Bab 1. Pendahuluan. tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap

Transkripsi

1 Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaannya yang tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap berpegang teguh pada tradisi budaya yang sampai sekarang masih dipercayai dan terus dilakukan. Salah satu tradisi yang masih tetap dilakukan adalah matsuri. Di antara banyak tradisi bangsa Jepang, ada satu tradisi yang bernilai sakral dan juga dapat mengangkat pamor pariwisata negeri itu. Tradisi itu adalah matsuri atau festival. Matsuri sebagai ungkapan yang lebih halus sering dipakai omatsuri, yaitu suatu bentuk upacara, peristiwa, peringatan, atau perayaan yang dilakukan sejak dulu secara berkelompok untuk mengungkapkan atau menunjukkan selamatan, peringatan penting, dan sebagainya. (Sudjianto, 2002:61) Jepang memiliki berbagai jenis matsuri yang diadakan setiap tahunnya. Matsuri diadakan di banyak tempat di Jepang dan pada umumnya diselenggarakan di jinja atau kuil. Matsuri di setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing meskipun pada dasarnya memiliki konsep dan tujuan yang tidak jauh berbeda. Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri pun beraneka ragam sesuai dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat mempunyai makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya. Terdapat beberapa macam tipe matsuri di jepang, yaitu matsuri untuk melakukan permohonan kepada Dewa (untuk keberhasilan panen), untuk menyatakan rasa syukur atau terima kasih dan festival lainnya untuk menghalau wabah dan bencana alam. 1

2 Salah satu festival yang terbesar di Jepang adalah Tenjin Matsuri yang berada di Osaka. Dalam Netencyclo (2007) dijelaskan mengenai Tenjin Matsuri, yaitu: Tenjin Matsuri adalah salah satu dari tiga festival terbesar di Jepang bersama dengan Kanda Matsuri di Tokyo dan Gion Matsuri di Kyoto. Tenjin Matsuri ( 天神祭 ) adalah festival tahunan (matsuri) yang diselenggarakan di kota Osaka oleh kuil Osaka Temmangu pada tanggal 24 Juli dan 25 Juli. Pembukaan festival (yoimiya) diselenggarakan tanggal 24 Juli, sedangkan puncak perayaan berupa prosesi darat (riku-togyo) dan prosesi perahu (funa-togyo) dilangsungkan pada tanggal 25 Juli. Diantara berbagai macam festival di Jepang, Tenjin Matsuri merupakan festival musim panas yang paling terkenal di daerah Osaka. Tenjin Matsuri di Osaka merupakan sebuah festival perahu yang terbesar di dunia dan sudah diadakan selama lebih dari 1000 tahun. Pada saat perayaan Tenjin Matsuri, sungai Okawa yang berada di tengah kota Osaka dipenuhi lebih dari 100 perahu yang melakukan prosesi dan dimeriahkan dengan pesta kembang api. Perahu yang berisi pengikut kuil Osaka Temmangu datang dari arah berlawanan dan berpapasan dengan perahu yang membawa gohoren. Para sponsor dan undangan lainnya juga dapat naik di atas perahu yang tidak termasuk dalam kelompok prosesi. Penonton yang berada di tepi sungai juga bisa menyaksikan pesta kembang api dan pertunjukan kagura, danjiri-bayashi, noh, bunraku dan rakugo yang diadakan di atas perahu. Perayaan Tenjin Matsuri juga dilangsungkan di berbagai tempat di Jepang oleh kuil Shinto yang menyandang sebutan kuil Tenjin, tapi diantara semuanya festival Tenjin Matsuri di Osaka merupakan festival yang paling terkenal. Perayaan Tenjin Matsuri dimulai pada tanggal 1 Juni tahun 951. Pada saat itu, perayaan dibuka dengan ritual menghanyutkan kamihoko di sungai Okawa. Lokasi perayaan ditentukan 2

3 berdasarkan tempat tersangkutnya kamihoko yang dihanyutkan air sungai. Penghanyutan kamihoko merupakan asal-usul ritual hokonagashi-shinji yang dilakukan sampai sekarang ini. Puncak perayaan berupa prosesi perahu berasal dari ritual hokonagashishinji yang menentukan lokasi perayaan di tengah sungai. Festival Tenjin Matsuri di Osaka dirayakan untuk mengusir roh iblis pada musim panas dan sebagai upacara doa bagi arwah Sugawara Michizane ( AD). Pada masa itu Sugawara Michizane menjadi korban dari tipu daya politik dan mati secara menderita di tempat pengasingan. Kuil yang merupakan tempat pertama kali dimulainya festival Tenjin Matsuri didirikan pada tahun 949 saat terjadinya serangkaian bencana yang dipercayai disebabkan oleh Sugawara Michizane, tak lama setelah kematiannya. Diyakini bahwa rohnya telah menjadi raijin (dewa guntur) dan kuil tersebut dibuat untuk menenangkannya. Bencana-bencana itu menjadi berkurang setelah dia diabadikan di kuil Temmangu dan karena ia adalah sarjana yang hebat maka sekarang dia disembah sebagai Dewa pendidikan selama periode zaman Edo, pada saat Osaka dianggap sebagai tempat pemasaran di Jepang, Tenjin Matsuri di Osaka menjadi festival utama musim panas dalam kota yang dikenal sebagai kota air tersebut dan masih dilakukan sampai sekarang. Pada zaman Azuchi Momoyama, Toyotomi Hideyoshi menghadiahkan alat musik taiko untuk digunakan dalam perayaan. Pada tahun-tahun terakhir era Kanei, ritual hokonagashi-shinji tidak dapat dilakukan karena tempat ritual dijadikan pasar ikan dan sebagai gantinya ditampilkan danjiri yang merupakan asal-usul prosesi darat yang dikenal sekarang ini. Pada tahun 1649, penarikan undian untuk menentukan urutan danjiri mulai dilakukan agar orang tidak berlomba-lomba menarik masuk danjiri ke dalam kuil Osaka Temmangu. 3

4 Pada era Genroku ( ), boneka berpakaian tradisional dengan tinggi 2 meter yang disebut o-mukae ningyo mulai dipasang di atas lunas perahu yang mengikuti prosesi perahu. Pada saat itu, Tenjin Matsuri konon mulai disebut sebagai salah satu dari tiga festival terbesar di Jepang. Pada tahun pertama era Keio (1865), Tenjin Matsuri tidak dapat diselenggarakan karena Shogun Tokugawa Iemochi sedang memimpin operasi Penaklukan Choshu dari Istana Osaka. Sejak itu, penyelenggaraan Tenjin Matsuri dibekukan dari tahun 1866 hingga tahun Tenjin Matsuri kembali diselenggarakan pada tahun 1871 sesudah berakhirnya kekacauan yang mengiringi Restorasi Meiji. Prosesi perahu tidak dilakukan mulai tahun 1874 hingga tahun 1880 akibat perbaikan bangunan kuil utama dan berjangkitnya wabah penyakit kolera. Pada masa itu, Tenjin Matsuri dalam hanya bentuk prosesi darat juga pernah beberapa kali diselenggarakan. Tenjin Matsuri juga pernah berkali-kali dibatalkan akibat wafatnya Kaisar Meiji dan meluapnya permukaan air sungai. Pada tahun 1930, ritual hokonagashi-shinji kembali dihidupkan atas saran seorang penulis terkenal bernama Kema Namboku. Tenjin Matsuri lagi-lagi tidak diselenggarakan dari tahun 1938 hingga tahun 1948 akibat Perang Sino-Jepang II dan Perang Dunia II. Pada tahun 1949, Tenjin Matsuri kembali dihidupkan, tapi prosesi perahu tidak dapat dilakukan karena perahu tidak bisa lewat di bawah jembatan akibat tanah yang amblas. Pada tahun 1953, Tenjin Matsuri dapat diselenggarakan seperti biasa tetapi perahu berlayar berlawanan dengan arus sungai. Prosesi perahu tidak dilaksanakan akibat krisis minyak tahun Sesuai dengan perkembangan zaman, prosesi gal mikoshi yang menampilkan wanita muda dimulai tahun Pada tahun 2003, 4

5 penyelenggaraan pesta kembang api suito-sai yang merupakan acara tahunan di Osaka digabung dengan perayaan Tenjin Matsuri, sehingga pesta kembang api menjadi lebih meriah. Dalam artikel The Kodansha Billingual Encyclopedia of Japan (1998) dikatakan bahwa matsuri merupakan salah satu cara bagi penganut Shinto dalam mempraktekkan kepercayaan mereka. Hal ini juga serupa dengan yang dikatakan oleh Picken (1984:29): The central acts of worship in Shinto are associated with festival (Matsuri) that mark important times of year on the traditional Japanese calendar. Just as the flow of life of the individual may be under the protective wing of the Kami, so too may that of the community. This protection is acknowledged, invoked and appreciated in the Matsuri. Inti tindakan dalam pemujaan Shinto berhubungan dengan festival (matsuri) yang menandakan peristiwa penting selama setahunnya dalam kalendar tradisional Jepang. Seperti arus hidup seseorang yang berada dalam perlindungan kami begitu pula dengan masyarakatnya. Perlindungan ini dinyatakan, dimohonkan dan dihargai dalam matsuri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa matsuri berasal dari suatu bentuk kepercayaan terhadap agama Shinto sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalam Matsuri pun tentunya juga memiliki banyak pengaruh dan unsur-unsur dari ajaran Shinto. Agama Shinto sendiri merupakan kepercayaan asli bangsa Jepang dan sejak dahulu telah menjadi bagian dari pandangan hidup masyarakat Jepang. Secara harafiah Shinto memiliki arti jalan kami (the way of the kami). Ajaran Shinto pada dasarnya merupakan ajaran yang menekankan pada keselarasan keindahan alam dan penghargaan pada kenyataan hidup (the appreciation of perceived reality). 5

6 1.2 Rumusan Permasalahan Tenjin Matsuri merupakan salah satu dari tiga matsuri terbesar di Jepang selain Kanda matsuri dan Gion Matsuri. Begitu banyak hal-hal unik yang dapat ditemukan di dalamnya karena itulah sangat menarik untuk dianalisis. Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka pokok permasalahan yang akan dianalisis oleh penulis dalam skripsi ini adalah Tenjin Matsuri yang dilakukan di Osaka. 1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Penulis akan memfokuskan penelitian pada pengaruh dan unsur-unsur Shinto yang terdapat dalam ritual Tenjin Matsuri di Osaka. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang pengaruh Shinto terhadap ritual Tenjin Matsuri di Osaka. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapat pengetahuan lebih dalam mengenai pengaruh Shinto yang terkandung dalam Tenjin Matsuri dan menambah wawasan bagi pembaca yang ingin mempelajari budaya Jepang, khususnya mengenai Tenjin Matsuri di Osaka. 1.5 Metode Penelitian Metode yang diambil oleh penulis dalam penelitian skripsi ini adalah metode kepustakaan yaitu mengadakan penelitian terhadap data-data yang diperoleh dari bukubuku, dimana penulis akan meminjam atau mencari buku-buku tersebut di perpustakaan 6

7 Japan Foundation, Perpustakaan Bina Nusantara, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Kedutaan Besar Jepang, koleksi teman dan internet. Penulis juga menggunakan buku-buku yang membahas mengenai Shinto, Tenjin Matsuri dan pandangan orang Jepang terhadap agama. Sedangkan pada saat pengkajian data, penulis akan menggunakan metode deskriptif analitif yaitu cara membahas suatu masalah dengan cara menata dan mengklasifikasikan data serta memberi penjelasan tentang keterangan yang terdapat pada data. 1.6 Sistem Penulisan Pada bab 1 akan diuraikan mengenai latar belakang, rumusan permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penelitian. Pada bab 2 akan diuraikan mengenai teori-teori yang akan saya gunakan untuk menganalisis permasalahan. Diantaranya adalah teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan yang akan saya teliti yaitu konsep pandangan orang Jepang terhadap agama, konsep Shinto, konsep matsuri dan konsep Tenjin Matsuri Pada bab 3 berisikan analisis penulis yang akan dihubungkan dengan teori-teori yang terdapat pada bab 2. Pada bab 4 penulis akan memberikan simpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Simpulan ini merupakan jawaban dari permasalahan yang ada dalam skripsi. Selain itu juga berisi tentang saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. 7

8 Pada bab 5 berisikan ringkasan keseluruhan isi skripsi yang mulai dari latar belakang, rumusan permasalahan serta tujuan penelitian dan hasil penelitian yang ditulis secara singkat dan padat. 8