IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah dan Perkembangan Untuk memenuhi kebutuhan listrik maka pada tahun 1957 PLN bertugas menyelenggarakan rencana Pembangunan Waduk Ir. H. Djuanda untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Ini diwujudkan dengan melakuan kontrak kerjasama dengan konsultan Prancis. Pekerjaan proyek ini baru dilakuan pada tahun 1962 oleh Direktorat Pengairan Departemen PU. Akibat tidak adanya koordinasi PLN dan Direktorat Pengairan maka terjadi perbedaan tinggi muka air antara Bendung Curug dengan bagian hilir Waduk Ir. H. Djuanda sehingga harus dilakukan pemompaan air pada Bendung Curug (PJT II, 1998 dalam Sasmita, 2005). Pembuatan Waduk Ir. H. Djuanda sudah direncanakan pemerintah pada tahun 1948 dan merupakan gagasan dari Prof. Dr. Ir. W. J. Van Blommestein untuk mengairi daerah perkebunan yang ada di Pulau Jawa. Dalam perencanaannya, waduk ini dapat mengairi lahan perkebunan sampai daerah Kali Rambut, Pekalongan (Jawa Tengah). Namun, karena difungsikan untuk mengairi lahan persawahan, maka air yang dibutuhkan sangat banyak sehingga daerah irigasi yang dapat dilayani hanya sampai daerah Jawa Barat dan DKI Jakarta. Secara keseluruhan waduk ini berfungsi untuk mengurangi banjir yang melanda daerah subur di Pantai Utara Jawa Barat seluas ha, penyediaan air untuk irigasi teknis seluas ha, penyediaan air baku bagi PDAM Kabupaten/Kota maupun PAM DKI dan industri sebanyak juta m 3 /tahun, penyediaan air untuk budidaya perikanan tangkap dan keramba jaring apung (KJA) di waduk, di sawah (mina padi), serta tambak air payau di sepanjang Pantai Utara Jawa Barat seluas ha, dan pembangkit tenaga listrik berkapasitas 187,5 MW (PJT II, 1998 dalam Astari, 2000). Umur Waduk Ir. H. Djuanda dapat diprediksi dari hasil pemeruman (metode untuk perhitungan volume waduk). Tujuan dari pemeruman adalah memberikan masukan kepada pihak pengelola waduk agar mengetahui laju dan distribusi sedimen waduk secara periodik serta dapat mengoptimalkan pengoperasian waduk. Berdasarkan prediksi awal, pembuatan umur ekonomis 23

2 waduk adalah 98 tahun, akan tetapi dengan terus bertambahnya jumlah sedimen yang ada di waduk maka umur ekonomis (fungsi waduk) akan berkurang. Adapun sejarah perkembangan pengelolaan waduk, PLTA, dan jaringan pengairan Jatiluhur sejak dibentuk tahun 1957 sampai sekarang adalah : a) Proyek Serbaguna Jatiluhur ( ) Pelaksanaan pembangunan Waduk Ir. H. Djuanda dimulai pada tahun 1957 yang meliputi waduk utama, PLTA, serta sarana sistem pengairan. Proyek serbaguna Jatiluhur merupakan Tahap I dari pengembangan sumber daya air di wilayah Sungai Citarum dengan tujuan utama untuk meningkatkan produksi bahan pangan nasional yaitu beras. Proyek pembangunan tersebut dinyatakan selesai pada tahun 1967, dan untuk mengenang jasa salah satu putra terbaik Bangsa Indonesia, maka Waduk dan PLTA Jatiluhur diresmikan dengan nama Ir. H. Djuanda. b) Perusahaan Negara (PN) Jatiluhur ( ) Pemerintah merubah status organisasi Proyek Serbaguna Jatiluhur menjadi Perusahaan Negara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun Tujuan diubahnya status Proyek Serbaguna menjadi Perusahaan Negara yaitu agar potensi yang timbul dengan selesainya proyek PLTA Ir. H. Djuanda dapat diusahakan secara maksimal. c) Perusahaan Umum Otorita Jatiluhur ( ) Sebagai Badan Usaha, pada saat itu PN Jatiluhur dalam usahanya harus memperoleh keuntungan. Penyediaan air untuk pertanian yang pada awalnya bersifat sosial diusahakan secara komersial, sehingga pengelolaan sumber daya air menjadi tidak harmonis serta tujuan utama dari pembangunan proyek tersebut pun tidak tercapai. Agar pemanfaatan dan pengembangan potensi-potensi yang timbul dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka kepengurusannya harus didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Dengan dasar tersebut, maka pemerintah membentuk Perusahaan Umum dengan nama Otorita Jatilihur (POJ). Dengan dibentuknya POJ, maka badan/proyek dan dinas-dinas yang berada di wilayah POJ kemudian dilebur ke dalam POJ. Badan-badan tersebut antara lain : 24

3 1) Proyek Irigasi Jatiluhur (Departemen Pekerjaan Umum). 2) Proyek Pengairan Tersier Jatiluhur (Depatemen Dalam Negeri). 3) Perusahaan Negara (PN) Jatiluhur (Departemen Perindustrian). 4) Dinas Pekerjaan Umum Jawa Barat Wilayah Purwakarta. d) Perusahaan Umum Jasa Tirta II (1998-Sekarang) Perusahaan Umum Otorita Jatiluhur (POJ) dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1970, yang kemudian disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 1980, dan pada tahun 1990 disesuaikan lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1998 tentang Perusahaan Umum, maka POJ diubah lagi dan disesuaikan namanya menjadi Perusahaan Umun Jasa Tirta II (PJT II). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 1999, maka sifat usaha PJT II adalah untuk menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. 2. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Secara geografis daerah kerja PJT II terletak antara LS dan BT. Ketinggiannya berada antara m dpl pada daerah kaki pegunungan dan ketinggian antara 0 50 m dpl pada kaki perbukitan yang bergelombang. Wilayah kerja PJT II meliputi keseluruhan Wilayah Sungai Citarum, mulai dari hulu di daerah tangkapan, Waduk Ir. H. Djuanda sampai dengan hilir hingga muara-muara sungainya. Luas daerah kerja PJT II km 2 yang merupakan daerah kesatuan hidrologis yang mencakup daerah pengaliran 75 sungai yang mengalir sepanjang dataran Utara Jawa Barat mulai dari batas Timur DKI Jakarta sampai Sungai Cilalanang. Jumlah aliran rata-rata tahunan sebesar 12,95 miliar m 3 per tahun, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Sungai Cilalanang Sebelah Barat : Hulu Sungai Cikeas, Kali Sunter, dan muara Sungai Cakung 25

4 Sebelah Selatan : Dari arah Tenggara Selatan Barat Daya, berturutturut adalah Gunung Manglayang, Gunung Karicumbi Cananggang, Gunung Mandalawangi, Gunung Guntur, Gunung Sanggar Wayang, Gunung Patuha Kancana, Gunung Gede, dan Gunung Pangrango. Wilayah ini mencakup 10 kabupaten/kota, yaitu Jakarta, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Bogor, Cianjur, Sumedang, dan Indramayu. Sumber air Sungai Citarum bermula dari mata air di Gunung Wayang dan dari anak-anak sungai Citarum yang tersebar di beberapa tempat. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum terdiri dari 7 (tujuh) sub DAS, yaitu: sub DAS Citarik yang bermata air di Gunung Kareumbi, sub DAS Cisangkuy yang bermata air di Gunung Wayang, sub DAS Ciminyak yang bermata air di Gunung Buleud, sub DAS Cikapundung yang bermata air di Gunung Tangkuban Parahu, sub DAS Ciwidey yang bermata air di Gunung Patuha, sub DAS Cihaur yang bermata air di Gunung Burangrang, dan sub DAS Cisokan yang bermata air di Gunung Masigit dan di Gunung Pangrango. Luas daerah tangkapan dari DAS Citarum tersebut meliputi area seluas 4.543,40 km 2 yang mencakup 4 (empat) wilayah Kabupaten/Kota, yaitu sebagian Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, dan seluruh Kota Bandung. Sungai Citarum bermuara di tiga lokasi, yaitu Muara Gembong, Muara Bungin, dan Muara Karawang di Laut Jawa. Tata guna lahan di Daerah Irigasi Jatiluhur sebagian berupa sawah yang penyebarannya meliputi daerah bagian Utara pada daerah-daerah aluvial. Kebun campuran terletak di kaki bukit dan pegunungan atau pada daerah antara sawah dan daerah-daerah perkebunan. Perkebunan tersebar di daerah antara pegunungan dan daerah-daerah pegunungan, sedangkan hutan lindung terdapat di daerah pegunungan dan di lereng bukit. Kondisi tata guna lahan di DAS Citarum Hulu dengan luas total ha dapat dikelompokkan menjadi 5 yaitu: lahan bervegetasi rapat (hutan), perkebunan, persawahan, kebun campuran/tegalan, dan pemukiman. Areal bervegetasi rapat (hutan) tersebar di beberapa lokasi pegunungan membentuk satu kesatuan yang utuh dengan luasan hampir mencapai 25 % dari luas DAS Citarum 26

5 Hulu. Kebun campuran dan tegalan tersebar secara acak dengan luas areal yang relatif kecil, meskipun secara keseluruhan luasnya mencapai sepertiga dari luas DAS Citarum Hulu. Wilayah persawahan sekitar 15 % dari luas DAS Ciarun Hulu. Luas persawahan ini dapat lebih dari 15 % dalam kenyataannya karena adanya perbedaan pola tanam antara petani. Pemukiman terdapat di bagian tengah dan tersebar (PJT II, 2001). 3. Visi dan Misi Perusahaan Visi perusahaan adalah terwujudnya perusahaan yang terkemuka dan berkualitas dalam pengelolaan air dan sumberdaya air untuk memberikan pelayanan terbesar dalam penyediaan air untuk berbagai kebutuhan dan sumbangan terhadap ketahanan pangan nasional. Untuk mewujudkan visi dari perusahaan tersebut, maka ditetapkan misi dari perusahaan sebagai berikut : b) Penyediaan air baku untuk air minum, pertanian, listrik, industri, pelabuhan, penggelontoran, dan kebutuhan lainnya. c) Pembangkitan dan penyaluran listrik tenaga air. d) Pengembangan kepariwisataan dan pemanfaatan lahan. e) Mempertahankan ketahanan pangan melalui penyediaan air pertanian dan pengendalian bahaya banjir dengan upaya pelestarian perlindungan lingkungan melalui pemberian informasi, rekomendasi, dan penyuluhan. f) Memaksimalkan laba dan memupuk keuntungan berdasarkan bisnis untuk terjaminnya kelestarian aset Negara dan kesinambungan pelayanan kepada masyarakat. B. Waduk dan PLTA Ir. H. Djuanda Waduk Ir. H. Djuanda terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (±9 km dari pusat Kota Purwakarta). Waduk Ir. H. Djuanda adalah waduk terbesar di Indonesia. Waduk Ir. H. Djuanda merupakan waduk/danau terendah tetapi terbesar di antara trilogi waduk buatan di Jawa Barat yaitu Waduk Saguling, Cirata dan Ir. H. Djuanda (lebih dikenal dengan Waduk Jatiluhur). Danau dengan lokasi tertinggi dan terkecil adalah Saguling. Jadi kalau diurutkan air mengalir dari Citarum masuk ke Saguling diturunkan ke Cirata baru ke Jatiluhur. Begitu pula tingkat polusi airnya yang paling parah adalah Saguling dan 27

6 yang paling bersih adalah Waduk Ir. H. Djuanda. Di ketiga waduk/danau tersebut terdapat turbin pembangkit listrik (PLTA) yang menerangi Jawa-Bali. Bendungan yang luasnya ha mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 milyar m 3 /tahun dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia. Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang 187,5 MW dengan produksi tenaga listrik rata-rata 900 juta kwh setiap tahun. Waduk ini dikelola oleh PT. PLN (Persero). Selain untuk PLTA, Waduk Ir. H. Djuanda memiliki fungsi sebagai penyediaan air irigasi untuk ha sawah (dua kali tanam setahun), air baku air minum untuk wilayah sekitar Purwakarta, budi daya perikanan dan pengendali banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta II. Selain berfungsi sebagai PLTA dengan sistem limpasan terbesar di dunia, kawasan Jatiluhur memiliki banyak fasilitas rekreasi yang memadai, seperi hotel dan bungalow, bar dan restaurant, lapangan tenis, bilyard, perkemahan, kolam renang dengan water slide, ruang pertemuan, sarana rekreasi dan olahraga air, playground, dan fasilitas lainnya. Sarana olahraga dan rekreasi air misalnya mendayung, selancar angin, kapal pesiar, ski air, boating, dan lainnya. Di perairan Waduk Ir. H. Djanda ini juga terdapat budidaya ikan keramba jaring apung, yang menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau dalam keheningan malam kita dapat memancing penuh ketenangan sambil menikmati ikan bakar. Dikawasan ini pula kita dapat melihat Stasiun Satelit Bumi yang dikelola oleh PT. Indosat Tbk. (±7 km dari pusat Kota Purwakarta), sebagai alat komunikasi internasional. Jenis layanan yang disediakan antara lain international toll free service (ITFS), Indosat Calling Card (ICC), international direct dan lainnya. Waduk Jatiluhur dapat dikunjungi melalui Jalan Tol Purbaleunyi (Purwakarta- Bandung-Cileunyi), keluar di Gerbang Tol Jatiluhur ataupun juga dari tol Cikampek. Dewasa ini Waduk Ir. H. Djuanda lebih dikenal sebagai waduk serbaguna. Hal ini karena penggunaan waduk selain untuk pertanian, juga untuk penggelontoran Kota/Kabupaten, penyuplai air baku PDAM Kota/Kabupaten, 28

7 industri, budidaya perikanan tangkap, KJA, pariwisata, dan juga untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Pada umumnya, PLTA bekerja dengan cara mengubah energi yang disebabkan gaya jatuh air untuk menghasilkan listrik. Turbin mengkonversi tenaga gerak jatuh air ke dalam daya mekanik. Kemudian generator mengkonversi daya mekanik tersebut dari turbin ke dalam tenaga elektrik. Waduk Ir. H. Djuanda selain berfungsi untuk pertanian juga merupakan salah satu penghasil listrik terbesar untuk daerah Jawa Barat. Tujuan perusahaan ini adalah untuk turut serta dalam membangun ekonomi nasional dengan berperan serta dalam melaksanakan program pembangunan nasional dalam bidang pengelolaan air, sumber-sumber air, dan ketenagalistrikan. PLTA Ir. H. Djuanda saat ini terpasang daya sebesar 187,5 MW dan produksi rata-rata per tahun adalah 900 juta kwh. Hasil produksi tenaga listrik dijual kepada PT PLN (persero). Sampai saat ini produksi listrik masih merupakan andalan pendapatan Perum Jasa Tirta II (PJT II), lebih kurang 65 % dari seluruh pendapatan perusahaan. C. Debit Air Di Waduk Ir. H. Djuanda 1. Debit Air Dari Hulu Sungai Citarum Sumber air Sungai Citarum bermula dari mata air di Gunung Wayang dan dari anak-anak Sungai Citarum yang tersebar di beberapa tempat. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum terdiri dari 7 (tujuh) sub DAS, yaitu: sub DAS Citarik yang bermata air di Gunung Kareumbi, sub DAS Cisangkuy yang bermata air di Gunung Wayang, sub DAS Ciminyak yang bermata air di Gunung Buleud, sub DAS Cikapundung yang bermata air di Gunung Tangkuban Parahu, sub DAS Ciwidey yang bermata air di Gunung Patuha, sub DAS Cihaur yang bermata air di Gunung Burangrang, dan sub DAS Cisokan yang bermata air di Gunung Masigit dan di Gunung Pangrango. Luas daerah tangkapan dari DAS Citarum tersebut meliputi area seluas 4.543,40 km 2 yang mencakup 4 (empat) wilayah Kabupaten/Kota, yaitu sebagian Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, dan seluruh Kota Bandung. Sungai Citarum bermuara di tiga lokasi, Muara Gembong, Muara Bungin, dan Muara Karawang di Laut Jawa. 29

8 Kondisi tata guna lahan di DAS Citarum Hulu dengan luas total ha dapat dikelompokkan menjadi 5 yaitu: lahan bervegetasi rapat (hutan), perkebunan, persawahan, kebun campuran/tegalan, dan pemukiman. Areal bervegetasi rapat (hutan) tersebar di beberapa lokasi pegunungan membentuk satu kesatuan yang utuh dengan luasan hampir mencapai 25 % dari luas DAS Citarum Hulu. Kebun campuran dan tegalan tersebar secara acak dengan areal relatif kecil, meskipun secara keseluruhan luasnya mencapai sepertiga dari luas DAS Citarum Hulu. Wilayah persawahan sekitar 15 % dari luas DAS Citarum Hulu. Luas persawahan ini dapat lebih dari 15 % dalam kenyataannya karena adanya perbedaan pola tanam antara petani (PJT II, 2001). Besar air yang masuk ke Waduk Ir. H. Djuanda adalah berasal dari Outlet Waduk Cirata ditambah dengan air yang berasal dari sungai sungai lokal yang bermuara ke Sungai Citarum di antara outlet Waduk Cirata sampai dengan inlet Waduk Ir. H. Djuanda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini. Gambar 7. Sumber Mata Air DAS Citarum (Mata Air Gunung Wayang) Daerah tangkapan hujan DAS Citarum di hulu Waduk Ir. H. Djuanda meliputi area seluas 4.543,40 km 2 yang terbagi dalam 3 daerah tangkapan hujan sebagai berikut: b. Daerah tangkapan Waduk Saguling, dari Waduk Saguling sampai ke hulu seluas 2.271,70 km 2 (50% dari keseluruhan). 30

9 c. Daerah tangkapan Waduk Cirata, dari Waduk Cirata sampai outlet Waduk Saguling seluas 1.908,23 km 2 (42%). d. Daerah tangkapan Waduk Ir. H. Djuanda ke arah hulu sampai outlet Waduk Cirata seluas 364,47 km 2 (8%). Tabel 1. Besar Debit Air yang Masuk ke waduk dan keluar dari Turbin. Bulan Debit Air Masuk Debit Air Keluar (m 3 /dt) (m 3 /dt) Januari 3.533, ,22 Februari 4.877, ,84 Maret 7.679, ,03 April 7.046, ,18 Mei 6.559, ,20 Juni 5.599, ,56 Juli 4.566, ,96 Agustus 3.159, ,48 September 3.145, ,86 Oktober 4.424, ,41 November 5.858, ,94 Desember 5.366, ,93 Jumlah , ,61 2. Ketersediaan Air Di Waduk Ir. H. Djuanda Air yang dikeluarkan dari Waduk Ir. H. Djuanda akan dialirkan ke hilir. Air ini akan dibagikan untuk pertanian, industri, penggelontoran kota, PDAM, dan juga untuk perikanan tambak yang ada di hilir. Perencanaan produksi listrik selama setahun/satu periode biasanya ditentukan dalam rapat perencanaan pola tanam. Dalam rapat ini akan dibahas jumlah air yang akan dikeluarkan selama satu periode musim tanam yaitu Musim Tanam Rendeng, Musim Tanam Gadu I, dan Musim Tanam Gadu II. Setelah diketahui jumlah air yang akan dikeluarkan selama satu periode musim tanam, maka jumlah produksi listrik yang akan dihasilkan selama satu periode musim tanam ke depan dapat direncanakan. Namun perencanaan pengeluaran air juga dapat dirancang jika jumlah debit air yang tersedia dalam waduk telah diketahui. Jumlah debit air yang tersedia dalam waduk di awal tahun ditambah dengan analisis musim setahun kedepan sangat 31

10 menentukan perencanaan pengeluaran air dari waduk selama periode musim tanam berlangsung. 3. Pengaruh Musim Musim yang ada di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan November Mei dan musim kemarau pada bulan Juni Oktober. Masa transisi bervariasi dari tahun ke tahun dengan jarak 1 2 bulan. Pada musim hujan, angin barat membawa udara lembab dan hangat dari arah barat menuju barat laut sehingga mengakibatkan hujan deras di wilayah Jatiluhur terutama pada daerah pegunungan. Sedangkan pada musim kemarau, angin timur membawa angin dari arah timur menuju selatan. a. Musim Hujan Musim hujan di Indonesia umumnya terjadi pada bulan November Mei. Namun, pada tahun tahun tertentu musim hujan di Indonesia dapat terjadi lebih singkat seperti yang terjadi pada tahun Umumnya, jika musim hujan sedang berlangsung di Indonesia, maka sebagian wilayah Indonesia akan mengalami banjir. Misalnya wilayah Jakarta yang hampir tiap tahun pada musim hujan akan mengalami bencana banjir. Untuk wilayah D. I. Jatiluhur, pada saat musim hujan, maka fluktuasi aliran air sungai di DAS Citarum akan lebih besar jika dibandingkan pada musim kemarau. Hal ini karena air yang jatuh di daerah tangkapan hujan di wilayah DAS Citarum hulu akan mengalir ke DAS Citarum. Untuk menghindari terjadinya aliran permukaan yang berlebihan dari daerah tangkapan hujan di wilayah hulu DAS Citarum, maka di daerah hulu DAS Citarum (Gunung Wayang) telah disiapkan sebuah Arboretrum (Arboretrum Wayang Windu seluas 40 ha) yang salah satu fungsinya adalah untuk mencegah aliran permukaan tanah pada saat musim hujan berlangsung. Aliran permukaan tanah tersebut akan disimpan dalam tanah dan bencana banjirpun dapat dicegah. Walaupun faktanya untuk sekarang ini banjir di DAS Citarum belum dapat dicegah karena luas arboretrum yang dibutuhkan masih sangat kurang. Arboretrum tersebut selain berfungsi untuk menahan air pada musim hujan, juga akan memberikan air pada saat musim kemarau. Sehingga fluktuasi 32

11 aliran air sungai di DAS Citarum pada saat musim hujan dan musim kemarau tidak terlalu signifikan. Gambar 8. Arboretrum Wayang Windu, Gunung Wayang b. Musim Kemarau Pada musim kemarau umumnya jumlah air akan berkurang. Aliran air yang mengalir di DAS Citarum akan semakin berkurang jika dibandingkan dengan jumlah aliran pada saat musim hujan. Hal ini disebabkan karena kurangnya air yang mengalir dari daerah tangkapan hujan di hulu DAS Citarum, juga karena terjadinya peningkatan suhu pada permukaan sehingga tingkat penguapan air permukaan meningkat. Salah satu fungsi dibuatnya Arboretrum selain untuk mencegah banjir pada musim hujan adalah untuk menyediakan air pada musim kemarau. Air yang ditahan/disimpan pada musim hujan akan dikeluarkan pada musim kemarau melalui aliran permukaan. Dengan adanya Arboretrum tersebut, maka perbedaan fluktuasi aliran air sungai di DAS Citarum pada musim hujan dan musim kemarau tidak terlalu signifikan. Jadi, pada saat terjadi musim kemarau persediaan air untuk Pertanian, Industri, PDAM, dan lainnya masih dapat dipenuhi. c. El Nino dan La Nina El Nino dan La Nina akan mengakibatkan periode Musim Kemarau dan Musim Hujan terjadi lebih lama. El Nino dan La Nina terjadi pada bagian 33

12 Timur Indonesia/Samudra Pasifik bagian Tengah (5 0 LU 5 0 LS ; BB). El Nino dan La - Nina di Indonesia terjadi karena adanya perbedaan suhu antara Indonesia dan Pasifik Tengah yang menyebabkan terjadinya aliran massa uap air kearah Fasifik Tengah atau kearah Indonesia dalam waktu yang lebih lama. Aliran massa uap air tersebut menyebabkan terjadinya Musim Kemarau dan Musim Hujan lebih panjang di wilayah Indonesia. Isu tentang adanya El Nino di Indonesia menyebabkan Musim Kemarau pada periode 2009/2010 akan terjadi lebih lama lagi (sampai bulan Februari). El Nino di Indonesia berlangsung dari bulan Agustus 2009 dan diperkirakan puncaknya terjadi pada bulan Februari Akibat suhu di Pasifik Tengah lebih besar daripada suhu di Indonesia menyebabkan massa uap air mengalir dari Indonesia ke Pasifik Tengah yang menyebabkan terjadinya kemarau yang panjang di Indonesia (El Nino). Untuk mengatasi datangnya musim kemarau panjang (El Nino) di wilayah Indonesia, maka dari PJT II sudah melakukan persiapan dini. PJT II yang ditugasi untuk melakukan pengelolaan atas D. I. Jatiluhur telah melakukan penghematan air sejak periode 2008/2009. Ini dilakukan agar persediaan air pada periode 2009/2010 pada saat terjadi El Nino masih dapat dipenuhi. Terutama untuk irigasi pertanian, PAM wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta, untuk Penggelontoran Kota/Kabupaten, untuk industri, PLTA, dan lainnya. D. Produksi Listrik Besarnya produksi listrik dari setiap turbin akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti besar debit air yang dikeluarkan melalui turbin, jumlah turbin yang dioperasikan, daya yang digunakan, dan tinggi muka air (TMA) yang berpengaruh pada tinggi jatuh air. Besar kecilnya produksi listrik yang dihasilkan oleh sebuah turbin diukur dengan menggunakan kwh meter pada setiap jam 07:00. Pengukuran ini dilakukan secara rutin kecuali setiap tanggal 1 pada awal bulan dan pada akhir bulan. Pada awal bulan (tanggal 1), pengukuran dihitung selama 14 jam, yaitu dari jam 17:00 pada akhir bulan sampai jam 07:00 di awal bulan, sedangkan pada akhir bulan pengukuran dihitung selama 34 jam, yaitu dari jam 07:00 hari sebelumnya sampai jam 17:00 pada akhir bulan. Untuk hari-hari 34

13 yang lainnya pengukuran dihitung selama 24 jam, yaitu dari jam 07:00 sampai jam 07:00 hari berikutnya. Selang waktu pengukuran ini sangat berpengaru pada perhitungan besar produksi listrik yang dihasilkan pada hari tersebut. Listrik yang dihasilkan dalam bentu kwh kemudian dilakukan konversi menjadi MW dengan perhitungan kwh dibagi dengan 1000 dikalikan dengan selang waktu perhitungan. Contoh perhitungan konversi listrik dari kwh menjadi MW di PLTA Ir. H. Djuanda dapat dilihat pada contoh di bawah ini. Produksi tanggal 1 Januari 2010: Produksi tanggal 15 Januari 2010: Produksi tanggal 31 Januari 2010: Jumlah produksi listrik yang dihasilkan oleh tiap turbin dengan tinggi jatuh air dan daya yang sama tidak selalu menghasilkan besar produksi yang sama. Namun, perbedaan yang dihasilkan tidaklah begitu signifikan atau sangat kecil. Hal ini dimungkinkan karena adanya kesalahan pada operator dalam menggunakan alat ukur atau dalam mengukur jumlah produksi listrik yang dihasilkan dengan kwh meter. 1. Debit Air yang Dikeluarkan Debit air yang dikeluarkan dari waduk ke hilir dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti; permintaan petani dari hilir untuk irigasi pertanian yang biasanya sudah direncanaan di awal periode musim tanam selama setahun, untuk penggelontoran kota, industri, PDAM, dan perikanan tambak yang ada di hilir. Pada kondisi tertentu pemberian air ini dapat berubah dari perencanaan. Ini terjadi karena adanya peristiwa yang terjadi di luar perkiraan. Sebagai contoh, 35

14 rusaknya pintu bendung yang ada dihilir, rusaknya turbin, dan rusaknya dinding saluran utama yang mengakibatkan pemberian air harus dikurangi karena kerusakan tersebut harus segera diperbaiki. Selain itu, yang sering mengkibatkan terjadinya perubahan tersebut adalah karena jumlah aliran air yang masuk dari hulu melebihi kondisi normal. Ini biasanya terjadi pada musim hujan dimana jumlah air yang mengalir dari hulu Sungai Citarum melebihi kondisi normal yang mengakibatkan air dalam waduk harus segera dikeluarkan. Pada saat volume air di dalam waduk berlebih (TMA > 107 meter = terjadi limpas), maka semua turbin harus digunakan. Pada kondisi ini, seharusnya jumlah produksi listrik dapat dimaksimalkan. Sehingga, jika jumlah debit air yang dikeluarkan melalaui turbin belum mencukupi, barulah air dikeluarkan melalui Holowjet. Akan tetapi, karena kurangnya perawatan pada turbin (turbin rusak) menyebabkan produksi listrik tidak dapat dimaksimalkan, Kondisi dimana air harus dikeluarkan dengan segera juga dapat terjadi sebaliknya sehingga turbin yang aktif dioperasikan sedikit (sekitar 2 sampai 3 turbin). Ini sering terjadi pada musim kemarau panjang dimana air yang masuk ke waduk dari hulu terlalu kecil dan juga ketika terjadinya El-Nino, sehingga harus dilakukan penghematan air. Karena jika tidak dilakukan penghematan air ke hilir, maka jumlah persediaan air akan sangat berkurang. Oleh karena itu, perlu dilakukan penghematan pengeluaran air. Berhubung karena tujuan utama pengeluaran air dari waduk adalah untuk irigasi pertanian, maka jumlah air yang akan dikeluarkan juga sesuai dengan kebutuhan untuk irigasi pertanian yang sebelumnya telah dilakukan perencanaan di awal tahun periode musim tanam. Penggunaan turbin berdasarkan jumlah air yang dikeluarkan dilakukan untuk memaksimalkan jumlah produksi listrik yang akan dihasilkan. Karena selain untuk irigasi ke hilir, Waduk Ir. H. Djuanda juga diperuntukkan untuk memproduksi listrik. Jumlah debit air yang dikeluarkan ke hilir selain karena kondisi di atas (musim hujan atau musim kemarau), yang paling utama adalah berdasarkan permintaan petani dari hilir. Pada saat perencanaan tahunan, yang pertama kali direncanakan setelah volume air dalam waduk diketahui adalah berapa debit air yang akan dialirkan ke hilir. Setelah debit air yang akan dikeluarkan diketahui per 36

15 harinya, maka jumlah listrik yang akan diproduksi dalam setahun periode musim tanam dapat direncanakan. 2. Penggunaan Turbin Di Waduk Ir. H. Djuanda terdapat 6 buah turbin. Penggunaan turbin tiap harinya tidak selalu sama. Penggunaan turbin ini selain karena faktor pengeluaran jumlah air yang akan dikeluarkan karena permintaan dari hilir atau kondisi musim yang tiba-tiba berubah, juga berdasarkan kondisi turbin yang dapat dioperasikan dalam keadaan baik/normal. Pada kondisi kondisi tertentu turbin ini akan digunakan seluruhnya dan dapat juga sebaliknya dimana turbin yang digunakan sedikit (lebih banyak yang diistirahatkan). Sebagai contoh, pada saat musim hujan debit air yang masuk ke Waduk Ir. H. Djuanda akan sangat melimpah dari hulu. Debit yang berlebihan akan menyebabkan TMA di waduk melebihi batas maksimal tinggi air yang dapat ditahan oleh spill way yaitu 107 meter. Ketika TMA melebihi batas tersebut (107 meter), maka akan terjadi limpasan. Agar tidak terjadi kerusakan pada waduk, maka air perlu dikeluarkan dari waduk dengan segera. Sebab debit air yang mengalir dari hulu akan terus bertambah. Dan yang paling menghawatirkan adalah jika jumlah debit air yang mengalir ke waduk jauh lebih banyak dari pada kondisi biasanya. Pada kondisi seperti ini, maka produksi listrik dapat dimaksimalkan lewat turbin. Daya maksimal yang dapat dihasilkan di PLTA Ir. H. Djuanda adalah MW atau sekitar MW/turbin. Pada saat turbin dioperasikan secara keseluruhan, maka jumlah produksi listrik yang dihasilkan akan maksimal. Pada saat kondisi turbin digunakan keseluruhan secara maksimal, maka produksi listrik akan maksimal. Besar produksi listrik akan sangat dipengaruhi oleh tinggi jatuh air dan daya yang digunakan dalam menggerakkan turbin. Namun, faktor yang paling penting untuk memproduksi listrik dari turbin selain dari tinggi jatuh air, daya yang digunakan, dan jumlah turbin yang dioperasikan adalah seberapa besar debit air yang akan dikeluarkan ke hilir untuk memenuhi permintaan petani dan lainnya. Karena banyaknya jumlah penggunaan turbin ditentukan setelah jumlah debit air yang akan dikeluarkan diketahui. 37

16 Selain 6 turbin, Waduk Ir. H. Djuanda juga disiapkan dengan 2 buah holowjet yang akan digunakan jika jumlah debit air di dalam waduk melebihi kapasitasnya. Sehingga dengan mengeluarkan air melalui holowjet, maka jumlah debit air dalam waduk akan cepat berkurang sehingga kemungkinan terjadinya dampak buruk dapat segera diatasi. Namun, pada kondisi sebaliknya dimana besar volume debit air yang ada di waduk sedikit juga dapat terjadi. Pada musim kemarau panjang dimana jumlah volume/debit air yang terdapat dalam waduk terlalu sedikit, sehingga jumlah debit air yang dikeluarkan ke hilir harus dihemat sebelum musim hujan datang lagi. Pada kondisi seperti ini, maka ke-6 turbin yang ada di PLTA Ir. H. Djuanda tidak akan dapat dioperasikan. Sebab dengan kondisi air yang dikeluarkan sedikit dan juga untuk memaksimalkan jumlah produksi listrik dari debit air yang ada, maka turbin akan digunakan secara bergantian. Selain untuk memaksimalkan produksi listrik, ini juga dapat digunakan untuk mengistirahatkan turbin secara bergantian. Pada saat turbin tidak dioperasikan, maka akan dilakukan pengecekan dan perbaikan jika ada kerusakan pada turbin tersebut. Dan ini akan dilakukan secara bergantian pada ke-6 turbin tersebut. Sehingga jika musim hujan datang yang mengakibatkan debit air yang datang dari hulu berlebih, maka semua turbin sudah siap untuk dioperasikan. 3. Daya yang Digunakan Pada kondisi normal, daya yang digunakan sekitar 20 MW 30 MW. Sedangkan daya maksimal yang dapat digunakan tiap turbin adalah sekitar 32 MW. Namun, daya daya maksimal jarang digunakan karena kalau dapat menyebabkan kerusakan pada pintu jatuh air. Besar kecilnya daya yang digunakan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: Tinggi Muka Air (TMA) dalam waduk, Besar debit air yang dikeluarkan lewat turbin, dan Jumlah turbin yang dioperasikan. Tinggi muka air (TMA) sangat mempengaruhi produksi listrik yang dihasilkan. Sebab, tinggi rendahnya TMA dalam waduk akan mempengaruhi tinggi jatuh air dalam menggerakkan turbin. Semakin besar tinggi jatuh air yang memutar turbin, maka semakin besar juga debit air yang dapat dilewatkan untuk 38

17 daya yang sama. Sehingga jumlah produksi listrik yang dihasilkan juga akan semakin besar. Selain itu, semakin besar debit air yang dilewatkan melalui turbin, maka jumlah turbin yang dipakai semakin maksimal/banyak. Sehingga jumlah produksi listrik yang dihasilkan lebih besar. 4. Tinggi Muka Air Tinggi rendahnya tinggi muka air (TMA) di waduk Ir H. Djuanda sangat mempengaruhi besar kecilnya produksi listrik yang dihasilkan. Terbukti dari besar produksi listrik yang dihasilkan pada tahun 2009 berbanding lurus dengan tinggi muka air yang ada di dalam waduk. Pada tahun 2009 TMA paling rendah adalah sekitar 97 mdpl (bulan November) dan TMA maksimal adalah sekitar 107 mdpl (bulan April Juni). Untuk lebih jelasnya perbandingan fluktuasi tinggi muka air dan produksi listrik yang dihasilkan di PLTA Ir. H. Djuanda dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Pada tahun 2009 TMA di Waduk Ir. H. Djuanda yang paling rendah terjadi pada tanggal 19 November 2009 yaitu sebesar 97,20 mdpl, sedangkan untuk TMA tertinggi terjadi pada tanggal 17 April 2009 sebesar mdpl. Akan tetapi, karena TMA maksimum yang dapat ditampung oleh spill way pada waduk adalah 107 mdpl, maka tinggi jatuh air maksimum yang dapat diperoleh adalah sebesar 80 mdpl. Tinggi Muka Air (mdpl) R² = 0.98 Bulan Gambar 9. Grafik Tinggi Muka Air di Waduk Pada Tahun

18 Produksi Listrik (KWH) 120,000, ,000,000 80,000,000 60,000,000 40,000,000 20,000,000 0 R² = Bulan Gambar 10. Grafik Produksi Listrik yang Dihasilkan Pada Tahun 2009 Di Indonesia, musim hujan biasanya terjadi pada bulan November Mei dan musim kemarau terjadi pada bulan Juni Oktober. Dan Masa transisi bervariasi dari tahun ke tahun dengan jarak 1 2 bulan. Namun hubungan perbandingan antara TMA dan hasil produksi listrik tidak selamanya berlaku. Tinggi muka air waduk yang tinggi sehingga terjadi limpas (>107 mdpl) atau TMA > tinggi Spill Way belum tentu diperoleh produksi listrik yang lebih banyak. Ini dapat disebabkan karena kondisi sebagian turbin yang tidak memungkinkan untuk dioperasikan atau kondisi sebagian turbin yang sedang rusak, juga dapat disebabkan karena kondisi pertambahan debit yang terlalu banyak dan cepat sehingga air harus dibuang segera lewat holowjet. Sebab jika tidak segera dikeluarkan, maka dikhawatirkan waduk dapat rusak bahkan jebol. Oleh karena itu pengeluaran utama air dari waduk dialirkan lewat holowjet. E. Hubungan Debit Air dengan Daya dan Produksi Listrik 1. Analisa Regresi Dengan menggunakan analisis regresi, maka dapat diperoleh bagaimana hubungan antara debit air yang dikeluarkan melalui turbin, daya yang digunakan untuk menggerakkan turbin, dan besar produksi listrik yang dihasilkan. Berdasarkan data yang diperoleh dari tanggal 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 40

19 2009 (1 Tahun) dan setelah melakukan pengolahan data dengan menggunakan analisis regresi metode Polinomial dapat dipastikan bahwa hubungannya adalah berbanding lurus. Semakin tinggi muka air yang ada dalam waduk, maka volume air juga akan semakin banyak. Dengan kata lain tinggi jatuh air dalam menggerakkan turbin akan semakin besar. Dan semakin banyak volume air dalam waduk, maka tekanan air di dasar waduk akan semakin besar. Sehingga daya yang digunakan untuk menggerakkan turbin juga akan semakin besar. Dengan semakin besarnya daya yang digunakan, maka jumlah produksi listrik yang dihasilkan juga akan semakin besar. Debit Air (m3/det) 7, , , , , , , R² = Bulan Gambar 11. Grafik Debit Air yang Dikeluarkan Lewat Turbin Tahun 2009 Daya (MW) 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, R² = Bulan Gambar 12. Grafik Daya Untuk Menggerakkan Turbin Tahun

20 Tabel 2. Debit Air, Daya, dan Produksi Listrik yang Dihasilkan Tahun 2009 Bulan Debit Air Turbin Daya Produksi Listrik (m 3 /dt) (MW) (MW) Januari 4.207, ,84 Februari 3.141, ,95 Maret 4.186, ,73 April 4.364, ,88 Mei 5.558, ,81 Juni 6.097, ,80 Juli 5.914, ,71 Agustus 5.816, ,73 September 4.498, ,93 Oktober 4.616, ,47 November 4.463, ,85 Desember 5.112, ,61 Jumlah , ,32 Debit, Daya, dan Produksi Listrik 7, , , , , , , Debit Air (m3/detik) Daya (MW) Produksi Listrik (MW) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Bulan Gambar 13. Grafik Hubungan Antara Debit Air, Daya, dan Produksi Listrik Pada Tahun 2009 Dari gambar dan grafik hubungan antara debit air yang dikeluarkan lewat turbin, daya yang digunakan untuk menggerakkan turbin, dan jumlah produksi listrik yang dihasilkan, maka dapat diperoleh sebuah hubungan yaitu hubungan yang berbanding lurus. Semakin besar debit air yang dikeluarkan lewat turbin, 42

21 maka semakin besar juga daya yang digunakan untuk menggerakkan turbin, dan pastinya jumlah produksi listrik yang dihasilkan juga semakin besar. Hubungan antara debit air yang yang dikeluarkan lewat turbin dan jumlah produksi listrik yang dihasilkan 10 tahun terakhir (tahun 2000 tahun 2009) dapat dilihat pada table dan grafik di bawah ini. Dari gambar dan grafik tersebut dapat dilihat bahwa hubungan antara debit air dan jumlah produksi listrik berbanding lurus. Produksi listrik paling sedikit terjadi pada tahun Pada tahun ini jumlah produksi listrik sangat jauh berkurang jika dibandingkan dengan tahun Pada tahun 2002 produksi listrik sempat mencapai 1,047,266,750 kwh, sedangkan pada tahun 2003 produksi listrik berkurang setengahnya dimana produksi listrik yang dihasilkan hanya 537,677,930 kwh. Ini disebabkan karena pada tahun 2003 terjadi musim kemarau panjang sehingga harus dilakukan penghematan dalam pengeluaran air ke hilir. Sebab, jika tidak dilakukan penghematan kemungkinan akan terjadi kekurangan air buat irigasi pertanian. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan pendapatan pada petani. Tabel 3. Debit Air dan Produksi Listrik yang Dihasilkan Tahun Tahun AK Turbin Produksi Listrik (Juta m 3 ) (kwh) , ,994, , ,108, , ,047,266, , ,677, , ,949, , ,280, , ,646, , ,160, , ,654, , ,893,658 Jumlah 45, ,996,631,725 43

22 Debit Air (Juta m 3 ) 7, , , , , , , R² = Tahun Gambar 14. Grafik Debit Air yang Dikeluarkan Melalui Turbin Tahun ,200,000,000 Produksi Listrik (KWH) 1,000,000, ,000, ,000, ,000, ,000,000 R² = Tahun Gambar 15. Grafik Produksi Listrik yang Dihasilkan Tahun Efisiensi Produksi Listrik Besar kecilnya produksi listrik sangat dipengaruhi oleh tinggi muka air, jumlah debit air yang dikeluarkan, daya atau beban yang digunakan, dan jumlah turbin yang digunakan. Namun, ini juga sangat dipengaruhi oleh kondisi musim yang sedang berlangsung dan juga berdasarkan perencanaan pengeluaran debit air pada awal tahun periode musim tanam. Dari faktor faktor ini, maka efisiensi produksi listrik yang dihasilkan dapat dihitung. 44

23 Pada tahun 2009 bedasarkan data data yang diperoleh dari kantor pusat pengelola waduk dan PLTA Ir. H. Djuanda, efisiensi yang dihasilkan cukup besar. Setelah dilakukan pengolahan data dan perhitungan besar efisiensi, maka rata rata efisiensi produksi listrik yang dihasilkan pada tahun 2009 adalah %. Besarnya efisiensi produksi listrik yang dihasilkan tiap bulan selama tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 4. Efisiensi Produksi Listrik yang Dihasilkan Tahun 2009 Bulan Rata-Rata Daya Aktual (MW) Rata-Rata Energi Potensial (MW) Efisiensi Produksi Listrik (%) Januari 89,74 98,61 91,01 Februari 75,25 82,13 91,62 Maret 88,65 103,21 85,90 April 102,53 113,94 89,98 Mei 116,77 140,53 83,09 Juni 141,73 158,80 89,25 Juli 134,06 145,94 91,86 Agustus 123,39 138,01 89,41 September 96,77 106,85 90,56 Oktober 94,61 104,25 90,76 November 92,00 103,04 89,29 Desember 104,68 116,66 89,73 Rata-Rata 105,02 117,66 89,25 3. Perencanaan Listrik Perencanaan produksi listrik yang akan dihasilkan selama setahun dapat dilakukan setelah perencanaan pengeluaran debit air dalam setahun periode musim tanam telah dilakukan. Perencanaan ini termasuk dengan debit air yang akan dikeluarkan untuk irigasi pertanian, industri, penggelontoran kota, PDAM, dan untuk perikanan tambak di hilir waduk. Namun, sebelum dilakukan perencanaan pengeluaran, jumlah debit air yang ada dalam waduk atau volume waduk harus diketahui terlebih dahulu. Perencanaan untuk irigasi pertanian dipengaruhi oleh jumlah volume air dalam waduk, kondisi musim yang akan berlangsung (dari BMKG), dan luas lahan yang akan ditanami selama setahun periode musim tanam kedepan. 45

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS HUBUNGAN ANTARA DAYA DAN PRODUKSI LISTRIK DI PLTA Ir. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN METODE REGRESI OLEH: HERMAN SIREGAR F14062292 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Perum Jasa Tirta II adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Bentuk, Bidang, Pelayanan Umum Bentuk Usaha. Pembangunan Proyek Nasional serbaguna Jatiluhur yang meliputi bendungan

BAB I PENDAHULUAN Bentuk, Bidang, Pelayanan Umum Bentuk Usaha. Pembangunan Proyek Nasional serbaguna Jatiluhur yang meliputi bendungan BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Bentuk, Bidang, Pelayanan Umum 1.1.1. Bentuk Usaha Pembangunan Proyek Nasional serbaguna Jatiluhur yang meliputi bendungan utama dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) serta

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum Bab III Studi Kasus III.1 Daerah Aliran Sungai Citarum Sungai Citarum dengan panjang sungai 78,21 km, merupakan sungai terpanjang di Propinsi Jawa Barat, dan merupakan salah satu yang terpanjang di Pulau

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI IV. 1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Daerah Aliran sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dengan luas 6.614 Km 2 dan panjang 300 km (Jasa Tirta

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 23 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini memanfaatkan data sekunder yang tersedia pada Perum Jasa Tirta II Jatiluhur dan BPDAS Citarum-Ciliwung untuk data seri dari tahun 2002 s/d

Lebih terperinci

7. PERUBAHAN PRODUKSI

7. PERUBAHAN PRODUKSI 7. PERUBAHAN PRODUKSI 7.1. Latar Belakang Faktor utama yang mempengaruhi produksi energi listrik PLTA dan air minum PDAM adalah ketersedian sumberdaya air baik dalam kuantitas maupun kualitas. Kuantitas

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas 11.44 ribu kilometer persegi. Curah hujan tahunan 3 ribu

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI III.1 LETAK DAN KONDISI WADUK CIRATA Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari kaskade tiga waduk DAS Citarum. Waduk Cirata terletak diantara dua waduk lainnya, yaitu

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk Saguling merupakan waduk yang di terletak di Kabupaten Bandung Barat pada ketinggian 643 m diatas permukaan laut. Saguling sendiri dibangun pada agustus 1981

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Model CCHE-2D merupakan model yang dapat digunakan untuk melakukan simulasi numerik hidrodinamika dan transpor sedimen. Model ini mempunyai kemampuan untuk melakukan simulasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dapat dibangun apabila terdapat debit air dan tinggi jatuh yang cukup sehingga kelayakannya dapat tercapai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Untuk melangsungkan kehidupannya itu, manusia banyak melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Untuk melangsungkan kehidupannya itu, manusia banyak melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk hidup, tidak lepas dari lingkungan sebagai sumber kehidupan. Untuk melangsungkan kehidupannya itu, manusia banyak melakukan caranya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi yang menjadi tempat penelitian ini adalah Bendungan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun

Lebih terperinci

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen pokok dan mendasar dalam memenuhi kebutuhan seluruh makhluk hidup di bumi. Menurut Indarto (2012) : Air adalah substansi yang paling melimpah

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT Oleh : Sri Lestari *) Abstrak Dengan adanya kemajuan bidang industri dan bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4. 1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat. Sungai Citarum berhulu dari mata air di Gunung Wayang,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI 3.1. Umum Danau Cisanti atau Situ Cisanti atau Waduk Cisanti terletak di kaki Gunung Wayang, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Secara geografis Waduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prasarana pengairan seperti waduk. Sejumlah besar waduk di Indonesia saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prasarana pengairan seperti waduk. Sejumlah besar waduk di Indonesia saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selain memiliki potensi air permukaan yang begitu besar Wilayah Sungai (WS) Brantas juga dihadapkan dengan permasalahan bidang pengairan seperti penyediaan air baku

Lebih terperinci

LAPORAN PERJALANAN EKSKURSI WADUK CIRATA DAN JATILUHUR

LAPORAN PERJALANAN EKSKURSI WADUK CIRATA DAN JATILUHUR LAPORAN PERJALANAN EKSKURSI WADUK CIRATA DAN JATILUHUR Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perancangan Infrastruktur Keairan Dosen Pengampu: Dr. Ing. Ir. Dwita Sutjiningsih, Dipl. HE Evi Anggraheni,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya tujuan dari dibangunnya suatu waduk atau bendungan adalah untuk melestarikan sumberdaya air dengan cara menyimpan air disaat kelebihan yang biasanya terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan

Lebih terperinci

VI. GAMBARAN UMUM DAERAH IRIGASI JATILUHUR. 6.1 Perekonomian Wilayah Jawa Barat dan Wilayah Sekitar Daerah Irigasi Jatiluhur

VI. GAMBARAN UMUM DAERAH IRIGASI JATILUHUR. 6.1 Perekonomian Wilayah Jawa Barat dan Wilayah Sekitar Daerah Irigasi Jatiluhur 131 VI. GAMBARAN UMUM DAERAH IRIGASI JATILUHUR 6.1 Perekonomian Wilayah Jawa Barat dan Wilayah Sekitar Daerah Irigasi Jatiluhur Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Pantai Utara Jawa Barat, dari barat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Objektif Kota Bekasi 5.1.1 Keadaan Geografis Kota Bekasi Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 LS dengan ketinggian 19 meter diatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejalan dengan hujan yang tidak merata sepanjang tahun menyebabkan persediaan air yang berlebihan dimusim penghujan dan kekurangan dimusim kemarau. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Tugas Akhir Kinerja Pengoperasian Waduk Sempor Jawa Tengah dan Perbaikan Jaringan Irigasinya

BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Tugas Akhir Kinerja Pengoperasian Waduk Sempor Jawa Tengah dan Perbaikan Jaringan Irigasinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk melestarikan sumberdaya air dengan cara menyimpan air disaat kelebihan yang biasanya terjadi disaat musim penghujan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang UU No. 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan menyatakan pada pasal 4 ayat 2 bahwa badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat dapat berpatisipasi dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003 LAMPIRAN 34 Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003 Bulan Cikapundung Citarik Cirasea Cisangkuy Ciwidey mm Januari 62,9 311 177 188,5 223,6 Februari 242,1 442 149 234 264 Maret 139,3 247 190

Lebih terperinci

II. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DI DAERAH IRIGASI JATILUHUR

II. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DI DAERAH IRIGASI JATILUHUR II. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DI DAERAH IRIGASI JATILUHUR 2.1. Deskripsi Daerah Irigasi Jatiluhur Daerah aliran sungai Citarum yang terletak di wilayah utara Provinsi Jawa Barat, mencakup sekitar 12 ribu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah dataran yang dibatasi oleh punggung bukit yang berfungsi sebagai daerah resapan, penyimpanan air hujan dan juga sebagai pengaliran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KEADAAN UMUM DAERAH 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Saluran Tarum Barat di mana saluran ini merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kawasan yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan sampai akhirnya bermuara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI WILAYAH STUDI. Kondisi DAS Citarum Propinsi Jawa Barat mempunyai beberapa sungai besar, antara lain Sungai Cisadane, Sungai Cimanuk, Sungai Citanduy, Sungai Cimandiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA Hendra Kurniawan 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eichhornia crassipes atau dikenal dengan nama eceng gondok merupakan salah satu jenis tumbuhan air yang termasuk ke dalam famili Pontederiaceae. Tumbuhan eceng gondok

Lebih terperinci

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling Oleh : Idung Risdiyanto Permasalahan utama DTA Waduk Saguling adalah tingkat sedimentasi, limpasan permukaan yang tinggi dan kondisi neraca air DAS yang defisit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam yang sangat besar terutama potensi sumber daya air. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. daya alam yang sangat besar terutama potensi sumber daya air. Pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung memiliki kedudukan yang strategis dalam pembangunan nasional. Di samping letaknya yang strategis karena merupakan pintu gerbang selatan Sumatera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara agraris hampir sebagian besar penduduk Indonesia mencukupi kebutuhan hidupnya pada sektor pertanian. Demikian juga provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring dengan berkembangnya pembangunan waduk di Indonesia. Pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Waduk

Proses Pembuatan Waduk BENDUNGAN 1.UMUM Sebuah bendungan berfungsi sebagai penangkap air dan menyimpannya dimusimhujan waktu air sungai mengalir dalam jumlah besar dan yang melebihi kebutuhan baik untuk keperluan irigasi, air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Deskripsi Wilayah Studi 1. Letak dan Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Jepara dan Daerah Tangkapan Hujan Waduk Way Jepara secara geografis terletak pada 105 o 35 50 BT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek ANALISIS SISTEM OPERASI DAN PRODUKSI PADA PT. INDONESIA POWER UBP MRICA SUB UNIT PLTA JELOK - SALATIGA

Makalah Seminar Kerja Praktek ANALISIS SISTEM OPERASI DAN PRODUKSI PADA PT. INDONESIA POWER UBP MRICA SUB UNIT PLTA JELOK - SALATIGA Makalah Seminar Kerja Praktek ANALISIS SISTEM OPERASI DAN PRODUKSI PADA PT. INDONESIA POWER UBP MRICA SUB UNIT PLTA JELOK - SALATIGA Agung Suharwanto (L2F008102) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian Kondisi curah hujan di DAS Citarum Hulu dan daerah Pantura dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (1990-2009) dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar

Lebih terperinci

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-1 Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) Anindita Hanalestari Setiawan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam produksi komoditi yang bersumber dari kekayaan alam terutama dalam sektor pertanian. Besarnya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Kabupaten Lampung Utara merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Lampung. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sub DAS Cikapundung 4.1.1 Letak dan luas Daerah Sungai Cikapundung terletak di sebelah utara Kota Bandung Provinsi Jawa Barat, dan merupakan bagian hulu Sungai

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air permukaan (water surface) sangat potensial untuk kepentingan kehidupan. Potensi sumber daya air sangat tergantung/berhubungan erat dengan kebutuhan, misalnya untuk

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 16 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1.Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Lokasi Wilayah Kabupaten Subang secara geografis terletak pada batas koordinat 107 o 31-107 o 54 BT dan di antara 6 o

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1) A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Cisangkuy merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten Bandung, Sub DAS ini

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan,

Lebih terperinci

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Jl. Surabaya 2 A, Malang Indonesia 65115 Telp. 62-341-551976, Fax. 62-341-551976 http://www.jasatirta1.go.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

REKAYASA SUMBERDAYA AIR (WATER RESOURCES ENGINEERING ) OPERASI WADUK

REKAYASA SUMBERDAYA AIR (WATER RESOURCES ENGINEERING ) OPERASI WADUK REKAYASA SUMBERDAYA AIR (WATER RESOURCES ENGINEERING ) OPERASI WADUK KULIAH -7 [Operasi Waduk] Today s Subject Overview Operasi Waduk Pengantar Operasi Waduk Karakteristik Operasi Waduk Lingkup Operasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN Oleh Yudo Asmoro, 0606071922 Abstrak Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat pengaruh fisik dan sosial dalam mempengaruhi suatu daerah aliran sungai.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Dieng merupakan salah satu kawasan penting dalam menyangga keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500 sampai dengan 2093

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat air bagi kehidupan kita antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tanggal 22 Maret, dunia memperingati Hari Air Sedunia (HAD), hari dimana warga dunia memperingati kembali betapa pentingnya air untuk kelangsungan hidup untuk

Lebih terperinci

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan tanah terbuka pada suatu daerah yang dapat menjadi salah satu faktor penentu kualitas lingkungan. Kondisi lahan pada suatu daerah akan mempengaruhi

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Data

Bab IV Analisis Data Bab IV Analisis Data IV.1. Neraca Air Hasil perhitungan neraca air dengan debit andalan Q 8 menghasilkan tidak terpenuhi kebutuhan air irigasi, yaitu hanya 1. ha pada musim tanam I (Nopember-Februari)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1.1 Lokasi Geografis Penelitian ini dilaksanakan di waduk Bili-Bili, Kecamatan Bili-bili, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Waduk ini dibangun

Lebih terperinci