BAB 1 PENDAHULUAN. Sering dijumpai bahwa mereka agak sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Namun, jika
|
|
- Fanny Tanudjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila kita bertanya pada orang Jepang, apakah mereka memiliki agama. Sering dijumpai bahwa mereka agak sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Namun, jika kita perhatikan sikap dan perilaku orang Jepang dalam fenomena kehidupan sehari - hari seperti dalam upacara pemujaan leluhur atau perayaan - perayaan yang berhubungan dengan pemujaan terhadap alam dan perayaan yang bertujuan untuk memanjatkan rasa syukur, maka kita akan mendapatkan kesan bahwa orang Jepang mempercayai atau meyakini adanya sesuatu. Pemujaan leluhur merupakan bagian dari sistem keyakinan orang Jepang yang salah satu wujud konkritnya adalah upacara urabon atau lebih dikenal sebagai obon. Urabon ataupun obon berasal dari istilah di dalam bahasa sansekerta yaitu avalambana yang berubah laval menjadi ullambana. Istilah pemujaan leluhur dalam bahasa Jepang disebut sosen suhai. Secara harafiah sosen dapat diartikan sebagai leluhur dan sosen suhai ini berarti memuja leluhur. Tradisi obon masuk ke Jepang seiring dengan masuknya agama Buddha ke Jepang. Smith ( 1974:16 ) dalam bukunya Ancestor Worship in Contemporary Japan mengemukakan bahwa upacara ini masuk ke Jepang pada abad ke-7 melalui Cina dan Korea. Ketika mulai menyebar di Jepang, bentuk upacara ini sudah merupakan hasil sinkretisme dari budaya - budaya yang dilewatinya. Sehingga ketika sampai di Jepang didalamnya telah terkandung unsur - unsur Hindu, Budha, Taoisme, Confusianisme ditambah dengan akulturasi dengan berbagai kepercayaan rakyat di Jepang. Dalam sutra
2 urabon (urabon-kyo) yang ditulis oleh Fuji ( dalam religions/what%20is%20obon.htm ), menceritakan seorang murid Buddha bernama Mokuren yang telah mencapai pemahaman yang sempurna sehingga ia dapat melihat kehidupan setelah kematian, ia melihat ibunya yang telah mati terlahir kembali diantara setan-setan kelaparan dineraka yang kelaparan dan kehausan. Ia ingin menolong penderitaan ibunya dari sengsara neraka. Ia bertanya kepada Budha apa yang harus dilakukannya untuk meringankan penderitaan ibunya tersebut; dan atas petunjuk Buddha ia melakukan derma atas nama ibunya dan ayahnya pada generasi sekarang hingga tujuh generasi pada hari kelima belas bulan ke tujuh. Dan melakukan tapa selama kurang lebih seratus hari, kemudian pada hari terakhir dalam upacara keagamaan ia mempersembahkan sesajian berupa makanan dan minuman kepada para pendeta hingga akhirnya ibunya dapat diselamatkan. Karena terselamatkan ibunya menari gembira, begitu juga Mokuren dan kawan-kawannya. Mereka merayakan dengan musik, tari dan persembahan ( sesajian ). Watanabe ( 1970:68 ), menyatakan bahwa ia tidak sependapat dengan asal-usul obon yang dikatakan semata-mata ajaran Buddha, ia lebih mempercayai bahwa obon sebenarnya berasal dari kepercayaan rakyat India yang ditransmisikan ke Cina kemudian sampai di Jepang. Ia mencontohkan bahwa dalam Mahabrata pun ada cerita seperti cerita tentang Mokuren dalam urabon-kyo. Meskipun ada versi yang berbeda tentang asal usul upacara obon, namun tetaplah cerita tentang Mokuren yang satu-satunya diterima sebagai asal-usul upacara obon. Shinto adalah kepercayaan asli masyarakat Jepang yang sejak zaman dahulu telah menjadi bagian dari pandangan hidup orang Jepang. Shinto sering dikenal pula
3 sebagai hati dari masyarakat Jepang. Sejak zaman kuno Shinto telah menjadi bagian dari pandangan hidup orang Jepang. Sebelum agama Budha masuk dan menyebar diseluruh wilayah Jepang, Masyarakat Jepang berpikir bahwa dewa-dewa atau dewi-dewi berada dimana-mana. Mereka berpikir di gunung ada dewa gunung, di danau ada dewi air atau di dapur ada dewa api. Oleh karena dewa berada dimana-mana, maka manusia diharuskan untuk menghormati alam. Itulah yang sering disebut sebagai teori Shinto. Walaupun akhirnya agama Budha menyebar luas diseluruh Jepang, simbol kehidupan masyarakat Jepang tetaplah Shinto. Dalam sejarah Jepang obon yang merupakan salah satu bagian dari upacara pemujaan leluhur ini pada sebagian periode merupakan bagian dari Shinto dan sebagian periode dianggap berafiliasi pada agama Budha. Tetapi menurut penulis kebanyakan merupakan perpaduan atau sinkretisme kedua nya. Dengan terjadinya afiliasi ini maka timbul berbagai perubahan dalam pemujaan terhadap leluhur yang dilakukan oleh orang Jepang. Tak heran jika agama Budha dan Shinto tetap menjadi perhatian sebagian besar orang Jepang. Hal ini bisa dilihat dari rumah keluarga Jepang yang menyimpan Kamidana atau Bondana ( altar Shinto ) tempat memuliakan dewa perlindungan dan disajikan persembahan secara teratur dan pada saat yang sama juga memiliki Butsudan ( altar Buddha ) tempat memuliakan arwah nenek moyang keluarga tersebut. Pada perkembangannya di kemudian hari upacara pemujaan leluhur di Jepang pun dikenal dengan nama obon yang mengikuti hasil penggabungan sistem pemujaan leluhur yang lama dengan agama Buddha dan Shinto. Dan bahkan obon ini kemudian memegang peranan penting sebagai salah satu upacara yang paling spiritual bagi tiap
4 tiap masyarakat Jepang untuk melakukan pemujaan terhadap leluhur mereka yang telah meninggal. Salah satu bentuk penegasan atau praktek dari Shinto adalah matsuri. Menurut The Kodansha Billingual Encyclopedia of Japan ( 1998:57 ), matsuri adalah festival suci yang berhubungan dengan penanaman padi dan kesejahteraan spiritual penduduk setempat. Festival ini diambil dari upacara Shinto kuno yang bertujuan untuk mendamaikan hati para dewa dan roh orang mati, serta menjamin kesuburan pertanian mereka. Beberapa upacara Shinto tergabung bersama dengan upacara-upacara dari Cina, seperti Budha dan Konfusianisme sehingga menjadi festival resmi dalam kalender kerajaan yang harus dirayakan. Matsuri itu sendiri mengandung dua makna. Makna yang pertama yaitu untuk mendoakan arwah para leluhur yang telah meninggal dunia dengan melakukan berbagai persembahan atau upacara, dan makna kedua mengacu pada suatu perayaan oleh kelompok masyarakat yang bertujuan untuk memperingati atau merayakan rasa syukur pada dewa atas dilimpahkannya kemakmuran dan keselamatan. Matsuri adalah bagian dari budaya spiritual orang Jepang, banyak mengambil bentuk dari upacara yang berkenaan dengan kepercayaan yang diyakini. ( Yanagita, 1987: 42 ). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa matsuri pada hakekatnya adalah merupakan suatu kegiatan ritual atau upacara yang diyakini atau dipercayai dalam konteks pemujaan leluhur, pemujaan terhadap alam semesta dan perayaan untuk memohon dan memanjatkan rasa syukur atas kemakmuran dan keselamatan pada yang diyakini. Penyelenggaraan matsuri sangat erat kaitannya dengan musim dalam satu tahunnya. Pada musim semi, matsuri biasanya diselenggarakan sehubungan dengan
5 dimulainya masa bercocok tanam. Matsuri yang diadakan pada musim panas biasanya bertujuan untuk memohon kepada dewa agar dewa melindungi tanaman padi mereka dari bencana alam maupun hama penyakit, sedangkan matsuri yang diadakan pada musim gugur merupakan ungkapan rasa syukur pada dewa atas hasil panen yang mereka peroleh pada tahun itu. Sementara itu, pada musim dingin matsuri diadakan dengan tujuan memohon agar para dewa memberikan panen yang berlimpah pada tahun mendatang. Menurut Yanagita ( 1987:44 ) di Jepang terdapat jenis perayaan matsuri yang dianggap penting dalam setahun. Dari jumlah tersebut matsuri digolongkan dalam tiga jenis, yaitu tsukagirei, nenchugyoji dan ninigirei. Tsukagirei adalah matsuri yang dilakukan dalam lingkaran hidup orang Jepang atau disebut juga ritus lingkaran hidup. Contohnya obi iwai yaitu matsuri yang pertama kali dilakukan oleh orang Jepang ketika seseorang masih menjadi janin pada usia lima bulan didalam kandungan. Ketika janin lahir ada upacara yang disebut dengan oshichiya yaitu upacara pemberian nama bagi bayi yang lahir. Kemudian ada upacara omiyamairi, yaitu upacara membawa bayi yang baru lahir setelah berusia 31 atau 32 hari ke kuil Shinto. Setelah bayi beranjak besar atau anak-anak ada upacara shi chi go san, yaitu upacara pada umur tertentu seperti umur tiga dan lima tahun bagi anak laki-laki dan umur tiga dan tujuh tahun bagi anak perempuan. Mereka pergi ke kuil untuk memohon keselamatan. Pada usia dua puluh tahun bagi mereka yang beranjak remaja diadakan upacara seijin shiki, yaitu upacara dimana seseorang dianggap mulai dewasa. Selanjutnya ada upacara pernikahan, kematian, serta upacara pemujaan bagi para leluhur yang telah meninggal dunia.
6 Nenchugyoji adalah matsuri yang dilakukan secara periodik dan waktunya sudah ditetapkan di dalam setahunnya menurut penanggalan Jepang. Istilah nenchugyoji ini muncul pertama kali pada zaman Heian ( ), dan mendapat pengaruh dari Cina yang mengandung arti penanggalan yang dipakai dilingkungan kerajaan. Pelaksanaan nenchugyoji dilakukan secara berkala. Upacara-upacara yang tergolong dalam nenchugyoji dilakukan secara nasional di daerah-daerah, contohnya gion matsuri yang diadakan di Kyoto pada musim panas. Upacara obon adalah merupakan bagian dari acara nenchugoji yang dilakukan secara periodik, dan jatuh pada tanggal Juli atau Agustus setiap tahunnya. Obon juga dapat dikategorikan tsukagirei, karena upacara ini selalu dilakukan dalam lingkaran hidup orang Jepang. Matsuri lainnya yang termasuk dalam nenchugyoji antara lain hina matsuri yaitu matsuri yang dilakukan untuk anak perempuan dan kodomo no hi untuk anak laki-laki. Kedua matsuri itu bertujuan untuk memohon berkat dan keselamatan bagi pertumbuhan anak-anak. Ninigirei adalah matsuri yang dilakukan oleh orang Jepang secara aksidental. Matsuri ini tidak berada dalam lingkaran hidup orang Jepang dan tidak semua orang Jepang melakukannya, contohnya kenchiku girei, yaitu rangkain upacara yang dilakukan ketika seseorang ingin membangun rumah. Upacara ini mempunyai urutan seperti jichisan yaitu upacara sebelum rumah berdiri. Kemudian tate mae diselenggarakan pada saat pemasangan kerangka rumah, dan diakhiri dengan upacara yautsuri, yaitu upacara pindah ke rumah baru. Jenis matsuri yang termasuk dalam ninigirei lainnya adalah upacara memohon agar lulus ujian masuk universitas dan lain-lain. Penyelenggaraan upacara matsuri pada mulanya tidak dilakukan di jinja atau kuil Shinto melainkan dilakukan di tempat yang diyakini sebagai tempat turunnya para dewa.
7 Tempat-tempat itu biasanya berupa pohon-pohon yang tinggi, batu karang, dan tempat yang tinggi seperti gunung. Untuk menandai tempat-tempat itu, biasanya ditandai dengan tali jerami yang dilingkarkan pada pohon atau batu yang digantungi kertas-kertas suci ( shimenawa ). Shimenawa itu sendiri menurut agama Shinto diyakini memiliki kekuatan untuk mengusir segala pengaruh jahat. Oleh penduduk setempat, di tempattempat seperti itu diberikan sesaji. Lama kelamaan tempat itu menjadi tempat yang sering didatangi oleh masyarakat. Akhirnya, di tempat itulah didirikan jinja atau kuil Shinto. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan matsuri, orang Jepang meyakini bahwa waktu yang terbaik untuk menyelenggarakan matsuri adalah mulai pukul enam sore ( yumike ) dan berakhir pada pukul enam pagi ( asamike ). Jika matsuri diadakan di dalam ruangan, di halaman luar akan dinyalakan lampu dan api unggun untuk mengundang para dewa. Mereka percaya bahwa lampu atau lentera memudahkan dewa mencari jalan menuju tempat diadakannya matsuri. Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam penyelenggaraan matsuri adalah sao o tateru, yaitu pencanangan tiang kayu atau bambu. Pencanangan tiang kayu atau bambu ini diyakini bahwa dewa akan turun dari tempat yang tinggi melalui tiang itu. Oleh sebab itu, tempat pencanangan tiang itu dilakukan di tempat yang memiliki ketinggian seperti bukit atau gunung-gunung. Tiang itu diberi kain yang bertuliskan nama dewa dan diberi lampu dengan maksud agar dewa tahu bahwa itu adalah jalan turunnya para dewa. Dalam hal ini obon yang menjadi bagian dari matsuri akan menjadi topik bahasan dalam penulisan skripsi ini. Penulis akan menganalisis ritual dan sesajian dalam upacara obon, dilihat dari sudut pandang Shinto.
8 Obon selain berperan untuk dapat menunjukkan pengabdian dan penghormatan bagi para anggota keluarga yang telah meninggal juga telah menjelma menjadi sarana berkumpulnya para anggota keluarga yang selama ini tinggal terpisah pisah dan menjadi ajang reuni dari sebuah keluarga besar yang masih hidup dengan harapan agar dapat mempererat tali persaudaraan yang ada dan terjalin di antara seluruh anggota keluarga tersebut. Ada dua hal yang menandai dimulainya obon matsuri. Yang pertama dikenal dengan istilah Bon Michi Tsukuri ( membuat jalan bon ), yaitu membersihkan jalan jalan yang akan dilalui oleh para roh nenek moyang nantinya. Pada beberapa tempat dan daerah, jalan yang dibersihkan bahkan dimulai dari sejak gunung / bukit hingga mencapai perkampungan. Peristiwa yang kedua dikenal dengan istilah Bon Bana Mukae ( mengumpulkan bunga untuk obon matsuri ). Bunga obon, seperti petrinia scabiosafa, broad bell flower, bush clover ( semanggi ), lilies, balloon flower, chrysanthemum (bunga serunai), gold banded lily (bunga bakung), wild pink dikumpulkan dengan cara memetik bunga bunga ini dari puncak puncak gunung atau bukit, dimana hal ini dilakukan karena orang Jepang percaya bahwa roh-roh nenek moyang mereka memasuki bunga bunga obon ini agar dapat menemukan jalan untuk pulang ke rumah mereka. Jika wilayah tempat tinggal atau perkampungan tersebut jauh dari gunung/bukit maka para penduduknya dapat mengunjungi Bon Ichi ( pasar bon ) untuk dapat membeli bunga bon dan peralatan lainnya yang dibutuhkan untuk merayakan obon matsuri. Bon Ichi ini menjadi semacam pasar temporer yang hanya muncul pada tanggal 12 atau 13 pada masa obon tersebut. Pada tanggal 13 biasanya bondana dibuat untuk menaruh ihai ( papan nama leluhur ) yang lebih lengkap dibandingkan dengan kotak butsudan. Altar khusus Obon
9 ini berbentuk persegi panjang yang biasanya berukuran 1 x 0,7 m dan di tiap tiap sudutnya ditopang dengan tiang-tiang setinggi 1 meter. Pada ujung tiang kira kira satu meter di atas tempat menaruh sesajian dikaitkan sepasang tali jerami yang dianyam di antara tiang tiang tersebut dan diberi berbagai jenis karangan bunga. Ihai diletakkan di belakang altar dan didepannya dipajang foto-foto dari orang yang baru meninggal, di depannya lagi ada piring besar yang digunakan sebagai tempat untuk meletakkan sesajian. Sesajian yang dibuat ini berupa sayur-sayuran segar, mentimun, jagung, terong, semangkok air dan sikat kecil dari tangkai bunga yang digunakan untuk memercikkan air pada sayuran tersebut. Selain itu diletakkan juga sake dan berbagai macam makanan untuk melengkapi sesajian yang disiapkan tersebut. Setelah membuat bondana ini para anggota keluarga ( keluarga induk dan keluarga cabang ) akan berkumpul di rumah induk untuk merayakan obon matsuri. Mereka akan membersihkan rumah dan mempersiapkan berbagai bagai ornamen yang dibutuhkan. Setelah itu, para anggota keluarga ( lebih dianjurkan agar melibatkan seluruh anggota keluarga ) pergi ke makam untuk memberikan sesajian dan berdoa. Mereka mempersembahkan bunga, mochi ( kue nasi ketan bulat ), membakar dupa dan menyiramkan air di atas batu nisan. Penyiraman air ini dimaksudkan untuk membersihkan makam, meskipun sudah dibersihkan beberapa hari sebelumnya, dan untuk memberi minum bagi orang orang yang telah wafat tersebut. Para anggota keluarga ini datang ke makam dengan maksud unutk dapat memandu nenek moyang untuk pulang ke rumah induk selain itu hal ini juga sering kali dilakukan dengan membawa lentera ke makam yang ditujukan untuk memberi penerangan pada roh - roh nenek moyang yang akan pulang. Pada masa obon ini juga sering kali diundang pendeta pendeta untuk membacakan doa - doa bagi para arwah yang datang tersebut.
10 Pada malam harinya para anggota keluarga akan menyalakan Mukaebi atau sering dikenal dengan nama api selamat datang di depan rumah masing masing untuk memandu roh-roh yang belum menemukan jalan pulang ke rumahnya. Di gunung Gassan di prefektur Yamagata, Mukaebi ini pertama kali dinyalakan oleh rahib ketua sekte Haguro ( Shugen-do ) di Saito-mori dekat puncak Gassan dan kemudian diikuti oeh penyalaan api yang lain secara berurutan dari atas ke bawah. Manakala api terakhir di gunung itu telah dinyalakan maka tiap tiap keluarga di kaki gunung juga akan menyalakan Mukaebi yang disiapkan di depan rumah mereka untuk menyambut nenek moyang keluarga tersebut. Kebiasaan ini menggambarkan bahwa pertama kali arwah para leluhur tersebut datang di puncak Gunung Gassan dan kemudian perlahan lahan bergerak turun menuju ke rumah keluarga masing-masing. Pada malam yang ketiga atau sore harinya, orang orang sekali lagi berkumpul di keluarga induk untuk menghormati arwah nenek moyang dan jiwa jiwa yang dimuliakan di bondana dan mengucapkan selamat berpisah pada para arwah yang akan kembali ke dunia lain. Para arwah ini akan dipandu kembali ke makam dan orang-orang akan membawa ranting bambu, bunga dan sayuran dari bondana ( altar khusus Obon ) bersama sama dengan air, dupa, mochi, dan kue perpisahan okuri dango ( berupa bola - bola ketan ). Beberapa di antaranya juga akan membuat okuribi ( api selamat jalan ) untuk membantu menerangi roh roh dalam perjalannanya menuju ke dunia lain tempat roh tersebut berasal. Okuribi ini bisa dibuat dalam bentuk lentera yang dihanyutkan bersama dengan sesajian yang dibawa tadi di atas kapal jerami di sungai-sungai ataupun danau. Karena banyaknya lentera yang dihanyut kan inilah maka obon matsuri sering pula dikenal dengan istilah Festival Of the Lanterns.
11 Yang membuat perayaan obon matsuri semakin meriah adalah bon odori ( tarian Obon ). Bon odori ini adalah rangkaian tari tarian tradisional yang pada umumnya diperagakan pada malam hari di masa obon, yaitu dari tanggal 13 hingga 14 Juli. Tari-tarian ini diikuti oleh semua orang, tua - muda, besar - kecil, laki - laki perempuan dan dilakukan di sebuah lapangan terbuka ataupun dalam bentuk arak - arakan melewati rumah rumah yang pernah kehilangan anggota keluarganya. Mereka menari disertai dengan bunyi-bunyian dan musik dari para penyanyi tradisional. Bon odori ini biasanya dimaksudkan untuk menghibur dan menenangkan para jiwa yang datang kembali ke rumah mereka. dewasa ini bon odori yang dilakukan di kota-kota tampaknya semata-mata hanya sebagai bagian dari suatu tradisi dan unsur hiburan saja namun di daerah pedesaan tarian ini masih dianggap sebagai bagian dari ritus keagamaan yang mereka lakukan sebagai hiburan bagi para dewa. Di daerah Prefektur Iwate menjelang obon orang orang akan menarikan tarian ini dengan membentuk lingkaran dan bergerak dengan mengelilingi rumah yang ada arwah orang yang baru meninggal. Di daerah Jepang bagian selatan yaitu di daerah Fukuoka dalam membawakan tarian obon laki-laki dan perempuan akan berjalan berputar-putar sambil memutarkan tangkai payung dan menutup muka dengan kain. Gerakan tarian yang dilakukan membentuk lingkaran dan pusat lingkaran ini dianggap sebagai tempat turunnya dewa dari langit. Adanya faktor penting ini yang menyebabkan penulis merasa perlu untuk mendalami lebih lanjut bagaimana hubungan upacara obon yang merupakan salah satu upacara pemujaan leluhur apabila dilihat dari sudut pandang kepercayaan asli masyarakat Jepang yang sering dikenal sebagai hati dari masyarakat Jepang yaitu Shinto.
12 1.2 Rumusan Permasalahan Telah dijelaskan sebelumnya bahwa ajaran Shinto sejak dahulu mengakui adanya dewa dimana-mana. Mereka mempercayai bahwa arwah orang-orang atau keluarga yang telah meninggal akan menjadi dewa. Upacara obon sebagai upacara arwah merupakan suatu wujud tradisi dari kepercayaan Shinto yang menjadi bagian dari kebudayaan Jepang. Masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana upacara obon dilihat dari sudut pandang kepercayaan asli masyarakat Jepang yaitu Shinto. 1.3 Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup yang dibahas di dalam skripsi ini meliputi : o Pembahasan mengenai upacara obon yang merupakan bagian dari matsuri yang dilakukan oleh masyarakat Jepang o Pembahasan mengenai sesajian dan ritual apa saja yang ada didalam upacara obon yang berkaitan dengan pandangan Shinto. o Pembahasannya mengenai fungsi dan perkembangan obon matsuri pada masyarakat Jepang modern. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian : o Untuk mengenal lebih lanjut mengenai upacara obon yang dilakukan oleh masyarakat Jepang didalam kehidupan mereka
13 o Untuk memahami hubungan antara ritual dan sesajian yang ada dalam upacara obon dengan Shinto yang telah terlebih dahulu tumbuh dan menjadi pedoman kehidupan masyarakat Jepang. Manfaat penelitian : o Penulis dan pembaca semakin memahami ritual dan sesajian yang terdapat dalam upacara obon o Penulis dapat mengapresiasi nilai-nilai kebudayaan dan pandanganpandangan Shinto yang terdapat di dalam ritual upacara obon maupun sesajian yang biasa ada dalam ritual obon. 1.4 Metode Penelitian Untuk pembuatan skripsi ini, penulis menggunakan metode Studi Kepustakaan di mana penulis berusaha mengumpulkan berbagai data - data yang akurat mengenai topik yang dibahas di dalam skripsi ini dari berbagai buku dan sumber-sumber lain yang tersedia untuk kemudian melakukan analisa terhadap data tersebut dan mendeskripsikan kembali hasil kesimpulan dan analisa penulis terhadap masalah yang telah ditetapkan ke dalam bab - bab maupun sub bab yang ada di dalam skripsi ini. Buku - buku yang dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini didapat dari Perpustakaan Sastra Universitas Indonesia, Perpustakaan KWJ ( Kajian Wilayah Jepang ), perpustakaan The Japan Foundation, koleksi pribadi dan teman-teman. Jenis buku yang dijadikan korpus data adalah buku-buku tentang budaya, masyarakat Jepang, matsuri, agama dan kepercayaan masyarakat Jepang, dan festival tahunan di Jepang.
14 Selain itu penulis menggunakan internet untuk mendapatkan informasi tambahan dan data yang diperlukan dan mendukung dalam penulisan skripsi ini. Sumber - sumber data tersebut akan digunakan penulis sebagai landasan teori untuk mendukung pembahasan dalam penyusunan skripsi ini. 1.5 Sistematika penulisan berikut: Sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar dapat diringkas sebagai BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang mengapa topik dipilih, ruang lingkup, batasan penulisan, tujuan dan manfaat penulisan yang berisi tentang maksud penulisan dan sasaran yang hendak dicapai, serta metode penelitian yang berisi tentang cara melakukan penelitian serta sistematika penulisan skripsi ini. BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan landasan landasan teori yang akan digunakan oleh penulis yaitu mengenai Konsep budaya. Konsep agama, pengertian agama menurut beberapa ahli, unsur keagamaan, pandangan orang Jepang mengenai agama. Konsep Shinto, gambaran umum tentang definisi Shinto, bagaimana awal mulanya. Konsep matsuri, apa itu matsuri, ritual yang termasuk dalam matsuri. Konsep obon, apa itu obon, asal mula obon. Landasan teori ini akan diambil dari berbagai pandangan para ahli yang menjadi dasar analisa oleh penulis nantinya. BAB 3 ANALISIS DATA
15 Bagian ini akan membahas tentang hubungan obon dengan agama Shinto, ritual-ritual obon dan sesajian yang berkaitan dengan konsep Shinto serta perkembangan dan fungsi obon dewasa ini. BAB 4 ANALISIS DATA Pada bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan berdasarkan evaluasi dan dari hasil analisis masalah pada bab sebelumnya. Juga beberapa saran tentang topik skripsi ini yang diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. BAB 5 RINGKASAN SKRIPSI (BAHASA INDONESIA) Bagian ini akan berisi penulisan kembali isi skripsi secara ringkas tanpa meninggalkan esensi penting yang dibahas di dalam skripsi ini.
BAB 3 ANALISIS DATA. dapat diterima dengan baik oleh adat kepercayaan dan sistem religi tradisional yang
BAB 3 ANALISIS DATA 3.1 Analisis Hubungan Antara Obon Dengan Shinto Walaupun upacara obon tidak berasal dari kebudayaan Jepang sendiri namun dapat diterima dengan baik oleh adat kepercayaan dan sistem
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. tertentu. Seperti halnya tanabata (festival bintang), hinamatsuri (festival anak
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di Jepang banyak terdapat perayaan, festival, maupun ritual-ritual yang dilakukan setiap tahunnya. Biasanya setiap perayaan tersebut memiliki suatu makna tertentu.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang yang oleh penduduknya sendiri disebut Nippon atau Nihon merupakan negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: 649-658). Barisan pulau-pulau
Lebih terperinciBab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat
Bab 5 Ringkasan Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat perayaan-perayaan ataupun festival yang diadakan setiap tahunnya. Pada dasarnya, perayaan-perayaan yang ada di
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap
Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap kehidupan bangsanya. Hal ini dapat dilihat pada sejarah, tabiat dan watak bangsa tersebut.
Lebih terperinciBab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan
Bab 5 Ringkasan Skripsi Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan sendiri memiliki arti sebagai pedoman yang menyeluruh bagi kehidupan masyarakat yang memiliki budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tradisi Jepang ada satu tradisi yang dapat mengangkat pamor pariwisata negeri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia dan kaya akan kebudayaan. Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat dan kemajuan media informasi,
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis
Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Oshougatsu atau lebih dikenal dengan shougatsu adalah perayaan tahun baru masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis dekorasi-dekorasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam gambaran penulis, Jepang adalah sebuah negara maju dalam berbagai hal seperti ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi dan lain-lain. Namun demikian, ada
Lebih terperinciBab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri
Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri Tagata Jinja Hounen matsuri merupakan sebuah festival yang diadakan di Tagata Jinja yang terletak di
Lebih terperinciBab 3. Analisis Data. Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat
Bab 3 Analisis Data Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat dalam Jidai matsuri, berdasarkan empat unsur penting dalam matsuri yang sesuai dengan konsep Shinto. Empat
Lebih terperinciMonoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri, untuk dianalisis.
Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis unsur Shinto Oharai dalam Sanja Matsuri Saya akan membagi analisis Sanja Matsuri melalui empat unsur Shinto, yaitu Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri,
Lebih terperinciMASYARAKAT JEPANG MEMAKNAI MATSURI DALAM KEHIDUPANNYA
MASYARAKAT JEPANG MEMAKNAI MATSURI DALAM KEHIDUPANNYA Herniwati * ABSTRAK Sebagai negara yang telah berhasil membangun di hampir semua bidang, Jepang ternyata tidak begitu saja meninggalkan budaya tradisionalnya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RELIGI DI JEPANG. Dalam kehidupan manusia kegiatan religi akan selalu dilaksanakan. Ada
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RELIGI DI JEPANG 2.1 Pengertian Religi Dalam kehidupan manusia kegiatan religi akan selalu dilaksanakan. Ada yang melakukan secara sungguh-sungguh, namun tidak orang yang
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju dan modern di kawasan Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang kehidupan.
Lebih terperinciBab 5. Ringkasan. kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak
Bab 5 Ringkasan Agama Shinto merupakan salah satu agama tertua dan dianggap sebagai kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak terputus dari zaman pra sejarah sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jepang (Nippon/Nihon) secara harfiah memiliki arti asal-muasal matahari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belaakang Masalah Jepang (Nippon/Nihon) secara harfiah memiliki arti asal-muasal matahari adalah sebuah negara di Asia Timur yang terletak di benua Asia di ujung barat Samudera
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaannya yang tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap berpegang
Lebih terperinciBab 5. Ringkasan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah
Bab 5 Ringkasan Menurut Kodansha (1993:649-658) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah 377.781km². Menurut Danandjaja (1997:1), kepulauan Jepang terbentang di sepanjang timur laut hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang memiliki kekayaan teknologi yang berkembang pesat dikarenakan adanya sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jepang juga tidak luput dari kebudayaannya yang sangat kental. kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara kepulauan yang terdiri dari 6.852 pulau. Jepang ialah salah satu negara yang sangat maju di dunia dari segi ekonomi dan juga
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap kebudayaan memiliki sistem religi atau sistem kepercayaan, termasuk dalam kebudayaan etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa selalu melestarikan kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengaruh kuat dari Negara Cina baik dari segi pengetahuan, pemerintahan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul Jepang adalah sebuah Negara di bagian Asia Timur yang memiliki keunikan diantara Negara-negara lainnya. Dalam perkembangan sejarahnya, Jepang mendapat pengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. [Type text]
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari
Lebih terperinciBAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam
40 BAB III PENYAJIAN DATA A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam masyarakat Pujud Data yang disajikan adalah data yang diperoleh dari lapangan yang dihimpun melalui observasi,
Lebih terperinciRINGKASAN SUSHI. dari luar Jepang maupun dari orang Jepang sendiri adalah sushi. Sushi adalah
RINGKASAN SUSHI Salah satu makanan Jepang yang sangat digemari oleh banyak orang baik dari luar Jepang maupun dari orang Jepang sendiri adalah sushi. Sushi adalah makanan Jepang yang terdiri dari nasi
Lebih terperinciBAB III 7 UPACARA KELAHIRAN DI JEPANG
BAB III 7 UPACARA KELAHIRAN DI JEPANG 3.1 Sebelum Upacara Kelahiran Di Jepang ada beberapa acara atau upacara yang dilakukan sebelum kelahiran.pada kehamilan bulan ke 5 dirayakan perayaan yang dikenal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau mengandung maksud tertentu, tanda pengenal yang tetap (menyatakan sifat dan keadaan).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki agama-agama suku dan kebudayaan-kebudayaan lokal serta masih dipelihara. Salah satu agama suku yang ada di Jawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bukan sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu system yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut pandangan yang popular, masyarakat dilihat sebagai kekuatan impersonal yang mempengaruhi, mengekang dan juga menentukan tingkah laku anggota-anggotanya.
Lebih terperinciMempunyai Pendirian Dalam Masyarakat
Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat "Terima kasih, ini uang kembalinya." "Tetapi Pak, uang kembalinya terlalu banyak. Ini kelebihannya." "Betul. Anda seorang yang jujur. Tidak banyak yang akan berbuat
Lebih terperincitidak diselenggarakan dengan baik maka akan menyebabkan ketidakberuntungan pada tahun itu
FESTIVAL DI JEPANG Di Jepang ketika musim berganti ada perayaan yang dirayakan setiap tahunnnya. Di bawah ini akan dijelaskan kebudayaan tradisional Jepang yang telah bertahun-tahun menjadi populer sejak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Kebudayaan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, kebudayaan meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.
BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka
Lebih terperinciMatahari dan Kehidupan Kita
Bab 5 Matahari dan Kehidupan Kita Tema Peristiwa dan Kesehatan Pernahkah kalian berjalan di siang hari yang terik? Misalnya, saat sepulang sekolah. Apa yang kalian rasakan? Kalian tentu merasa kepanasan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Makanan Jepang dikenal dengan istilah washoku atau nihon shoku.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan Jepang dikenal dengan istilah washoku atau nihon shoku. Washoku atau nihon shoku merupakan salah satu makanan tradisional Jepang yang terdiri dari nasi,
Lebih terperinciAbstraksi. Kata kunci : Tagata Jinja Hounen matsuri, kami
Abstraksi Salah satu kebudayaan yang terus dipertahankan di Jepang hingga sekarang adalah matsuri. Tagata Jinja Hounen matsuri yang menjadi topik pembahasan skripsi ini memiliki keunikan yang terletak
Lebih terperinciKEHIDUPAN ORANG JEPANG. tertentu saja. Misalnya pada waktu sejin shiki (hari kedewasaan), kekkon shiki (hari
KEHIDUPAN ORANG JEPANG 1. Pakaian Pakaian khas Jepang adalah kimono. Kimono dipakai oleh orang Jepang hanya pada waktu tertentu saja. Misalnya pada waktu sejin shiki (hari kedewasaan), kekkon shiki (hari
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Penelitian oleh Ahmad Fauzi yang berjudul Pemahaman Masyarakat Tentang
A. Penelitian Relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian sebelumnya yaitu: a. Penelitian oleh Ahmad Fauzi yang berjudul Pemahaman Masyarakat Tentang Tradisi Fida
Lebih terperinciPANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO
PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki kebudayaan yang beragam. Kebudayaan juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki kebudayaan yang beragam. Kebudayaan juga menunjukan identitas suatu bangsa. Kebudayaan ini yang biasanya berkembang dari masa ke masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju dan modern di kawasan Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai bidang kehidupan.
Lebih terperinci2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif
2. Fungsi tari Tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis tari dalam kategori tari tradisional dan tari non trasional disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Pengkajian uraian dari berbagai aspek historis tentang tarian Deo Tua dalam upacara minta
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Seni tradisi merupakan warisan nenek moyang yang masih berkembang di masyarakat dan mengandung nilai-nilai budaya masyarakat sebagai bagian dari kebudayaan nasional. Pengkajian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang cukup unik. Uniknya kebudayaan-kebudayaan yang ada di Jepang biasanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki banyak kebudayaan yang cukup unik. Uniknya kebudayaan-kebudayaan yang ada di Jepang biasanya dipengaruhi pula
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto sudah
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto sudah ada sejak awal sejarah Jepang dan terus berlanjut hingga sekarang. Agama Budha masuk ke
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisi mengenai simpulan yang dikemukakan penulis sebagai analisis hasil temuan dalam permasalahan yang di kaji.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, kebudayaan meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Sesuai dengan yang dinyatakan
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG. Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia,
BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG 2.1. Letak Geografis Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia, membentang seperti busur yang ramping sepanjang 3.800 KM. Luas totalnya adalah 377.815
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar
Lebih terperinciLAMPIRAN. Gambar 1. Teru teru bozu ningyou. Gambar 2. Peralatan Membuat Teru teru bozu ningyou. Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN Gambar 1. Teru teru bozu ningyou Gambar 2. Peralatan Membuat Teru teru bozu ningyou Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Mock Joya, Volume IV, Quaint Customs and Manners of Japan https://id.wikipedia.org/wiki/teru_teru_b%c5%8dzu
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh tentang upaya pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai Sembahyang Rebut kepada
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki
Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Menurut Kodansha (1993:649-658) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah 377.781km². Menurut Danandjaja (1997:1), kepulauan Jepang terbentang di sepanjang
Lebih terperinciWorkshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur
Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur Latar Belakang Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan.
Lebih terperinciBab 5. Ringkasan. Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai
Bab 5 Ringkasan Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai hadiah yang diberikan saat berbahagia. Dahulu temari juga dikenal sebagai bola kesayangan para ibu. Di sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk simbol yang mengandung arti yang beraneka ragam salah satunya digunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kertas oleh Cailun yaitu pada zaman Dinasti Han Timur (tahun M ).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lampion adalah sejenis lampu yang biasanya terbuat dari kertas dengan lilin di dalamnya. Lampion yang lebih rumit dapat terbuat dari rangka bambu dibalut dengan kertas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak keanekaragaman budaya tradisional termasuk
Lebih terperinciBAB 5 RINGKASAN. Kebudayaan merupakan salah satu warisan dari nenek moyang yang dimiliki
BAB 5 RINGKASAN Kebudayaan merupakan salah satu warisan dari nenek moyang yang dimiliki oleh suatu negara. Seorang ahli antropologi yang bernama Koentjaraningrat (1990:180) mengatakan bahwa, kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial pasti membutuhkan orang lain untuk menjalin komunikasi dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia mengalami proses dimana seseorang mulai lahir, menjadi dewasa, tua dan akhirnya meninggal. Dalam perjalanan hidupnya, manusia sebagai makhluk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,
Lebih terperinciABSTRAK FUNGSI BONEKA DARUMA BAGI MASYARAKAT JEPANG
ABSTRAK FUNGSI BONEKA DARUMA BAGI MASYARAKAT JEPANG Boneka merupakan salah satu simbol anak-anak yang dijadikan mainan dan dibuat untuk menemani anak-anak hingga pada akhirnya boneka juga dianggap sebagai
Lebih terperinciABSTRAK. empat di Jepang, setelah Yokohama, Osaka, dan Nagoya. Kota Sapporo kota yang
ABSTRAK Kota Sapporo adalah ibu kota Prefektur Hokkaido, Jepang. Kota ini berada di Sub prefektur Ishikari, Hokkaido, dan merupakan kota berpenduduk terbanyak nomor empat di Jepang, setelah Yokohama, Osaka,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai banyak kelebihan. Inilah yang disebut potensi positif, yakni suatu potensi yang menentukan eksistensinya,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Ronggeng Kaleran Dalam Upacara Adat Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis dapat disimpulkan sebagai
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pesta merupakan suatu acara sosial yang dimaksudkan sebagai perayaan, dengan perjamuan makan dan minum dengan suasana yang sangat meriah. Baik yang bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berupa barang maupun uang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. menyerahkan sesuatu kepada orang lain sebagai bentuk ucapan terima
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang lazim pernah memberi sesuatu kepada orang lain, baik berupa barang maupun uang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 205), kata memberi memiliki beberapa
Lebih terperinciBAB V PENUTUP di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan dengan judul Perayaan Tahun Baru Imlek 2015 di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur yang patut dilestarikan oleh
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha. 1 (http://id.wikipedia.org/wiki/tahun_baru_imlek).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mendengar istilah Tahun Baru Imlek tentu semua orang sudah tidak asing lagi, ini dikarenakan Tahun Baru Imlek adalah sebuah tradisi yang tentunya sudah semua orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16. Masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Tionghoa adalah salah satu kelompok masyarakat yang mendiami wilayah Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16.
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM TENTANG OSHIBANA. musim gugur, dan musim dingin. Di Jepang orang-orang sangat menyukai bunga
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG OSHIBANA 2.1 Pengertian Oshibana Negara Jepang mengenal empat musim, yaitu musim panas, musim semi, musim gugur, dan musim dingin. Di Jepang orang-orang sangat menyukai bunga
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. budaya. Indonesia merupakan negara di dunia ini yang memiliki ragam budaya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup adalah sebuah karunia sang Ilahi dimana didalam hidup ini banyak hal-hal yang dapat menambah gairah untuk hidup, salah satunya adalah seni dan budaya. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masuknya berbagai agama sebelum kedatangan Islam di pulau Jawa berpengaruh besar pada adat istiadat, tata cara hidup, maupun praktik keagamaan sehari-hari orang Jawa.
Lebih terperinciAPOCRYPHA DARI ALKITAB KING JAMES DOA AZARYA & lagu Yahudi tiga. Doa Azarya dan nyanyian Yahudi tiga
APOCRYPHA DARI ALKITAB KING JAMES 1611 www.scriptural-truth.com Doa Azarya DOA AZARYA & lagu Yahudi tiga Doa Azarya nyanyian Yahudi tiga {1:1} mereka berjalan di tengah-tengah api, memuji Allah berkat
Lebih terperinciLaba Festival 新年快乐! Chinese Red Envelopes Angpao. Chinese New Year Delicacies. Chinese New Year Preparation & Celebration
新年快乐! Tahun ini, Chinese New Year jatuh pada Jumat, 16 Februari 2018, dan perayaannya berlangsung selama 16 hari sejak malam tahun baru. Di China, tahun baru Imlek diperingati sebagai hari libur nasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Stabat adalah ibu kota Kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara. Stabat memiiliki luas daerah 90.46 km², merupakan kota kecamatan terbesar sekaligus penduduk terpadat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rangkaian kata-kata untuk mempertegas ritual yang dilakukan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak zaman Mesir kuno bahkan sebelumnya, manusia sudah mengenal seni musik dan seni syair. Keduanya bahkan sering dipadukan menjadi satu untuk satu tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini semakin mendukung terkikisnya nilai-nilai tradisional sebuah bangsa. Lunturnya kesadaran akan nilai budaya
Lebih terperinciGereja Menyediakan Persekutuan
Gereja Menyediakan Persekutuan Pada suatu Minggu pagi sebelum kebaktian Perjamuan Tuhan, lima orang yang akan diterima sebagaianggota gereja berdiri di depan pendeta dan sekelompok diaken. Salah seorang
Lebih terperinciSurat Paulus yang kedua kepada jemaat Tesalonika
1 Surat Paulus yang kedua kepada jemaat Tesalonika Kepada yang kekasih saudara-saudari saya seiman jemaat Tesalonika yaitu kalian yang sudah bersatu dengan Allah Bapa dan Tuhan kita Kristus Yesus. Salam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemberontakan, dan masih banyak lagi yang lainnya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang sadar akan pentingnya waktu. Dimensi waktu yang dilalui manusia selalu menghasilkan berbagai peristiwa penting, baik itu untuk
Lebih terperinciRANGKAIAN UPACARA ADAT KESULTANAN DALAM RANGKA PESTA ADAT ERAU. www.disbudpar.kutaikartanegarakab.go.id www.visitingkutaikartanegara.
RANGKAIAN UPACARA ADAT KESULTANAN DALAM RANGKA PESTA ADAT ERAU www.disbudpar.kutaikartanegarakab.go.id www.visitingkutaikartanegara.com 1 Menjamu Benua Upacara Adat menjamu Benua adalah prosesi memanggil,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning bangsa (kebudayaan itu menjadi cermin besar yang menggambarkan peradaban suatu bangsa). Hal ini
Lebih terperinciUKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang permasalahan 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia. Orang-orang Tionghoa asli sudah datang ke pulau Jawa jauh sebelum kedatangan orang Barat.
Lebih terperinci2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut
Lebih terperinciDanau Toba: Pesona Sumatera Utara
Danau Toba: Pesona Sumatera Utara Danau Toba yang terletak di Sumatera Utara ini merupakan salah satu danau vulkanik terindah yang dimiliki Indonesia. Dengan luas yang mencapai 1.145 kilometer persegi,
Lebih terperinciAbstraksi. Keyword: Aoi matsuri, Shintō, Matsuri. iii
Abstraksi Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan. Matsuri merupakan salah satu contoh dari kebudayaan Jepang tersebut. Setiap tahun masyarakat Jepang mengadakan berbagai macam matsuri. Ada
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jepang atau disebut juga dengan 日本 (Nippon/Nihon) adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh suatu negara. Seorang ahli antropologi, Koentjaraningrat (1990) mengemukakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan salah satu warisan dari nenek moyang yang dimiliki oleh suatu negara. Seorang ahli antropologi, Koentjaraningrat (1990) mengemukakan bahwa, kebudayaan
Lebih terperinciTRADISI-TRADISI DALAM SHINTOO SEBAGAI PAHAM POLITHEISTIS. Sri Oemiati Universitas Dian Nuswantoro
TRADISI-TRADISI DALAM SHINTOO SEBAGAI PAHAM POLITHEISTIS Sri Oemiati Universitas Dian Nuswantoro Abstrak: Shintoo is a polytheistic thought with many gods and goddesses. Previously, Shintoo was an anonym
Lebih terperinciTh A Hari Minggu Biasa VIII 26 Februari 2017
1 Th A Hari Minggu Biasa V 26 Februari 2017 Antifon Pembuka Mzm. 18 : 19-20 Tuhan menjadi sandaranku. a membawa aku keluar ke tempat lapang. a menyelamatkan aku karena a berkenan kepadaku. Pengantar Rasa-rasanya
Lebih terperinciBAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT DESA JERUKLEGI. Jeruklegi Kabupaten Cilacap. Desa tersebut berbatasan dengan:
24 BAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT DESA JERUKLEGI A. Keadaan Desa Jeruklegi Desa jeruklegi merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Desa tersebut berbatasan dengan: - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara
Lebih terperinci