VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi PDAM Bekasi merupakan salah satu PDAM yang berada di wilayah Kota Bekasi. Pengelolaan sumberdaya air berdasarkan kapasitas produksi Instalasi Pengolahan Air (IPA) yakni level rendah, sedang dan tinggi memberikan pengaruh terhadap efisiensi kinerja PDAM Bekasi dalam mendistribusikan air ke masyarakat. Sumber air utama yang digunakan oleh PDAM Bekasi berasal dari dua sumber utama yakni Saluran Tarum Barat (Kalimalang) dan Kali Bekasi. Air yang mengalir dari Saluran Tarum Barat bercampur dengan Kali Bekasi yang memiliki tingkat pencemaran tinggi dengan indikator adanya pencemaran air permukaan yang diakibatkan oleh banyaknya aktivitas industri dan pemukiman di sepanjang Kali Bekasi. Faktor alam yakni musim kemarau dan hujan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kualitas dan kuantitas air baku yang akan diolah PDAM Bekasi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan pihak PDAM yang menyatakan bahwa pasokan air bersih PDAM Bekasi tetap stabil walaupun kondisi cuaca yang sering berubah, sehingga perbedaan musim tidak menjadi masalah terhadap pasokan air baku PDAM. Sistem proses pengolahan air baku dilakukan sesuai standar yang telah ditetapkan yakni air baku yang berasal dari sungai kemudian diolah melalui penangkap air dengan pemompaan, kemudian melalui proses kimia dan pengendapan lalu dilakukan pengolahan air baku dalam Instalasi Pengolahan Air. Setelah itu air disimpan di bangunan reservoir sebelum dialirkan ke pelanggan. Jumlah unit atau cabang level rendah dapat dilihat dari cabang Tambun dengan jumlah kapasitas produksi yang terpasang yaitu 115 detik/liter dengan 60

2 jumlah fasilitas produksi sebanyak 2 unit Instalasi Pengolahan Air (IPA). IPA 1 memiliki kapasitas produksi terpasang sebesar 110 liter/detik dan IPA 2 memiliki kapasitas terpasang sebesar 5 liter/detik. Kapasitas IPA yang sudah termanfaatkan saat ini berfluktuatif jumlahnya tetapi selalu ada peningkatan secara signifikan. Jumlah unit/cabang level sedang dapat dilihat dari Cabang Rawa Tembaga dengan jumlah kapasitas produksi yang terpasang yaitu 200 detik/liter dengan jumlah fasilitas produksi sebanyak 4 unit Instalasi Pengolahan Air (IPA). IPA 1 memiliki kapasitas produksi terpasang sebesar 120 liter/detik, IPA 2 memiliki kapasitas terpasang sebesar 70 liter/detik, IPA 3 dan IPA 4 memiliki kapasitas terpasang masing-masing 5 liter/detik. Kapasitas IPA yang sudah termanfaatkan saat ini berfluktuatif jumlahnya tetapi selalu ada peningkatan secara signifikan. Jumlah unit atau cabang level tinggi dapat dilihat dari Cabang Kota dengan jumlah kapasitas produksi yang terpasang yaitu 480 detik/liter dengan jumlah fasilitas produksi sebanyak 6 unit Instalasi Pengolahan Air (IPA). IPA 1 memiliki kapasitas produksi terpasang sebesar 20 liter/detik dan IPA 2 memiliki kapasitas terpasang sebesar 40 liter/detik, IPA 3 memiliki kapasitas terpasang sebesar 20, IPA 4 memiliki kapasitas terpasang sebesar 200 liter/detik, IPA 5 dan 6 memiliki kapasitas terpasang sebesar 100 liter/detik. Kapasitas IPA yang sudah termanfaatkan saat ini berfluktuatif jumlahnya tetapi selalu ada peningkatan secara signifikan. Perkembangan Kapasitas IPA sesuai level rendah, sedang, tinggi dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 5 61

3 Perkembangan Kapasitas Cabang Tambun, Rawa Tembaga dan Kota Ket: : Tambun : Rawa Tembaga : Kota Sumber : PDAM Bekasi (2011) Gambar 5. Perkembangan Kapasitas IPA Sesuai Level Rendah, Sedang, Tinggi dari Tahun Gambar 5 memperlihatkan peningkatan kapasitas produksi Instalasi Pengolahan Air baik pada level kecil yakni Tambun, level sedang yakni Rawa Tembaga dan level tinggi yakni Kota. Peningkatan yang signifikan terjadi pada cabang Tambun yakni pada tahun 2006 dan 2007 sebesar 70 liter/detik naik menjadi 115 liter/detik pada tahun Cabang Rawa Tembaga mengalami penurunan kapasitas produksi yakni dari 200 liter/detik turun 5% sehingga menjadi 190 liter/detik. Perkembangan kapasitas IPA Cabang Kota menunjukkan kestabilan dari tahun 2006 sampai tahun 2010 yakni 480 liter/detik. PDAM Bekasi melakukan pelayanan air bersih untuk wilayah Bekasi yakni Kota Bekasi sebanyak sambungan dan Kabupaten Bekasi sebanyak sambungan. Potensi untuk meningkatkan pelayanan sumber air masih tinggi karena sumber air baku masih tersedia. Sumber air penduduk selain air PDAM masih terbatas karena kondisi air tanah dan air permukaan kurang baik 62

4 serta adanya dukungan dari Pemerintah Kota Bekasi dalam operasionalnya. Perkembangan jumlah pelanggan air bersih PDAM Bekasi meningkat sepanjang tahun sejak tahun Gambar 6 memperlihatkan perkembangan jumlah pelanggan PDAM Bekasi dari tahun 2006 hingga Jumlah sambungan langganan (saluran) perkembangan jumlah pelanggan Sumber : PDAM Bekasi (2011) Gambar 6. Jumlah Sambungan Langganan PDAM Bekasi Tahun Diagram batang di atas menunjukkan terjadi peningkatan jumlah saluran pelanggan pengguna PDAM Bekasi per tahunnya dari tahun 2006 berjumlah sambungan, kemudian tahun 2007 berjumlah sambungan, tahun 2008 kembali berkembang menjadi berjumlah , tahun 2009 sebesar dan terus meningkat pada tahun 2010 sebesar sambungan. Adanya peningkatan jumlah pelanggan dan prospek peningkatan permintaan air, maka jumlah produksi dan distribusi air juga meningkat setiap bulannya walaupun peningkatannya bersifat fluktuatif. Jumlah pelanggan air bersih yang terlayani pada tahun 2010 adalah sambungan dengan rincian pada Tabel 8 dan wilayah pelayanan masing-masing cabang dapat dilihat pada Tabel 9. 63

5 Tabel 8. Jenis Kelompok Sambungan Langganan Tahun 2010 NO Jenis Pelanggan Sambungan Langganan 1 Kelompok I (Sosial) Kelompok II (Non Niaga) Kelompok III (Niaga) Kelompok IV (Industri) 33 5 Kelompok V (Rumah Tangga) Jumlah Sumber : PDAM (2011) Tabel 9. Wilayah Pelayanan per Golongan pada Cabang Tambun, Cabang Rawa Tembaga dan Cabang Kota dari Tahun Cabang/ Tahun Tambun Rumah Tangga Industri Niaga Non Niaga Sosial Rawa Tembaga Rumah Tangga Industri Niaga Non Niaga Sosial Kota Rumah Tangga Industri Niaga Non Niaga Sosial Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat masing-masing cabang baik level rendah (Cabang Tambun), level sedang (Cabang Rawa Tembaga) dan level Rendah (Cabang Kota) pada Instalasi Pengolahan air di PDAM Bekasi menunjukan peningkatan secara fluktuatif. Secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 7. 64

6 Perbandingan Jumlah Langganan Instalasi per cabang Pelanggan Tahun Ket: : Tambun : Rawa Tembaga : Kota Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Gambar 7. Perbandingan Jumlah Langganan Instalasi Pengolahan Air Masing-masing Cabang Gambar 7 menunjukkan perbandingan jumlah sambungan langganan Instalasi Pengolahan Air (IPA) PDAM Bekasi Cabang Tambun, Rawa Tembaga, dan Cabang Kota. Peningkatan secara signifikan ditunjukan oleh Cabang Kota dan Cabang Tambun, sedangkan penurunan dialami oleh Cabang Rawa Tembaga pada tahun Hal ini diakibatkan adanya penurunan kapasitas produksi dari 200 liter/detik menjadi 190 liter/detik dan kebocoran pipa pada instalasi Rawa Tembaga sehingga mengakibatkan kehilangan air, dan menyebabkan penurunan jumlah langganan sebesar 3926 SL yakni sebesar 22,5%. Perbandingan wilayah pelayanan masing-masing Cabang yakni pada tahun 2006 dari jumlah keseluruhan langganan PDAM Bekasi yang sebesar SL adalah Cabang Tambun 5,52%, Rawa Tembaga 13,67% dan Kota 23,03%. Pada tahun

7 jumlah keseluruhan langganan PDAM Bekasi sebesar SL, sehingga Cabang Tambun mewakili 5,3%; Rawa Tembaga 13,34%; dan Kota 24,44%, tahun 2008 jumlah keseluruhan langganan PDAM Bekasi sebesar SL, sehingga Cabang Tambun mewakili 5,35%; Cabang Rawa Tembaga sebesar 12,99%; Cabang Kota sebesar 23,99%, tahun 2009 jumlah keseluruhan langganan PDAM Bekasi sebesar SL, Cabang Tambun mewakili 5,2% Cabang rawa tembaga sebesar 12,41% Cabang Kota sebesar 23,36%, tahun 2010 jumlah keseluruhan langganan PDAM Bekasi SL, sehingga Cabang Tambun mewakili 4,9% dan Cabang Rawa Tembaga sebesar 8,9% serta Cabang Kota sebesar 22,69%. 6.2 Analisis Fungsi Produksi Air PDAM Bekasi Adanya peningkatan jumlah penduduk menyebabkan tingginya jumlah kebutuhan air bersih. Proses produksi air baku menjadi air bersih merupakan suatu proses menghasilkan sumberdaya air bersih dengan meliputi sistem pengolahan, sistem distribusi, sistem jaringan pipa sesuai dengan sumber air baku dan kapasitas debit yang tersedia. Model produksi air PDAM Bekasi terhadap instalasi pengolahan air dibangun oleh beberapa variabel dengan menggunakan taraf nyata 5%. Produksi air PDAM Bekasi yang meliputi level kapasitas rendah (Cabang Tambun), level kapasitas sedang (Cabang Rawa Tembaga) dan tertinggi (Cabang Kota) terdapat pada Lampiran 1. Persamaan 1 yang terdapat pada metode pengolahan data tidak dapat dilanjutkan sebagai model produksi air PDAM Bekasi karena terdapat pelanggaran multikolinearitas yang tinggi, sehingga untuk menyederhanakannya menggunakan analisis regresi komponen utama yang terlampir pada Lampiran 2 66

8 dan model persamaan regresi produksi air PDAM berdasarkan koefisien, simpangan baku dan t hitung dijelaskan pada Tabel 10, maka persamaan 2 yang ditransformasi ke persamaan double Ln menjadi LnAT = β0 + β1 LnAB + β2 LnAP + β3 LnPBK + β4 LnPL + β5 D1+ β6 D2.(3) Keterangan: Ln AT = ln Air Terjual (m 3 ) Ln AB = ln Air Baku (m 3 ) Ln AP = ln Air Produksi (m 3 ) LnPBK = ln Pemakaian Bahan Kimia (kg) Ln PL = ln Pemakaian Listrik (Kwh) D1 = Dummy skala usaha level sedang (Rawa Tembaga) D2 = Dummy skala usaha level tinggi (Kota) Tabel 10. Model Persamaan Regresi Produksi Air PDAM Bekasi Berdasarkan Koefisien, Simpangan Baku dan t hitung Ket Simpangan baku Koefisien t-hitung p-value Ket LnAB 0,0023 0,225 97,14 0,000 signifikan LnAP 0,0024 0,226 97,21 0,000 signifikan LnPBK 0,0017 0, ,84 0,000 signifikan LnPL 0,0022 0, ,78 0,000 signifikan D1 0,0005-0, ,99 0,000 signifikan D2 0,0022 0, ,99 0,000 signifikan R-sq: 98,3% DurbinWatson:1,1 Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 10 dapat dilihat p-value < α maka seluruh variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap produksi air, sehingga model layak secara keseluruhan pada taraf nyata 5% atau variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas secara bersama-sama, R-square yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model adalah sebesar 98,3% artinya keragaman produksi air PDAM Bekasi dapat dijelaskan secara linier sebesar 98,3% oleh variabel-variabel penjelasnya, sisanya sebesar 1,7% digambarkan oleh variabel lain diluar model. 67

9 Uji normalitas, uji homoskedastisitas dan uji autokorelasi dapat dilihat pada Lampiran 4. Model persamaan regresi produksi air PDAM menunjukan air baku memiliki pengaruh positif dan signifikan pada produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata air baku naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata air terjual sebesar 0,225% sehingga untuk meningkatkan volume air terjual sebesar 1 m 3 dibutuhkan volume air baku sebesar 4,5 m 3. Hubungan ini menunjukkan ketidakefisien PDAM dalam memproduksi airnya diakibatkan adanya kesalahan teknis atau non teknis dalam memproduksi air diantaranya adanya kapasitas produksi terpasang yang belum dimanfaatkan. Penyebab kapasitas produksi menganggur karena kurangnya kapasitas produksi di instalasi tertentu sedangkan di instalasi lain konsumsi air pelanggan jauh lebih kecil daripada produksi yang ada, jadi apabila air baku yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan air PDAM memiliki debit air yang tinggi, maka akan meningkatkan produksi air PDAM Bekasi lebih besar sehingga memberikan keuntungan yang optimal terhadap perusahaan tersebut. Hal ini menunjukan kapasitas produksi yang digunakan dalam memproduksi air belum optimal, jadi apabila perusahaan dapat meningkatkan kapasitas air dari instalasi pengolahan air PDAM Bekasi maka akan meningkatkan produksi air PDAM Bekasi tersebut. Berdasarkan wawancara dengan bagian produksi PDAM Bekasi (Ibu Santi), PDAM belum dapat menambah kapasitas produksi IPA-nya dikarenakan masalah dana yang minim dan kendala investasi. Air produksi memiliki pengaruh positif dan signifikan pada produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata volume air produksi naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata volume air terjual sebesar 0,226%, 68

10 sehingga untuk meningkatkan volume air terjual sebesar 1 m 3 maka dibutuhkan volume air produksi sebesar 4,4 m 3. Penggunaan bahan kimia memiliki pengaruh positif dan signifikan pada produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata penggunaan bahan kimia naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata volume air terjual sebesar 0,195% sehingga untuk meningkatkan volume air terjual sebesar 1 m 3 dibutuhkan bahan kimia sebesar 5 kg. Semakin besar penggunaan kimia yang digunakan dalam memproduksi air PDAM mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang dihasilkan, dari pengamatan lapang sampai saat ini PDAM Bekasi belum dapat mengetahui jenis dan kadar bahan kimia yang dapat digunakan secara efektif dan efisien pada produksi air. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai penggunaan bahan kimia yang berbeda setiap bulan. Penggunaan listrik memiliki pengaruh positif dan signifikan pada produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata penggunaan listrik naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata volume air terjual sebesar 0,255% sehingga untuk meningkatkan volume air terjual sebesar 1 m 3 dibutuhkan listrik sebesar 4 Kwh. Dummy 1 yang merupakan skala usaha level sedang yakni Rawa Tembaga dibandingkan dengan Cabang Tambun memiliki pengaruh negatif dan signifikan pada produksi air PDAM Bekasi. Hal ini menunjukkan bahwa apabila rata-rata produksi pada level sedang naik sebesar 1% maka akan menurunkan rata-rata air terjual sebesar 0,067% sehingga jika dibandingkan pada Cabang Tambun untuk meningkatkan volume air terjual pada Cabang Rawa Tembaga sebesar 1 m 3 dibutuhkan 15 m 3 volume air terjual pada Cabang Tambun. Hal ini disebabkan kapasitas produksi Rawa Tembaga yang lebih besar dibandingkan Cabang 69

11 Tambun sehingga menyebabkan jumlah air yang diproduksi juga semakin besar sehingga air yang diproduksi oleh Rawa Tembaga sudah cukup efisien. Pengaruh negatif yang dihasilkan PDAM Bekasi diakibatkan adanya inefisiensi air yakni adanya kesalahan teknis dan non teknis diantaranya kebocoran pipa yang menyebabkan jumlah produksi air menurun, water meter pelanggan rusak, adanya pencurian air, dan kesalahan pembacaan skala meter oleh karyawan PDAM Bekasi Cabang Rawa Tembaga, sehingga memanfaatkan kapasitas produksi yang menganggur pada instalasi tertentu. Dummy 2 yang merupakan skala usaha level tinggi yakni Cabang Kota yang dibandingkan dengan Cabang Rawa Tembaga memiliki pengaruh positif dan signifikan pada produksi air PDAM Bekasi. Hal ini menunjukkan bahwa apabila rata-rata produksi air pada level tinggi naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata volume air terjual sebesar 0,30% sehingga jika dibandingkan pada Cabang Rawa Tembaga untuk meningkatkan volume air terjual pada Cabang Kota sebesar 1 m 3 dibutuhkan 3,3 m 3 volume air terjual Rawa Tembaga. Hal ini menunjukkan kurang efisien kapasitas produksi pada Cabang Kota dalam memproduksi air yang dapat disebabkan banyaknya kapasitas produksi terpasang yang belum dimanfaatkan, dapat disimpulkan bahwa semakin besarnya kapasitas air yang digunakan PDAM Bekasi maka volume air terjual semakin besar Analisis Fungsi Biaya Produksi sesuai jenis Instalasi Pengolahan Air Struktur biaya yang membentuk harga pokok dalam proses pengolahan air pada pengelolaan PDAM Bekasi digolongkan menjadi dua yakni biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung merupakan biaya yang berpengaruh secara langsung terhadap produksi air PDAM antara lain biaya instalasi sumber 70

12 air dan pengolahan air, biaya transmisi dan distribusi. Persentase dari komponen biaya langsung dan tidak langsung dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Persentase dari Komponen Biaya Langsung dan Tidak Langsung Masing-masing Cabang dari Tahun Komponen biaya Cabang Tambun Cabang Rawa Tembaga Cabang Kota Biaya Langsung - Biaya Instalasi Sumber dan Pengolahan Air 62,68 65,79 84,5 - Biaya Transmisi dan Distribusi 10,15 12,77 6,62 Biaya Tidak Langsung - Biaya Umum dan Administrasi 27,17 21,44 8,88 (pegawai,kantor) Total Biaya Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Tabel 11 menunjukkan bahwa komponen biaya langsung yang memiliki proporsi tertinggi adalah biaya instalasi sumber dan pengolahan air yaitu mencapai 63-85% dari total biaya. Biaya instalasi pengolahan air ini meliputi biaya instalasi sumber air, pemakaian bahan, biaya pemeliharaan bangunan pengolahan air, biaya penyusutan bangunan pengolahan air serta rupa-rupa biaya pengolahan air. Komponen biaya terkecil dari biaya langsung adalah biaya transmisi dan distribusi hanya 6-12% dari total biaya. Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak berpengaruh secara langsung terhadap produksi air, komponen biaya tidak langsung dalam proses pengolahan air PDAM Bekasi meliputi biaya umum dan biaya administrasi yang terdiri dari biaya gaji pegawai Persentase dari masing-masing komponen biaya tidak langsung ketiga jenis instalasi pengolahan air Cabang Tambun, Rawa Tembaga dan Cabang Kota yaitu proporsi biaya umum dan administrasi yang sangat besar mencapai 8,8-27% dari total biaya. Biaya umum dan administrasi ini meliputi biaya gaji pegawai, 71

13 biaya kantor, biaya pemeliharaan, biaya gaji direksi, biaya penyusutan dan amortisasi instalasi non pabrik, biaya penyisihan utang, biaya keuangan dan ruparupa biaya umum dan administrasi. Biaya langsung dan tidak langsung PDAM Bekasi yang telah diolah dan terlampir selama periode tiga tahun dari 2007 sampai dengan 2009 pada Lampiran 3. Hubungan antara total biaya produksi air dengan faktor-faktor yang membentuk biaya produksi tersebut dengan mentransformasikan fungsi ke dalam bentuk logaritma linier menggunakan regresi komponen utama. Model biaya produksi air PDAM Bekasi terhadap instalasi pengolahan air dibangun oleh beberapa variabel dengan menggunakan taraf nyata 5% dapat dilihat pada Tabel 12. Model persamaan total biaya produksi air adalah sebagai berikut: LnTC = β0 + β1 LnBI + β2 LnBP + β3 LnQ+ β4 D1+ β5 D2 Keterangan: Ln TC : Total biaya produksi air Ln BI : Biaya instalasi sumber dan pengolahan air Ln BP : Biaya pegawai Ln Q : Produksi air D1 : Skala usaha Cabang Rawa Tembaga (level sedang) D2 : Skala usaha Cabang Kota (level tinggi) Tabel 12. Persamaan Biaya Produksi PDAM Dilihat dari Koefisien, T-hitung Ket Koef t-hitung p-value VIF Ket LnBI 0,865 14,29 0,000 8,507 Signifikan LnBP -0, ,405 1,555 tak Signifikan LnQ -0, ,000 9,612 Signifikan D1 0, ,000 3,759 Signifikan D2 0, ,000 9,535 Signifikan R-sq : 94,40% R-Adj sq: 94,2% ; Durbin watson: 1,69 Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Melalui Tabel 12 dapat dilihat p value < α (5%) maka seluruh variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap biaya total produksi air kecuali biaya pegawai. Model layak secara keseluruhan pada taraf nyata 5% atau variabel bebas 72

14 berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas secara bersama-sama, R-square yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model adalah 94,4% artinya keragaman produksi air PDAM Bekasi dapat dijelaskan secara linier sebesar 94,4% oleh variabel-variabel penjelasnya sisanya sebesar 5,6% digambarkan oleh variabel lain diluar model. Biaya Instalasi memiliki pengaruh positif dan signifikan pada biaya produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata biaya instalasi naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata biaya total produksi air sebesar 0,865%. Oleh karena itu biaya yang terkait langsung dengan produksi air yakni biaya sumber air dan biaya pengolahan air PDAM Bekasi menyebabkan peningkatan terhadap total biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi air PDAM Bekasi. Biaya pegawai memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan pada biaya produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata biaya pegawai naik sebesar 1% maka akan menurunkan rata-rata biaya total produksi air sebesar 0,1%. Biaya pegawai tidak mempengaruhi secara langsung dalam memproduksi air. Produksi air memiliki pengaruh positif dan signifikan pada biaya produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata produksi air naik sebesar 1% maka akan menurunkan rata-rata biaya total produksi air sebesar 0,46% jadi apabila semakin banyak jumlah produksi air PDAM Bekasi yang dihasilkan maka dapat memberikan efisiensi terhadap total biaya produksi air, dalam aktivitas produksinya biaya pengelolaan air PDAM mengalami perubahan setiap waktu. 73

15 Hal tersebut bergantung ada berbagai macam faktor dan salah satunya adalah jumlah air yang diproduksi. Dummy 1 memiliki pengaruh positif dan signifikan pada biaya produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata skala usaha Rawa Tembaga naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata biaya total produksi air sebesar 0,309%. Dummy 2 memiliki pengaruh positif dan signifikan pada biaya produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata skala usaha Cabang Kota naik sebesar 1% maka akan meningkatkan rata-rata biaya total produksi air sebesar 0,629%. Jika perusahaan berencana meningkatkan produksinya, maka biaya pengelolaan juga akan mengalami peningkatan. Namun terkadang jika perusahaan berupaya untuk menurunkan produksi airnya, biaya pengelolaan air tidak tentu mengalami penurunan, bahkan yang terjadi adalah biaya pengelolaan air cenderung akan tetap atau justru mengalami peningkatan. Biaya pengelolaan air PDAM Bekasi tersebut bersifat kaku sehingga apabila telah mengalami peningkatan maka akan sulit untuk diturunkan kembali walaupun faktor pemicu kenaikannya telah diturunkan sehingga untuk dapat meminimalisasi biaya produksi, PDAM Bekasi harus mampu memproduksi air secara efisien. Scatter plot untuk uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dapat dilihat pada Lampiran Penentuan Harga Pokok Air Bersih dengan Marginal Cost Pricing Penentuan Harga Pokok Air Bersih dengan marginal cost pricing yakni dimana air bersih diproduksi dan dialokasikan pada suatu titik dimana keuntungan marjinal (marginal benefit) sama dengan biaya marjinalnya (marginal cost), 74

16 sehingga efisiensi ekonomi terjadi pada saat harga air ditetapkan sama dengan biaya marjinal yang bertujuan memaksimumkan keuntungan bersih sosial (Net Social Benefits). Kenyataannya PDAM Bekasi telah memberlakukan tarif yang sesuai kemampuan pelanggan, yakni sesuai dengan kelompok golongan pelanggan air. Harga pokok air PDAM diperoleh dari perhitungan penjumlahan biaya seluruhnya meliputi total biaya yakni biaya langsung maupun biaya tidak langsung usaha dibagi dengan jumlah air yang didistribusi. Data harga pokok air yang berhasil diolah menunjukkan jumlah yang berfluktuasi disebabkan karena biaya langsung usaha, biaya tidak langsung usaha dan distribusi air yang turut mengalami fluktuasi, pada dasarnya walaupun harga pokok air menunjukkan jumlah yang berfluktuasi harga pokok air cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Rata-rata harga pokok air bersih PDAM Bekasi dari tahun masing-masing Cabang terdapat pada Tabel 13. Tabel 13. Rata-rata Harga Pokok Air Bersih PDAM Bekasi dari Tahun Masing-masing Cabang Tahun Cabang Tambun (Rp/m 3 ) Cabang Rawa Tembaga (Rp/m 3 ) Cabang Kota (Rp/m 3 ) Rata-rata Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Tabel 13 menunjukkan bahwa pada tahun 2007 dan 2009 Cabang Rawa Tembaga memperoleh harga pokok air yang lebih besar yakni Rp /m 3 dan Rp /m 3, pada tahun 2008 Cabang Tambun memperoleh harga pokok air 75

17 yang lebih besar yakni Rp 1.308/m 3. Dengan demikian didapatkan rataan harga pokok air bersih masing-masing cabang dari tahun yaitu Cabang Tambun sebesar Rp 1.174/m 3, Cabang Rawa Tembaga sebesar Rp 1.337/m 3 dan Cabang Kota sebesar Rp 1.244/m 3. Adanya ketidakefisienan karena kebocoran air dan penurunan kapasitas produksi menyebabkan harga pokok sebagai tarif dasar untuk Cabang Rawa Tembaga lebih besar. Hal ini membuktikan bahwa semakin besar kapasitas produksi maka akan menekan biaya produksi menjadi lebih murah jika tidak banyak kesalahan teknis maupun non teknis yang dilakukan. Peningkatan harga pokok yang terjadi bisa diakibatkan oleh kenaikan biaya-biaya yang dikeluarkan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kenaikan jumlah air bersih yang diproduksi serta adanya peningkatan jumlah pelanggan, sehingga membutuhkan biaya sambungan baru yang lebih banyak. Perubahan harga pokok sangat dipengaruhi oleh perubahan besarnya biaya operasional dan jumlah air bersih yang diproduksi maupun yang didistribusi kepada konsumen. Berdasarkan teori-teori ekonomi baku, penetapan harga air PDAM Bekasi berdasarkan marginal cost (MC) akan mendatangkan keuntungan bagi pengelola air apabila nilai MC lebih besar dibandingkan dengan nilai average cost nya (AC). Hal tersebut harus diperhitungkan dikarenakan besarnya jumlah biaya tetap dan variabel yang digunakan oleh PDAM Bekasi. Penetapan harga air harus mampu menutupi seluruh pengeluaran dan biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi dan mendistribusikan air PDAM Bekasi (full cost recovery). Hasil perhitungan harga pokok produksi versi PDAM dapat dilihat dalam Tabel 14. Tabel 14 menunjukan harga pokok produksi yang cenderung meningkat tiap tahunnya. Secara umum peningkatan harga pokok produksi disebabkan oleh peningkatan 76

18 biaya-biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kenaikan air yang terjual. Air PDAM yang terjual memiliki kecenderungan yang meningkat akibat dari meningkatnya jumlah pelanggan PDAM tiap tahunnya, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah air yang dikonsumsi. Tabel 14. Harga Pokok Produksi Air PDAM Bekasi berdasarkan jumlah air produksi tahun Tahun Air Produksi (m 3 ) Total Biaya (Rp) HPP (Rp/m 3 ) Sumber: PDAM Bekasi (2011), diolah Hal ini dapat dilihat yakni apabila terjadi peningkatan biaya yang sangat tinggi, walaupun jumlah produksi dan distribusi air lebih rendah atau meningkat maka nilai marginal cost pun akan cenderung mengikuti perubahan tersebut. Peningkatan harga pokok produksi setiap tahunnya yakni dari tahun 2007 dihasilkan Rp 2.188/m 3 kemudian tahun 2008 sebesar Rp 2.789/m 3, dan pada tahun 2009 sebesar Rp 2.738/m 3. Pembentukan nilai harga pokok produksi tersebut dapat menutupi seluruh total biaya pengeluaran PDAM (full cost recovery). Tabel akan menunjukkan perbandingan marginal cost dan average cost struktur biaya pengelolaan air PDAM Bekasi Cabang Tambun, Rawa Tembaga dan Kota dari tahun 2007 hingga 2009, pembentukan nilai marginal cost dipengaruhi oleh banyaknya jumlah air PDAM yang diproduksi artinya perubahan jumlah produksi air diikuti perubahan marginal cost yang menurun atau meningkat. Besar kecilnya nilai marginal cost itu sendiri juga sangat dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya biaya pengelolaan air. Apabila terjadi peningkatan 77

19 biaya yang sangat tinggi, walaupun jumlah produksi air lebih sedikit ataupun lebih banyak, maka nilai marginal cost akan ikut meningkat sedangkan untuk biaya rata-rata (average cost) kenaikan produksi air menyebabkan meningkatnya nilai average cost, namun ada kalanya jika komponen biaya mengalami kenaikan yang sangat tinggi dibandingkan dengan kenaikan produksi air, maka nilai average cost akan tetap meningkat, jadi dapat dikatakan dalam pembentukan marginal cost maupun average cost, komponen biaya lebih berpengaruh dibandingkan jumlah produksi air. Tabel 15. Perbandingan Marginal Cost dan Average Cost Struktur Biaya Pengelolaan Air PDAM Bekasi Cabang Tambun Tahun Tahun Produksi Air PDAM (m 3 ) Marginal Cost (Rp/m 3 ) Average Cost (Rp/m 3 ) HPP (Rp/m 3 ) Laju Pertumbuhan ,15% 47,72% 39,58% 39,89% Sumber : PDAM Bekasi, (2011) diolah Tabel 16. Perbandingan Marginal Cost dan Average Cost Struktur Biaya Pengelolaan Air PDAM Bekasi Cabang Rawa Tembaga Tahun Tahun Produksi Air PDAM (m 3 ) Marginal Cost (Rp/m 3 ) Average Cost (Rp/m 3 ) HPP (Rp/m 3 ) Laju Pertumbuhan ,09% 35,28% 48,01% 39,89% Sumber : PDAM Bekasi, (2011) diolah 78

20 Tabel 17. Perbandingan Marginal Cost dan Average Cost Struktur Biaya Pengelolaan Air PDAM Bekasi Cabang Kota Tahun Tahun Produksi Air PDAM (m 3 ) Marginal Cost (Rp/m 3 ) Average Cost (Rp/m 3 ) HPP (Rp/m 3 ) Laju pertumbuhan ,54% 29,37% 48,79% 39,89% Sumber : PDAM Bekasi, (2011) diolah Berdasarkan Tabel dapat dilihat selama kurun waktu 2007 hingga 2009 laju pertumbuhan marginal cost pada masing-masing cabang dengan level kapasitas produksi air yang berbeda-beda memiliki angka laju pertumbuhan yang positif, yaitu pada level rendah (Cabang Tambun) sebesar 47,72% sedangkan pada level sedang (Cabang Rawa Tembaga) sebesar 35,28% dan pada level tinggi (Cabang Kota) sebesar 29,37%, artinya selama kurun waktu tersebut terdapat peningkatan nilai marginal cost tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan semakin rendah kapasitas produksi mempengaruhi laju pertumbuhan marginal cost yang semakin besar Hal ini dipengaruhi karena perubahan peningkatan total biaya pengelolaan air yang lebih besar yang dialami oleh Cabang Tambun dalam meningkatkan produksi airnya. Kondisi marginal cost tersebut terjadi pula pada average cost. Laju pertumbuhan average cost secara keseluruhan dari tahun 2007 hingga 2009 memiliki angka laju pertumbuhan yang positif, yaitu pada level rendah (Cabang Tambun) sebesar sebesar 39,58% pada level sedang (Rawa Tembaga) sebesar 48,01% dan pada level tinggi (Cabang Kota) sebesar 48,79%, artinya selama kurun waktu tersebut terdapat peningkatan nilai average cost tiap tahunnya. Hal 79

21 ini menunjukan bahwa semakin besar kapasitas air produksi yang digunakan oleh masing-masing cabang di PDAM Bekasi mempengaruhi laju pertumbuhan average cost-nya. Perubahan serta kondisi nilai marginal cost dan average cost periode pada masing-masing cabang dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 8 Rp/m3 Tambun Rawa Tembaga Kota Sumber : PDAM Bekasi (2011) Gambar 8. Perbandingan Nilai Marginal Cost dan Average Cost Struktur Biaya Pengelolaan Air PDAM Bekasi Tahun Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa pada masing-masing cabang dalam periode , pembentukan tarif air berdasarkan marginal cost tidak menyebabkan terjadinya masalah kerugian karena nilai marginal cost lebih besar daripada nilai average cost, meskipun nilai average cost tersebut mengalami peningkatan. Hal ini diduga karena biaya pengelolaan air cukup stabil dari tahun ke tahun tanpa adanya peningkatan biaya yang melonjak tajam. 80

22 Peningkatan biaya pengelolaan air yang terjadi pada PDAM Bekasi mampu diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi air sehingga tidak terjadi kerugian usaha, dapat dilihat pula bahwa tidak terjadi masalah kerugian pada keseluruhan jumlah produksi dimana nilai marginal cost lebih besar dibandingkan dengan average cost-nya. Kondisi yang terjadi menunjukan adanya increasing return to scale pada pengelolaan air PDAM Bekasi. Perusahaan dapat mencapai laba maksimum karena PDAM menetapkan harga maksimum yang lebih tinggi dari average cost-nya untuk barang publik tersebut. Nilai marginal cost yang lebih tinggi dibandingkan average cost-nya akan memberikan keuntungan bagi PDAM sehingga dapat disimpulkan bahwa penetapan harga berdasarkan marginal cost pricing akan lebih menguntungkan PDAM dan dapat menutup seluruh biaya pengelolaan air. Analisis finansial dalam menerapkan metode full cost recovery membentuk variasi tarif air PDAM berdasarkan kelompok pelanggan, sehingga minimal PDAM dapat menutupi seluruh biaya pengelolaan air. Analisis finansial penetapan harga air yang diberlakukan oleh PDAM Bekasi pada tahun bersifat tetap dengan berpedoman kepada perhitungan berdasarkan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 tahun 2006 tentang pedoman teknis dan tata cara pengaturan tarif air minum pada Perusahaan Daerah Air Minum, penetapan tarif didasarkan atas biaya dasar yang diperoleh dari perhitungan harga pokok produksi, hasil perhitungan tarif dapat dilihat pada Tabel

23 Tabel 18. Tarif Air Minum PDAM Bekasi Berdasarkan Konsumsi Pemakaian No Kelompok harga air per harga air per harga air per harga air 0-10 m m m3 per > 30m3 1 Sosial Umum Khusus Rumah Tangga Non Niaga Niaga Kecil Sedang Besar Industri Sumber : PDAM Bekasi (2011) Berdasarkan Tabel 18, pemberlakuan tarif air minum PDAM Bekasi berdasarkan konsumsi pemakaian yang dibagi menjadi 5 kelompok yakni kelompok sosial, rumah tangga, non niaga, niaga dan industri didasarkan pada penentuan skor hasil kuesioner/blanko yang dilakukan PDAM Bekasi yang kemudian hasil musyawarah bersama anggota rapat bagian penelitian dan pengembangan (LITBANG) dengan indikator standar penetapan golongan langganan, untuk menentukan besarnya rekening air minum yang harus dibayarkan oleh masing-masing golongan pelanggan per bulannya dengan cara menjumlahkan biaya pemakaian air dengan biaya administrasi sebesar Rp dan biaya dana meter sebesar Rp Biaya pemakaian air merupakan hasil perkalian dari banyaknya air PDAM yang dikonsumsi dalam sebulan dengan besarnya tarif air per meter kubik berdasarkan struktur tarif masing-masing golongan. 82

24 Harga pokok dijadikan sebagai dasar untuk perhitungan tarif air minum, namun hal ini tidak dilakukan sepenuhnya melainkan juga didasarkan pada kombinasi antara konsep increasing block tariff yaitu konsep dimana tingkat harga yang dibayarkan akan meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah air yang dikonsumsi dengan tujuan meningkatkan subsidi silang dari golongan masyarakat yang berpendapatan tinggi kepada masyarakat yang berpendapatan rendah. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penetapan tarif air oleh PDAM Bekasi didasarkan pada kombinasi antara sistem diskriminasi harga yang didasarkan kemampuan membayar dan struktur tarif increasing block rate structure yang memicu konsumen agar membatasi pemakaian karena semakin tinggi konsumsi air PDAM maka semakin besar tarif air minum per m 3 yang akan dibayar, dapat dilihat pula meskipun harga pokok produksi mengalami peningkatan tetapi PDAM Bekasi tetap memberlakukan tarif air minum ke konsumen sesuai kesepakatan dan pertimbangan tingkat keuntungan yang wajar. Tabel 19. Perbandingan Jumlah Air Distribusi dengan Jumlah Air Terjual serta Persentase Kehilangan Air Tahun Volume Air PDAM Distribusi (m3) Volume Air PDAM yang Terjual (m 3 ) HPP (Rp/m 3 ) Jumlah Kehilangan Air (m 3 ) Persentase kehilangan air (%) Nilai.Air PDAM yang Hilang (Milyar) Total Pendapatan air PDAM (Milyar) ,58 9,51 60, ,94 29,37 79, ,77 53, Ratarata ,63 76,33 Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 tingkat persentase kehilangan air hanya sekitar 13,58% dari total produksi, tingkat 83

25 kebocoran lebih rendah bila dibandingkan dua tahun setelahnya yakni tahun 2008 dan 2009 yakni 26,94% dan 37,77%. Hal ini menunjukan instalasi pengolahan dan jaringan perpipaan masih dalam kondisi yang cukup baik, pada tahun 2008 PDAM mendistribusi air sebesar m 3 dengan tingkat kehilangan air sebesar 26,94% dan jumlah air terjual sebesar m 3. Tahun 2009 PDAM mendistribusi air sebesar m 3 dengan tingkat kehilangan air sebesar 37,77% dan jumlah air terjual sebesar m 3. Rata-rata nilai air PDAM yang hilang dari tahun 2007 sampai 2009 adalah 30,63 milyar dengan persentase tingkat kehilangan air sebesar 26%. Berdasarkan data produksi dan kehilangan air diatas, dapat terlihat bahwa semakin banyak jumlah sambungan maka akan semakin tinggi tingkat kehilangan air, semakin banyak air yang diproduksi maka akan semakin banyak pula pembuangan lumpur, pencucian, jaringan pipa yang bocor dan berbagai kesalahan lainnya baik teknis maupun non teknis. Kesalahan teknis antara lain terjadi karena rusaknya meter air, jaringan pipa baik pipa dinas, pipa distribusi maupun pipa tersier PDAM. Kehilangan air non teknis terjadi karena kemampuan manajerial dari PDAM Bekasi yang kurang ahli dalam kesalahan pembacaan meter air, pemasukan data air dan personel yang tidak terampil. Penetapan harga air PDAM berdasarkan marginal cost pricing sudah dapat mencapai kondisi tertutupinya seluruh biaya pengelolaan sehingga hal ini juga akan mempengaruhi jumlah penerimaan PDAM dari hasil penjualan air. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 20 84

26 Tabel 20. Perkiraan Penerimaan PDAM dan Laba/Rugi PDAM Bekasi Jika diberlakukan Marginal Cost Pricing Tahun Volume Air PDAM yang Terjual (m 3 ) Marginal Cost (Rp/m 3 ) Penerimaan PDAM berdasarkan Harga MC (Milyar) Biaya Total (Milyar) Perkiraan Laba/Rugi (Milyar) Riil Laba/Rugi (Milyar) ,80 56,00 12,79 11, ,90 87,21-10,31 2, ,42 113,48 14,94 9,80 Sumber : PDAM Bekasi (2011), diolah Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat penetapan harga air atas marginal cost pricing mempengaruhi besarnya penerimaan PDAM, selain dipengaruhi oleh metode penetapan harga, penerimaan PDAM juga dipengaruhi oleh jumlah air terjual atau jumlah air yang tercatat dalam rekening air pelanggan. Jumlah air terjual ini dipengaruhi oleh jumlah produksi air bersih yang hilang pada saat pendistribusian kepada para pelanggan. Semakin tinggi tingkat kehilangan air, maka penerimaan PDAM akan semakin berkurang. Jika pada tahun 2008 penetapan harga air atas marginal cost pricing akan mengakibatkan kerugian bagi PDAM Bekasi diakibatkan peningkatan total biaya yang tidak sebanding dengan jumlah produksi yang dihasilkan maka penetapan harga air berdasarkan marginal cost pricing tidak cocok ditetapkan pada tahun 2008, sementara pada tahun 2007 dan 2009, peningkatan biaya cenderung stabil sehingga mendapatkan laba sebesar 12,79 milyar dan 14,99 milyar rupiah. Hal ini menunjukkan pemberlakuan harga air dengan marginal cost pricing dapat diterapkan PDAM Bekasi karena memberikan keuntungan yang cukup besar dibandingkan keuntungan riilnya tetapi hanya dapat dijadikan alternatif dalam metode penentuan harga, dikarenakan pada marginal cost pricing tidak memasukkan biaya tetap yang digunakan dalam pengelolaan air PDAM Bekasi. 85

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Komponen Biaya Produksi dan Biaya Pengelolaan Air PDAM

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Komponen Biaya Produksi dan Biaya Pengelolaan Air PDAM III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Komponen Biaya Produksi dan Biaya Pengelolaan Air PDAM 3.1.1 Biaya Produksi Air PDAM Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi.

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR DI PDAM BEKASI NURUL FADILLAH

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR DI PDAM BEKASI NURUL FADILLAH ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR DI PDAM BEKASI NURUL FADILLAH DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI

BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI A. Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Melawi Bagaimana Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Melawi? Berikut ini analisa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sumber kehidupan mahluk hidup termasuk manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sumber kehidupan mahluk hidup termasuk manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Air adalah sumber kehidupan mahluk hidup termasuk manusia yang kebutuhannya tidak dapat terelakan lagi dan merupakan kebutuhan primer. Air bukan hanya dipergunakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di PDAM Bekasi Jl. KH Noer Ali

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di PDAM Bekasi Jl. KH Noer Ali IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PDAM Bekasi Jl. KH Noer Ali Kav 1. Perum Mas Naga Bekasi. Lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TEMUKAN PEMBOROSAN AIR BERSIH SENILAI Rp791 MILIAR

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TEMUKAN PEMBOROSAN AIR BERSIH SENILAI Rp791 MILIAR BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TEMUKAN PEMBOROSAN AIR BERSIH SENILAI Rp791 MILIAR http://www.republika.co.id Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap 102 pemerintah kabupaten, kota dan Perusahaan

Lebih terperinci

Tabel IV.1 Guna Lahan Perumahan Dan Proyeksi Jumlah Penduduk

Tabel IV.1 Guna Lahan Perumahan Dan Proyeksi Jumlah Penduduk 86 BAB IV KAJIAN PEMBIAYAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH 4.1 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Proyeksi kebutuhan air bersih pada wilayah pelayanan yang telah ditentukan didapat berdasarkan guna lahan rencana Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONDISI UMUM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KAMPUS IPB DRAMAGA Penyelenggaraan kegiatan pendidikan di kampus IPB Dramaga tidak bisa terlaksana tanpa adanya air bersih. Saat ini pemenuhan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu daerah sering membawa dampak, baik dari nilai positif maupun nilai negatif. Semakin berkembangnya suatu daerah tersebut akan meningkatkan

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang 5.1.1. Produksi Pupuk Urea ton 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 - Tahun Sumber : Rendal Produksi PT. Pupuk Kujang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ayat 2, air adalah semua air yang terdapat pada, di atas ataupun di bawah

TINJAUAN PUSTAKA. ayat 2, air adalah semua air yang terdapat pada, di atas ataupun di bawah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nilai Ekonomi Sumberdaya Air Berdasarkan Undang-Undang Sumberdaya Air No. 7 tahun 2004 pasal 1 ayat 2, air adalah semua air yang terdapat pada, di atas ataupun di bawah

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor No.1400, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Air Minum. Tarif. Perhitungan dan Penetapan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG PERHITUNGAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR DI PDAM BEKASI NURUL FADILLAH

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR DI PDAM BEKASI NURUL FADILLAH ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR DI PDAM BEKASI NURUL FADILLAH DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN 6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh PTPN Analisis regresi berganda dengan metode OLS didasarkan pada beberapa asumsi yang harus

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN UMUM DAERAH AIR MINUM TIRTA MERAPI KABUPATEN KLATEN DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYEDIAAN AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM SURYA SEMBADA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71 TAHUN 2016 PERHITUNGAN DAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71 TAHUN 2016 PERHITUNGAN DAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71 TAHUN 2016 PERHITUNGAN DAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM Disampaikan Oleh: Dr. Hari Nur Cahya Murni M,Si Direktur BUMD, BLUD dan BMD Ditjen Bina Keuangan Daerah Jakarta,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2016TAHUN 2016 TENTANG PERHITUNGAN DAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. Latar belakang penyesuaian tarif air minum tahun 2013 meliputi :

I. Latar belakang penyesuaian tarif air minum tahun 2013 meliputi : INFORMASI PENYESUAIAN TARIF AIR MINUM Bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam hal penyediaan air minum dan pengelolaan air limbah serta peningkatan kinerja perusahaan maka PDAM

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Objektif Kota Bekasi 5.1.1 Keadaan Geografis Kota Bekasi Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 LS dengan ketinggian 19 meter diatas

Lebih terperinci

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING 6.1. Model Permintaan Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah Keriting Model permintaan rumah tangga di DKI Jakarta

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN TARIF PELAYANAN AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) TIRTA BANGKA

PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN TARIF PELAYANAN AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) TIRTA BANGKA PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN TARIF PELAYANAN AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) TIRTA BANGKA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa guna menjamin kelancaran operasional

Lebih terperinci

1. Pendapatan PDAM harus memenuhi prinsip pemulihan biaya

1. Pendapatan PDAM harus memenuhi prinsip pemulihan biaya Menurut hasil evaluasi kinerja PDAM tahun 2011 terhadap 335 PDAM yang dilakukan BPPSPAM, terdapat hanya 68 PDAM (20,3%) yang sudah Full Cost Recovery. Dari 144 PDAM berstatus kinerja sehat terdapat 94

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (RI SPAM) KABUPATEN CIREBON TAHUN 2015-2030 DENGAN

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di Desa Lamaran Tarung, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu, dan Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yaitu Desa Purwasari. Pemilihan Kabupaten Bogor dipilih secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi manusia sehingga menjadi hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi manusia sehingga menjadi hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi manusia sehingga menjadi hal yang wajar jika sektor air bersih mendapat prioritas dalam penanganan dan pemenuhannya. PDAM

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis kondisi eksisting dan pembahasan terhadap kondisi pelayanan air minum oleh PDAM Kecamatan Kota Sumenep, maka kesimpulan yang diambil

Lebih terperinci

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan IPB,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu (time-series data) bulanan dari periode 2004:01 2011:12 yang diperoleh dari PT.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN KUTAI TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996), III. KERANGKA PEMIKIRAN 3. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.. Konsep Usahatani Menurut Bachtiar Rivai (980) yang dikutip oleh Hernanto (996), mengatakan bahwa usahatani merupakan sebuah organisasi dari alam,

Lebih terperinci

BAB IV. yang dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi.

BAB IV. yang dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi. 52 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Deskriptif Tabel Statistik Deskriptif di bawah ini memberikan gambaran data yang dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi. Tabel

Lebih terperinci

BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K YAT

BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K YAT BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K YAT OUTLINE 1 2 3 PENDAHULUAN PENJELASAN MENGENAI PENILAIAN KINERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Visi, Misi, Strategi dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Visi, Misi, Strategi dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung pada mulanya milik Belanda didirikan tahun 1916 dengan nama Water Leiding Bednif (Perusahaan Air). Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok untuk kehidupan manusia dengan segala macam kegiatannya, dipergunakan untuk keperluan rumah tangga, keperluan umum, industri, perdagangan,

Lebih terperinci

Studi Kehilangan Air Komersial (Studi Kasus: PDAM Kota Kendari Cabang Pohara)

Studi Kehilangan Air Komersial (Studi Kasus: PDAM Kota Kendari Cabang Pohara) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-355 Studi Komersial (Studi Kasus: PDAM Kota Kendari Cabang Pohara) Iis Puspitasari dan Alfan Purnomo Departemen Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ini manusia membutuhkan air baik untuk rumah tangga maupun dalam

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ini manusia membutuhkan air baik untuk rumah tangga maupun dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan ini air merupakan sumber daya alam yang mutlak diperlukan oleh manusia dan mahluk hidup lainnya. Dalam semua aktivitas kehidupan ini manusia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KOTA DEPOK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Evaluasi Pajak Pengambilan dan Pemanfataan Air Permukaan

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Evaluasi Pajak Pengambilan dan Pemanfataan Air Permukaan BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Pembahasan Masalah 1. Evaluasi Pajak Pengambilan dan Pemanfataan Air Permukaan a. Langkah-langkah dalam perhitungan Pajak Air Permukaan di PDAM Kota Surakarta 1)

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN TERHADAP EVALUASI KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH PERPIPAAN DI KOTA KECIL (SOREANG DAN BANJARAN)

BAB 5 KESIMPULAN TERHADAP EVALUASI KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH PERPIPAAN DI KOTA KECIL (SOREANG DAN BANJARAN) BAB 5 KESIMPULAN TERHADAP EVALUASI KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH PERPIPAAN DI KOTA KECIL (SOREANG DAN BANJARAN) 5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian data dan analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini,

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TARIF AIR MINUM

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TARIF AIR MINUM BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TARIF AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tradisi yang melekat dalam dinamika masyarakat. Air merupakan sumber daya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tradisi yang melekat dalam dinamika masyarakat. Air merupakan sumber daya yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi kehidupan manusia. Selain sebagai kebutuhan dasar, air diperlukan sebagai pendukung dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur,

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur, IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

PENENTUAN TARIF AIR MINUM PDAM KOTA KUALA KAPUAS

PENENTUAN TARIF AIR MINUM PDAM KOTA KUALA KAPUAS PENENTUAN TARIF AIR MINUM PDAM KOTA KUALA KAPUAS Imannuah, Retno Indryani Laboratorium Manajemen Konstruksi Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS Telp 31-5939925, fax 31-593951 email: labmk_its@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MASYARAKAT KOTA LUBUK BASUNG DALAM MENDAPATKAN PELAYANAN AIR BERSIH

KAJIAN KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MASYARAKAT KOTA LUBUK BASUNG DALAM MENDAPATKAN PELAYANAN AIR BERSIH KAJIAN KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MASYARAKAT KOTA LUBUK BASUNG DALAM MENDAPATKAN PELAYANAN AIR BERSIH TUGAS AKHIR OLEH : Hendra Thamrin L2D 302 383 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi Cobb Douglas. Faktor-faktor

Lebih terperinci

VII. ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI PENDUDUK AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH. air tanah dengan sumber air bersih lainnya yakni air PDAM.

VII. ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI PENDUDUK AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH. air tanah dengan sumber air bersih lainnya yakni air PDAM. VII. ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI PENDUDUK AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH 7.1 Memperoleh Sumber Air Tanah Air tanah merupakan salah satu sumber air bersih utama yang masih digunakan oleh sebagian besar

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS 7.1. Karakteristik Responden Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 38 responden yang menjadi mitra

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR: 22 TAHUN 2013 TENTANG TARIF AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA,

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR: 22 TAHUN 2013 TENTANG TARIF AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA, PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR: 22 TAHUN 2013 TENTANG TARIF AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan air

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai 38 kabupaten/kota, terdiri atas 29 kabupaten dan 9 kota. Secara umum wilayah Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

Lebih terperinci

FORMULA PERHITUNGAN DAN MEKANISME PENETAPAN TARIF PADA BUMD AIR MINUM

FORMULA PERHITUNGAN DAN MEKANISME PENETAPAN TARIF PADA BUMD AIR MINUM FORMULA PERHITUNGAN DAN MEKANISME PENETAPAN TARIF PADA BUMD AIR MINUM www.bisnissyariah.co.id I. Pendahuluan Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air untuk kebutuhan pokok seharihari guna

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Pelayanan Jasa Pelabuhan Sunda Kelapa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Pelayanan Jasa Pelabuhan Sunda Kelapa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Pelayanan Jasa Pelabuhan Sunda Kelapa 4.1.1. Pendapatan Pelabuhan Pendapatan yang diterima Pelabuhan Sunda Kelapa sejak tahun 2004 sampai tahun 2010 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Rasio Profitabilitas adalah rasio untuk mengukur kemampuan

BAB. I PENDAHULUAN. Rasio Profitabilitas adalah rasio untuk mengukur kemampuan BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rasio Profitabilitas adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Cirebon pada awalnya bernama Badan Pengelola Air Minum (BPAM) yang merupakan badan usaha dengan berdasarkan Surat Keputusan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor yang Memengaruhi Tabungan Rumah Tangga

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor yang Memengaruhi Tabungan Rumah Tangga 53 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Faktor yang Memengaruhi Tabungan Rumah Tangga Analisis ini dilakukan dengan memasukkan variabel-variabel independen yang diduga memengaruhi variabel dependen (tabungan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN TARIF PEMAKAIAN AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN BENGKAYANG PEMERINTAH KABUPATEN BENGKAYANG PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 160 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian sebelumnya telah dibahas berbagai temuan yang diperoleh dari penelitian. Pada bagian akhir ini selanjutnya akan dibahas mengenai kesimpulan yang didapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Permintaan Beras di Kabupaten Kudus. Faktor-Faktor Permintaan Beras. Analisis Permintaan Beras

BAB III METODE PENELITIAN. Permintaan Beras di Kabupaten Kudus. Faktor-Faktor Permintaan Beras. Analisis Permintaan Beras 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Permintaan Beras di Kabupaten Kudus Faktor-Faktor Permintaan Beras Harga barang itu sendiri Harga barang lain Jumlah penduduk Pendapatan penduduk Selera

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KLASIFIKASI PELANGGAN DAN BESARAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN PURWAKARTA DENGAN

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor,karena untuk memudahkan penulis. melakukan penelitian. Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive),

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor,karena untuk memudahkan penulis. melakukan penelitian. Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive), IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor,karena untuk memudahkan penulis melakukan penelitian. Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usaha ternak ayam adalah usaha yang membudidayakan ayam ras pedaging probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Karakteristik Pembudidaya dan Keragaan Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Jatiluhur

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Karakteristik Pembudidaya dan Keragaan Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Jatiluhur BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Pembudidaya dan Keragaan Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Jatiluhur Karakteristik pembudidaya ikan KJA di Jatiluhur dilihat dari umur, pengalaman dan pendidikan.

Lebih terperinci

Kata kunci: Evaluasi, Sistem Distribusi Air Bersih, Penurunan Tingkat Kehilangan Air

Kata kunci: Evaluasi, Sistem Distribusi Air Bersih, Penurunan Tingkat Kehilangan Air PENURUNAN TINGKAT KEHILANGAN AIR MELALUI EVALUASI SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KOTA BANJARMASIN Setia Budi, R. Sutjipto Tantyonimpuno Laboratorium Manajemen Konstruksi,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga April 2011, berlokasi di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

Kata kunci: Pengembangan sistem distribusi, prediksi kebutuhan, efisiensi

Kata kunci: Pengembangan sistem distribusi, prediksi kebutuhan, efisiensi ANALISA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH PDAM KOTA JOMBANG Iwan D. Winarto 1, Retno Indriyani 2 1 Mahasiswa Program Studi MMT-ITS 2 Dosen Program Studi MMT-ITS ABSTRAK Dewasa ini banyak Perusahaan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR Oleh: DODY KURNIAWAN L2D 001 412 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA SOLOK

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA SOLOK LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR: 13 SERI E. 13 ================================================================ PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN PERUSAHAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKSI PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA SATRIA KABUPATEN BANYUMAS. NOMOR : 3 Tahun 2016 TENTANG

PERATURAN DIREKSI PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA SATRIA KABUPATEN BANYUMAS. NOMOR : 3 Tahun 2016 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA SATRIA KABUPATEN BANYUMAS Jl. Prof. Dr. Suharso No. 52 PURWOKERTO 53114 Telp. 0281-632324 Fax. 0281-641654 Website : www.pdambanyumas.com E-Mail : pdam_banyumas@yahoo.com

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR 7.1 Permintaan LPG Pedagang Martabak Kaki Lima di Kota Bogor Permintaan LPG pedagang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Trias Farm yang berlokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang mempunyai jumlah peternak sapi IB dan non IB di tiga Kecamatan yaitu Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, tanpa air tidak akan ada kehidupan di bumi. Karena pentingnya kebutuhan akan air bersih,

Lebih terperinci

Materi 4 Ekonomi Mikro

Materi 4 Ekonomi Mikro Materi 4 Ekonomi Mikro Teori Produksi Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami analisis ekonomi konsep biaya, biaya produksi jangka pendek dan panjang. Mahasiswa dapat memahami konsep

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 28 PERATURAN WALIKOTA KOTA BANDUNG NOMOR : 937 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 28 PERATURAN WALIKOTA KOTA BANDUNG NOMOR : 937 TAHUN 2009 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 28 PERATURAN WALIKOTA KOTA BANDUNG NOMOR : 937 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN PELAYANAN AIR MINUM DAN AIR LIMBAH PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTAWENING

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA SOLOK

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA SOLOK LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR: 13 SERI E. 13 ================================================================ PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, hewan, dan tumbuhan. Tanpa adanya air, maka kita sulit

BAB I PENDAHULUAN. manusia, hewan, dan tumbuhan. Tanpa adanya air, maka kita sulit BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur lingkungan yang sangat dibutuhkan oleh manusia, hewan, dan tumbuhan. Tanpa adanya air, maka kita sulit mempertahankan kehidupan dimuka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Sampel dan Data Penelitian 3.1.1. Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan menetapkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan metode purposive sampling, dengan adanya beberapa kriteria dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan metode purposive sampling, dengan adanya beberapa kriteria dalam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan perusahaan di Indonesia yang telah terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel dalam penelitian

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH KELURAHAN KAYAWU KOTA TOMOHON

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH KELURAHAN KAYAWU KOTA TOMOHON PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH KELURAHAN KAYAWU KOTA TOMOHON Brian Victori Langi Isri R. Mangangka, Sukarno Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email:

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Penelitian ini menggunakan metode descriptive analitis. Metode ini berkaitan dengan pengumpulan data yang berguna untuk memberikan gambaran atau penegasan

Lebih terperinci

PERMASALAHAN ALIRAN AIR

PERMASALAHAN ALIRAN AIR PERMASALAHAN ALIRAN AIR A. Mengapa air tidak mengalir? Penyebab air tidak mengalir pada pelanggan adalah : - Permasalahan di sistem perpipaan pelanggan. - Stopkran yang ada di pelanggan rusak (dalam posisi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak 24 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian yang diamati yaitu pengaruh aplikasi teknologi pakan, kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

Rekomendasi Upaya Pengendalian Kehilangan Air

Rekomendasi Upaya Pengendalian Kehilangan Air Bab VI Rekomendasi Upaya Pengendalian Kehilangan Air VI.1 Umum Studi pengendalian kehilangan air untuk PDAM Kota Bandung tidak cukup hanya meneliti berapa besar nilai kehilangan air dan penyebab-penyebabnya,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung oleh wawancara terhadap para responden dan informasi-informasi yang diperoleh dari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah dan Perkembangan PDAM Kabupaten Sukabumi. Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Sukabumi

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah dan Perkembangan PDAM Kabupaten Sukabumi. Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Sukabumi IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah dan Perkembangan PDAM Kabupaten Sukabumi Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Sukabumi diawali dengan pembangunan sarana air bersih untuk melayani

Lebih terperinci

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi.

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi. sebanyak 2% responden menyatakan masalah polusi suara di TWA Gunung Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat kebisingan disajikan pada Tabel 25 berikut ini. Persepsi

Lebih terperinci

Analisis Perencanaan dan Pengembangan Jaringan Distribusi Air Bersih di PDAM Tulungagung

Analisis Perencanaan dan Pengembangan Jaringan Distribusi Air Bersih di PDAM Tulungagung JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-25 Analisis Perencanaan dan Pengembangan Jaringan Distribusi Air Bersih di PDAM Tulungagung Firga Yosefa dan Hariwiko Indarjanto

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2014 SERI BUPATI CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2014 SERI BUPATI CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR TAHUN 214 SERI BUPATI CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 72 TAHUN 214 TENTANG PENYESUAIAN TARIF AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya

Lebih terperinci