OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK"

Transkripsi

1 OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA Hendra Kurniawan 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta ABSTRAK Sesuai dengan amanat UU. No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, bahwa perwujudan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat, dalam hal ini pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan, naik dalam jumlah dan mutunya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Berdasarkan hasil pemantauan kegiatan pengelolaan Sistim Jaringan Irigasi Rentang di Kabupaten Majalengka, dapat digambarkan betapa kompleksnya permasalahan yang muncul dalam pengelolaan Jaringan Irigasi. Daerah Irigasi (DI) Rentang merupakan sentra produksi beras di Jawa Barat dengan luas areal Irigasi mencapai Ha yang mengairi 37 kecamatan dari 3 Kabupaten. dengan terjadinya fluktuasi debit di musim hujan dan musim kemarau telah menyebabkan pada tanaman pertanian mengalami kekurangan air. Untuk mengatasi kondisi tersebut, penggunaan air irigasi yang optimal diperlukan agar hasil usaha tani tetap memperoleh keuntungan yang dikehendaki. Optimalisasi penggunaan air irigasi memerlukan pengelolaan yang terarah dan terencana. Parameter optimalisasi direncanakan berdasarkan sistem pembuatan keputusan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang didasarkan pada tiga kriteria yaitu Teknis, Ekonomi dan Lingkungan. Batasan optimalisasi dibuat 4 (empat) alternatif yaitu perubahan jadwal tanam, perubahan pola tanam, indeks pertanaman, dan luasan golongan. Untuk mengatasi krisis air di DI Rentang, Pemerintah Pusat saat ini sudah memulai membangun Waduk Jatigede yang terletak di Kabupaten Sumedang. Berdasarkan Optimalisasi dari besarnya debit yang di alirkan oleh Waduk Jatigede ke bendung Rentang adalah 2 alternatif yaitu 73 m 3 /dt atau 56 m 3 /dt. Debit ini termasuk untuk air baku ke Kabupaten Cirebon 1 m 3 /dt dan Kabupaten Indramayu 2.5 m 3 /dt. Dengan hasil analisa sebagai berikut : a. Bila debit yang di pakai 73 m 3 /dt maka sistem yang di pakai 3 (tiga) golongan dengan Luas Area yang terairi sebesar Ha > Ha b. Bila debit yang di pakai 56 m 3 /dt maka sistem yang di pakai 4 (empat) golongan dengan Luas Area yang terairi sebesar Ha < Ha Kata kunci : ptimalisasi, irigasi, Rentang, Pola tanam. I. PENDAHULUAN Daerah Irigasi (DI) Rentang merupakan sentra produksi beras di Jawa Barat, Kegiatan pembangunan yang sangat pesat mengakibatkan penggunaan lahan sawah cenderung terus mengalami alih fungsi dan tidak terkendali. Jaringan irigasi yang bekerja kurang optimal menyebabkan kurangnya pasokan air pada lahan sawah sehingga menyebabkan lahan menjadi kurang produktif dan petani mulai meninggalkan sawahnya untuk bekerja pada sektor lain. Daerah Irigasi Rentang sudah mulai dibangun dan dikembangkan sejak jaman Belanda. Bendung Rentang lama dibangun pada tahu 1911 dan merupakan bendung gerak yang terdiri dari balok-balok kayu, dan beroperasi sejak tahun pengoperasian bendung dilakukan secara manual, yaitu dengan mengangkat balok-balok kayu tersebut ketika banjir, dan memasangnya kembali untuk mendapatkan elevasi muka air yang dibutuhkan, sesuai dengan besarnya debit air yang tersedia di sungai. Bendung Rentang merupakan bendung gerak, Pemilihan tipe bendung gerak ini terkait dengan kondisi topografi daerah dimana bendung ini berada pada daerah yang relatif datar, dengan tujuan agar pada musim penghujan debit banjir dapat melewati bendung dengan mudah, sedangkan pada musim kemarau dapat dilakukan pembendungan maksimal untuk mendapatkan elevasi air yang dibutuhkan, Bendung ini dibangun pada tahun dengan teknologi baru, dan mulai dioperasikan pada tahun Pintu-pintu radial yang berfungsi untuk mengendalikan tinggi muka air di bendung dikendalikan secara mekanis. KoNTekS 6 K-35

2 Pengendalian muka air dilakukan secara otomatis dengan memperhatikan tinggi muka air di sebelah hulu, berdasarkan informasi tinggi muka air sungai yang terletak pada jarak kurang lebih 10 km di sebelah hulu, yang disebut sebagai AWLR Monjot. Informasi mengenai tinggi muka air di Monjot diterima dan diolah sehingga dapat diperkirakan besarnya debit banjir dan saat datangnya banjir pada bendung tersebut. Hal ini ditindak lanjuti dengan pembukaan pintu sesuai dengan kebutuhan untuk melewati debit banjir tersebut, sambil tetap menjaga elevasi muka air di sebelah hulu bendung agar dapat dilakukan pengambilan air ke daerah irigasi. Pada awal pengoperasiannya bendung ini mampu mengairi sawah seluas 91,302 Ha yang meliputi 3 Kabupaten yaitu Kabupaten Majalengka, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu. Daerah Irigasi (DI) Rentang memiliki dua saluran yaitu bagian kanan yang disebut sebagai Saluran Induk Sindopraja dan bagian kiri disebut Saluran Induk Cipelang.. Menurut data dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung tahun 2010 luas layanan bendung Rentang menjadi seluas Ha dengan 30% bangunan pada jaringan irigasi mengalami kerusakan. Jika kondisi ini dibiarkan terus berlarut-larut tentunya akan mempengaruhi produksi padi dan pada akhirnya dapat mengancam ketahanan pangan. II. MAKSUD DAN TUJUAN 2.1 MAKSUD Melakukan kajian teknis terhadap bangunan dan saluran irigasi berdasarkan evaluasi data yang akurat dan kondisi lapangan yang ada dan mengkaji masalah ketersediaan dan kebutuhan air irigasi untuk jika Waduk Jatigede telah beroprasi. Sehingga akan diperoleh suatu rekomendasi untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya air dari sungai Cimanuk untuk memenuhi kebutuhan air di hilir. 2.2 TUJUAN Tujuan dari studi ini adalah untuk mengembalikan/ meningkatkan kondisi dan fungsi sistem jaringan irigasi dimana yang ingin dicapai dari penulisan kajian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi kondisi existing jaringan irigasi yang sudah ada serta pemanfaatannya. 2) Membuat rencana teknis saluran irigasi 3) Menganalisis pola tanam pada Daerah Irigasi Rentang bila Waduk Jatigede telah beroprasi III. GAMBARAN UMUM DAN PERMASALAHAN 3.1 GAMBARAN UMUM Sesuai dengan Undang-Undang Sumber Daya Air No. 7 Tahun 2004 mulai tahun anggaran 2007 dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung namun untuk sumber daya manusianya masih memanfaatkan dari dinas terkait yang ada pada wilayah kerja masing masing. DI Rentang yang melayani areal sawah seluas ha, tersebar di Kabupaten Majalengka (571 ha), Cirebon ( ha) dan Indramayu ( ha) Posisi geografis Daerah Irigasi Rentang berada pada 108º º 50 BT dan 6º 30-7º 00 LS dengan luas daerah administrasi 390,48 Km 2 daratannya memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Ketinggiannya bervariasi antara 0 25 m diatas permukaan laut. Dataran rendah umumnya terletak di sepanjang Pantai Utara Jawa, dan sebagian lagi merupakan daerah dataran tinggi di wilayah bagian selatan kabupaten Majalengka. Sumber air berupa air permukaan di DI Rentang meliputi air sungai lebih banyak dimanfaatkan untuk keperluan irigasi. Banyak aliran sungai yang melintas di Daerah Irigasi Rentang diantaranya yang besar adalah Sungai Cimanuk, Jamblang, Ciwaringin, Winong, Sigranala, Kumpulkuwista dan banyak lagi sungai-sungai kecil lainnya. Curah hujan di daerah lokasi studi beriklim tropis dengan temperatur rata-rata harian berkisar 25º - 32º C (siang hari) dan 20º - 25º C (malam hari). Kelembaban udara rata-rata harian 60% -70% (musim kering) dan 70% - 80% (musim penghujan). Kecepatan angin rata-rata harian 5-10 knot maksimumnya mencapai 20 knot. Curah hujan tiap tahun bervariasi antara mm/tahun. Curah hujan tinggi biasanya pada bulan Oktober - Mei, dan relatif kecil pada bulan Juni September. K-36 KoNTekS 6

3 Gambar 1 Bendung Rentang Gambar 2 Peta Daerah Irigasi Rentang (Sumber : BBWS Cimanuk Cisanggarung) Data Teknis Daerah Irigasi Rentang adalah sebagai berikut : No. Uraian Jumlah 1 Luas Areal Sawah Ha 2 Bendung 1 buah 3 Bangunan Air 628 buah 4 Saluran Induk Sindopraja ( ha) m 5 Saluran Induk Cipelang ( ha) m 6 Saluran Sekunder m Sumber : BBWS Cimanuk Cisanggarung KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012 K-37

4 Gambar 3 Skema daerah irigasi Rentang. 3.2 PERMASALAHAN Bendung Rentang memiliki dua pintu intake, yaitu intake kiri yang mengairi daerah irigasi di sisi kiri Sungai Cimanuk melalui Saluran Induk Cipelang, Saluran Induk Utara dan Saluran Induk Barat. Sedangkan intake kanan mengairi daerah irigasi di sisi kanan Sungai Cimanuk melalui Saluran Induk Sindopraja dan Saluran Induk Gegesik. Dari total ,83 m panjang saluran dari jaringan intake kiri, 57,43 % diantaranya mengalami kerusakan. Sedangkan dari ,35 m panjang saluran dari intake kanan, 57,89 % diantaranya mengalami kerusakan baik itu kerusakan ringan ataupun berat. Jaringan Irigasi Rentang memiliki 202 buah bangunan di jaringan intake kiri dan 377 buah di jaringan intake kanan. Dari 202 bangunan di jaringan intake kiri tersebut 34,65 % diantaranya mengalami kerusakan berat dan ringan sedangkan di jaringan intake kanan mengalami kerusakan sebanyak 38 %. Berdasarkan laporan kondisi Daerah Irigasi Rentang dari BBWS Cimanuk Cisanggarung tahun 2010, debit yang tersedia pada Saluran Induk Sindopraja hanya 4,275 m3/det (21 %) dari debit rencana 20 m3/det, dan pada Saluran Induk Cipelang hanya 2,584 m3/det (26 %) dari debit rencana 10 m3/det serta di hilir bendung rentang 1,361 m3/det jadi total 8,220 m3/det Hal ini disebabkan oleh : a) Ketersediaan air mengalami kecenderungan semakin kritis terutama pada saat musim kemarau, hal ini tergantung pada aliran alam sungai Cimanuk yang sangat dipengaruhi kondisi musim dan keadaan Hidrologi DAS Cimanuk. b) Terjadinya sedimentasi pada saluran induk, saluran sekunder sehingga kapasitas saluran berkurang. c) Kondisi bangunan yang sudah tua sehingga banyak yang rusak dan tidak berfungsi secara optimal. d) Terbatasnya dana yang tersedia untuk kegiatan operasi dan pemeliharaan K-38 KoNTekS 6

5 IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 NERACA AIR DAN POLA TANAM Untuk menanggulangi ketersediaan air yang semakin kritis, sistim pemberian air irigasi ke lahan sawah dilakukan dengan cara sistim gilir, tetapi hal ini tidak dapat dilakukan secara optimal disebabkan oleh kapasitas saluran berkurang sehingga debit air yang dialirkan ke lahan sawah tidak sesuai dengan kebutuhan yang mengakibatkan beberapa lahan sawah mengalami atau terancam kekeringan. Debit rata-rata di bendung rentang berfluktuasi setiap tahunnya, namun secara umum mengalami kecenderungan yang menurun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Gambar 4. Debit rata-rata tahunan (m 3 /dt) Gambar 4 Debit rata-rata tahunan Bendung Rentang Dari data debit andalan dan rencana pemenuhan kebutuhan di DI Rentang diatas dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini. Debit (m 3 /det) GRAFIK DEBIT ANDALAN DAN KEBUTUHAN AIR DI DAERAH IRIGASI RENTANG Debit Kebutuhan Debit Andalan I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP Gambar 5 Grafik debit andalan dan kebutuhan air DI Rentang Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa keseimbangan antara debit yang tersedia dengan debit yang dibutuhkan khususnya antara bulan Juni s.d. Oktober mengalami defisit, dimana pada bulan tersebut debit yang tersedia lebih kecil daripada debit yang dibutuhkan. Pada saat ini pola tanam yang berlaku di DI. Rentang adalah sistem pola tanam 3 (tiga) golongan, yaitu : KoNTekS 6 K-39 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012

6 - Golongan I, dengan musim tanam dimulai pada minggu ke-2 bulan Oktober - Golongan II, dengan musim tanam dimulai pada minggu ke-1 bulan November - Golongan III, dengan musim tanam dimulai pada minggu ke-2 bulan November Untuk golongan II dan III pengalokasian air harus di gilir karena tidak mencukupi. Hal ini telah di sepakati dengan SK kespakatan 3 Kepala Daerah (Majalengka, Indramayu, Kab. Cirebon) dan Gubernur Jawa Barat. Jadi untuk mengatasi permasalahan diatas perlu penanganan kerusakan fisik saluran dan bangunan maupun penanganan masalah sosial yang disesuaikan dengan sistim operasional dimana waduk Jatigede telah selesai dibangun dan telah dioperasikan. Selain itu berikut penanganan masalah yang perlu di tindak lanjuti : 1. Pemeliharaan jaringan irigasi secara keseluruhan harus bersifat kontinyu dan biaya yang memadai. 2. Bangunan-bangunan pengambilan liar harus ditertibkan karena mempengaruhi sistim pemberian air pada jaringan irigasi 3. Pemberian air harus dilakukan seadil-adilnya, walaupun terpaksa harus dengan bantuan pompa, kapasitas pompa harus disesuaikan dengan kebutuhan air 4. Sampah-sampah yang berada pada saluran dan bangunan harus dibersihkan secara berkala agar tidak menghalangi aliran air 5. Selain petugas pintu air yang menguasai cara operasional pintu, para petani harus disadarkan mengenai kebersamaan dan disiplin secara baik. 6. Para petani pemakai air harus diberikan penyuluhan secara intensif agar mempunyai rasa memiliki pada bagian jaringan irigasi yang menjamin air untuk ke sawahnya. Untuk kerusakan yang relative kecil, harus mau bergotong royong memperbaiki sendiri dan menjaga agar tidak ada yang mengganggu lagi. 7. Untuk memudahkan operasional pembagian air ke cabang saluran sekunder dan ke saluran tersier semua pintu ukur yang kerusakannya kecil diperbaiki dan kerusakannya berat diganti seluruhnya. 8. Rumah/bangunan yang berada di tepi saluran irigasi harus ditertibkan. 9. Permasalahan sosial perlu ditangani dengan penyuluhan dan pembinaan tehadap para petani yaitu dengan mengaktifkan kembali kelembagaan P3A. 4.2 POLA TANAM DENGAN BEROPRASINYA WADUK JATIGEDE Untuk mengatasi krisis air di DI Rentang, Pemerintah Pusat saat ini sudah memulai membangun Waduk Jatigede yang terletak di Kabupaten Sumedang. Selain untuk mengatasi krisis air di DI Rentang, Waduk Jatigede ini juga bertujuan untuk : 1. Menjamin ketersediaan air baku untuk wilayah Pantura Ciayu 2. Penanggulangan banjir 3. Pariwisata kawasan waduk 4. Tenaga listrik sebesar 2 x 55 MW = 110 MW 5. Budidaya ikan tangkapan Dengan melihat uraian diatas, dimana ketersediaan air untuk DI Rentang yang akan terjamin dengan dibangunnya Waduk Jatigede, sarana penunjang jaringan irigasi (saluran dan bangunannya) harus dalam keadaan baik dan sesuai dengan kapasitas yang sudah disesuaikan. Berdasarkan laporan dari BBWS Cimanuk-Cisanggarung bahwa bila Waduk Jatigede beroprasi besarnya debit yang bisa dialirkan ke bendung Rentang adalah 2 alternatif yaitu 73 m 3 /dt atau 56 m 3 /dt. Debit ini termasuk untuk air baku ke Kabupaten Cirebon 1 m 3 /dt dan Kabupaten Indramayu 2.5 m 3 /dt. Tabel 3. Alternatif ketersediaan air pada musim kering Alternatif Ketersediaan Air di Bendung Air baku (m3/dt) Q untuk irigasi (m3/dt) Cirebon Indramayu (m3/dt) Keterangan I II K-40 KoNTekS 6

7 4.2.1 ANALISA POLA TANAM BILA WADUK JATIGEDE MULAI BEROPERASI A. Dicoba Bila Debit DI. Rentang = m 3 /dt Dari tabel 3. diatas ketersediaan air pada musim kering untuk mengairi DI Rentang pada alternatif I sebesar m 3 /dt. Debit sebesar ini pada musim kemarau tidak akan bisa mengairi seluruh DI Rentang secara serempak. Disini sistim golongan tetap harus dipertahankan. 1. Dicoba dengan sistim pemberian air tanpa golongan Luas areal irigasi = ha (serempak) Dari hasil analisa untuk pemberian air secara serempak, pada musim kering, NFR (kebutuhan air untuk sawah) = l/dt/ha kebutuhan air di saluran Induk = 2,168 l/dt/ha (analisa hidrologi). Q rencana di saluran induk = 195,120 m 3 /dt. Luas areal terairi = / 2,168 = ha < ha Jadi sistim serempak tidak bisa dilakukan Luas areal irigasi = Ha (serempak) 2. Dicoba dengan sistem 2 (dua) golongan Per golongan = Ha / 2 = Ha Dari hasil analisa untuk sistem 2 golongan, NFR = 1,569 l/dt/ha kebutuhan air di saluran induk = 2,414 l/dt/ha (analisa hidrologi). Luas areal terairi = /2,414 = Ha < Ha Jadi sistem 2 (dua) golongan tidak bisa dilakukan 3. Dicoba dengan sistem 3 (tiga) golongan Per golongan = Ha / 3 = Ha Dari hasil analisa untuk sistem 3 golongan, NFR = 1,394 l/dt/ha kebutuhan air di saluran induk = 2,145 l/dt/ha (analisa hidrologi). Luas areal terairi = /2,145 = Ha > Ha Jadi sistem 3 (tiga) golongan bisa terjamin penuh B. Dicoba Bila Debit DI. Rentang = m 3 /dt Bila pemberian air ke Bendung Rentang sebesar m 3 /dt. Debit tersebut diperuntukan untuk air baku sebesar 3.50 m 3 /dt dan m 3 /dt untuk mengairi DI. Rentang. 1. Dicoba dengan sistem pemberian air tanpa golongan Luas areal irigasi = Ha (serempak) Dari hasil analisa untuk sistem tanpa golongan (serempak), NFR = 1,51 l/dt/ha kebutuhan air di saluran induk = 2,32 l/dt/ha (analisa hidrologi). Luas areal terairi = /2,32 = Ha < Ha Jadi sistem serempak tidak bisa dilakukan 2. Dicoba dengan sistem 2 (dua) golongan Per golongan = Ha / 2 = Ha Dari hasil analisa untuk sistem 2 golongan, NFR = 1,569 l/dt/ha kebutuhan air di saluran induk = 2,414 l/dt/ha (analisa hidrologi). Luas areal terairi = /2,414 = Ha < Ha Jadi sistem 2 (dua) golongan tidak bisa dilakukan 3. Dicoba dengan sistem 3 (tiga) golongan Per golongan = Ha / 3 = Ha Dari hasil analisa untuk sistem 3 golongan, NFR = 1,394 l/dt/ha kebutuhan air di saluran induk = 2,145 l/dt/ha (analisa hidrologi). Luas areal terairi = /2,415 = Ha < Ha Jadi sistem 3 (tiga) golongan tidak bisa dilakukan 4. Dicoba dengan sistem 4 (lima) golongan Per golongan = Ha / 4 = Ha Dari hasil analisa untuk sistem 4 golongan, NFR = 1,16 l/dt/ha kebutuhan air di saluran induk = 1,785 l/dt/ha (analisa hidrologi). Luas areal terairi = /1,785 = Ha > Ha OK Jadi sistem 4 (lima) golongan bisa terjamin penuh KoNTekS 6 K-41 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012

8 V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 KESIMPULAN 1. Pada awal pengoperasiannya bendung rentang ini mampu mengairi sawah seluas 91,302 Ha yang meliputi 3 Kabupaten yaitu Kabupaten Majalengka, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu. Namun pada tahun 2010 luas layanan bendung Rentang menjadi seluas Ha dengan 30% bangunan pada jaringan irigasi mengalami kerusakan 2. Beberapa masalah yang mempengaruhi ketahanan pangan pada daerah irigasi rentang adalah : a) Ketersediaan air mengalami kecenderungan semakin kritis terutama pada saat musim kemarau, hal ini tergantung pada aliran alam sungai Cimanuk yang sangat dipengaruhi kondisi musim dan keadaan Hidrologi DAS Cimanuk. b) Terjadinya sedimentasi pada saluran induk, saluran sekunder sehingga kapasitas saluran berkurang. c) Kondisi bangunan yang sudah tua sehingga banyak yang rusak dan tidak berfungsi secara optimal. d) Terbatasnya dana yang tersedia untuk kegiatan operasi dan pemeliharaan 3. Debit yang tersedia pada Saluran Induk Sindopraja hanya 4,275 m3/det (21 %) dari debit rencana 20 m3/det, dan pada Saluran Induk Cipelang hanya 2,584 m3/det (26 %) dari debit rencana 10 m3/det serta di hilir bendung rentang 1,361 m3/det jadi total 8,220 m3/det, ini menyebabkan pembagian pola tanam golongan II dan III pada pengalokasian air harus di gilir karena tidak mencukupi. Hal ini telah di sepakati dengan SK kespakatan 3 Kepala Daerah (Majalengka, Indramayu, Kab. Cirebon) dan Gubernur Jawa Barat. 4) Bila Waduk Jatigede mulai beroprasi besarnya debit yang bisa dialirkan ke bendung Rentang adalah 2 alternatif yaitu 73 m 3 /dt atau 56 m 3 /dt. Debit ini termasuk untuk air baku ke Kabupaten Cirebon 1 m 3 /dt dan Kabupaten Indramayu 2.5 m 3 /dt. Dengan hasil analisa sebagai berikut : a. Bila debit yang di pakai 73 m 3 /dt maka sistem yang di pakai 3 (tiga) golongan dengan Luas Area yang terairi sebesar Ha > Ha b. Bila debit yang di pakai 56 m 3 /dt maka sistem yang di pakai 4 (empat) golongan dengan Luas Area yang terairi sebesar Ha < Ha 5.2 REKOMENDASI 1. Untuk menghindari berkurangnya produktivitas lahan akibat kurangnya suplai air dari saluran irigasi dan mengingat kerusakan saluran pada jaringan irigasi Rentang yang mencapai + 57 %, perlu adanya rehabilitasi jaringan irigasi pada DI Rentang agar suplai air dapat mencapai areal sawah yang paling jauh dari bendung. 2. Perlu adanya terobosan teknologi pertanian yang mampu menghemat penggunaan air pada tanaman seperti pola penanaman padi SRI, TABELA, gogorancah dan teknologi pertanian lainnya, untuk mengantisipasi kurangnya debit air dari bendung Rentang, agar produksi padi di DI Rentang dapat terus meningkat. 3. Mengaktifkan kembali kelembagaan P3A yang bertugas mengatur pembagian air dan melaksanakan kegiatan O&P. K-42 KoNTekS 6

9 DAFTAR PUSTAKA Afandi, Muhamad Nur. (2008). Pengaruh Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Jawa Barat. Thesis. ITB Alkhamd, Mokhamad. (2008). Kajian Kondisi aringan Irigasi dan Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Ketahanan Pangan Studi Kasus Daerah Irigasi Rentang. Thesis. ITB Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan Jakarta Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung Program Rehabilitasi Jaringan Irigasi DI. Rentang. Cirebon Pemerintah Provinsi Jawa Barat Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Jawa Barat tahun Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Indramayu Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Indramayu Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Indramayu, Indonesia. KoNTekS 6 K-43 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012

10 K-44 KoNTekS 6

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) 7608201,7608342, 7608621, 7608408 S E M A R A N G 5 0 1 4 4 Website : www.psda.jatengprov..gp.id Email

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING Ivony Alamanda 1) Kartini 2)., Azwa Nirmala 2) Abstrak Daerah Irigasi Begasing terletak di desa Sedahan Jaya kecamatan Sukadana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010-2035. Proyeksi jumlah penduduk ini berdasarkan perhitungan

Lebih terperinci

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-1 Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) Anindita Hanalestari Setiawan

Lebih terperinci

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-30 Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier Ahmad Wahyudi, Nadjadji Anwar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1 I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 menyatakan bahwa Sumber Daya Air dengan luas areal irigasi lebih dari 3.000 Ha atau yang mempunyai wilayah lintas propinsi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan air untuk pertanian di Indonesia merupakan hal yang sangat penting, untuk tercapainya hasil panen yang di inginkan, yang merupakan salah satu program pemerintah

Lebih terperinci

Pengaruh Pergeseran Jadwal Tanam Terhadap Produktivitas Padi di Daerah Irigasi Krueng Aceh

Pengaruh Pergeseran Jadwal Tanam Terhadap Produktivitas Padi di Daerah Irigasi Krueng Aceh 386 Pengaruh Pergeseran Jadwal Tanam Terhadap Produktivitas Padi di Daerah Irigasi Krueng Aceh Meylis 1*, Sarah 1, A. Munir 2, Dirwan 1, Azmeri 1, dan Masimin 1 1 Universitas Syiah Kuala 2 Ranting Dinas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada tahun 1960, Indonesia mengimpor beras sebanyak 0,6 juta ton. Impor beras mengalami peningkatan pada tahun-tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bendung Juwero adalah bendung tetap yang dibangun untuk memenuhi keperluan air irigasi. Bendung Juwero di sungai Bodri memiliki luas DAS ± 554 km 2 dan terletak ±

Lebih terperinci

Perhitungan LPR dan FPR J.I Bollu (Eksisting)

Perhitungan LPR dan FPR J.I Bollu (Eksisting) 21 Perhitungan LPR dan FPR J.I Bollu (Eksisting) Bulan Periode Luas Tanaman Golongan I ( 1199 Ha ) Golongan II ( 1401 Ha ) Golongan III ( 1338 Ha ) LPR Q lahan FPR FPR Padi Tebu Polowijo jumlah Padi Tebu

Lebih terperinci

2015 ANALISA PENGISIAN AWAL WADUK (IMPOUNDING) PADA BENDUNGAN JATIGEDE

2015 ANALISA PENGISIAN AWAL WADUK (IMPOUNDING) PADA BENDUNGAN JATIGEDE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bendungan adalah sebuah bangunan air yang berfungsi sebagai penangkap air dan menyimpannya di musim penghujan waktu air sungai mengalir dalam jumlah besar. Waduk merupakan

Lebih terperinci

KOMPARASI PEMBERIAN AIR IRIGASI DENGAN SISTIM CONTINOUS FLOW DAN INTERMITTEN FLOW. Abstrak

KOMPARASI PEMBERIAN AIR IRIGASI DENGAN SISTIM CONTINOUS FLOW DAN INTERMITTEN FLOW. Abstrak KOMPARASI PEMBERIAN AIR IRIGASI DENGAN SISTIM CONTINOUS FLOW DAN INTERMITTEN FLOW Muhamad Taufik Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo Abstrak Analisa dan penelitian

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini krisis air merupakan salah satu masalah utama di Kabupaten Rembang, yang aktifitas ekonomi didukung oleh kegiatan di sektor pertanian dan perikanan. Hal ini

Lebih terperinci

STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A)

STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A) STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A) Yedida Yosananto 1, Rini Ratnayanti 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Tugas Akhir Kinerja Pengoperasian Waduk Sempor Jawa Tengah dan Perbaikan Jaringan Irigasinya

BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Tugas Akhir Kinerja Pengoperasian Waduk Sempor Jawa Tengah dan Perbaikan Jaringan Irigasinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk melestarikan sumberdaya air dengan cara menyimpan air disaat kelebihan yang biasanya terjadi disaat musim penghujan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon KONDISI UMUM LOKASI Gambaran Umum Kabupaten Cirebon Letak Administrasi Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon merupakan salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Propinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pembangunan Waduk Sadawarna adalah untuk memenuhi kebutuhan air dari berbagai macam keperluan di Kabupaten Subang, Sumedang, dan Indramayu yang mempunyai jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan LAMPIRAN 167 Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 23 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini memanfaatkan data sekunder yang tersedia pada Perum Jasa Tirta II Jatiluhur dan BPDAS Citarum-Ciliwung untuk data seri dari tahun 2002 s/d

Lebih terperinci

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN PRIMER DAERAH IRIGASI BEGASING KECAMATAN SUKADANA

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN PRIMER DAERAH IRIGASI BEGASING KECAMATAN SUKADANA KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN PRIMER DAERAH IRIGASI BEGASING KECAMATAN SUKADANA Vika Febriyani 1) Kartini 2) Nasrullah 3) ABSTRAK Sukadana merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya tujuan dari dibangunnya suatu waduk atau bendungan adalah untuk melestarikan sumberdaya air dengan cara menyimpan air disaat kelebihan yang biasanya terjadi

Lebih terperinci

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN M. Taufik Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo abstrak Air sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP.

EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP. EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP. Cholilul Chayati,Andri Sulistriyono. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Wiraraja

Lebih terperinci

PENENTUAN KINERJA PENGELOLAAN IRIGASI DAERAH IRIGASI BONDOYUDO, JAWA TIMUR 1

PENENTUAN KINERJA PENGELOLAAN IRIGASI DAERAH IRIGASI BONDOYUDO, JAWA TIMUR 1 PENENTUAN KINERJA PENGELOLAAN IRIGASI DAERAH IRIGASI BONDOYUDO, JAWA TIMUR 1 Murtiningrum 2, Wisnu Wardana 1, dan Murih Rahajeng 3 ABSTRAK Pembangunan dan pengelolaan irigasi di Indonesia bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional dipusatkan dibidang pertanian. Salah satu sasaran pembangunan

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III-1

BAB III METODOLOGI III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan, terlebih dahulu harus dilakukan survei dan investigasi dari daerah atau lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI CIMANUK HULU (STUDI KASUS CIMANUK-BOJONGLOA GARUT)

ANALISIS ALIRAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI CIMANUK HULU (STUDI KASUS CIMANUK-BOJONGLOA GARUT) ANALISIS ALIRAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI CIMANUK HULU (STUDI KASUS CIMANUK-BOJONGLOA GARUT) Ali Rahman Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut 44151 Indonesia

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN DAERAH STUDI

BAB III TINJAUAN DAERAH STUDI BAB III TINJAUAN DAERAH STUDI 3.1 DEFINISI WADUK Waduk merupakan salah satu sarana pemanfaatan sumber daya air yang mempunyai fungsi sebagai penyimpan dan penyedia air, baik sebagai bahan baku air bersih

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional dan meminimalkan perbedaan distribusi pengembangan sumber daya air di daerahdaerah, maka Pemerintah Indonesia telah

Lebih terperinci

PROYEK AKHIR PERENCANAAN TEKNIK EMBUNG DAWUNG KABUPATEN NGAWI

PROYEK AKHIR PERENCANAAN TEKNIK EMBUNG DAWUNG KABUPATEN NGAWI PROYEK AKHIR PERENCANAAN TEKNIK EMBUNG DAWUNG KABUPATEN NGAWI Disusun Oleh : PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2009

Lebih terperinci

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 10,000, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 48,960,360, BELANJA LANGSUNG 200,545,530,896.00

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 10,000, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 48,960,360, BELANJA LANGSUNG 200,545,530,896.00 Urusan Pemerintahan Organisasi : : 1.03 URUSAN WAJIB Pekerjaan Umum 1.03.02 Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air KODE 00 00 PENDAPATAN DAERAH 00 00 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 10,000,000.00 00 00 1 2 Retribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Selatan secara astronomis berada pada posisi 1 35 LS 5 LS dan 102 25 BT - 106 BT. Iklim daerah ini tropis dan basah, musim hujan terjadi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan waduk Jatigede merupakan strategi pemerintah untuk. mengatasi kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim penghujan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan waduk Jatigede merupakan strategi pemerintah untuk. mengatasi kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim penghujan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan waduk Jatigede merupakan strategi pemerintah untuk mengatasi kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim penghujan khususnya di daerah Pantura

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 15A Tahun 2006 Lampiran : - TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG IRIGASI WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pengelolaan air di suatu daerah irigasi, kenyataannya seringkali terdapat pembagian air yang kurang sesuai kebutuhan air di petak-petak sawah. Pada petak yang

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI Bab II Kondisi Wilayah Studi 5 BAB II KONDISI WILAYAH STUDI 2.. Tinjauan Umum DAS Bendung Boro sebagian besar berada di kawasan kabupaten Purworejo, untuk data data yang diperlukan Peta Topografi, Survey

Lebih terperinci

KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI SUNGAI TANANG KABUPATEN KAMPAR. Abstrak

KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI SUNGAI TANANG KABUPATEN KAMPAR. Abstrak Kajian Dimensi Saluran Primer Eksiting KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI SUNGAI TANANG KABUPATEN KAMPAR Djuang Panjaitan 1,SH Hasibuan 2 Abstrak Tujuan utama dari penelitian adalah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Objektif Kota Bekasi 5.1.1 Keadaan Geografis Kota Bekasi Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 LS dengan ketinggian 19 meter diatas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dapat bermanfaat. Metode penelitian dilakukan guna menunjang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dapat bermanfaat. Metode penelitian dilakukan guna menunjang BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian atau riset merupakan suatu usaha untuk mencari pembenaran dari suatu permasalahan hingga hasilnya dapat ditarik kesimpulan dan dari hasil penelitian yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram Alir pola perhitungan dimensi hidrolis spillway serbaguna

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram Alir pola perhitungan dimensi hidrolis spillway serbaguna BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram Alir pola perhitungan dimensi hidrolis spillway serbaguna Bendungan Selorejo : III-1 3.2 Lokasi Penelitian Lokasi yang menjadi tempat penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Air merupakan elemen yang sangat mempengaruhi kehidupan di alam. Semua makhluk hidup sangat memerlukan air dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Siklus hidrologi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus ABSTRAK Daerah Aliran Sungai (DAS) Tukad Petanu merupakan salah satu DAS yang berada di Provinsi Bali. DAS Tukad Petanu alirannya melintasi 2 kabupaten, yakni: Kabupaten Bangli dan Kabupaten Gianyar. Hulu

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated IV. GAMBARAN UMUM A. Umum Dalam Pemenuhan kebutuhan sumber daya air yang terus meningkat diberbagai sektor di Provinsi Lampung diperlukan suatu pengelolaan sumber daya air terpadu yang berbasis wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1.1 Lokasi Geografis Penelitian ini dilaksanakan di waduk Bili-Bili, Kecamatan Bili-bili, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Waduk ini dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa awal orde baru situasi dan keadaan ketersediaan pangan Indonesia sangat memprihatinkan, tidak ada pembangunan bidang pengairan yang berarti pada masa sebelumnya.

Lebih terperinci

ABSTRAK Faris Afif.O,

ABSTRAK Faris Afif.O, ABSTRAK Faris Afif.O, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, November 2014, Studi Perencanaan Bangunan Utama Embung Guworejo Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Dosen Pembimbing : Ir. Pudyono,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI Metode Mann-Kendall merupakan salah satu model statistik yang banyak digunakan dalam analisis perhitungan pola kecenderungan (trend) dari parameter alam

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR. Abstrak

KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR. Abstrak Kajian Dimensi Saluran Primer Eksiting Daerah Irigasi Muara Jalai KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR SH. Hasibuan 1, Djuang Panjaitan 2 Abstrak Tujuan utama

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup sebagai petani. Dalam rangka mengangkat derajat kehidupan petani serta mendukung penyediaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN 4.. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten PPU secara geografis terletak pada posisi 6 o 9 3-6 o 56 35 Bujur Timur dan o 48 9 - o 36 37 Lintang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain : BAB III METODOLOGI 45 3.1. URAIAN UMUM Di dalam melaksanakan suatu penyelidikan maka, diperlukan data-data lapangan yang cukup lengkap. Data tersebut diperoleh dari hasil survey dan investigasi dari daerah

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA Salmani (1), Fakhrurrazi (1), dan M. Wahyudi (2) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013 DEFINISI IRIGASI Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian, meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI 1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumber daya air merupakan usaha untuk mengembangkan pemanfaatan, pelestarian, dan perlindungan air beserta sumber-sumbernya dengan perencanaan yang terpadu

Lebih terperinci

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO 6309875 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 20 BAB I PENDAHULUAN.. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Selatan memiliki lahan yang cukup luas dengan sungai yang banyak dan besar. Hal ini memberikan potensi yang besar bagi pengembangan lahan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam kehidupan seharihari kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan irigasi di Indonesia menuju sistem irigasi maju dan tangguh tak lepas dari irigasi tradisional yang telah dikembangkan sejak ribuan tahun yang lampau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Propinsi Sumatera Selatan memiliki lahan yang cukup luas dan sungaisungai yang cukup banyak. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dan untuk mencapai Lumbung Pangan,

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR 1 Rika Sri Amalia (rika.amalia92@gmail.com) 2 Budi Santosa (bsantosa@staff.gunadarma.ac.id) 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bendung Kaligending terletak melintang di Sungai Luk Ulo, dimana sungai ini merupakan salah satu sungai yang cukup besar potensinya dan perlu dikembangkan untuk dimanfaatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH IRIGASI BENGAWAN JERO KABUPATEN LAMONGAN

EVALUASI DAERAH IRIGASI BENGAWAN JERO KABUPATEN LAMONGAN EVALUASI DAERAH IRIGASI BENGAWAN JERO KABUPATEN LAMONGAN Aris Setiawan 1, Nur Azizah Affandy² 1 Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan, ²Fakultas Teknik Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Data

Bab IV Analisis Data Bab IV Analisis Data IV.1. Neraca Air Hasil perhitungan neraca air dengan debit andalan Q 8 menghasilkan tidak terpenuhi kebutuhan air irigasi, yaitu hanya 1. ha pada musim tanam I (Nopember-Februari)

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT Oleh : Sri Lestari *) Abstrak Dengan adanya kemajuan bidang industri dan bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci