BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara
|
|
- Glenna Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 LANDASAN TEORI Self-Control Definisi Self-control Self-control adalah tenaga kontrol atas diri, oleh dirinya sendiri. Selfcontrol terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara bagaimana seharusnya individu tersebut berpikir, merasa, atau berperilaku (Muraven & Baumeister, 2000). Self-control merupakan kenderungan individu untuk mempertimbangkan berbagai konsekuensi untuk perilaku tertentu (Wolfe & Higgins, 2008). Dijelaskan kembali bahwa self-control adalah kemampuan individu untuk menahan diri atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika dihadapkan dengan godaan-godaan (Hofmann, Baumeister, Förster, & Vohs, 2012). Self-control dikatakan sebagai kemampuan manusia untuk menahan dan mengendalikan perilaku sosial yang tidak pantas (DeWall, Baumeister, Stillman, & Gailliot, 2005). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian DeWall, Finkel, dan Denson (2011) yang menyatakan bahwa kegagalan self-control dapat memberikan kontribusi untuk tindakan yang paling agresif yang menyertakan kekerasan. Ketika agresi mendesak menjadi aktif, self-control dapat membantu seseorang mengabaikan keinginan untuk berperilaku agresif, dan akan membantu seseorang merespon sesuai dengan standar pribadi atau standar sosial yang dapat menekan perilaku agresif tersebut. Penjelasan lain juga menunjukkan bahwa individu yang memiliki sifat pengendalian diri yang rendah lebih mungkin untuk 6
2 7 terlibat dalam perilaku kriminal, dan menyimpang dibandingkan dengan mereka yang memiliki tingkat self-control yang tinggi (McMullen, 1999). Self-control merupakan fungsi utama dari diri dan kunci penting untuk kesuksesan dalam hidup. Dalam penelitian ditunjukan bahwa self-control yang tinggi juga memiliki keterkaitan dengan penyesuaian diri yang lebih baik (diantaranya berkurangnya psikopatologi, dan meningkatnya self-esteem), berkontribusi terhadap keberhasilan dibidang akademis, mengurangi makan yang berlebihan dan mengurangi penyalahgunaan alkohol, memiliki hubungan yang lebih baik dan memiliki keterampilan interpersonal yang baik (Tangney, baumeister, & Boone, 2004). Self-control memungkinkan manusia untuk hidup dan bekerja bersama-sama dalam suatu sistem budaya yang dapat menguntungkan berbagai pihak (DeWall, Baumeister, Stillman, & Gailliot, 2005), serta masih banyak manfaat positif yang lainnya. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa self-control berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya sehingga mampu membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif sesuai dengan standar ideal, nilai-nilai moral dan harapan sosial Self-control dan Hubungan dengan Sesama Self-control tidak hanya menentukan perilaku kriminal, tetapi juga menentukan perkembangan ikatan sosial yang terjadi. Self-control yang randah berkorelasi dengan perilaku kriminal dan dapat mengganggu ikatan sosial (Wright, Caspi, Moffitt, & Silva, 1999). Individu dengan self-control yang rendah cenderung memiliki hubungan sosial yang lemah atau rusak (Wright, Caspi, Moffitt, & Silva, 1999). Dari hasil penelitiannya, Chapple (2005) menyimpulkan bahwa self-control yang rendah menyebabkan penolakan dari rekan sesama (peer
3 rejection), hubungan dengan rekan atau kelompok yang menyimpang (deviant peer) dan kenakalan (delinquency). 8 Pada penelitian Avakame (1998) dibuktikan bahwa pengaruh self-control terhadap kekerasan fisik dan agresi psikologis pada partisipan memiliki keterkaitan yang kuat dan signifikan secara statistik, hal ini menunjukkan bahwa self-control yang lemah pada pria dan wanita akan meningkatkan kekerasan fisik dan agresi psikologis. Pada penelitian ini juga dijelaskan bahwa kekerasan yang dilakukan ketika dewasa dipengaruhi oleh kekerasan yang terjadi didalam keluarga (Avakame, 1998). Hal ini didukung oleh penelitian lain yang menunjukkan bahwa partisipan yang tinggal didalam lingkungan keluarga yang positif, mereka memiliki self-control yang lebih tinggi dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis (Tangney, Baumeister, & Boone, 2004). Pada penelitian ini juga dijelaskan, self-control yang tinggi memiliki keterkaitan yang erat dengan hubungan interpersonal yang positif. Pada penelitiannya juga disebutkan bahwa dengan self-control yang baik maka akan meningkatkan kemampuan seseorang dalam bergaul yang mengarah pada hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Hal ini membuktikan bahwa selfcontrol berkorelasi positif dengan hubungan keluarga dan berkorelasi negatif dengan konflik keluarga. Self-control yang tinggi akan berkorelasi dengan kualitas hubungan yang lebih baik, meningkatkan empati, serta kesediaan untuk memaafkan kesalahan orang lain (Tangney, Baumeister, & Boone, 2004).
4 Agresivitas Definisi Agresi Agresi merupakan tindakan melukai yang disengaja oleh seseorang atau kelompok terhadap orang atau kelompok lain yang dilakukan secara sengaja (Sarwono dan Meinarno, 2009). Kamus lengkap Psikologi mengartikan aggression (agresi, penyerangan, serangan) sebagai tindakan permusuhan yang ditujukan pada seseorang atau benda (Chaplin, 2008). Agresi manusia adalah setiap perilaku yang diarahkan kepada individu lain yang dilakukan dengan maksud untuk menyebabkan kerusakan (Anderson & Bushman, 2002). Jadi dapat disimpulkan bahwa agresi merupakan tindakan melukai yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap orang atau kelompok lain yang dilakukan secara sengaja. Kekerasan dan agresi telah terjadi sejak zaman dahulu kala, misalnya saja peperangan dan pembunuhan. Hal ini terjadi dikarenakan manusia cenderung untuk membalas perbuatan orang lain dengan derajat agresi yang sama atau dengan derajat yang lebih tinggi daripada yang diterimanya, hal ini sering juga disebut dengan balas dendam (Sarwono dan Meinarno, 2009). Pemicu yang umum dari agresi adalah ketika seseorang mengalami suatu kondisi emosi tertentu, yang biasanya terlihat adalah emosi marah. Perasaan marah berlanjut pada keinginan untuk melampiaskannya dalam suatu bentuk tertentu pada objek tertentu. Kemarahan dapat membuat seseorang kehilangan kontrol diri dan berperilaku agresif (Sarwono dan Meinarno, 2009).
5 Faktor Penyebab Agresi DeWall, Finkel, dan Denson (2011) menyebutkan bahwa kegagalan selfcontrol merupakan prediktor penting dari agresi. Dalam penelitiannya juga disebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat menekan self-control akan meningkatkan agresi, sedangkan faktor yang dapat memperkuat self-control seharusnya akan menurunkan agresi. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan perilaku agresi adalah frustasi dan provokasi (Baron, Branscombe & Byrne, 2008). Frustasi menurut Baron, Branscombe dan Byrne (2008) adalah terhambatnya atau tercegahnya upaya mencapai tujuan yang kerap kali menjadi penyebab agresi, tetapi agresi tidak selalu muncul karena frustasi. Sumber umum frustasi berasal dari kondisi kehidupan didalam masyarakat, seperti diantaranya tidak memiliki pekerjaan, kurangnya teman yang baik, hubungan yang tidak baik dengan keluarga, ataupun penindasan (Watson, debortali-tregerthan, & Frank, 1984). Sumber-sumber tersebutlah yang dapat menjadi penyebab dari agresi. Provokasi juga dapat menjadi penyabab dari agresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa provokasi memiliki peranan penting dalam menurunkan self-control yang dapat mengakibatkan meningkatnya agresi pada individu (Denson, DeWall & Finkel, 2012). Hal-hal tersebut diatas termasuk kedalam faktor sosial yang menjadi penyebab agresi pada manusia. Faktor lain yang dapat meningkatkan agresi adalah alkohol. Baron, Branscombe, dan Byrne (2008) dalam bukunya menyatakan bahwa seseorang akan menjadi lebih agresif ketika mereka mengkonsumsi alkohol. Pernyataan ini didukung oleh fakta bahwa di Bar dan klub malam sering terjadi adegan kekerasan. Dari penelitiannya, ditemukan bahwa orang yang mengkonsumsi
6 11 alkohol dapat berprilaku lebih agresif dan lebih mudah terpengaruh oleh provokasi dibandingkan mereka yang tidak mengkonsumsi alkohol. Hal ini dikarenakan alkohol dapat mengurangi kemampuan individu untuk memproses beberapa jenis informasi (Baron, Branscombe, & Byrne, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Wolfe dan Higgins (2008) menunjukkan bahwa self-control memiliki hubungan dengan perilaku minum-minuman keras pada mahasiswa. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa bergaul dengan rekan-rekan yang memiliki kebiasaan dalam minum-minuman keras memiliki hubungan yang penting dengan perilaku minum-minuman keras pada seseorang. Hal ini membuktikan bahwa antara agresi dengan hubungan interpersonal memiliki hubungan yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Kontrol yang buruk atas kemarahan mungkin relevan dengan agresi interpersonal, dan ada beberapa temuan yang menjelaskan keterkaitan antara masalah kemarahan dengan self-control yang buruk (Tangney, Baumeister, & Boone, 2004) Teori I 3 (I-cubed Theory) Salah satu teori yang membahas mengenai self-control dan agresivitas adalah Teori I 3 atau biasa disebut I-cubed Theory (teori I pangkat tiga). Teori I 3 merupakan pengembangan meta-theory berkaitan dengan agresi yang memiliki penekanan kuat terhadap self-control (Denson, DeWall, & Finkel, 2012). I 3 sendiri merupakan singkatan dari tiga proses yang mendasari agresi antara lain: Instigation, Impellance, dan Inhibition. Tahap pertama dari Teori I 3 adalah Instigation. Instigation menyangkut keberadaan satu atau beberapa instigating triggers (pemicu) yang merupakan keadaan yang menyebabkan kecenderungan dalam melakukan agresi. Instigation merupakan faktor eksternal yang melibatkan proses sosial dalam memicu munculnya
7 perilaku agresif; seperti contohnya adalah provokasi dan social rejection (Slotter & Finkel, 2011). 12 Tahap kedua Impellance menyangkut faktor resiko yang menentukan kekuatan dorongan agresif yang dialami oleh individu melalui interaksinya dengan instigating trigger (Slotter & Finkel, 2011). Impellance merupakan faktor internal yang mengacu pada faktor disposisional atau situasional yang secara psikologis mempersiapkan individu untuk mengalami dorongan kuat untuk berperilaku agresif ketika menghadapi Instigator (penghasut, pemicu) tertentu dalam konteks tertentu (misalnya, sifat agresivitas; hormon, motivasi; balas dendam) (Denson, DeWall, & Finkel, 2012). Dengan kata lain, impellance mengacu pada faktor-faktor yang meningkatkan peluang individu dalam memperbesar dorongan agresif (aggressive urge) dalam menanggapi instigating triggers. Tahap ketiga adalah Inhibition, mengacu pada faktor disposisional atau situasional yang menentukan apakah individu akan mengesampingkan atau mengabaikan dorongan agresif yang muncul dari trigger instigating, faktor impellance, maupun interaksi antara keduanya. Inhibiting mengacu pada faktorfaktor yang meningkatkan kemungkinan bahwa individu akan mengontrol dorongan agresif daripada mengikutinya. Inhibiting factors (dalam hal ini self-control) menentukan batas antara dorongan agresif dengan perwujudan perilaku agresif. Jika inhibiting factors (dalam hal ini self-control) lemah maka dorongan agresif yang diperlukan tidak perlu sangat kuat untuk menghasilkan perilaku agresif. Jika Inhibiting factors kuat maka dorongan agresif yang diperlukan harus kuat untuk menghasilkan perilaku agresif (Slotter & Finkel, 2011).
8 13 Gambar 2.1. Gambaran Teori I 3 Keterkaitan antara Instigation, Impellance, dan Inhibition terlihat jelas pada Gambar 2.1. Gambaran teori I 3. Sebagai contoh penerapan teori I 3 dalam kehidupan yaitu provokasi sebagai instigating triggers. Telah diketahui bahwa provokasi sangat erat kaitannya dengan agresivitas. Penelitian Denson, DeWall dan Finkel (2012) menunjukan bahwa provokasi dapat menjadi faktor penyebab meningkatnya agresi pada individu. Dijelaskan juga bahwa provokasi dapat menurunkan tingkat selfcontrol individu yang mengakibatkan tingginya tingkat agresivitas. Salah satu faktor disposisional yang dapat menguatkan (Impellance) dorongan agresi adalah hormon. Dalam perspektif biologis dikatakan bahwa hormon manusia, khususnya testosterone (yang paling banyak dimiliki oleh pria) sangat berpengaruh terhadap tingkat agresivitas manusia (Anderson & Bushman, 2002). Hal ini dibuktikan dengan penelitian Avakame (1998) dan María de la Paz Toldos
9 Romero (2011) yang menunjukan bahwa tingkat agresivitas pria lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat agresivitas pada wanita. 14 Ketika Instigation dan Impellance yang dimiliki sangat kuat, maka akan menghasilkan dorongan agresif (aggressive urge) yang sangat kuat juga. Apabila dorongan agresif yang kuat tidak diberengi dengan Inhibition yang kuat maka kemungkinan besar akan menimbulkan perilaku agresi, sedangkan apabila dorongan agresif yang kuat dibarengi dengan Inhibition (self-control) yang kuat sangat kecil kemungkinannya untuk mengeluarkan perilaku agresi. Secara sederhana, keterkaitan antara Instigation, Impellance dan Inhibition dapat dirumuskan sebagai berikut: Instigation + Impellance > Inhibition = Perilaku Agresi Instigation + Impellance < Inhibition Perilaku Agresi Remaja Remaja dan Self-control Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, 2003). Masa-masa remaja ditandai dengan emosi yang mudah berubah atau cenderung untuk tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Akan tetapi tidak semua remaja mudah tersulut emosinya atau tidak mampu untuk mengkontrol dirinya, sebagian remaja telah mampu untuk mengkontrol setiap tindakan yang dilakukannya (McMullen, 1999). Dikatakan juga bahwa self-control merupakan prediktor yang kuat terhadap penolakan dari rekan sesamanya pada awal masa remaja. Self-control juga merupakan prediktor yang signifikan dari hubungannya dengan rekan atau kelompok yang menyimpang, dan menunjukan bahwa individu dengan self-
10 15 control yang rendah akan dipilih dan bergabung kedalam kelompok sebaya yang bermasalah (Chapple & Hope, 2003). Dalam Chapple (2005) dikatakan bahwa anak-anak yang menyukai tantangan dan reckless yang mengalami kesulitan dalam membuat dan menjaga pertemanannya. Mereka yang seperti itu memiliki kecenderungan untuk bergambung dengan anak-anak semasanya dan berakhir dengan membentuk kelompok yang terdiri dari individu-individu dengan self-control yang rendah. Seperti yang dijelaskan dalam Avakame (1998) individu yang memiliki selfcontrol yang rendah cenderung menyukai tantangan, aktif, physical dan biasanya kasar. Orang-orang seperti itu cenderung kehilangan kesabaran mereka dengan cepat dan mulai berargumen atas hal-hal yang kecil Remaja dan Agresivitas Pada masa sekarang ini perhatian ditujukan pada tingginya tingkat kekerasan yang dilakukan oleh remaja. Chapple (2005) menyatakan bahwa masa kanak-kanak akhir dan masa awal remaja merupakan masa-masa kritis yang berpengaruh terhadap kematangan (maturity), pembentukkan identitas, dan untuk beberapa remaja cenderung untuk terlibat dalam kenakalan. Pada masa ini merupakan masa yang sangat menentukan dimana pengaruh lingkungan dan kekerabatan atau pertemanan dapat sangat mempengaruhi kenakalan yang dilakukan. Oleh karena itu self-control sangat diperlukan oleh individu, karena apabila individu ingin diterima di masyarakat mereka perlu menahan diri dari perilaku kejahatan/perilaku agresif dan penyimpangan saat mereka memasuki tahap kehidupan di mana perilaku ini kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial (McMullen, 1999).
11 16 Pada penelitian lain disebutkan bahwa perbedaan gender pada remaja sangat berpengaruh terhadap perilaku physical aggression (María de la Paz Toldos Romero, 2011). Dikatakan bahwa laki-laki lebih cenderung untuk melakukan kekerasan fisik dibandingkan perempuan dalam konteks keduanya sebagai aggressor. Ketika aggressor dan targetnya sama-sama pria, remaja lebih cenderung untuk melekukan kekerasan fisik dibandingkan apabila targetnya seorang perempuan. Begitu juga sebaliknya, ketika aggressor dan targetnya samasama perempuan maka diprediksikan bahwa remaja tersebut akan melakukan kekerasan fisik dibandingkan ketika targetnya adalah pria (María de la Paz Toldos Romero, 2011) Kerangka Berpikir Gambar 2.2. Kerangka Berpikir
12 17 Fenomena agresi telah berkembang dan menjadi masalah umum pada remaja. Kenakalan remaja merupakan salah satu dari sekian banyak masalah sosial yang terjadi didalam masyarakat saat ini. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi cenderung banyak menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan sosial lain, sehingga kemungkinan besar akan mudah bertindak agresif. Perilaku agresivitas itu sendiri ditentukan oleh dorongan agresivitas dan selfcontrol pada individu. Dorongan agresivitas dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor Instigation dan Impellance. Instigation merupakan faktor eksternal yang melibatkan proses sosial dalam memicu dorongan agresif. Impellance merupakan faktor internal yang membantu memperkuat Instigator dalam memunculkan perilaku agresivitas. Apabila dorongan agresivitas yang dimiliki lebih kecil dibandingkan dengan inhibition (dalam hal ini self-control), tidak akan memunculkan perilaku agresivitas. Sebaliknya, apabila dorongan agresivitas yang dimiliki lebih besar dibandingkan dengan inhibition yang dimiliki maka akan memunculkan perilaku agresivitas. Perilaku agresivitas itu sendiri terdiri dari berbagai macam antara lain: physical aggression, verbal aggression, anger dan hostility.
BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Hampir setiap hari banyak ditemukan pemberitaan-pemberitaan mengenai perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi tersebut merupakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Steel (2007) mengemukakan prokrastinasi sebagai suatu perilaku menunda dengan sengaja melakukan kegiatan yang diinginkan walaupun individu mengetahui bahwa perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan. Dari tahun ketahun menikah memiliki mode, misal saja di zaman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan suatu hal yang penting dalam menjalani siklus kehidupan. Dari tahun ketahun menikah memiliki mode, misal saja di zaman dahulu menikah merupakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agresi 2.1.1 Definisi Agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental (Aziz & Mangestuti, 2006). Perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2003).
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Sampel peneliti terbagi dalam 2 kelompok yaitu gamers DotA dan gamers
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Simpulan Sampel peneliti terbagi dalam 2 kelompok yaitu gamers DotA dan gamers Ragnarok Online. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan tingkat
Lebih terperinciAgresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan
HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA MADYA DI SMA X BOGOR LATAR BELAKANG MASALAH Agresivitas Persahabatan Kesepian Penolakan AGRESIVITAS Perilaku merugikan atau menimbulkan korban pihak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat
Lebih terperinciH, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING
BAB I PENDAHULUAN Pokok bahasan yang dipaparkan pada Bab I meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian. A.
Lebih terperinciMODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi
MODUL PERKULIAHAN AGRESI Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 61119
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Adolescence (remaja) merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan
Lebih terperinciAGRESIVITAS DAN KONTROL DIRI PADA REMAJA DI BANDA ACEH Mohammad Arif Sentana. Intan Dewi Kumala
51 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 2, November 2017, hlm 51-55 AGRESIVITAS DAN KONTROL DIRI PADA REMAJA DI BANDA ACEH Mohammad Arif Sentana Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial
BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, salah satunya adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari Komnas Perlindungan anak,
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan, diskusi, dan saran yang dihasilkan dari hasil penelitian. Saran-saran dalam penelitian ini berisi tentang saran yang ditunjukan untuk penelitian
Lebih terperinciRINGKASAN SKRIPSI. dalam bentuk verbal juga ada. Tak jarang masing-masing antar anggota pencak
RINGKASAN SKRIPSI A. PENDAHULUAN Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia persilatan memang sangat identik dengan perilaku kekerasan atau agresi. Mulai dari latihan pencak silat yang tampak terlihat memberikan
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Hipotesis
BAB 3 METODE PENELITIAN 3. 1. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Hipotesis 3. 1. 1. Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan semua hal dalan suatu penelitian yang datanya ingin diperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai cara yang dilakukan individu untuk bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan tertentu tidaklah sama, begitu pun dengan cara dan kapasitas anak jika
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi
LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock, 2012). Remaja merupakan usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir diseluruh dunia. Krisis moral ini dilanjutkan dengan
Lebih terperinciFAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO
HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN INTENSI AGRESI PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YAYASAN KEJURUAN TEKNOLOGI BARU (SMK YKTB) 2 KOTA BOGOR Oleh: Amalina Ghasani 15010113130113 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang
Lebih terperinci2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Self-control dibutuhkan agar individu dapat membimbing, mengarahkan dan mengatur segi-segi perilakunya yang pada akhirnya mengarah kepada konsekuensi positif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, kasus tindak kekerasan semakin marak terjadi. Hal tersebut tidak hanya terjadi di tempat yang rawan kriminalitas saja tetapi juga banyak terjadi di berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak penelitian yang mencoba memahami fenomena ini (Milletich et. al, 2010; O Keefe, 2005; Capaldi et. al,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alkohol, napza, seks bebas) berkembang selama masa remaja. (Sakdiyah, 2013). Bahwa masa remaja dianggap sebagai suatu masa dimana
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode perkembangan yang penting dalam kaitannya dengan keadaan sehat dan keadaan tidak sehat. Banyak perilaku sehat (misalnya; diet, dan olahraga)
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN
BAB V HASIL PENELITIAN Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis korelasi Product Moment untuk mencari hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa dikenal sebagai pelaku utama dan agent of exchange dalam gerakan-gerakan pembaharuan. Mahasiswa memiliki makna yaitu sekumpulan manusia intelektual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang ditandai dengan perubahan-perubahan didalam diri individu baik perubahan secara fisik, kognitif,
Lebih terperinciBAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan
BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena itu, periode remaja dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentangan kehidupan manusia, dimana individu meninggalkan masa anak-anaknya dan mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung maupun tidak langsung seperti pada media massa dan media cetak. Seorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agresivitas bukan merupakan hal yang sulit ditemukan di dalam kehidupan masyarakat. Setiap hari masyarakat disuguhkan tontonan kekerasan, baik secara langsung
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PELATIHAN PENGENDALIAN DIRI UNTUK MENGATASI PERILAKU BULLYING
Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan ISSN 2252-6676 Volume 6, No. 1, April 2017 http://www.jurnalpedagogika.org - email: jurnalpedagogika@yahoo.com EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGENDALIAN DIRI UNTUK MENGATASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada Bab IV maka terdapat beberapa hasil yang dapat disimpulkan di dalam penelitian ini, yaitu: Tingkat kecenderungan untuk
Lebih terperinciPengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak mel
PERKEMBANGAN AGRESI Pengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak melakukan agresi baik secara verbal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO (dalam Sarwono, 2007), remaja adalah suatu masa ketika: 1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. konsekuensi bahaya atas tindakan yang dilakukan. Individu yang memiliki kontrol
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kontrol diri merupakan hal yang penting bagi setiap individu, termasuk dan terutama bagi individu yang sedang menjalani proses rehabilitasi narkoba. Kontrol diri menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA
HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkanperubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki, namun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku merokok tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki, namun sekarang banyak kaum perempuan yang melakukan perilaku merokok ini, salah satunya adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini, remaja menaruh minat dan perhatian yang cukup besar terhadap relasi dengan teman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan masa remaja, kemudian masa dewasa. Masa remaja adalah masa. fisik, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 2003).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses perkembangan manusia dimulai dari masa anak-anak, dilanjutkan dengan masa remaja, kemudian masa dewasa. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk pengerusakan terhadap orang atau benda dengan unsur
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Agresi 2.1.1. DefinisiPerilaku Agresi Menurut Scheneiders (1955) perilaku agresif merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampilkan
Lebih terperinciAGRESI MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I AGRESI Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 13 61016 Abstract Materi tentang pengertian agresi, teoriteori dan cara menguranginya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. Karena dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa.pada masa remaja terjadi pertumbuhan untuk mencapai kematangan yang mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja yang merupakan masa-masa dimana banyak terjadi perubahan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan fenomena yang diberitakan melalui berbagai jenis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan akan membawa Indonesia menjadi lebih maju. Namun sayangnya, akhir-akhir ini justru banyak pemberitaan mengenai
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hari Minggu tanggal 29 April 2007 seorang siswa kelas 1 (sebut saja A) SMA swasta di bilangan Jakarta Selatan dianiaya oleh beberapa orang kakak kelasnya. Penganiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan, dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku, dan peran yang diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. 7 Universitas Indonesia. Gambaran Motivasi, Andy Herlambang, F.Psi UI, 2008
2. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas beberapa teori yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya teori remaja beserta karakteristiknya, teori mengenai motivasi dan teori mengenai agresi dan
Lebih terperinciSKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pendidikan Pada Program Ekstensi Bimbingan dan Konseling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dalam masyarakat industri modern adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun sampai
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Menurut BNN (Badan Narkotika Nasional) data mengenai individu yang menyalahgunakan narkoba di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 5,1 juta orang. Setiap tahunnya data
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin
Lebih terperinciPedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Agresif. gambaran ekspresi sangat kuat dari insting kematian ( thanatos), karena dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Agresif 1. Pengertian Perilaku Agresif Sigmund Freud mengemukakan bahwa perilaku agresi merupakan gambaran ekspresi sangat kuat dari insting kematian ( thanatos), karena
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami perubahan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa perubahan ini terjadi diantara usia 13 dan 20 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan
Lebih terperinci1. Disregulasi Neurologik
Berdasarkan beberapa bukti penelitian yang pernah dilakukan dapat diketahui paling tidak ada enam faktor penyebab kenakalan remaja, dan masing-masing faktor tidak berdiri sendiri. Keenam faktor tersebut
Lebih terperinciAGRESI. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom.
AGRESI Modul ke: Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Fakultas Psikologi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap hari orang-orang menolak dorongan untuk melakukan hal-hal
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Self-Control 2. 1. 1. Definisi Self-Control Setiap hari orang-orang menolak dorongan untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri, seperti menghindari makanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cenderung bereaksi dan bertindak dibawah reaksi yang berbeda-beda, dan tindakantindakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak selamanya berjalan dengan mulus, tenang, penuh dengan kebahagiaan dan kegembiraan. Tetapi seringkali manusia menghadapi berbagai cobaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan sosial dan kepribadian anak usia dini ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan mendekatkan diri pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan salah satu elemen masyarakat yang sedang melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi. Menurut Hurlock, masa dewasa awal dimulai pada umur
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu organisasi yang sangat membutuhkan sumber
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan merupakan suatu organisasi yang sangat membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki peran penting sebagai penggerak kegiatan operasional dalam mencapai tujuan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa dimana usianya berkisar antara 12-21 tahun. Pada masa ini individu mengalami berbagai
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12
Lebih terperinciBAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini merupakan siswa kelas XI SMK Saraswati Salatiga yang populasinya berjumlah 478 siswa. Kelas XI SMK Saraswati
Lebih terperinci