HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C
|
|
- Hendra Rachman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Sklerotia Pada 5 HSI diameter koloni cendawan pada semua perlakuan seduhan kompos dan perlakuan fungisida sintetik (FS) secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (K) (Tabel 1). Koloni S. rolfsii pada kontrol (K) dalam masa inkubasi 5 hari menunjukkan pertumbuhan maksimum, yaitu dengan diameter 9 cm, mencapai tepi cawan. Sementara itu, pada perlakuan seduhan kompos hanya mencapai diameter antara 0,03-3,06 cm, sedangkan pada perlakuan fungisida sintetik (FS) sebagai pembanding tidak ada pertumbuhan koloni. Berdasarkan tingkat keefektifan (TE) menunjukkan bahwa setiap perlakuan seduhan kompos mampu menekan pertumbuhan koloni cendawan S. rolfsii dengan inokulum sklerotia dengan TE antara 65,92 99,63% (Tabel 1), yang tergolong cukup efektif hingga sangat efektif. Sebagai contoh, performa pertumbuhan koloni S. rolfsii pada kontrol, perlakuan fungisida dan seduhan kompos yang paling efektif ditunjukkan dalam Gambar 4, yang menunjukkan pada kontrol (A) koloni cendawan telah memenuhi seluruh permukaan media dibandingkan dengan pada perlakuan fungisida sintetik yang tidak ada pertumbuhan sama sekali (B) dan pada perlakuan seduhan kompos (SKAM 75%) yang menunjukkan adanya sedikit pertumbuhan (C). A B C Gambar 4 Pertumbuhan koloni dengan inokulum sklerotia cendawan S. rolfsii pada perlakuan kontrol, FS dan SKAM 75% pada 5 HSI. (A) K: kontrol (B) FS: fungisida sintetik bahan aktif Propineb 70% (C) SKAM 75%: seduhan kompos ditambah molase dan diaerasi
2 14 Tabel 1 Pengaruh perlakuan seduhan kompos terhadap penghambatan pertumbuhan koloni dengan inokulum sklerotia S. rolfsii pada 5 HSI Perlakuan (1) Konsentrasi (%) Diameter koloni (cm) TE (%) (2) SKAM 100 0,20def (3) 97, ,03ef 99, ,36def 95, ,96cdef 89, ,16def 98,15 SKA 100 0,33def 96, ,73def 91, ,86def 90, ,26def 97, ,46def 94,81 SKM 100 0,80def 91, ,40bcdef 84, ,23def 97, ,60bcdef 82, ,90bcde 78,89 SK 100 1,23cdef 86, ,06b 65, ,03cdef 88, ,73bc 69, ,03bcd 77,40 FS - 0,00f 100,00 K - 9,00a - (1) Perlakuan: SKAM (seduhan kompos dengan aerasi+molase), SKA (seduhan kompos aerasi tanpa molase), SKM (seduhan kompos tanpa aerasi+molase), SK (seduhan kompos tanpa aerasi tanpa molase), FS (fungisida sintetik; bahan aktif Propineb 70% ), dan K (kontrol) (2) Tingkat keefektifan (3) Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Diameter koloni pada hampir semua perlakuan seduhan kompos cenderung lebih besar namun tidak menunjukkan perbedaan nyata jika dibandingkan dengan perlakuan fungisida sintetik (FS), kecuali perlakuan seduhan kompos tanpa molase dan tanpa aerasi (SK) dalam konsentrasi 75%, 25% dan 12.5% yang secara nyata lebih besar dibandingkan dengan perlakuan fungisida sintetik (FS). Pertumbuhan koloni S. rolfsii dengan inokulum sklerotia tidak secara nyata dipengaruhi oleh konsentrasi masing-masing macam seduhan kompos, kecuali pada perlakuan seduhan kompos tanpa molase dan tanpa diaerasi (SK), yaitu pada konsentrasi 75% secara nyata lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi 100%
3 15 dan 50%, mengindikasikan bahwa antar kisaran tingkat konsentrasi yang diuji, yaitu %, tidak memberikan pengaruh yang berbeda. Berdasarkan tingkat keefektifannya tehadap pertumbuhan koloni S. rolfsii dengan inokulum sklerotia, pengaruh seduhan kompos dapat dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu sangat efektif (TE 95%), efektif (75% TE<95%) dan cukup efektif (60% TE<75%). Perlakuan yang tergolong sangat efektif adalah SKAM 100%, SKAM 75%, SKAM 50%, SKAM 12.5%, SKA 100%, SKA 25% dan SKM 50% dengan tingkat keefektifan setara dengan fungisida sintetik, yang tergolong efektif adalah SKAM 25%, SKA 75%, SKA 50%, SKA 12.5%, SKM 100%, SKM 75%, SKM 25%, SKM 12.5%, SK 100%, SK 50%, dan SK 12.5% dan yang tergolong cukup efektif adalah SK 75% dan SK 25%. Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Miselium Diameter koloni cendawan pada 4 HSI, pada hampir semua perlakuan seduhan kompos dan perlakuan fungisida sintetik (FS) secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (K) kecuali pada perlakuan SKA 25% yang cenderung lebih rendah namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (K) (Tabel 2). Pada 4 HSI pertumbuhan koloni S. rolfsii dengan inokulum miselium pada kontrol (K) telah mencapai maksimum, yaitu 9 cm, sedangkan pada perlakuan seduhan kompos pertumbuhan koloni cendawan tersebut mengalami hambatan, hanya mencapai diameter antara 1,63-7,30 cm dan pada perlakuan fungisida sintetik tidak ada pertumbuhan koloni sama sekali (Tabel 2). Hasil pengujian menunjukkan bahwa perlakuan seduhan kompos mampu menekan pertumbuhan koloni cendawan S. rolfsii dengan inokulum miselium dengan TE bervariasi berkisar antara 18,89 hingga 81,85 %. Gambar 5 menunjukkan performa pertumbuhan koloni S. rolfsii pada 4 HSI yaitu pada kontrol (K), perlakuan fungisida sintetik (FS) dan SKAM 100%. Pada kontrol (K) koloni S. rolfsii telah menutupi seluruh permukaan media (A) dibandingkan dengan pada perlakuan fungisida sintetik (FS) yang sama sekali tidak ada pertumbuhan (B), dan perlakuan SKAM 100% yang memperlihatkan adanya penekanan pertumbuhan pertumbuhan koloni S. rolfsii (C).
4 16 Gambar 5 Pertumbuhan koloni dengan inokulum miselium cendawan S. rolfsii pada perlakuan kontrol, FS, dan SKAM 100% pada 4 HSI (A) K: kontrol (B) FS: fungisida sintetik bahan aktif Propineb 70% (C) SKAM 100%: seduhan kompos dengan aerasi dan ditambah molase Tabel 2 Pengaruh perlakuan seduhan kompos terhadap penghambatan pertumbuhan koloni dengan inokulum miselium S. rolfsii pada 4 HSI Perlakuan (1) Konsentrasi (%) Diameter koloni (cm) TE (%) (2) SKAM 100 1,63ef (3) 81, ,93cde 56, ,06def 77, ,63def 70, ,20def 75,55 SKA 100 4,83bcd 46, ,66bc 37, ,76bc 35, ,30ab 18, ,73bcd 47,41 SKM 100 2,40def 73, ,80ef 80, ,03cde 55, ,20cde 53, ,13cde 54,07 SK 100 3,80cde 57, ,20cde 53, ,63cde 59, ,30cde 63, ,50cde 61,11 FS - 0,00f 100,00 K - 9,00a - (1) (2) (3) A B C Perlakuan: SKAM (seduhan kompos dengan aerasi+molase), SKA (seduhan kompos aerasi tanpa molase), SKM (seduhan kompos tanpa aerasi+molase), SK (seduhan kompos tanpa aerasi tanpa molase), FS (fungisida sintetik; bahan aktif Propineb 70% ), dan K (kontrol) Tingkat keefektifan Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
5 17 Berdasarkan diameter koloni cendawan, 6 perlakuan seduhan kompos, yaitu SKAM 100%, SKAM 50%, SKAM 25%, SKAM 12.5%, SKM 100% dan SKM 75% masing-masing cenderung lebih besar namun tidak menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan dengan perlakuan fungisida sintetik (FS), menunjukkan bahwa keenam perlakuan seduhan kompos tersebut memiliki tingkat keefektifan yang cenderung setara dengan perlakuan fungisida sintetik dalam menghambat pertumbuhan koloni S. rolfsii dengan inokulum miselium. Sementara itu, perlakuan seduhan kompos sisanya (SKAM 75%, SKA 100%, SKA 75%, SKA 50%, SKA 25%, SKA 12.5%, SKM 50%, SKM 25%, SKM 12.5%, SK 100%, SK 75%, SK 50%, SK 25% dan SK 12.5%) secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan fungisida sintetik (FS). Pertumbuhan koloni S. rolfsii dengan inokulum miselium tidak secara nyata dipengaruhi oleh konsentrasi masingmasing macam seduhan kompos, mengindikasikan bahwa antar kisaran tingkat konsentrasi yang diuji yaitu, % tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap besarnya diameter koloni cendawan. Berdasarkan kategori keefektifannya tidak ada satupun dari enam perlakuan di atas yang dapat diketegorikan sangat efektif (TE 95%). Tingkat pengendalian yang paling efektif hanya mencapai kategori efektif (75% TE<95%), yaitu pada perlakuan SKAM 100%, SKAM 50%, SKAM 12.5% dan SKM 75%. Perlakuan yang lainnya SKAM 25%, SKM 100%, SK 25%, SK 12.5% termasuk kategori cukup efektif (60% TE<75%), perlakuan SKAM 75%, SKA 100%, SKA 12.5%, SKM 50%, SKM 25%, dan SKM 12.5%, SK 100%, SK 75%, dan SK 50% masuk dalam kategori agak efektif (40% TE<60%). Sisanya, yaitu perlakuan SKA 75% dan SKA 50% dikategorikan kurang efektif (25% TE<40%) dan SKA 25% dikategorikan tidak efektif (TE<25%).
6 18 Uji Fitotoksik Hasil pengujian menunjukkan pada semua perlakuan seduhan kompos tidak ditemukan satupun tanaman yang mati atau mengalami gangguan pertumbuhan dibandingkan kontrol dan berdasarkan indikator beberapa karakter pertumbuhan tanaman, yaitu bobot tanaman, panjang akar dan panjang tajuk, tidak menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan dengan kontrol (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa seduhan kompos tidak memiliki efek negatif atau bersifat fitotoksik pada tanaman kedalai yang diuji. Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka pengujian in vivo pada tanaman kedelai dilakukan dengan konsentrasi dan masa inkubasi didasarkan pada pengujian fitotoksik. Tabel 3 Data pertumbuhan kedelai setelah 25 HST Perlakuan (1) Konsentrasi Bobot Panjang akar Panjang tajuk (%) (gram) (cm) (cm) SKAM 100 3,63ab (2) 23,50a (2) 33,75a (2) 75 3,92a 27,33a 38,44a 50 3,86a 27,78a 34,44a 25 3,33abcd 23,83a 39,13a SKA 100 3,13abcd 20,33a 35,33a 75 3,55abc 27,42a 37,08a 50 3,34abcd 23,25a 34,92a 25 2,34d 17,75a 32,87a SKM 100 3,09abcd 25,67a 38,61a 75 3,06abcd 23,63a 33,25a 50 3,23abcd 22,64a 35,19a 25 2,94abcd 22,95a 29,42a SK 100 2,61bcd 23,67a 33,78a 75 2,43d 21,72a 31,00a 50 2,57cd 20,92a 31,50a 25 2,72bcd 24,84a 31,16a K - 3,05abcd 21,56a 37,87a (1) (2) Perlakuan: SKAM (seduhan kompos dengan aerasi+molase), SKA (seduhan kompos aerasi tanpa molase), SKM (seduhan kompos tanpa aerasi+molase), SK (seduhan kompos tanpa aerasi tanpa molase), dan K (kontrol) Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%
7 19 Uji Potensi Seduhan Kompos dalam Pengendalian S. rolfsii pada Tanaman Kedelai Gejala penyakit yang disebabkan oleh cendawan S. rolfsii pada tanaman kedelai yang diuji diawali dengan terjadinya busuk pada pangkal batang (Gambar 6A), layu secara perlahan kemudian tanaman menjadi mati (Gambar 6B). Tanda yang mudah dikenali dari penyakit ini adalah terdapat miselium cendawan berwarna putih seperti bulu pada pangkal batang yang sakit atau dipermukaan tanah, selanjutnya pada bagian tanaman yang terinfeksi terdapat sklerotia dari cendawan tersebut (Gambar 6C), seperti yang dikemukakan Punja (1985). A B C Gambar 6 Gejala penyakit yang disebabkan oleh cendawan S. rolfsii. (A) busuk pangkal batang, (B) daun menjadi layu, dan (C) miselium cendawan berwarna putih dan beberapa miselium yang sudah mulai terbentuk sklerotia Hasil pengujian menunjukkan bahwa berdasarkan kejadian penyakit, hanya pada dua perlakuan, yaitu SKM 100% dan SK 75% yang secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Pada perlakuan-perlakuan lainnya, termasuk fungisida sintetik (FS), kejadian penyakit tidak menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan dengan kontrol (Tabel 4). Berdasarkan tingkat keefektifannya (TE), hanya 2 perlakuan yang tergolong efektif, yaitu SKM 100% dan SK 75% dengan TE berturut-turut 86,21% dan 89,65% yang dikategorikan efektif (75% TE<95%).
8 20 Tabel 4 Pengaruh perlakuan seduhan kompos terhadap persentase kejadian penyakit layu sclerotium secara in vivo pada 10 hari setelah perlakuan Perlakuan (1) Konsentrasi (%) Kejadian penyakit (%) TE (%) (2) SKAM ,43abcde (3) 44, ,00abcd 6, ,23abcde 10, ,00a -24, ,43abcde 44,82 SKA ,33ab -3, ,67abcde 17, ,33bcde 58, ,33ab -3, ,00abcde 37,93 SKM ,10de 86, ,00abcde 37, ,00abcde 72, ,43abcde 44, ,43abcde 44,82 SK ,33bcde 58, ,33e 89, ,10abcde 24, ,67cde 79, ,20bcde 72,41 FS - 16,67cde 79,31 K - 80,57abc - (1) Perlakuan: SKAM (seduhan kompos dengan aerasi+molase), SKA (seduhan kompos aerasi tanpa molase), SKM (seduhan kompos tanpa aerasi+molase), SK (seduhan kompos tanpa aerasi tanpa molase), FS (fungisida sintetik bahan aktif Propineb 70% ), dan K (kontrol) (2) Tingkat keefektifan (3) Angka sekolom yang diikuti huruf yang sasma tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Tingkat konsentrasi baik pada konsentrasi tinggi (100%) hingga konsentrasi rendah (12.5%) pada semua perlakuan seduhan kompos tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kejadian penyakit untuk setiap macam seduhan kompos yang diuji, yang menunjukkan bahwa besarnya konsentrasi dalam pengujian tidak mempengaruhi penghambatan kejadian penyakit layu sclerotium pada tanaman kedelai, sehingga dalam aplikasinya dapat digunakan konsentrasi yang rendah. Kepadatan Mikroba dalam Tanah dan Seduhan Kompos Kepadatan mikroba dalam seduhan kompos yang dihitung menggunakan metode pencawanan dengan pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6 pada media PDA dan
9 21 NA sangat bervariasi tergantung perlakuan (Tabel 5). Kepadatan mikroba pada seduhan kompos didominasi oleh bakteri dengan kepadatan mencapai 3,30 x ,47 x 10 7 cfu/ml sedangkan kepadatan cendawan hanya berkisar 0,03 x ,45 x 10 7 cfu/ml. Tabel 5 Kepadatan mikroba dalam seduhan kompos Seduhan Kepadatan mikroba pada 72 jam (x10 7 ) kompos (1) Bakteri cfu/ml (2) Cendawan cfu/ml (2) SKAM 28,47a (3) 4,45a (3) SKA 3,51b 3,12a SKM 4,85b 0,07b SK 3,30b 0,03c (1) Perlakuan: SKAM (seduhan kompos dengan aerasi+molase), SKA (seduhan kompos aerasi tanpa molase), SKM (seduhan kompos tanpa aerasi+molase), SK (seduhan kompos tanpa aerasi tanpa molase) (2) Cfu/ml= colony forming unit/ml (3) Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Jumlah koloni bakteri pada seduhan kompos dengan penambahan molase dan diaerasi (SKAM) secara nyata lebih tinggi dibandingkan seduhan kompos yang lain (SKA, SKM, dan SK). Jumlah koloni cendawan pada seduhan kompos yang diaerasi pada SKAM lebih tinggi namun tidak berbeda nyata dibandingkan SKA, dan kedua seduhan kompos tersebut (SKAM dan SKA) menunjukkan jumlah koloni cendawan yang secara nyata lebih tinggi dibandingkan seduhan kompos tanpa aerasi (SKM dan SK). Antar seduhan kompos tanpa aerasi, penambahan molase mempengaruhi jumlah koloni cendawan yang terdapat pada seduhan kompos tersebut, yaitu pada SKM jumlah koloni cendawan secara nyata lebih tinggi dibandingkan SK. Jumlah mikroba yang terdapat dalam seduhan kompos dengan aerasi lebih banyak dari pada seduhan kompos tanpa aerasi, berkaitan dengan terciptanya kondisi anaerob tanpa aerasi yang berpengaruh terhadap terbatasnya pertumbuhan mikroorganisme (Kelley 2004). Hasil pengamatan pada tanah yang telah diaplikasi seduhan kompos menunjukkan bahwa, jumlah mikroba tanah dengan pengenceran 10-3, 10-4 dan 10-5 pada media PDA dan NA sangat bervariasi tergantung perlakuan (Tabel 6). Pada pengamatan 24 jam jumlah koloni bakteri pada tanah yang disiram SKAM dan SKA secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pada
10 22 tanah yang disiram SKM dan SK tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Pada pengamatan 48 dan 72 jam jumlah koloni bakteri pada perlakuan kompos lebih tinggi namun tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol. Tabel 6 Kepadatan mikroba dalam tanah yang telah diberi perlakuan seduhan kompos dan kontrol Bakteri cfu/gram (2) (x10 7 ) Cendawan cfu/gram (2) (x10 7 ) Perlakuan (1) 24 Jam 48 Jam 72 jam 24 Jam 48 Jam 72 jam T + SKAM 3,27a (3) 6,73a (3) 7,29a (3) 0,00a (3) 4,23a (3) 11,36a (3) T + SKA 2,20b 3,65a 4,63a 0,00a 4,06a 7,35ab T + SKM 0,90c 2,81a 5,36a 0,00a 1,19a 2,25abc T + SK 0,64c 2,82a 3,74a 0,00a 0,93a 1,21bc Kontrol 0,95c 2,46a 3,31a 0,00a 0,45a 1,03c (1) (2) (3) Perlakuan: T+SKAM (tanah dengan penyiraman seduhan kompos dengan aerasi+molase), T+SKA (tanah dengan penyiraman seduhan kompos aerasi tanpa molase), T+SKM (tanah dengan penyiraman seduhan kompos tanpa aerasi+molase), T+SK (tanah dengan penyiraman seduhan kompos tanpa aerasi tanpa molase), dan kontrol (Tanah tanpa penyiraman seduhan kompos ) Cfu/gram= colony forming unit/gram Angka sekolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Pada pengamatan 24 jam belum terdapat koloni cendawan pada setiap perlakuan. Koloni cendawan mulai muncul pada pengamatan 48 jam, jumlah koloni cendawan pada perlakuan kompos lebih tinggi namun tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol. Pada pengamatan 72 jam jumlah koloni cendawan pada tanah yang disiram SKAM secara nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan SK dan kontrol namun tidak berbeda nyata dibandingkan SKA dan SKM, sedangkan perlakuan SKA secara nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol namun tidak berbeda nyata dengan SKAM, SKM dan SK. Jumlah koloni cendawan pada perlakuan SKM dan SK lebih tinggi namun tidak berbeda nyata dari kontrol.
11 PEMBAHASAN Hasil penelitian ini mengungkap bahwa seduhan kompos dapat menghambat pertumbuhan cendawan S. rolfsii baik secara in vitro pada media PDA, maupun secara in vivo pada tanaman kedelai dalam pengujian pot. Tingkat keefektifan (TE) seduhan kompos ini bervariasi tergantung macam pengujian yang dilakukan. Hasil pengujian in vitro dengan menggunakan sumber inokulun yang berbeda memberikan pengaruh keefektifan yang berbeda. Penghambatan pertumbuhan koloni dengan inokulum sklerotia lebih efektif dibandingkan dengan inokulum miselium. Demikian pula halnya dengan hasil uji in vitro dibandingkan dengan in vivo, tingkat keefektifan yang cukup tinggi pada hasil uji in vitro tidak secara konsisten diikuti oleh hasil uji secara in vivo. Pertumbuhan koloni S. rolfsii berasal dari tipe inokulum yang berbeda (sklerotia/miselium), tidak secara nyata dipengaruhi oleh konsentrasi masingmasing macam seduhan kompos, mengindikasikan bahwa antar kisaran tingkat konsentrasi yang diuji yaitu, % tidak memberikan pengaruh yang berbeda. Secara umum penekanan setiap macam seduhan kompos terhadap pertumbuhan koloni S. rolfsii dengan inokulum skerotia lebih efektif dibandingkan dengan inokulum miselium. Perbedaan keefektifan ini diduga terjadi karena miselium cendawan S. rolfsii sebagai stadia aktif tidak banyak dipengaruhi oleh perlakuan seduhan kompos. Sebaliknya dengan sklerotium sebagai struktur rehat, perkecambahan dan pertumbuhan koloni selanjutnya diduga lebih mudah dihambat oleh perlakuan seduhan kompos. Pertumbuhan koloni S. rolfsii pada hampir semua hasil pengujian in vitro menggunakan sklerotia sebagai inokulum, tidak secara nyata dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi, kecuali pada perlakuan SK. Perlakuan SK pada konsentrasi 75% secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan pada konsentrasi 50% dan 100%, tetapi tidak berbeda nyata pada konsentrasi yang lain (25% dan 12.5%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umumnya hambatan pertumbuhan koloni dengan menggunakan inokulum sklerotia tidak dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi seduhan kompos.
12 24 Sementara itu, hasil pengujian in vitro menggunakan miselium sebagai inokulum terdapat sedikit perbedaan dengan hasil pengujian dengan menggunakan inokulum sklerotia. Pada pengujian miselium sebagai inokulum, semua perlakuan konsentrasi seduhan kompos tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap pertumbuhan koloni S. rolfsii. Hal ini secara meyakinkan menunjukkan bahwa dalam kisaran konsentrasi yang diuji, tiap macam seduhan kompos tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan koloni cendawan S. rolfsii secara in vitro pada media PDA. Bagaimana mekanisme penghambatan ini sepenuhnya masih belum dipahami dan untuk mengetahuinya masih diperlukan penelitian lanjutan. Namun ada dugaan bahwa penekanan pertumbuhan cendawan S. rolsii ini melibatkan berbagai aspek, yang diduga berkaitan erat dengan aspek-aspek pengendalian hayati. Pemberian seduhan kompos berdampak meningkatkan kepadatan mikroba baik bakteri maupun cendawan yang tumbuh pada media biakan. Pertumbuhan koloni didominasi oleh bakteri yang diduga erat kaitannya dengan tertekannya pertumbuhan koloni S. rolfsii. Penghambatan diduga melalui mekanisme tingginya kepadatan mikroba dalam seduhan kompos yang diduga memiliki peran baik sebagai agen antagonis maupun kompetitor (Al-Mughrabi et al. 2008) yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan koloni S. rolfsii baik yang berasal dari sklerotia maupun miselium, sehingga dua bentuk inokulum tersebut kehilangan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang membentuk koloni secara optimal seperti pada kontrol. Berdasarkan keseluruhan hasil pengujian, secara in vitro dan in vivo, seduhan kompos memiliki potensi dalam pengendalian cendawan S. rolfsii. Tingkat keefektifan pengendalian sangat bervariasi tergantung tipe pengujian. Tingkat keefektifan paling tinggi terjadi terhadap pertumbuhan koloni menggunakan sklerotia sebagai inokulum. Tingkat keefektifan tersebut menurun dengan menggunakan miselium sebagai inokulum. Fenomena pada hasil uji in vitro tersebut tidak diikuti oleh hasil pengujian in vivo, karena pada pengujian in vivo hanya 2 macam perlakuan, yaitu SKM 100% dan SK 75% yang tergolong efektif dalam penekanan terjadinya penyakit layu sklerotium pada kedelai, dengan tingkat keefektifan berturut-turut 86,21% dan 89,65%. Berdasarkan hasil
13 25 pengujian ini, dapat disimpulkan bahwa seduhan kompos memiliki potensi untuk pengendalian penyakit layu sclerotium pada tanaman kedelai dalam percobaan pot. Untuk mengetahui potensi pengendalian seduhan kompos di lapangan masih diperlukan penelitian lanjutan, tentunya dengan perbaikan metode, mulai dari metode pembuatan seduhan kompos, perlakuan, termasuk penentuan dosis efektif yang diperlukan. Tingkat kepadatan mikroba dalam seduhan kompos tidak menunjukkan korelasi dengan tingkat keefektifan seduhan kompos terhadap penghambatan pertumbuhan koloni baik dengan inokulum sklerotia maupun miselium. Hal tersebut mungkin karena penghambatan pertumbuhan cendawan S. rolfsii bukan disebabkan oleh total kepadatan mikroba melainkan jenis mikroba yang terdapat pada masing-masing seduhan kompos atau terdapat mekanisme lain dalam penghambatan pertumbuhan cendawan S. rolfsii. Koné et al. (2010) menyatakan bahwa spesifik mikroorganisme (agen pengendali biologi yang potensial) akan lebih penting dalam efek penekanan patogen dari pada tingginya populasi bakteri. Selain itu tingkat keefektifan seduhan kompos dalam menghambat kejadian penyakit layu sclerotium secara in vivo pada tanaman kedelai juga tidak dipengaruhi oleh tingkat kepadatan mikroba dalam tanah. Hal tersebut diduga karena penghambatan pertumbuhan cendawan S. rolfsii bukan disebabkan oleh tingkat kepadatan mikroba melainkan jenis mikroba yang terdapat pada masingmasing seduhan kompos atau terdapat mekanisme lain dalam penghambatan perkembangan kejadian penyakit layu sclerotium. Seduhan kompos dilaporkan dapat mengendalikan patogen tanaman melalui mekanisme berbeda. Terdapat faktor yang paling mempengaruhi keefektifan seduhan kompos dalam menghambat perkembangan penyakit adalah kandungan mikroba yang beberapa diantaranya dapat menghasilkan senyawa antimikroba atau menginduksi sistem ketahanan tanaman (Zhang et al. 1998).
HASIL DAN PEMBAHASAN
20 HASIL DAN PEMBAHASAN Kepadatan Mikroba dalam Seduhan Kompos Hasil pengamatan kepadatan mikroba pada seduhan kompos dengan metode pencawanan pengenceran 10-6 pada media PDA menunjukkan bahwa antara seduhan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai
23 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai PGPR sebagai rizobakteria memberikan pengaruh tertentu terhadap pertumbuhan tanaman kedelai yang diujikan di rumah
Lebih terperinciLampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC
LAMPIRAN 38 38 Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC Perlakuan Laju pertambahan tinggi (cm) kedelai pada minggu ke- a 1 2 3 4 5 6 7 AUHPGC (cmhari)
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan
13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman cabai secara in vitro dapat dilakukan melalui organogenesis ataupun embriogenesis. Perbanyakan in vitro melalui organogenesis dilakukan dalam media MS dengan penambahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa
Lebih terperinciTabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.
4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan P. fluorescens pada Beberapa Formulasi Limbah Organik Populasi P. fluorescens pada beberapa limbah organik menunjukkan adanya peningkatan populasi. Pengaruh komposisi limbah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang terbanyak diperoleh dari biji S. mahagoni, diikuti daun T. vogelii, biji A.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :
4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes
Lebih terperinciBAHAN METODE PENELITIAN
BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Perkembangan Koloni Bakteri Aktivator pada NA dengan Penambahan Asam Humat Pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa pada bagian tanaman tomat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,
Lebih terperinciBAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4
14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian serta di Rumah Kaca University Farm, Institut
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor,
Lebih terperinciLampiran 2 Pengaruh kombinasi varietas, aplikasi mulsa, serta aplikasi PGPR terhadap insidensi penyakit busuk pangkal
LAMPIRAN 41 Lampiran 1 Pengaruh kombinasi varietas, aplikasi mulsa, serta aplikasi PGPR terhadap insidensi penyakit busuk pangkal batang pada umur tanaman 6 MST Source Db Sum of Squares Mean Square F Value
Lebih terperinciBAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA
65 BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA Pendahuluan Penyakit tanaman terjadi ketika tanaman yang rentan dan patogen penyebab penyakit bertemu pada lingkungan yang mendukung (Sulivan 2004). Jika salah satu
Lebih terperinciDr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor )
Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor ) Ir. Lilik Koesmihartono Putra, M.AgSt (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia) Tahun-3 1. Konstruksi
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo
26 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Adaptasi Galur Harapan Padi Gogo Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo berpengaruh nyata terhadap elevasi daun umur 60 hst, tinggi tanaman
Lebih terperinciYulin Lestari 1) Rasti Saraswati 2) Chaerani 2)
PENGEMBANGAN Streptomyces SEBAGAI AGEN PENGENDALI MIKROB PATOGEN TULAR TANAH Yulin Lestari 1) Rasti Saraswati 2) Chaerani 2) 1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Litbang Pertanian LATAR BELAKANG Implementasi
Lebih terperinciJumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Cendawan Rhizosfer Hasil eksplorasi cendawan yang dilakukan pada tanah rhizosfer yang berasal dari areal tanaman karet di PT Perkebunan Nusantara VIII, Jalupang, Subang,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri Kejadian penyakit adalah angka yang menunjukkan jumlah tanaman sakit dibandingkan dengan jumlah tanaman
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR
17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian
Lebih terperinciOleh: Norma Rahmawati Dosen Pembimbing: Tutik Nurhidayati, S.Si.,M.Si.
Uji Multilokasi Pengaruh Bakteri Penambat Nitrogen, Bakteri Pelarut Fosfat, dan Mikoriza Asal Desa Condro, Kecamatan Pasirian, Lumajang terhadap Pertumbuhan Sawi Hijau (Brassica rapa var. Parachinensis
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. Tahap Laboratorium 1. Uji Kemampuan Isolat a. Tempat dan Waktu Penelitian Uji kemampuan 40 isolat bakteri dilaksanakan di laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah, Fakultas
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 9 a)
16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman Berdasarkan hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 9 a) menunjukkan bahwa pengaruh utama mikoriza maupun interaksi antara mikoriza dan jenis
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE A.
III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga September 2014 di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA untuk identifikasi senyawa ekstrak, Laboratorium
Lebih terperinciGambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Bahan dan Alat
23 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Lebih terperinciAPLIKASI AGENS HAYATI DAN BAHAN NABATI SEBAGAI PENGENDALIAN LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA BUDIDAYA TANAMAN TOMAT
506 JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 6 JANUARI-2014 ISSN: 2338-3976 APLIKASI AGENS HAYATI DAN BAHAN NABATI SEBAGAI PENGENDALIAN LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA BUDIDAYA TANAMAN TOMAT APPLICATION
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan Streptomyces katrae pada Formulasi Media Beras, Jagung dan Limbah Baglog Jamur S. katrae merupakan aktinomiset dari golongan Streptomyces yang pertama diisolasi dari tanah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67 C, dengan kelembaban
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata
HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata Kemampuan pemangsaan diketahui dari jumlah mangsa yang dikonsumsi oleh predator. Jumlah mangsa yang dikonsumsi M.
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor
BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang ditampilkan pada bab ini terdiri dari hasil pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas terdiri dari curah hujan, suhu udara, serangan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan
11 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan Pada pengujian ini diperolah 3 isolat yang menyebabkan munculnya gejala busuk pangkal batang dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman lebih rendah daripada tanpa perlakuan
Lebih terperinciPENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.
0 PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH (Skripsi) Oleh YANI KURNIAWATI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu
15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Petani indonesia sebagian besar menggunakan fungisida kimawi. Upaya tersebut memberikan hasil yang cepat dan efektif. Kenyataan ini menyebabkan tingkat kepercayaan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Lebih terperinciKACANG HIJAU. 16 Hasil Utama Penelitian Tahun 2013 PERBAIKAN GENETIK
KACANG HIJAU PERBAIKAN GENETIK Kacang hijau semakin menjadi pilihan untuk dibudi dayakan, karena secara teknis agronomis efisien terhadap air dibanding padi atau tanaman palawija lain. Masalah utama budi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor Asal Cipanas dan Lembang Daerah perakaran tanaman tomat sehat diduga lebih banyak dikolonisasi oleh bakteri yang bermanfaat
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen
14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Percobaan dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2012 di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Di Laboratorium 4.1.1. Karakterisasi Sifat Morfologi Bakteri Pseudomonas Berfluorescens Asal Perakaran Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut di Medium NA Hasil pengamatan karakterisasi
Lebih terperinciBAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
45 BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1. Implementasi Dalam mengimplementasikan tugas akhir ini digunakan PC dengan spesifikasi sebagai berikut : 4.1.1. Spesifikasi Kebutuhan Perangkat keras yang digunakan
Lebih terperinciKAJIAN BEBERAPA KOMPONEN PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT MOSAIK BERGARIS (Sugarcane Streak Mosaic Virus) PADA TEBU
KAJIAN BEBERAPA KOMPONEN PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT MOSAIK BERGARIS (Sugarcane Streak Mosaic Virus) PADA TEBU Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor
Lebih terperinciUSULAN PELEPASAN VARIETAS KENTANG
USULAN PELEPASAN VARIETAS KENTANG DEA NADIA KERJASAMA ABG DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA - IPB CV HORTITEK Pangalengan Bandung UPTD BPSBTPH PROVINSI JAWA BARAT 2008 Dalam Kerangka Horticultural Partnership
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universtitas Lampung dari Desember
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan tanaman pangan yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O
Lebih terperinciPENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN
PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN Sumanto, L. Pramudiani dan M. Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalinatan Selatan ABSTRAK Kegiatan dilaksanakan di
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut
Lebih terperinciVI. UBIKAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 23
VI. UBIKAYU 6.1. Perbaikan Genetik Kebutuhan ubikayu semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya berbagai industri berbahan baku ubikayu, sehingga diperlukan teknologi
Lebih terperinciUlangan ANALISIS SIDIK RAGAM Sumber variasi db jk kt F hitung
Lampiran 1. Analisis Tinggi Tanaman Data Tinggi Tanaman Minggu ke-14 Ulangan 1 2 3 Jumlah Purata M1 114,40 107,30 109,40 331,10 110,37 M2 110,90 106,60 108,50 326,00 108,67 M3 113,40 108,60 109,20 331,20
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Hal tersebut menyebabkan permintaan bawang merah
Lebih terperinciUJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var.
UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var. Domba) Onesia Honta Prasasti (1509100036) Dosen Pembimbing : Kristanti Indah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar
Lebih terperinciJurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT
Pemanfaatan kompos sampah plus Trichoderma harzianum sebagai media tanam dan agen pengendali penyakit rebah kecambah (Rhizoctonia oryzae) pada tanaman padi Hersanti/hersanti@plasa.com Jurusan Hama dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengaruh Aplikasi Getah Pepaya Betina Secara in-vitro Aplikasi getah pepaya betina pada media tumbuh PDA dengan berbagai konsentrasi mempengaruhi secara signifikan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati.
PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L) merupakan salah satu sumber pangan yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati. Berdasarkan luas pertanaman, kacang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pertanaman Musim Pertama
HASIL DAN PEMBAHASAN Per Musim Pertama Tinggi Tanaman Tinggi untuk musim pertama terbagi menjadi dua kategori berdasarkan kriteria Deptan (2007) yaitu tinggi (>68 86 cm) untuk Tanggamus, KH 71, Wilis,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Perlakuan Ekstrak Tumbuhan terhadap Waktu Inkubasi, Kejadian Penyakit, Keparahan, dan NAE Waktu inkubasi. Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh beragam waktu
Lebih terperinciVI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41
VI. UBI KAYU 6.1. Perbaikan Genetik Sejatinya komoditas ubi kayu memiliki peran cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Pada level harga ubi kayu Rp750/kg, maka dengan produksi 25,5 juta ton (tahun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Fisik Buah Kualitas fisik buah merupakan salah satu kriteria kelayakan ekspor buah manggis. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kualitas fisik buah meliputi
Lebih terperinciLampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri
Lampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri A 2 lup biakan bakteri padat Inkubasi+shaker (suhu kamar, 18-24 jam) a b b b 0.1 ml 0.1 ml 0.1ml 1:10-1
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. perendaman bunga potong pada hari ke 6 pengamatan disajikan pada Tabel 4.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. ph larutan Derajat keasaman (ph) merupakan tingkatan asam basa suatu larutan yang diukur dengan skala 0 sampai dengan 14. Tinggi rendahnya ph air sangat dipengaruhi oleh kandungan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan
Lebih terperinciKERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT
KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT Baiq Tri Ratna Erawati 1), Awaludin Hipi 1) dan Andi Takdir M. 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB 2)Balai Penelitian
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. melalui penerapan solarisasi tanah dan aplikasi agen hayati Trichoderma
19 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian mengenai pengendalian penyakit hawar daun pada kentang melalui penerapan solarisasi tanah dan aplikasi agen hayati Trichoderma harzianum telah
Lebih terperinciKAJIAN PRODUKSI UBI DAN ACI TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta CRANTZ) AKIBAT PEMANGKASAN TAJUK
KAJIAN PRODUKSI UBI DAN ACI TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta CRANTZ) AKIBAT PEMANGKASAN TAJUK Sunyoto *, R. Murtopo, dan M. Kamal Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bandar
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kedalaman ± 150 cm, terutama pada tanah yang subur. Perakaran tanaman kedelai
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman berikut: Menurut Steenis et al., (2003) tanaman kedelai diklasifiaksikan sebagai Kingdom Divisio Class Ordo Family Genus Species : Plantae : Spermatophyta : Dicotyledoneae
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro Hasil pengamatan pada perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak buah mengkudu memberikan memberikan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Pengaruh Perendaman Benih dengan Isolat spp. terhadap Viabilitas Benih Kedelai. Aplikasi isolat TD-J7 dan TD-TPB3 pada benih kedelai diharapkan dapat meningkatkan perkecambahan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu komoditas strategis di Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung (Danapriatna, 2007).
Lebih terperinciTipe perkecambahan epigeal
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel tanaman sedangkan perkembangan tanaman merupakan suatu proses menuju kedewasaan. Parameter pertumbuhan meliputi
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi
23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,
Lebih terperinciMAKALAH SEMINAR HASIL APLIKASI BRIKET AZOLLA-ARANG SEKAM GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI PEMUPUKAN TANAMAN CAISIM DI TANAH PASIR PANTAI SAMAS BANTUL
MAKALAH SEMINAR HASIL APLIKASI BRIKET AZOLLA-ARANG SEKAM GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI PEMUPUKAN TANAMAN CAISIM DI TANAH PASIR PANTAI SAMAS BANTUL Disusun oleh : Awalludin Fajri 20110210037 Program Studi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil analisis variansi (ANAVA) menunjukkan bahwa faktor
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis variansi (ANAVA) menunjukkan bahwa faktor interaksi antara konsentrasi kolkhisin 0%, 0,05%, 0,10%, 0,15% dan lama perendaman kolkhisin 0 jam, 24 jam,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan tolok ukur persentase daya berkecambah yang tinggi mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih berkualitas baik. Benih kedelai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan dari April Juli 2007 bertepatan dengan akhir musim hujan, yang merupakan salah satu puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006c), sehingga waktu penelitian
Lebih terperinci