BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kegagalan organisasi melalui upaya kontrol terhadap dirinya. Misalnya, karyawan
|
|
- Yandi Susman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap karyawan dapat memberikan kontribusi bagi kesuksesan ataupun kegagalan organisasi melalui upaya kontrol terhadap dirinya. Misalnya, karyawan melakukan (1) kontrol pada perilakunya yang berhubungan dengan kinerja, seperti bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas; (2) kontrol pada perilakunya yang berhubungan dengan rekan kerja, seperti berkomunikasi dan bertukar informasi terkait dengan pekerjaan; dan (3) melakukan kontrol agar tidak berperilaku merusak dan membahayakan, seperti melanggar prosedur keselamatan kerja, menggunakan obat terlarang di tempat kerja, dan merusak perlengkapan milik perusahaan (Murphy, 1989). Perilaku merusak dan membahayakan yang tidak mampu dikontrol oleh karyawan disebut perilaku kerja kontraproduktif (counterproductive work behavior), yaitu perilaku merugikan dan merusak yang dilakukan karyawan untuk menghalangi organisasi mencapai tujuan (Fox & Spector, 2005). Perilaku kerja kontraproduktif (PKK) berdampak negatif bagi karyawan dan organisasi (Baron & Neuman, 1996; Benminson, 1994; LeBlanc & Kelloway, 2002; Vigoda, 2002; Penney & Spector, 2005). Contoh, perilaku kerja kontraproduktif menyebabkan karyawan mengalami stress dan penurunan kepuasan kerja (Keashly, Trott, & MacLean, 1994; Penney & Spector, 2005) dan menyebabkan organisasi mengalami penurunan produktivitas (Penney & Spector, 1
2 2 2005). Faktor-faktor penyebab perilaku kerja kontraproduktif penting dipelajari agar dapat mengurangi peningkatan biaya yang ditanggung oleh organisasi (Greenberg, 1990a; Robinson & Bennet, 1995; Bennet & Robinson, 2000). Perilaku kerja kontraproduktif dipicu oleh dua faktor, yaitu situasional dan disposisional (Martinko, Gundlach, & Douglas, 2002). Faktor-faktor situasional pemicu perilaku kerja kontraproduktif meliputi tiga hal (1) sumber penyebab stres, seperti pertentangan peran, penumpukan beban pekerjaan, dan pertentangan antara rekan kerja (Miles, Borman, Spector, & Fox, 2002; Spector, Fox, Penney, Bruursema, Goh, & Kessler, 2006); (2) perubahan di tempat kerja, seperti penataan ulang organisasi, perubahan manajemen, perubahan teknologi, pemotongan gaji, pengingkaran kontrak psikologis, ketidakamanan dalam bekerja, dan pemberian hukuman oleh organisasi (Baron & Neuman, 1996; Marcus & Schuler, 2004; Robinson & Morrison, 2000; Kickul, 2001); dan (3) persepsi ketidakadilan (Stroms & Spector, 1987; Haaland, 2002). Faktor-faktor disposisional pemicu perilaku kerja kontraproduktif meliputi kehati-hatian (conscientiousness) (Bennet & Robinson, 2000), lima dimensi kepribadian (big five personality) (Salgado, 2002), sifat marah (trait anger) (Kwak, 2006), sikap negatif (negative affect) (Dalal, 2005), dan kontrol diri (self control) (Villanueva, 2006). Dari faktor-faktor pemicu perilaku kerja kontraproduktif tersebut, peneliti tertarik mendalami faktor situasional, khususnya mengenai pengingkaran kontrak psikologis. Hal itu didasarkan pada dua alasan, yaitu pertama, hasil uji empiris
3 3 studi terdahulu diperoleh hubungan antara pengingkaran kontrak psikologis dan perilaku, tetapi hubungan tersebut tidak terlalu kuat (Robinson & Rousseau, 1994; Turnley & Feldman, 1999; Turnley & Feldman, 2000; Kickul, 2001; Coyle- Shapiro, 2002). Terjadinya hubungan yang seperti itu diduga karena terdapat variabel pengintervensi (Neuman, 2000). Sesuai dengan pendapat Lazarus (1991), kemarahan seseorang akibat pengingkaran kontrak psikologis tidak akan muncul tanpa ada proses berpikir yang mendahului. Pengingkaran kontrak psikologis mendorong seseorang untuk melakukan proses berpikir, pengelolaan proses berpikir ini menghasilkan keputusan untuk berperilaku. Proses berpikir dapat dikatakan sebagai bentuk variabel pengintervensi dalam menjelaskan hubungan antara pengingkaran kontrak psikologis dan perilaku kerja kontraproduktif, hal ini masih memerlukan kajian lebih lanjut (Cantisano, Dominguez, & Depolo, 2008). Kedua, peristiwa hubungan ketenagakerjaan memberikan informasi adanya kasus pengingkaran kontrak psikologis di Indonesia. Misalnya, status sebagai karyawan kontrak yang tidak pasti sehingga menghalangi kesempatan menjadi karyawan tetap (Edwin, 2007); penilaian kinerja dipengaruhi unsur senioritas dan kedekatan dengan pimpinan, bukan atas prestasi atau kontribusi karyawan dalam bekerja (Gunawan & Rizal, 2010). Peristiwa-peristiwa tersebut menyebabkan karyawan mempersepsikan organisasi gagal memenuhi tanggung jawabnya karena tidak berhasil memenuhi bentuk pertukaran yang dijanjikan. Karyawan melampiaskan bentuk pertukaran yang tidak terpenuhi tersebut dengan berperilaku kontraproduktif yang merugikan bagi organisasi (Shore & Tetrick,
4 4 1994). Berdasarkan dukungan empiris dan fenomena tersebut, studi ini mengkaji pengingkaran kontrak psikologis sebagai pemicu perilaku kinerja kontraproduktif. Menurut Morrison dan Robinson (1997), pengingkaran kontrak psikologis (psychological contract breach) merupakan bentuk pemikiran kognitif karyawan mengenai kegagalan organisasi dalam mewujudkan kewajiban yang dinilai tidak sepadan dengan kontribusi karyawan. Persentase terjadinya pengingkaran kontrak psikologis (PKP) di organisasi berkisar 25% sampai dengan 90% (Turnley & Feldman, 1998; Robinson & Morrison, 2000). Hal ini berarti separuh lebih karyawan mempersepsikan janji organisasi yang disampaikan baik secara eksplisit maupun implisit hilang begitu saja (Zottoli, 2003). Konsekuensi tidak terwujudnya janji berdampak tidak saja pada sikap, tetapi juga pada perilaku karyawan. Namun, jumlah studi sebelumnya yang membahas proses terjadinya perilaku kerja kontraproduktif akibat pengingkaran kontrak psikologis masih sedikit. Studi empiris mengenai proses terbentuknya perilaku kerja kontraproduktif umumnya berupa studi konseptual (O'Leary-Kelly, Griffin, & Glew, 1996; Neuman & Baron, 1998; Martinko et al., 2002; Spector & Fox, 2005; Douglas, Kiewitz, Martinko, Harvey, Younhee, & Jae, 2008). Studi-studi konseptual proses terbentuknya perilaku kerja kontraproduktif diantaranya adalah organization motivated factors (O'Leary-Kelly et al., 1996), theoritical model of workplace aggression (Neuman & Baron, 1998), causal reasoning model for counterproductive behavior (Martinko et al., 2002), general affective aggression
5 5 model (Neuman & Baron, 1998), stressor emotion model of counterproductive work behavior (Spector & Fox, 2005), dan elaboration likelihood model for workplace aggression (Douglas et al., 2008). Studi empiris untuk mendukung konsep-konsep teoretis perlu dilakukan sehingga dapat mengonfirmasi berjalannya konsep dalam kehidupan organisasi. Pengetahuan tersebut dapat menjadi sumber informasi bagi manajemen untuk melakukan intervensi sebagai upaya meminimisasi dampak negatif perilaku kerja kontraproduktif (Zottoli, 2003). Penelitian ini menggunakan model Douglas et al. (2008) yaitu elaboration likelihood model for workplace aggression (ELM WA) untuk menjelaskan proses terbentuknya perilaku kerja kontraproduktif yang dipicu oleh pengingkaran kontrak psikologis. Keunggulan elaboration likelihood model for workplace aggression dibanding model konseptual lainnya adalah sebagai berikut. Pertama, elaboration likelihood model for workplace aggression menjelaskan perbedaan tahapan kecepatan proses. Sementara itu, model yang lain mengidentifikasi proses tanpa menguraikan perbedaan kecepatan yang terjadi, seperti stressor emotion model of counterproductive work behavior (Spector & Fox, 2005), theoritical model of workplace aggression (Neuman & Baron, 1998), dan causal reasoning model for counterproductive behavior (Martinko et al., 2002). Kedua, studi empiris sebelumnya yang menguji elaboration likelihood model for workplace aggression belum pernah dilakukan. Elaboration likelihood model for workplace
6 6 aggression khususnya elaborasi proses kognitif, menjelaskan proses kognitif munculnya perilaku kerja kontraproduktif. Elaborasi proses kognitif penting karena (1) menurut Morrison dan Robinson (1997), pengingkaran kontrak psikologis adalah bentuk persepsi subjektif dari diri individu. Persepsi subjektif umumnya dikelola dengan proses kognitif; (2) pengingkaran kontrak psikologis termasuk peristiwa yang mengancam terwujudnya harapan seseorang, sehingga perlu dielaborasi melalui proses kognitif (Morrison & Robinson, 1997; Douglas et al., 2008); dan (3) pengingkaran kontrak psikologis memicu munculnya perilaku kerja kontraproduktif. Perilaku ini menimbulkan konsekuensi biaya dalam jangka panjang sehingga memerlukan pertimbangan kognitif bagi pelakunya (Morrison & Robinson, 1997). Menurut Lazarus (1991), kemarahan seseorang akibat pengingkaran kontrak psikologis tidak akan muncul tanpa ada proses berpikir yang mendahului. Atribusi adalah bagian dari proses kognitif yang dilakukan oleh seseorang untuk mencari tahu pelaku pengingkaran. Menurut Weiner (1986), teori atribusi meliputi atribusi kausal, tanggung jawab, dan kesalahan. Atribusi kausal atau atribusi pelaku berkaitan dengan penentuan pelaku peristiwa. Atribusi tanggung jawab adalah penentuan pihak yang mempertanggungjawabkan peristiwa. Atribusi kesalahan merupakan penentuan pihak yang layak untuk dipersalahkan (Bradbury & Fincham, 1990).
7 7 Studi-studi pengingkaran kontrak psikologis terdahulu umumnya melibatkan atribusi sebagai variabel pemoderasi. Contoh, atribusi pelaku memoderasi pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap tindakan pelanggaran (violation) (Robinson & Morrison, 1997; Robinson & Morrison, 2000; Kickul, 2001). Atribusi pelaku, atribusi tanggung jawab, atribusi kesalahan mampu menjelaskan pelanggaran kontrak psikologis berkorelasi dengan perilaku menyimpang di tempat kerja (deviant work behavior) (Kickul, Neuman, Parker, & Finkl, 2002; Zottoli, 2003; Bordia, Restubog, & Robert, 2008). Hasil analisis studi-studi terdahulu umumnya menggunakan pendekatan Morrison dan Robinson (1997). Pendekatan tersebut menjelaskan peran atribusi tanggung jawab sebagai pendorong munculnya emosi atau kemarahan akibat pengingkaran kontrak psikologis (Robinson & Morrison, 1997; Robinson & Morrison, 2000; Kickul, 2001; Kickul et al., 2002). Elaboration likelihood model for workplace aggression menguraikan atribusi pelaku sebagai variabel pemediasi dan atribusi tanggung jawab sebagai variabel pemoderasi (Douglas et al., 2008). Peran atribusi tanggung jawab sebagai variabel pemoderasi dalam elaboration likelihood model for workplace aggression dapat dijelaskan oleh pendekatan Morrison dan Robinson (1997). Beberapa studi sebelumnya juga telah mengonfirmasi dengan melakukan pengujian empiris mengenai hal itu (Robinson & Morrison, 2000; Kickul, 2001; Lester et al., 2002; Wright, 2005). Peran atribusi pelaku sebagai variabel pemediasi justru tidak dijelaskan dalam pendekatan Morrison dan Robinson
8 8 (1997), tetapi disebutkan dalam elaboration likelihood model for workplace aggression. Belum pernah dilakukannya studi empiris terhadap peran atribusi pelaku sebagai variabel pemediasi khususnya dalam model elaboration likelihood for workplace aggression, dan perlunya kajian lebih lanjut terhadap variabel yang mengintervensi pengaruh pengingkaran kontrak kerja psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif (Cantisano, Dominguez, & Depolo, 2008), menjadi salah satu perbedaan studi ini dengan studi sebelumnya. Pengingkaran kontrak psikologis yang dilakukan pihak lain memunculkan perasaan emosi atau pelanggaran kontrak psikologis (psychological contract violation). Pelanggaran kontrak psikologis (PKP-v) berdampak pada sikap dan perilaku tertentu, diantaranya perilaku kerja kontraproduktif (Douglas et al., 2008). Tidak semua individu segera mengefektifkan emosi atau pelanggaran kontrak psikologis menjadi perilaku kerja kontraproduktif. Menurut elaboration likelihood model for workplace aggression, emosi dipengaruhi oleh kecenderungan disposisional seseorang (Douglas et al., 2008). Faktor disposisional yang pernah digunakan dalam studi pengingkaran kontrak psikologis diantaranya adalah sensitivitas keadilan (equity sensitivity), ekstraversi (extraversion), kehati-hatian (conscientiousness), ketidakstabilan emosi (neuroticism), penghargaan terhadap diri (self-esteem), kepekaan terhadap keadilan (equity sensitivity), kemampuan untuk melakukan kontrol (locus of control), keyakinan diri (self esteem), dan kontrol diri (self control) (Kickul &
9 9 Lester, 2001; Raja, Johns, & Ntalianis, 2004; Bordia et al., 2008). Kontrol diri digunakan dalam studi ini sebagai pemoderasi pengaruh pelanggaran kontrak psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif. Kontrol diri telah banyak dibahas dalam berbagai literatur perilaku negatif (Gottfredson & Hirchi, 1990; Done, 2000; Douglas & Martinko, 2001; Marcus & Shculer, 2004; Bordia et al., 2008), namun peran kontrol diri dalam menghambat pengaruh pelanggaran kontrak psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif belum dilakukan penyelidikan. Douglas et al. (2008) menyebutkan bahwa dalam elaboration likelihood model for workplace aggression, kontrol diri merupakan faktor kepribadian yang dapat mengintensifkan munculnya reaksi agresif. Selain itu, Gottfredson dan Hirschi (1990) menyatakan bahwa dalam pendekatan kriminologi, kontrol diri merupakan faktor disposisional yang paling berpengaruh dalam membentuk perilaku negatif, hal ini semua masih perlu dikonfirmasi. Studi ini diawali dengan menguraikan pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif, dilanjutkan dengan mendiskusikan proses kognitif perubahan pengingkaran kontrak psikologis menjadi pelanggaran kontrak psikologis yang dimediasi oleh atribusi pelaku. Peran kontrol diri dalam memperkuat atau memperlemah pengaruh pelanggaran kontrak psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif selanjutnya juga akan dibahas. Tabel 1.1 memaparkan rangkuman latar belakang dan manfaat penelitian yang dilakukan.
10 10 Tabel 1.1 Rangkuman Latar Belakang dan Manfaat Penelitian Kriteria Faktor Penyebab Perilaku Kerja Kontraproduktif Proses Terjadinya Perilaku Kerja Faktor Pengintensif Perilaku Kerja Konstruk yang digunakan. Studi terdahulu. Simpulan studi terdahulu. Pengingkaran kontrak psikologis dan pelanggaran kontrak psikologis. Robinson & Rousseau (1994); Turnley & Feldman (1999); Turnley & Feldman (2000); Kickul (2001); Coyle-Shapiro, (2002). Hubungan pengingkaran kontrak psikologis dengan perilaku tidak terlalu kuat. Kontraproduktif Elaboration Likelihood Model for Workplace Aggression. Douglas, Kiewitz, Martinko, Harvey, Younhee, & Jae, (2008). Studi konseptual. Kontraproduktif Kontrol Diri. Gottfredson & Hirschi (1990); Done (2000); Douglas & Martinko (2001); Marcus & Shculer, (2004); Bordia et al. (2008). Kontrol diri sebagai faktor disposisional utama dalam membentuk perilaku kriminal masih perlu dibuktikan. Kontrol diri sebagai pengintensif munculnya perilaku kerja kontraproduktif akibat pelanggaran kontrak psikologis belum dilakukan penelitian.
11 11 Lanjutan Tabel 1.1 Kriteria Penelitian ini Kepentingan penelitian dari sudut pandang manajemen Kepentingan penelitian dari sudut pandang teori. Faktor Penyebab Perilaku Kerja Kontraproduktif Menguji pengaruh pengingkaran kontrak psikologis dan pelanggaran kontrak psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif. Meningkatkan pemahaman manajemen mengenai pengingkaran dan pelanggaran kontrak psikologis sebagai pemicu perilaku kerja kontraproduktif. Proses Terjadinya Perilaku Kerja Kontraproduktif Studi empiris untuk mengonfirmasi konsep elaboration likelihood model for workplace aggression, khususnya mengenai proses kognitif. Manajemen mendapatkan pengetahuan proses terbentuknya perilaku karyawan. Mengonfirmasi proses kognitif dalam elaboration likelihood model for workplace aggression. Mengetahui peran atribusi pelaku sebagai pemediasi hubungan pengingkaran dan pelanggaran kontrak psikologis Faktor Pengintensif Perilaku Kerja Kontraproduktif Menguji peran kontrol diri sebagai pemoderasi dalam mengintensifkan pengaruh pelanggaran kontrak psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif. Manajemen mengetahui faktor disposisional yang dapat meredam perilaku negatif karyawan.
12 12 Lanjutan Tabel 1.1 Kriteria Faktor Penyebab Perilaku Kerja Kontraproduktif Proses Terjadinya Perilaku Kerja Kontraproduktif Faktor Pengintensif Perilaku Kerja Kontraproduktif untuk mengisi celah dalam literatur pengingkaran kontrak psikologis dan perilaku kerja kontraproduktif. Sumber : Gottfredson & Hirschi, 1990; Robinson & Rousseau, 1994; Turnley & Feldman, 1999; Turnley & Feldman, 2000; Done, 2000; Douglas & Martinko, 2001; Kickul, 2001; Coyle-Shapiro, 2002; Marcus & Shculer, 2004; Bordia et al., 2008; Douglas, Kiewitz, Martinko, Harvey, Younhee, & Jae, Perumusan Masalah Sejak pertengahan tahun 1990, perilaku kerja kontraproduktif dianggap sebagai perilaku yang menarik untuk diteliti, khususnya di Amerika (Fox & Spector, 2005). Penelitian dipicu oleh berita tindakan kekerasan yang terjadi di tempat kerja (Fox & Spector, 2005). Ketertarikan peneliti, manajer, dan publik pada umumnya berkaitan dengan peristiwa kejahatan yang paling ringan, seperti sengaja tidak menyampaikan informasi, menyebarkan berita tidak benar, sampai pada perilaku yang lebih serius seperti pencurian barang milik perusahaan, dan ancaman fisik terhadap rekan kerja (Fox & Spector, 2005). Organisasi perlu
13 13 mengetahui perilaku kerja kontraproduktif yang dilakukan karyawan karena dapat menjadi petunjuk gejala penurunan kinerja (Rotundo & Sackett, 2002). Fenomena perilaku kerja kontraproduktif di Indonesia ditemui pada peristiwa seperti keterlambatan, ketidakdisiplinan, pencurian barang milik perusahaan, pertengkaran, pemukulan terhadap rekan kerja, dan demonstrasi karyawan (Elqorni, 2010). Studi perilaku kerja kontraproduktif cukup sulit dilakukan karena keengganan pihak-pihak yang terlibat untuk mengungkap keburukan perilaku, padahal hal tersebut penting sebagai bahan evaluasi mengenai hubungan pertukaran yang telah dilakukan selama ini antara organisasi dan karyawannya. Studi sebelumnya mengenai pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap sikap dan perilaku dalam kaitannya dengan hubungan ketenagakerjaan dalam organisasi banyak dilakukan. Contoh, hubungan antara pengingkaran kontrak psikologis dengan niat untuk meninggalkan organisasi (Agee, 2000); pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap perilaku menyimpang karyawan (Kickul, 2001). Hasil yang diperoleh pada studi-studi empiris sebelumnya menjadikan pengingkaran kontrak psikologis sebagai faktor situasional yang perlu diperhatikan untuk mencegah perilaku kerja kontraproduktif di dalam organisasi. Meskipun terdapat hubungan pengingkaran kontrak psikologis terhadap sikap dan perilaku pada studi-studi empiris yang dilakukan (Agee, 2000; Kickul, 2001; Lester et al., 2002; Zottoli, 2003; Wright, 2005; Bordia et al., 2008), tetapi
14 14 hubungan pengingkaran kontrak psikologis dengan sikap lebih kuat dibandingkan dengan hubungan pengingkaran kontrak psikologis terhadap perilaku (Cantisano et al., 2008). Hal ini diduga oleh dua hal, pertama, sikap lebih mampu meramalkan terjadinya pengingkaran kontrak psikologis. Karyawan sebagai korban ingkar memiliki kebebasan untuk mengekspresikan kemarahan. Ekspresi kemarahan dalam bentuk sikap umumnya dipilih korban dibandingkan ekspresi kemarahan dalam bentuk perilaku, karena perilaku dapat terlihat oleh pengelola organisasi (Cantisano et al., 2008). Kedua, hubungan antara ingkar dan perilaku yang bernilai rendah diduga oleh adanya variabel lain yang mengintervensinya (Cantisano et al., 2008). Hubungan pengingkaran kontrak psikologis dan perilaku kerja kontraproduktif yang rendah memerlukan eksplorasi terhadap proses yang dilaluinya. Studi ini difokuskan pada proses terbentuknya perilaku kerja kontraproduktif. Proses penting dipahami untuk mencegah dampak negatif akibat perilaku kerja kontraproduktif. Elaboration likelihood model for workplace aggression adalah model yang digunakan dalam studi ini untuk menjelaskan proses munculnya perilaku kerja kontraproduktif. Model pada intinya membagi proses terbentuknya perilaku melalui tiga tahap, yaitu (1) proses mulai terbentuknya pemikiran terhadap peristiwa (cognitive initiated processing); (2) proses mulai terbentuknya emosi terhadap peristiwa (affect initiated processing); dan (3) proses mulai terbentuknya sikap terhadap peristiwa (attitude initiated processing) (Douglas et al., 2008). Ketiga proses tersebut direpresentasikan
15 15 melalui penjelasan atribusi, emosi dan sikap. Studi ini tidak akan menjelaskan keseluruhan proses dalam elaboration likelihood model for workplace aggression, melainkan hanya salah satunya, yaitu mulai terbentuknya pemikiran terhadap suatu peristiwa atau proses kognitif. Pengetahuan mengenai proses kognitif perlu dipelajari karena (1) peristiwa pengingkaran kontrak psikologis adalah bentuk pengingkaran dalam hubungan pertukaran. Peristiwa tersebut penting bagi karyawan, karena menyebabkan kontribusi yang diberikan karyawan tidak sepadan dengan pertukaran yang diterima. Peristiwa tersebut dianggap bernilai karena dapat memengaruhi kepentingan karyawan. Sesuatu yang dianggap menganggu tercapainya kepentingan tersebut memicu dimulainya proses kognitif dalam diri karyawan (Morrison & Robinson, 1997; Douglas et al., 2008); (2) proses kognitif (cognitive initiated processing) menjadi dasar pemahaman terbentuknya proses selanjutnya yaitu proses mulai terbentuknya emosi (affect initiated processing) dan proses mulai terbentuknya sikap (attitude initiated processing) (Douglas et al., 2008); dan (3) konsekuensi yang akan diterima ketika seseorang melakukan perilaku kerja kontraproduktif menjadi dasar perlunya pertimbangan kognitif sebelum bertindak (Morrison & Robinson, 1997). Psychological contract violation atau pelanggaran kontrak psikologis adalah emosi, perasaan marah korban terhadap peristiwa pengingkaran kontrak psikologis yang dialaminya. Seperti dinyatakan oleh Ortony, Clore, dan Collins (1988), pelanggaran kontrak psikologis dilampiaskan dalam bentuk perasaan
16 16 seperti kekecewaan, frustrasi, dan kemarahan. Kemarahan seseorang tergantung pada atribusi kausal yang dibuatnya (Morrison & Robinson, 1997; Turnley & Feldman, 1999). Menurut Weiner (1986), peristiwa pengingkaran kontrak psikologis yang diatribusikan pelakunya adalah niat atau kesengajaan dari orang lain akan memicu pelanggaran kontrak psikologis. Faktor disposisional dapat memperkuat atau memperlemah keinginan seseorang yang mengalami pelanggaran kontrak psikologis untuk berperilaku kerja kontraproduktif. Kontrol diri adalah faktor disposisional yang digunakan dalam studi ini. Menurut Gottfredson dan Hirschi (1990), kontrol diri adalah keinginan untuk menghindari tindakan yang biaya jangka panjangnya melebihi keuntungan sesaat. Perilaku kerja kontraproduktif adalah bentuk perilaku yang dapat memberikan kepuasan, tetapi perilaku tersebut memiliki konsekuensi negatif dalam jangka panjang (Fox & Spector, 2005). Dengan demikian, kontrol diri dapat menjadi pertimbangan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku negatif. Selain itu, peran kontrol diri dalam menghambat pengaruh pelanggaran kontrak psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif belum pernah diselidiki. Douglas et al. (2008) juga menyebutkan bahwa dalam elaboration likelihood model for workplace aggression, kontrol diri merupakan faktor kepribadian yang dapat mengintensifkan munculnya reaksi agresif, hal ini semua masih perlu dikonfirmasi. Pokok masalah yang akan dibahas dalam studi ini adalah sebagai berikut:
17 17 1. Apakah terdapat pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif? 2. Apakah atribusi pelaku menjadi pemediasi pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap pelanggaran kontrak psikologis? 3. Apakah terdapat pengaruh pelanggaran kontrak psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif? 4. Apakah kontrol diri menjadi pemoderasi pengaruh pelanggaran kontrak psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengonfirmasi terbentuknya perilaku kerja kontraproduktif akibat pelanggaran kontrak psikologis yang dipicu oleh pengingkaran kontrak psikologis dengan menggunakan elaboration likelihood model for workplace aggression. Tujuan penelitian dicapai melalui serangkaian pengujian berikut: 1. Pengujian pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif. 2. Pengujian pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap pelanggaran kontrak psikologis dimediasi oleh atribusi pelaku. 3. Pengujian pengaruh pelanggaran kontrak psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif.
18 18 4. Pengujian peran pemoderasi kontrol diri pada pengaruh pelanggaran kontrak psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif Motivasi Penelitian Studi ini penting karena elaboration likelihood model for workplace aggression masih merupakan model konseptual, sehingga pengujian empiris perlu dilakukan untuk mengonfirmasi konsep pada fenomena organisasi. Studi juga memberikan pemahaman mengenai pengingkaran dan pelanggaran kontrak psikologis, serta informasi mengenai peran kontrol diri sebagai peredam dampak negatif perilaku kerja kontraproduktif pada pihak manajemen Kontribusi Penelitian Kontribusi teoretis studi ini, pertama memberikan penjelasan terbentuknya perilaku kerja kontraproduktif dengan menggunakan proses kognitif dalam model elaboration likelihood for workplace aggression; kedua membedakan konstruk pengingkaran dan pelanggaran kontrak psikologis; dan ketiga mengetahui peran atribusi pelaku sebagai variabel pemediasi pengaruh pengingkaran terhadap pelanggaran kontrak psikologis. Kontribusi tersebut diharapkan dapat mengisi celah dalam literatur pengingkaran kontrak psikologis dan perilaku kerja kontraproduktif. Selain itu hasil studi juga akan memberikan kontribusi bagi manajemen, yaitu meningkatkan pemahaman manajemen mengenai pengingkaran dan
19 19 pelanggaran kontrak psikologis, serta mengetahui peran variabel kontrol diri dalam meredam perilaku kerja kontraproduktif akibat pelanggaran kontrak psikologis Justifikasi Penelitian Tindakan seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kebiasaan, tradisi, dan rutinitas (Jeffrey, 1992). Perilaku kerja kontraproduktif adalah tindakan berisiko dan penuh konsekuensi sehingga perlu pertimbangan proses kognitif. Proses kognitif dalam model Elaboration likelihood for workplace aggression meliputi atribusi pelaku, atribusi ini mampu memuaskan rasa ingin tahu korban mengenai siapa, dan apa motif pelaku sehingga korban dapat melakukan pertimbangan sebelum memutuskan bertindak Keaslian Penelitian Rangkuman hasil studi-studi sebelumnya dipaparkan berikut ini. Robinson dan Morrison (2000) melakukan studi pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap pelanggaran kontrak psikologis dimoderasi oleh atribusi dan persepsi keadilan. Studi menggunakan variabel kontrol lamanya bekerja (tenure) dan pernah tidaknya karyawan bekerja atau magang di organisasi yang sama di masa lalu. Data dianalisis menggunakan analisis regresi dan moderated regression analysis. Hasilnya, persepsi pengingkaran kontrak psikologis karyawan (dalam hal ini manajer) secara signifikan dibentuk ketika karyawan tidak menerima hasil
20 20 penilaian kinerja dari organisasi, tidak ada sosialisasi saat awal perekrutan, karyawan baru kurang berinteraksi dengan agen-agen organisasi di saat awal bekerja, karyawan memiliki pengalaman diingkari, dan terdapat banyak tawaran pekerjaan. Atribusi dan persepsi ketidakadilan tidak memoderasi secara signifikan pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap pelanggaran kontrak psikologis namun, ketika atribusi dan persepsi ketidakadilan diinteraksikan, keduanya menjadi variabel pemoderasi yang mampu menjelaskan pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap pelanggaran kontrak psikologis (Robinson & Morrison, 2000). Studi yang dilakukan oleh Agee (2000) membahas pengingkaran kontrak psikologis dan pengaruhnya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku. Data dianalisis menggunakan multiple regression dengan variabel kontrol, yaitu kepuasan kerja intrinsik (intrinsic job satisfaction), kepuasan terhadap upah (satisfaction with pay), dan peringkat fakultas (faculty rank). Studi dilakukan dengan mengambil sampel pengajar di universitas. Studi menghasilkan pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap civic virtue, terhadap niat untuk memberikan donasi, terhadap komitmen afektif, dan terhadap niat untuk meninggalkan organisasi dimediasi secara penuh oleh kepercayaan. Studi Agee (2000) juga menguraikan peran ketidakadilan prosedural, atribusi kesalahan, harapan yang tidak terpenuhi, dan kepercayaan sebagai variabel pemoderasi pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap sikap dan perilaku. Studi tersebut mengacu pada model Morrison dan Robinson (1997).
21 21 Hasilnya pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap civic virtue, terhadap niat untuk memberikan donasi, terhadap komitmen afektif, terhadap niat untuk pergi, terhadap partisipasi dalam organisasi, dan terhadap pengembangan profesional tidak dimoderasi oleh ketidakadilan prosedural, tidak dimoderasi harapan yang tidak terpenuhi, dan tidak dimoderasi oleh kepercayaan, tetapi dimoderasi oleh atribusi kesalahan. Studi Kickul (2001) membahas pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap sikap negatif pada organisasi, terhadap perilaku menyimpang di tempat kerja yang dimoderasi oleh keadilan prosedural dan interaksional. Hasilnya keadilan prosedural dan interaksional memoderasi pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap sikap negatif dan perilaku menyimpang. Pada tahun berikutnya Kickul et al. (2002) juga melakukan studi pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap perilaku anticitizenship yang dimoderasi oleh variabel yang sama yaitu keadilan prosedural dan transaksional, dan hasilnya hipotesis studi juga terdukung. Studi Kickul (2001, 2002) dilakukan dengan mengambil sampel pelajar yang sekaligus berprofesi sebagai pekerja. Studi melibatkan penilaian oleh penyelia, khususnya terhadap perilaku menyimpang karyawan. Analisis data studi Kickul (2001, 2002) dilakukan dengan menggunakan regresi hierarkis. Studi berikutnya mengambil sisi berbeda dengan studi sebelumnya, yaitu mencari perbedaan pandangan karyawan dan penyelia ketika mempersepsikan pengingkaran kontrak psikologis (Lester et al., 2002). Sampelnya adalah
22 22 karyawan tetap yang sedang melanjutkan sekolah pada progam MBA dan penyelia karyawan tersebut. Studi Lester et al. (2002) diolah dengan ANOVA dan regresi hierarkis. Studi juga menggunakan variabel kontrol usia, jenis kelamin, dan masa kerja. Hasilnya yaitu persepsi pengingkaran kontrak psikologis dipersepsikan secara berbeda antara karyawan dan penyelia. Karyawan cenderung mengatribusikan pengingkaran kontrak psikologis sebagai peristiwa yang telah diniatkan (reneging) atau karena perbedaan persepsi (incongruence). Sebaliknya, penyelia cenderung mengatribusikan pengingkaran kontrak psikologis karena perubahan faktor ekonomi dan lingkungan sehingga memaksa organisasi tidak dapat memenuhi janjinya (disruption) (Lester et al., 2002). Wright (2005) mendukung hubungan langsung antara pengingkaran kontrak psikologis dan kepuasan kerja, antara pengingkaran kontrak psikologis dan niat untuk meninggalkan organisasi. Studi yang dilakukannya juga mendukung pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap kepuasan kerja, dan terhadap niat untuk meninggalkan organisasi yang dimoderasi oleh niat. Namun, pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap kepuasan kerja, terhadap civic virtue, dan terhadap niat untuk pindah tidak dimoderasi oleh keadilan interaksional. Studi Wright (2005) dilakukan menggunakan sampel dosen. Suazo, Turnley, dan Dalton (2005) mengonfirmasi pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap komitmen profesional dan terhadap niat untuk pindah yang dimediasi oleh pelanggaran kontrak psikologis. Namun, studi mereka tidak
23 23 mengonfirmasi peran pemediasi pelanggaran kontrak psikologis pada pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap perilaku kewargaan organisasi dan terhadap kinerja. Studi mereka menggunakan sampel karyawan yang bekerja pada sektor publik di Mexico. Data dianalisis menggunakan regresi berganda dan lama bekerja dalam organisasi sebagai variabel kontrol (Suazo et al., 2005). Studi selanjutnya, adalah menguji pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap perilaku menyimpang (Bordia et al., 2008). Jenis kelamin, usia, dan lamanya bekerja dalam organisasi sebagai variabel kontrol. Studi Bordia et al. (2008) terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan mengenai pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap perilaku menyimpang karyawan yang ditujukan pada organisasi. Sampelnya adalah karyawan pada perusahaan publik di Philipina. Data dianalisis menggunakan regresi hierarkis. Hasilnya adalah pengingkaran kontrak psikologis berkorelasi signifikan dengan perilaku menyimpang yang ditujukan pada organisasi (Bordia et al., 2008). Bagian kedua menjelaskan dukungan pengaruh pengingkaran kontrak psikologis (khususnya kontrak relasional) terhadap pemikiran untuk balas dendam yang dimediasi oleh pelanggaran kontrak psikologis. Lebih lanjut, pengaruh pelanggaran kontrak psikologis terhadap perilaku menyimpang dimediasi oleh pemikiran untuk balas dendam. Sampelnya adalah tenaga penjual beserta penyelianya di perusahaan farmasi Philipina. Variabel kontrol sama dengan studi bagian pertama yaitu usia, jenis kelamin, dan masa kerja. Datanya dianalis menggunakan prosedur dua tahap AMOS (Bordia et al., 2008).
24 24 Bagian ketiga menguji pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap perilaku menyimpang yang ditujukan terhadap organisasi maupun yang ditujukan terhadap interpersonal (Bordia et al., 2008). Studi ini juga memasukkan peran kontrol diri sebagai pemoderasi pengaruh pemikiran balas dendam terhadap perilaku menyimpang. Sampelnya adalah karyawan sebuah bank di Philipina dan juga penyelia untuk menilai perilaku karyawan. Variabel kontrol yang digunakan adalah usia dan jenis kelamin. Model di studi bagian tiga ini dianalisis menggunakan analisis jalur. Hasil studi ketiga mengonfirmasi pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap pemikiran kognitif untuk balas dendam yang dimediasi oleh pelangggaran kontrak psikologis. Selanjutnya, pengaruh pelanggaran kontrak psikologis terhadap perilaku menyimpang ditujukan pada organisasi dan interpersonal dimediasi oleh pemikiran kognitif untuk balas dendam (Bordia et al., 2008). Zottoli (2003) menggunakan entailment model untuk menjelaskan terbentuknya pelanggaran kontrak psikologis melalui proses atribusi. Entailment model terdiri atas atribusi pelaku, atribusi tanggung jawab, dan atribusi kesalahan. Studi menggunakan sampel karyawan yang bekerja di perusahaan asuransi, perusahaan komunikasi, dan kantor pemerintahan. Variabel kontrol dalam studi adalah usia, jenis kelamin, posisi di manajerial, masa kerja di suatu posisi, dan masa kerja di perusahaan. Hasil studi mendukung atribusi pelaku, atribusi tanggungjawab, dan atribusi kesalahan mampu menjelaskan pelanggaran kontrak psikologis. Selanjutnya, pelanggaran kontrak psikologis berkorelasi dengan
25 25 perilaku menyimpang dan berkorelasi positif dengan sinisme terhadap organisasi (organizational cynicism), lebih lanjut, sinisme terhadap organisasi berkorelasi positif dengan perilaku menyimpang (Zottoli, 2003). Beberapa studi menggunakan faktor disposisional, seperti sensitivitas keadilan (equity sensitivity), ekstraversi (extraversion), kehati-hatian (conscientiousness), ketidakstabilan emosi (neuroticism), penghargaan terhadap diri (self-esteem), kepekaan terhadap keadilan (equity sensitivity), kemampuan untuk melakukan kontrol (locus of control), keyakinan diri (self esteem), dan kontrol diri (self control) sebagai pemoderasi pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap sikap dan perilaku (Kickul & Lester, 2001; Raja et al., 2004; Bordia et al., 2008). Berdasarkan paparan hasil studi-studi sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, studi mengenai perilaku negatif yang menggunakan anteseden pengingkaran kontrak psikologis jumlahnya masih sedikit. Bentuk perilaku negatif yang menggunakan anteseden pengingkaran kontrak psikologis antara lain pengabaian peran di tempat kerja (Turnley & Feldman, 2000), perilaku menyimpang karyawan di tempat kerja (deviance work behavior) (Kickul, 2001; Zottoli, 2003; Bordia et al., 2008), dan perilaku kerja kontraproduktif (Kickul et al., 2002). Kedua, studi pengingkaran kontrak psikologis umumnya dihubungkan dengan munculnya sikap dibandingkan terhadap perilaku, seperti kepuasan kerja (Kickul & Lester, 200l; Raja et al., 2004; Wright, 2005), komitmen (Agee, 2000;
26 26 Lester et al., 2002; Raja et al., 2004; Suazo et al., 2005), dan sikap negatif karyawan (Kickul, 2001; Kickul & Lester, 2001). Ketiga, pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap sikap lebih besar dibandingkan terhadap perilaku, hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut (1) sikap lebih dapat meramalkan pengingkaran kontrak psikologis dibandingkan perilaku (Cantisano et al., 2008); (2) hubungan pengingkaran kontrak psikologis dan perilaku masih perlu dijelaskan oleh variabel lain (Cantisano et al., 2008); dan (3) kemarahan akibat diingkari akan lebih aman ditunjukkan dalam bentuk sikap dibandingkan dalam bentuk perilaku (Cantisano et al., 2008). Keempat, studi mengenai pengingkaran kontrak psikologis umumnya menggunakan model Morrison dan Robinson (1997) (Agee, 2000; Kickul, 2001; Kickul et al., 2002; Robinson & Morrison, 2000; Wright, 2005). Kelima, variabel pemoderasi yang sering digunakan untuk memperkuat atau memperlemah pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap sikap atau perilaku adalah persepsi ketidakadilan dan atribusi (Robinson & Morrison, 2000; Agee, 2000; Kickul, 2001; Kickul et al., 2002, Wright, 2005). Teori atribusi yang digunakan pada studi sebelumnya pada umumnya berasal dari model Robinson dan Morrison (1997). Pengingkaran kontrak psikologis diatribusikan sebagai sesuatu yang telah diniatkan (reneging), karena ada perbedaan persepsi karyawan dan agen organisasi (incongruence), atau karena pengaruh faktor lingkungan (disruption) (Robinson & Morrison, 1997). Beberapa studi menggunakan teori
27 27 atribusi yang diturunkan dari literatur kepuasan dalam perkawinan, misalnya Zottoli (2003). Keenam, studi yang dilakukan pada umumnya langsung menghubungkan pengingkaran kontrak psikologis dengan pelanggaran kontrak psikologis (Agee, 2000; Kickul, 2001; Kickul et al., 2002; Robinson & Morrison, 2000; Wright, 2005). Ketujuh, studi sebelumnya ada yang menggunakan beberapa variabel disposisional. Contoh, kepekaan terhadap keadilan memoderasi pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap sikap dan perilaku (Kickul & Lester, 2001). Ekstraversi, kehati-hatian, ketidakstabilan emosi, penghargaan terhadap diri, kemampuan untuk melakukan kontrol memoderasi pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap pelanggaran kontrak psikologis (Raja et al., 2004). Kontrol diri memoderasi pengaruh pemikiran untuk balas dendam terhadap perilaku menyimpang yang ditujukan pada interpersonal dan organisasi (Bordia et al., 2008). Kekurangan studi terdahulu sekaligus kelebihan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut. Pertama, pengingkaran kontrak psikologis pada umumnya dibahas dengan menggunakan model Morrison dan Robinson (1997), model ini hanya menjelaskan proses munculnya emosi atau pelanggaran kontrak psikologis (psychological contract violation). Penelitian ini menggunakan elaboration likelihood model for workplace aggression, karena selain dapat menjelaskan proses munculnya emosi, juga menguraikan proses munculnya sikap dan perilaku. Elaboration likelihood model for workplace aggression, juga dapat memasukkan
28 28 berbagai anteseden pemicu munculnya perilaku negatif selain pengingkaran kontrak psikologis. Kedua, studi terdahulu banyak menggunakan atribusi dan persepsi ketidakadilan sebagai variabel pemoderasi yang memperkuat atau memperlemah pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap sikap dan perilaku. Penelitian ini menggunakan atribusi pelaku tidak sebagai variabel pemoderasi, tetapi sebagai variabel pemediasi pengaruh pengingkaran kontrak psikologis terhadap pelanggaran kontrak psikologis. Peran atribusi sebagai variabel pemediasi diharapkan dapat mengisi celah dalam literatur pengingkaran kontrak psikologis dan perilaku kerja kontraproduktif. Ketiga, tidak banyak studi terdahulu yang menggunakan kontrol diri sebagai variabel pemoderasi yang mengintensifkan perilaku negatif, diantaranya adalah studi yang dilakukan oleh Bordia et al. (2008) yang menghubungkan pemikiran balas dendam dengan perilaku menyimpang karyawan (deviance behavior). Penelitian ini menggunakan kontrol diri sebagai pemoderasi pelanggaran kontrak psikologis terhadap perilaku kerja kontraproduktif. Berdasarkan pendekatan kriminologi, kontrol diri dianggap sebagai faktor disposisional yang paling berpengaruh dalam membentuk perilaku negatif (Gottfredson & Hirschi, 1990), hal ini masih perlu dikonfirmasi. Hal penting dalam penelitian ini adalah mengetahui proses munculnya perilaku kerja kontraproduktif. Perilaku ini dijelaskan melalui proses kognitif. Proses kognitif model dalam elaboration likelihood for workplace aggression
29 29 masih perlu dikonfirmasi secara empiris untuk menjelaskan munculnya perilaku kontraproduktif karyawan dalam organisasi.
BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Simpulan. Pokok masalah yang hendak dipecahkan dalam studi ini adalah
BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN 5.1. Simpulan Pokok masalah yang hendak dipecahkan dalam studi ini adalah mengonfirmasi elaboration likelihood model for workplace aggression
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyajian laporan keuangan suatu perusahaan. Jasa audit akuntan. publik dibutuhkan oleh pihak perusahaan untuk menentukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Akuntan publik merupakan profesi akuntansi yang menyediakan jasa audit independen yang penting bagi eksistensi penyajian laporan keuangan suatu perusahaan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tracey, 2000). Intensi keluar sendiri, bisa dipengaruhi banyak hal mulai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Intensi keluar adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri (Wickramasinghe
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Persepsi Dukungan Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang sangat penting bagi keefektifan dan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan ulasan mengenai latar belakang yang mendasari pentingnya dilakukan penelitian ini, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turnover intention serta karyawan terlibat perilaku kerja kontraproduktif.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset terpenting dalam perusahaan yang menjadi salah satu penentu berkembangnya suatu perusahaan. Masalah-masalah yang menyangkut sumber
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan bahwa dalam hubungan pertukaran sosial, sifat mendasar yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. tunduk pada peraturan perusahaan. Selanjutnya Robinson dan Rousseau (2000)
BAB II KAJIAN TEORI A. Kontrak Psikologis 1. Pengertian Kontrak Psikologis Istilah kontrak psikologis berbeda dengan kontrak kerja. Robinson dan Rousseau (2000) menyatakan bahwa kontrak kerja secara umum
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Workplace bullying Bullying adalah tindakan yang sistematis, kemungkinan akan berlanjut tanpa intervensi tertentu, dan mungkin terkait dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. auditor yang berkualitas, dapat diandalkan, dipercaya dan mampu menghasilkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya perekonomian di dunia bisnis saat ini berdampak pada pesatnya persaingan yang semakin sulit dan kompetitif di kalangan auditor dan menuntut auditor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Teori Lima Besar (Big Five Model) 1. Sejarah Big Five Model Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali dilakukan oleh Allport dan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention
BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) 1.1.1 Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention adalah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Turnover Intention Keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan yakni mengenai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menarik para wisatawan agar mau berkunjung. Hal ini penting dilakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan didirikannya museum Bank Indonesia sebagai salah satu objek wisata dan edukasi, maka Bank Indonesia dihadapkan pada tantangan bagaimana untuk menarik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseluruhan. Konsekuensi negatif dari perilaku kerja kontraproduktif dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budaya kerja kontraproduktif di berbagai instansi baik swasta dan pemerintah semakin lama semakin mengurangi produktivitas pegawai, sehingga akhirnya dapat mengurangi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Total Akomodasi Total Hotel
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bisnis perhotelan di Indonesia saat ini sedang berkembang pesat. Perkembangan bisnis perhotelan ini sendiri ditandai dengan jumlah hotel yang semakin banyak
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI. kewargaan organisasional serta pengaruh pemediasian komitmen organisasional
BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Simpulan Penelitian ini menguji pengaruh positif kepuasan kerja terhadap perilaku kewargaan organisasional serta pengaruh pemediasian komitmen organisasional pada kepuasan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pertukaran Sosial Fung et al. (2012) menyatakan bahwa teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika mereka telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas perusahaan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan memiliki peran sentral dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas perusahaan, karena manusia merupakan
Lebih terperinciTri Suswanto Saptadi Tujuan
Tri Suswanto Saptadi http://trisaptadi.uajm.ac.id Tujuan Mengetahui pentingnya mengenali karakteristik individu sebagai esensi dari faktor sumber daya manusia dalam organisasi Mengetahui bahwa karakteristik
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
73 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis utama dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda (multiple regression), maka hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Perilaku Kerja Kontraproduktif (Counterproductive Work Behavior) 1. Pengertian Perilaku Kerja Kontraproduktif
14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Kerja Kontraproduktif (Counterproductive Work Behavior) 1. Pengertian Perilaku Kerja Kontraproduktif Secket dan DeVore (dalam Anderson, 2005) mengartikan bahwa perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, organisasi biasanya berusaha meningkatkan produktifitas, kemampuan berinovasi, dan kemampuan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Lingkungan Kerja Meskipun tekanan kompetitif di kebanyakan organisasi semakin kuat dari sebelumnya, beberapa organisasi mencoba merealisasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh perubahan lingkungan yang drastis dan cepat. Kualitas sumber daya manusia menjadi penentu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, peneliti akan memaparkan penelitian dan teori yang diperoleh dari beberapa sumber. Pada bab sebelumnya, telah disebutkan bahwa peneliti akan menganalisa hubungan antara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya dinamis yang mempunyai pemikiran, perasaan dan tingkah laku yang beraneka ragam. Jika terjadi pengelolaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
Lebih terperinciKata kunci: role conflict, role ambiguity, role overload, role stress, turnover intentions, komitmen afektif
Judul : Pengaruh Role Stress pada Turnover Intentions Auditor Dengan Komitmen Afektif sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Empiris pada KAP di Provinsi Bali) Nama : Putu Shaini Kusuma Sudarmawan NIM : 1306305137
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kekerasan maupun pembunuhan bukanlah hal yang asing lagi bagi masyarakat, sudah banyak tindak kriminalitas yang terjadi di jaman sekarang ini. Pelakunya pun tak hanya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Kerja Mangkunegara (2005) menyatakan : motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation).
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Teori Atribusi (Attribution Theory) Teori atribusi berpandangan bahwa suatu perilaku merupakan suatu akibat atau efek yang terjadi karena adanya sebab. Teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu organisasi yang sangat membutuhkan sumber
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan merupakan suatu organisasi yang sangat membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki peran penting sebagai penggerak kegiatan operasional dalam mencapai tujuan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor penting dalam pencapaian keberhasilan organisasi. Tantangan yang dihadapi organisasi pada masa sekarang dan dimasa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Emosi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari setiap individu,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari setiap individu, terutama dalam interaksi sosial. Dalam organisasi, peran dan konsekuensi emosi serta afektif
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab pertama, akan terdapat pemaparan mengenai latar belakang permasalahan dan fenomena yang terkait. Berikutnya, rumusan masalah dalam bentuk petanyaan dan tujuan dilakukannya penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. individu saat ini ketika sedang melakukan peran spesifik (Lambert dan Lambert,
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Role Stress Fit Role stress adalah konsekuensi dari perbedaan antara persepsi individu dari karakteristik peran tertentu dengan apa yang sebenarnya telah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklim Organisasi 2.1.1. Definisi Iklim Organisasi Awalnya, iklim organisasi adalah istilah yang digunakan merujuk kepada berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis,
Lebih terperinciTeori Keadilan (Equity Theory)
Teori Keadilan (Equity Theory) Teori Keadilan (Equity Theory) Menurut teori ini bahwa kepuasan seseorang tergantung apakah ia merasakan ada keadilan (equity) atau tidak adil (unequity) atas suatu situasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dapat membuat pekerjaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam kehidupan sosial saat ini dapat memudahkan penggunanya dalam menjalankan setiap tugas yang diberikan serta dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisasi (Arthur, 1994). Menurut Samad (2006) bahwa karakteristik pekerjaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perspektif manajemen sumber daya manusia strategis yang paling mendasar adalah asumsi keberhasilan sebuah kinerja organisasi dipengaruhi oleh tindakan dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi setiap perusahaan pasti memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu keuntungan, dan untuk mewujudkan tujuan tersebut, pastinya setiap perusahaan memiliki langkah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara Indonesia adalah. pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Andika, 2012).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah klasik yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Tingginya angka pengangguran merupakan fenomena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tantangan-tantangan yang berkaitan dengan down-sizing, restrukturisasi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia dalam organisasi merupakan aspek penting yang menentukan keefektifan suatu organisasi. Pengelolaan sumber daya manusia perlu dilakukan dengan baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku extra role merupakan perilaku individu dalam bekerja yang tidak terdapat dalam deskripsi kerja formal karyawan tetapi sangat dihargai jika ditampilkan karyawan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior (OCB) individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan
BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini membahas beberapa teori yang mendasari penelitian ini. Teoriteori yang digunakan sebagai acuan merupakan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Selain itu membahas
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Keadilan organisasi menurut Bakhshi et al, (2009) bisa didefinisikan yaitu
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Keadilan Organisasi 2.1.1 Pengertian Keadilan Organisasi Keadilan organisasi menurut Bakhshi et al, (2009) bisa didefinisikan yaitu suatu konsep yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi manusia dengan lingkungannya sering kali menimbulkan berbagai macam masalah mulai dari standar kebutuhan hidup yang terus meningkat, membuat manusia
Lebih terperinciAriesta Marsitho Nugrahawan F
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN OTORITER DENGAN TEKANAN KERJA PADA KARYAWAN SKRIPSI Disusun oleh : Ariesta Marsitho Nugrahawan F 100 010 149 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini sumber daya manusia adalah kunci sukses suatu organisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini sumber daya manusia adalah kunci sukses suatu organisasi modern. Mengelola sumber daya manusia secara efektif menjadi tanggung jawab setiap orang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori motivasi Vroom (1964) Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja Kinerja menurut Soetjipto (1997) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk lebih memahami faktor-faktor yang mempengaruhi karyawan dan performa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian bisnis saat ini terus berjuang untuk bertahan hidup atau memperoleh keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, sehingga penting bagi organisasi untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah
Lebih terperinciAbstrak. Kata kunci: kelelahan emosional, stres kerja, perilaku menyimpang karyawan.
Judul : Pengaruh Kelelahan Emosional Terhadap Perilaku Menyimpang Karyawan dengan Variabel Moderasi Stres Kerja (Studi Kasus Pada Hotel Bumi Ayu Sanur) Nama : Ni Wayan Ari Sitawati NIM : 1106205134 Abstrak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Teoritis 1. Komitmen Organisasi a. Pengertian Komitmen Organisasi Dalam prilaku organisasi, terdapat beragam definisi tentang komitmen organisasi. Sebagai suatu sikap,
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara
BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. Self-Control 2. 1. 1. Definisi Self-control Self-control adalah tenaga kontrol atas diri, oleh dirinya sendiri. Selfcontrol terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan di semua aspek kehidupan manusia karena berbagai permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di semua aspek kehidupan manusia karena berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan dengan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN, DAN IMPLIKASI
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN, DAN IMPLIKASI 5.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian terhadap OCB dan pengaruh komitmen afektif terhadap OCB, serta pengaruh
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori yang melandasi penelitian ini adalah Social Exchange Theory. Fung
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Social Exchange Theory Teori yang melandasi penelitian ini adalah Social Exchange Theory. Fung et al., (2012) menyatakan bahwa teori
Lebih terperinciInfluence of Personality and Affective Commitment on Organizational Citizenship Behavior. Abstract
Influence of Personality and Affective Commitment on Organizational Citizenship Behavior Abstract This study aims to identify situational factors and the disposition of OCB. In this research, personality
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memusatkan perhatian pada pengembangan SDM. soft skill yang di dalamnya terdapat unsur behavior dan attitude.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi selalu berdiri disertai dengan suatu tujuan atau pencapaian. Guna mencapai tujuan tertentu organisasi membutuhkan beberapa faktor yang akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daripada apakah mereka tinggal (Allen dan Meyer, 1990). Maksudnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam suatu perusahaan, karyawan menjadi hal yang sangat penting. Perusahaan tidak akan bisa sukses tanpa ada campur tangan usaha karyawannya. Perusahaan akan tumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi menjadi salah satu isu utama yang mendorong perusahaan menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut perusahaan untuk senantiasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era modern masa kini, banyak ditemukannya permasalahan yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak sesuai dengan rencana. Segala permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang penelitian yang mendasari penulis untuk
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang penelitian yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian yang ingin dicapai, manfaat penelitian yang diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dunia perbankan dan dunia usaha sekarang ini timbul lembaga keuangan seperti lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan tersebut berbentuk perusahaan.
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting dalam keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Manusia, dalam hal ini karyawan adalah aset utama yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam kehidupan (Ozler & Polat, 2012). Kini telah banyak
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan internet telah memberi berbagai keuntungan dan kemudahan dalam kehidupan (Ozler & Polat, 2012). Kini telah banyak perusahaan yang menyediakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang ditunjukkan secara sukarela pada perusahaannya (Yilmaz dan Ta dan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku karyawan yang ditunjukkan secara sukarela pada perusahaannya (Yilmaz dan Ta dan, 2009). Perilaku ini dianggap
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)
BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) pernah dilakukan Marfirani (2008) dengan judul penelitian Hubungan Kepuasan Kerja dengan Organizational
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini telah melingkupi berbagai aspek kegiatan, mulai dari kegiatan individu hingga kegiatan organisasi. Peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan sumber daya tersebut. Sebagai institusi pendidikan, sekolah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Pendidikan juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas
Lebih terperinciPENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN DENGAN LOCUS OF CONTROL SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN DENGAN LOCUS OF CONTROL SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI ( Survey pada Rumah Sakit Negeri dan Swasta di Kabupaten Kendal ) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related literature). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Kerja 2.1.1 Pengertian Lingkungan Kerja Lingkungan kerja merupakan situasi dan tempat kerja pegawai. Seorang individu yang berada pada lingkungan kerjanya akan senantiasa
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hari Minggu tanggal 29 April 2007 seorang siswa kelas 1 (sebut saja A) SMA swasta di bilangan Jakarta Selatan dianiaya oleh beberapa orang kakak kelasnya. Penganiayaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. mengoreksi apakah sebelumnya ada peneliti yang pernah menulis
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka adalah uraian tentang kajian teoritik yang relevan dengan masalah yang diteliti. Penyusunan tinjauan pustaka bertujuan
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh : ARIFAH NUR SABRINA B
PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH: BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Survey pada pemerintah daerah Se-Eks Karisidenan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, banyak perusahaan yang telah menetapkan pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan swasta maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan baru semakin memperburuk suasana. Dalam sebuah survei yang dilakukan Princeton Survey Research
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Karyawan didalam suatu perusahaan merupakan asset perusahaan karena dianggap sebagai salah satu faktor penggerak bagi setiap kegiatan didalam perusahaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Indah Siti Rachmadani, FPSI UI, 2008
BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Kepuasan kerja adalah variabel sikap yang merefleksikan bagaimana perasaan evaluatif individu mengenai pekerjaannya, baik secara keseluruhan maupun dari berbagai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. A. Keterlibatan Kerja. 1. Pengertian Keterlibatan Kerja. Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional
15 BAB II KAJIAN TEORI A. Keterlibatan Kerja 1. Pengertian Keterlibatan Kerja Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk
Lebih terperinciGAMBARAN COUNTERPRODUCTIVE WORK BEHAVIOR (CWB) PT X (PERUSAHAAN KONSTRUKSI DI JAKARTA)
GAMBARAN COUNTERPRODUCTIVE WORK BEHAVIOR (CWB) PT X (PERUSAHAAN KONSTRUKSI DI JAKARTA) Magister Profesi Psikologi, Universitas Tarumanagara Email:baquandilutviyoseanto@gmail.com ABSTRAK Data keuangan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Stres Kerja Menurut Robbins (2007 : 368), stres adalah suatu kondisi dinamis dimana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah organisasi, karena SDM yang akan menggerakan organisasi serta mengembangkan dan mempertahankan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik suatu simpulan mengenai OCB perawat pelaksana ruang rawat inap Rumah Sakit X di Lampung
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Konstruk penelitian ini adalah termasuk penelitian eksplanatoris, yaitu
31 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan dan Ruang Lingkup Penelitian Konstruk penelitian ini adalah termasuk penelitian eksplanatoris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan maksud memberikan penjelasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia untuk melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kita dapat mengetahui bahwa walaupun perencanaan organisasi dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karyawan merupakan asset bagi perusahaan. Setiap perusahaan membutuhkan karyawan untuk dapat melangsukan kegiatan dan mengembangkan kualitas produknya. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kreativitas merupakan salah satu konstruk yang mendapatkan banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kreativitas merupakan salah satu konstruk yang mendapatkan banyak perhatian di bidang ilmu perilaku organisasional. Pada tataran praktis, kreativitas dianggap sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah akuntan publik 1016 orang. Jumlah ini meningkat pesat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan KAP (Kantor Akuntan Publik) meningkat pesat. Hal ini diperkuat dari penghitungan yang dilakukan IAPI (Ikatan Akuntan Publik Indonesia) pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaan besar saat ini tidak sedikit yang membutuhkan tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk melayani pelanggan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Individu-individu yang bekerja di dalam sebuah organisasi disebut sebagai Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber daya manusia memiliki peran yang penting di
Lebih terperinci