- Agustus 1998), tetapi secara keseluruhan lebih bersifat basah (Gambar 7).
|
|
- Glenna Iskandar
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASEL Kondisi Iltiim dan Mnsim Gugur Daun Sebelum penyajian data pengamatan, terlebih dahulu akan disajilcan data iklim selama penelitian sebagai faktor yang mempengaruhi terjadinya variasi musiman masing-masing peubah pengamatan. Kondisi iklim di lokasi penelitian pa& bulan September Agustus 1998 agak berbeda dari biasanya (iklim normal) karena gejala alam yang disebut sebagai el Nino dan la Nina (Harjanto, 1991; Karmini, 1998). Kedua gejala tersebut berdampak pada iklim yang lebih kering pada periode awal (September- Oktober 1997) dan lebih basah pa& periode akhir penelitian (Juni - Agustus 1998), tetapi secara keseluruhan lebih bersifat basah (Gambar 7). Gambar 7. Kondisi iklim selama penelitian (September Agustus 1998) berdasarkan data curah hujan, hari hujan, kelembaban udara, dan suhu udara
2 Dalam periode setahun curah hujan total mencapai mm dengan satu bulan kering. Curah hujan terendah ( rnm/bulan) terjadi pada periode September - Oktober 1997, sedangkan tertinggi (665 mmhulan) terjadi pa& bulan Maret Jurnlah hari hujan memiliki kemiripan dengan pola curah hujan, tetapi terlihat lebih menunjukkan angka yang tinggi pada bulan Januari - Februari Dengan pengaruh hujan, kelembaban udara pada awal penelitian (September - Oktober 1997) relatif rendah (di bawah 75%), dibandingkan dengan bulan-bulan selanjutnya yang tinggi (sekitar 85%) terutama Februari - Maret 1998, termasuk bila dibandingkan dengan kondisi normal. Sementara itu suhu udara minimum dan maksimum lebih menggambarkan dinamika iklim, dibandingkan dengan suhu ratarata yang relatif konstan sepanjang tahun. Pada bulan September - Oktober 1997, terdapat amplitude suhu udara terbesar selama setahun sebagai akibat adanya suhu maksimum tertinggi ( "C) dan suhu minimum terendah ( "C). Tabel 2. Musim gugur daun tahun 1998 masing-masing klon karet dan pengaruh perlakuan stimulasi pada sistem eksploitasi El dan E2 No. IUon Jun Jul Ags Sep OM Keterangan: - Pengaruh ~Gmulasi 1. AVROS 2037 XXXXXX XXXXXX XXXXXX E, -, E,.-, MGD kbih lama 1-2 bulan ke belakang 2. BPM 24 XXXXXX XXXXXX XXXXXX MGD tidak terpengaruh 3. PR 261 XXXXXX XXXXXX XXXXXX MGD tidak terpengaruh 4. RRlM 712 +, E~ E* XXXXXX XXXXXX XXXXXX MGD kbih h a 1 bulan ke depan 5. GT 1 XXXXM XXXXXX XXXXXX MGD tidak terpengaruh 6. BPM 1 XXXXXX XXXXXX XXXXXX MGD tidak terpengaruh 7. PR 228 xc#cxx XXXXXX XXXXXX MGD tidak terpengatuh 8. LcB 1320 JOCUCXX X~CJCUCXXXXXX E, E, MGD kbih lama 1 bulan ke belakang MGD = Musirn gugw daun El & E2 adalah perlakuan eksploitasi masing-masing dengan stimulasi etepon 2.5 dan 5.0% Tanda X MW( adalah MGD perlakuan Eo)
3 Iklim sebagai faktor ekstemal, diperkirakan dapat mempengaruhi respons setiap klon dalam mengalami musim gugur daun. Dengan kondisi iklim di atas, te rjadinya musim gugur daun tahunan diamati secara visual terhadap masing-masing klon, sekaligus dilihat pengaruh stimulasi pada sistem eksploitasi El dan E2 (Tabel 2). Dari 8 klon yang tergolong memiliki gugur daun awal adalah AVROS 2037, PR 261, PR 228 dan LCB 1320 (Juni- Agustus 1998); disusul GT 1 dan BPM 1 (Juli - September 1998); dan yang terakhir adalah BPM 24 dan RRIM 712 (Agustus - Oktober 1998). Pemberian dan peningkatan stimulasi etepon pada beberapa klon tidak berpengaruh terhadap lamanya musim gugur daun, tetapi terhadap klon LCB 1320 menyebabkan pemanjangan musim gugur daun selama 1 bulan dan klon AVROS 2037 selama 2 bulan ke belakang. Sebaliknya pada klon RRIM 712, perlakuan El dan E2 menyebabkan pemanjangan musim selama 1 bulan ke depan. Pada waktu pertumbuhan daun muda secara visual terlihat bahwa klon GT 1 clan BPM 1 terganggu oleh penyakit dam Colletotrichum. Di lokasi penelitian, mush gugur daun beberapa klon sudah mulai pada bulan Juni 1998, tetapi sebagian klon lain baru mulai pa& bulan Agustus Tampaknya ciri musim gugur daun tahunan tidak sama di setiap wilayah. Di sarnping itu juga terdapat perbedaan lamanya klon mengalami gugur dam, di antaranya ada yang berlangsung serentak dan ada yang bertahap. Sebagai pembanding, di Surnatera Utara AVROS 2037 mengalami gugur daun serentak sebaliknya GT 1 lebih bertahap. Pada penelitian ini, keserentakan gugur daun kurang dapat dibedakan antar klon. Narnun demikian, perlakuan eksploitasi &pat mempengaruhi atau menggeser masa gugur daun beberapa klon. Di antara klon yang tertunda musim gugurnya oleh perlakuan
4 stimulasi adalah AVROS 2037 dan LCB Kedua klon ini merniliki ukuran batang yang lebih besar dibandingkan dengan klon-klon lain (Tabel Lampiran 2). Sementara itu klon yang paling tidak responsif terhadap stimulan yakni RRIM 712 justru mengalami percepatan musim gugur dam akibat perlakuan stimulasi, dan kebetulan klon ini memiliki ukuran batang yang lebih kecil. Menilik fenomena tersebut, perlakuan stimulasi dapat berhubungan dengan pola perturnbuhan tanaman dalam mempengaruhi musim gugur dam. Munglun fenomena ini akan menjadi lebih kompleks bila terdapat penyakit gugur daun Colletotrichum pada iklim yang terlalu basah. Dalarn ha1 demikian maka masa defoliasi dan refoliasi yang biasanya sekitar 3 bulan, dapat berlanjut karena daun muda yang terbentuk juga akan mengalami gugur. Hasil Analisis Statistik Analisis ragam dan ujibeda dilakukan terhadap peubah-peubah dengan faktorfaktor perlakuan klon (8 jenis), sistem eksploitasi (3 jenis) dan musim atau bulan pengamatan (11 taraf) (Tabel Lampiran 4). Bulan pertama pengamatan (September 1997) tidak dirmasukkan dalam pengolahan data karena belum ada pemberian perlakuan etepon. Pada analisis peubah-peubah KAS, ph lateks dan aktivitas SOD terdapat faktor perlakuan atau taraf perlakuan yang tidak lengkap (Tabel Lampiran 5). Analisis ragam peubah etilen, ACC dan ACC-oksidase hanya dilakukan terhadap faktor-faktor klon (2 jenis) dan sistem eksploitasi (3 jenis) (Tabel Lampiran 6); sedangkan data protein tidak dianalisis secara statistik.
5 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi klon dan sistem eksploitasi (K x E) nyata terhadap produksi lateks (gpls), KKK, IP, KAS, sukrosa, FA dan ti01 (Tabel Lampiran 7). Interaksi musim dan klon (M x K) nyata terhadap produksi lateks (g/p/s), IP, ph, sukrosa, FA dan ti01 (Tabel Lampiran 8). Adapun interaksi musim dan sistem eksploitasi (M x E) nyata terhadap produksi lateks (gfpls), KKK, IP, sukrosa, FA dan ti01 (Tabel Lampiran 9). Namun interaksi ketiga faktor yakni klon, sistem eksploitasi dan mush (K x E x M) tidak nyata terhadap semua peubah pengamatan. Khusus pada pengamatan SOD hanya nyata dipengaruhi oleh faktor tunggal klon (K) (Tabel Lampiran 5). Sementara itu etilen hanya dipengaruhi oleh faktor sistem eksploitasi (E), ACC oleh faktor klon (IS) dan eksploitasi (E); clan ACC-oksidase tidak dipengaruhi kedua faktor perlakuan (Tabel Lampiran 6). Produksi Lateks (g/p/s) Pada penyadapan 2 hari sekali tanpa pemberian etepon (&) sebagai perlakuan kontrol. produksi lateks tergolong tinggi (36 g/p/s) pada klon RRlM 712 dan BPM 1 (Tabel 3). Namun dengan pemberian etepon % dan pengurangan frekuensi sadap menjadi 3 hari sekali (perlakuan El dan E2) produksi nyata meningkat pada 5 klon yang diuji yakni PR 261, AVROS 2037, BPM 24, PR 228 dan LCB 1320, sedangkan pada 3 klon lain pemberian etepon tidak meningkatkan produksi. Produksi PR 261 perlakuan stimulasi (El dan E2) berlipat kali menjadi g/pls dibandingkan dengan kontrol Eo (30 g/p/s/). Sementara itu produksi RRIM 712 sebesar 36 g/p/s pada EO tidak nyata meningkat oleh perlakuan El dan E2. Dalam ha1 ini besarnya produksi lateks g/pls belurn menggambarkan
6 produksi lateks yang biasa digunakan yaitu &lam satuan kg/haltahun. Untuk memperoleh data produksi kgthdtahun dilakukan perhitungan tarnbahan (Tabel Lampiran 1) dan akan diuraikan dalam pembahasan. Tabel 3. Pengaruh klon dan sistem eksploitasi terhadap produksi lateks Klon Produksi Lateks (glpls) Eo El E2 (W S dl2) (% S dl3. ET2.5%) (% S dl3. ET5.0%) AVROS2037 BPM24 PR261 RRIM712 GT1 BPMl PR228 LC efgh 16.5 j 30.4 ghi 36.2 defg 25.3 i 36.1 defg 27.9 i 30.9 ghi 57.7 b 33.4 efgh 59.0 b 40.9 cde 31.9 fghi 42.5 cd 46.1 c 41.8 cd b fghl a cdef defgh cd b C Catatan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sarna antar baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJGD dengan taraf Po.05 Variasi musiman produksi lateks setiap klon dengan tiga sistem eksploitasi disajikan pada Gambar 8. Dalam siklus setahun pola produksi lateks mempunyai kecenderungan meningkat sejak awal ke akhir perielitian khususnya pada AVROS 2037, BPM 24, PR 261 dan PR 228. Kecendermgan lebih terlihat pada perlakuan stimulasi (El dan E2) dibandingkan dengan kontrol(&). Produksi lateks nyata dipengaruhi oleh faktor klon hanya pada bulan Agustus (Tabel Lampiran 8); sedangkan oleh faktor sistem eksploitasi nyata pada semua bulan, kecuali Nopember clan Desember (Tabel Lampiran 9). Dari analisis masingmasing klon setiap bulan, perlakuan stimulasi (El dan E2) secara nyata meningkatkan
7 Tanda bintann S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A berartiberbeia S (September) adalah data sebelum perlakuan Bulan nyata dengan ~-~..., ,.-, " " thaf P< 005 i i! 100 =TI i BPMl f PR228 B l 2 0 i 1 * S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A B,,~P,, S (September) adalah data sebelum perlakuan Gambar 8. Variasi musiman produksi lateks g/p/s masing-masing klon dengan sistem eksploitasi EO. El dan E2
8 produksi lateks AVROS 2037 pada bulan Oktober, Desember, Januari, clan April - Agustus; PR 261 pada bulan Desember - Agustus, PR 228 pada bulan Mei, Juni dan Agustus; serta LCB 1320 pada bulan April dan Mei (Tabel Lampiran 10). Kadar Karet Kering (KKK) KKK klon-klon yang diamati tergolong menengah - tinggi yakni berkisar antara 33-44%. KKK tinggi te jadi pada AVROS 2037, PR 261, PR 228 dan LCB 1320, dan menengah pada BPM 24, RRIM 712, GT 1 dan BPM 1 (Tabel 4). Pemberian etepon % pada sistem eksploitasi El dan E2 menurunkan KKK pada AVROS 2037 dari kontrol 44% menjadi 40-41%, pada PR 261 dari 42% menjadi 38%, dan pada LCB 1320 dari 42% menjadi 37%. Pada klon lain tidak nyata tejadi perubahan KKK, tetapi pada BPM 24 justru tejadi peningkatan KKK dari 33% menjadi 38% pada El. Tabel 4. Pengaruh klon dan sistem eksploitasi terhadap kadar karet kering Klon Kadar Karet Kering (%) Eo El E2 (W S dl2) (W S dl3. ET2.5%) (W S dl3. ET5.0%) 44.0 a 33.1 ijk 41.7 ab 35.5 fghij 34.3 hijk 33.7 hijk 41.9 ab 42.0 ab 41.0 bc 37.5 defg 38.2 def 34.9 ghijk 32.9 jk 35.6 fghij 42.0 ab 37.5 defg bcd ghij k cdef hij k k fghi cde efgh Catatan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama antar baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJGD dengan taraf
9 S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A Tandabintang S (September) adalah data sebelum perlakuan Bulan berarti berbeda nyata dengan I GTl 1 BPM1 PR228 S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S (September) adalah data sebelum perlakuan Bulan Gambar 9. Variasi musiman kadar karet kering lateks masing-masing klon,dengan sistem eksploitasi EO, El dan E2
10 KKK nyata dipengaruhi oleh faktor sistem eksploitasi hanya pada bulan Maret, Mei dan Juli (Tabel Larnpiran 9). Variasi musiman KKK setiap klon dengan perlakuan eksploitasi disajikan pada Gambar 9. KKK kebanyakan klon memiliki kecenderungan meningkat selama penelitian. Dari analisis masing-masing klon setiap bulan, pengaruh stimulasi nyata menurunkan KKK AVROS 2037 pada bulan Maret dan Mei, PR 261 pada bulan Maret, RRIM 712 pada bulan Oktober, April dan Juni, serta LCB 1320 pa& bulan Oktober, Desember dan Juli (Tabel Larnpiran 11). KKK rendah (berkisar 32-34%) umumnya te rjadi bulan Nopember - Desember. KKK tinggi (berkisar 40-48%) pada perlakuan & terjadi pada bulan Mei - Agustus 1998, sedangkan KKK tinggi (berkisar 41-44%) pada perlakuan El dan E2 hanya terjadi pada bulan Agustus Indeks Penyumbatan (IP) Pada penyadapan tanpa etepon (6) Mon-klon dengan IP tinggi (berkisar 15-20) adalah PR 228, PR 261, RRIM 712 dan AVROS 2037, sedangkan klon-klon dengan IP rendah (hanya sekitar 8) adalah BPM 1 dan LCB 1320 (Tabel 5). Pemberian etepon % disertai dengan pengurangan fiekuensi sadap dari 2 hari (perlakuan &) menjadi 3 hari sekali (perlakuan El dan E2) nyata dapat menurunkan IP pada semua klon kecuali BPM 1 dan LCB Penurunan IP terbesar terjadi pada PR 261 yaitu dari 17 pa& perlakuan Eo menjadi 7 pada perlakuan El dan E2. Demikian juga'te rjadi pada PR 228, yaitu dari 20 pada F$ menjadi 12 (El) dan 8 (E2).
11 IP nyata dipengaruhi oleh faktor klon hanya pada bulan Mei dan Agustus (Tabel Lampiran 8), sedangkan oleh faktor sistem eksploitasi umumnya nyata sepanjang tahun, kecuali pada bulan Juli (Tabel Lampiran 9). Variasi musiman IP setiap klon dengan perlakuan eksploitasi disajikan pada Gambar Tabel 5. Pengaruh klon dan sistem eksploitasi terhadap indeks penyumbatan Klon Indeks Penyumbatan Eo El E2 (% S dl2) (% S dd/.et2.5%) (W S d/3.et5.0%) AVROS2037 BPM24 PR261 RRIM712 GTI BPMI PR228 LCB bc 12.7 cd 17.1 ab 14.5 bc 9.8 defg 8.0 fghi 19.7 a 8.5 efghi 6.9 fghi 6.9 fghi 7.1 fgh def 6.4 hi 5.7 hi 11.5 cde 6.2 hi 6.5 ghi 6.9 fghi 6.7 fghi 8.6 efgh 5.1 hi 6.3 hi 8.5 efghi 5.1 hi Catatan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama antar baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJGD dengan taraf Po.os Variasi musiman sepanjang tahun lebih berpengaruh terhadap fluktuasi IP kebanyakan klon pada perlakuan tanpa etepon a), dibandingkan dengan perlakuan stimulasi (El dan Ez). Selama 11 bulan perlakuan kontrol mempunyai IP rata-rata lebih tinggi (7-18) dibandingkan dengan perlakuan El dan E2 (4-11). Fluktuasi IP tersebut ternyata masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan IP sebelum perlakuan (September 1997) yang berkisar terutarna pada El dan E2. Dari analisis masing-masing klon setiap bulan, pengaruh stimulasi nyata menurunkan IP semua klon pada bulan-bulan tertentu Misalnya AVROS 2037 pada
12
13 bulan Nopember - Januari dan Agustus, BPM 24 pada bulan Mei, PR 261 pada semua bulan kecuali Januari, Maret dan Juni - Juli, dan RRIM 712 pada bulan Oktober dan Mei. Sementara itu GT 1 pada bulan Nopember dan Januari, BPM 1 pada bulan April, PR 228 pada bulan Januari dan April - Juni, dan LCB 1320 pada bulan Mei dan Agustus (Tabel Lampiran 12). Kekeringan Alur Sadap (KAS) Pada penyadapan tanpa etepon (G) kejadian KAS relatif tinggi (16-23%) pada klon BPM 24 dan LCB 1320, sedangkan pada klon-klon lain tergolong rendah (0-12%) (Tabel 6). Penyadapan dengan perlakuan etepon 2.5% (El) meningkatkan KAS pada RRIM 712 dan PR 228 dari 3-4% menjadi 14-16%. Perlakuan etepon hingga 5.0% (E2) pada BPM 24 dan PR 261 sebaliknya menurunkan KAS dari 12-16% menjadi 2-3%. Tabel 6. Pengaruh klon dan sistem eksploitasi terhadap kekeringan alur sadap Klon KAS (%)., Eo El E2 (% S dl2) (W S dl3.et2.5%) (% S dl3.et5.0%) AVROS h 6.5 cdefgh 0.3 h BPM abcd 6.3 defgh 3.0 gh PR cdefg 2.5 gh 3.4 fgh RRIM gh 14.3 bcdef 17.6 abc GTI 3.8 efgh 8.9 cdefgh 14.1 bcdef BPMI 9.0 cdefgh 8.8 cdefgh 13.4 bcdefg PR efgh 16.4 abcd 6.8 cdefgh LCB ab 14.7 bcde 25.6 a Catatan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sarna antar baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJGD dengan taraf Po.os
14 ph Lateks Hasil analisis ragam ph lateks menunjukkan pengaruh nyata pada interaksi faktor klon dan musim. Variasi musiman ph lateks berbagai klon selama beberapa bulan pengamatan disajikan pada Gambar 11. Sebelum perlakuan (September) nilai ph lateks umumnya tinggi, kecuali pada klon LCB 1320 yang jauh lebih rendah, termasuk bila dibandingkan dengan bulan-bulan lain pada klon tersebut. Nilai ph lateks 8 klon setelah perlakuan terlihat tinggi pada bulan Januari dan rendah pada bulan Agustus. &P*) Okt N~P Des Jan Jul Ags ') Data sebeknn Bulan Pengamatan partam Gambar 1 1. Variasi musiman ph lateks 8 klon karet selama beberapa bulan pengamatan Kadar Su krosa Kadar sukrosa lateks masing-masing klon tidak dipengaruhi oleh faktor sistem eksploitasi, kecuali pada klon AVROS 2037 dan BPM 24 (Tabel 7). Pada penyadapan 2 hari sekali tanpa etepon (h) ka&r sukrosa tinggi (>8.0 mm) terjadi pada AVROS 2037 dan LCB 1320, dan rendah ( 60 mm) te rjadi pada BPM 24 dan PR 261. Pada
15 penyadapan 3 hari sekali dengan etepon % (El dan E2) kadar sukrosa tinggi terjadi pada AVROS 2037, RRIM 712, dan GT 1; sedangkan yang rendah te rjadi pada BPM 1 dan PR 261. Tabel 7. Pengaruh klon clan sistem eksploitasi terhadap kadar sukrosa lateks Klon Kadar Sukrosa (mm) Eo El E2 (W S dl2) (W S db. ET2.5%) (W S dl3. ET5.0%) a h fgh bcdef bcdefg efgh bcdef bcde 9.25 abcde 6.09 defgh 4.73 fgh 8.86 bcde ab 3.75 gh 6.25 defgh 7.86 bcdef 8.30 bcde 6.91 defg 4.10 gh 9.48 abcd 9.86 abc 5.83 efgh 8.36 bcde 8.90 bcde Catatan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama antar baris dan kolom mendjukkan tidak berbeda nyata pada UJGD dengan taraf Dalam variasi musiman, kadar sukrosa lateks secara nyata dipengaruhi oleh faktor perlakuan Mon pada bulari Oktober, Januari, Februari, Mei dan Agustus (Tabel Lampiran 8); dan dipengaruhi oleh faktor perlakuan sistem eksploitasi hanya pada bulan Februari (Tabel Lampiran 9). Variasi musiman kadar sukrosa setiap Mon dengan perlakuan eksploitasi disajikan pada Gambar 12. Pada setiap klon, perlakuan stimulasi nyata menurunkan kadar sukrosa yakni AVROS 2037 pada bulan Januari, BPM 24 pada bulan Maret, PR 261 pada bulan Maret, RRIM 712 pada bulan April, GT 1 pada bulan Oktober dan Februari, dan LCB 1320 pada bulan Oktober (Tabel Lampiran 13). Kadar sukrosa lateks lebih
16 S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A Bulrn S (September) adalah data rrebekrm perlakuan * Tanda bintang berarti berbeda 30 r , _...^ ~ nyata dengan r! 1 taraf P< 0.05 S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S (September) adalah data sebelum perlakuan Bulan Gambar 12. Variasi musiman kadar sukrosa lateks masing-masing klon dengan sistem eksploitasi EO, El dan E2
17 dipengaruhi oleh variasi musiman dibandingkan dengan perlakuan eksploitasi, sehingga sepanjang tahun te rjadi fluktuasi yang sangat besar tetapi spesifik klon. Pola fluktuasi sukrosa rriirip antara perlakuan El dan E2. Kadar sukrosa rendah ( rnm) terjadi pada November - Januari, selanjutnya meningkat nyata ( mm) pada Februari - Agustus. Kadar Fosfat Anorganik (FA) Kadar FA lateks masing-masing klon tidak berbeda nyata pada ketiga sistem eksploitasi fi, El, E2), kecuali pada klon LCB 1320 yang meningkat nyata dari mm pada & menjadi mm pada E2 (Tabel 8). Pada ketiga sistem eksploitasi, kadar FA tinggi ( mm) terjadi pada klon PR 261, RRIM 712, GT 1, BPM 1 dan PR 228. Adapun kadar FA yang relatif rendah ( mm) te jadi pada klon AVROS 2037, BPM 24 dan LCB Tabel 8. Pengaruh klon dan sistem eksploitasi terhadap kadar fosfat anorganik lateks Klon Kadar Fosfat Anorganik (mm) Eo El E2 (W S dl2) (W S dl3. ET2.5%) (W S dl3. ET5.0%) ghi hi cdefgh a defghl bcdefgh abcdef hi defgtzl i abcdef abcd efghi abcdef abc cdefgh fghl fghi abc ab abcdefg abcdef abcde bcdefg Catatan: Anglca yang diikuti oleh huruf yang sama antar baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJGD dengan taraf Po.os
18 SONDJFMAMJJA~SONDJFMAMJJA'SONDJF A M J J A ' s O N D ~ ~ M A & J J A * S (gvternber) adatah data se e urn pe a "an Bulan Tanda bintang berarti berbeda nyata dengan S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A Bulan S (September) adalah data sebekrrn perlakuan Gambar 13. Variasi musiman kadar fosfat anorganik lateks masing-masing klon dengan sistem eksploitasi EO, E 1 dan E2
19 Kadar FA lateks nyata dipengaruhi oleh faktor klon pada bulan Oktober, November dan Desember (Tabel Lampiran 8); dan oleh faktor sistem eksploitasi pada bulan Nopember, Januari, Februari, Juni dan Agustus (Tabel Lampiran 9). Variasi musiman kadar FA setiap klon dengan tiga sistem eksploitasi disajikan pada Gambar 13. Fluktuasi kadar FA lateks masing-masing klon mempunyai pola yang mirip dan cenderung meningkat pada periode pertengahan hingga akhir penelitian kecuali pada LCB 1320 yang relatif konstan. Dilihat pada ketiga sistem eksploitasi, kadar FA terendah ( mm) tejadi pada bulan Desember, dan kadar FA tertinggi ( mm) te jadi pada periode Juni - Agustus. Perbedaan perlakuan & dengan El dan E2 adalah pada bulan November yang tingi (15.47 mm) pada & dan rendah ( mm) pada El dan EZ. Dengan analisis setiap klon, perlakuan stimulasi nyata menurunkan kadar FA yakni AVROS 2037 pada bulan April, PR 261 pada bulan April dan Juli, RRIM 712 pada bulan Februari dan Maret, BPM 1 pada bulan Agustus, dan LCB 1320 pada bulan Maret dan Juli (Tabel Lampiran 14). Kadar Ti01 Kadar ti01 lateks terlihat lebih dipengaruhi oleh faktor klon dibandingkan dengan oleh faktor sistem eksploitasi (Tabel 9). Pada penyadapan 2 hari sekali tanpa etepon (&) kadar ti01 terendah (0.41 mm) te rjadi pada AVROS 2037, sedangkan klon yang lain cukup tinggi, dan tertinggi (0.60 mm) te rjadi pada PR 261. Klon PR 261 juga mempunyai ti01 tertinggi (0.59 rnm) pada penyadapan 3 hari sekali dengan
20 etepon 2.5 dan 5.0% (El dan E2), sedangkan yang terendah ( mm) di antaranya te rjadi pada PR 228, BPM 24 dan BPM 1. Tabel 9. Pengaruh klon dan sistem eksploitasi terhadap kadar ti01 lateks Klon Eo El E2 AVROS2037 BPM24 PR261 ~ ~ 1 ~ GTI BPMI PR228 LCB1320 e abcde a abcde abcd abcd abcde abcde abcde de ab abcde slbcde abcde e abcde bcde abcde ab abcde bcde dd cde abcde Catatan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama antar baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJGD dengan taraf Po.os Ditinjau dari faktor Mon, fluktuasi kadar ti01 lateks nyata pada bulan Oktober dan Agustus (Tabel Larnpiran 8); sedangkan bila ditinjau dari perlakuan eksploitasi nyata pada bulan Desember, Februari clan Mei (Tabel Larnpiran 9). Pada ketiga sistem eksploitasi, kadar ti01 tinggi ( mm) pada bulan Maret - April dan rendah atau kritis ( mm) pada bulan Februari dan Mei. Variasi musiman kadar ti01 setiap klon dengan perlakuan eksploitasi disajikan pada Gambar 14. Respons kadar ti01 masing-masing klon memiliki pola yang mirip atau tidak spesifik klon. Pada analisis setiap klon, perlakuan stimulasi nyata membedakan kadar ti01 yakni AVROS 2037 pada bulan Juni, BPM 24 pada bulan April clan Mei, PR 261
21 S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A 8 O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A Bulan S (September) adalah data sebelum perlakuan * Tanda bintang berarti berbeda nyata dengan taraf P< 0.05 S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S (September) adalah data sebelum perlakuan Bulan Gambar 14. Variasi musiman kadar ti01 lateks masing-masing klon dengan sistem eks~loitasi EO. El dan E2
22 pada bulan Oktober dan Februari, dan RRIM 712 pada bulan Desember. Sementara untuk GT 1 ha1 tersebut te jadi pada bulan Juli, BPM 1 pada bulan Februari dan Mei, PR 228 pada bulan Februari dan Juli, dan LCB 1320 pada bulan Desember (Tabel Lampiran 15). Aktivitas Superoksida Dismutase (SOD) Analisis ragam menunjukkan bahwa hanya faktor tunggal perlakuan klon yang nyata mempengaruhi aktivitas SOD dalarn lateks (Tabel 10). Aktivitas SOD tinggi ( unit) dijumpai pada AVROS 2037, BPM 24 dan PR 261; sedang ( unit) pada GT 1, BPM 1 dan PR 228; dan terendah (0.42 unit) pada RRIM 712 dan LCB Tabel 10. Pengaruh klon terhadap aktivitas enzim superoksida dismutase KLON AVROS2037 BPM24 PR261 RRIM712 GT1 BPMl PR228 LCB1320 SOD (unit) 0.74 ab 0.70 ab 0.79 a 0.42 c 0.54 abc 0.58 bc 0.50 bc 0.42 c Catatan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada UJGD dengan taraf Po.os
23 Produksi Etilen Hasil analisis ragam produksi etilen hanya menunjukkan pengaruh nyata faktor tunggal sistem eksploitasi. Pemberian etepon nyata meningkatkan produksi etilen dari nmol/g'jarn pada kontrol (G) menjadi dan nmol/g/jam berturut-turut pada perlakuan dengan etepon 2.5% (El) dan 5.0% (E2). Gambar 15. Variasi musiman produksi etilen pada tiga sistem eksploitasi Fluktuasi bulanan produksi etilen pada masing-masing perlakuan sistem eksploitasi disajikan pada Gambar 15. Pengaruh perlakuan stimulasi etepon 2.5% dan 5.0% terhadap produksi etilen terlihat nyata khususnya pada bulan Oktober, Maret, Mei, Juni dan Agustus. Kisaran produksi etilen pada & rendah yakni nmol/g/jam, sedangkan pada perlakuan stimulasi menjadi lebih tinggi yakni nrnol/g/jam padael dan nrnovg'jam pada E2.
24 mdar ACC 62 Hasil analisis ragam kadar ACC bebas menunjukkan pengaruh nyata faktor tunggal klon dan sistem eksploitasi. Kadar ACC dalam jaringan kulit pohon karet klon AVROS 2037 adalah 60 nmovg sedangkan pada BPM 24 lebih tinggi yakni 104 nmovg. Pemberian etepon nyata meningkatkan kadar ACC dari 42.5 nmovg pada kontrol (b) menjadi nmovg pada perlakuan etepon 5.0% (E2). Perlakuan etepon 2.5% (El) meskipun meningkatkan ACC menjadi 70.8 nmovg tetapi secara statistik masih belum berbeda nyata terhadap kontrol (b). BPM 24 8" tjm u fm im 31, Y loo 0 0 DPS Jan Feb Mar Apr Mei Ags Des Jan Feb Mar Apr Mei Ags Bulan Bulan Gambar 16. Variasi musiman kadar ACC ketiga sistem eksploitasi klon AVROS 2037 dan BPM 24 Kadar ACC rata-rata kedua klon berfluktuasi selama beberapa bulan pengamatan (Gambar 16). Perlakuan stimulasi dengan etepon 2.5 % dan 5.0% (El dan E2) terlihat meningkatkan kadar ACC pada setiap bulan pengamatan. Peningkatan umum kadar ACC secara progresif terlihat mulai bulan Januari hingga Mei, tetapi pada pengamatan akhir (Agustus) kadar ACC menurun lagi..
25 Aktivitas ACC-oksidase Secara statistik perbedaan klon dan perlakuan sistem eksploitasi tidak nyata berpengaruh terhadap aktivitas enzim ACC-oksidase, tetapi pada klon AVROS 2037 terlihat bahwa pemberian stimulan etepon % (El dan E2) meningkatkan 5-9 kali nilai aktivitas ACC-oksidase dari nmol/g/jam pada & menjadi nmol/g/jam. Pada BPM 24, relatif tidak te jadi perubahan aktivitas ACCoksidase (Tabel 11). Tabel 1 1. Pengaruh sistem eksploitasi terhadap aktivitas ACC-oksidase 2 klon karet I ltlon Aktivitas ACC-oksidase (nmovg/jam) Eo El E2 (W S dl2) (W S dl3.et2.5%) (W S dl3.et5.0%) Des Jan Feb Ags Bulan Gambar 17. Variasi musiman aktivitas ACC-oksidase pada ketiga sistem eksploitasi
26 Aktivitas ACC-oksidase rata-rata kedua klon berfluktuasi pada beberapa bulan pengamatan (Gambar 17). Perlakuan stimulasi dengan etepon 2.5 % dan 5.0% (El dan E2) terlihat meningkatkan aktivitas enzim, kecuali pada bulan Desember. Pola Pita Protein Protein dari fiaksi serum-c pada masing-masing klon dengan perlakuan sistem eksploitasi telah dihasilkan melalui analisis SDS-PAGE dari contoh lateks bulan Desember, Maret, Juli dan Agustus. Umumnya protein dari M i serum-c terlihat sebagai pita-pita tipis dalam jumlah yang banyak. Khusus pada bobot molekul (BM) sekitar 27 kda terlihat perbedaan khas antar perlakuan sistem eksploitasi pada beberapa klon, sedangkan pada BM sekitar 30 kda hanya khas pada klon PR 228 (Tabel 12 dan Gambar 18). Tabel 12. Pola pita protein yang muncul khas pada SDS-PAGE fiaksi serum-c beberapa klon dengan perlakuan I%, El dah E2 Pola pita protein pada Sistem Eksploitasi Klon BM (kda) El E 1 E2 1. AVROS BPM GT BPM PR PR PR Keterangan: Tanda (-) tidak ada pita, (+) ada pita protein dan dengan kelipatan berarti makin tebal Dari fraksi lutoid, protein yang dihasilkan terlihat sebagai pita-pita yang tebal dan jumlahnya tidak sebanyak protein pada serum-c. Narnun demikian, elektroforesis
27
28 pada klon GT 1 dengan phi 4.7, 5.8 dan 7.2; BPM 24 dengan phi 5.8 dan 7.2; AVROS 2037 dengan phi 5.8; dan BPM 1 dengan phi 5.8. Visualisasi protein dari gel hasil IEF beberapa klon clan perlakuan eksploitasi disajikan pada Gambar 20. Melalui analisis SDS-PAGE-2D dapat diperkirakan protein spesifik yang muncul oleh perlakuan stimulasi etepon addah pada BM sekitar 35 kda clan 70 kda dan keduanya dengan phi 5.8 (Gambar 21). Tabel 13. Penyebaran pita protein dari fraksi lutoid masing-masing klon dengan perlakuan eksploitasi No. PERLAKUAN Perkiraan BM (ma) 22. LCB1320& LCB 1320/E LCB 1 320/E2 + + Keterangan: Tanda (-) tidak ada pita, (+) ada pita protein dan dengan kelipatan berarti makin tebal, kolom kosong ( ) berarti tidak ada perbedaan
29
30
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Sedikitnya telah seabad tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)
PENDAHULUAN Latar Belakang Sedikitnya telah seabad tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) mempunyai kedudukan penting dalam kebutuhan hidup manusia akan elastomer karena nilai sosial-ekonominya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan WaMu. Bioteknologi Perkebunan (UPBP), AP2I (Ciomas, Bogor, Jawa Barat; 250 m di atas
BAHAN DAN METODE Tempat dan WaMu Kegiatan penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan (UPBP), AP2I (Ciomas, Bogor, Jawa Barat; 250 m di atas permukaan laut) dan di
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. (turunan) dari persilangan intraspesifik RRIM 600 x PN 1546 di Balai Penelitian
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan tanaman F1 hasil okulasi (turunan) dari persilangan intraspesifik RRIM 600 x PN 1546 di Balai Penelitian Sungei Putih-Pusat
Lebih terperinciLampiran 1. Jumlah dan Diameter Pembuluh Lateks Klon BPM 1 dan PB 260 KLON Jumlah Pembuluh Lateks Diameter Pembuluh Lateks 22.00 22.19 24.00 24.09 20.00 20.29 7.00 27.76 9.00 24.13 5.00 25.94 8.00 28.00
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Neutrofil pada Mencit Jantan Berdasarkan Tabel 2, rata-rata persentase neutrofil ketiga perlakuan infusa A. annua L. dari hari ke-2 sampai hari ke-8 setelah infeksi cenderung lebih
Lebih terperinciLampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC
LAMPIRAN 38 38 Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC Perlakuan Laju pertambahan tinggi (cm) kedelai pada minggu ke- a 1 2 3 4 5 6 7 AUHPGC (cmhari)
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Pengamatan Vegetatif di Kebun Uji Sei Dadap
44 PEMBAHASAN Pengamatan Vegetatif di Kebun Uji Sei Dadap Pengamatan pertumbuhan vegetatif di kebun uji Sei Dadap meliputi tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah daun fronds (pelepah), panjang rachis,
Lebih terperinciRESPONS KARAKTER FISIOLOGI DAN PRODUKSI LATEKS BEBERAPA KLON TANAMAN KARET TERHADAP STIRlULASI ETILEN
RESPONS KARAKTER FISIOLOGI DAN PRODUKSI LATEKS BEBERAPA KLON TANAMAN KARET TERHADAP STIRlULASI ETILEN PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1999 ya Auu jadjkan aku sebagai orang yang selalu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit
31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penunasan terhadap Produksi, Jumlah Tandan dan BTR Pengaruh penunasan dilihat dari pengaruhnya terhadap produksi, jumlah tandan dan bobot tandan rata-rata pada setiap kelompok
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur
Lebih terperinciCH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Agroklimat Wilayah Penelitian Dari hasil analisis tanah yang dilakukan pada awal penelitian menunjukan bahwa tanah pada lokasi penelitian kekurangan unsur hara
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB I PENDAHULUAN Pengaruh pemanasan global yang sering didengungkan tidak dapat dihindari dari wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarbaru. Sebagai stasiun klimatologi maka kegiatan observasi
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
18 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Respon Umur Tanaman Pada Cekaman Kekeringan Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor pembatas yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Lebih terperinciKAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan
Lebih terperinciPENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL
99 PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL Effect of Plant Spacing on Yield of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Penelitian yang bertujuan mempelajari pengaruh jarak tanam terhadap
Lebih terperinciUSULAN PELEPASAN VARIETAS KENTANG
USULAN PELEPASAN VARIETAS KENTANG DEA NADIA KERJASAMA ABG DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA - IPB CV HORTITEK Pangalengan Bandung UPTD BPSBTPH PROVINSI JAWA BARAT 2008 Dalam Kerangka Horticultural Partnership
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Aplikasi Insektisida terhadap Populasi WBC dan Musuh Alaminya di Lapangan Nilaparvata lugens Populasi wereng batang cokelat (WBC) selama penelitian dipengaruhi oleh interaksi antara
Lebih terperinciBAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
45 BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1. Implementasi Dalam mengimplementasikan tugas akhir ini digunakan PC dengan spesifikasi sebagai berikut : 4.1.1. Spesifikasi Kebutuhan Perangkat keras yang digunakan
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DATA
30 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data Curah Hujan DAS Brantas Data curah hujan di DAS Brantas merupakan data curah hujan harian, dimana curah hujan harian berasal dari stasiun-stasiun curah hujan yang ada
Lebih terperinciJumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet
3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Karet Karet (Havea brasiliensis) merupakan tanaman asli dari Amerika Selatan. karet merupakan tanaman berkayu yang memiliki tinggi dan diameter mencapai 40 m dan 35 cm
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
21 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari pengamatan diferensial leukosit pada mencit yang diinfeksi dengan P.berghei setelah pemberian ekstrak akar kayu kuning (C. fenestratum) dengan pelarut etanol yaitu sebagai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman cabai secara in vitro dapat dilakukan melalui organogenesis ataupun embriogenesis. Perbanyakan in vitro melalui organogenesis dilakukan dalam media MS dengan penambahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang terbanyak diperoleh dari biji S. mahagoni, diikuti daun T. vogelii, biji A.
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo
26 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Adaptasi Galur Harapan Padi Gogo Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo berpengaruh nyata terhadap elevasi daun umur 60 hst, tinggi tanaman
Lebih terperinciKATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP
Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi
Lebih terperinciEVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA
BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1.Neraca Air Lahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai evapotranspirasi dihitung berdasarkan persamaan (Penman 1948). Tabel 1. Hubungan antara rata-rata curah hujan efektif dengan evapotranspirasi Bulan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah
Lebih terperinciPENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL
117 PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL Effects of Nitrogen Management on Yield of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.
KATA PENGANTAR Penyajian Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 di Provinsi Sumatera Selatan ditujukan untuk memberi informasi kepada masyarakat, disamping publikasi buletin agrometeorologi, analisis dan prakiraan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI NOVEMBER 2011
Nop-06 Feb-07 Mei-07 Agust-07 Nop-07 Feb-08 Mei-08 Agust-08 Nop-08 Feb-09 Mei-09 Agust-09 Nop-09 Feb-10 Mei-10 Agust-10 Nop-10 Feb-11 Mei-11 Agust-11 PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI NOVEMBER 2011
Lebih terperinciVI. UBIKAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 23
VI. UBIKAYU 6.1. Perbaikan Genetik Kebutuhan ubikayu semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya berbagai industri berbahan baku ubikayu, sehingga diperlukan teknologi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
20 HASIL DAN PEMBAHASAN Kepadatan Mikroba dalam Seduhan Kompos Hasil pengamatan kepadatan mikroba pada seduhan kompos dengan metode pencawanan pengenceran 10-6 pada media PDA menunjukkan bahwa antara seduhan
Lebih terperinciBAHAN METODE PENELITIAN
BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada
Lebih terperinciDr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor )
Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor ) Ir. Lilik Koesmihartono Putra, M.AgSt (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia) Tahun-3 1. Konstruksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ton pada tahun 2011 menjadi juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditas perkebunan yang dapat memberikan kontribusi dalam devisa negara dari sektor non migas. Karet juga merupakan sumber penghasilan
Lebih terperinciKETAHANAN VARIETAS/KLON UBI KAYU TERHADAP HAWAR BAKTERI SECARA ALAMI DI LAPANGAN
KETAHANAN VARIETAS/KLON UBI KAYU TERHADAP HAWAR BAKTERI SECARA ALAMI DI LAPANGAN Nasir Saleh, Budhi Santoso r., dan Muslikul Hadi Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan 1. Penapisan Galur Padi terhadap Cekaman Besi secara Hidroponik Perlakuan cekaman 750 ppm Fe ke dalam media larutan Yoshida konsentrasi penuh (full strength) selama
Lebih terperinciThe stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;
5 yang telah tersedia di dalam model Climex. 3.3.3 Penentuan Input Iklim untuk model Climex Compare Location memiliki 2 input file yaitu data letak geografis (.LOC) dan data iklim rata-rata bulanan Kabupaten
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertambahan Tinggi Bibit (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan bahwa interaksi pupuk kompos TKS dengan pupuk majemuk memberikan pengaruh yang tidak nyata
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet
TINJAUAN PUSTAKA Klon Tanaman Karet PB 260 dan IRR 118 Klon unggul merupakan salah satu komponen teknologi terpenting yang secara langsung berperan dalam meningkatkan potensi hasil tanaman. Sejalan dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut Divisi: Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledoneae, Ordo: Euphorbiales, Famili: Euphorbiaceae, Genus:
Lebih terperinciDATA DISTRIBUSI SIMPANAN PADA BPR DAN BPRS
DATA DISTRIBUSI SIMPANAN PADA BPR DAN BPRS SEMESTER I-2017 Group Penanganan Premi Penjaminan Daftar Isi Daftar Isi... 1 Daftar Tabel dan Gambar...2 Keterangan... 3 I. Jumlah BPR dan BPRS... 4 II. Total
Lebih terperinciBulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).
1. Klasifikasi Iklim MOHR (1933) Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan oleh Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan
Lebih terperinciANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA
ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG 1. TINJAUAN UMUM 1.1.
Lebih terperinciTanaman karet akan mengeluarkan getah atau lebih dikenal dengan sebutan lateks. Lateks keluar pada saat dilakukan penyadapan pada tanaman karet.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil lateks
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai
23 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai PGPR sebagai rizobakteria memberikan pengaruh tertentu terhadap pertumbuhan tanaman kedelai yang diujikan di rumah
Lebih terperinciUpdate BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. moderate.
Update 060910 BoM/POAMA La Nina moderate (-1.7) La Nina Kuat (-2.1) La Nina moderate (-1.4) La Nina moderate (-1. 1) NCEP/NOAA Jamstec 2.5 2 1.5 (Prediksi BMKG (Indonesia 1 0.5 La Nina moderate (-1.65)
Lebih terperinciTz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C
Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. jumlah bunga, saat berbunga, jumlah ruas, panjang ruas rata-rata, jumlah
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter yang diamati terdiri dari tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga, saat berbunga, jumlah ruas, panjang ruas rata-rata, jumlah buku, dan panjang tangkai bunga. Hasil
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas
Lebih terperinciTAHUN TOTAL RATAAN
Lampiran 1. Data Produksi Tandan Buah Segar (ton/bulan) Kebun Bah Jambi pada Tanaman Berumur 8, 16, dan 19 Tahun Selama 3 Tahun (2011-2013) TAHUN 2011 TAHUN 2012 TAHUN 2013 BULAN UMUR (TAHUN) UMUR (TAHUN)
Lebih terperincidari tahun pada stasiun pengamat yang berada di daerah Darmaga, Bogor.
Jika plot peluang dan plot kuantil-kuantil membentuk garis lurus atau linier maka dapat disimpulkan bahwa model telah memenuhi asumsi (Mallor et al. 2009). Tingkat Pengembalian Dalam praktik, besaran atau
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan dari April Juli 2007 bertepatan dengan akhir musim hujan, yang merupakan salah satu puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006c), sehingga waktu penelitian
Lebih terperinciBMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh
Lebih terperinciHASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C
HASIL Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Sklerotia Pada 5 HSI diameter koloni cendawan pada semua perlakuan seduhan
Lebih terperinciKERAGAAN PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN REPRODUKTIF HIBRIDA JAGUNG PERSILANGAN GALUR INBRIDA MUTAN (M4) PADA LATOSOL DARMAGA
ISSN 1411-0067 KERAGAAN PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN REPRODUKTIF HIBRIDA JAGUNG PERSILANGAN GALUR INBRIDA MUTAN (M4) PADA LATOSOL DARMAGA Rustikawati 1, Catur Herison 1 Surjono H. Sutjahjo 2 1 Jurusan Budidaya
Lebih terperinciGambar C.16 Profil melintang temperatur pada musim peralihan kedua pada tahun normal (September, Oktober, dan November 1996) di 7 O LU
Gambar C.15 Pola arus permukaan pada musim peralihan kedua pada tahun normal (September, Oktober, dan November 1996). Lingkaran biru adalah Eddy Mindanao Gambar C.16 Profil melintang temperatur pada musim
Lebih terperinciUJI DAYA HASIL PENDAHULUAN 19 GALUR TOMAT F6(Lycopersicon esculentum Mill.)
654 Jurnal Produksi Tanaman Vol. 4 No. 8, Desember 2016: 654-659 ISSN: 2527-8452 UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN 19 GALUR TOMAT F6(Lycopersicon esculentum Mill.) YIELD POTENSTIAL TEST OF 19 TOMATOES LINES F6(Lycopersicon
Lebih terperinciEffect of Coating Formulation on Viability, Vigor and Storability of Rice Seeds (Oryza sativa L.)
Pengaruh Formula Coating terhadap Viabilitas dan Vigor serta Daya Simpan Benih Padi (Oryza sativa L.) Effect of Coating Formulation on Viability, Vigor and Storability of Rice Seeds (Oryza sativa L.) Tantri
Lebih terperinciPerkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah
Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah No. 10/10/62/Th. XI, 2 Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah Selama
Lebih terperinciUpdate BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. La Nina.
Update 200910 BoM/POAMA NCEP/NOAA La Nina moderate (-1.8) La Nina Kuat (-2.25) La Nina moderate (-1.7) La Nina moderate (-1. 4) Jamstec 2.5 2 1.5 (Prediksi BMKG (Indonesia La Nina Moderate (-1.85) La Nina
Lebih terperinciPERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG
No. 04/01/81/Th. VIII, 3 Januari 2017 2014 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG DI PROVINSI MALUKU NOVEMBER TPK HOTEL BINTANG NOVEMBER MENCAPAI 38,23 % Tingkat penghunian kamar (TPK) hotel
Lebih terperinciIV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan
3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite
Lebih terperincioa6, y*., A ( Centella asiatica L. Urban ) PENGARUH DOSIS PEMUPUKAN N DAN K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN ' PRODUKSI PEGAGAN Oleh ORIZA SIDIANE
y*., ) 3;,,*, *. '&It i,,: 5.. oa6, PENGARUH DOSIS PEMUPUKAN N DAN K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN ' PRODUKSI PEGAGAN ( Centella asiatica L. Urban ) Oleh ORIZA SIDIANE A29.0687 JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN FAKULTAS
Lebih terperinciPerkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah
No. 10/11/62/Th. XI, 1 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah Selama September 2017, TPK Hotel Berbintang Sebesar 58,44 persen
Lebih terperinciPRESENSI DOSEN DIPEKERJAKAN KOPERTIS WILAYAH V
Pangkat/Gol. : Perguruan Tinggi : Universitas Ahmad Dahlan Jabatan Fungsional : Bulan : Januari 2014 No. HARI TANGGAL DATANG PULANG. DATANG PULANG 1 Rabu 01-Jan-14 Libur Libur Libur 2 Kamis 02-Jan-14 1.
Lebih terperinci4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun
Cacth (ton) 46 4 HASIL 4.1 Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Jumlah dan nilai produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar dari tahun 24 28 dapat dilihat pada Gambar 4 dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Stek Pengamatan keadaan umum stek bertujuan untuk mengetahui sifat fisik, kualitas dan daya tumbuh stek selama penyimpanan. Keadaan umum stek yang diamati meliputi warna,
Lebih terperinciVI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41
VI. UBI KAYU 6.1. Perbaikan Genetik Sejatinya komoditas ubi kayu memiliki peran cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Pada level harga ubi kayu Rp750/kg, maka dengan produksi 25,5 juta ton (tahun
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
Press Release BMKG Jakarta, 12 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 BMKG A F R I C A A S I A 3 Proses EL NINO, DIPOLE MODE 2 1 1963 1972 1982 1997 1 2 3 EL NINO / LA NINA SUHU PERAIRAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu: Generasi-1 ( ) : Seedling selected
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia salah satunya dihasilkan dari pengembangan perkebunan karet. Fungsi dari perkebunan karet tidak hanya sebagai sumber devisa, sumber bahan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI FEBRUARI 2012
Nop-06 Feb-07 Mei-07 Agust-07 Nop-07 Feb-08 Mei-08 Agust-08 Nop-08 Feb-09 Mei-09 Agust-09 Nop-09 Feb-10 Mei-10 Agust-10 Nop-10 Feb-11 Mei-11 Agust-11 Nop-11 PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI FEBRUARI
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim
Lebih terperinciDATA DISTRIBUSI SIMPANAN PADA BPR DAN BPRS
DATA DISTRIBUSI SIMPANAN PADA BPR DAN BPRS SEMESTER II-2016 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko Daftar Isi Daftar Isi... 1 KETERANGAN... 2 I.
Lebih terperinciRespons Pertumbuhan Galur Harapan Kedelai (Glycine max(l.)merril) pada Lahan Masam
Jurnal Penelitian Sains Volume 13 Nomer 2(D) 13209 Respons Pertumbuhan Galur Harapan Kedelai (Glycine max(l.)merril) pada Lahan Masam Harmida Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan,
Lebih terperinciPERTUMBUHAN SIMPANAN PADA BPR DAN BPRS
PERTUMBUHAN SIMPANAN PADA BPR DAN BPRS Juni 2016 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko Daftar Isi Daftar Isi... 1 KETERANGAN... 2 I. Total Simpanan...
Lebih terperinciPERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI APRIL 2012
I. TOTAL SIMPANAN NASABAH PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI APRIL 2012 Total pada bulan April 2012 mengalami kenaikan sebesar Rp14,48 Triliun dibandingkan dengan total pada bulan Maret 2012 sehingga
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Pengeringan Matahari Penelitian ini dilakasanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011 di Fakultas Peternakan, Institut Petanian Bogor, Dramaga. Keadaan cuaca pada
Lebih terperinciLampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak
13 Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 1 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak TAHUN PERIODE JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER 25 I 11 46 38 72 188 116 144 16 217
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap
Lebih terperinciKERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK MAHONI (Swietenia macrophylla) DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR
KERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK MAHONI (Swietenia macrophylla) DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR Ulfah J. Siregar, Iskandar Z. Siregar dan Insan Novita Departemen Silvikulur, Fahutan IPB ABSTRAK Mahoni (Swietenia
Lebih terperinciBPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
CQWWka BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 10/07/62/Th. X, 1 Juli PERKEMBANGAN TINGKAT PENGGUNAAN SARANA AKOMODASI Selama, TPK Hotel Berbintang Sebesar 56,39 Persen. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel
Lebih terperinciANALISA KETERSEDIAAN AIR
ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.
Lebih terperinciL A M P I R A N D A T A H A S I L A N A L I S I S
L A M P I R A N D A T A H A S I L A N A L I S I S Lampiran 1. Data Curah Hujan Rata-rata Bulanan Stasiun BMG Karang Panjang, Ambon Tahun 1997-2006 Curah hujan (mm) bulan Total Rataan Tahun Jan Peb Mar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan tolok ukur persentase daya berkecambah yang tinggi mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih berkualitas baik. Benih kedelai
Lebih terperinciPERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG
No. 04/11/81/Th. VII, 1 November 2014 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG DI PROVINSI MALUKU SEPTEMBER TPK HOTEL BINTANG SEPTEMBER MENCAPAI 29,30 % Tingkat penghunian kamar (TPK) hotel
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.
Lebih terperinciBAB III HASIL ANALISIS
51 BAB III HASIL ANALISIS 3.1 Pengumpulan Data Pada tahap ini, penulis secara langsung mengambil data dari PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Medan pada periode Januari 00 sampai dengan Desember 006. Disamping
Lebih terperinci