HASIL DAN PEMBAHASAN. sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun yang"

Transkripsi

1 155 VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 Net Social Benefit dari Fungsi Obyektif Nilai Obyektif Setiap Skenario Fungsi obyektif optimal manfaat sosial bersih yang dihitung dengan nilai sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun yang dihasilkan oleh GAMS dilihat pada Tabel 23. Secara umum pada skenario untuk kuota irigasi, makin berkurang penggunaan air untuk irigasi atau makin banyak penggunaan air untuk nonirigasi makin tinggi nilai fungsi objektif manfaat sosial bersihnya. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan 10 persen pada setiap skenario perencana sosial, air untuk irigasi 85 persen, 80 persen, 70 persen, atau 60 persen, nilai obyektif manfaat sosial bersihnya mengalami peningkatan. Pada tingkat diskonto 5 persen baik untuk tingkat pertumbuan 5 persen maupun 10 persen, nilai obyektif manfaat sosial bersihnya paling baik. Bahkan, pada skenario pertumbuhan ekonomi 10 persen dan tingkat diskonto 5 persen fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya lebing tinggi bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen. Lebih spesifik, fungsi obyektif manfaat sosial bersih pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen dan tingkat diskonto 5 persen yang dibuat dengan skenario perencana sosial yaitu sebesar Rp 8.82 triliun dibandingkan fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen yang dibuat dengan skenario perencana sosial fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya sebesar Rp 5.27 triliun. Manfaat sosial bersih dari hasil fungsi obyektif optimal perencana sosial akan dipakai

2 156 sebagai ceiling atau batas atas karena dianggap sebagai the best solution yang tidak mungkin dapat dicapai (Syaukat, 2000). Skenario status quo atau kuota irigasi 85 persen akan dipakai sebagai dasar pembanding skenario yang lain. Secara persentasi, apabila dilihat dari sisi skenario status quo, pada kuota air untuk irigasi 60 persen, fungsi obyektif manfaat sosial bersih sebesar 130 persen 148 persen. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario kuota air untuk irigasi 70 persen yaitu sebesar 126 persen 138 persen di atas skenario status quo. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario kuota air untuk irigasi 80 persen yaitu sebesar 113 persen 134 persen di atas skenario status quo. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario perencana sosial di atas skenario lainnya yaitu sebesar 187 persen 212 persen di atas skenario status quo (Tabel 18.). Tabel 18. Nilai Sekarang Total Manfaat Sosial Bersih Fungsi Obyektif Setiap Skenario Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 10% Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5% Skenario 15% *) 10% *) 5% *) 15% *) 10% *) 5% *) Total Manfaat Bersih Optimum (Rp juta) 1. Status Quo (Irigasi 85%) Skenario Kuota Air 1) Perencana Sosial ) Irigasi 80% ) Irigasi 70% ) Irigasi 60% % Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Status Quo (Irigasi 85%) 1. Status Quo (Irigasi 85%) Skenario Kuota Air 1) Perencana Sosial 205% 196% 187% 212% 209% 200% 2) Irigasi 80% 127% 120% 113% 134% 128% 121% 3) Irigasi 70% 132% 138% 146% 128% 126% 131% 4) Irigasi 60% 146% 139% 130% 148% 146% 140% *) Tingkat Diskonto

3 157 Hasil dari model ASDIJ diantaranya adalah manfaat sosial bersih (Net Social Benefit) optimal yaitu jumlah dari manfaat sosial bersih sesuai dengan yang direncanakan yaitu selama 16 tahun M anfaat sosial bersih adalah selisih antara total benefit dikurangi dengan total biaya untuk setiap sektor dihitung berdasarkan skenario kuota air untuk irigasi 85 persen, 80 persen, 70 persen, 60 persen dan perencana sosial untuk setiap sektor. Yang dimaksud dengan skenario perencana sosial adalah perhitungannya tidak dengan kuota, tetapi diserahkan kepada sistem dari ASDIJ. Hasil manfaat sosial bersih dari perencana sosial dipakai sebagai ceiling solution atau batas atas skenario yang lain dan dianggap sebagai the best solution. Sedangkan batas bawah (base line) diambil dari manfaat sosial bersih berdasarkan skenario yang dianggap mendekati keadaan sekarang yaitu kuota air untuk irigasi sebesar 85 persen. Hasil (output) dari model ASDIJ adalah sebagai berikut: 1) Tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen pada tingkat diskonto 5 persen Skenario air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, 85 persen dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ berturut-turut memberikan manfaat sosial bersih sebesar Rp 6.14 triliun, Rp 6.91 triliun, Rp 5.35 triliun, Rp Rp 4.73 triliun, dan Rp 8.83 triliun yang kesemuanya lebih besar dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen. Dari kelima skenario tersebut semua memberikan manfaat sosial bersih yang positif dalam arti bahwa jumlah manfaat bersih lebih besar dari jumlah biaya yang diperlukan untuk memproduksi air sampai dengan dipasok kepada pengguna. Di sini output skenario perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih paling besar dibandingkan skenario lainnya dan skenario kuota air untuk irigasi 85

4 158 persen atau status quo hasilnya paling kecil dibandingkan skenario lainnya. (Tabel 18.) 2) Tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen pada tingkat diskonto 5 persen Skenario air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, 85 persen dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ berturut-turut memberikan manfaat sosial bersih sebesar Rp 3.69 triliun, Rp 3.47 triliun, Rp 3.19 triliun, Rp Rp 2.64 triliun, dan Rp 5.27 triliun yang kesemuanya lebih besar dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen. Dari kelima skenario tersebut semua memberikan manfaat sosial bersih yang positif dalam arti bahwa jumlah manfaat bersih lebih besar dari jumlah biaya yang diperlukan untuk memproduksi air sampai dengan dipasok kepada pengguna. Di sini output skenario perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih paling besar dibandingkan skenario lainnya dan skenario kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo hasilnya paling kecil dibandingkan skenario lainnya. (Tabel 18) Manfaat sosial bersih dari 1) tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen pada tingkat diskonto 5 persen lebih besar dari pada 2) tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen pada tingkat diskonto 5 persen untuk semua sknario dan tingkat diskonto. Dan semua tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat diskonto manfaat sosial bersih optimal mengalami pertumbuhan dari setiap skenario. Apabila dilihat kondisi perekonomian Indonesia saat ini yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen, batas bawah adalah kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo, dan batas atasnya adalah hasil sknario perencana sosial,

5 159 yang memenuhi syarat sementara ini adalah kuota air untuk irigasi 80 persen, 70 persen, atau 60 persen. 3) Manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi Status Quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ adalah bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami kenaikan menjadi antara 130 persen 146 persen, 132 persen 146 persen, 113 persen 127 persen, 187 persen 206 persen. 4) Manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ adalah bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami kenaikan menjadi antara 140 persen 148 persen, 126 persen 131 persen, 113 persen 127 persen, 187 persen 206 persen, 121 persen 134 persen, 200 persen 212 persen. Dari keempat skenario tersebut dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan 10 persen dilihat dari sisi status quo semua memberikan manfaat sosial bersih diatas 100 persen. Disini output skenario perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih paling besar persentasenya dibandingkan skenario lainnya, tetapi di atas skenario kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo. Semua skenario manfaat sosial bersih meningkat di atas

6 160 skenario status quo dan paling atas manfaat sosial bersih scenario perencana sosial (Tabel 18) Efisiensi Ekonomi Hasil hitungan manfaat sosial bersih status quo digunakan sebagai based line atau batas bawah, terlihat dari Tabel 19 yang pertama yaitu status quo akan digunakan untuk menganalisis skenario-skenario kuota air untuk irigasi 80 persen, 70 persen, 60 persen, dan perencana sosial. Tabel 19. Persentase Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Skenario Pertumbuhan Ekonomi 10% Pertumbuhan Ekonomi 5% 15% *) 10% *) 5% *) 15% *) 10% *) 5% *) % Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Status Quo (Irigasi 85%) 1. Status Quo (Irigasi 85%) Skenario Kuota Air 1) Perencana Sosial 105% 96% 87% 112% 109% 100% 2) Irigasi 80% 27% 20% 13% 34% 28% 21% 3) Irigasi 70% 32% 38% 46% 28% 26% 31% 4) Irigasi 60% 46% 39% 30% 48% 46% 40% % Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Tingkat Diskonto 5% 1. Status Quo (Irigasi 85%) -88% -74% % -69% Skenario Kuota Air 1) Perencana Sosial -75% -49% % -35% ) Irigasi 80% -85% -69% % -61% ) Irigasi 70% -84% -64% % -61% ) Irigasi 60% -82% -64% % -55% % Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5% 1. Status Quo (Irigasi 85%) 35% 52% 79% Skenario Kuota Air 1) Perencana Sosial 31% 198% 235% ) Irigasi 80% 28% 83% 103% ) Irigasi 70% 40% 110% 162% ) Irigasi 60% 33% 111% 133% *) Tingkat Diskonto

7 161 Dilihat dari sisi efisiensi ekonomi persentase kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami kenaikan antara 30 persen 46 pe rsen, 32 persen 46 persen, 13 persen 27 persen, 87 persen 105 persen. 1) Persentase tentang kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami ketidakefisienan sebesar antara 40 persen 48 persen, 26 persen 31 persen, 21 persen 34 persen, 100 persen 112 persen apabila dilihat dari sisi staus quo. Persentase kenaikan manfaat sosial bersih yang paling besar adalah skenario perencana sosial yaitu yang menunjukkan tidak efisien antara 100 persen sampai dengan 112 persen. Ini berarti semua skenario yang menggunakan kuota diatas status quo tetapi dibawah perencana sosial. 2) Persentase kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi Status Quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing

8 162 berturut-turut mengalami kenaikan antara 30 persen 46 persen, 32 persen 46 persen, 13 persen 27 persen, 87 persen 105 persen. 3) Persentase manfaat sosial bersih bila dilihat dari manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 5 persen Pertama, apabila dilihat pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen. skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, terlihat bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen semua skenario manfaat sosial bersih setiap skenario secara persentase mengalami penurunan 49 persen 88 persen. Kedua, apabila dilihat pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen. skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, terlihat bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen semua skenario manfaat sosial bersih setiap skenario secara persentase mengalami penurunan 35 persen 100 persen. Dilihat secara keseluruhan bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen manfaat sosial bersihnya lebih rendah dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 5 persen. Pada tingkat diskonto rendah akan memberikan manfaat sosial bersih lebih tinggi, sebaliknya tingkat diskonto semakin tinggi manfaat sosial bersih makin rendah. 4) Tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, dari hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen akan memberikan manfaat sosial bersih pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen antara 28 persen 235 persen. Kenaikan dari teringgi ke yang terendah adalah pada diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen.

9 Benefit/Cost Ratio Metode perhitungan dalam analisis ekonomi diantaranya menggunakan Net present value(npv) dan Benefit Cost Ratio(B/C Ratio) dan Net benefit(b-c). Komponnen cost dan komponen benefit dihitung present value nya berdasarkan kepada tingkat pertumbuhan 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen. Perbandingan antara benefit dan cost yang dihitung dengan membagi nilai present value komponen benefit dengan present value komponen cost dikatakan ekonomis apabila B/C ratio lebih besar dari 1.0 (Sjarief et al, 2003). Menurut perhitungan ASDIJ bahwa pada tingkat petumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen, B/C ratio hasil perhitungan menurut skenario kuota air untuk irigasi 80 persen antara , dan B/C ratio untuk skenario untuk kuota irigasi 85 persen antara lebih besar daari pada skenario untuk kuota irigasi 80 persen. Untuk skenario air untuk irigasi berdasarkan perencana sosial B/C ratio, 11 tahun pertama stabil di atas 1.0 tetapi tetap dibawah B/C ratio skenario untuk kuota irigasi 85 persen dan 80 persen. Pada 4 tahun terakhir B/C rasio perencana sosial menjadi antara lebih kecil dari 1.0 sehingga tidak layak digunakan (Gambar 14.). 7.2 Alokasi Air Optimum Jumlah air untuk irigasi selama 16 tahun ( ) bahwa menurut skenario kuota air untuk irigasi 85 persen (status quo), 80 persen, 70 persen, 60 persen, dan perencana sosial dengan jumlah air berturut-turut sebesar 76.2 miliar m 3, miliar m 3, miliar m 3, miliar m 3 dan miliar m 3 (Tabel 20). Jumlah air untuk irigasi skenario perencana sosial, dengan jumlah air untuk

10 164 irigasi sebesar miliar m 3 didekati oleh skenario kuota air untuk irigasi 70 persen dengan jumlah air sebesar miliar m 3. Sedangkan air untuk irigasi dengan skenario air untuk irigasi 60 persen dengan jumlah air sebesar miliar m 3 dibawah skenario perencana sosial jumlah air sebesar miliar m 3 yang dianggap tidak mencukupi penggunan air untuk irigasi guna mempertahankan swasembada pangan. Jadi skenario air untuk irigasi 80 persen di atas skenario status quo atau skenario air untuk irigasi 85 persen yang memenuhi syarat kebijakan yang diusulkan. Tabel 20. Jumlah Air selama 16 tahun ( ) per Sektor Menurut Skenario pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Sektor (juta m3) Jumlah Skenario Listrik Irigasi PDAM K/K Industri PAM DKI Non Listrik Status Quo (Irigasi 85%) Perencana Sosial Irigasi 80% Irigasi 70% Irigasi 60% Jumlah alokai air selama 16 tahun ( ) tiga skenario yaitu status quo, perencana sosial dan skenario untuk kuota irigasi 80 persen pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen dapat dilihat pada Tabel 21. Jumlah air untuk pengguna menurut skenario kuota air untuk irigasi 85 persen dibawah kuota air untuk irigasi 80 persen dan perencana sosial. Paling banyak menggunakan volume air adalah skenario perencana sosial. Dari jumlah air selama 16 tahun untuk semua skenario alokasi air untuk irigasi semakin berkurang, karena areal sawah semakin berkurang berubah fungsi menjadi daerah urban dan industri.

11 165 Gambar 14. B/C Ratio menurut Kuota Air untuk Irigasi 85 Persen, 80 Persen dan Perencana Sosial padtingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen

12 166 Pada skenario kuota air untuk irigasi 80 persen volume air untuk irigasi dialokasikan sebesar 71.7 miliar m 3 atau 80 persen, tetapi pada skenario perencana sosial air untuk irigasi dialokasikan hanya sebesar 63.4 miliar m 3 atau 69 persennya, selebihnya yaitu 31 persen dialokasikan untuk non irigasi. Sesuai perkembangan penduduk dan pertumbuhan industri di Daerah Irigasi Jatiluhur maka skenario perencana sosial memberi porsi untuk industri dan perusahaan daerah air minum kabupaten/kota (PDAM K/K) diberi alokasi kuota yang paling besar, sehingga alokasi kuota untuk irigasi berkurang. Berdasarkan kuota yang paling layak seperti yang telah diuraikan di dan mempunyai B/C ratio paling baik adalah kuota untuk irgasi sebesar 80 persen. Dengan kuota air untuk irigasi 80 persen, semua alokasi air untuk setiap sektor dapat terpenuhi, masih menghasilkan nilai air yang dapat menguntungkan pengguna maupun pengelola, dan memberikan manfaat sosial bersih optimal kepada pengelolanya. Menurut perencana sosial, alokasi untuk irigasi pada awalnya alokasi optimum sebesar juta m 3 yang dapat mengairi sawah seluas ribu hektar (asumsi per hektar memerlukaan air m 3 dan 1 tahun 2 kali tanam), tetapi pada tahun 2025 alokasi air untuk irigasi tinggal 3.2 juta m 3 atau hanya mampu mengairi sawah seluas ribu hektar sawah. Hal ini diperkirakan bahwa semula untuk irigasi perlahan-lahan air beralih fungsi untuk nonpertanian, karena pertumbuhan urban dan industri yang membutuhkan bahan baku air lebih banyak.

13 167 Tabel 21. Tabel Alokasi Air Optimal Berdasar Status Quo, Perencana Sosial dan Kuota Air Irigasi 80 Persen untuk Tiap Sektor pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Sektor Jumlah 1. Status Quo (Irigasi 85 Persen) Listrik Irigasi PDAM K/K Industri PAM DKI Jumlah Perencana Sosial Listrik Irigasi PDAM K/K Industri PAM DKI Jumlah Irigasi 80 Persen Listrik Irigasi PDAM K/K Industri PAM DKI Jumlah Keterangan: Jumlah untuk non listrik

14 168 Menurut skenario perencana sosial, pada awalnya alokasi air optimum untuk nonpertanian hanya juta m 3 atau 29.8 persen, tetapi pada tahun 2025 kebutuhan air untuk non pertanian menjadi juta m 3 atau 33 persen air dari air tersedia pada tahun 2025 sebesar juta m 3 (Tabel 21). Para pakar di bidang sumberdaya air mengemukakan bahwa inefisiensi terjadi pada sektor pertanian, karena pasokan air disamping petani tidak memberikan kontribusi ke pengelola demikian juga pemberian air ke sawah tidak dapat diukur dengan baik. Berdasarkan informasi dari Perusahaan Umum Jasa Tirta II sampai saat ini pemanfaatan air sekitar diatas m 3 /hektar/tanam. Menurut Balai Klimat Sukamandi kebutuhan air per hektar sebesar m 3 /hektar/tanam. Jadi di sektor pertanian terjadi inefisiensi penggunaan air cukup besar. Di bidang non pertanian pemakaian air cukup efisien, karena disamping pemakaiannya demikian juga penggunaannya dapat terukur dengan baik, demikian juga pengguna mau membayar dengan tarif air yang ditetapkan pemerintah yang nilainya cukup besar. Dari hasil perencana sosial ini menunjukkan bahwa tidak mungkin alokasi air optimum untuk irigasi dapat diterapkan, karena air untuk irigasi sangat penting untuk ketahanan pangan. Jadi yang dapat diterapkan adalah alokasi air untuk kuota air irigasi 80 persen dimana pada tingkat pertumbuhan 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen. Air untuk irigasi pada tahun 2025 tersedia juta m3 setara areal sawah ribu hektar. Dengan alokasi air untuk irigasi dengan kuota 80 persen telah memberikan manfaat sosial bersih, alokasi dan nilai air optimal bagi pengguna dan pengelolanya untuk perkembangan kebutuhan air dari Waduk Juannda sampai dengan tahun 2025.

15 Nilai Air Berdasarkan Manfaat Marjinal Nilai Air Irigasi Model yang digunakan untuk menghitung kewajiban pelayanan umum menggunakan model Alokasi Sumberdaya Air Daerah Irigasi Jatiluhur (ASDIJ). Dari model ini perencana sosial telah menghitung nilai air optimum untuk irigasi. Rata-rata selama 16 tahun nilai air di Tarum Timur sebesar Rp 42.21/m 3, nilai air di Tarum Utara sebesar Rp 43.86/m 3 dan nilai air di Tarum Barat Rp 41.27/m 3. Secara keseluruhan nilai air untuk irigasi rata-rata sebesar Rp 42.24/m 3 (Tabel 22). Menurut Undang-Uundang tentang Sumberdaya Air Tahun 2004, tidak dibayar oleh penggunanya. Sehingga ada kewajiban Pemerintah untuk menggantinya. Bila air untuk irigasi selama tahun rata-rata sebesar miliar m /tahun, maka nilai air sebesar Rp 167 miliar/tahun harus digantikan oleh pemerintah. Jadi masih ada kekurangan biaya untuk operasi dan pemeliharaan irigasi sebesar Rp miliar/tahun. Hal ini menyebabkan kualitas operasi dan pemeliharaan untuk saluran irigasi semakin berkurang. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum telah menganggarkan untuk perbaikan irigasi Daerah Irigasi Jatiluhur pada tahun 2010 sebesar Rp 100 miliar Nilai Air Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten/Kota Model yang digunakan untuk menghitung nilai air perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, industri dan listrik adalah model alokasi sumberdaya air Daerah Irigasi Jatiluhur (ASDIJ). Dari model ini perencana sosial menghitung nilai air optimum untuk semua pengguna. Nilai air optimum perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, industry dan listrik terlihat pada Tabel 22.

16 170 Rata-rata nilai air untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota di Tarum Timur sebesar Rp 154.9/m 3, di Tarum Utara sebesar Rp /m 3, di Tarum Barat sebesar Rp /m 3. Rata-rata nlai air optimum Tarum Timur, Tarum Utara, dan Tarum Barat sebesar Rp /m 3 lebih besar dari tarif air yang ditetapkan pemerintah untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota mulai tahun 2010 sebesar Rp 45/m 3. Selisihnya, sebesar Rp /m 3 harus ditanggung oleh pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air ke perusahaan daerah air minum kabupaten/kota di Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat. Apabila air yang digunakan untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota rata-rata sebesar 535 juta m 3 /tahun, maka total penerimaan dari perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 94.8 miliar/tahun, sedangkan penerimaan dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 24.1 miliar, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 70.6 miliar yang harus ditanggung pemerintah Nilai Air Industri Rata-rata nilai air untuk industri di Tarum Timur sebesar Rp /m 3, di Tarum Utara sebesar Rp 278.0/m 3, di Tarum Barat sebesar Rp 283.4/m 3 (Tabel 22). Rata-rata nilai air optimum untuk industri di wilayah Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat sebesar Rp 274.9/m 3 lebih besar dari tarif air untuk industri yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 50/m 3. Dengan rata-rata nilai air sebesar Rp 274.9/m 3 diharapkan pengelola dapat memenuhi kebutuhan air intuk industri dengan baik, mengingat pertumbuhan industri di wilayah ini semakin pesat, sehingga dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara nasionl semakin baik.

17 171 Tabel 22. Nilai Air Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhaan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Sektor Wilayah Tahun (Rp/m3) Rata-rata Rata-Rata per sektor Listrik-Juanda Irigasi TT Irigasi TU Irigasi TB PDAM K/K TT PDAM K/K TU PDAM K/K TB Industri TT Industri TU Industri TB PAM DKI

18 172 Selisihnya, nilai air sebesar Rp 224.9/m 3 harus ditanggung oleh pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air baku untuk industri di Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat. Apabila air yang digunakan untuk industri rata-rata sebesar 601 juta m 3 /tahun maka total penerimaan dari industri sebesar Rp miliar/tahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 30.0 miliar/tahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp miliar/tahun yang harus ditanggung pemerintah Nilai Air Perusahaan Air Minum DKI Jakarta Rata-rata nilai air untuk Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp /m 3, lebih besar dari tarif air yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 122/m 3 (Tabel 22). Selisihnya, nilai air sebesar Rp 198.1/m 3 harus ditanggung oleh Pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air Perusahaan Air Minum DKI Jakarta di Tarum Barat. Apabila air yang digunakan sebesar 632 juta m 3 /tahun, maka total penerimaan dari PAM DKI sebesar Rp miliar/tahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 79.5 miliar/tahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp miliar/tahun yang harus ditanggung Pemerintah Nilai Air Pembangkit Listrik Tenaga Air Rata-rata nilai air untuk listrik pembangkit listrik tenaga air sebesar Rp 35.3/m 3, lebih besar dari tariff air yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 28.1/m 3 (Tabel 22). Selisihnya, nilai air sebesar Rp 7.2/m 3 harus ditanggung oleh Pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat

19 173 memasok listrik ke PLN. Apabila air yang digunakan untuk listrik sebesar 5.75 miliar m 3 /tahun maka total penerimaan dari listrik sebesar Rp miliar/tahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp miliar/tahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 41.4 miliar/tahun yang harus ditanggung pemerintah. Berdasarkan hasil perhitungan seluruh nilai air di atas maka dapat dikatakan bahwa biaya operasi dan pemeliharaan yang masih harus ditanggung pemerintah rata-rata untuk irigasi seluruhnya sebesar Rp 99.5 miliar/tahun, perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 85.6 miliar/tahun, industri sebesar Rp miliar/tahun, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp miliar/tahun dan listrik sebesar Rp 41.5 miliar (Tabel 23.). Total kekurangan semua sektor pengguna sebesar Rp miliar/per tahun. Pada tahun 2010 Pemerintah telah mengeluarkan dana APBN yang disalurkan melalui Kementerian Pekerjaan Umum untuk perbaikan irigasi Daerah Irigasi Jatiluhur sebesar Rp 100 miliar pada tahun 2011, sehingga masih kekurangan Rp miliar/tahun yang harus ditanggung Pemerintah. Kekurangan ini mengakibatkan layanan operasi dan pemeliharaan pasokan air untuk para penggunanya menjadi kurang optimal. Tabel 23. Penerimaan menurut Perencana Sosial dan Perusahaan Umum Jasa Tirta II Rata-rata Nilai Air (Rp/m3) Penerimaan (Rp juta) Selisih Sektor Vol Air/Th Perencana Tarif Perencana Tarif Nilai air Penerimaan (juta m3) Sosial th 2010 Sosial th 2010 (Rp/m3) (Rp juta) Listrik Irigasi PDAM K/K Industri PAM DKI Jumlah

20 Biaya Marjinal Dalam pengelolaan sumber daya air yang bersifat intertemporal mengakibatkan pengelola melakukan pengelolaan sampai pada horizon waktu sehingga air sebagai sumber daya alam menjadi berkelanjutan. Pengelola menghadapi kurva penawaran dengan fungsi biaya total (biaya produksi) yang digunakan untuk menyalurkan atau memasok air kepada para penggunanya. Dalam konteks dinamik, nilai air akan maksimum pada saat nilai air sama dengan biaya marjinal ditambah dengan user cost marjinal dan tingkat diskonto sumber daya air tidak nol. Dalam pembahasan biaya marjinal rata-rata dilihat dari sisi perencana sosial pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen (Tabel 24.) adalah sebagai berikut: biaya rata-rata listrik sebesar Rp 21.21/m 3 ; irigasi pertanian biaya rata-rata sebesar Rp 25.14/m 3 ; biaya rata-rata perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp /m 3. Biaya rata-rata untuk industri sebesar Rp /m 3, dan biaya rata-rata Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp /m Biaya Marjinal Pengguna Alokasi sumberdaya air merupakan proses pengambilan keputusan yang bersifat intertemporal. Hal ini karena air bukan saja merupakan modal yang pemanfaatannya tidak hanya ditentukan oleh produktivitas saja, namum juga menyangkut dimasa mendatang serta resiko dan ketidakpastian dan alokasi sumberdaya air itu sendiri, maka keputusan intertemporal juga menyangkut biaya pengguna (user cost). Biaya pengguna menggambarkan surplus yang dapat

21 175 Tabel 24. Biaya Marjinal Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Sektor Wilayah Tahun (Rp/m3) Rata-rata Rata-Rata per sektor Listrik-Juanda Irigasi TT Irigasi TU Irigasi TB PDAM K/K TT PDAM K/K TU PDAM K/K TB Industri TT Industri TU Industri TB PAM DKI Keterangan: TT = Tarum Timur, TU = Tarum Utara, TB = Tarum Barat, K/K = Kabupaten/Kota

22 176 diperoleh di masa mendatang jika pemilik atau pengelola sumberdaya memutuskan untuk ekstrasi kini ditunda sampai ke masa mendatang. Nilai user cost yang tersimpan di waduk menunjukkan perbedaan antara hasil optimasi dengan model ASDIJ dengan dasar dan skenario kuota. Biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna listrik sebesar Rp 14.11/m 3, biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk irigasi Rp 17.30/m 3. Biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 21.73/m 3, biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk industri Rp 21.77/m 3. biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk Perusahaan Air Minum DKI Jakarta Rp /m 3 (Tabel 25). Biaya yang ditanggung pengguna air dari Perusahaan Air Minum DKI Jakarta paling besar yaitu 39 persen dari nilai airnya dan pengguna air untuk industri menanggung biaya pengguna air sebesar 8 persen-nya. Komponen biaya marjinal pengguna yang dibebankan kepada pengguna. Semakin banyak pengguna memerlukan sumberdaya air semakin banyak terjadi eksternalitas yang mempengaruhi kelestarian infrastruktur. Hal ini karena murahnya tarif air yang ditetapkan pemerintah kepada sektor pengguna. Oleh karena itu perlu dilakukan internalisasi pengaruh kepada infrastruktur, sehingga pemanfaatan air dapat ditekan menjadi tidak berlebihan. Pajak juga dapat membantu mengurangi eksternalitas hal ini dimakasudkan agar dapat mengurangi ekternalitas.

23 177 Tabel 25. Biaya Marjinal Pengguna Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Sektor Wilayah Tahun (Rp/m3) Rata-rata Rata-Rata per sektor Listrik-Juanda Irigasi TT Irigasi TU Irigasi TB PDAM K/K TT PDAM K/K TU PDAM K/K TB Industri TT Industri TU Industri TB PAM DKI Keterangan: TT = Tarum Timur, TU = Tarum Utara, TB = Tarum Barat, K/K = Kabupaten/Kota

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa simpulan: 1. Dengan telah dapat dibangunnya model ASDIJ sehingga dapat menjawab

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa simpulan: 1. Dengan telah dapat dibangunnya model ASDIJ sehingga dapat menjawab 178 VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa simpulan: 1. Dengan telah dapat dibangunnya model ASDIJ sehingga dapat menjawab (1) alokasi air yang optimal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI DAN HIDROLOGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WADUK JUANDA OLEH PERUM JASA TIRTA II: PENDEKATAN OPTIMASI DINAMIK

ANALISIS EKONOMI DAN HIDROLOGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WADUK JUANDA OLEH PERUM JASA TIRTA II: PENDEKATAN OPTIMASI DINAMIK ANALISIS EKONOMI DAN HIDROLOGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WADUK JUANDA OLEH PERUM JASA TIRTA II: PENDEKATAN OPTIMASI DINAMIK Slametto 1), Yusman Syaukat 2), W.H Limbong 3), Moch. Amron 4) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas 11.44 ribu kilometer persegi. Curah hujan tahunan 3 ribu

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI DAN HIDROLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR WADUK JUANDA OLEH PERUSAHAAN UMUM JASA TIRTA II: PENDEKATAN OPTIMASI DINAMIK DISERTASI

ANALISIS EKONOMI DAN HIDROLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR WADUK JUANDA OLEH PERUSAHAAN UMUM JASA TIRTA II: PENDEKATAN OPTIMASI DINAMIK DISERTASI ANALISIS EKONOMI DAN HIDROLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR WADUK JUANDA OLEH PERUSAHAAN UMUM JASA TIRTA II: PENDEKATAN OPTIMASI DINAMIK DISERTASI SLAMETTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Lebih terperinci

VI. GAMBARAN UMUM DAERAH IRIGASI JATILUHUR. 6.1 Perekonomian Wilayah Jawa Barat dan Wilayah Sekitar Daerah Irigasi Jatiluhur

VI. GAMBARAN UMUM DAERAH IRIGASI JATILUHUR. 6.1 Perekonomian Wilayah Jawa Barat dan Wilayah Sekitar Daerah Irigasi Jatiluhur 131 VI. GAMBARAN UMUM DAERAH IRIGASI JATILUHUR 6.1 Perekonomian Wilayah Jawa Barat dan Wilayah Sekitar Daerah Irigasi Jatiluhur Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Pantai Utara Jawa Barat, dari barat

Lebih terperinci

VII. PENGARUH KEBIJAKAN TERHADAP ALOKASI SUMBERDAYA AIR, STOK AIR TANAH, NILAI KINI BENEFIT SOSIAL DAN NILAI EKONOMI AIR

VII. PENGARUH KEBIJAKAN TERHADAP ALOKASI SUMBERDAYA AIR, STOK AIR TANAH, NILAI KINI BENEFIT SOSIAL DAN NILAI EKONOMI AIR 187 VII. PENGARUH KEBIJAKAN TERHADAP ALOKASI SUMBERDAYA AIR, STOK AIR TANAH, NILAI KINI BENEFIT SOSIAL DAN NILAI EKONOMI AIR 7.1 Konsumsi Sumberdaya Air. 7.1.1 Konsumsi Air Tahunan dan Kumulatif Konsumsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO Ukuran Kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah net present value (NPV) dan net benevit cost ratio (net

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Kelayakan Ekonomi Bendungan Jragung Kabupaten Demak (Kusumaningtyas dkk.) KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Ari Ayu Kusumaningtyas 1, Pratikso 2, Soedarsono 2 1 Mahasiswa Program Pasca

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia Kebijakan Penguasaan Lahan (Land Tenure) : Pentingnya kebijakan land tenure bagi pertanian Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam produksi komoditi yang bersumber dari kekayaan alam terutama dalam sektor pertanian. Besarnya

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Laboratorium Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika (LPPM PKBT) yang berlokasi di Tajur sebagai sumber informasi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

IX. DAMPAK PERUBAHAN VARIABEL EKONOMI DAN TEKNIS

IX. DAMPAK PERUBAHAN VARIABEL EKONOMI DAN TEKNIS IX. DAMPAK PERUBAHAN VARIABEL EKONOMI DAN TEKNIS 9.1. Perubahan Harga Komoditas Diskripsi pengaruh perubahan harga didasarkan pada dua skenario; yaitu yang didasarkan pada rata-rata pendugaan perubahan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan, I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan, khususnya dalam Repelita VI, sektor pertanian masih mempunyai peranan strategis, yaitu sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Perum Jasa Tirta II adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Citarum merupakan gabungan beberapa wilayah luas sungai dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Citarum merupakan gabungan beberapa wilayah luas sungai dengan luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sungai Citarum merupakan gabungan beberapa wilayah luas sungai dengan luas sekitar 13.000 km2. Sumber daya air ini telah digunakan untuk mensuplai kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi 136 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Pengembangan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser memiliki peran yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi Sumatera Utara dan NAD

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga RINGKASAN EJEN MUHAMADJEN. Analisis Kelayakan Usaha Rumah Jamu di Taman Sringanis, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Ir. Netty Tinaprilla,MM Taman Sringanis merupakan wujud kepedulian terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.3 Tujuan dan Manfaat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benefit Cost Ratio (BCR) 1.2 Identifikasi Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.3 Tujuan dan Manfaat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benefit Cost Ratio (BCR) 1.2 Identifikasi Masalah 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air adalah kebutuhan dasar untuk kehidupan manusia, terutama untuk digunakan sebagai air minum, memasak makanan, mencuci, mandi dan kakus. Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di industri pembuatan tempe UD. Tigo Putro di Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi PDAM Bekasi merupakan salah satu PDAM yang berada di wilayah Kota Bekasi. Pengelolaan sumberdaya

Lebih terperinci

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018?

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018? PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei 2018 1. Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018? Target produksi Perseroan untuk tahun 2018 adalah 219.000

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

BAB 8 SUMBER DAYA LAHAN

BAB 8 SUMBER DAYA LAHAN BAB 8 SUMBER DAYA LAHAN 8.1. Beberapa Konsep Dasar Ekonomi Lahan Lahan mempunyai tempat yang khusus dalam kelompok sumber daya, karena lahan diperlukan dalam semua aspek kehidupan manusia dan lahan juga

Lebih terperinci

Realisasi Kementerian PUPR Capai 93,66%

Realisasi Kementerian PUPR Capai 93,66% Rilis PUPR #2 31 Januari 2018 SP.BIRKOM/I/2018/049 Realisasi Kementerian PUPR Capai 93,66% Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai kementerian dengan anggaran pembangunan

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Rangkuman (Sintesa) Temuan KBU merupakan kawasan lindung yang sangat dekat dengan pusat kegiatan ekonomi dan pusat pengembangan wilayah yakni Kota Bandung. Sebagai bagian dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal tebu yang tidak kurang dari 400.000 ha, industri gula nasional pada saat ini merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

Pembangunan Infrastruktur Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Aceh

Pembangunan Infrastruktur Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Aceh Rilis PUPR #1 12 Juli 2017 SP.BIRKOM/VII/2017/342 Pembangunan Infrastruktur Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Aceh Jakarta - Salah satu faktor penting mendukung pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nanggroe Aceh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di penggilingan padi Sinar Ginanjar milik Bapak Candran di Desa Jomin Timur, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian

Lebih terperinci

Forum Air Jakarta Dorong Peta Jalan Penyelamatan Air Baku

Forum Air Jakarta Dorong Peta Jalan Penyelamatan Air Baku Siaran Pers : Untuk Segera Disiarkan Forum Air Jakarta Dorong Peta Jalan Penyelamatan Air Baku Jakarta, 26 Maret 2012 Masih dalam semangat perayaan Hari Air Dunia 2013, wadah pemangku kepentingan sektor

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biayabiaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk melakukan

Lebih terperinci

Skenario Subsidi Silang (Cross Subsidy) dalam Pembiayaan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Brantas

Skenario Subsidi Silang (Cross Subsidy) dalam Pembiayaan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Brantas Skenario Subsidi Silang (Cross Subsidy) dalam Pembiayaan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Skenario Subsidi Silang (Cross Subsidy) dalam Pembiayaan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH Jones T. Simatupang Dosen Kopertis Wilayah I dpk Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia

Lebih terperinci

Bendungan Teritip Akan Pasok Tambahan Air Baku 250 liter/detik Bagi Kota Balikpapan

Bendungan Teritip Akan Pasok Tambahan Air Baku 250 liter/detik Bagi Kota Balikpapan Rilis PUPR #2 12 Juli 2017 SP.BIRKOM/VII/2017/343 Bendungan Teritip Akan Pasok Tambahan Air Baku 250 liter/detik Bagi Kota Balikpapan Jakarta--Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada

Lebih terperinci

Bab 7 Teknik Penganggaran Modal (Bagian 2)

Bab 7 Teknik Penganggaran Modal (Bagian 2) M a n a j e m e n K e u a n g a n 103 Bab 7 Teknik Penganggaran Modal (Bagian 2) Mahasiswa diharapkan dapat memahami, menghitung, dan menjelaskan mengenai penggunaan teknik penganggaran modal yaitu Accounting

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INFRASTRUKTUR

IV. GAMBARAN UMUM INFRASTRUKTUR 37 IV. GAMBARAN UMUM INFRASTRUKTUR 4.1 Jalan Jalan merupakan infrastruktur yang penting untuk menghubungkan satu daerah ke daerah lain atau satu pusat perekonomian ke pusat perekonomian lainnya. Ketersediaan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.1. Kerangka Teoritis 3.1.2. Studi Kelayakan Proyek Gittinger (1986) mendefinisikan proyek pertanian sebagai suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Analisis Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemerintah dalam kebijakan pangan nasional. olahan seperti: tahu, tempe, tauco, oncom, dan kecap, susu kedelai, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari pemerintah dalam kebijakan pangan nasional. olahan seperti: tahu, tempe, tauco, oncom, dan kecap, susu kedelai, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L)) merupakan komoditas strategis di Indonesia. Kedelai adalah salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA)

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Oleh : Benny Gunawan Ardiansyah, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal 1. Pendahuluan Pasal 33 Undang- undang Dasar 1945

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Abstrak Dalam menjamin tersedianya pasokan listrik bagi masyarakat, pemerintah telah melakukan berbagai upaya mendukung

Lebih terperinci

Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Ditjen PSP, Kementerian Pertanian ALUR PERATURAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan digunakan pada saat musim kemarau (Purnomo, 1994). Menurut Peraturan Pemerintah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan digunakan pada saat musim kemarau (Purnomo, 1994). Menurut Peraturan Pemerintah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evaluasi Proyek Bendungan Bendungan adalah bangunan penampung kelebihan air hujan pada musim hujan dan digunakan pada saat musim kemarau (Purnomo, 1994). Menurut Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. airnya mencukupi (Bardan, 2014: 34). Pemberian air berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. airnya mencukupi (Bardan, 2014: 34). Pemberian air berperan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya air untuk pertanian perlu diperhatikan agar kinerja sektor pertanian dapat terus berjalan dengan baik. Salah satunya adalah pengelolaan kuantitas

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Pada KEGIATAN PERLUASAN (PENCETAKAN) SAWAH DALAM PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2007-2009 Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

Lebih terperinci

INSURANCE OUTLOOK 2016: NAVIGATING FINANCIAL MARKET VOLATILITY Jakarta, 24 November 2015

INSURANCE OUTLOOK 2016: NAVIGATING FINANCIAL MARKET VOLATILITY Jakarta, 24 November 2015 INSURANCE OUTLOOK 2016: NAVIGATING FINANCIAL MARKET VOLATILITY Jakarta, 24 November 2015 Perkembangan Industri Perasuransian Brief Overview Triliun Rupiah Triliun Rupiah..Secara umum, dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci