HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 44 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Paninggahan Berdasarkan analisis penggunaan lahan tahun 1984, 1992, 22 dan 27 diketahui bahwa penurunan luas lahan terjadi pada penggunaan lahan hutan sekunder dan tegalan dengan laju penurunan berturut-turut 66 ha/tahun dan 5 ha/tahun. Sementara itu peningkatan luas lahan terjadi pada penggunaan lahan lain dengan laju bervariasi seperti untuk kebun campuran 39 ha/tahun, belukar 23 ha/tahun, pemukiman 5 ha/tahun dan sawah 4 ha/tahun. Analisis Sidik ragam (anova) perubahan penggunaan lahan dari tahun disajikan pada Lampiran 1. Luas penggunaan lahan tahun 1984, 1992, 22 dan 27 di DAS Paninggahan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Penggunaan Lahan Tahun 1984, 1992, 22 dan 27 DAS Paninggahan Penggunaan lahan Thn 1984 Thn Thn. 22 Thn. 27 Ha % Ha % Ha % Ha % Belukar Hutan Sekunder Kebun Campuran Pemukiman Sawah Tegalan Hasil analisis penggunaan lahan menunjukan dari tahun 1984, 1992, 22 dan 27 terdapat kecenderungan perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi kebun campuran (Gambar 19), dan bila lokasinya memungkinkan (memiliki lereng yang relatif landai, lahan tersebut berubah menjadi tegalan). Wilayah datar di pinggiran danau secara perlahan berubah menjadi sawah dan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk maka wilayah pemukiman semakin meluas menggantikan lahan sawah. Di pinggir Danau Singkarak yang landai, digunakan untuk lahan sawah, sementara itu, wilayah yang terjal di pinggir danau dijadikan daerah bisnis untuk mendukung pariwisata seperti pasar rumah makan dan toko cindera mata. Tegalan dibuka di daerah-daerah dengan kelerengan sedang, dengan lokasi di pinggir hutan. Wilayah yang terjal dan berkapur yang banyak terdapat di Paninggahan tidak dapat dimanfaatkan oleh

2 45 penduduk sehingga dibiarkan menjadi semak belukar (Gambar 2). Sebagian besar hutan di DAS Paninggahan merupakan hutan sekunder, karena pada awalnya daerah tersebut merupakan kebun kopi yang dibiarkan menjadi hutan kembali. Hutan alami dan pinus terdapat di puncak-puncak bukit DAS Paninggahan. Peta Penggunaan Lahan Tahun 1984 Peta Penggunaan Lahan Tahun 1992 Peta Penggunaan Lahan Tahun 27 Peta Penggunaan Lahan Tahun 22 Gambar 19. Penggunaan Lahan Tahun 1984, 1992, 22 dan 27

3 46 Gambar 2. Beberapa Jenis Penggunaan Lahan di DAS Paninggahan Jenis penggunaan lahan hutan sekunder terdiri dari bermacam-macam variasi tanaman berkayu, pada jenis ini hutan sekunder, primer dan pinus menjadi satu kelas klasifikasi. Hutan sekunder sendiri pada awalnya merupakan perkebunan kopi yang tidak terawat sehingga kemudian tumbuh berbagai jenis tanaman lain disekelilingnya. Kebun campuran dikelola oleh penduduk lokal dengan bermacam-macam jenis tanaman tahunan seperti durian, alpukat jeruk, nangka, cengkeh dan kemiri. Pola tanam di lahan sawah adalah padi-padi-padi, sedangkan untuk tegalan tanaman yang diusahakan adalah cabai, jagung dan bawang. Pada Gambar 2 terlihat bahwa pinggiran Danau Singkarak yang landai, digunakan untuk lahan sawah, sementara itu, wilayah yang terjal dijadikan daerah bisnis untuk mendukung pariwisata seperti pasar rumah makan dan toko cindera

4 mata. Tegalan dibuka di daerah-daerah dengan kelerengan sedang, dengan lokasi di pinggir hutan. Wilayah yang terjal dan berkapur yang banyak terdapat di Paninggahan tidak dapat dimanfaatkan oleh penduduk sehingga dibiarkan menjadi semak belukar. Kebun campuran didominasi oleh tanaman kopi karena sebenarnya pada awalnya wilayah tersebut merupakan kebun kopi. Hutan sekunder masih terdapat di puncak-puncak tebing di Paninggahan, namun berpotensi untuk berubah menjadi lahan budidaya pertanian oleh penduduk. Pada Gambar 2, terlihat terdapat jalan setapak yang biasa digunakan oleh penduduk untuk menuju tempat berladang baik dengan berjalan kaki ataupun dengan motor. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan dari hutan sekunder menjadi kebun campuran terkait dengan semakin tingginya tingkat kebutuhan hidup masyarakat sehingga mereka berusaha meningkatkan produktivitas lahan yang ada untuk menambah pendapatan. Berdasarkan pengamatan dari tahun dapat disimpulkan bahwa mendatang. Wilayah hilir DAS yang landai sudah padat dengan sawah dan tegalan, sehingga kemungkinan terjadi perubahan sangat kecil. Potensi Produksi Air DAS Paninggahan pada Berbagai Skenario Penggunaan Lahan 47 Model simulasi debit dikembangkan untuk memungkinkan mempelajari karakteristik debit sebagai konsekuensi modifikasi biofisik DAS, termasuk apabila terjadi perubahan penggunaan lahan. Fluktuasi debit hasil simulasi dan pengukuran disajikan pada Gambar 21. Validasi MODDAS menggunakan data hujan debit harian Sungai Batang Sabarang periode pengamatan Bulan Maret sampai dengan Juli 26 menunjukkan hasil yang memuaskan dengan koefisien kemiripan.6. Parameter hasil kalibrasi adalah sebagai berikut : - Kapasitas simpan air maksimum (WHC) : mm - Konstanta resesi :.2 - Cadangan air bawah permukaan inisial (SS) : mm - Cadangan air bawah tanah inisial : mm Salah satu faktor yang menyebabkan nilai koefisien kemiripan yang rendah adalah pemilihan data hujan yang kurang mewakili daerah penelitian. Curah hujan merupakan parameter input yag memiliki kontribusi besar terhadap

5 48 karakteristik debit. Wilayah Paninggahan mempunyai variasi curah hujan yang tinggi antara wilayah hulu dan hilir, sementara pada MODDAS diasumsikan curah hujan dianggap homogen untuk seluruh DAS. Sementara itu simulasi aliran dasar menunjukan nilai dibawah aliran dasar hasil pengukuran. Kondisi ini dimungkinkan karena kalibrasi parameter MODDAS dilakukan pada musim kemarau sehingga menghasilkan konstanta resesi yang rendah. Kalibrasi parameter MODDAS dilakukan pada musim kemarau karena ketersediaan data pasangan curah hujan dan debit yang terpanjang hanya terdapat pada periode tersebut. Kalibrasi dengan menggunakan data terukur selama satu tahun nantinya diharapkan dapat meningkatkan nilai koefisien kemiripan karena akan mencakup satu siklus hidrologi yang lengkap yaitu musim hujan dan kemarau. Berdasarkan parameter hasil kalibrasi diketahui bahwa DAS Paninggahan memiliki rata-rata ketebalan solum yang masih baik, yang dapat dilihat dari nilai WHC sebesar Kondisi penutupan lahan yang masih didominasi hutan sekunder menyebabkan kapasitas maksimum tanah menyimpan air masih besar. Kondisi ini menyebabkan curah hujan yang turun akan lebih banyak terinfiltrasi ke dalam tanah sehingga kemungkinan terjadinya aliran permukaan relatif kecil. Sementara itu laju penurunan debit (konstanta resesi) yang kecil yaitu.2 menunjukkan pelepasan air yang lambat sehingga memungkinkan lebih banyaknya air tertahan di lahan.

6 debit (m 3 /detik) 6 4 Hujan (mm) Debit Pengukuran Debit Simulasi curah hujan (mm) Mar-6 29-Mar-6 18-Apr-6 8-May-6 28-May-6 17-Jun-6 7-Jul-6 27-Jul-6 Gambar 21. Simulasi Model Debit Harian, Sungai Sabarang, DAS Paninggahan, Periode Mei Juli 26 Dalam penelitian ini karakteristik debit berdasarkan penggunaan lahan dimodelkan dengan MODDAS sedangkan penggunaan lahan menggunakan data tahun 27 sehingga didapatkan karakteristik debit tahun 27. Data hujan menggunakan data ARR Sabarang dan Aro, periode data yang digunakan adalah tahun normal yaitu tahun 26 dan 27, hasil yang didapatkan disajikan pada Gambar 22.

7 debit (m 3 /detik) 4 3 Hujan (mm) Debit Simulasi curah hujan (mm) Jan-7 31-Jan-7 2-Mar-7 1-Apr-7 1-May-7 31-May-7 3-Jun-7 3-Jul-7 29-Aug-7 28-Sep-7 28-Oct-7 27-Nov-7 27-Dec-7 2 Gambar 22. Pola Debit Simulasi Selama 1 Tahun Asumsi yang digunakan untuk menentukan skenario penggunaan lahan adalah bahwa perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi karakteristik debit di suatu DAS. Sebagai contoh jika wilayah hutan yang merupakan kawasan penyangga berkurang, maka pada musim hujan, curah hujan yang turun di wilayah tersebut akan lebih banyak terkonversi menjadi aliran permukaan sehingga debit di musim hujan akan semakin meningkat dibandingkan sebelumnya. Sebaliknya pada musim kemarau, karena simpanan air hanya sedikit, maka debit menjadi lebih kecil dibandingkan sebelumnya. Asumsi tersebut didukung oleh hasil penelitian Guo et al, 28 yang melakukan penelitian di DAS Danau Poyang, menunjukkan bahwa vegetasi dan tanaman musiman, mempengaruhi evapotranspirasi, penambahan luas hutan akan menurunkan debit di musim hujan dan akan meningkatkan debit di musim kemarau. Sementara itu menurunnya luas hutan akan meningkatkan resiko banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Simulasi debit dengan MODDAS pada beberapa skenario menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi karakteristik debit di suatu DAS. Pada Tabel 9 diketahui bahwa secara umum, jika luas hutan

8 berkurang maka terjadi peningkatan debit total, rata-rata dan debit puncak dalam setahun. Namun jika dilihat dari debit minimum terjadi penurunan, kecuali pada skenario 3 yang berdasarkan hasil proyeksi di tahun 22, kawasan hutan masih relatif luas dibandingkan dengan skenario 1 dan 2. Nilai Qmaks/Qmin juga meningkat untuk setiap skenario, ini menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan yang cenderung mengurangi wilayah resapan air di DAS akan meningkatkan resiko kerentanan DAS terhadap kekeringan dan kebanjiran. Artinya, pada musim hujan akan terjadi peningkatan jumlah debit sementara itu di musim hujan debit yang tersedia semakin berkurang. Dari tiga skenario penggunaan lahan diketahui bahwa walaupun kawasan hutan berkurang hingga mencapai batas minimal yang masih diperbolehkan oleh pemerintah (3% dari luas DAS), namun kawasan tersebut tergantikan oleh kebun campuran yang didominasi oleh tanaman tahunan yang mempunyai karakteristik sama dengan tanaman hutan yang didominasi oleh tanaman tahunan. Kondisi ini menyebabkan fungsi hulu DAS sebagai kawasan penyangga masih terpelihara. Komposisi luas penggunaan lahan untuk masing-masing skenario disajikan pada Tabel 8, sedangkan potensi produksi air disajikan pada Tabel 9. Tabel 8. Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Beberapa Skenario Penggunaan lahan Luas Penggunaan Lahan (Ha) thn 27 skenario 1 skenario 2 skenario 3 Belukar Hutan Sekunder Kebun Campuran Pemukiman Sawah Tegalan

9 52 Tabel 9. Potensi Produksi Air pada Beberapa Skenario Bulan Q (m 3 /detik) th 27 skenario 1 skenario 2 skenario 3 Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total Qrata Qmaks Qmin Qmaks/Qmin Berdasarkan analisis potensi produksi dapat disimpulkan bahwa wilayah DAS Paninggahan secara hidrologi masih relatif stabil. Penggunaan lahan yang didominasi hutan sekunder menyebabkan wilayah hulu sebagai kawasan penyangga masih berfungsi baik, sehingga laju penurunan debit relatif kecil yang ditandai dengan kecilnya nilai konstanta resesi. Wilayah DAS yang berbatasan langsung dengan Danau Singkarak, menyebabkan cadangan air bawah permukaan dan cadangan air bawah tanah besar karena pengaruh interaksi antara danau dengan daratan (Cochonneau. et al, 27). Hasil analisis potensi produksi air pada beberapa skenario menunjukkan bahwa pengurangan hutan sekunder akan mengakibatkan peningkatan produksi air di musim hujan dan akan menurunkan produksi air di musim kemarau. Pada kejadian hujan puncak sebesar 97.6 mm menghasilkan debit berturut-turut adalah 3.9 m 3 /detik, m 3 /detik, m 3 /detik dan m 3 /detik. Perubahan penggunaan lahan dengan meluasnya daerah irigasi dan pemukiman pada skenario 2 akan meningkatkan rasio debit maksimum dan minimum hingga melewati batas

10 53 yang dapat ditolerir (kurang dari 3, Prastowo, 23). Wilayah pemukiman akan meningkatkan wilayah kedap air sehingga curah hujan yang terjadi akan segera terkonversi menjadi aliran permukaan, sementara itu lahan pertanian seperti sawah dan tegalan yang meluas menyebabkan ketebalan solum menipis akibat pengaruh pengolahan tanah dan erosi. Selanjutnya kondisi ini akan menurunkan kapasitas tanah menyimpan air sehingga curah hujan yang turun memiliki potensi besar menjadi aliran permukaan. Hasil pemantauan sejak tahun terhadap karakteristik debit DAS Lembang (152.5 km 2 ) dan DAS Sumani (537.5 km 2 ) yang juga terletak di wilayah Danau Singkarak, menunjukkan bahwa di DAS Lembang terjadi perubahan karakteristik yang sangat mencolok, dimana rasio Qmaks/Qmin mengalami peningkatan dari 6.6 hingga mencapai (Tabel 1). Kondisi ini kemungkinan disebabkan dibukanya kawasan hulu DAS dari hutan menjadi kawasan hutan non perkebunan, sehingga akan mengurangi fungsi penyangga hutan. Sementara itu di DAS Sumani yang langsung berbatasan dengan Danau Singkarak dan merupakan hilir dari DAS Lembang memiliki rasio Qmaks/Qmin lebih kecil dibandingkan dengan DAS Lembang. Sudah adanya pengaturan air untuk keperluan domestik merupakan penyebab yang paling mungkin terjadi mengingat Sungai Sumani mengalir di tengah Kota Solok. Berdasarkan hasil pengamatan kualitas air secara fisik diketahui bahwa aliran Sungai Sumani terlihat keruh di musim hujan, ini menunjukkan telah terjadinya erosi yang cukup tinggi di DAS Lembang-Sumani.

11 54 Tabel 1. Debit Sungai Bt. Lembang dan Sumani Tahun Debit (m 3 /dtk) Bulan S. Bt. Lembang S. Bt. Sumani Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Qtotal Qrata Qmaks Qmin Qmaks/Qmin Untuk mengetahui pengaruh pengelolaan lahan terhadap karakteristik debit dilakukan pengamatan terhadap debit sesaat pada saat pengolahan tanah, fase vegetatif, saat panen dan bera. Pengamatan yang dilakukan meliputi volume debit dan aliran permukaan. Hasil analisis debit sesaat pada beberapa fase tanam menunjukkan bahwa pada saat tanam dan fase vegetatif, air lebih banyak tertahan di lahan, kondisi ini ditandai dengan kecilnya volume aliran permukaan pada saat hujan. Kebutuhan irigasi di lahan sawah lebih besar dibandingkan dengan tegalan. Irigasi di lahan sawah selain dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air padi, air digunakan untuk pengolahan tanah dan penggenangan. Padi membutuhkan air lebih banyak dibandingkan tanaman hortikultura semusim yang ditanam di tegalan. Secara keseluruhan kebutuhan irigasi dominan di DAS Paninggahan terdapat pada lahan sawah. Berikut disajikan pola hujan-debit sesaat pada beberapa kondisi pengelolaan lahan Gambar 23, hasil analisis debit disajikan pada Tabel 11.

12 55 debit (m 3 /detik) Tinggi Hujan Debit Total Interflow Baseflow waktu pengamatan curah hujan (mm) Periode pengolahan tanah (24 Mei 26 jam. 24 Mei 26 jam 19.24) 1 8 Tinggi hujan Debit Total Interflow 5 debit (m 3 /detik) 6 4 Baseflow curah hujan (mm) waktu pengamatan Periode fase vegetatif (18 Juni 26 jam Juni 26 jam 1.4) 3 Gambar 23. Karakteristik Hujan-Debit Sesaat pada Berbagai Fase Tanam

13 56 debit (m 3 /detik) Tinggi Hujan Debit Total Interflow Baseflow curah hujan (mm) waktu pengamatan Periode fase generatif (9 Juli 26 jam Juli 26 jam 18.48) 3 7 debit (m 3 /detik) Tinggi Hujan Debit Total Interflow Baseflow curah hujan (mm) waktu pengamatan 3 Periode bera (2 April 27 jam April 27 jam 2.24) Gambar 23. (lanjutan)

14 Tabel 11. Hasil Analisis Debit pada Berbagai Fase Tanam Fase Curah DRO Interflow Baseflow Tc Kr hujan (mm) (mm) (mm) (mm) (menit) Pengolahan tanah Vegetatif Generatif Bera Keterangan : DRO : Direct Runoff (aliran permukaan langsung) Kr : Koefisien aliran permukaan Tc : Time concentration (waktu konsentrasi) 57 Aliran permukaan atau direct runoff (DRO) adalah aliran yang mengalir di atas permukaan tanah atau bumi. Bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi. Aliran permukaan terjadi ketika tanah sudah jenuh yaitu pada saat kapasitas infiltrasi maksimum terlewati. Pada periode pengolahan tanah, air lebih banyak tertahan di lahan untuk mengisi cadangan air tanah, setelah lahan dikeringkan. Kebutuhan air untuk pengolahan tanah juga besar karena tanah yang sawah yang tadinya kering akan sulit diolah apabila tidak cukup air. Inilah faktor yang menyebabkan aliran permukaan pada periode ini sangat kecil dibandingkan dengan periode lainnya. Pada fase vegetatif air dibutuhkan untuk penggenangan sawah, sementara pada fase generatif sampai panen, genangan dikurangi dan akhirnya dikeringkan, sehingga pada periode ini aliran permukaan yang terjadi tidak banyak dimanfaatkan dan pada akhirnya ketika terjadi hujan aliran permukaan yang terjadi pada masa ini akan lebih besar dibandingkan dengan periode lainnya. Aliran air bawah permukaan (interflow) adalah aliran air yang masuk ke dalam tanah tetapi tidak masuk cukup dalam disebabkan adanya lapisan kedap air. Air ini mengalir di bawah permukaan tanah pada kedalaman 3 4 cm, kemudian keluar ke permukaan tanah di bagian bawah lereng atau masuk ke sungai Aliran air bawah tanah (Baseflow) adalah aliran air yang masuk dan terperkolasi jauh ke dalam tanah menjadi air bawah tanah (ground water). Air bawah tanah mengalir di dalam tanah dengan lambat masuk ke dalam sungai dan danau. Air bawah tanah tidak mengandung bahan tersuspensi atau kapur sehingga kelihatan jernih. Air bawah tanah merupakan sumber air bagi sungai, danau atau

15 waduk atau reservoir pada musim kemarau Aliran sungai adalah air yang mengalir di dalam saluran-saluran yang jelas, seperti sungai. Aliran sungai dapat tetap atau tersendat (intermittent). Air sungai dapat berwarna jernih atau pekat berwarna coklat mengandung sedimen tergantung dari sumber airnya. Sungai yang bersumber dari aliran bawah permukaan dan aliran bawah tanah akan jernih sedangkan yang bersumber utama dari aliran permukaan akan keruh oleh sedimen yang dikandungnya. Berdasarkan bentuk hidrograf diketahui bahwa DAS Paninggahan merupakan DAS berbentuk kipas dengan kondisi topografi yang curam, sehingga waktu respon DAS (Tc) relatif singkat. Kondisi DAS tersebut sangat rentan terhadap masalah erosi, karena topografi yang curam berpotensi menghasilkan aliran air dengan kecepatan yang tinggi sehingga akan menggerus permukaan tanah-tanah terbuka. Berdasarkan hasil analisis hidrograf diketahui bahwa jumlah air yang paling banyak tertahan di lahan terjadi pada fase pengolahan tanah sebanyak 54.2 mm, berikutnya berturut-turut fase vegetatif (25.98 mm), fase generatif (2.28 mm) dan fase bera (1.28 mm). Kebutuhan Irigasi di DAS Paninggahan pada Berbagai Skenario Penggunaan Lahan 58 Di DAS Paninggahan terdapat tiga daerah irigasi (DI) yaitu Bandar Bunian ( Ha), Bandar Pauh X Koto (164 Ha) dan Bandar Piaman (325 Ha). Pasokan irigasi untuk Bandar Bunian dan Bandar Pauh X Koto didapatkan dari saluran irigasi yang sudah dibuat oleh Dinas PU Pengairan. Pola tanam di kedua DI ini adalah tanam padi 3 kali setahun. Untuk Bandar Piaman karena posisinya terletak di tepi Danau Singkarak, menyebabkan wilayah yang terletak sekitar 1 m dari tepi danau akan tenggelam di musim hujan (Januari Juni) dan kering pada musim kemarau (Juli Nopember) ketika ketinggian muka air danau kurang dari 362 m. Fluktuasi tinggi muka air danau disajikan pada Gambar 24. Analisis ketersediaan dan kebutuhan irigasi dilakukan untuk wilayah yang tidak terpengaruh elevasi pasang surut air danau yaitu Bandar Bunian dan Bandar Pauh.

16 tinggi muka air danau (m) Curah Hujan (mm) Dec-98 Apr-99 Aug-99 Dec-99 Apr- Aug- Dec- Apr-1 Aug-1 Dec-1 Apr-2 Aug-2 Dec-2 Apr-3 Aug-3 waktu pengamatan curah hujan tinggi muka air danau Dec-3 Apr-4 Aug-4 Dec-4 Apr-5 Aug-5 Dec-5 Apr-6 Aug-6 Dec-6 Apr-7 Aug-7 Dec-7 Apr-8 Aug-8 Dec-8 Gambar 24. Fluktuasi Tinggi Muka Air Danau Singkarak dan Curah Hujan Kebutuhan irigasi tanaman semusim dihitung untuk dua jenis penggunaan lahan yaitu sawah dan tegalan. Pola tanam di lahan sawah adalah padi padi padi dengan awal tanam di bulan September yang merupakan awal musim hujan. Tanaman padi yang digunakan adalah varietas lokal yaitu Anak Daro dan Cisokan dengan umur tanaman sekitar 11 hari. Untuk tegalan, pola tanam eksisting di lokasi penelitian adalah cabe bawang - jagung. Kebutuhan irigasi padi sawah, hasil perhitungan neraca air perlu ditambah dengan kebutuhan air untuk pengolahan tanah dan penggenangan tanah. Kebutuhan irigasi bulanan lahan sawah dan tegalan disajikan pada Gambar 25. Hasil analisis neraca air tanaman perkomoditas disajikan pada Lampiran

17 6 kebutuhan air (mm) saw ah tegalan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des bulan Gambar 25. Kebutuhan Irigasi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Gambar 25, diketahui bahwa untuk lahan sawah, kebutuhan air terbesar terjadi pada awal tanam yaitu pada Bulan September, Januari dan Mei. Irigasi dibutuhkan untuk keperluan pengolahan tanah, pembibitan dan penggenangan awal. Sementara itu untuk lahan tegalan, kebutuhan air sebagian besar sudah tercukupi dari curah hujan di lokasi penelitian. Bahkan di Bulan Nopember dan Desember tidak diperlukan irigasi suplementer. Hasil simulasi neraca air menawarkan beberapa skenario pilihan pemberian irigasi dengan resiko penurunan hasil yang akan diperoleh. Pilihan yang ditawarkan adalah pemberian irigasi 1% kebutuhan air tanaman sampai dengan % (tanpa irigasi). Dengan diketahuinya volume irigasi suplementer yang ditawarkan dan potensi hasil yang diperoleh, maka pengguna dapat memilih volume irigasi yang diberikan untuk tanaman setiap fase fenologi tanaman. Pada umumnya tanaman akan sangat rentan terhadap resiko kekeringan pada awal pertumbuhannya dan pada saat memasuki masa pembungaan, sehingga kekurangan air pada fase ini akan menyebabkan resiko penurunan hasil yang besar. Ini artinya prioritas irigasi lebih diutamakan untuk kedua fase ini bila kondisi sumberdaya air terbatas. Analisis ketersediaan irigasi di daerah irigasi (DI) Bunian dan Pauh X Koto Singkarak menunjukan hasil bahwa kedua DI tersebut masih dalam kondisi baik dimana pengairan yang diberikan masih mencukupi kebutuhan irigasi dengan

18 61 pola tanam padi - padi padi sepanjang tahun (Tabel 12). Tabel 12. Potensi Pasokan dan Kebutuhan Irigasi di DAS Paninggahan Bulan Kebutuhan irigasi (mm) Kebutuhan irigasi (l/dtk/ha) Kebutuhan Irigasi (l/dtk) Bunian (117 Ha) Pauh (164 Ha) Ketersediaan Irigasi (l/dtk) Bunian (117 Ha) Pauh (164 Ha) Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Pada kenyataannya debit yang tersedia di saluran irigasi tidak hanya digunakan untuk pengairan di sawah. Irigasi untuk tegalan juga memanfaatkan sumber air tersebut. Karena kenyataan tersebut maka dilakukan analisis ketersediaan dengan menggabungkan antara kebutuhan irigasi sawah dan tegalan dan antara luas sawah dan tegalan. Ketersediaan irigasi dari kedua saluran irigasi digabung dan dianggap bahwa volume tersebut tetap, mengingat hasil analisis potensi produksi air yang dilakukan pada beberapa skenario tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil analisis ketersediaan dan kebutuhan irigasi disajikan pada Tabel 13. Hasil analisis potensi ketersediaan dan kebutuhan irigasi pada tahun 27, skenario 1 dan 3 menunjukan bahwa terjadi defisit air pada awal tanam padi yaitu di Bulan Mei dan September. Sementara itu berdasarkan skenario 2 dengan mempertahankan luas hutan 3% serta meningkatnya luas pemukiman, sawah dan tegalan 1%, akan menyebabkan peningkatan kebutuhan air irigasi yang besar sehingga mengakibatkan defisit di awal masa tanam, fase generatif di MK II dan vegetatif di MH. Defisit tersebut terjadi karena pada awal tanam padi, kebutuhan air untuk pengolahan tanah, pembibitan dan penggenangan relatif besar. Status

19 62 ketersediaan irigasi dinyatakan defisit apabila rasio antara kebutuhan dan ketersediaan irigasi kurang dari 75%. Potensi pasokan dan kebutuhan irigasi pada beberapa skenario dsajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Potensi Pasokan dan Kebutuhan Irigasi pada Beberapa Skenario Bulan Kebutuhan irigasi (mm) Kebutuhan irigasi (l/dtk/ha) thn 27 Kebutuhan irigasi (l/dtk) skenario 1 skenario 2 skenario 3 Ketersediaan Irigasi (l/dtk) Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember = Pemenuhan irigasi < 75% Salah satu cara untuk mengatasi masalah defisit ketersediaan air pada penelitian ini adalah dengan melakukan pengaturan waktu tanam dengan selang waktu sebulan. Daerah irigasi yang diairi dibagi menjadi 2, sebagai contoh pada bulan September penanaman dilakukan pada 5% dari total luasan sawah dan tegalan dan sisa lahan berikutnya ditanami pada Bulan Oktober, demikian seterusnya. Potensi pasokan dan kebutuhan irigasi dengan pengaturan waktu tanam disajikan pada Tabel 14.

20 Tabel 14. Potensi Pasokan dan Kebutuhan Irigasi pada Beberapa Skenario dengan Pengaturan Selang Waktu Tanam Satu Bulan 63 Bulan Kebutuhan irigasi (mm) Kebutuhan irigasi (l/dtk/ha) thn 27 Kebutuhan irigasi (l/dtk) skenario 1 skenario 2 skenario 3 Ketersediaan Irigasi (l/dtk) Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember = Pemenuhan irigasi < 75% Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa dengan pengaturan waktu tanam potensi ketersediaan irigasi yang ada masih mencukupi kebutuhan irigasi untuk tahun 27, skenario 1 dan 3. Pada skenario 3 dimana terjadi peningkatan luas daerah irigasi 1%, maka tidak hanya waktu tanam saja yang harus diubah, melainkan sistem pertanaman padi dari padi sawah ke padi ladang. Dasar rekomendasi tersebut adalah 1) Kebutuhan air padi ladang lebih sedikit dibandingkan dengan padi sawah,.2) Wilayah pengembangan lahan sawah selanjutnya akan menyebar dibagian tengah DAS yang lokasinya berlereng dan memiliki curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah hilirnya. Selanjutnya mengingat perkembangan penggunaan lahan dan kebutuhan air semakin meningkat, sementara di kawasan Danau Singkarak secara keseluruhan masih terjadi konflik antara pemanfaatan air danau untuk pembangkit listrik dan irigasi. Maka masalah keterbatasan sumberdaya air akan semakin serius. Penanganan yang tepat dalam konsep proportional water sharing merupakan salah satu solusi. Dalam konsep tersebut akan diatur bagaimana mekanisme pembagian air baik itu dalam bentuk fisik maupun kompensasi atas jasa lingkungan tempat air diproduksi (DAS).

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

Analisis Potensi Produksi Air pada Beberapa Skenario Penggunaan Lahan di Daerah Aliran Sungai Paninggahan-Singkarak

Analisis Potensi Produksi Air pada Beberapa Skenario Penggunaan Lahan di Daerah Aliran Sungai Paninggahan-Singkarak Analisis Potensi Produksi Air pada Beberapa Skenario Penggunaan Lahan di Daerah Aliran Sungai Paninggahan-Singkarak Analysis of Water Production Potencial under Various Scenario in Paninggahan-Singkarak

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan LAMPIRAN 167 Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 55 V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 5.1 Pendahuluan Di beberapa negara, penelitian tentang proses limpasan dalam suatu daerah tangkapan atau DAS berdasarkan

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim

Lebih terperinci

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003 LAMPIRAN 34 Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003 Bulan Cikapundung Citarik Cirasea Cisangkuy Ciwidey mm Januari 62,9 311 177 188,5 223,6 Februari 242,1 442 149 234 264 Maret 139,3 247 190

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1) A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Cisangkuy merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten Bandung, Sub DAS ini

Lebih terperinci

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI. ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI Happy Mulya Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990 LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990 50 Lampiran 2. Peta Penutupan Lahan tahun 2001 51 Lampiran 3. Peta Penggunaan Lahan tahun 2010 52 53 Lampiran 4. Penampakan citra landsat untuk masing-masing

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF DI DAS KEMONING KABUPATEN SAMPANG Agus Eko Kurniawan (1), Suripin (2), Hartuti Purnaweni (3) (1) Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan, UNDIP,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

Tahun Penelitian 2005

Tahun Penelitian 2005 Sabtu, 1 Februari 27 :55 - Terakhir Diupdate Senin, 1 Oktober 214 11:41 Tahun Penelitian 25 Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan akan berpengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) 7608201,7608342, 7608621, 7608408 S E M A R A N G 5 0 1 4 4 Website : www.psda.jatengprov..gp.id Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penutupan/penggunaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan Skripsi... ii Halaman Pernyataan... iii Halaman Persembahan... iv Kata Pengantar... vi Daftar Isi... vii Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... x Daftar

Lebih terperinci

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI Metode Mann-Kendall merupakan salah satu model statistik yang banyak digunakan dalam analisis perhitungan pola kecenderungan (trend) dari parameter alam

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 23 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini memanfaatkan data sekunder yang tersedia pada Perum Jasa Tirta II Jatiluhur dan BPDAS Citarum-Ciliwung untuk data seri dari tahun 2002 s/d

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI BIOFISIK DAS LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI SUNGAI Air yang mengalir di sungai berasal dari : ALIRAN PERMUKAAN ( (surface runoff) ) ALIRAN BAWAH PERMUKAAN ( (interflow = subsurface flow) ALIRAN AIR TANAH

Lebih terperinci

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR 5.1. Simulasi di Sub DAS Cisadane Hulu Validasi model dilakukan dengan menggunakan data debit sungai harian tahun 2008 2010. Selanjutnya disusun 10 alternatif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU. Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra

NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU. Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Kehutanan BPTKPDAS 212 Solo, 5 September 212 Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI Bab II Kondisi Wilayah Studi 5 BAB II KONDISI WILAYAH STUDI 2.. Tinjauan Umum DAS Bendung Boro sebagian besar berada di kawasan kabupaten Purworejo, untuk data data yang diperlukan Peta Topografi, Survey

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Solehudin, 2015 Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Solehudin, 2015 Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jumlah manusia yang menghuni permukaan bumi kian hari kian meningkat, tetapi kondisi tersebut berlaku sebaliknya dengan habitat hidup manusia, yaitu lahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Biru terletak di Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Lokasinya terletak di bagian lereng

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional dipusatkan dibidang pertanian. Salah satu sasaran pembangunan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Deskripsi Wilayah Studi 1. Letak dan Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Jepara dan Daerah Tangkapan Hujan Waduk Way Jepara secara geografis terletak pada 105 o 35 50 BT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

NERACA AIR DAN PENGGUNAAN LAHAN SWP DAS ARAU

NERACA AIR DAN PENGGUNAAN LAHAN SWP DAS ARAU 83 NERACA AIR DAN PENGGUNAAN LAHAN SWP DAS ARAU Neraca Air SWP DAS Arau Ketersediaan Air pada SWP DAS Arau Analisis Data Hujan. Curah hujan merupakan masukan utama dalam suatu DAS untuk berlangsungnya

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA Salmani (1), Fakhrurrazi (1), dan M. Wahyudi (2) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-30 Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier Ahmad Wahyudi, Nadjadji Anwar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan berpengaruh pada pemanfaatan sumberdaya lahan dalam jumlah besar untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA Hendra Kurniawan 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS MONEV TATA AIR DAS ESTIMASI KOEFISIEN ALIRAN Oleh: Agung B. Supangat Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Jl. A.Yani-Pabelan PO Box 295 Surakarta Telp./fax. (0271)716709, email: maz_goenk@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

L A M P I R A N D A T A H A S I L A N A L I S I S

L A M P I R A N D A T A H A S I L A N A L I S I S L A M P I R A N D A T A H A S I L A N A L I S I S Lampiran 1. Data Curah Hujan Rata-rata Bulanan Stasiun BMG Karang Panjang, Ambon Tahun 1997-2006 Curah hujan (mm) bulan Total Rataan Tahun Jan Peb Mar

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH Oleh : Sri Harjanti W, 0606071834 PENDAHULUAN Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daur hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut, air tersebut akan tertahan (sementara)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan lahan berkelanjutan (sustainable land management) adalah pengelolaan lahan secara terpadu berbasis ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan serat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Nganjuk yang terletak pada propinsi Jawa Timur merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Nganjuk yang terletak pada propinsi Jawa Timur merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Nganjuk yang terletak pada propinsi Jawa Timur merupakan kota kecil yang sebagian besar penduduknya bercocok tanam. Luas Kabupaten Nganjuk adalah ± 122.433

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air adalah salah satu sumber daya alam yang tersedia di bumi. Air memiliki banyak fungsi dalam kelangsungan makhluk hidup yang harus dijaga kelestariannya dan

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) No. 45/07/35/Th XII,1 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

3.4.1 Analisis Data Debit Aliran Analisis Lengkung Aliran Analisis Hidrograf Aliran Analisis Aliran Langsung

3.4.1 Analisis Data Debit Aliran Analisis Lengkung Aliran Analisis Hidrograf Aliran Analisis Aliran Langsung DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI...v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii INTISARI...x ABSTRACT... xi BAB I PENDAHULUAN...1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

Pentingnya Monitoring Parameter Parameter Hidrograf

Pentingnya Monitoring Parameter Parameter Hidrograf Pentingnya Monitoring Parameter Parameter Hidrograf DalamPengelolaanAirtanahdi DaerahKarst TJAHYO NUGROHO ADJI & AHMAD CAHYADI Kelompok Studi Karst Kelompok Studi Karst Fak. Geografi UGM LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah dengan bentangan Utara ke Selatan 34,375 Km dan Timur ke Barat 43,437 Km. kabupaten Temanggung secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Analisis Debit Banjir Di Sungai Tondano Berdasarkan Simulasi Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Email:tommy11091992@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Sektor pertanian memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi daerah, walaupun saat ini kontribusinya terus menurun dalam pembentukan Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

PENGURANGAN RESIKO BANJIR IBUKOTA DENGAN PENGEMBANGAN DAM PARIT DI DAS CILIWUNG HULU

PENGURANGAN RESIKO BANJIR IBUKOTA DENGAN PENGEMBANGAN DAM PARIT DI DAS CILIWUNG HULU ISSN 197-877 Terbit sekali 2 bulan Volume Nomor. Juni 29 PENGURANGAN RESIKO BANJIR IBUKOTA DENGAN PENGEMBANGAN DAM PARIT DI DAS CILIWUNG HULU Curah hujan tinggi yang terjadi dalam waktu singkat menyebabkan

Lebih terperinci

Irigasi Dan Bangunan Air. By: Cut Suciatina Silvia

Irigasi Dan Bangunan Air. By: Cut Suciatina Silvia Irigasi Dan Bangunan Air By: Cut Suciatina Silvia DEBIT INTAKE UNTUK PADI Debit intake untuk padi adalah debit yang disadap dan kemudian dialirkan ke dalam saluran irigasi untuk memenuhi kebutuhan air

Lebih terperinci

PROYEK AKHIR PERENCANAAN TEKNIK EMBUNG DAWUNG KABUPATEN NGAWI

PROYEK AKHIR PERENCANAAN TEKNIK EMBUNG DAWUNG KABUPATEN NGAWI PROYEK AKHIR PERENCANAAN TEKNIK EMBUNG DAWUNG KABUPATEN NGAWI Disusun Oleh : PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2009

Lebih terperinci

HIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA TERHADAP BANJIR JAKARTA 1

HIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA TERHADAP BANJIR JAKARTA 1 HIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA TERHADAP BANJIR JAKARTA 1 Hidayat Pawitan Laboratorium Hidrometeorologi Geomet IPB Jl. Raya Pajajaran, Bogor 16144 hpawitan@indo.net.id Abstrak Hidrologi DAS Ciliwung

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data 5.1.1 Analisis Curah Hujan Hasil pengolahan data curah hujan di lokasi penelitian Sub-DAS Cibengang sangat berfluktuasi dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember

Lebih terperinci