pada bulan Maret 2013 Maret 2013 relatif stabil. Hal ini tercermin dari Indeks PESIMIS OPTIMIS Maret 2013 Tingkat konsumsi rumah tangga pada bulan Maret 2013 relatif stabil. Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang tidak mengalami perubahan dibandingkan bulan sebelumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004).

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman kekayaan sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia, seperti potensi alam, keindahan alam, flora dan fauna memiliki daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Waduk Diponegoro, Rekayasa Nilai.

Kata Kunci : Waduk Diponegoro, Rekayasa Nilai. REKAYASA NILAI PERENCANAAN PEMBANGUNAN WADUK DIPONEGORO KOTA SEMARANG Value Engineering of Construction Design of Diponegoro Reservoir Semarang City Binar Satriyo Dwika Lazuardi, Septianto Ganda Nugraha,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Desain Penelitian Partisipan... 35

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Desain Penelitian Partisipan... 35 DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH...v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL...x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN...1 1.1. Latar Belakang....

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi 2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.

Lebih terperinci

SURVEI KONSUMEN. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terus membaik Harga secara umum diekspektasikan tetap akan meningkat

SURVEI KONSUMEN. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terus membaik Harga secara umum diekspektasikan tetap akan meningkat SURVEI KONSUMEN SURVEI KONSUMEN Januari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terus membaik Harga secara umum diekspektasikan tetap akan meningkat Konsumen kembali optimis terhadap membaiknya kondisi ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam yang sangat besar terutama potensi sumber daya air. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. daya alam yang sangat besar terutama potensi sumber daya air. Pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung memiliki kedudukan yang strategis dalam pembangunan nasional. Di samping letaknya yang strategis karena merupakan pintu gerbang selatan Sumatera,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun yang 155 VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 Net Social Benefit dari Fungsi Obyektif 7.1.1 Nilai Obyektif Setiap Skenario Fungsi obyektif optimal manfaat sosial bersih yang dihitung dengan nilai sekarang(present

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester II Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dan Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan dan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak Sungai Siak sebagai sumber matapencaharian bagi masyarakat sekitar yang tinggal di sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesediaan Membayar ( Willingness to Pay )

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesediaan Membayar ( Willingness to Pay ) II. TINJAUAN PUSTAKA Kajian mengenai kesediaan membayar beras analog belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun ada beberapa kajian yang terkait dengan topik Willingness to Pay khususnya dalam menilai manfaat

Lebih terperinci