BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL"

Transkripsi

1 BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan melambat sebesar -0,89% (y-o-y) di triwulan I-2009, sedangkan triwulan sebelumnya masih tumbuh di level 3,05%. Kinerja ekspor yang diperkirakan melambat sebesar -5,5% masih menjadi penyebab utama koreksi pertumbuhan di triwulan laporan. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh kesulitan finansial bahkan resesi yang dialami sebagian besar negara-negara prinsipal, seperti AS, Jepang, Eropa dan Singapura. Selain itu, realisasi investasi barang modal diperkirakan tumbuh terbatas setelah tahun 2008 mencapai tingkat pertumbuhan 30%. Meski demikian, tren menguatnya nilai tukar Rupiah serta penurunan harga komoditas internasional berkontribusi positif dalam menahan laju penurunan konsumsi lebih lanjut. Grafik 1.1. Struktur Perekonomian Kepulauan Riau Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Penggunaan (yoy) III IV I II III IV* I** SEKTOR EKONOMI 1. Pertanian 6.77% 10.44% 8.37% 5.78% 2.18% -0.72% 0.08% 2. Pertambangan & Penggalian -2.28% -2.91% -1.89% -2.99% -2.85% -3.09% -1.29% 3. Industri Pengolahan 5.86% 6.35% 5.56% 6.35% 4.67% 1.78% -3.72% 4. Listrik, Gas & Air Bersih 6.07% 9.06% 13.49% 12.34% 5.12% 1.65% -0.73% 5. Bangunan 32.31% 46.12% 45.93% 42.58% 28.52% 24.03% 14.81% 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 8.60% 9.07% 10.52% 10.37% 8.36% 2.21% -0.87% 7. Pengangkutan & Komunikasi 11.36% 15.32% 18.56% 16.34% 13.84% 9.64% 5.71% 8. Keuangan, Persewaan & Jasa P'an 10.12% 11.51% 11.69% 10.69% 9.59% 7.10% 6.12% 9. Jasa-Jasa 13.81% 20.07% 20.57% 17.47% 14.77% 10.36% 8.29% KOMPONEN PENGGUNAAN 1. Konsumsi Rumah Tangga 16.03% 19.58% 23.04% 17.48% 18.59% 17.45% 11.42% 2. Konsumsi Lembaga Swasta 11.29% 15.26% 16.74% 11.26% 11.94% 13.91% 15.59% 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 16.07% 20.67% 18.06% 13.30% 9.15% 13.01% 14.54% 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 9.94% 17.96% 26.50% 34.38% 31.22% 25.72% 9.25% 5. Ekspor Barang dan Jasa % -0.50% 7.07% 5.88% 0.60% -1.39% -5.50% 6. Impor Barang dan Jasa 15.55% 13.06% 12.95% 15.59% 23.46% 19.57% 16.42% P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Dari sisi produksi, perlambatan ekonomi Kepulauan Riau didorong oleh melemahnya pertumbuhan di 3 sektor utama, yaitu sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, serta sektor Bangunan. Penurunan daya beli global berpengaruh signifikan terhadap turunnya permintaan barang-barang manufaktur yang diproduksi di Kepulauan Riau, khususnya kota Batam. Rata-rata penurunan utilisasi produksi bahkan telah mencapai 30% - 50%. Triwulan I

2 Kuatnya interaksi antara provinsi Kepulauan Riau dengan Singapura semakin terlihat dari pola historis pertumbuhan ekonomi kedua wilayah. Perekonomian Singapura yang mengalami resesi sejak akhir tahun 2008 diperkirakan semakin memburuk di triwulan awal 2009 dengan melambat -11,5%. Kondisi tersebut diduga turut berperan terhadap pertumbuhan negatif sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di periode ini. Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Kepri. &Singapura (y-o-y) Grafik 1.2. Perkembangan Kurs IDR terhadap USD dan SGD Krisis 1997/ 1998 Krisis 2007/ 2008 Sumber : Bank Indonesia Batam & MTI Singapore (diolah) *) Angka Sementara Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia Grafik 1.4. Perkembangan Harga Minyak Dunia (WTI) Grafik 1.5. Perkembangan Harga CPO Dunia Grafik 1.6. Perkembangan Harga Batu Bara Dunia Grafik 1.7. Perkembangan Harga Karet Dunia Sumber : Bloomberg *) harga pertengahan April 2009 Triwulan I

3 1.2. SISI PERMINTAAN Konsumsi Tren penguatan nilai tukar Rupiah dan menurunnya harga komoditas di pasar internasional sejak awal tahun 2009 berpengaruh positif terhadap perkembangan konsumsi di Kepulauan Riau. Meski melambat, pertumbuhan konsumsi rumah tangga di triwulan I-2009 relatif baik yakni sebesar 11,42% (yoy). Di lain pihak, komponen konsumsi lembaga swasta nirlaba dan konsumsi pemerintah justru berakselerasi dibanding triwulan sebelumnya, dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 15,56% dan 14,54%. Grafik 1.8. Laju Pertumbuhan Konsumsi (y-o-y) Periode Krisis Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah) Krisis keuangan global yang terjadi sejak akhir tahun 2007 mulai berdampak pada variabel konsumsi sejak kuartal II tahun Efek penurunan yang ditimbulkan cukup terbatas, namun tetap menunjukkan tren meningkat jika dibanding tahun-tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, komponen konsumsi merupakan faktor penyangga perekonomian Kepulauan Riau di periode laporan. Grafik 1.9. Perkembangan Impor Barang Konsumsi Grafik Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) Sumber : SEKDA - BI Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I

4 Daya beli masyarakat petani relatif meningkat didorong oleh kenaikan harga beberapa komoditas pangan di wilayah Kepulauan Riau. Selama bulan Januari Maret, wilayah Kepulauan Riau mengalami musim utara dimana kecepatan angin relatif tinggi yang menimbulkan gelombang laut yang tinggi. Terganggunya aktivitas pelayaran mengakibatkan pasokan komoditas pangan yang diimpor, baik antar daerah maupun antar negara, menjadi berkurang. Kondisi yang direspon dengan naiknya harga-harga kebutuhan pangan ternyata cukup membantu daya beli petani di tengah penurunan harga komoditas, sebagaimana ditunjukkan dengan tren kenaikan indeks Nilai Tukar Petani (NTP) selama Januari dan Februari Melambatnya laju pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga di periode ini cukup terkonfirmasi dari arah penurunan berbagai indikator konsumsi terutama untuk komoditas non-makanan. Angka penjualan kendaraan bermotor baru semakin terkoreksi. Penjualan kendaraan roda empat di bulan Februari 2009 hanya tumbuh 10,5% sedangkan di akhir tahun 2008 masih tumbuh 63,5% (y-o-y). Bahkan, pertumbuhan penjualan Sepeda Motor telah memasuki zona negatif sejak awal tahun Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka penjualan Sepeda Motor dalam 2 bulan pertama turun hingga 15%. Grafik Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor ` Grafik Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kepulauan Riau (diolah) Selain itu, indikator konsumsi listrik untuk kelompok rumah tangga juga mengalami penurunan level pertumbuhan. Total pemakaian listrik PT.PLN Batam oleh kelompok rumah tangga selama triwulan I-2009 tercatat sebesar MWh atau tumbuh hampir 9% (yoy). Sementara itu pada triwulan sebelumnya pemakaian listrik rumah tangga masih mengalami pertumbuhan lebih dari 15% (yoy). Stimulus yang dihasilkan dari belanja Pemerintah daerah masih jauh dari harapan. Asesmen ini didasarkan dari rendahnya tingkat realisasi anggaran belanja dalam 4 tahun terakhir. Di samping kekhawatiran terhadap semakin intensifnya pengawasan terhadap penggunaan anggaran pemerintahan daerah, masa kampanye pemilu legislatif ternyata cukup Triwulan I

5 menyita konsentrasi pemerintah daerah untuk menjalankan program kerjanya. Tren menurunnya laju pertumbuhan konsumsi pemerintah cukup tercermin dari tingkat penyerapan anggaran yang relatif menurun sampai dengan tahun Akibatnya, kontribusi pengeluaran pemerintah dalam menstimulus perekonomian daerah menjadi semakin kecil. Indikator konsumsi semen juga memperlihatkan penurunan tajam. Penjualan semen untuk wilayah Kepulauan Riau selama triwulan I-2009 sebanyak 181,56 ribu ton, atau melambat -0,41% dibanding triwulan I-2008 (yoy). Angka penjualan mengalami koreksi yang signifikan pada bulan Maret 2009 yang turun 18,68% dibanding bulan Maret tahun sebelumnya. Grafik Kredit Konsumsi Perbankan Kepri. Grafik Penjualan Semen di Kepulauan Riau Sumber : Laporan Bulanan Bank Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sementara di sisi pembiayaan perbankan menunjukkan hal yang sama dimana pertumbuhan kredit konsumsi terus menurun sejak Oktober Meski demikian angka pertumbuhan masih berada di level yang cukup tinggi dimana pada bulan Maret 2009 posisi penyaluran kredit Konsumsi total perbankan di Kepulauan Riau mencapai Rp 4,7 triliun atau tumbuh sekitar 30,7% Investasi Perkembangan investasi barang modal Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) sepanjang tahun 2008 cenderung stabil dengan tren meningkat. Investasi PMTB pada tahun 2008 tumbuh 29,4% dibanding tahun Namun memasuki triwulan awal tahun 2009, kinerja investasi relatif terbatas dengan pertumbuhan sebesar 9,25% (yoy). Penurunan angka realisasi investasi tidak terlebas dari belum membaiknya perekonomian negara-negara prinsipal utama seperti Singapura, AS, Jepang, dan Eropa. Kesulitan finansial yang dialami negara-negara tersebut sangat mempengaruhi langkah ekspansi yang akan dilakukan di Triwulan I

6 wilayah Kepulauan Riau, baik dalam bentuk investasi baru maupun tamabahan investasi dalam rangka perluasan usaha. Grafik 1.15 Perkembangan Investasi PMTB Periode Krisis Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah) Menurunnya laju pertumbuhan investasi PMTB dapat diidentifikasi dari penurunan beberapa indikator seperti impor barang modal serta penyaluran kredit investasi oleh perbankan. Nilai Impor barang modal yang masuk ke wilayah kepabeanan Kepulauan Riau relatif berfluktuasi meski trennya menurun. Namun secara riil, volume barang modal yang diimpor menunjukkan perlambatan yang lebih intens sampai bulan Februari Sementara di sisi pembiayaan perbankan pertumbuhan kredit investasi posisi Maret 2009 masih relatif minimal. Jika pada akhir tahun 2008, penyaluran kredit invetasi masih tumbuh 16,02%, namun pada posisi bulan Maret 2009 hanya tumbuh 13,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Grafik Nilai Impor Kepri Berdasarkan BEC Grafik Kredit Investasi Perbankan Kepri. Sumber : SEKDA - BI Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR) Selama bulan Januari s/d Maret 2009 total aplikasi PMA yang disetujui sebanyak 18 proyek baru dengan nilai investasi US$ , dan perluasan sebanyak 4 proyek perluasan dengan nilai US$ Sedangkan investasi PMDN yang telah disetujui Investasinya selama periode triwulan I-2009 sebanyak Rp Dari seluruh rencana Triwulan I

7 investasi tersebut diperkirakan dapat menyerap tenaga kerja lokal sebanyak tenaga kerja. Lebih rinci, pada bulan Januari 2009 disetujui 7 aplikasi proyek PMA dengan nilai investasi sebesar US$ , dan 1 proyek perluasan PMA dengan nilai US$ Sedangkan investasi PMDN baru yang disetujui aplikasinya sebanyak 2 proyek dengan nilai investasi Rp ,-. Sementara pada bulan Februari 2009 disetujui 5 proyek aplikasi PMA dengan nilai investasi sebesar US$ , dan investasi perluasan sebanyak 2 proyek dengan nilai US$ Serta 2 proyek PMDN baru senilai Rp Sedangkan pada bulan Maret 2009 telah disetujui aplikasi proyek PMA sebanyak 6 proyek dengan nilai investasi sebesar US$ , dan proyek perluasan sebanyak 1 proyek dengan nilai US$ Persetujuan aplikasi investasi tersebut berasal dari negara-negara : Singapura, Inggris, Australia, Malaysia, India, Luxemburg, Taiwan, Jepang, RRC, Belanda dan Korea Selatan. Adapun bidang usaha aplikasi PMA tersebut adalah : Industri Pembuatan / Perbaikan Kapal (1 proyek); Industri Pallet Kayu dan Komponen bahan Bangunan (1 proyek); Perdagangan Besar (Distributor Utama, Ekspor/Impor) (5 proyek); Industri peralatan lainnya dari logam dan industri paku, mur dan baut (2 proyek); Penjualan langsung dari jaringan (direct selling) (1 proyek); Jasa Engineering Procurement Construction (EPC) (1 proyek); serta Industri dan jasa lainnya (7 proyek). Perencanaan pembangunan pada dasarnya akan ditentukan oleh kemampuan penyediaan sumber pembiayaan atas dana untuk diinvestasikan guna mencapai laju pertumbuhan dan tingkat kesejahteraan yang hendak dicapai. Untuk keperluan analisis ini, biasanya digunakan konsep Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Perhitungan yang diperoleh berupa angka yang menunjukan perbandingan antara investasi yang diperlukan untuk dapat meningkatkan tambahan pendapatan atau output. Berdasarkan penelitian LPEM-UI pada tahun 2007, diketahui bahwa ICOR Kepulauan Riau sebesar 3,795. Dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2008 sebesar 6,65% (y-o-y) dan asumsi belanja publik pada APBD 2009 sebesar 70% atau Rp 1,148 triliun (dispenda Kepri), maka untuk mencapai tingkat pertumbuhan 2% - 5% dibutuhkan investasi swasta sebesar Rp 2,6 5,8 triliun pada tahun Besaran ini diharapkan dapat tercapai dengan resminya penerapan Free Trade Zone (FTZ) Batam-Bintan-Karimun (BBK) di awal April 2009 ini. Triwulan I

8 Ekspor-Impor Neraca perdagangan luar negeri Kepulauan Riau lebih tertekan menyusul penurunan ekspor secara tajam hingga berkontraksi sebesar 5,5% di triwulan I-2009 (yoy). Sementara itu, impor barang dan jasa tumbuh relatif stagnan selama masa krisis global. Resesi di beberapa negara prinsipal besar seperti Singapura, Jepang dan Amerika Serikat, yang diikuti dengan penurunan daya beli global sangat berpengaruh terhadap berkurangnya kuantitas order produk yang diolah (manufactured) di wilayah Kepulauan Riau, khususnya kota Batam. Imbasnya, lalu lintas perdagangan bahan baku dan bahan penolong menjadi menurun. Buruknya kinerja ekspor berkontribusi signifikan terhadap perlambatan ekonomi Kepulauan Riau di triwulan laporan. Grafik 1.18 Pertumbuhan Ekspor-Impor Kepulauan Riau (y-o-y) Periode Krisis Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah) Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Riau, total ekspor barang dan jasa dari wilayah kepabeanan selama Januari-Maret 2009 diperkirakan sebesar Rp9,24 triliun atau turun 5,5% dibanding periode yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar Rp9,78 triliun. Sementara itu angka realisasi impor sebesar Rp 5,83 triliun masih menunjukkan tingkat pertumbuhan yang stabil pada level 16,42% (yoy). Ditinjau dari volume perdagangan, penurunan ekspor di kuartal awal 2009 berlangsung lebih agresif. Volume barang yang diekspor selama dua bulan pertama sebanyak 2,43 juta ton atau menurun 28,1% dibanding periode yang sama tahun Penurunan volume ekspor sebagian besar terjadi pada jenis pasir, batu-batuan, bijih besi dan arang sebagai komoditas yang memiliki volume ekspor dominan. Meski demikian, perkembangan beberapa komoditas ekspor utama seperti barang-barang dari besi dan baja, serta perlengkapan shipyard justru memperlihatkan arah meningkat. Sementara volume ekspor mesin-mesin dan peralatan elektronik relatif stagnan di awal tahun Triwulan I

9 Grafik Perkembangan Volume Produk Ekspor Utama Grafik Perkembangan Volume Produk Impor Utama Grafik Volume Ekspor ke Negara Tujuan Utama Grafik Volume Impor dari Negara Asal Utama Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah Bank Indonesia Berdasarkan negara tujuan dan asal barang, volume ekspor-impor dari dan ke negara Singapura relatif menurun. Pada periode Januari-Februari 2009, total barang yang diekspor ke Singapura sebanyak 1,4 juta ton, sedangkan pada periode yang sama tahun 2008 masih tercatat sebanyak 1,6 juta ton. Penurunan volume ekspor melalui Singapura berpengaruh langsung terhadap menurunnya volume ekspor secara keseluruhan, karena pangsanya yang dominan mencapai 57% dari total volume ekspor. Fenomena yang terjadi adalah peningkatan volume ekspor ke Hongkong cukup mengkompensir penurunan ekspor ke negara Cina. Adapun kinerja impor juga menunjukkan penurunan terutama disebabkan oleh menurnnya impor dari negara Malaysia. Sementara itu impor dari Singapura, Eropa, dan Cina masih relatif stabil. Terkoreksinya aktivitas ekspor-impor juga cukup teridentifikasi dari penurunan aktivitas peti kemas di pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil sebagai pelabuhan utama Free Trade Zone (FTZ) kota Batam. Perlambatan aktivitas masih dirasakan pada jalur perdagangan luar negeri dimana kuantitas bongkar-muat barang masih berada di level terendah. Total barang yang dibongkar (impor) dari luar negeri selama Januari-Maret 2009 sebanyak Teus atau turun 33,4% dibanding triwulan I tahun Sedangkan Triwulan I

10 volume barang yang di-muat selama triwulan I-2009 menurun 39,9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya menjadi sebanyak Teus. Adapun perdagangan antar pulau (domestik) memperlihatkan arah meningkat disebabkan adanya kenaikan arus perdagangan kebutuhan pokok antar pulau akibat tingginya harga barang kebutuhan di pasar luar negeri seiring pelemahan kurs Rupiah. Grafik Aktivitas Peti Kemas Internasional di Pelabuhan Grafik Aktivitas Peti Kemas Domestik di Pelabuhan Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batam Ket.: Pelabuhan Batam meliputi pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil. Informasi terkini pelaksanaan FTZ di Batam sejak 1 April 2009 belum memperlihatkan perkembangan yang positif. Frekuensi kapal barang yang berlabuh dan bersandar di Pelabuhan Batu Ampar mengalami penurunan akibat pembatasan importasi barang oleh Badan Pengusahaan (BP) FTZ-Batam lalu. Salah satu aturan importasi tersebut adalah mewajibkan proses importasi berdasarkan master list untuk kebutuhan 1 tahun sehingga secara tidak langsung mengurangi intensitas kapal barang SISI PENAWARAN Melambatnya aktivitas ekspor-impor berdampak besar terhadap kinerja sektor-sektor produktif di Kepulauan Riau. Berdasarkan pantauan ke beberapa perusahaan manufaktur skala besar diperoleh informasi bahwa penurunan kapasitas produksi terpakai (utilisasi) berkisar antara 30% - 50%. Bersamaan dengan itu, kinerja sektor Bangunan dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran juga menurun tajam. Sedangkan sektor-sektor lainnya turut terkoreksi meski dalam skala yang lebih minimal Sektor Industri Pengolahan Laju perlambatan sektor industri pengolahan semakin berlanjut bahkan berkontraksi di triwulan laporan. Nilai tambah yang dihasilkan sektor Industri Manufaktur di triwulan I menurun 3,72% (yoy), setelah periode sebelumnya tumbuh cukup terbatas di angka Triwulan I

11 1,78%. Penurunan disebabkan oleh melemahnya permintaan global dan resesi yang dihadapi beberapa negara mitra dagang utama seperti Singapura, Jepang, dan AS. Akibatnya utilisasi produksi sebagian perusahaan manufaktur menurun sekitar 30% 50% dibanding kondisi normal. Peningkatan angka pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) atau kontrak yang tidak diperpanjang juga semakin memperlambat laju perekonomian di triwulan I Kontribusi penurunan sebagian besar dihasilkan dari melambatnya aktivitas sub-sektor Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya, serta sub-sektor Logam Dasar Besi dan Baja. Nilai tambah yang dihasilkan dari industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya di triwulan I turun 3,94% dibanding triwulan I-2008 (yoy), sedangkan industri logam dasar besi dan baja menurun 2,49%. Adapun sub-sektor industri lainnya seperti industri Makanan, Tekstil, Barang Kayu, Kertas, Pupuk, Kimia dan Semen juga mengalami pertumbuhan minus di triwulan laporan. Grafik Pertumbuhan Sub-Sektor Industri Pengolahan Tw.III & Tw.IV-2008 Tabel 1.2. Jumlah PHK di Beberapa Perusahaan Manufaktur Kota Batam No. Nama Perusahaan Jlh Pekerja PHK Potensi PHK Jlh Pekerja Penurunan Des Des 2009 (P) Produksi 1 PT. Sat Nusapersada Tbk 6, ,600 4,000 40% 2 PT. Schneider Electric 1, % 3 PT. Japan Servo 1, % 4 PT. Epcos 3, ,820 30% 5 PT. Ciba Vision 3, ,266 30% 6 PT. TEC Indonesia 1, ,000 30% 7 PT. TEAC Electronics Indonesia 1, ,000 40% 8 PT. Infineon Technologies 1, ,300 30% 9 PT. Unisem 4, ,600 20% 10 PT. Yoshikawa Electronic Bintan % 11 PT. Amtek Enginering 1, % 12 PT. Sumitomo Wiring System % Total 26,866 5,298 2,750 18,818 Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : Survei Liaison Bank Indonesia Batam, Maret 2009 Hasil survei terhadap 12 perusahaan manufaktur skala besar diperoleh informasi bahwa perusahaan tidak melakukan perpanjangan kontrak kepada lebih pekerja sejak Januari 2008 sampai Maret Di samping itu, masih terdapat potensi PHK yang cukup besar dari 12 perusahaan tersebut di tahun 2009 ini. Sektor industri pengolahan di provinsi Kepulauan Riau memiliki keterkaitan dengan sektor manufaktur Singapura. Hal ini disebabkan karena sebagian besar perusahaan manufaktur yang berasal dari Amerika Serikat, Eropa dan Jepang juga memiliki production site di Singapura, atau setidaknya kantor perwakilan (representative) dan marketing. Dengan melihat kuatnya hubungan dagang antara provinsi Kepulauan Riau khususnya kota Batam dengan Singapura, maka pertumbuhan negatif yang dialami oleh sektor industri telah dapat diperkirakan sebelumnya. Estimasi terkini dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan Triwulan I

12 Singapura memperkirakan kinerja sektor manufaktur akan semakin memburuk di triwulan I ini dengan berkontraksi sebesar -29% (yoy). Buruknya rapor sektor manufaktur merupakan determinan utama semakin melambatnya laju pertumbuhan di triwulan laporan. Penurunan kinerja di triwulan I-2009 cukup teridentifikasi dari perkembangan volume impor produk utama sektor Industri Pengolahan (termasuk Kawasan Berikat), seperti barangbarang dari besi dan baja, bahan baku dan perlengkapan industri kapal (shipyard), mesinmesin, serta perlengkapan elektronik. Perlambatan terbesar diperlihatkan oleh 2 produk utama yakni logam dasar serta barang-barang (articles) yang terbuat dari besi dan baja. Sementara itu impor perlengkapan eletronik dan mesin-mesin relatif stagnan selama bulan Januari dan Februari Indikasi perlambatan juga jelas terlihat dari berkurangnya konsumsi listrik golongan Industri. Konsumsi listrik Industri selama triwulan I-2009 sebanyak MWh atau turun 9,39% dibanding triwulan I-2008 (y-o-y). Angka pertumbuhan konsumsi listrik oleh kelompok Industri terus menurun setelah 2 triwulan sebelumnya masih tumbuh sebesar 15,85% di triwulan III-2008 dan 4,57% di triwulan IV Aspek pembiayaan perbankan juga memperlihatkan pola yang serupa. Meski masih mengalami tingkat pertumbuhan yang tinggi, penyaluran kredit perbankan untuk sektor Industri Pengolahan memasuki tren menurun sepanjang triwulan I Grafik Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Industri Grafik Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan Sumber : PT. PLN Batam Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Krisis likuiditas global yang diikuti penurunan daya beli domestik menyebabkan pertumbuhan sektor unggulan ini merosot tajam. Sejak semester II tahun 2008, laju pertumbuhan menurun secara gradual hingga tumbuh -0,87% (yoy) di triwulan I Aktivitas perdagangan besar dan eceran merasakan dampak yang paling intens sehingga laju Triwulan I

13 pertumbuhan berkontraksi di kisaran 1,48%, sedangkan triwulan sebelumnya masih tumbuh 1,07%. Namun industri perhotelan dan restoran masih tetap tumbuh meski sangat terbatas. Grafik Pertumbuhan PDRB Sub-sektor Perdagangan, Hotel & Restoran Grafik Pertumbuhan Kredit Sektor Distribusi, Perdagangan Eceran, Hotel & Restoran Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR) Melambatnya sektor PHR terkonfirmasi dari penurunan pertumbuhan kredit untuk usaha distribusi, perdagangan eceran, restoran dan hotel. Pada posisi Maret 2009, posisi penyaluran kredit untuk bidang usaha distribusi sebesar Rp556 milyar atau naik 17,8% dibanding tahun sebelumnya (yoy), dimana pada posisi akhir tahun 2008 masih tumbuh 28,2%. Sedangkan posisi kredit untuk sektor perdagangan eceran tercatat sebesar Rp 1,03 triliun atau tumbuh -5,29%, dimana pada akhir tahun masih tumbuh di kisaran 5%. Adapun untuk sektor Restoran dan Hotel, pertumbuhan juga relatif terbatas di tingkat 2,53% dengan posisi outstanding kredit sebesar Rp345 milyar. Terkoreksinya kegiatan perdagangan besar dan eceran juga dapat teridentifikasi dari penurunan aktivitas peti kemas di pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil sebagai pelabuhan utama Free Trade Zone (FTZ) kota Batam sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya. Sementara perlambatan yang terjadi di industri Perhotelan ditunjukkan dengan menurunnya tingkat hunian hotel berbintang di wilayah Kepulauan Riau, khususnya kota Batam. Tingkat hunian (occupancy rate) mengalami koreksi yang signifikan dari 49,63% di posisi Desember 2008 menjadi 37,46% di bulan Februari Menurunnya nilai tambah ekonomi yang dihasilkan oleh industri perhotelan diduga terkait dengan permasalahan energi yang kini dihadapi oleh industri hotel di kota Batam. Sebagaimana diatur dalam Permen ESDM No 33/2008, kenaikan tarif untuk hotel mencapai 43% dan untuk mall mencapai 51%. Kenaikan tarif ini menyebabkan sebagian besar hotel dan mall tidak dapat melakukan pembayaran seperti biasa. Akibatnya, PT. Pelayanan Listrik Nasional (PLN) Batam melakukan pemutusan aliran listrik ke 28 hotel dan 4 mall mulai pertengahan Maret 2009 lalu, dengan alasan untuk efisiensi beban operasional perusahaan. Dalam menjalankan aktivitas rutinnya, hotel dan mall menggunakan genset sendiri yang biaya operasionalnya relatif lebih besar. Triwulan I

14 Grafik Tingkat Hunian Hotel Berbintang (occ.rate) Grafik Volume Penumpang (Domestik & Int l) yang Datang Melalui Bandara Hang Nadim Batam Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam Penurunan aktivitas bisnis di sektor pariwisata juga diperkuat dengan data penurunan jumlah penumpang domestik dan internasional yang datang melalui pintu masuk bandara Hang Nadim Batam. Jumlah penumpang pesawat yang datang selama triwulan I-2009 sebanyak penumpang atau menurun 7,9% jika dibandingkan periode triwulan I (yoy). Adapun komposisi wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke wilayah Kepualuan Riau tidak banyak mengalami perubahan. Kunjungan wisman dari Singapura pangsanya cenderung menurun dari 54,6% di akhir tahun 2008 menjadi 42,6% di bulan Februari Sedangkan wisatawan asal Malaysia, India, Cina, Inggris, AS dan Australia relatif meningkat di bulan Februari Tabel 1.3 Pangsa Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Kepulauan Riau Kebangsaan Pangsa (%) Jan-08 Jan-09 Feb-09 Singapura 54.61% 54.26% 52.59% Malaysia 15.68% 14.54% 16.55% Korea Selatan 7.12% 4.49% 5.72% India 2.70% 3.74% 2.76% China 1.92% 3.91% 2.44% Jepang 3.05% 2.89% 3.07% Inggris 1.97% 2.06% 2.50% Amerika Serikat 1.15% 1.42% 1.39% Australia 1.23% 1.83% 1.45% Taiwan 0.69% 0.94% 0.63% Jerman 1.07% 0.69% 0.87% Belanda 0.36% 0.44% 0.53% Lainnya 8.42% 8.77% 9.49% Jumlah Wisman 135, , ,858 Sumber : BPS Kepulauan Riau Sektor Bangunan Pertumbuhan sektor bangunan semakin tertahan merespon turunnya daya beli pasar dan kenaikan harga bahan baku impor. Aktivitas sektor bangunan di Kepulauan Riau meningkat 14,81% (yoy) di triwulan I-2009, menurun tajam dibanding triwulan sebelumnya Triwulan I

15 yang tumbuh sebesar 24,03%. Para pelaku bisnis properti baru mulai optimis terhadap perkembangan ekonomi di semester II Kondisi ini terlihat dari penurunan konsumsi semen hingga memasuki zona pertumbuhan negatif 18,68% (yoy) di bulan Maret Secara triwulan, konsumsi semen Kepulauan Riau selama triwulan I-2009 sebanyak 181,56 ribu ton, turun -0,41% dibanding pemakaian semen di triwulan I Di sisi penawaran, kondisi ini disebabkan karena sebagian bahan baku konstruksi masih diimpor dari luar negeri seperti besi, baja, peralatan sanitary, pipa, polycarbonate, dan sebagainya. Selain dihadapkan pada nilai Rupiah yang terdepresiasi, sektor bangunan juga harus menerima kondisi pengetatan kredit perbankan untuk sektor properti. Penurunan harga BBM dan komoditas dunia belum direspon optimal oleh para pelaku pasar sehingga belum mampu menurunkan cost of fund perusahaan-perusahaan konstruksi di Kepulauan Riau, terutama kota Batam dan Tanjung Pinang. Perkembangan volume impor produk utama sektor bangunan cukup mengkonfirmasi hal tersebut. Dimana penurunan impor terbesar pada barang kayu dan barang dasar logam (besi/baja). Adapun kenaikan yang terjadi pada komoditas logam dasar diduga disebabkan intensifnya pengerjaan pulau Dompak yang akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan provinsi Kepulauan Riau ke depan, serta pembangunan beberapa fasilitas umum seperti apartemen/hotel dan fasilitas hiburan keluarga di Batam. Grafik Volume Penjualan Semen di Kepulauan Riau Grafik Perkembangan Volume Impor Utama Sektor Bangunan Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sumber : SEKDA - BI Melambatnya sektor properti juga masih terkonfirmasi dari aspek pembiayaan perbankan lokal. Total kredit properti yang disalurkan Bank Umum dan BPR di Kepulauan Riau pada posisi Maret 2009 sebesar Rp3,22 triliun atau tumbuh 17,6%, relatif menurun dibanding posisi akhir tahun 2008 yang mengalami peningkatan 21,2% (yoy). Adapun kredit Triwulan I

16 kepemilikian rumah (KPR) mengalami pertumbuhan yang terus menurun dimana pada posisi Desember 2008 masih mencatat pertumbuhan sebesar 28,42% sedangkan di akhir bulan Maret 2009 tumbuh 23,05%, atau sebesar Rp2,55 triliun. Berdasarkan persentase, penurunan yang lebih intens terjadi pada pembiayaan KPR tipe 70 m 2, sedangkan secara nilai penurunan lebih dirasakan pada KPR untuk tipe 70 m 2. Menurunnya pembiayaan KPR tipe sederhana dan menengah ini sejalan dengan perkiraan pada asesmen sebelumnya. Menurunnya daya beli sebagian besar masyarakat bawah dan menengah akibat efisiensi perusahaan yang intens terjadi sejak pertengahan tahun Akibatnya penjualan rumah terutama untuk tipe sederhana (tipe 36 m 2 ) belum cukup terbantu dengan menurunnya harga rumah sederhana berdasarkan hasil survei harga properti residensial (SHPR) kota Batam pada triwulan I Sedangkan pertumbuhan KPR untuk rumah tipe menegah dan besar yang masih mengalami kenaikan harga selama triwulan I mengalami perlambatan dalam persentase yang lebih besar. Grafik Perkembangan KPR Type <70m 2 Grafik Perkembangan KPR Type >70m 2 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Pertambangan dan Penggalian Kinerja sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami pertumbuhan negatif sejak akhir tahun 2007 relatif membaik dengan laju -1,29%, sedangkan di triwulan IV-2008 berkontraksi lebih dalam di level -3,09%. Hal ini dihasilkan dari perlambatan sub-sektor Pertambangan Minyak dan Gas (Migas) yang semakin melandai seiring dengan semakin normalnya operasional di lapangan Belanak. Aspek pembiayaan perbankan cukup mengkonfirmasi hal ini. Penyaluran kredit untuk sub-sektor Pertambangan Migas relatif stagnan dengan tetap berkontraksi sepanjang tahun 2008 hingga bulan Maret Sementara itu, pertumbuhan sub-sektor penggalian yang relatif berakselerasi dari 2,32% pada triwulan IV-2008 menjadi 3,82%, cukup sejalan dengan Triwulan I

17 kenaikan indikator kredit sub-sektor Bijih Logam. Sedangkan perlambatan sub sektor Pertambangan Non-Migas dapat terindentifikasi dari menurunnya laju pertumbuhan kredit di sektor pertambangan lainnya. Grafik Grafik Pertumbuhan Kredit Sub Sektor Pertumbuhan PDRB Sektor Minyak & Gas Pertambangan Migas, Bijih Logam & Lainnya Sumber : BPS Kepulauan Riau Sumber : Laporan Bulanan Bank Sebagai penghasil minyak utama yakni sebesar 65% dari total produksi minyak Kepulauan Riau, berangsur normalnya lapangan minyak Belanak milik ini berkontribusi besar terhadap kenaikan produksi minyak yang dihasilkan dari Kepulauan Riau. Bahkan sepanjang tahun 2008, lifting minyak Belanak mencapai 181,97% dari prognosa yang ditetapkan sebesar 11,13 juta barel. Adapun selama bulan Januari-Maret 2009, akumulasi lifting minyak telah mencapai 4,41 juta barel atau terealisasi 62,9% dari prognosa tahun 2009 sebesar 8,39 juta barel. Sementara itu, perkembangan lifting minyak dari lapangan Belida yang juga milik Conoco Phillips relatif melambat jika dibandingkan selama triwulan laporan. Di tahun 2008 lapangan ini juga tidak berproduksi optimal dengan pencapaian lifting 88,1%. Sedangkan selama triwulan I-2009, akumulasi lifting hanya tercatat sebesar 1,55 juta barel, atau 17% dari target tahun 2009 yang ditetapkan sebesar 9,11 juta barel. Kurang maksimalnya operasional di lapangan minyak ini diduga memberi kontribusi besar terhadap kontraksi pertumbuhan yang dialami sektor Pertambangan Migas. Grafik Perkembangan Lifting Minyak Kepri Grafik Perkembangan Lifting Gas Kepulauan Riau Sumber : ESDM Dirjen Minyak & Gas Bumi Sumber : ESDM Dirjen Minyak & Gas Bumi Triwulan I

18 Adapun pencapaian lifting gas Kepulauan Riau selama triwulan I-2009 tergolong cukup optimal. Lapangan gas Conoco Phillips yang sepanjang tahun 2008 berproduksi melebihi target, selama triwulan ini telah menghasilkan Gas sebanyak 37,4 juta MMBTU, atau 29,8% dari prognosa Tidak jauh berbeda, lapangan gas Kakap milik Star Energy telah memproduksi 4,35 juta MMBTU atau mencapai 20,6% dari target produksi tahun Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Koreksi pertumbuhan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan mulai melandai di triwulan I-2009 dengan laju sebesar 6,12% (yoy). Kinerja sektor Perbankan yang relatif baik dengan meningkat 6,83% telah berkontribusi besar dalam menahan perlambatan yang lebih dalam. Adapun rapor kinerja terburuk dialami oleh sub-sektor Jasa Perusahaan yang berkontraksi 2,01% sedangkan triwulan sebelumnya masih tumbuh 7,82%. Kondisi ini sangat tidak terlepas dari melambatnya aktivitas sektor riil di kepulauan Riau. Menurunnya nilai perekonomian yang dihasilkan dari aktivitas jasa penunjang perusahaan sangat terkonfirmasi dari merosotnya pertumbuhan kredit perbankan untuk sektor dimaksud. Pembiayan perbankan mencatat pertumbuhan -4,10% di posisi Maret 2009, sedangkan di triwulan IV-2008 masih tumbuh 11,88%. Grafik Pertumbuhan PDRB Sub-Sektor Bank, LKBB, Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan Grafik Perkembangan Kredit Sektor Jasa Dunia Usaha Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR) Di tengah ketatnya likuiditas perbankan, upaya perbankan untuk meningkatkan pertumbuhan dana dan menahan laju pertumbuhan kredit dapat dikatakan berhasil. Kondisi ini terlihat dari terus menurunnya gap pertumbuhan kredit dan dana bahkan mencapai tingkat pertumbuhan yang hampir ekuivalen di triwulan laporan. Konsekuensinya, rasio loan to deposit (LDR) menjadi semakin menurun. Bagi perbankan secara individu kondisi ini baik Triwulan I

19 untuk menjaga keberlangsungan bisnisnya, meskipun berdampak terbalik bagi perekonomian regional karena nilai tambah yang dihasilkan menjadi berkurang. Sikap prudent yang ditunjukkan perbankan dalam menghadapi situasi krisis juga terlihat dari menurunnya tingkat kredit bermasalah (non performing loan/npl), dimana rasio NPL Perbankan wilayah Kepulauan Riau menurun dari 2,6% di akhir tahun 2008 menjadi 2,05% di posisi Maret Meski demikian resiko meningkatnya NPL ke depan tetap harus menjadi perhatian penting mengingat intensnya dampak krisis global terhadap perekonomian Kepulauan Riau di triwulan ini. Grafik Pertumbuhan Aset, DPK & Kredit Perbankan Kepulauan Riau Grafik Perkembangan LDR & NPL Perbankan Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Pertumbuhan sektor Pengangkutan dan Komunikasi masih menurun bersamaan dengan berlanjutnya perlambatan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Laju pertumbuhan (yoy) sektor pengangkutan dan komunikasi kembali turun dari 9,64% menjadi 5,71% di triwulan I Meski tumbuh positif, perlambatan terbesar terjadi pada aktivitas sub-sektor angkutan yang sempat terpukul akibat kenaikan harga BBM di tahun Sektor Pengangkutan di triwulan ini tumbuh 5,78%, menurun dibanding triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan sebesar 9,91%. Kondisi ini disumbangkan oleh perlambatan sub-sektor Angkutan Jalan Raya dari 9,28% menjadi 4%. Di samping itu, pertumbuhan sub-sektor Angkutan Laut juga menurun dari 10,05% menjadi 7,61%. Di lain pihak, sektor Pos dan Telekomunikasi menunjukkan koreksi yang melandai dari 7,68% di triwulan sebelumnya menjadi 5,21% di periode ini. Triwulan I

20 Sementara di sisi pembiayaan perbankan kurang cukup mengkonfirmasi hal tersebut. Kredit untuk bidang usaha Pengangkutan Umum dan Biro Perjalanan mengalami pertumbuhan yang signifikan selama triwulan laporan. Walaupun penurunan yang ditujukkan kredit sektor komunikasi cukup mengkonfirmasi data Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut. Grafik Pertumbuhan PDRB Sub-sektor Transportasi, Pos & Telekomunikasi (y-o-y) Grafik Perkembangan Kredit Sub-Sektor Pengangkutan, Biro Perjalanan & Komunikasi Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : SEKDA - BI Penurunan volume penerbangan dan kargo udara di Bandara Hang Nadim Batam, serta bongkar-muat kargo di pelabuhan utama kota Batam, dapat mengindikasikan rendahnya pertumbuhan industri pengangkutan di Kepulauan Riau. Jumlah penerbangan dan aktivitas kargo (domestik dan internasional), baik melalui pengangkutan udara maupun laut relatif menurun selama awal tahun Penurunan terutama terjadi pada aktivitas bongkar (impor) barang, baik dari luar daerah maupun dari luar negeri. Grafik Volume Penerbangan (Domestik & Int l) Grafik Volume Kargo Udara (Domestik & Int l) Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim Batam Triwulan I

21 Grafik Volume Kargo Laut (Domestik & Int l) Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batu Ampar, Kabil dan Sekupang Batam Sektor Pertanian Penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan tren harga komoditas primer berdampak positif terhadap perkembangan sektor Pertanian. Sektor pertanian bahkan relatif berakselerasi di dari -0,72% menjadi 0,08% (yoy), akibat kenaikan produksi sub-sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya yang tumbuh 7,36% di triwulan I Sedangkan kinerja sub-sektor Perikanan sedikit membaik walau tetap berada dalam area pertumbuhan negatif dari -1,92% di triwulan sebelumnya, menjadi -1,8%. Sementara sub-sektor Pertanian lainnya tetap mengalami tren pertumbuhan yang menurun. Kenaikan hasil produksi Peternakan cukup dikonfirmasi oleh peningkatan ekspor hewan hidup (live animal) selama Januari-Februari 2009 dibanding periode yang sama tahun Begitu juga halnya dengan komoditas perikanan yang mengalami kenaikan relatif sebagaimana ditunjukkan oleh perkembangan positif ekspor ikan dan hasil-hasil laut dalam periode yang sama. Grafik Pertumbuhan PDRB Sub-Sektor TBM, Peternakan & Pertanian Grafik Perkembangan Ekspor Ikan, Udang dan Kepiting Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : SEKDA - BI Triwulan I

22 Grafik Pertumbuhan Kredit Sub-sektor Tanaman Pangan, Perikanan & Peternakan Sumber : Laporan Bulanan Bank Sementara itu di sisi pembiayaan perbankan belum mampu mengkonfirmasi peningkatan yang terjadi pada sub-sektor Peternakan, dimana pertumbuhan kredit sektor tersebut justru semakin menurun sampai posisi akhir triwulan I Namun secara keseluruhan, kenaikan pembiayaan untuk bidang usaha Tanaman Pangan dan Perikanan cukup mengidentifikasi berakselerasinya sektor Pertanian di triwulan laporan Sektor Listik, Gas dan Air Bersih Melambatnya aktivitas bisnis di Kepulauan Riau semakin berdampak pada penurunan konsumsi listrik, gas dan air. Pertumbuhan sektor infrastruktur tersebut terus menurun hingga berkontraksi di tingkat -0,73% (yoy). Meski demikian, perlambatan sektor LGA mulai melandai dibanding 2 periode sebelumnya yang masing-masing tumbuh 5,12% dan 1,65% di triwulan IV Grafik Pertumbuhan PDRB Sub-Sektor Listrik, Gas & Air Bersih Diagram 1.1. Rata-rata Penggunaan Per Jenis Bahan Bakar Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : Hasil Survei BI-Batam, Nov 2008, diolah Nilai tambah yang dihasilkan sub-sektor Gas menurun secara drastis hingga tumbuh - 5,74% di triwulan laporan. Kondisi ini dipicu oleh penurunan utilisasi produksi industri manufaktur berkisar antara 30%-50%, sehingga berdampak langsung terhadap Triwulan I

23 berkurangnya pemakaian energi, terutama Gas sebagai sumber energi penting dalam aktivitas produksi. Hasil survei menunjukkan bahwa pemakaian energi gas di 103 perusahaan manufaktur besar di kota Batam adalah lebih dominan dibanding pemakaian BBM dan listrik. Meski terus melambat sejak semester II-2008, sub-sektor Listrik dan Air Bersih masih tumbuh masing-masing sebesar 5,81% dan 4,97% di periode kali ini. Berbagai permasalahan yang terjadi di sektor ini, antara lain kurangnya pasokan listrik di beberapa daerah di luar Batam seperti kota Tanjungpinang dan kabupaten Bintan, penurunan aktivitas bisnis dan industri, serta kenaikan tarif dasar listrik Hotel dan Mall yang akhirnya menimbulkan permasalahan hukum, semakin memperburuk kinerja penjualan listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kondisi tersebut antara lain diperlihatkan dengan menurunnya penjualan daya listrik oleh PT. PLN Batam, dimana selama triwulan I-2009 tercatat sebanyak MWh atau hanya tumbuh 0,95%, sementara di triwulan akhir 2008 lalu masih tumbuh 11,26%. Khusus di Batam, sistem pengelolaan sarana Listrik sejak awal tahun 2006 dilakukan melalui kerja sama jual-beli tenaga listrik antara PT. PLN Batam dengan Independend Power Plant (IPP) milik swasta, dimana saat ini komposisi supply mesin pembangkit PT. PLN Batam sebesar 27% dengan menggunakan energi diesel, sedangkan sisanya dipenuhi oleh IPP yang menggunakan bahan bakar gas. Selain itu, sebagian aktivitas produksi perusahaan manufaktur juga menggunakan bahan bakar gas dengan alasan harga yang relatif lebih murah dibandingkan memakai tenaga listrik. Besarnya penggunaan gas untuk menjamin pasokan listrik di kota Batam mengakibatkan arah pertumbuhan sub-sektor Gas relatif konvergen dengan sub-sektor Listrik. Perlambatan di sektor Listrik juga terkonfirmasi dari menurunnya pertumbuhan kredit untuk sektor tersebut sampai bulan Maret Sementara itu penyaluran kredit untuk subsektor Gas yang naik signifikan belum mampu mencerminkan penurunan kinerja sektor dimaksud. Grafik 1.53 Perkembangan Penjualan Listrik PT. PLN Batam Grafik Pertumbuhan Kredit Sub-Sektor Listrik, Gas & Air Bersih Sumber : PT. PLN Batam, diolah Sumber : Laporan Bulanan Bank Triwulan I

24 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL 2.1. INFLASI KOTA BATAM KONDISI UMUM Laju inflasi Kota Batam pada triwulan I 2009 tercatat relatif rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan harga BBM di akhir tahun 2008 serta turunnya harga komoditas dunia juga mempengaruhi rendahnya inflasi di triwulan awal Krisis keuangan global juga mempengaruhi terhadap rendahnya permintaan sehingga berpengaruh pada turunnya harga di wilayah Kota Batam. Laju inflasi tahun kalender Kota Batam sampai dengan triwulan I 2009 tercatat sebesar 0,65% (ytd), lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar 2,89% (ytd). Melanjutkan trend triwulan-triwulan sebelumnya, inflasi Batam pada triwulan I 2009 juga berada di bawah inflasi nasional. Secara tahunan inflasi Kota Batam tercatat sebesar 6,33% (yoy) di bawah angka inflasi tahunan nasional yang tercatat sebesar 7,92% (yoy). Turunnya harga komoditas dunia serta berakhirnya musim utara di bulan Maret ikut berpengaruh pada rendahnya laju inflasi di Kota Batam pada triwulan I Grafik 2.1 PERKEMBANGAN LAJU INFLASI TAHUNAN BATAM & NASIONAL Triwulan I

25 INFLASI TRIWULANAN Secara triwulanan, laju inflasi Kota Batam mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan IV Peningkatan ini terjadi karena pada akhir triwulan IV 2008, tepatnya pada bulan Desember Kota Batam mengalami deflasi sebagai dampak dari penurunan harga BBM oleh pemerintah. Pada triwulan I 2009 laju inflasi kota Batam tercatat 0,65% (qtq) sedikit lebih tinggi dibandingkan laju inflasi triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar 0,58% (qtq). Inflasi Kota Batam sempat mengalami kenaikan yang cukup tinggi di bulan Februari 2009 yang disebabkan karena adanya gangguan cuaca akibat bertiupnya angin utara. Bertiupnya angin utara tersebut menyebabkan gelombang tinggi yang berdampak supply barang kebutuhan pokok ke Kota Batam menjadi terganggu. Selain itu musim utara juga menyebabkan para nelayan kecil tidak bisa melaut sehingga mengurangi supply kebutuhan ikan masyarakat Kota Batam. Selama bertiupnya angin utara ini kebutuhan ikan masyarakat Kota Batam dipenuhi dari stok ikan yang ada di storage para penampung ikan. Pada bulan Februari 2009 inflasi Kota Batam tercatat sebesar 0,59% (mtm). Meskipun demikian inflasi yang relatif rendah di bulan Januari dan Maret 2009 ikut mempengaruhi rendahnya inflasi di Kota Batam. Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Batam KELOMPOK Triwulan IV 2008 Triwulan I 2009 Inflasi Sumbangan Inflasi Sumbangan I Bahan Makanan 3,50 0,10 1,02 0,24 II Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 3,21 0,50 3,57 0,57 III Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar 1,30 0,33 0,30 0,08 IV Sandang 3,31 0,22 5,48 0,38 V Kesehatan 0,70 0,03 0,34 0,02 VI Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0,22 0,01 0,20 0,01 VII Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 3,02 0,61 3,36 0,65 INFLASI ,65 Sumber : BPS (diolah) Berdasarkan kontribusinya, pada triwulan I 2009 kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan angka inflasi dengan kontribusi sebesar 0,57% (qtq) dan angka inflasi sebesar 3,51% (qtq). Kelompok yang menyumbang inflasi terbesar kedua adalah kelompok sandang yang memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,38% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 5,48% (qtq). Kelompok berikutnya yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan inflasi Kota Batam adalah kelompok bahan makanan yang memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,24% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 1,02%. Sementara itu kelompok Triwulan I

26 perumahan, air, listrik dan bahan bakar memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,08% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,30% (qtq). Kelompok kesehatan memberikan kontribusi sebesar 0,02% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,34% (qtq). Sedangkan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga memberikan kontribusi sebesar 0,01% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,20% (qtq). Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan laporan justru memberikan sumbangan deflasi yang cukup besar yaitu sebesar 0,65% (qtq) dengan angka deflasi sebesar 3,36% (qtq). Penurunan harga yang terjadi pada kelompok ini terjadi pada bulan Januari dan Februari sedangkan bulan Maret kelompok ini tidak mengalami perubahan harga. Penurunan harga yang dialami kelompok ini masih dipengaruhi oleh penurunan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah di akhir bulan Desember INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG Secara total, inflasi Kota Batam pada triwulan I 2009 tercatat sebesar 0,65% (qtq) lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama yang tercatat sebesar 2,89% (qtq). Inflasi pada triwulan laporan yang relatif rendah tersebut dipengaruhi oleh rendahnya inflasi di bulan Januari dan Maret Selain itu penurunan harga kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang terjadi selama dua bulan berturut-turut yaitu bulan Januari dan Februari juga berpengaruh pada rendahnya inflasi di triwulan I Grafik 2.2. Inflasi Kota Batam Berdasarkan Kelompok Barang Sumber : BPS data diolah Triwulan I

27 Bahan Makanan Kelompok bahan makanan di Kota Batam pada triwulan I 2009 mengalami inflasi sebesar 1,02% (qtq). Sub kelompok yang mengalami inflasi terbesar adalah sub kelompok buah-buahan dan ikan segar yang mengalami inflasi masing-masing sebesar 9,75% (qtq) dan 8,20% (qtq). Sub kelompok buah-buahan dan ikan segar mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi dipengaruhi oleh bertiupnya angin utara yang bertiup di bulan Januari dan Februari. Angin utara ini menimbulkan ombak tinggi sehingga lalu lintas pelayaran terganggu yang mempengaruhi supply kebutuhan buah-buahan dan ikan segar. Grafik Rata rata Kecepatan Angin & Tinggi Gelombang Laut di Indonesia FORECAST JANUARI 2009 VALID : 18-25/01/ UTC FORECAST FEBRUARI 2009 VALID : 18-25/01/ UTC Selain itu ombak tinggi yang dibawa oleh angin utara juga menyebabkan nelayan kecil sulit melaut. Kebutuhan ikan segar masyarakat Kota Batam selama musim utara ini dipasok dari storage yang dimiliki oleh para pengumpul ikan di Kota Batam. Fenomena ini juga berpengaruh pada permintaan terhadap sub kelompok ikan diawetkan yang mengalami peningkatan sehingga mengalami kenaikan harga sebesar 3,97% (qtq). Sementara itu beberapa sub kelompok yang lain mengalami perubahan harga yang relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sub kelompok padi-padian, sub kelompok kacang-kacangan dan sub kelompok sayur-sayuran mengalami kenaikan harga di bawah satu persen masing-masing sebesar 0,4% (qtq), 0,4% (qtq) dan 0,01% (qtq). Triwulan I

28 Pada triwulan I 2009 terdapat 4 (empat) sub kelompok yang mengalami penurunan harga (deflasi). Sub kelompok yang mengalami penurunan harga terbesar adalah sub kelompok bumbu-bumbuan yang mengalami penurunan harga sebesar 6,60%. Penurunan harga sub kelompok ini merupakan proses menuju keseimbangan baru setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kenaikan harga sebesar 14,08%. Sedangkan tiga sub kelompok lain yang mengalami penurunan harga adalah sub kelompok daging, sub kelompok telur dan susu serta sub kelompok lemak dan minyak yang masing-masing mengalami deflasi sebesar 3,46% (qtq), 1,80% (qtq), dan 0,91% (qtq) Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan I 2009 mengalami inflasi sebesar 3,57% (qtq). Ketiga sub kelompok yang ada pada kelompok ini mengalami inflasi. Sub kelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah sub kelompok minuman tidak beralkohol yang mengalami inflasi sebesar 8,63% (qtq). Sedangkan sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol mengalami inflasi sebesar 3,80% (qtq). Sementara itu, sub kelompok makanan jadi mengalami terendah dalam kelompok ini dengan angka inflasi sebesar 1,80% (qtq) Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan mengalami kenaikan harga sebesar 0,30% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok perlengkapan rumah tangga yang mengalami inflasi sebesar 1,26% (qtq) yang diikuti sub kelompok biaya tempat tinggal dengan angka inflasi sebesar 0,37% (qtq). Sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga mengalami inflasi sebesar 0,14% (qtq). Sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air mengalami inflasi terendaha dengan angka inflasi sebesar 0,06% (qtq). Sub kelompok ini mengalami inflasi yang cukup rendah setelah pada triwulan sebelumnya mengalami inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 4,71% (qtq) Kelompok Sandang Kelompok sandang pada triwulan I 2009 mengalami inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 5,48% (qtq). Angka inflasi yang cukup tinggi ini disumbang terutama oleh kenaikan harga pada sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dengan angka inflasi sebesar 16,65% (qtq). Kenaikan harga sub kelompok ini terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas emas. Komoditas emas mengalami kenaikan harga mengikuti kenaikan harga emas internasional. Triwulan I

29 Sub kelompok sandang anak-anak dan sandang wanita tercatat mengalami perubahan harga yang relatif stabil. Kenaikan harga yang dialami oleh kedua sub kelompok ini masih berada di bawah satu persen. Sub kelompok sandang anak-anak mengalami kenaikan harga dengan angka inflasi 0,18% (qtq) diikuti oleh sub kelompok sandang wanita yang mengalami inflaasi sebesar 0,04% (qtq). Sementara itu sub kelompok sandang laki-laki terus melanjutkan trend di triwulan sebelumnya yang menunjukkan stabilitas harga. Pada triwulan I 2009 sub kelompok sandang laki-laki tidak mengalami kenaikan harga. Artinya sejak bulan Oktober 2008 sub kelompok ini tidak mengalami kenaikan harga selama enam bulan berturut-turut Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 0,34% (qtq) yang berasal dari sub kelompok jasa perawatan jasmani yang mengalami inflasi sebesar 3,58% (qtq) dan sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetik yang mengalami inflasi sebesar 0,22% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa kesehatan dan obat-obatan pada triwulan I 2009 tidak mengalami perubahan harga Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan I 2009 mengalami kenaikan harga sebesar 0,20% (qtq). Satu-satunya sub kelompok yang mengalami kenaikan harga pada triwulan laporan adalah sub kelompok rekreasi sedangkan sub kelompok jasa pendidikan, sub kelompok perlengkapan/peralatan pendidikan, sub kelompok kursus-kursus dan sub kelompok olahraga tidak mengalami perubahan harga Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Melanjutkan trend triwulan sebelumnya kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan I 2009 juga mengalami penurunan harga dengan angka deflasi sebesar 3,36% (qtq) yang berasal dari sub kelompok transportasi yang mengalami penurunan harga sebesar 4,81%. Penurunan harga dialami sub kelompok ini terjadi pada bulan Januari dan Februari sebagai dampak kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM pada bulan Desember Sementara itu sub kelompok sarana penunjang transportasi, sub kelompok komunikasi dan pengiriman serta sub kelompok jasa keuangan pada triwulan laporan tidak mengalami perubahan harga. Triwulan I

30 2.2. INFLASI KOTA TANJUNG PINANG KONDISI UMUM Searah dengan yang terjadi di Batam, laju inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi Kota Tanjung Pinang di triwulan awal 2009 tercatat sebesar 10,28% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar 11,90% (yoy). Melanjutkan trend triwulan sebelumnya, inflasi tahunan Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 tetap lebih tinggi dibanding angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 7,92% (yoy). Laju inflasi Kota Tanjung Pinang yang masih relatif tinggi ini salah satunya dipengaruhi oleh economic of scale Kota Tanjung Pinang yang masih terbatas. Sejak peralihan ibukota Provinsi Kepulauan Riau dari Kota Batam ke Kota Tanjung Pinang, banyak terjadi pergerakan penduduk dan kegiatan ekonomi dari Kota Batam ke Kota Tanjung Pinang. Oleh karena itu, terjadi peningkatan permintaan terhadap kebutuhan pokok masyarakat baik untuk konsumsi maupun sebagai bahan baku distribusi. Karena supply barang-barang kebutuhan pokok tersebut ke Kota Tanjung Pinang masih cukup terbatas, sehingga terjadi kenaikan harga yang masih cukup tinggi di Kota Tanjung Pinang INFLASI TRIWULANAN Secara triwulanan, laju inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 tercatat sebesar 0,33% (qtq) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar 1,19% (qtq). Kelompok mkanan jadi, minuman, rokok dan tembakau menjadi kontributor terbesar pada pembentukan inflasi Kota Tanjung Pinang dengan kontribusi sebesar 0,38% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 1,73% (qtq). Kelompok yang menjadi penyumbang inflasi terbesar berikutnya adalah kelompok sandang, yang memberikan sumbangan sebesar 0,26% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 4,66% (qtq). Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Tanjung Pinang Triwulan IV 2008 Triwulan I 2009 KELOMPOK Inflasi Sumbangan Inflasi Sumbangan I Bahan Makanan 2,66 0,69 0,48 0,1 II Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 2,48 0,53 1,73 0,38 III Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar 0,81 0,18 0,06 0,02 IV Sandang 3,48 0,19 4,66 0,26 V Kesehatan 0,75 0,03 0,8 0,03 VI Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0,13 0,01 0,17 0 VII Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 2,67 0,44 2,61 0,42 INFLASI 1,19 0,33 Sumber : BPS (diolah) Triwulan I

31 Sedangkan kelompok bahan makanan di Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 memberikan kontribusi sebesar 0,10% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,48% (qtq), diikuti oleh kelompok kesehatan yang memberikan kontribusi sebesar 0,03% (qtq). Sedangkan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan laporan tidak mengalami perubahan harga. Pada triwulan laporan, terdapat dua kelompok yang mengalami penurunan harga yaitu kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masing-masing dengan angka deflasi 0,02% (qtq) dan 0,42% (qtq) INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG Inflasi selama triwulan I 2009 di Kota Tanjung Pinang tercatat sebesar 0,33% (qtq) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,19% (qtq). Inflasi tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh pergerakan harga pada kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap pembentukan inflasi Kota Tanjung Pinang. Pada triwulan laporan, angka inflasi yang terbentuk di Kota Tanjung Pinang juga dipengaruhi oleh deflasi yang terjadi di bulan Maret 2009 serta deflasi yang dialami oleh kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang selama bulan Januari dan Februari akibat kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM di bulan Desember Grafik 2.4. Inflasi Kota Tanjung Pinang dan Inflasi Kelompok Makanan Jadi Triwulan I

32 Bahan Makanan Kelompok bahan makanan di Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 mengalami inflasi sebesar 0,48% (qtq). Sub kelompok yang mengalami inflasi terbesar adalah sub kelompok bumbu-bumbuan yang mengalami inflasi sebesar 4,98% (qtq) yang diikuti oleh sub kelompok sayur-sayuran yang mengalami inflasi sebesar 2,41% (qtq) dan sub kelompok ikan segar yang mengalami inflasi sebesar 2,29% (qtq). Sub kelompok ikan segar pada bulan Januari sempat mengalami inflasi sebesar 22,96% (mtm) akibat bertiupnya angin utara di wilayah perairan Kota Tanjung Pinang pada bulan tersebut. Namun setelah angin utara tersebut tidak bertiup kembali kelompok ikan segar mengalami penurunan harga sebesar 19,97% (mtm). Sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya yang mengalami inflasi sebesar 2,14% (qtq) dan sub kelompok buah-buahan yang mengalami inflasi sebesar 0,09% (qtq). Sementara itu empat sub kelompok yang terdapat kelompok bahan makanan Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 mengalami penurunan harga. Keempat sub kelompok itu antara lain sub kelompok lemak dan minyak yang mengalami deflasi sebesar 2,26% (qtq), sub kelompok daging dan hasil-hasilnya dengan angka deflasi sebesar 1,74% (qtq), sub kelompok ikan yang diawetkan dengan angka deflasi sebesar 0,81% (qtq) dan sub kelompok telur, susu dan hasilnya yang mengalami deflasi sebesar 0,58% (qtq) Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan I 2009 mengalami inflasi sebesar 1,73% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol yang mengalami deflasi sebesar 5,09% (qtq) diikuti sub kelompok minuman tidak beralkohol dengan angka inflasi sebesar 3,03% (qtq). Sementara itu sub kelompok makanan jadi yang mengalami inflasi sebesar 0,18% (qtq) yang diakibatkan kenaikan harga di bulan Januari dan Februari Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan mengalami penurunan harga yang dipengaruhi penurunan harga pada sub kelompok biaya tempat tinggal dan perlengkapan rumah tangga dengan angka deflasi masing-masing 0,26% (qtq) dan 0,11% (qtq). Sementara itu dua sub kelompok lain dalam kelompok ini mengalami kenaikan harga yaitu sub kelompok penyelenggaraah rumah tangga dengan angka inflasi sebesar 1,03% (qtq) dan sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air dengan angka inflasi sebesar 0,07% (qtq). Triwulan I

33 Kelompok Sandang Pada triwulan I 2009 kelompok sandang mengalami inflasi tertinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Kenaikan harga yang dialami oleh kelompok sandang sangat dipengaruhi oleh kenaikan harga yang dialami oleh sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dengan angka inflasi sebesar 15,37% (qtq). Kenaikan harga yang cukup tinggi pada sub kelompok ini dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas emas. Harga emas mengalami kenaikan sebagai akibat kenaikan harga emas internasional. Sub kelompok sandang anak-anak pada triwulan ini mengalami kenaikan harga sebesar 0,20% (qtq). Sementara itu sub kelompok sandang laki-laki dan sub kelompok sandang wanita pada triwulan I 2009 tidak mengalami kenaikan harga Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 0,80% (qtq) yang berasal dari sub kelompok obat-obatan yang mengalami inflasi sebesar 0,29% (qtq) dan sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika dengan angka inflasi sebesar 1,56% (qtq). Sementara itu dua sub kelompok lain yaitu sub kelompok jasa kesehatan dan sub kelompok jasa perawatan jasmani pada triwulan I 2009 tidak mengalami perubahan harga. Sub kelompok jasa kesehatan di Kota Tanjung Pinang sejak bulan Juli 2008 sampai dengan Maret 2009 sama sekali tidak mengalami perubahan harga Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan I 2009 mengalami penurunan harga dibandingkan triwulan sebelumnya dengan angka deflasi sebesar 0,17% (qtq). Penurunan harga pada kelompok ini dipengaruhi oleh penurunan harga yang dialami oleh sub kelompok rekreasi yang mengalami penurunan harga dengan angka deflasi sebesar 0,74% (qtq). Sementara itu sub kelompok olah raga mengalami kenaikan harga sebesar 0,30% (qtq). Sedangkan tiga sub kelompok tidak mengalami perubahan harga antara lain sub kelompok kursus-kursus, sub kelompok perlengkapan/peralatan pendidikan dan sub kelompok olahraga Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Melanjutkan trend penurunan harga triwulan sebelumnya, pada triwulan I 2009 kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di Kota Tanjung Pinang juga mengalami penurunan harga. Kelompok ini mengalami deflasi sebesar 2,61% (qtq) yang Triwulan I

34 berasal dari penurunan harga yang dialami oleh sub kelompok transportasi dengan angka deflasi sebesar 4,12% (qtq). Penurunan harga yang dialami oleh sub kelompok ini masih dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM pada bulan Desember Sementara itu sub kelompok komunikasi justru mengalami kenaikan harga dengan angka inflasi sebesar 0,48% (qtq). Sementara itu sub kelompok sarana penunjang transportasi dan sub kelompok jasa keuangan pada triwulan laporan tidak mengalami perubahan harga. Triwulan I

35 BAB 2 PERKEMBANGAN PERBANKAN REGIONAL 3.1. Kondisi Umum Kondisi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 menunjukkan pergerakan yang cukup stabil terhadap periode sebelumnya. Beberapa indikator-indikator perbankan, seperti total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan terus mengalami pertumbuhan. Sementara itu penyaluran kredit oleh perbankan mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik Perkembangan Indikator Perbankan Sumber : Bank Indonesia Total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp21,33 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp511,55 miliar (2,46%) dibandingkan triwulan IV Sedangkan secara tahunan total asset perbankan mengalami peningkatan Rp4,62 triliun (27,65%) dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp16,71 triliun. Sementara itu, total DPK yang berhasil dihimpun oleh perbankan di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp17,40 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp409,03 miliar (2,41%) dibandingkan posisi akhir tahun Sedangkan secara tahunan DPK perbankan mengalami peningkatan Rp3,46 triliun (24,83%) dibandingkan posisi Maret 2008 yang tercatat sebesar Rp13,94 triliun. Penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami sedikit penurunan. Pada triwulan I 2009, penyaluran kredit di Provinsi Kepulauan Triwulan I

36 Riau oleh perbankan tercatat sebesar Rp11,12 triliun atau mengalami penurunan sebesar Rp95,00 miliar (0,85%) dibandingkan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp11,22 triliun. Secara tahunan penyaluran kredit perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan sebesar Rp2,14 triliun (23,88%) dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp8,97 triliun. Sebagai dampak penurunan penyaluran kredit oleh perbankan yang diiringi kenaikan DPK maka LDR perbankan Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan akhir 2008 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan IV 2008 LDR perbankan Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 66,01% maka pada triwulan I 2009 LDR perbankan tercatat sebesar 63,91%. Dampak krisis keuangan global sudah mulai terasa terhadap perekonomian Provinsi Kepulauan Riau yang ditunjukkan dengan turunnya indikator penyaluran kredit oleh para pelaku perbankan di Provinsi Kepulauan Riau sebagaimana tergambar dari data tersebut di atas. Alih-alih menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit, kalangan perbankan di Provinsi Kepulauan Riau lebih banyak menghimpun dana dalam rangka memperkuat kondisi likuiditasnya Kondisi Bank Umum Beberapa indikator industri bank umum menunjukkan pertumbuhan yang cukup stabil meskipun indikator penyaluran kredit oleh perbankan menunjukkan penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Total asset bank umum yang berada di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan DPK yang dihimpun oleh bank umum. Grafik 3.2. Perkembangan Total Asset, Kredit, DPK dan LDR Bank Umum Grafik 3.3. Perkembangan Kredit dan NPL s Bank Umum Sumber : Bank Indonesia Triwulan I

37 Jumlah jaringan kantor cabang bank umum di wilayah Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebanyak 46 kantor cabang pada triwulan I 2009 atau tidak mengalami pertambahan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tabel 3.1 Perkembangan Indikator Bank Umum (juta rupiah) Periode Indikator Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 1. Jaringan BU a. Batam b. Tj. Pinang c. Karimun d. Natuna Total Asset a. Batam b. Tj. Pinang c. Dati II lain Total DPK a. Batam b. Tj. Pinang c. Dati II lain Total Kredit a. Batam b. Tj. Pinang c. Dati II lain LDR (%) 63,86 66,03 68,84 65, a. Batam 75,62 77,21 81,67 77, b. Tj. Pinang 34,87 38,35 39,44 37, c. Karimun 41,57 41,65 39,89 38, d. Natuna 62,4 59,59 54,34 36, NPLs (%) 1,57 2,33 2,94 2, a. Batam 1,4 2,14 2,96 2, b. Tj. Pinang 2,93 3,21 2,64 2, c. Karimun 0,57 4,84 5,29 1, d. Natuna Sumber : Bank Indonesia Total Asset Bank Umum Sampai dengan triwulan I 2009, total asset bank umum mencapai Rp20,24 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp344,11 miliar (1,73%) dibanding triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp19,89 triliun. Secara tahunan terjadi peningkatan sebesar Rp4,1 triliun (26,00%) terhadap posisi yang sama tahun sebelumnya. Triwulan I

38 Berdasarkan Dati II, kegiatan bank umum masih terkonsentrasi di Kota Batam, dimana jumlah total asset bank umum sebagian besar masih tetap terhimpun di Kota Batam. Total asset bank umum yang ada di Kota Batam pada triwulan I 2009 sebesar Rp14,58 triliun atau 72,02% dari seluruh total asset bank umum di Kepulauan Riau. Sedangkan total asset yang berhasil dihimpun oleh bank umum di Tanjung Pinang sebesar Rp4,62 triliun atau 22,83% dari seluruh total asset perbankan di Kepulauan Riau. Sementara itu total asset perbankan di wilayah Kepulauan Riau (Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun, dan Natuna) sebesar Rp1,04 triliun (5,15%). Diagram 3.1. Share Asset Bank Umum Grafik 3.4. Perkembangan Asset Bank Umum Sumber : Bank Indonesia Total asset perbankan di Kota Batam mengalami peningkatan sebesar Rp99,61 miliar (0,69%) secara triwulanan (qtq) sedangkan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar Rp2,76 triliun (23,32%). Sedangkan untuk total asset perbankan di wilayah Kota Tanjung Pinang mengalami peningkatan sebesar Rp228,43 miliar (5,20%) sedangkan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar Rp1,03 triliun (28,85%). Untuk perbankan di wilayah Kepulauan Riau yang meliputi Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun dan Natuna, total asset perbankan di wilayah tersebut mengalami peningkatan secara triwulanan sebesar Rp16,07 miliar (1,56%) sedangkan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar Rp385,32 miliar (58,59%) Dana Pihak Ketiga Bank Umum Pada triwulan I 2009, jumlah dana masyarakat yang dihimpun oleh bank umum mengalami peningkatan sebesar Rp268,79 miliar (1,65%) menjadi sebesar Rp16,60 triliun. Peningkatan DPK bank umum pada triwulan I 2009 sebagian besar disumbangkan oleh peningkatan simpanan dalam bentuk deposito yang naik Rp598,64 miliar (18,22%) dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga tercatat sebesar Rp3,88 triliun. Secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito mengalami peningkatan sebesar Rp985,22 miliar atau Triwulan I

39 33,99%. Sedangkan simpanan dalam bentuk tabungan mengalami peningkatan sebesar Rp17,27 miliar (0,30%). Secara tahunan, simpanan dalam bentuk tabungan juga mengalami peningkatan sebesar Rp816,47 miliar (16,36%). Sementara itu simpanan dalam bentuk giro secara triwulanan justru mengalami penurunan sebesar Rp347,12 miliar (4,78%) terhadap triwulan sebelumnya. Secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito mengalami peningkatan sebesar Rp1,36 triliun (24,45%). Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Diagram 3.2. Share DPK Bank Umum Sumber : Bank Indonesia Meskipun mengalami penurunan, secara nominal porsi simpanan giro masih merupakan jenis simpanan terbesar (41,62%) diantara dua jenis simpanan lain dengan nilai nominal sebesar RpRp6,91 triliun. Porsi simpanan jenis tabungan tercatat sebesar Rp5,81 triliun (34,99%). Sedangkan simpanan dalam bentuk deposito tercatat sebesar Rp3,88 triliun (23,39%). Dominasi sektor industri dan sektor perdagangan pada perekonomian Kota Batam turut mempengaruhi jenis transaksi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau. Kebutuhan masyarakat akan dana likuid serta transaksi ekonomi yang membutuhkan waktu singkat menyebabkan simpanan berbentuk giro memiliki porsi terbesar terhadap total simpanan masyarakat di perbankan Kredit Bank Umum Jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam pada triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp10,52 triliun turun sebesar Rp124,66 miliar (1,17%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan jumlah kredit yang disalukan oleh bank umum tersebut berakibat pada penurunan tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio) bank umum di Provinsi Kepulauan Riau menurun dari 65,23% pada triwulan IV 2008 menjadi 63,42%. Triwulan I

40 Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang disalurkan di wilayah kerja KBI Batam sebagian besar digunakan untuk kredit konsumsi sebesar Rp4,31 triliun atau 40,98% dari total kredit yang diberikan. Sedangkan kredit untuk modal kerja dan investasi masing-masing sebesar Rp3,75 triliun (35,59%) dan Rp2,46 triliun (23,43%). Grafik 3.6. Perkembangan Kredit Jenis Penggunaan Bank Umum Diagram 3.3. Kredit Jenis Penggunaan Bank Umum Sumber : Bank Indonesia Dari segi pertumbuhan, jenis kredit yang mengalami peningkatan pada triwulan I 2009 adalah kredit konsumsi yang mengalmai peningkatan sebesar Rp116,59 miliar (2,78%) terhadap triwulan IV Secara tahunan kredit konsumsi mengalami peningkatan sebesar Rp977,76 miliar (29,30%). Kredit modal kerja dan kredit investasi secara triwulanan pada triwulan I 2009 mengalami penurunan masing-masing sebesar Rp227,59 miliar (5,73%) dan Rp13,65 miliar (0,55%). Secara tahunan baik kredit modal kerja maupun kredit investasi mengalami kenaikan. Pada triwulan I kredit modal kerja mengalami peningkatan sebesar Rp692,71 miliar (22,67%). Sedangkan kredit investasi secara tahunan meningkat sebesar Rp274,87 miliar (12,54%). NPL bank umum di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NPL bank umum meningkat dari 2,60% pada triwulan IV 2008 menjadi 2,96% pada triwulan laporan. Krisis keuangan global yang berdampak kepada kondisi perekonomian Singapura ikut berkontribusi pada kualitas kredit di Provinsi Kepulauan Riau. Turunnya permintaan berakibat pada turunnya kapasitas produksi beberapa perusahaan yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja. Meski demikian, angka NPL s kantor cabang bank umum di Provinsi Kepulauan Riau masih berada di bawah standar NPL s yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%. Triwulan I

41 Kredit UMKM Bank Umum Searah dengan yang terjadi pada total kredit bank umum, penyaluran kredit UMKM pada triwulan I 2009 juga mengalami penurunan. Jika pada triwulan IV 2008 penyaluran kredit UMKM tercatat sebesar Rp5,71 triliun pada triwulan I 2009 kredit UMKM bank umum turun menjadi sebesar Rp5,64 triliun atau mengalami penurunan sebesar Rp62,25 miliar (1,09%). Namun secara tahunan kredit UMKM bank umum pada triwulan I 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp821,81 miliar (17,04%). Grafik 3.7 Perkembangan Kredit UMKM dan Share terhadap Total Kredit Sumber : Bank Indonesia Sementara itu jika dilihat dari share kredit UMKM, menunjukkan trend penurunan. Namun pada triwulan I 2009 nampak telah menunjukkan kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan IV 2008, share kredit UMKM tercatat sebesar 53,56% maka pada triwulan I 2009 share kredit UMKM mengalami peningkatan menjadi 53,61% Bank Perkreditan Rakyat Sebagai daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, Provinsi Kepulauan Riau menarik minat investor untuk menanamkan modalnya untuk diinvestasikan pada bisnis perbankan, khususnya BPR. Adapun alasan investor tersebut karena bisnis BPR tidak terlalu membutuhkan modal besar dan proses pendiriannya tidak terlalu rumit. Triwulan I

42 TABEL 3.2 PERKEMBANGAN INDIKATOR BPR (dalam jutaan rupiah) KETERANGAN Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 TOTAL ASSET TOTAL DANA a. Tabungan b. Deposito TOTAL KREDIT a. Investasi b. Modal Kerja c. Konsumsi Sumber : Bank Indonesia Sampai dengan triwulan I 2009 jumlah kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tercatat ada 24 kantor BPR dan 3 (tiga) kantor cabang BPR atau terjadi penambahan 1 (satu) BPR. Perkembangan BPR yang sudah beroperasi juga tergolong cukup baik yang ditunjukkan oleh kenaikan share beberapa indikator kinerja BPR terhadap perbankan di Provinsi Kepulauan Riau secara keseluruhan. Grafik 3.8. Share Asset BPR terhadap Perbankan Grafik 3.9. Share Kredit BPR terhadap Perbankan Sumber : Bank Indonesia Dilihat dari total asset, share asset BPR terhadap total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan secara gradual tiap triwulan. Pada triwulan I 2009 terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Jika pada triwulan IV 2008 share asset BPR terhadap total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau tercatat 4,41% maka pada triwulan I 2009 share total asset BPR Provinsi Kepulauan Riau terhadap perbankan provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 5,09%. Peningkatan share ini terjadi karena tingkat pertumbuhan asset BPR lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan asset kantor cabang bank umum yang beroperasi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Triwulan I

43 Selain itu peningkatan asset share asset BPR tersebut tidak lepas dari tingkat pertambahan BPR baru yang cukup tinggi. Adanya peningkatan jumlah BPR tersebut memberikan masyarakat lebih banyak pilihan dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan baik konsumsi, investasi maupun modal kerja. Penambahan jumlah BPR tersebut juga dapat ikut serta mendorong pertumbuhan sektor usaha domesitik khususnya koperasi dan UMKM. Dari sisi pembiayaan, share kredit BPR terhadap total kredit perbankan di Provinsi Kepulauan Riau juga mengalami peningkatan terhadap triwulan IV Pada triwulan I 2009 share kredit BPR terhadap total kredit perbankan tercatat sebesar 5,33% lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,33%. Peningkatan share kredit ini dipengaruhi oleh penurunan kredit yang disalurkan oleh bank umum. Sementara itu kredit BPR terus melanjutkan trend peningkatan selama tiga tahun terakhir Total Asset Bank Perkreditan Rakyat Total asset BPR yang berada di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam sampai dengan triwulan I 2009 terus melanjutkan trend peningkatan. Sampai dengan triwulan I 2009, total asset BPR mengalami peningkatan sebesar Rp167,44 miliar (18,22%) menjadi sebesar Rp1,09 triliun dibanding triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp918,78 miliar. Secara tahunan total asset BPR mengalami peningkatan sebesar Rp443,85 miliar (69,10%) dibanding posisi yang sama pada tahun Grafik Perkembangan Asset BPR Sumber : Bank Indonesia DPK Bank Perkreditan Rakyat Triwulan I

44 Sebagaimana indikator BPR yang lain, total dana yang berhasil dihimpun oleh BPR pada triwulan laporan meningkat dengan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan IV 2008 total dana yang dihimpun BPR tercatat sebesar Rp660,97 miliar, maka pada triwulan I 2009 DPK BPR meningkat menjadi Rp801,20 miliar atau naik sebesar Rp140,23 miliar (21,22%). Secara tahunan dana yang berhasil dihimpun oleh BPR mengalami peningkatan sebesar Rp303,03 miliar (60,83%). Sebagaimana karakteristik BPR, sebagian besar dana masyarakat yang dihimpun oleh BPR disimpan dalam bentuk deposito. Sedangkan simpanan dalam bentuk tabungan biasanya digunakan oleh nasabah untuk proses pencairan kredit. Dana simpanan dalam bentuk deposito yang dihimpun oleh BPR di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar Rp719,08 miliar atau 89,75% dari seluruh total DPK BPR. Sedangkan 10,25% disimpan dalam bentuk tabungan sebesar Rp82,15 miliar. Grafik Perkembangan DPK BPR Diagram 3.4. Share DPK BPR Sumber : Bank Indonesia Simpanan dalam bentuk deposito mengalami peningkatan sebesar Rp121,86 miliar (20,40%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito di BPR mengalami peningkatan sebesar Rp261,81 miliar (57,26%). Secara triwulanan simpanan dalam bentuk tabungan mengalami peningkatan sebesar Rp18,37 miliar (28,82%) dibandingkan triwulan IV Sedangkan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar Rp41,22 miliar (100,78%) dibandingkan posisi yang sama tahun Kredit Bank Perkreditan Rakyat Ketika penyaluran kredit bank umum mengalami peningkatan, penyaluran kredit yang dilakukan oleh BPR kepada masyarakat pada triwulan I 2009 justru mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV Jumlah kredit yang disalurkan oleh 24 BPR yang beroperasi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp593,14 miliar atau meningkat Rp29,66 miliar (5,26%) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp563,48 miliar. Sementara itu secara tahunan kredit BPR di Provinsi Kepulauan Riau mengalami Triwulan I

45 peningkatan sebesar Rp198,39 miliar (50,26%) dibandingkan triwulan I 2008 yang tercatat sebesar Rp394,75 miliar.. Grafik Perkembangan DPK BPR Diagram 3.5. Share Kredit BPR Sumber : Bank Indonesia Penyaluran kredit yang dilakukan oleh BPR di wilayah kerja KBI Batam sebagian besar digunakan untuk keperluan konsumsi. Kredit untuk konsumsi yang disalurkan BPR di wilayah kerja KBI Batam pada triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp403,87 miliar atau 68,09% dari seluruh total kredit yang diberikan oleh BPR. Sementara kredit untuk modal kerja yang diberikan BPR di Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp134,48 miliar atau 22,67% dari seluruh total kredit yang diberikan oleh BPR. Sedangkan porsi kredit investasi adalah sebesar Rp54,79 miliar (9,24%). Kredit konsumsi BPR di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp21,58 miliar (5,26%) dibandingkan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp382,29 miliar. Sementara itu secara tahunan kredit konsumsi BPR mengalami peningkatan sebesar Rp130,30 miliar (47,63%) dibandingkan posisi yang sama tahun Kredit modal kerja yang disalurkan BPR di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp5,84 miliar (4,54%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan secara tahunan kredit modal kerja BPR mengalami peningkatan sebesar Rp44,14 miliar (48,86%) dibandingkan posisi triwulan I Kredit investasi yang disalurkan oleh BPR kepada masyarakat Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan triwulan I 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp2,24 miliar (4,26%) dibandingkan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp52,55 miliar. Secara tahunan kredit investasi BPR di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan sebesar Rp23,95 miliar (77,66%) terhadap posisi yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar Rp30,84 miliar. Besarnya kredit BPR untuk keperluan konsumsi mencerminkan intermediasi yang dilakukan BPR terhadap dunia usaha masih belum optimal. Sebagian besar BPR di Provinsi Triwulan I

46 Kepulauan Riau menyalurkan kredit untuk keperluan pembelian mobil dan beberapa untuk pembelian rumah atau ruko. Sedangkan porsi yang untuk kredit produktif terutama pemberdayaan UMKM masih kurang optimal. Hal ini perlu digalakkan mengingat fitrah BPR adalah sebagai lembaga pembiayaan UMKM dan Koperasi. Grafik Perkembangan Kredit dan NPLs BPR Sumber : Bank Indonesia Sementara itu, NPLs kredit yang diberikan oleh BPR sampai dengan triwulan I 2009 mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NPLs kredit BPR pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,10% lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar 1,59%. Meskipun mengalami kenaikan rasio kredit bermasalah NPLs BPR yang beroperasi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau secara trend data masih berada pada kisaran 1% - 2%, jauh di bawah standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%. Namun jika dibandingkan dengan posisi yang sama tahun sebelumnya NPLs BPR di Provinsi Kepulauan Riau justru mengalami penurunan. NPLs BPR pada posisi Maret 2008 tercatat sebesar 2,33%. Triwulan I

47 BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4.1. KONDISI UMUM Beragam tantangan yang dihadapi pemerintah daerah dalam reformasi anggaran dan keuangan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Selain berupa peraturan yang saling bertentangan yang dikeluarkan oleh Departemen di tingkat nasional, kesulitan muncul dalam keseluruhan siklus keuangan pemerintah daerah. Mulai dari pengesahan anggaran sampai ke penyusunan laporan keuangan, yang disebabkan oleh kompleksitas peraturan, kurangnya SDM, buruknya koordinasi dan tidak memadainya teknologi yang digunakan. Beberapa contoh yang lebih spesifik antara lain: Keterpaduan Perencanaan dan Penganggaran. Keterkaitan antara UU No 25/1999, UU No 17/2003 dan UU No 32/2004 dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Perencanaan Tahunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA/PPAS), dan anggaran tahunan tidak jelas. Sedang tujuan dari PP No 58/2005 dan Permendagri No 13/2006 adalah untuk mengaitkan perencanan dan penganggaran. Dalam Permendagri No 13 Tahun 2006 dokumen perencanaan dan anggaran tertentu disiapkan oleh Satuan Kerja Perangkan Daerah (SKPD). Dan ini menyulitkan pemerintah daerah karena kurangnya kompetensi teknis pada tingkat tersebut. Tidak terdapat indikator untuk mengukur pencapaian target penyediaan layanan yang digunakan dalam perencanaan, serta tidak adanya kaitan dengan indikator target dalam anggaran tahunan yang berbasiskan kinerja. Kemudian dalam Kep. Mendagri No 29 Tahun 2002, DPRD (pihak legislatif) menetapkan Arah Kebijakan Umum (AKU), yang berfungsi sebagai panduan kebijakan umum bagi eksekutif dalam menyusun rancangan anggaran (RAPBD). Sementara, dalam Permendagri No 13 Tahun 2006, DPRD mengeluarkan KUA, yang mirip dengan AKU tapi dengan program dan kagiatan yang jauh lebih rinci. AKU membatasi Eksekutif dalam penyusunan rancangan anggaran sampai Batas rincian yang mungkin tidak realistis atau tidak praktis. Hasilnya, rancangan anggaran yang dihasilkan akan terliha berbeda dengan KUA sehingga menyebabkan konflik antara DPRD dan Eksekutif. Triwulan I

48 Hasilnya, rancangan anggaran yang dihasilkan akan terlihat berbeda dengan KUA sehingga menyebabkan konflik antaran DPRD dan Eksekutif. Tertundanya pengesahan APBD juga merupakan hal yang sangat lazim terjadi, akibat prosesnya sendiri yang seringkali berjalan tidak sesuai dengan kalender anggaran yang telah ditetapkan. Beberapa tahap yang seharusnya dilakukan secara beruntun, seperti misalnya penyusunan kebijakan umum anggaran dan instruksi anggaran bagi dinas, pada kenyataannya dilakukan secara bersamaan. Kadang rancangan anggaran sudah dalam tahap review sementara kebijakan umum anggaran belum lagi disahkan. Meskipun menurut peraturan, anggaran harus sudah disahkan pada akhir Desember untuk tahun anggaran yang dimulai bulan Januari, kadang eksekutif baru mengajukan rancangan anggaran kepada DPRD pada bulan Pebruari. Sementara DPRD membutuhkan paling tidak dua bulan untuk review rancangan anggaran tersebut untuk memastikan anggaran telah mencerminkan kebutuhan dan prioritas masyarakat. Konsekuensi tidak dapat disahkannya anggaran sesuai jadwal, berarti pemerintah daerah tidak dapat mendanai proyek-proyek di luar belanja rutin, seperti gaji pegawai negeri. Kualitas beberapa proyek menjadi jauh berkurang jika keterlambatan pengesahan anggaran menyebabkan tidak tersedianya waktu yang memadai untuk merencanakan dan melakukan proyek bersangkutan.untuk mempercepat proses pengesahan anggaran, baik pihak legislatif maupun eksekutif harus melakukan pendekatan yang tegas dalam menerapkan langkah -langkah yang diperlukan bagi penyelesaian proses APBD secara efisien dan tepat waktu PERKEMBANGAN PENERIMAAN PEMERINTAH Anggaran Penerimaan seluruh pemerintah kabupaten dan kota pada tahun 2009 mengalami penurunan yang signifikan, sebesar 29,6% dibanding tahun Total Penerimaan tahun 2009 dianggarkan sebesar Rp 5,07 triliun, sedangkan di tahun 2008 sebesar Rp7,2 triliun. Menurunnya anggaran penerimaan tahun 2009 disebabkan adanya penyesuaianpenyesuaian pos pendapatan yang berasal dari Dana Perimbangan. Setelah mencermati perkembangan informasi tentang penetapan target DBH PPh, Pertambangan, DAU, DAK bagian Provinsi Kepri Tahun 2009 melalui Surat Dirjen Perimbangan Keuangan Nomor : S- 539/PK/2008 tanggal 31 Oktober 2008, maka perlu untuk dilakukan penyesuaian terhadap target penerimaan yang berasal dari DBH PPh, Pertambangan, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain itu, dengan adanya tren penurunan harga komoditas Triwulan I

49 primer di pasaran internasional, maka perlu dilakukan penyesuaian penurunan jumlah target penerimaan yang bersumber dari DBH Migas, dan DBH PBB. Tabel 4.1. Perkembangan APBD Kab/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2008 dan % TOTAL PENERIMAAN 7,199,276 5,066, % Pendapatan Asli Daerah (PAD) 13,732,036 1,050, % DANA PERIMBANGAN 3,020,707 3,836, % TOTAL BELANJA 5,155,325 6,702, % Belanja Tidak Langsung 1,959,360 2,463, % - Belanja bantuan Sosial 194, , % Belanja Langsung 3,195,965 4,239, % - Belanja Pegawai 400, , % - Belanja Barang dan Jasa 1,330,753 1,519, % - Belanja Modal 1,464,533 2,130, % Sumber : Direktorat Jenderal Keuangan Daerah (diolah) *) data tahun 2009 tidak termasuk Kabupaten Kepulauan Anambas 4.3. PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH Dalam kurun waktu tahun , tingkat penyerapan anggaran belanja oleh sebagian besar kabupaten dan kota di provinsi Kepulauan Riau tergolong belum optimal. Tingkat penyerapan terendah terjadi pada kabupaten Natuna, dimana pada tahun 2008 diperkirakan hanya 75% dari APBD TA.2008 yang disetujui sebesar Rp1,04 triliun. Sedangkan tahun 2007 hanya terealisasi sebesar 73,5% dari target APBD tahun berjalan. Grafik 4.1. Tingkat Penyerapan Anggaran APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Sumber : Direktorat Jenderal Keuangan Daerah (diolah) Triwulan I

50 Adapun daerah yang memiliki tingkat penyerapan anggaran belanja tertinggi adalah kabupaten Bintan, dimana realisasi belanja pemerintah di tahun 2008 diperkirakan sekitar Rp663 milyar, mencapai 127,9% dari target APBD TA yang ditetapkan sebesar Rp518,3 milyar. Kinerja pemerintah kabupaten Bintan sangat baik selama 3 tahun terakhir, antara lain terlihat dari optimalnya penyerapan anggaran belanja hingga melampaui target APBD yang telah ditetapkan. Hal ini sekaligus memperlihatkan kesadaran seluruh perangkat daerah dalam memberikan stimulus bagi perekonomian daerahnya. Pengelolaan keuangan yang cukup baik juga dilakukan oleh pemerintahan kabupaten Karimun, meski di tahun 2008 diperkirakan menurun. Total pengeluaran pemerintah selama tahun 2005 s.d terealisasi maksimal dengan tingkat pencapaian yang melampaui target APBD yang ditetapkan. Bahkan pada tahun 2007, tingkat penyerapan anggaran mencapai 162,7%. Namun di tahun 2008, tingkat penyerapan anggaran diperkirakan menurun hingga hanya terealisasi sekitar 80,2% dari target APBD TA sebesar Rp 757 milyar. Sementara itu kota Batam yang diharapkan menjadi lokomotif pertumbuhan provinsi Kepulauan Riau tidak pernah mencapai tingkat realisasi yang optimal dalam 5 tahun terakhir. Penyerapan anggaran belanja rata-rata hanya sebesar 85,2%. Di tahun 2008, dari target APBD yang telah disahkan sebesar Rp 882 milyar diperkirakan hanya terserap sekitar 84,4%. Meskipun kontribusinya terhadap pembentukan PDRB kota Batam terus meningkat dari tahun 2002 sebesar 0,93%, di tahun 2008 memberi kontribusi sebesar 2,27% terhadap perekonomian kota. Grafik 4.2. Tingkat Penyerapan Anggaran Belanja & Kontribusinya thp PDRB kota Batam Grafik 4.3. Tingkat Penyerapan Anggaran Belanja & Kontribusinya thp PDRB Kepulauan Riau Sumber : Direktorat Jenderal Keuangan Daerah; BPS Provinsi Kepulauan Riau; BPS Kota Batam (diolah) Triwulan I

51 Secara keseluruhan, dalam 3 tahun terakhir diketahui bahwa penyerapan anggaran dari seluruh kabupaten dan kota di Kepulauan Riau semakin menurun. Penyerapan anggaran belanja di tahun 2006 sempat melampaui target pengeluaran dengan tingkat realisasi sekitar 102,7%, akibat tingginya penyerapan di kabupaten Bintan dan Karimun, serta kota Tanjungpinang. Namun di tahun 2007 turun menjadi 87,8%, dan di tahun 2008 diperkirakan hanya terserap sebesar 86,3%. Bersamaan dengan itu, kontribusi yang diberikan terhadap perkembangan ekonomi Kepulauan Riau juga semakin menurun. Dimana pada tahun 2008 diperkirakan memberi kontribusi sebesar 8,28%, menurun dibandingkan tahun 2007 yang berkontribusi mencapai 10,42%. Jika melihat target APBD TA.2009 seluruh kabupaten dan kota di Kepulauan Riau diketahui bahwa secara total terdapat kenaikan yang signifikan mencapai 30% dibanding tahun Target anggaran belanja tahun 2009 sebesar Rp 6,7 triliun sedangkan tahun sebelumnya tercatat sebesar Rp5,2 triliun. Kenaikan anggaran APBD tersebut diharapkan dapat men-trigger pertumbuhan ekonomi provinsi Kepulauan Riau, karena kenaikan terbesar terjadi pada pos anggaran Belanja Modal yang mengalami peningkatan 45,4% di tahun 2009 menjadi sebesar Rp2,13 triliun. Sementara anggaran belanja Barang dan Jasa juga mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp1,33 triliun menjadi Rp 1,52 triliun, atau naik 14,2%. Peningkatan anggaran belanja Modal dan Barang/jasa akan memberi efek pengganda (multiplier) bagi perkembangan ekonomi daerah di tengah situasi krisis keuangan global yang mulai dirasakan dampaknya sejak pertengahan tahun 2008 lalu. Upaya pemerintah daerah dalam meredam dampak krisis juga cukup terlihat dari meningkatnya anggaran belanja Bantuan Sosial bagi masyarakat tidak mampu, dimana pada tahun 2009 dianggarkan sebesar Rp222 milyar, atau meningkat 14,05% dibandingkan anggaran yang tersedia pada tahun Dengan demikian, partisipasi aktif pemerintah daerah Kepulauan Riau menjadi semakin penting dalam menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi wilayahnya sejalan dengan target pertumbuhan Nasional tahun Percepatan realisasi belanja secara proporsional diyakini mampu memberi stimulus positif bagi penciptaaan lapangan kerja di tengah langkah rasionalisasi karyawan yang mulai dilakukan perusahaan-perusahaan untuk menjaga kesinambungan bisnisnya. Lebih jauh, realisasi belanja secara optimal selama semester I-2009 sangat dibutuhkan guna mengantisipasi dampak krisis yang semakin intens dirasakan pada triwulan I-2009 dan diperkirakan masih berlanjut di triwulan mendatang. Triwulan I

52 BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 5.1. PENGEDARAN UANG KARTAL Perkembangan aliran uang yang masuk (inflow) dan keluar (outflow) Kantor Bank Indonesia Batam pada triwulan I 2009 ditandai dengan angka outflow yang mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2009 terjadi outflow sebesar Rp582,64 miliar atau turun sebesar Rp913,83 miliar (61,07%) dibandingkan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp1,49 triliun. Grafik 5.1. Perkembangan Inflow Outflow Sementara itu inflow ke Kantor Bank Indonesia Batam tercatat sebesar Rp165 milyar. Oleh karena itu secara keseluruhan terjadi net outflow Rp417,23 miliar. Turunnya penarikan maupun setoran dari bank ke Bank Indonesia dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terkait dengan kebutuhan uang kartal di masyarakat yang mengalami penurunan. Pada dua triwulan sebelumnya kebutuhan masyarakat Provinsi Kepulauan Riau akan uang kartal cukup tinggi mengingat pada triwulan tersebut terdapat hari raya keagamaan baik Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Oktober 2008 maupun Hari Raya Natal yang jatuh di akhir bulan Desember. Kebutuhan masyarakat juga meningkat cukup tinggi di akhir tahun 2008 terkait Triwulan I

53 dengan Tahun Baru Masehi dan Tahun Baru Imlek yang dirayakan cukup meriah mengingat banyak penduduk keturunan Tiong Hoa yang berada di Provinsi Kepulauan Riau. KETERANGAN Tabel 5.1 Perkembangan Uang Kartal (dalam milyar rupiah) Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Inflow 60,55 47,68 214,06 59,97 60,95 64,57 278,55 165,41 Outflow 502,94 851, ,18 405,16 791, , ,47 582,64 Net 442,39 804,14 994,12 345,19 730, , ,92 417,23 Sumber: Bank Indonesia Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Peracikan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan uang bersih (clean money policy) yaitu Bank Indonesia senantiasa menyediakan uang rupiah dalam kondisi yang layak kepada masyarakat. Di samping itu, Bank Indonesia juga memberikan pelayanan kepada perbankan dan masyarakat untuk kegiatan setoran, penarikan dan penukaran untuk pecahan besar ke pecahan kecil serta untuk uang rupiah lusuh. Selama triwulan I 2009, jumlah UTLE yang diracik di KBI Batam Rp38,53 milyar atau mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp58,54 miliar. Penurunan jumlah UTLE yang diracik oleh KBI Batam terkait dengan turunnya setoran bank yang terlihat dari indikator inflow yang mengalami penurunan. Grafik 5.2. Perkembangan UTLE Triwulan I

54 5.2. LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL Kliring Lokal Untuk wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam, terdapat 3 (tiga) wilayah kliring lokal, yaitu: di Kantor Bank Indonesia Batam untuk wilayah Kota Batam, PT. Bank Mandiri untuk wilayah Tanjung Pinang, dan PT. BNI untuk wilayah Tanjung Balai Karimun. Nilai transaksi melalui sistem kliring lokal di wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 mencapai Rp2,59 triliun dengan jumlah warkat sebanyak lembar. Nilai total kliring tersebut menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,74 triliun dengan jumlah warkat sebanyak lembar. Grafik 5.3. Perputaran Kliring Grafik 5.4. Penolakan Cek/BG Kosong Sementara itu, penolakan Cek/BG kosong di wilayah kerja KBI Batam pada triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp56,98 milyar dengan jumlah warkat sebanyak lembar. Jika dilihat dari nominal dan jumlah warkatnya, jumlah Cek/BG kosong yang ditolak mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2008 jumlah Cek/BG kosong yang ditolak tercatat sebesar Rp 56,80 milyar dengan jumlah warkat sebesar lembar. Tabel 5.2 Perkembangan Kliring Lokal Keterangan Tw.4 Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Perputaran Kliring Lembar Nominal (Rp Miliar) Penolakan Cek/BG Kosong Lembar Nominal (Rp Miliar) 93,26 47,16 71,27 49,34 56, Sumber: Bank Indonesia Transaksi BI-RTGS Triwulan I

55 Transaksi masyarakat melalui sarana Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (RTGS) di Provinsi Kepulauan Riau baik secara nominal maupun sencara volume masih didominasi transaksi yang terjadi di Kota Batam. Transaksi BI-RTGS selama triwulan I 2009 yang berasal dari Kota Batam tercatat sebesar Rp5,04 triliun atau 89,43% dari total seluruh transaksi BI-RTGS yang berasal dari Provinsi Kepulauan Riau. Sedangkan transaksi yang berasal dari Kabupaten Tanjung Balai Karimun dan Kota Tanjung Pinang masing-masing tercatat sebesar Rp322,48 milyar dan Rp273,34 milyar. Sementara itu, transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Batam selama triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp6,11 triliun atau 85,55% dari seluruh transaksi BI-RTGS yang masuk ke Provinsi Kepulauan Riau. Transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Tanjung Pinang tercatat sebesar Rp681,88 miliar, sedangkan transaksi BI-RTGS yang masuk ke Tanjung Balai dan Natuna tercatat sebesar Rp330,49 milyar dan Rp19,61 milyar. Tabel 5.3 Perkembangan BI-RTGS Tw. I 2009 Region FROM TO FROM TO Nilai Nilai Nilai Volume Volume (Milyar Rp) (Milyar Rp) (Milyar Rp) Volume BATAM 5.042, , , NATUNA 19,61 47 TANJUNG BALAI 322, , ,86 26 TANJUNGPINANG 273, , , Sumber: Bank Indonesia 5.3. UANG PALSU Jumlah uang rupiah palsu yang dilaporkan ke Bank Indonesia Batam pada triwulan I 2009 berjumlah Rp ,00 dengan jumlah lembar sebanyak 20 lembar. Jumlah tersebut menurun dibandingkan dengan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp dengan jumlah lembar sebanyak 28 lembar. Tabel 5.4. Perkembangan Uang Palsu Tw. IV 2008 Tw. I 2009 Pecahan Nominal Lembar Nominal Lembar Triwulan I

56 Sumber: Bank Indonesia Berdasarkan jenis pecahan, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp ,00 dilaporkan sebanyak 5 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp50.000,00 dilaporkan sebanyak 13 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp20.000,00 dilaporkan sebanyak 1 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp10.000,00 dilaporkan sebanyak 1 lembar. Diagram 5.1. Prosentase Pecahan Uang Palsu Nominal Lembar Terkait dengan uang palsu yang beredar di masyarakat, Bank Indonesia Batam terus melakukan berbagai upaya untuk menekan peredarannya, antara lain dengan melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada berbagai kalangan (perbankan, pelajar, mahasiswa, masyarakat umum). Selain itu, Kantor Bank Indonesia Batam juga memasang iklan layanan masyarakat tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah di beberapa media, salah satunya adalah di bioskop yang ada di Kota Batam. Triwulan I

57 BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN 6.1. PENDUDUK Jumlah penduduk Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2008 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Penduduk Provinsi Kepulauan Riau meningkat sebesar jiwa (4,32%) menjadi jiwa dibandingkan tahun 2007 yang tercatat sebesar jiwa. Secara jumlah, peningkatan penduduk terbesar terjadi di Kota Batam yang mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar jiwa (6,01%) dibandingkan tahun 2007 sehingga pada tahun 2008 tercatat sebesar jiwa. Selanjutnya diikuti Kabupaten Karimun yang meningkat sebesar (3,54%) menjadi jiwa pada tahun Kota Tanjung Pinang mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar jiwa (2,68%) dibandingkan dengan tahun 2007 sehingga tercatat sebesar jiwa pada tahun Sedangkan jumlah penduduk Kabuten Bintan meningkat jiwa (1,94%) dibandingkan dengan tahun 2007 yang tercatat sebesar jiwa menjadi jiwa pada tahun Sementara itu jumlah penduduk Kabupaten Lingga dan Kabupaten Natuna pada tahun 2008 masing-masing mengalami peningkatan sebesar jiwa dan jiwa dibandingkan dengan 2007 menjadi masing-masing sebesar jiwa dan jiwa pada tahun Tabel 6.1 Perkembangan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Kab./Kota Selisih Pert. (%) Karimun ,54 Bintan ,94 Lingga ,26 Triwulan I

58 Natuna ,65 Batam ,01 Tanjung Pinang ,68 Total ,32 Sumber : BPS Prov. Kepri Penyebaran penduduk Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2008 sebagian besar masih terkonsentrasi di Kota Batam. Jumlah penduduk Kota Batam pada tahun 2008 tercatat sebesar jiwa atau 50,76% dari total penduduk Provinsi Kepulauan Riau. Secara trend, share jumlah penduduk Kota Batam juga terus mengalami peningkatan yang cukup tajam selama tiga tahun terakhir. Selanjutnya diikuti oleh jumlah penduduk Kabupaten Karimun yang tercatat sebesar jiwa (15,41%) dan jumlah penduduk Kota Tanjung Pinang yang tercatat sebesar jiwa (12,58%). Penduduk Kabupaten Bintan mempunyai porsi 8,61% dari total penduduk Provinsi Kepulauan Riau. Sementara itu penduduk Kabupaten Lingga dan Kabupaten Natuna masing-masing memiliki porsi 6,57% dan 6,08% dari total penduduk Provinsi Kepulauan Riau. Diagram 6.1. Share Jumlah Penduduk di Provinsi Kepulauan Riau Grafik 6.1. Perkembangan Share Penduduk Kota Batam Terhadap Provinsi Kepulauan Riau Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau 6.2. KETENAGAKERJAAN Angkatan Kerja, Penduduk Yang Bekerja dan Angka Pengangguran Secara keseluruhan struktur ketenagakerjaan di Propinsi Kepri pada bulan Agustus 2008 mengalami perubahan yang cukup berarti. Pada bulan Agustus 2008, jumlah angkatan kerja mencapai orang, naik sebanyak orang dibandingkan bulan Februari Jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Kepulauan Riau bertambah orang dibandingkan Februari Triwulan I

59 Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga menunjukkan sedikit kenaikan, yaitu dari 65,61% pada Februari 2008 menjadi 66,09% pada Agustus Hal ini dipengaruhi oleh turunnya tingkat pengangguran terbuka dari 8,49 pada Februari 2008 menjadi 8,01% pada Agustus Tabel 6.2. Perkembangan Penduduk Menurut Kegiatan URAIAN FEB 2007 AGT 2007 FEB 2008 AGT 2008 Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Total Bukan Angkatan Kerja Sekolah Mengurus RT Lainnya Total Total Penduduk Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 69,28 63,07 65,61 66,09 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 8,86 9,01 8,49 8,01 Sumber : BPS, Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional 2007 dan 2008 Sedangkan jumlah penduduk setengah penganggur mengalami peningkatan dari jiwa pada bulan Februari 2008 menjadi jiwa pada Agustus Peningkatan jumlah penduduk setengah penganggur ini dipengaruhi oleh kenaikan jumlah setengah penganggur sukarela yang meningkat sebesar jiwa dibandingkan Februari 2008 menjadi jiwa pada Agustus Sementara itu jumlah penduduk setengah penganggur terpaksa justru mengalami penurunan dibandingkan bulan Februari Jika pada Februari 2008 jumlah penduduk setengah penganggur terpaksa berjumlah jiwa maka pada bulan Agustus 2008 jumlah penduduk setengah penganggur terpaksa tercatat sebesar jiwa. Grafik 6.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Setengah Penganggur Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I

60 Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau Lapangan Pekerjaan Utama Dilihat dari lapangan usahanya, jumlah pekerja di Provinsi Kepulauan Riau masih terkonsentrasi di sektor industri dengan total pekerja sebanyak orang atau 30,30% dari total pekerja di Provinsi Kepulauan Riau. Penduduk yang bekerja di sektor ini mengalami peningkatan sebanyak orang atau 1,79% dibandingkan bulan Februari Sektor yang cukup dominan dalam menyerap pekerja berikutnya adalah sektor perdagangan dengan jumlah pekerja sebanyak orang (20,37%). Pekerja di sektor ini pada bulan Agustus 2008 mengalami peningkatan sebanyak (11,15%) dibandingkan bulan Februari Sementara itu sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebanyak orang atau 13,24% dari total pekerja di Provinsi Kepulauan Riau. Pekerja di sektor ini pada bulan Agustus 2008 mengalami penurunan sebanyak orang (20,59%) dibandingkan Februari Grafik 6.3. Perkembangan Share Tenaga Kerja di Sektor industri Grafik 6.4. Perkembangan Share Tenaga Kerja di Sektor Perdagangan Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau Status Pekerjaan Triwulan I

61 Dari tujuh pembedaan status pekerjaan yang terekam pada Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dapat diidentifikasi dua kelompok utama terkait dengan kegiatan ekonomi formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan yang tidak dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan termasuk kegiatan informal. Pekerja yang berstatus sebagai karyawan memiliki porsit terbesar dibandingkan dengan status pekerjaan lain dengan jumlah sebesar jiwa. Jumlah ini menurun dibandingkan dengan jumlah buruh/karyawan pada bulan Februari yang berjumlah jiwa. Kelompok penduduk yang bekerja dengan berusaha sendiri tercatat sebesar jiwa pada Agustus 2008 atau mengalam pertambahan jiwa dibandingkan Februari 2008 yang tercatat sebesar jiwa. STATUS Tabel 6.3. Perkembangan Status Pekerjaan Penduduk Feb-07 Agt Feb-08 Agt Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap/brh tdk dibayar Berusaha dibantu buruh tetap/brh dibayar Buruh/karyawan Pekerja bebas pertanian Pekerja bebas non tani Pekerja tak dibayar Total Sumber : BPS, Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional 2007 dan 2008 Seiring dengan penurunan jumlah pekerja sebagai karyawan, sharing pekerjaan karyawan terhadap total pekerja di Provinsi Kepulauan Riau juga mengalami penurunan. Jika pada Februari 2008 sharing pekerja yang bekerja sebagai karyawan adalah sebesar 58,49% maka pada bulan Agustus 2008 turun menjadi 56,90%. Sebagian besar pekerja yang bekerja sebagai karyawan bekerja di sektor industri yang tersebar di Kota Batam dan Kabupaten Bintan. Grafik 6.5. Perkembangan Share Pekerja sebagai Karyawan Grafik 6.6. Perkembangan Share Pekerja yang Berusaha Sendiri Triwulan I

62 Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau Sementara itu sharing pekerja yang berusaha sendiri tanpa bantuan buruh meskipun mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya namun secara share mengalami penurunan. Sharing pekerja yang berusaha sendiri di Provinsi Kepulauan Riau pada bulan Agustus 2008 tercatat sebesar 24,51% atau mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan bulan Februari yang tercatat sebesar 24,70%. Namun perkembangan share pekerja yang berusaha sendiri menunjukkan trend peningkatan. Hal ini cukup positif mengingat pekerja yang berusaha sendiri dengan sendirinya menciptakan lapangan kerja. Biasanya pekerja yang berusaha sendiri ini berada di sektor perdagangan. 6.3 KESEJAHTERAAN DAERAH Indeks Pembangunan Manusia Salah satu alat ukur untuk mengetahui pencapaian kesejahteraan penduduk adalah kelangsungan hidup, pengetahuan dan daya beli yang terangkum dalam Indeks Pengembangan Manusia (IPM). Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi kelangsungan hidup dan sehat adalah angka harapan hidup, untuk mengukur dimensi pengetahuan adalah angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, sedangkan dimensi kehidupan yang layak diukur dengan paritas daya beli. Prov/Kab /Kota Tabel 6.4 IPM Kab/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007 Angka Harapan Hidup (tahun) Angka Melek Huruf (persen) Rata2 Lama Sekolah (tahun) Rata2 Pengeluran riil perkapita (000Rp) IPM Peringkat Prop.Kepri 69,60 96,00 8,94 631,94 73,68 6 Triwulan I

63 Karimun 69,76 95,00 7,80 628,00 72, Bintan 69,57 94,40 7,95 637,00 72,97 97 Natuna 67,96 95,75 6,90 608,00 69, Lingga 69,70 90,90 7,20 618,10 70, Kota Batam 70,62 98,84 10,70 640,20 76,82 12 Kota Tj.Pinang 69,40 97,30 9,20 624,20 73,46 84 Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau Secara keseluruhan Propinsi Kepulauan Riau termasuk propinsi yang mempunyai IPM kategori terbaik (73,68) dibandingkan dengan 33 propinsi di Indonesia, yaitu ditunjukkan oleh peringkat IPM nomor 6 dari 33 propinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, Kota Batam mempunyai peringkat IPM urutan ke 12 dari 440 kabupaten/kota seluruh Indonesia dengan nilai 76,82. Posisi kedua adalah Kota Tanjungpinang dengan nilai 73,46 atau urutan ke 84 dari 440 kabupaten/kota. Diikuti oleh Kabupaten Karimun dengan nilai 72,97 dan peringkat 97 dari 440 kabupaten/kota. Sementara itu, Kabupaten Lingga mempunyai IPM 72,40 dengan peringkat 124 dari 440 kabupaten/kota. Kabupaten Bintan tercatat mempunyai nilai IPM 70,25 dengan peringkat 212 dari 440 kabupaten/kota. Sedangkan Kabupaten Natuna tercatat mempunyai IPM 69,36 dengan peringkat 252 dari 440 kabupaten/kota Kemiskinan Selain itu, jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan tahun 2008 tercatat berjumlah jiwa atau 18,51% dari total penduduk Provinsi Kepulauan Riau. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar jiwa (1,71%) dibandingkan dengan angka kemiskinan tahun 2005 yang tercatat sebesar jiwa. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam rangka mengurangi angka kemiskinan adalah program pengentasan desa tertinggal yang telah berjalan selama empat tahun. Program ini memberikan bantuan kepada setiap desa tertinggal dengan jumlah bantuan sebesar Rp500 juta. Dana ini dikelola oleh masyarakat desa untuk membiayai kegiatan-kegiatan produktif yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakatnya. Triwulan I

64 Saat ini terdapat 169 desa tertinggal yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Kepuauan Riau baik yang terdapat di pulau-pulau besar seperti Bintan, Batam dan Karimun juga terdapat di pulau-pulau kecil. Program pengentasan desa tertinggal telah dilaksanakan kepada 72 desa tertinggal sejak tahun Pada tahun 2009, direncanakan akan diberikan bantuan kepada 36 desa tertinggal berikutnya sehingga pada akhir tahun 2009 akan ada 108 desa yang telah mendapatkan bantuan. Target pemerintah daerah Provinsi Kepulauan Riau di tahun 2010, seluruh desa yang berjumlah 169 desa tertinggal sudah ditangani dan diberikan bantuan. Pelaksanaan percepatan pembangunan desa juga mendapatkan dukungan dari kabupaten maupun kota melalui dana-dana APBD. BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL Kondisi perekonomian regional di triwulan II-2009 sedikit membaik meski tetap mengalami laju pertumbuhan yang berkontraksi. Sumber pertumbuhan diduga berasal dari kenaikan demand domestik seiring dengan tren menguatnya nilai tukar Rupiah dan BI-Rate yang menurun signifikan sejak akhir tahun Penurunan suku bunga acuan tersebut diharapkan dapat direspon oleh perbankan dengan mulai menurunkan suku bunga kreditnya secara bertahap di periode mendatang. Di samping itu, penurunan harga komoditas primer, bergeraknya perekonomian regional selama masa Pemilu, serta efektifnya penerapan Free Trade Zone (FTZ) di kawasan Batam-Bintan-Karimun sejak 1 April 2009 lebih memperkuat asesmen terhadap perkembangan konsumsi di triwulan II Adapun aktivitas perdagangan luar negeri diperkirakan stagnan akibat berlanjutnya koreksi pertumbuhan sektor Industri Pengolahan. Sedangkan investasi barang modal (PMTB) masih tetap tumbuh dengan laju perlambatan yang lebih melandai. Grafik 7.1. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar dan Singapore Dollar Grafik 7.2. Perkembangan Harga Minyak Dunia (WTI) Triwulan I

65 Berlanjutnya krisis keuangan global akan semakin menekan pertumbuhan sektor produktif Kepulauan Riau terutama pada sektor Industri Pengolahan sebagai sektor dominan. Sementara aktivitas Perdagangan yang relatif meningkat diperkirakan mampu mengkompensir perlambatan yang akan dialami industri Perhotelan. Sedangkan sektor Bangunan diproyeksi tetap tumbuh di atas 10% didorong oleh penyelesaian beberapa proyek konstruksi besar, baik oleh Pemerintah maupun Swasta. Tekanan inflasi di kota Batam dan Tanjung Pinang selama triwulan II-2009 akan sedikit meningkat merespon kenaikan permintaan atas barang-barang kebutuhan masyarakat. Meski demikian pengaruh faktor cuaca semakin hilang dengan membaiknya iklim di perairan sekitar wilayah Kepulauan Riau PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI `Laju perekonomian di triwulan II-2009 diperkirakan berada pada kisaran -0,48 ± 1% (y-o-y). Asesmen ini sangat dipengaruhi oleh semakin turunnya permintaan global terhadap produk yang diolah industri manufaktur di kota Batam. Tingkat utilisasi produksi perusahaan manufaktur besar diperkirakan relatif sama dengan triwulan I-2009 yakni sekitar 30% - 50%, merosot tajam dibanding kondisi normal sekitar 80% - 90%. Grafik 7.3. Estimasi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau (yoy) Grafik 7.4. Estimasi Pertumbuhan Ekspor Barang dan Jasa Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau *) angka sementara; **) angka sangat sementara; ***) proyeksi Bank Indonesia Batam (revisi Maret 2009) Triwulan I

66 Akibatnya, lalu lintas bahan baku dan barang hasil olahan dari dan ke luar negeri menjadi semakin berkurang. Pertumbuhan ekspor Kepulauan Riau di triwulan mendatang diproyeksi sebesar -4,11 ± 1%. Peluang menguatnya pertumbuhan ekspor terindikasi dari lalu-lintas peti kemas internasional di 3 pelabuhan FTZ kota Batam yang relatif stabil selama bulan Januari Maret Grafik 7.5. Lalu Lintas Peti Kemas Internasional di Pelabuhan Utama Batam Grafik 7.6. Estimasi Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga, Swasta Nirlaba dan Pemerintah Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batam Ket.: Pelabuhan Utama Batam meliputi Penurunan pelabuhan BI-Rate Batu Ampar, selama Sekupang tahun dan Kabil mencapai 175 bps, diikuti tren penurunan harga komoditas primer dan menguatnya nilai tukar Rupiah diperkirakan dapat menahan laju penurunan Konsumsi Rumah Tangga di triwulan II Laju pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga diperkirakan sekitar 11,6 ± 1%, relatif sama dengan triwulan I-2009 yang tumbuh 11,42%. Adapun pertumbuhan Konsumsi Pemerintah diproyeksi akan meningkat menjelang akhir masa jabatan sebagian pejabat daerah di Kepulauan Riau. Di samping itu, bergeraknya perekonomian regional selama periode Pemilu serta efektifnya penerapan Free Trade Zone (FTZ) diduga turut mendorong pertumbuhan konsumsi di triwulan mendatang. Keberhasilan kawasan FTZ di beberapa negara tidak bisa diraih dalam waktu singkat. Meski demikian, momentum krisis finansial diharapkan menjadi keuntungan komparatif yang dimiliki provinsi ini sebagai tujuan berinvestasi. Berjalannya FTZ diperkirakan cukup menahan perlambatan komponen Investasi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Laju perlambatan semakin melandai dengan tumbuh 6,32 ± 1%, dibanding triwulan I-2009 yang terkoreksi dari 25,72% menjadi 9,25%. Grafik 7.7. Estimasi Pertumbuhan Investasi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Grafik 7.8. Estimasi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Triwulan I

67 Sementara itu, aktivitas ekonomi produktif sektor Industri Pengolahan diproyeksi lebih melambat dibanding triwulan sebelumnya dengan laju berkisar -4,6 ± 1%. Indikasi penurunan kinerja sektor Industri Pengolahan dapat terlihat dari koreksi tajam aktivitas industri manufaktur Singapura yang diperkirakan mencapai -29% di triwulan I Rendahnya tingkat utilisasi produksi memaksa perusahaan melakukan efisiensi dan penyesuasian terhadap seluruh faktor produksi. Efisiensi tenaga kerja melalui PHK maupun tidak memperpanjang kontrak kerja masih akan terjadi sepanjang triwulan II-2009, namun jumlahnya diperkirakan semakin menurun. Grafik 7.9. Pertumbuhan GDP Singapura, Sektor Manufaktur, Konstruksi dan Jasa (yoy) Tabel 7.1. Jumlah PHK di Beberapa Perusahaan Manufaktur Kota Batam No. Nama Perusahaan Jlh Pekerja PHK Potensi PHK Jlh Pekerja Penurunan Des Des 2009 (P) Produksi 1 PT. Sat Nusapersada Tbk 6, ,600 4,000 40% 2 PT. Schneider Electric 1, % 3 PT. Japan Servo 1, % 4 PT. Epcos 3, ,820 30% 5 PT. Ciba Vision 3, ,266 30% 6 PT. TEC Indonesia 1, ,000 30% 7 PT. TEAC Electronics Indonesia 1, ,000 40% 8 PT. Infineon Technologies 1, ,300 30% 9 PT. Unisem 4, ,600 20% 10 PT. Yoshikawa Electronic Bintan % 11 PT. Amtek Enginering 1, % 12 PT. Sumitomo Wiring System % Total 26,866 5,298 2,750 18,818 Sumber : MTI Singapore April 2009 *) angka sementara Sumber : Survei Liaison Bank Indonesia Batam, Maret 2009 Arah perkembangan sektor Jasa (services) Singapura yang mengalami bergerak negatif sedikitnya akan mempengaruhi industri pariwisata di Kepulauan Riau, terutama kota Batam. Sedangkan arus perdagangan barang masih tertahan seiring dengan menurunnya aktivitas sektor Industri Pengolahan dan sektor-sektor lainnya. Di samping itu, industri perhotelan dan mall masih dihadapkan pada masalah tingginya kenaikan tarif dasar listrik mencapai 51% akan berdampak pada penurunan nilai tambah yang akan dihasilkan sektor ini di triwulan mendatang. Laju pertumbuhan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di triwulan II-2009 diperkirakan -0,29 ± 1%. Triwulan I

68 Grafik Estimasi Pertumbuhan Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran Grafik Estimasi Pertumbuhan Sektor Bangunan Adapun perlambatan sektor bangunan diproyeksi semakin melandai dengan meningkat sekitar 12,32 ± 1%, dimana pada triwulan sebelumnya tumbuh 14,81%. Pertumbuhan didorong oleh semakin intensifnya penyelesaian proyek Dompak, hotel dan apartemen, serta pusat hiburan keluarga di Ocarina. Sementara industri properti residensial diperkirakan belum memasuki masa recovery di triwulan II Pelaku bisnis properti memiliki optimisme terhadap kondisi perekonomian pasca pemilu Presiden bulan Juni mendatang. Sejalan dengan itu, kegiatan promosi dan pemasaran direncanakan lebih intens memasuki semester II tahun Perkembangan sektor produktif lainnya relatif konvergen dengan sektor-sektor dominan tersebut. Industri perbankan diperkirakan tumbuh stabil pada triwulan II-2009 di kisaran 6,01 ± 1%, sedangkan triwulan I tumbuh sebesar 6,12%.Desakan berbagai pihak kepada perbankan agar lebih intensif dalam mendorong bergeraknya sektor riil akan berdampak positif bagi kinerja sektor Keuangan. Sehingga target pertumbuhan kredit sebesar 20% di tahun 2009 optimis dapat tercapai. Meski tumbuh sangat terbatas, laju perekonomian di sektor Pertanian diproyeksi membaik di triwulan II mendatang didorong oleh kenaikan produksi ikan dan hasil laut. Musim angin utara yang terjadi sejak penghujung tahun menyebabkan nelayan tidak dapat melaut akibat tingginya kecepatan angin dan gelombang laut di sekitar wilayah perairan Kepulauan Riau. Sehingga aktivitas penangkapan ikan baru dimulai pada awal bulan Maret setelah musim ini berakhir PROSPEK INFLASI Memperhatikan kecenderungan pergerakan indikator ekonomi wilayah Provinsi Kepulauan Riau serta berdasarkan pemantauan pada hal-hal yang dapat memberikan Triwulan I

69 pengaruh bagi pergerakan dimaksud seperti dampak musiman, pengaruh alam serta perkembangan terkini mengenai perekonomian global triwulan I 2009, prospek inflasi pada periode triwulan II 2009 di Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang diperkirakan tetap mengalami kenaikan harga dengan level yang lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I Inflasi Kota Batam pada triwulan II 2009 diperkirakan akan tetap mengalami inflasi pada kisaran 5,59% - 7,70% (yoy). Sementara itu inflasi tahun kalender diperkirakan akan berada pada kisaran 0,87% - 1,37% (ytd). Sementara itu inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 diperkirakan akan mengalami kenaikan pada kisaran 10,21% 11,39% (yoy). Sedangkan inflasi tahun kalender diperkirakan akan berada pada kisaran 1,17% 2,49% (ytd) Prospek Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Kelompok bahan makanan pada triwulan II 2009 diperkirakan akan mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi di Kota Batam dengan angka inflasi rata-rata sekitar 1,24% - 1,32% (mtm) setiap bulannya. Sementara itu untuk Kota Tanjung Pinang, rata-rata angka inflasi pada triwulan II 2009 diperkirakan berada pada kisaran 0,27% -0,49% (mtm). Grafik 7.13 Estimasi Inflasi Bahan Makanan Grafik 7.14 Estimasi Inflasi Makanan Jadi Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau di Kota Batam pada triwulan II 2009 diperkirakan akan mengalami angka rata-rata inflasi pada kisaran 0,46% - 0,63% (mtm). Sedangkan untuk Kota Tanjung Pinang angka rata-rata inflasi sampai dengan triwulan II 2009 inflasi diperkirakan akan berada pada kisaran 0,01% -0,06% (mtm). Triwulan I

70 Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar di Kota Batam pada triwulan II 2009 diperkirakan akan mengalami rata-rata angka inflasi pada kisaran 0,10% - 0,28% (mtm). Sementara itu di Kota Tanjung Pinang diperkirakan angka rata-rata inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar antara 0,08% -0,14% (mtm). Sementara itu ratarata inflasi kelompok sandang di Kota Batam pada triwulan II 2009 diperkirakan berada pada kisaran 1,58% - 1,61% (mtm). Sedangkan di Kota Tanjung Pinang rata-rata inflasi pada triwulan II 2009 diperkirakan berada pada kisaran 0,10% - 0,13% (mtm). Grafik 7.15 Estimasi Inflasi Perumahan Grafik 7.16 Estimasi Inflasi Sandang Kelompok kesehatan di Kota Batam pada triwulan II 2009 diperkirakan akan mengalami rata-rata angka inflasi pada kisaran 0,47% - 0,58% (mtm). Rata-rata angka inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 diperkirakan akan berada pada kisaran 0,01% - 0,02% (mtm). Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan II 2009 diperkirakan akan mengalami rata-rata inflasi dengan kisaran 0,36% - 0,66% (mtm). Sementara itu di Kota Tanjung Pinang kelompok ini diperkirakan akan mengalami inflasi dengan rata-rata 0,06% - 0,12% (mtm). Grafik 7.17 Estimasi Inflasi Kesehatan Grafik 7.18 Estimasi Inflasi Pendidikan Triwulan I

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Optimisme pemulihan ekonomi negara-negara mitra dagang utama sedang berlangsung meskipun belum mendorong terjadinya recovery perekonomian Kepulauan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO 1.1. KONDISI UMUM Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 melambat dibanding triwulan II-2008 akibat turunnya investasi barang modal. Pertumbuhan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Mementum pemulihan ekonomi makro regional Kepulauan Riau diperkirakan terjadi pada triwulan ini. Laju penurunan nilai tambah ekonomi (PDRB) semakin

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Mementum pemulihan ekonomi makro regional Kepulauan Riau diperkirakan terjadi pada triwulan ini. Laju penurunan nilai tambah ekonomi (PDRB) semakin

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro

Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Bab Perkembangan Ekonomi Makro.. KONDISI UMUM Perekonomian Kepulauan Riau pada tw.i- diperkirakan tumbuh,%, lebih rendah dibanding pertumbuhan tw.iv- sebesar,% (y-o-y). Tinjauan secara triwulan (q-t-q)

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens. Angka pertumbuhan berakselerasi lebih cepat yang diperkirakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan III tahun 212 sebesar 5,21% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,9% (yoy), namun masih lebih

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 53/08/35/Th. X, 6 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Semester I Tahun 2012 mencapai 7,20 persen Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas tercatat sebesar 5,11% (yoy), atau meningkat dibanding triwulan lalu yang sebesar 4,4% (yoy). Seluruh sektor ekonomi pada triwulan

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2013,

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th. X, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2012 (c-to-c) mencapai 7,19 persen Ekonomi

Lebih terperinci

Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro

Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro 1.1. KONDISI UMUM Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II-2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Memasuki pertengahan tahun 2009, momentum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur

Memasuki pertengahan tahun 2009, momentum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur Memasuki pertengahan tahun 2009, momentum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur mulai memperlihatkan tanda pemulihan dari tekanan gejolak penurunan harga minyak mentah maupun harga pangan dunia (CPO) yang

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan I-9 Secara tahunan (yoy) perekonomian Indonesia triwulan I-9 tumbuh 4,37%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (5,18%). Sementara secara triwulanan

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka Kata pengantar Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun 2012 merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen data terhadap data-data yang sifatnya strategis, dalam

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/36/Th. VIII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian Banten pada triwulan IV-2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 No.11/02/63/Th XVII, 5 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2012 tumbuh sebesar 5,73 persen, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor konstruksi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH Inflasi Aceh pada triwulan I tahun 2013 tercatat sebesar 2,68% (qtq), jauh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang minus 0,86% (qtq). Secara tahunan, realisasi inflasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013 No. 06/11/62/Th.VII, 6 Nopember 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan III-2013 terhadap triwulan II-2013 (Q to Q) secara siklikal mengalami

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th. X, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan III Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7,24 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan IV tahun sebesar 5,18% (yoy), sedikit mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,21% (yoy), namun masih

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan IV-2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan i BAB I 2011 2012 2013 2014 1 10.00 8.00

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Perekonomian Kepulauan Riau di awal tahun 2010 semakin memperlihatkan tren ekspansif. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 54/08/35/Th. XI, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan II Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,97 persen Pertumbuhan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 58/08/35/Th. XII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. dan Struktur Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Ekonomi Jawa Timur Triwulan II - 2014 (y-on-y)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 No. 40/08/36/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 PDRB Banten triwulan II tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2,17 persen,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013 No. 37/08/91/Th. VII, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013 Besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II-2013 mencapai Rp 11.972,60 miliar, sedangkan menurut harga

Lebih terperinci

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Lebih terperinci

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 46/08/73/Th. VIII, 5 Agustus 2014 KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan II tahun 2014 yang dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2010 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 28/05/35/Th. VIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2010 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2010 sebesar 5,82 persen Perekonomian Jawa Timur pada

Lebih terperinci

B O K S. I. Gambaran Umum

B O K S. I. Gambaran Umum B O K S RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL WILAYAH SUMATERA * TRIWULAN II - 28 I. Gambaran Umum Memasuki Triwulan II-28, kinerja perekonomian wilayah Sumatera mengalami perlambatan pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014 No. 68/11/71/Th. VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014 Perekonomian Sulawesi Utara yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada ulan III/2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan I tahun 213 tumbuh sebesar 4,17% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,18% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat 6,66%. Secara

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2013 Asesmen Ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Riau menetapkan angka final PDRB untuk tahun 2012 bersamaan dengan publikasi PDRB tahun

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 No. 08/02/31/Th. XI, 16 Februari 2009 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2008 Sebagai dampak dari krisis keuangan global, kegiatan dunia usaha pada triwulan IV-2008 mengalami penurunan yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i ii Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 INDIKATOR EKONOMI KOTA TERNATE 2015 No. Katalog : 9201001.8271 No. Publikasi : 82715.1502 Ukuran Buku : 15,5 cm

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN No. 50/11/Th.XVII, 5 November Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan III- secara triwulanan (q-to-q) mencapai

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci