Bab 2. Landasan Teori. Mengenai Agama dan Tradisi di Jepang dalam Buku Panduan Jepang (1996)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 2. Landasan Teori. Mengenai Agama dan Tradisi di Jepang dalam Buku Panduan Jepang (1996)"

Transkripsi

1 Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Agama Menurut Masyarakat Jepang Mengenai Agama dan Tradisi di Jepang dalam Buku Panduan Jepang (1996) disebutkan bahwa pada umumnya orang Jepang adalah penganut agama Shinto, Budha, atau agama-agama baru yang berafiliasi pada Shinto dan Budha serta sejumlah kecil penganut Kristen. Kebanyakan orang Jepang akan memberikan jawaban saya tidak beragama, agama tidak perlu bagi orang Jepang ataupun jawaban semacamnya jika mereka ditanyakan tentang agama apa yang mereka anut. Memang sulit untuk mengukur keagamaan orang Jepang. Di rumah-rumah mereka biasanya bukan saja butsudan (altar Budha) yang akan kita temukan, tapi di rumah tersebut bisa kita temukan pula kamidana (altar Shinto). Jika dilihat dari angka sensus penduduk beragama di Jepang, biasanya menunjukkan jumlah angka penduduk beragama yang mencapai satu setengah kali jumlah penduduk Jepang yang sesungguhnya. Orang Jepang tidak mempercayai suatu agama tertentu, tetapi hal itu tidak berarti orang Jepang tidak melakukan ibadah agama. Pada tahun baru, kebanyakan orang Jepang berkunjung ke kuil Budha atau kuil Shinto untuk berdoa keselamatan dan kebahagiaan selama tahun baru ini (hatsumode). Saat itu kuil-kuil terkenal sangat ramai. Selama setahun dalam beberapa kali, terutama hari peringatan meninggalnya kerabat dekat, mereka akan berziarah ke makam nenek moyang (hakamairi). Saat menikah, banyak orang Jepang yang melakukan upacara pernikahan di gereja. Tetapi pada umumnya orang Jepang tidak tahu ajaran agama dan tidak punya minat pada ajarannya. 9

2 Orang Jepang sendiri menganggap semua itu kebiasaan, bukan kegiatan agama (Ishizawa, 2005) Memang jika kita bertanya pada orang Jepang, apakah mereka memiliki agama. Sering dijumpai bahwa mereka agak sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Namun, jika kita perhatikan sikap dan perilaku orang Jepang dalam fenomena kehidupan sehari-hari seperti dalam upacara pemujaan leluhur atau perayaan-perayaan yang berhubungan dengan pemujaan terhadap alam dan perayaan yang bertujuan untuk memanjatkan rasa syukur, maka kita akan mendapatkan kesan bahwa orang Jepang mempercayai atau meyakini adanya sesuatu (Yudhasari, 2003: 73). Kepercayaan atau keyakinan orang Jepang tersebut diimplementasikan dalam sikap dan tingkah laku dalam suatu kegiatan yang disebut dengan matsuri (Yanagita, 1987: 42). 2.2 Konsep Shinto Pengertian Shinto dalam Shinto Online Network Association (2006) adalah istilah umum bagi kegiatan-kegiatan yang dilakukan orang Jepang untuk memuja dewa surga dan bumi. Shinto terdiri dari dua huruf kanji yaitu shin yang artinya dewa (bisa juga dibaca kami) dan tou yang artinya jalan, jadi shinto memiliki arti jalan dewa (the way of heaven). Pengertian lainnya mengenai Shinto disebutkan pula oleh Tanaka (1990: ): 一般に 神道 と言った場合 日本民族などの固有の神 神霊に基づいて発生し 展開してきた宗教の総称 であるとされているが 神や神霊についての信念や伝統的な祭祀ばかりでなく 広く生活習俗や伝承されている考え方などもその中に含まれる Umumnya, yang dimaksud dengan Shinto adalah kata yang digunakan untuk mewakili kepercayaan tradisional orang Jepang yang berlandaskan kepercayaan 10

3 terhadap dewa dan roh. Tidak hanya itu, secara luas ajaran Shinto juga menjadi pedoman bagi orang Jepang dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya. Di dalam Japan Guide (2007) dijelaskan bahwa Shinto tidak mempunyai pendiri ataupun alkitab. Dewa Shinto dikenal dengan sebutan kami. Kami yang disembah ada sebanyak delapan juta. Manusia akan menjadi kami setelah mereka mati dan dipuja oleh keluarga mereka sebagai keturunan kami. Dalam agama shinto tidak ada yang benar dan salah, tidak memiliki tempat yang paling suci untuk para pemuja, tidak ada orang atau dewa yang dianggap paling suci, dan bahkan tidak mempunyai ketetapan doa. Shinto adalah sekumpulan ritual dan metode yang bermaksud untuk membatasi hubungan antara manusia dan kami. Shinto adalah sebuah kepercayaan kuat bahwa manusia pada dasarnya baik, dan kejahatan dipercaya disebabkan oleh roh-roh jahat. Oleh karena itu, tujuan utama ritual-ritual dalam Shinto adalah untuk menjauhkan roh-roh jahat dengan pembersihan dan berdoa kepada kami. Kuil-kuil Shinto adalah tempat untuk pemujaan dan rumah dari kami itu sendiri. Banyak kuil yang merayakan festival (matsuri) secara teratur yang bertujuan untuk menunjukkan kami ke dunia luar. Setiap laki-laki dan perempuan dapat menjadi pendeta, dan mereka boleh menikah dan mempunyai anak. Pendeta dibantu perempuan-perempuan muda (miko) sewaktu menjalankan ritual dan kegiatan-kegiatan lain di kuil. Miko menggunakan kimono berwarna putih dan harus yang belum menikah serta biasanya anak perempuan pendeta. Kami berasal dari kata kakurimi (sosok/tokoh yang tersembunyi) dengan mengambil suku kata awal dan akhir, sehingga berbentuk menjadi kami. Kami secara umum menunjuk pada suatu hal yang misterius dan gaib yang mempunyai kekuatan yang melampaui kekuatan manusia di dunia. Kami mempunyai dua kepribadian yang 11

4 berlawanan yaitu pertama yang menyebabkan orang-orang merasa ketakutan, sedangkan yang lainnya menyebabkan orang merasa tak berdaya tanpa kami. Kami dipercaya ada pada beberapa hewan seperti ular, tanaman (biasanya pada pohon-pohon besar seperti pohon cedar) atau komponen alam seperti sungai, pegunungan, atau bebatuan. Walaupun kami adalah kata yang paling dikenal, jika penekanannya dirubah maka kata kami dapat disebut juga dengan tama atau mono (Ishikawa,1986:77). Menurut The Cambridge Encyclopedia of Japan (1993: 154) dalam ajaran Shinto terdapat beberapa tipe kami, yaitu 1. kami yang berada dalam objek alam seperti pohon besar, gunung, dan sebagainya. 2. Kami yang dipuja sesuai keahlian pemujanya, misalnya kami bagi para nelayan, petani, tukang kayu, dan sebagainya yang dipercayai akan memberkati dan melindungi mereka 3. Ujigami adalah kami yang melindungi suatu desa atau keluarga tertentu 4. Ikigami adalah kami yang berupa manusia yang masih hidup seperti miko atau penemu agama dalam zaman modern ini 5. Hitogami adalah manusia yang dipuja sebagai kami setelah kematiannya. Seringkali mereka meninggal dengan tidak baik atau secara tidak wajar yang lalu kemarahan roh tersebut mengakibatkan terjadi bencana maupun kekacauan. 6. kami yang berasal dari cerita dalam buku pertama Kojiki seperti Dewa Amaterasu, Izanagi dan Izanami, dan Susano O Mikoto. 12

5 Inti ajaran dalam agama Shinto adalah untuk memuja kami, yang bisa juga diterjemahkan sebagai dewa atau roh alam (Littleton, 2002). Dalam agama Shinto tidak terdapat alkitab namun mempunyai Kojiki dan Nihon shoki. Kojiki adalah catatan kuno tentang Shinto dan Nihon shoki merupakan cerita tentang sejarah Jepang. Dalam kojiki diceritakan tentang Izanagi dan Izanami yang menciptakan pulau Jepang dan para dewa Shinto. Dewa-dewa Shinto diciptakan pada saat Izanagi mensucikan dirinya di dataran Ahagi di Tachibana. Pada saat Izanagi membersihkan mata kirinya maka lahirlah dewi Amaterasu Omi Kami, pada saat membersihkan mata kanannya maka lahirlah Tsukiyomi No Mikoto dan pada saat membersihkan hidungnya maka lahirlah Susano O Mikoto (Jorgenson, 2003). Empat penegasan Shinto dalam Religious Tolerance (1995) adalah sebagai berikut : 1. Tradisi dan keluarga. Setiap keluarga selalu menjaga dan mempertahankan tradisi. Perayaan utama keluarga berkaitan dengan kelahiran dan pernikahan. 2. Kecintaan akan alam Alam itu suci, untuk berhubungan dengan alam maka harus mendekatkan diri ke dewa. Objek-objek di alam disembah sebagai roh yang suci. 3. Kebersihan fisik Setiap pengikut Shinto membasuh diri dan tangan mereka serta berkumur sesering mungkin. 4. Matsuri Penyembahan dan penghormatan kepada kami dan roh nenek moyang. 13

6 Ono (1992:51-57) menjelaskan bahwa terdapat empat unsur penting dalam upacara pemujaan Shinto, yaitu: 1) Penyucian atau pembersihan (harai) 2) Persembahan (shinsen) 3) Doa ritual Shinto (norito) 4) Pesta simbolik (naorai) Unsur pertama berupa penyucian (harai) adalah ritual yang bertujuan untuk membersihkan semua kotoran, kejahatan dan iblis yang dapat mengganggu kehidupan yang sesuai dengan jalan kami dan kemanjuran suatu pemujaan yang disebut dengan tsumi (polution). Penyucian ini dilakukan oleh para pendeta. Biasanya bila ritual ini dilakukan oleh pemuja, orang awam ataupun pendeta secara individu maka dilakukan secara simbolis dengan membersihkan mulut dan membasuh tangan dengan air bersih. Ini disebut dengan temizu yang secara harafiah berarti air tangan. Penyucian formal dilakukan oleh seorang pendeta yang diawali dengan pembacaan doa penyucian dan mengayunkan tongkat penyucian dengan cara yang khas didepan individu, sekelompok orang atau objek yang akan disucikan. Sebagai simbol dari penyucian adalah sebatang bambu, ranting sakaki, atau batang padi yang dilekatkan dengan kertas putih yang digantung ditempat-tempat tertentu. Menurut Picken (1994:172) terdapat tiga bentuk cara penyucian, yaitu harai, misogi dan imi. Harai adalah penyucian yang dilakukan oleh pendeta dengan menggunakan harai-gushi (semacam tongkat yang dilekati dengan kertas putih) yang diarahkan dan dikibaskan kepada tempat atau orang yang akan disucikan. Misogi adalah ritual penyucian yang sering disertai dengan penaburan garam atau air garam dan 14

7 penyucian yang dilakukan dengan berendam di sungai atau laut dan berdiri di air terjun. Imi adalah penyucian berupa pantangan terhadap kata-kata tertentu dan tindakan tertentu, misalnya kata kiru (potong) tidak boleh dipakai pada saat pernikahan selain itu kata deru (keluar) juga dianggap tabu. Persembahan (shinsen) sebagai unsur kedua dalam pemujaan Shinto merupakan ritual yang tidak boleh diabaikan karena hal ini dipercaya dapat membuat kami terutama nenek moyang merasa tidak senang dan ketidakberuntungan akan selalu menyertai orang yang mengabaikan kewajiban ini. Persembahan biasanya menyesuaikan dengan tradisi lama. Persembahan yang paling sederhana adalah beras, garam, air, dan ranting sakaki. Persembahan yang biasanya juga sering dijumpai adalah bunga-bunga petik. Empat jenis persembahan yang umumnya dipersembahkan adalah: 1) Uang Persembahan uang dilakukan dengan melempar koin ke dalam kotak persembahan di depan dekat altar atau dengan berdana untuk kepentingan kuil. 2) Makanan dan minuman Persembahan makanan dapat berupa makanan yang belum dimasak maupun yang telah dimasak. Adapula persembahan yang berupa makanan kesukaan dari Kami yang dihormati sebagai orang yang bersejarah. 3) Barang Berbagai macam benda yang hebat termasuk ke dalam persembahan ini, seperti kertas dari jaman dulu, kain sutra atau katun, uang, perhiasan, senjata dan bahkan alat pertanian. Di beberapa kuil terdapat pula persembahan hewan. 15

8 4) Benda atau kegiatan simbolis Persembahan benda simbolis biasanya berbentuk ranting tumbuhan sakral sakaki yang dilekatkan dengan beberapa carik kertas putih yang disebut tamagushi. Berbagai macam hiburan, seperti tarian, drama, gulat, dan panahan juga dianggap sebagai persembahan kepada kami. Musik dan tarian juga bertujuan untuk memberikan hiburan kepada kami tetapi para pemuja juga dapat menikmatinya. Berbagai hiburan itu disebut juga dengan kan-nigiwai yang sering ditampilkan pula di berbagai perayaan matsuri. Unsur ketiga adalah doa (norito). Doa-doa upacara yang dibacakan atau dibawakan oleh pendeta di kuil adalah bahasa Jepang klasik. Doa upacara tersebut tidak dimengerti oleh orang Jepang sekarang kecuali bagi yang khusus belajar mengenai hal itu. Pada jaman dahulu, banyak cerita sejarah hebat dan catatan penting lainnya yang ditulis dengan indahnya dan dibuat dengan berirama syair untuk memudahkan diturunkan kepada generasi berikutnya. Sesuai aturan doa akan dibuka dengan kata-kata pujian terhadap kami, membuat beberapa surat keterangan untuk asal mula dan sejarah dimulainya suatu festival atau acara, menunjukkan rasa terimakasih, melapor dan mengajukan permohonan kepada kami, menyebutkan satu persatu persembahan yang diberikan, memberikan nama dan status pendeta, dan terakhir menambahkan kata-kata sebagai tanda hormat dan kekaguman. Unsur yang terakhir adalah pesta simbolik (naorai). Di setiap akhir upacara Shinto terdapat pesta simbolik yang disebut naorai yang memiliki arti makan bersama 16

9 dengan kami. Kegiatan ini diisi dengan acara minum sake dimana setiap teguk sake diminum dengan khidmat dan dilanjutkan dengan makan-makan penuh kegembiraan. Menurut Ross (1983:75) dalam ajaran Shinto terdapat benda-benda yang dianggap suci seperti pedang, kaca dan mutiara. Tiga benda ini merupakan benda yang sangat penting bagi umat Shinto. Ross menjelaskan arti dari ketiga benda itu sebagai berikut: The Mirror reflects from its bright surface every object as it really is, irrespective of goodness or badness, beauty or the reverse. This is the very nature of the Mirror, which faithfully symbolizes truthfulness, one of the cardinal virtues. The Jewel signifies soft-hearted-ness and obedience, so that it becomes a symbol of benevolence. The sword represents the virtue of strong decision, i.e. wisdom. Without the combined strength of these three fundamental virtues, peace in the realm cannot be expected. Cermin memantulkan/mencerminkan dari permukaan terangnya setiap objek seperti bentuk objek itu sendiri, tanpa tergantung kebaikan ataupun keburukan, keindahan ataupun sebaliknya. Itu merupakan sifat dasar cermin, yang dengan jujur menggambarkan keadaan yang sebenarnya, salah satu dari pokok kebaikan. Perhiasan mengartikan/menandakan kelembutan hati dan ketaatan/kepatuhan, jadi perhiasan menjadi sebuah simbol/lambang perbuatan baik/kebajikan. Pedang menggambarkan kebaikan/sifat baik keputusan yang kuat, yaitu kebijaksanaan. Tanpa gabungan/kombinasi kekuatan tiga kebaikan/kebajikan dasar tersebut, kedamaian tidak akan terwujud. 2.3 Konsep Matsuri Matsuri adalah bagian dari budaya spiritual orang Jepang dan banyak mengambil bentuk dari upacara yang berkenaan dengan kepercayaan yang diyakini. Matsuri disebut juga girei atau gyoji yang mengandung arti ritual atau upacara. Matsuri itu sendiri mengandung dua makna. Makna pertama yaitu untuk mendoakan arwah para leluhur yang telah meninggal dunia dengan melakukan berbagai persembahan atau upacara, dan makna kedua mengacu pada suatu perayaan oleh kelompok masyarakat yang bertujuan 17

10 untuk memperingati atau merayakan rasa syukur pada dewa atas dilimpahkannya kemakmuran dan keselamatan. Matsuri juga merupakan upacara untuk memohon pada dewa agar dilimpahkan keselamatan bagi penduduk setempat (Yanagita, 1987: 42). Matsuri di Jepang awalnya dipusatkan pada ritual agraris seperti berdoa pada musim semi untuk hasil panen yang berlimpah dan pada musim gugur merayakan hasil panen, lalu setelah itu perayaan musim panas di kota menjadi bertambah untuk mengusir roh jahat dan penyakit. Semua perayaan ini diperuntukan untuk mententramkan dewa dan menjamin masyarakat untuk melanjutkan solidaritas dan kemakmuran, dan ini tidak sampai pada jaman Edo perayaan ini mulai menjadi populer semacam hiburan seharihari dalam hidup (Tanaka, 1990:104). Matsuri menurut The Kodansha Billingual Encyclopedia of Japan (1998) merupakan festival yang berasal dari bentuk perwujudan terhadap kepercayaan Shinto yang telah dilakukan sejak lama dan dilaksanakan setiap tahunnya pada tanggal yang telah ditentukan. Matsuri juga berasal dari ritual lama Shinto yang memiliki tujuan untuk menenangkan roh orang yang telah meninggal dan para kami, sebagai doa memohon panen yang melimpah dan sebagainya. Ada pula beberapa matsuri yang didalamnya memiliki percampuran dengan agama Budha, konfusianisme,dan negeri Cina. Matsuri merupakan tindakan secara simbolis agar manusia dapat berhubungan dengan kami. Tata cara pelaksanaan matsuri sudah ada sejak zaman kuno di Jepang. Pelaksanaannya dahulu dilakukan secara sederhana dalam lingkup keluarga atau desa. Matsuri yang dilakukan di dalam lingkup keluarga dipimpin oleh seorang kepala keluarga. Matsuri ini biasanya dilakukan untuk menghormati para leluhur dan memohon 18

11 keselamatan pada dewa yang mereka yakini, sedangkan matsuri dalam kelompok desa dipimpin oleh seorang pemimpin kuil (toya) yang dihormati di desa itu dengan tujuan untuk memohon keselamatan pada kami yang diyakini. Matsuri ini dapat pula berupa upacara memanjatkan rasa syukur atas berhasilnya panen pada tahun itu (Yudhasari, 2003: 72). Penyelenggaraan upacara matsuri pada mulanya tidak dilakukan di jinja atau kuil Shinto melainkan dilakukan di tempat yang diyakini sebagai tempat turunnya para dewa. Tempat-tempat itu biasanya berupa pohon-pohon yang tinggi, batu karang, dan tempat yang tinggi seperti gunung. Untuk menandai tempat-tempat itu, biasanya ditandai dengan tali jerami yang dilingkarkan pada pohon atau batu yang digantungi kertas-kertas suci (shimenawa). Shimenawa diyakini memiliki kekuatan untuk mengusir segala pengaruh jahat. Oleh penduduk setempat, di tempat-tempat seperti itu diberikan sesaji. Lama kelamaan tempat itu menjadi tempat yang sering didatangi oleh masyarakat. Akhirnya, di tempat itulah didirikan jinja atau kuil Shinto (Yudhasari, 2003: 75). Ono (1992:68-69) menjelaskan bahwa di dalam matsuri biasanya terdapat upacara pemindahan kami dari kuil ke dalam sebuah mikoshi yang merupakan jinja kecil untuk kami. Sebagai simbol kami, di dalam mikoshi ditempatkan selembar kertas yang bertuliskan nama kami tersebut. Kemudian mikoshi ini akan dibawa ke sebuah tempat yang akan menjadi tempat peristirahatan sementara untuk kami (otabisho) sebelum dikembalikan ke kuil. Mulanya matsuri terdiri dari dua bagian dasar: pemberian persembahan, puji-pujian, tarian dan naorai. Kemudian bagian ketiga ditambahkan, yaitu parade tandu kuil kecil (mikoshi) atau kendaraan hias (dashi) ataupun keduanya. Parade itu kemudian menjadi terkenal. Jika tidak terdapat parade-parade itu dalam 19

12 sebuah matsuri maka tampak bukan seperti matsuri yang sesungguhnya. Di masa sekarang parade mikoshi dan dashi adalah bagian terbesar dan indah dalam suatu matsuri. Dalam kegiatan matsuri, laki-laki muda secara kasar menggoncang-goncangkan sebuah mikoshi yang suci pada pundak mereka dan bersorak selagi maju ke jalan. Tujuannya adalah untuk membawa dewa yang telah turun ke kuil agar masuk ke dalam mikoshi tersebut dan diharapkan roh-roh baik dapat masuk dan roh-roh jahat dapat keluar. Alasan lain digoncangkannya mikoshi tersebut adalah karena orang-orang Jepang dahulunya percaya bahwa kekuatan dewa ditingkatkan dengan menggoncanggoncangkannya. Pada beberapa matsuri lokal, para pembawa mikoshi menabrakannabrakan mikoshi. Mereka percaya bahwa semakin kuat tabrakan yang dihasilkan maka semakin besar kegembiraan dewa. Dashi juga muncul di berbagai matsuri. Dashi seperti juga mikoshi, merupakan kendaraan yang sakral. (Ishikawa 1986:99) Ritual terakhir matsuri dalam Shinto adalah kami okuri yang merupakan pengiriman kembali dewa ke tempat di mana dewa-dewa berasal. Tempat ini tidak harus selalu jinja, bisa dimana saja antara lain, gunung, batu atau laut. Tempat-tempat tersebut jauh dari komunitas manusia (Herbert, 42:1982). Pada akhir zaman Meiji, fungsi matsuri yang tadinya hanya terbatas pada pemujaan leluhur di lingkup keluarga, bergeser menjadi suatu kegiatan kelompok masyarakat desa yang berfungsi sebagai wadah tempat berkumpul untuk merayakan, memperingati, atau mengucapkan rasa syukur. Hal ini merupakan salah satu bentuk implikasi dari kegiatan matsuri yang berfungsi mengikat rasa solidaritas sosial di antara kelompok masyarakat setempat (Yanagita, 1987 : 44). 20

13 2.4 Konsep Tenjin Matsuri Dalam Osaka-Info (2006) dijelaskan bahwa Tenjin Matsuri yang diadakan setiap tahun pada tanggal 24 dan 25 Juli, termasuk salah satu dari tiga festival terbesar di Jepang. Tenjin Matsuri telah diadakan oleh kuil Osaka Temmangu selama 1000 tahun dan telah banyak mempengaruhi sejarah dan budaya tradisional Osaka. Temma adalah area yang berlokasi tidak jauh dari stasiun Osaka. Temma termasuk kota yang ramai di Osaka, dengan tempat-tempat perbelanjaan, kantor-kantor kecil, ruko-ruko, apartemen, dan rumah-rumah tua. Kuil Osaka Temmangu berada di di daerah ini dan orang-orang menyebutnya dengan nama Temma no Tenjin-san (kuil Tenjin di Temma). Festival Tenjin Matsuri di Osaka dirayakan untuk mengusir roh iblis pada musim panas dan sebagai upacara doa bagi arwah Sugawara Michizane ( AD). Tenjin Matsuri dimulai tanggal 1 Juni tahun 951. Tenjin pada dasarnya memiliki arti Dewa surgawi (heavenly god) tetapi kemudian kata ini secara khusus mengarah pada roh seorang sarjana hebat yang bernama Sugawara Michizane. Dulunya berbentuk sebuah upacara yang diadakan di akhir musim panas (pada tanggal 30 Juni sesuai dengan kalender lunar) yang disebut dengan nagoshi no harai. Sebuah hoko (halberd) dialirkan di sungai Okawa yang berada di depan kuil Temmangu dan dimana hoko itu berhenti, di situlah dijadikannya tempat sebuah otabisho, sebuah lokasi yang dipakai untuk tempat munculnya Dewa Tenjin dan tempat orang menunjukkan tanda syukurnya atas hidup damai dan bahagia yang diberikan. Tahun 949, kaisar Murakami memerintahkan untuk mengabadikan Sugawara Michizane ( ) di kuil Temmangu. Orang-orang biasa mengenal Michizane sebagai Tenjin-san. Selama bertugas di istana, Sugawara Michizane menunjukkan 21

14 kemampuan yang hebat dalam literatur. Tapi sayangnya dia terlibat dalam perebutan kekuasaan dalam istana dan menjadi korban tipu daya politik yang kemudian diasingkan ke Dazaifu (Kyushu), lalu setelah dua tahun ia wafat di sana. Tepat setelah kematiannya, banyak terjadi bencana di Kyoto. Badai-badai hebat, penyakit menular, salah satu bagian dalam istana kekaisaran disambar oleh halilintar dan juga orang-orang yang menfitnahnya mati satu per satu. Masyarakat dikejutkan dengan bencana ini dan diyakini bahwa semua ini disebabkan oleh tindakan Michizane yang marah dan mati dalam keputus-asaan. Walaupun orang-orang takut kepadanya, beberapa orang berpikir bahwa jika mereka memujanya, maka dia akan melindungi mereka. Saat kaisar Murakami mendengar kabar itu, dia memerintahkan untuk mendirikan Temmangu dan begitulah ceritanya bagaimana Dewa Tenjin diabadikan. Holtom (1991:179) mengatakan bahwa Dewa Tenjin menjadi salah satu kami dalam Shinto yang dikenal sebagai dewa pendidikan dan kaligrafi. Sepanjang sejarah, festival ini diadakan pada tanggal-tanggal yang berbeda, tetapi sekarang yoimiya (pembukaan festival) dirayakan pada tanggal 24 Juli dan honmiya (puncak festival) dirayakan pada tanggal 25 Juli yang merupakan hari ulang tahun Sugawara Michizane. Moyo-oshidaiko dan danjiri-bayashi memulai perayaan pada pukul 4 pagi di tanggal 24 Juli. Lalu diikuti dengan yoimiyasai (upacara pembukaan) dan pada tanggal 25 juli diisi oleh prosesi darat (riku-togyo) dan prosesi perahu (funa-togyo). Semua itu dirayakan selama lebih dari 1000 tahun. 22

15 Berikut rincian lebih jelasnya mengenai urutan kegiatan ataupun ritual yang terdapat dalam festival Tenjin Matsuri di Osaka. 1. Yoimiya (pembukaan festival) yang terbagi dalam yoimiyasai dan hokonagashishinji. 2. honmiya (puncak festival) yang terbagi pula ke dalam natsu taisai, riku-togyo, funa-togyo, dan kangyo-sai. 23

Bab 5. Ringkasan. kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak

Bab 5. Ringkasan. kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak Bab 5 Ringkasan Agama Shinto merupakan salah satu agama tertua dan dianggap sebagai kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak terputus dari zaman pra sejarah sampai

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Kepercayaan Agama Dalam Masyarakat Jepang

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Kepercayaan Agama Dalam Masyarakat Jepang Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Kepercayaan Agama Dalam Masyarakat Jepang Di Jepang, mayoritas masyarakatnya menganut agama Buddha dan Shinto, dan setelah itu mayoritas terbanyak adalah Kristen yang mulai

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap

Bab 1. Pendahuluan. tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaannya yang tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap berpegang

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat

Bab 3. Analisis Data. Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat Bab 3 Analisis Data Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat dalam Jidai matsuri, berdasarkan empat unsur penting dalam matsuri yang sesuai dengan konsep Shinto. Empat

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri

Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri Tagata Jinja Hounen matsuri merupakan sebuah festival yang diadakan di Tagata Jinja yang terletak di

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan Bab 5 Ringkasan Skripsi Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan sendiri memiliki arti sebagai pedoman yang menyeluruh bagi kehidupan masyarakat yang memiliki budaya

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah

Bab 5. Ringkasan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah Bab 5 Ringkasan Menurut Kodansha (1993:649-658) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah 377.781km². Menurut Danandjaja (1997:1), kepulauan Jepang terbentang di sepanjang timur laut hingga

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Definisi kebudayaan dijelaskan oleh Tylor dalam Agus (2006 : 34) sebagai berikut:

Bab 2. Landasan Teori. Definisi kebudayaan dijelaskan oleh Tylor dalam Agus (2006 : 34) sebagai berikut: Bab 2 Landasan Teori 2.1. Konsep Kebudayaan Definisi kebudayaan dijelaskan oleh Tylor dalam Agus (2006 : 34) sebagai berikut: Keseluruhan hidup manusia yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap

Bab 1. Pendahuluan. Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap kehidupan bangsanya. Hal ini dapat dilihat pada sejarah, tabiat dan watak bangsa tersebut.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang yang oleh penduduknya sendiri disebut Nippon atau Nihon merupakan negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: 649-658). Barisan pulau-pulau

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat Bab 5 Ringkasan Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat perayaan-perayaan ataupun festival yang diadakan setiap tahunnya. Pada dasarnya, perayaan-perayaan yang ada di

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang terhadap Agama

Bab 2. Landasan Teori Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang terhadap Agama Bab 2 Landasan Teori 2.1. Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang terhadap Agama Menurut Danandjaja (1997 : 165), sebelum mulai menguraikan agama-agama besar yang telah mempengaruhi Jepang, ada baiknya dijelaskan

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata kunci : Tagata Jinja Hounen matsuri, kami

Abstraksi. Kata kunci : Tagata Jinja Hounen matsuri, kami Abstraksi Salah satu kebudayaan yang terus dipertahankan di Jepang hingga sekarang adalah matsuri. Tagata Jinja Hounen matsuri yang menjadi topik pembahasan skripsi ini memiliki keunikan yang terletak

Lebih terperinci

Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri, untuk dianalisis.

Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri, untuk dianalisis. Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis unsur Shinto Oharai dalam Sanja Matsuri Saya akan membagi analisis Sanja Matsuri melalui empat unsur Shinto, yaitu Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang Dewasa Ini. Pengertian agama bagi orang Jepang berbeda dengan orang Indonesia. Pengertian agama bagi orang Indonesia lebih mengarah kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisi Jepang ada satu tradisi yang dapat mengangkat pamor pariwisata negeri

BAB I PENDAHULUAN. tradisi Jepang ada satu tradisi yang dapat mengangkat pamor pariwisata negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia dan kaya akan kebudayaan. Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat dan kemajuan media informasi,

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. tertentu. Seperti halnya tanabata (festival bintang), hinamatsuri (festival anak

Bab 1. Pendahuluan. tertentu. Seperti halnya tanabata (festival bintang), hinamatsuri (festival anak Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di Jepang banyak terdapat perayaan, festival, maupun ritual-ritual yang dilakukan setiap tahunnya. Biasanya setiap perayaan tersebut memiliki suatu makna tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang memiliki kekayaan teknologi yang berkembang pesat dikarenakan adanya sumber daya manusia

Lebih terperinci

Ucapan Terima Kasih. dapat mnyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Pengaruh Shinto dalam Jidai

Ucapan Terima Kasih. dapat mnyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Pengaruh Shinto dalam Jidai Ucapan Terima Kasih Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat rahmat-nya lah, maka saya dapat mnyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Pengaruh Shinto dalam Jidai Matsuri di Kyoto. Skripsi

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang terhadap Agama

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang terhadap Agama Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang terhadap Agama Menurut Yanagawa (1991 : 60), orang asing yang berada di negara Jepang, bila memikirkan tentang agama orang Jepang sangatlah

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Pengaruh Shinto Dalam Tujuan Dilaksanakannya Tenjin Matsuri

Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Pengaruh Shinto Dalam Tujuan Dilaksanakannya Tenjin Matsuri Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis Pengaruh Shinto Dalam Tujuan Dilaksanakannya Tenjin Matsuri Pada AsiaRoom (2007) dikatakan bahwa festival Tenjin Matsuri di Osaka diadakan untuk mengusir roh-roh jahat

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Kebudayaan didefinisikan oleh Suparlan (1997: ) sebagai pedoman menyeluruh bagi

Bab 2. Landasan Teori. Kebudayaan didefinisikan oleh Suparlan (1997: ) sebagai pedoman menyeluruh bagi Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Budaya Kebudayaan didefinisikan oleh Suparlan (1997:102-103) sebagai pedoman menyeluruh bagi kehidupan sebuah masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut. Ia berkata: kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang (Nippon/Nihon) secara harfiah memiliki arti asal-muasal matahari

BAB I PENDAHULUAN. Jepang (Nippon/Nihon) secara harfiah memiliki arti asal-muasal matahari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belaakang Masalah Jepang (Nippon/Nihon) secara harfiah memiliki arti asal-muasal matahari adalah sebuah negara di Asia Timur yang terletak di benua Asia di ujung barat Samudera

Lebih terperinci

BAB 2. Landasan Teori. Agama menurut masyarakat Indonesia lebih cenderung diartikan agama samawi.

BAB 2. Landasan Teori. Agama menurut masyarakat Indonesia lebih cenderung diartikan agama samawi. BAB 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang Pengertian agama menurut masyarakat Jepang berbeda dengan di Indonesis. Agama menurut masyarakat Indonesia lebih cenderung diartikan agama

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis

Bab 1. Pendahuluan. masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Oshougatsu atau lebih dikenal dengan shougatsu adalah perayaan tahun baru masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis dekorasi-dekorasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki suatu bangsa. Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki suatu bangsa. Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cerita rakyat adalah bagian dari kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki suatu bangsa. Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki

Bab 1. Pendahuluan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Menurut Kodansha (1993:649-658) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah 377.781km². Menurut Danandjaja (1997:1), kepulauan Jepang terbentang di sepanjang

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto adalah

Bab 5. Ringkasan. Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto adalah Bab 5 Ringkasan Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto adalah agama asli Jepang. Agama Budha masuk ke Jepang pada abad ke-6 dan agama Kristen disebarkan oleh Francis Xavier.

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Agama dan Kepercayaan Masyarakat Jepang

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Agama dan Kepercayaan Masyarakat Jepang Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Agama dan Kepercayaan Masyarakat Jepang Setiap masyarakat dari berbagai negara di dunia memiliki kepercayaan terhadap agama, bahkan hal-hal mengenai agama diatur dalam undang-undang

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata kunci : Sanja matsuri

Abstraksi. Kata kunci : Sanja matsuri Abstraksi Salah satu kebudayaan yang terus dipertahankan di Jepang hingga sekarang adalah matsuri. Sanja matsuri yang menjadi topik pembahasan skripsi ini memiliki keunikkan yang terletak pada tarian tradisionalnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RELIGI DI JEPANG. Dalam kehidupan manusia kegiatan religi akan selalu dilaksanakan. Ada

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RELIGI DI JEPANG. Dalam kehidupan manusia kegiatan religi akan selalu dilaksanakan. Ada BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RELIGI DI JEPANG 2.1 Pengertian Religi Dalam kehidupan manusia kegiatan religi akan selalu dilaksanakan. Ada yang melakukan secara sungguh-sungguh, namun tidak orang yang

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007 UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007 PANDUAN MATERI SMA DAN MA BAHASA JEPANG PROGRAM STUDI BAHASA PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG DEPDIKNAS KATA PENGANTAR Dalam rangka sosialisasi kebijakan dan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto sudah

Bab 1. Pendahuluan. Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto sudah Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto sudah ada sejak awal sejarah Jepang dan terus berlanjut hingga sekarang. Agama Budha masuk ke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh suatu negara. Seorang ahli antropologi, Koentjaraningrat (1990) mengemukakan

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh suatu negara. Seorang ahli antropologi, Koentjaraningrat (1990) mengemukakan BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan salah satu warisan dari nenek moyang yang dimiliki oleh suatu negara. Seorang ahli antropologi, Koentjaraningrat (1990) mengemukakan bahwa, kebudayaan

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 PANDUAN MATERI SMA DAN MA BAHASA JEPANG PROGRAM STUDI BAHASA PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG DEPDIKNAS KATA PENGANTAR Dalam rangka sosialisasi kebijakan dan

Lebih terperinci

(Asari-chan buku no: 28, halaman: 40) あさり ガンバレ! bersemangat. Berusaha Asari! Pada situasi di atas, penggunaan katakana ada pada kata ガンバレ.

(Asari-chan buku no: 28, halaman: 40) あさり ガンバレ! bersemangat. Berusaha Asari! Pada situasi di atas, penggunaan katakana ada pada kata ガンバレ. (Asari-chan buku no: 28, halaman: 40) こんじょう Percakapan: まま : さすが ママの子 いざとなると 根性あるわっ あさり ガンバレ! Terjemahan: Mama: Anak mama memang hebat. Walau dalam keadaan susah, tetap bersemangat. Berusaha Asari! b.

Lebih terperinci

EKSISTENSI SHINTO DALAM SHOGATSU

EKSISTENSI SHINTO DALAM SHOGATSU EKSISTENSI SHINTO DALAM SHOGATSU Ratna Handayani 1 ; Felicia 2 ; Sonya Munadir Syah 3 1,2,3 Japanese Department, Faculty of Language and Culture, Bina Nusantara University, Jln. Kemanggisan Ilir III No.

Lebih terperinci

3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~ つもりです. 4. Sekarang, pertandingan baseball dapat ditonton di televisi.

3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~ つもりです. 4. Sekarang, pertandingan baseball dapat ditonton di televisi. Lampiran 1 Soal Pre Test Terjemahkan kedalam bahasa jepang! 1. Anda boleh mengambil foto. ~てもいいです 2. Mandi ofuro Sambil bernyanyi. ~ ながら 3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Dalam KBBI, definisi dari tanda baca adalah tan da n 1 yang menjadi alamat

Bab 2. Landasan Teori. Dalam KBBI, definisi dari tanda baca adalah tan da n 1 yang menjadi alamat Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tanda Baca Dalam KBBI, definisi dari tanda baca adalah tan da n 1 yang menjadi alamat atau yang menyatakan sesuatu: dari kejauhan terdengar sirene -- bahaya; 2 gejala: sudah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anesaki, Masaharu History of Japanese Religion. Tokyo: Charles E

DAFTAR PUSTAKA. Anesaki, Masaharu History of Japanese Religion. Tokyo: Charles E DAFTAR PUSTAKA Anesaki, Masaharu. 1963. History of Japanese Religion. Tokyo: Charles E Tuttle Company Aoki, Eiichi. 1994. JAPAN, Profile of A Nation. Tokyo: Kodansha International Ltd Bellah, Robert N.

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. hasrat, dan keinginan (Sutedi, 2003:2). Selain bahasa tentunya dalam, berkomunikasi

Bab 1. Pendahuluan. hasrat, dan keinginan (Sutedi, 2003:2). Selain bahasa tentunya dalam, berkomunikasi Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan (Sutedi, 2003:2). Selain bahasa tentunya dalam, berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sering dijumpai bahwa mereka agak sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Namun, jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Sering dijumpai bahwa mereka agak sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Namun, jika BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila kita bertanya pada orang Jepang, apakah mereka memiliki agama. Sering dijumpai bahwa mereka agak sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Namun, jika kita perhatikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada beberapa pengertian budaya menurut beberapa ahli salah satu diantaranya

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada beberapa pengertian budaya menurut beberapa ahli salah satu diantaranya BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Budaya 2.1.1 Pengertian budaya Ada beberapa pengertian budaya menurut beberapa ahli salah satu diantaranya adalah tokoh terkenal Indonesia yaitu Koentjaraningrat. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seperti yang diketahui komunikasi adalah sesuatu yang telah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seperti yang diketahui komunikasi adalah sesuatu yang telah dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti yang diketahui komunikasi adalah sesuatu yang telah dilakukan manusia dari jaman primitif hingga masa modern. Komunikasi berperan sangat penting dalam menjalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem informasi dan sistem komunikasi. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem informasi dan sistem komunikasi. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sistem informasi dan sistem komunikasi. Dengan seiringnya waktu, bahasa terus mengalami perkembangan dan perubahan. Bahasa disampaikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB II SOFTWERE JLOOK UP. Softwere kamus Jlook up adalah softwere kamus Jepang yang cukup

BAB II SOFTWERE JLOOK UP. Softwere kamus Jlook up adalah softwere kamus Jepang yang cukup BAB II SOFTWERE JLOOK UP 2.1 SOFTWERE KAMUS JLOOK UP Softwere kamus Jlook up adalah softwere kamus Jepang yang cukup handal, karena di samping dapat mengartikan bahasa Jepang ke Inggris dan begitu juga

Lebih terperinci

PROGRAM TAHUNAN. Kompetensi Dasar Materi Pokok Alokasi Waktu. Salam. Mengucapkan salam : おはようございます こんにちは こんばんは. Mengucapkan salam ketika berpisah :

PROGRAM TAHUNAN. Kompetensi Dasar Materi Pokok Alokasi Waktu. Salam. Mengucapkan salam : おはようございます こんにちは こんばんは. Mengucapkan salam ketika berpisah : LAMPIRAN PROGRAM TAHUNAN Mata Pelajaran : Bahasa Jepang Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas Kelas / Program : X Tahun Pelajaran : 2008 / 2009 Semester : 1 dan 2 Kompetensi Dasar Materi Pokok Alokasi

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Pengertian agama menurut orang Indonesia lebih mengarah kepada agama Samawi,

Bab 2. Landasan Teori. Pengertian agama menurut orang Indonesia lebih mengarah kepada agama Samawi, Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Agama Dalam Masyarakat Jepang Pengertian agama bagi orang Jepang berbeda dengan orang Indonesia. Pengertian agama menurut orang Indonesia lebih mengarah kepada agama Samawi,

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. Sebagaimana yang telah diceritakan secara singkat mengenai dongeng Urashima

Bab 3. Analisis Data. Sebagaimana yang telah diceritakan secara singkat mengenai dongeng Urashima Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis Giri dan Ninjou Dalam Urashima Tarou Sebagaimana yang telah diceritakan secara singkat mengenai dongeng Urashima Tarou dalam Nihon Ohanashi Meisakuzensyuu 2 Urashima Tarou

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengertian bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengertian bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah sistem lambang bunyi berartikulasi (yang dihasilkan alat-alat ucap) yang bersifat sewenangwenang

Lebih terperinci

PARASITE SINGLE SEBUAH FENOMENA SOSIAL KONTEMPORER DI JEPANG. Oleh : Amaliatun Saleha NIP:

PARASITE SINGLE SEBUAH FENOMENA SOSIAL KONTEMPORER DI JEPANG. Oleh : Amaliatun Saleha NIP: PARASITE SINGLE SEBUAH FENOMENA SOSIAL KONTEMPORER DI JEPANG Oleh : Amaliatun Saleha NIP: 19760609 200312 2 001 JURUSAN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2006 ABSTRAK Salah

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Definisi Makna Peribahasa Menurut Orang Jepang dan Orang Indonesia Definisi Makna Peribahasa Menurut Orang Jepang

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Definisi Makna Peribahasa Menurut Orang Jepang dan Orang Indonesia Definisi Makna Peribahasa Menurut Orang Jepang Bab 2 Landasan Teori 2.1 Definisi Makna Peribahasa Menurut Orang Jepang dan Orang Indonesia 2.1.1 Definisi Makna Peribahasa Menurut Orang Jepang Menurut Fujisawa (1981) dalam bukunya yang berjudul Zusetsu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyampaikan informasi yang ingin disampaikan kepada orang. salah satunya adalah mempelajari bahasa Asing.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyampaikan informasi yang ingin disampaikan kepada orang. salah satunya adalah mempelajari bahasa Asing. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, bahasa mempunyai fungsi sebagai alat untuk berkomunikasi (Chaer, 2003: 31). Dengan adanya bahasa kita dapat menyampaikan informasi

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Giri dan Ninjou Dalam Budaya Masyarakat Jepang

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Giri dan Ninjou Dalam Budaya Masyarakat Jepang Bab 2 Landasan Teori 2.1 Giri dan Ninjou Dalam Budaya Masyarakat Jepang Menurut Kusunoki (1993:6) yang dituntut dari Japanologi adalah studi gejala-gejala budaya yang begitu luas yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan untuk mengetahui lebih banyak mengenai budaya kuliner Jepang. Dari

BAB I PENDAHULUAN. keinginan untuk mengetahui lebih banyak mengenai budaya kuliner Jepang. Dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berawal dari ketertarikan penulis mengenai kuliner Jepang, penulis memiliki keinginan untuk mengetahui lebih banyak mengenai budaya kuliner Jepang. Dari pengamatan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Penulis berkesimpulan bahwa di dalam penerjemahan kata tanya doko dan

BAB IV KESIMPULAN. Penulis berkesimpulan bahwa di dalam penerjemahan kata tanya doko dan BAB IV KESIMPULAN Penulis berkesimpulan bahwa di dalam penerjemahan kata tanya doko dan dochira terdapat dua makna, yaitu; arti terjemahan atau padanan terjemahan yang berupa padanan dinamis dan arti leksikal

Lebih terperinci

MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA JEPANG

MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA JEPANG MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA JEPANG Sugihartono, Drs.,M.A. media_pembelajaran@yahoo.co.jp Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang FPBS Universitas Pendidikan Indonesia Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa memiliki

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. membantu analisis penulis terhadap makna simbol kadomatsu, penulis

Bab 2. Landasan Teori. membantu analisis penulis terhadap makna simbol kadomatsu, penulis Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini penulis akan menjelaskan teori-teori yang akan digunakan untuk membantu analisis penulis terhadap makna simbol kadomatsu, penulis menggunakan beberapa teori seperti teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan negara maju di Asia yang kedudukannya di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan negara maju di Asia yang kedudukannya di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang merupakan negara maju di Asia yang kedudukannya di dunia setingkat dengan negara-negara di Eropa dan Amerika. Letak geografis Jepang terletak di Timur

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRASTIF PENGGUNAAN KONJUNGSI /-TARA/ BAHASA JEPANG DENGAN KONJUNGSI /KALAU/ BAHASA INDONESIA

ANALISIS KONTRASTIF PENGGUNAAN KONJUNGSI /-TARA/ BAHASA JEPANG DENGAN KONJUNGSI /KALAU/ BAHASA INDONESIA ANALISIS KONTRASTIF PENGGUNAAN KONJUNGSI /-TARA/ BAHASA JEPANG DENGAN KONJUNGSI /KALAU/ BAHASA INDONESIA Bahasa adalah milik manusia yang merupakan pembeda utama antara manusia dengan makhluk lainnya didunia

Lebih terperinci

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran SILABUS Seklah : SMPN 2 CIAMIS Kelas : IX (Sembilan) Mata Pelajaran : Bahasa Jepang Semester : 1 ( Satu ) Standar : Mendengarkan 1. Memahami lisan berbentuk paparan atau dialg hbi dan wisata 1.1 Mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam gambaran penulis, Jepang adalah sebuah negara maju dalam berbagai hal seperti ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi dan lain-lain. Namun demikian, ada

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang

Bab 1. Pendahuluan. menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju dan modern di kawasan Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang kehidupan.

Lebih terperinci

ABSTRAK. lambang tertentu ada yang dilambangkan. Maka yang dilambangkan disini yaitu

ABSTRAK. lambang tertentu ada yang dilambangkan. Maka yang dilambangkan disini yaitu ABSTRAK Bahasa adalah sistem lambang yang berwujud bunyi atau ujaran.sebagai lambang tertentu ada yang dilambangkan. Maka yang dilambangkan disini yaitu suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Linguistik merupakan ilmu bahasa yang diperlukan sebagai dasar untuk meneliti suatu bahasa. Ilmu linguistik terdapat dalam semua bahasa. Bahasa merupakan media komunikasi

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Risanti Baiduri NIM :

Lebih terperinci

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat "Terima kasih, ini uang kembalinya." "Tetapi Pak, uang kembalinya terlalu banyak. Ini kelebihannya." "Betul. Anda seorang yang jujur. Tidak banyak yang akan berbuat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI JEPANG PADA ZAMAN MEIJI SKRIPSI ZAIM AZROUI PURBA FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA JEPANG

PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI JEPANG PADA ZAMAN MEIJI SKRIPSI ZAIM AZROUI PURBA FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA JEPANG PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI JEPANG PADA ZAMAN MEIJI SKRIPSI ZAIM AZROUI PURBA 2012110024 FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA JEPANG UNIVERSITAS DARMA PERSADA JAKARTA 2016 i HALAMAN PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN PRONOMINA DEMONSTRATIVA SISWA KELAS XII BAHASA TAHUN AJARAN 2013/2014 DI SMA NEGERI 1 BATU SKRIPSI

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN PRONOMINA DEMONSTRATIVA SISWA KELAS XII BAHASA TAHUN AJARAN 2013/2014 DI SMA NEGERI 1 BATU SKRIPSI ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN PRONOMINA DEMONSTRATIVA SISWA KELAS XII BAHASA TAHUN AJARAN 2013/2014 DI SMA NEGERI 1 BATU SKRIPSI OLEH FIRA JEDI INSANI NIM : 105110201111050 PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. (method =

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. (method = BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. (method = tatacara). Eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu eksperimen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan pengumpulan data Dalam bab ini akan dijelaskan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada mahasiswa tingkat II Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang

Lebih terperinci

MASYARAKAT JEPANG MEMAKNAI MATSURI DALAM KEHIDUPANNYA

MASYARAKAT JEPANG MEMAKNAI MATSURI DALAM KEHIDUPANNYA MASYARAKAT JEPANG MEMAKNAI MATSURI DALAM KEHIDUPANNYA Herniwati * ABSTRAK Sebagai negara yang telah berhasil membangun di hampir semua bidang, Jepang ternyata tidak begitu saja meninggalkan budaya tradisionalnya.

Lebih terperinci

KENDALA YANG DIHADAPI TENAGA KERJA ASING ORANG JEPANG YANG TINGGAL DI INDONESIA (KHUSUSNYA DI WILAYAH JAKARTA DAN BEKASI)

KENDALA YANG DIHADAPI TENAGA KERJA ASING ORANG JEPANG YANG TINGGAL DI INDONESIA (KHUSUSNYA DI WILAYAH JAKARTA DAN BEKASI) KENDALA YANG DIHADAPI TENAGA KERJA ASING ORANG JEPANG YANG TINGGAL DI INDONESIA (KHUSUSNYA DI WILAYAH JAKARTA DAN BEKASI) SKRIPSI Diajukan sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Sastra WAETI

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. institusional penting yang melengkapi keseluruhan sistim sosial. Akan tetapi masalah

BAB 2 LANDASAN TEORI. institusional penting yang melengkapi keseluruhan sistim sosial. Akan tetapi masalah 11 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Religi Dalam masyarakat yang sudah mapan, agama merupakan salah satu struktur institusional penting yang melengkapi keseluruhan sistim sosial. Akan tetapi masalah agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesalahan dalam berbahasa lumrah terjadi dalam proses belajar bahasa, karena dengan adanya kesalahan pembelajar berusaha untuk mengerti dan memahami apa yang

Lebih terperinci

Dongeng Jepang Cerita berasal dari Kojiki (Legenda Jepang)

Dongeng Jepang Cerita berasal dari Kojiki (Legenda Jepang) Dongeng Jepang Cerita berasal dari Kojiki (Legenda Jepang) Diterjemahkan oleh : Ani Anipah & Fauziah Maulida Ulfah DONGENG JEPANG Dongeng terdapat di berbagai Negara. Dongeng merupakan cerita dimulainya

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PERCAKAPAN BAGI PENGAJAR BAHASA JEPANG

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PERCAKAPAN BAGI PENGAJAR BAHASA JEPANG UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PERCAKAPAN BAGI PENGAJAR BAHASA JEPANG Sugihartono, Drs. M.A. Work Shop Pendidikan Bahasa Jepang FPS UPI 2009 FAKTOR KEMAMPUAN BERCAKAP-CAKAP Faktor kemampuan memahami melalui

Lebih terperinci

membahas dari penggunaan dan arti tiga kata kerja tersebut,...ok,...he,.,he,.,he,.,.

membahas dari penggunaan dan arti tiga kata kerja tersebut,...ok,...he,.,he,.,he,.,. 1.Dasar nya :Unkapan Pemberian dan Penerimaan Di bagian ini saya akan membahas lebih dalam mengenai pola kalimat sopan,.yang inti dari pelajaran bahasa jepang level 3 yaitu pola kalimat sopan,bentuk sopan

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Merupakan karya ilmiah yang saya susun di bawah bimbingan bapak Jonnie Rasmada Hutabarat, M.A., selaku Pembimbing I dan bapak Dr. Ari Artadi selaku Pembimbing II, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang penting dalam kontak

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang penting dalam kontak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang penting dalam kontak sosial antarmanusia, karena kehidupan manusia yang tidak lepas dari aktivitas berkomunikasi

Lebih terperinci

SILABUS PERKULIAHAN CHUKYU BUNPO I (JP 201) SEMESTER 3 /TINGKAT II

SILABUS PERKULIAHAN CHUKYU BUNPO I (JP 201) SEMESTER 3 /TINGKAT II SILABUS PERKULIAHAN SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2011/2012 CHUKYU BUNPO I (JP 201) SEMESTER 3 /TINGKAT II TEAM PENYUSUN Dra. MELIA DEWI JUDIASRI, M.Hum., M.Pd. Drs. DEDI SUTEDI, M.A., M.Ed. DIANNI RISDA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem pertanian yang kemudian berkembang kepada kultus pertanian, kultus astral,

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem pertanian yang kemudian berkembang kepada kultus pertanian, kultus astral, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak zaman Neolithikum Purba, negara-negara Asia Timur telah menganut sistem pertanian yang kemudian berkembang kepada kultus pertanian, kultus astral, dan

Lebih terperinci

PERLUASAN MAKNA PARTIKEL DE UNTUK MENYATAKAN BAHAN DASAR PRODUKSI DALAM MAJALAH KYOU NO RYOURI ABSTRAK

PERLUASAN MAKNA PARTIKEL DE UNTUK MENYATAKAN BAHAN DASAR PRODUKSI DALAM MAJALAH KYOU NO RYOURI ABSTRAK PERLUASAN MAKNA PARTIKEL DE UNTUK MENYATAKAN BAHAN DASAR PRODUKSI DALAM MAJALAH KYOU NO RYOURI ABSTRAK Secara umum, bahasa merupakan alat komunikasi yang hanya dimiliki oleh manusia. Ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

2015 WAKAMONO KOTOBA DI UNIVERSITAS IBARAKI DAN PANDANGAN MAHASISWA ASING TERHADAP WAKAMONO KOTOBA

2015 WAKAMONO KOTOBA DI UNIVERSITAS IBARAKI DAN PANDANGAN MAHASISWA ASING TERHADAP WAKAMONO KOTOBA 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Komunikasi tercipta dari bahasa. Untuk menyampaikan informasi tentu kita akan berkomunikasi, untuk dapat melakukan itu Tuhan menganugrahkan bahasa yang dapat kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar bahasa lain mungkin menjadi penting dalam aktivitas intelektual manusia

BAB I PENDAHULUAN. Belajar bahasa lain mungkin menjadi penting dalam aktivitas intelektual manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mempelajari bahasa kedua terjadi di seluruh dunia karena berbagai sebab seperti imigrasi, kebutuhan perdagangan dan ilmu pengetahuan serta pendidikan. Belajar bahasa

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KANJOU HYOUGEN KATA TANOSHII, URESHII, DAN YOROKOBU DALAM SERIAL DRAMA ITAZURA NA KISS LOVE IN TOKYO KARYA TADA KAORU SKRIPSI

PENGGUNAAN KANJOU HYOUGEN KATA TANOSHII, URESHII, DAN YOROKOBU DALAM SERIAL DRAMA ITAZURA NA KISS LOVE IN TOKYO KARYA TADA KAORU SKRIPSI PENGGUNAAN KANJOU HYOUGEN KATA TANOSHII, URESHII, DAN YOROKOBU DALAM SERIAL DRAMA ITAZURA NA KISS LOVE IN TOKYO KARYA TADA KAORU SKRIPSI OLEH HELDA DEWI ARINDAH NIM 105110200111005 PROGRAM STUDI S1 SASTRA

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH PROGRAM STUDI MANAJEMEN RESORT & LEISURE

SILABUS MATA KULIAH PROGRAM STUDI MANAJEMEN RESORT & LEISURE SILABUS MATA KULIAH PROGRAM STUDI MANAJEMEN RESORT & LEISURE A. Identitas Mata Kuliah Mata Kuliah/Kode : Pengantar Bahasa Kode : MR 102 Bobot : 2 SKS Semester : 2 Jenjang : S-1 Dosen/Asisten : Drs. Mulyana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut penelitian dari Setiadi (2012: 9) menyatakan bahwa budaya merupakan perkembangan dari kata majemuk budi dan daya yang membedakan makna antara budaya dan kebudayaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak pernah lepas dari apa yang dinamakan interaksi atau

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak pernah lepas dari apa yang dinamakan interaksi atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1. Latar Belakang Manusia tidak pernah lepas dari apa yang dinamakan interaksi atau komunikasi. Apa yang terdapat pada komunikasi tersebut terdapat

Lebih terperinci

KEMAMPUAN DALAM MENGGUNAKAN VERBA MEMAKAI PADA SISWA KELAS XI BAHASA SMA NEGERI 3 PROBOLINGGO TAHUN AJARAN 2013/2014 SKRIPSI

KEMAMPUAN DALAM MENGGUNAKAN VERBA MEMAKAI PADA SISWA KELAS XI BAHASA SMA NEGERI 3 PROBOLINGGO TAHUN AJARAN 2013/2014 SKRIPSI KEMAMPUAN DALAM MENGGUNAKAN VERBA MEMAKAI PADA SISWA KELAS XI BAHASA SMA NEGERI 3 PROBOLINGGO TAHUN AJARAN 2013/2014 SKRIPSI OLEH: RISKA FEBRIYANTI 105110207111008 PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG JURUSAN

Lebih terperinci

KESALAHAN PENGGUNAAN SETSUZOKUSHI SOREDE DAN DAKARA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA JEPANG ANGKATAN 2012 SKRIPSI

KESALAHAN PENGGUNAAN SETSUZOKUSHI SOREDE DAN DAKARA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA JEPANG ANGKATAN 2012 SKRIPSI KESALAHAN PENGGUNAAN SETSUZOKUSHI SOREDE DAN DAKARA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA JEPANG ANGKATAN 2012 SKRIPSI OLEH DWI YULI HERAWATI NIM 115110600111002 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN VERBA BAHASA JEPANG YANG BERMAKNA MEMAKAI PADA MAHASISWA TINGKAT II DPBJ FPBS UPI

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN VERBA BAHASA JEPANG YANG BERMAKNA MEMAKAI PADA MAHASISWA TINGKAT II DPBJ FPBS UPI ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN VERBA BAHASA JEPANG YANG BERMAKNA MEMAKAI PADA MAHASISWA TINGKAT II DPBJ FPBS UPI DENNY KUSNO NURRAKHMAN, Herniwati 1, Linna Meilia Rasiban 2 Departemen Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Untuk mendukung penulis dalam menganalisa data, penulis akan menjelaskan teoriteori yang akan digunakan dalam penulisan ini. Teori yang akan digunakan mencakup konsep kanji dan teori

Lebih terperinci

Bab 4. Simpulan dan Saran. Pada bab ini penulis akan memberikan Simpulan dari hasil analisis mengenai makna

Bab 4. Simpulan dan Saran. Pada bab ini penulis akan memberikan Simpulan dari hasil analisis mengenai makna Bab 4 Simpulan dan Saran Pada bab ini penulis akan memberikan Simpulan dari hasil analisis mengenai makna figuratif yang terdapat dalam komik Crayon Shinchan Vol.32 sebagai bahasa sasaran dan manga クレヨンしんちゃん

Lebih terperinci

PENGARUH SHINTO PADA ZAMAN MEIJI TERHADAP SISTEM POLITIK, BUDAYA DAN PENDIDIKAN

PENGARUH SHINTO PADA ZAMAN MEIJI TERHADAP SISTEM POLITIK, BUDAYA DAN PENDIDIKAN PENGARUH SHINTO PADA ZAMAN MEIJI TERHADAP SISTEM POLITIK, BUDAYA DAN PENDIDIKAN Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra NIDA KUDSIAH 2013110165 PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa barang maupun uang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. menyerahkan sesuatu kepada orang lain sebagai bentuk ucapan terima

BAB I PENDAHULUAN. berupa barang maupun uang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. menyerahkan sesuatu kepada orang lain sebagai bentuk ucapan terima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang lazim pernah memberi sesuatu kepada orang lain, baik berupa barang maupun uang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 205), kata memberi memiliki beberapa

Lebih terperinci

KARAOKE SEBAGAI MEDIA UNTUK DEALING BISNIS DAN RELAKSASI BAGI PELAKU BISNIS DAN WISATAWAN ASING DI JUN EXECUTIVE KARAOKE HOTEL SAVOY HOMANN

KARAOKE SEBAGAI MEDIA UNTUK DEALING BISNIS DAN RELAKSASI BAGI PELAKU BISNIS DAN WISATAWAN ASING DI JUN EXECUTIVE KARAOKE HOTEL SAVOY HOMANN KARAOKE SEBAGAI MEDIA UNTUK DEALING BISNIS DAN RELAKSASI BAGI PELAKU BISNIS DAN WISATAWAN ASING DI JUN EXECUTIVE KARAOKE HOTEL SAVOY HOMANN SAVOY HOMANN ホテルのエグセクテイブカラオケ JUN はビジネスマンの商談や海外の旅行者をリラックスさせるための憩いの憩いの場所

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap bahasa mempunyai keunikannya masing-masing. Baik dari segi penulisan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap bahasa mempunyai keunikannya masing-masing. Baik dari segi penulisan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Manusia membutuhkan bahasa sebagai alat komunikasi dalam kehidupan seharihari. Bahasa yang digunakan bisa beragam sesuai bangsa

Lebih terperinci