HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah hujan rata - rata 260 mm per bulan atau termasuk Bulan Basah (BB) pada sistem klasifikasi Oldeman. Suhu rata - ratanya adalah 26 o C dan kelembaban udara rata - rata 83 % (Lampiran 1). Penanaman buncis tegak (Phaseolus vulgaris L.) dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga panen pada April Pada masa vegetatif (1-5 MST) curah hujan tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan masa generatif. Pada saat muncul bunga (6 MST) curah hujan meningkat pesat. Curah hujan yang tinggi mengganggu proses pembungaan yang mengakibatkan bunga dapat rontok, sehingga menghambat pembuahan. Pada masa pengisian polong (7-8 MST) curah hujan menurun kembali (Gambar 1). 25 Curah Hujan (mm) Minggu Setelah Tanam Gambar 1. Grafik Curah Hujan Rata - rata Wilayah Dramaga Bulan Maret sampai dengan April 2011 Suhu udara rata - rata pada bulan Maret - April 2011 adalah o C (Gambar 2). Keadaan tersebut cukup baik untuk pertumbuhan dan produksi buncis tegak. Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menyatakan bahwa rata - rata suhu udara o C sudah optimum untuk pertumbuhan dan hasil buncis yang tinggi.

2 Secara umum tanaman buncis tegak mampu tumbuh dan berproduksi (Gambar 3a). Daya berkecambah (DB) buncis tegak yaitu 77 %. Pada umur 3 MST beberapa tanaman buncis tegak mulai rebah sehingga dilakukan pemasangan ajir pada seluruh tanaman untuk mencegah terjadinya rebah (Gambar 3b). Suhu rata-rata (oc) 26,7 26,5 26,3 26,1 25,9 25,7 25,5 25, Minggu Setelah Tanam Gambar 2. Grafik Suhu Udara Rata - rata Wilayah Dramaga Bulan Maret sampai dengan April 2011 Selama waktu pertanaman, terdapat beberapa tanaman yang diserang hama dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman adalah belalang (Valanga nigricornis), pengorok daun (Liriomyza sp.), dan siput. Penyemprotan insektisida dilakukan pada 3 MST, 5 MST, dan 6 MST menggunakan insektisida berbahan aktif Sipermetrin 50 g/l dan Profenofos 500 g/l sesuai dengan dosis anjuran. 22 b a Gambar 3. Kondisi Umum Pertanaman Buncis Tegak (a); Tanaman Buncis Tegak yang Rebah (b); Serangan Penyakit Layu Fusarium (c) c

3 23 Serangan siput dikendalikan secara manual dengan cara diambil dengan tangan. Penyakit yang menyerang tanaman adalah layu fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum yang menyerang ± 40% dari populasi tanaman, namun tanaman masih dapat tumbuh dan berproduksi (Gambar 3c). Tanaman buncis mulai berbunga pada umur 6 MST secara bertahap (Gambar 4a). Kegiatan pemanenan dimulai setelah tanaman berbuah pada umur 7 MST (Gambar 4b). Hasil panen buncis dipisahkan berdasarkan tanaman contoh tiap perlakuan. Selanjutnya hasil panen dihitung jumlah dan bobot polong per tanaman contoh dan per petak, serta diukur panjang polong tiap tanaman contoh. a b Gambar 4. Tanaman Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L.) Mulai Berbunga Umur 6 MST (a); Tanaman Buncis Tegak Mulai Berbuah Umur 7 MST (b) Sifat Fisik dan Kimia Media Tanam Berdasarkan hasil sidik ragam, sifat fisik dan kimia media tanam memiliki perbedaan yang sangat nyata pada semua taraf perlakuan media tanam organik (Tabel 1). Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Sifat Fisik dan Kimia Media Tanam Organik Sifat Fisik dan Kimia Media Tanam F-hitung KK (%) Kapasitas Memegang Air (WHC) ** 5.05 ph ** 1.23 Rasio C/N ** Keterangan: ** berbeda sangat nyata pada uji DMRT taraf 5 %, KK = Koefisien Keragaman

4 Berdasarkan hasil analisis sifat fisik dan kimia media tanam organik (Tabel 2), media tanam limbah media jamur merang (P3) mempunyai nilai kapasitas memegang air yang tertinggi dengan nilai %, diikuti limbah media jamur tiram (P2) %. Hasil terendah yaitu media tanam tanah (P1) dengan nilai %. Hal ini menunjukkan bahwa limbah media jamur merang mampu memegang air dan larutan hara lebih banyak daripada tanah, sehingga cadangan air dalam media tanam tetap tersedia dan mendukung proses penyerapan hara oleh akar. Salah satu peran bahan organik adalah dapat memperbaiki sifat fisik tanah, yaitu meningkatkan kapasitas memegang air (Soepardi, 1983; Hakim et al., 1986; Hanafiah, 2005). Tabel 2. Hasil Analisis Sifat Fisik dan Kimia Media Tanam Organik Nomor Perlakuan WHC (%) ph Rasio C/N 1 Tanah i 5.37 e de 2 Limbah media jamur tiram (JT) b 6.87 a a 3 Limbah media jamur merang (JM) a 6.37 cd de 4 Pupuk kandang (pukan) sapi c 5.43 e de 5 Tanah + limbah media JT d 6.47 c b 6 Tanah + limbah media JM fg 6.50 c de 7 Tanah + limbah media JT + pukan sapi d 6.67 b c 8 Tanah + limbah media JT + arang c 6.37 cd ab 9 Tanah + limbah media JT + pukan sapi + arang e 6.67 b b 10 Tanah + limbah media JM + pukan sapi h 6.43 cd e 11 Tanah + limbah media JM + arang f 6.83 a de 12 Tanah + limbah media JM + pukan sapi + arang gh 6.3 d de 13 Tanah + limbah media JT + limbah media JM + pukan sapi + arang de 6.73 ab cd Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT Nilai ph media tanam pada semua perlakuan berkisar antara , kecuali pada media tanam tanah (P1) dan pupuk kandang sapi (P4) yang memiliki 24

5 25 nilai ph sekitar 5.4. Nilai ph tertinggi terdapat pada media tanam limbah media jamur tiram (P2) dengan nilai 6.87, tidak berbeda nyata dengan nilai ph media tanam tanah + limbah media jamur merang + arang (P11) 6.83 dan tanah + limbah media jamur tiram + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi + arang (P13) Nilai ph terendah terdapat pada media tanam tanah (P1) dengan nilai 5.37, tidak berbeda nyata dengan ph pupuk kandang sapi (P4) dengan nilai Penambahan bahan organik pada media tanam meningkatkan ph tanah menjadi mendekati netral (Tabel 2). Sutanto (2005) menyatakan bahwa kondisi tanah terbaik (tidak mengandung bahan toksik) terjadi pada kondisi agak masam sampai netral (ph ), akan tetapi perbedaan jenis tanaman maupun pola tanam menghendaki kondisi tertentu. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), syarat ph optimum untuk buncis berkisar antara Dengan demikian nilai ph pada semua media tanam yang dipakai pada penelitian ini masih dalam kisaran ph yang tidak mengandung bahan toksik dan dapat diadaptasi oleh tanaman buncis sehingga tanaman buncis masih dapat hidup dan berproduksi. Nilai rasio C/N pada berbagai jenis perlakuan media tanam organik juga diperlihatkan pada Tabel 2. Media tanam tunggal limbah media jamur tiram dan media tanam campuran dengan komponen limbah media jamur tiram memiliki rasio C/N di atas 20, sedangkan perlakuan media tanam lainnya memiliki rasio C/N di bawah 20. Nilai rasio C/N tertinggi terdapat pada perlakuan media tanam limbah media jamur tiram (P2) dengan nilai rasio C/N 68.30, tidak berbeda nyata dengan rasio C/N tanah + limbah media jamur tiram + arang (P8) dengan nilai Nilai tersebut jauh di atas nilai rasio C/N tanah, yaitu Nilai rasio C/N terendah terdapat pada perlakuan media tanam tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10) dengan nilai rasio 13.90, tidak berbeda nyata dengan limbah media jamur merang (P3) 14.93, pupuk kandang sapi (P4) 15.04, tanah + limbah media jamur merang (P6) 19.57, tanah + limbah jamur merang + arang (P11) 18.06, dan tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi + arang (P12) Tingginya rasio C/N pada media tanam limbah media jamur tiram (P2) diduga karena bahan dasar media tanam tersebut berupa serbuk gergaji yang mengandung banyak serat

6 26 (selulosa 40 %, hemiselulosa 23 %, dan lignin ± 34 %. Adanya kandungan lignin akan menghambat proses dekomposisi (Hartutik et al, 2008) sehingga rasio C/N menjadi tinggi. Perlakuan media tanam campuran yang mengandung komponen limbah media jamur tiram juga memiliki rasio C/N yang tinggi (> 20), yaitu perlakuan media tanam tanah + limbah media jamur tiram (P5) 47.41, tanah + limbah media jamur tiram + pupuk kandang sapi (P7) 33.69, tanah + limbah media jamur tiram + arang (P8) 60.27, tanah + limbah media jamur tiram + pupuk kandang sapi + arang (P9) 51.91, dan tanah + limbah media jamur tiram + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi + arang (P13) Nilai rasio C/N tersebut tinggi diduga karena adanya campuran limbah media jamur tiram yang memiliki rasio C/N yang tinggi. Rasio C/N yang baik bagi tanaman adalah yang mendekati rasio C/N tanah. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa rasio C/N tanah berkisar antara 8 : 1 15 : 1 (umumnya 10 : 1 12 : 1), terkait dengan curah hujan dan suhu, mikroba yang terlibat, dan rasio C/N vegetasi di atasnya. Tanah yang digunakan pada penelitian ini memiliki rasio C/N Perlakuan media tanam yang memiliki nilai rasio C/N mendekati tanah adalah limbah media jamur merang (P3) 14.93, pupuk kandang sapi (P4) 15.04, tanah + limbah media jamur merang (P6) 19.57, tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10) 13.90, tanah + limbah media jamur merang + arang (P11) 18.06, dan tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi + arang (P12) Setyorini et al. (2006) menyatakan bahwa apabila bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan oleh tanaman. Pertumbuhan Buncis Tegak Berdasarkan hasil sidik ragam, media tanam organik memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap semua peubah pengamatan pertumbuhan tanaman, yakni tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah daun buncis tegak (Tabel 3).

7 Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Media Tanam Organik terhadap Pertumbuhan Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L.) Peubah F-hitung KK (%) Tinggi tanaman (cm) 1 MST 6.82 ** MST 5.91 ** MST ** MST ** MST ** 9.83 Jumlah cabang (cabang) 2 MST ** MST ** MST ** Jumlah daun (helai) 2 MST ** MST ** MST ** 9.41 Keterangan: MST = Minggu Setelah Tanam, KK = Koefisien Keragaman, ** berbeda sangat nyata pada Uji DMRT taraf 5 % Hasil pengukuran tinggi tanaman bunics tegak pada media tanam organik diperlihatkan pada Tabel 4. Pada minggu pertama pengamatan, perlakuan media tanam tanah + limbah media jamur tiram + pupuk kandang sapi (P7) menghasilkan nilai tinggi tanaman yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya dengan nilai rata - rata tinggi tanaman 8.5 cm. Namun pada 2 MST nilai tertinggi terdapat pada perlakuan media tanam tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10) dengan nilai tinggi 10.5 cm dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan media tanam tanah + limbah media jamur tiram + pupuk kandang sapi (P7) 10.2 cm. Berbeda pula pada 3 MST, 4 MST dan 5 MST, nilai tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan media tanam tanah + limbah media jamur merang (P6), tidak berbeda nyata dengan media tanam pupuk kandang sapi (P4), tanah +limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10), dan tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi + arang (P12). Pada akhir pengamatan (5 MST) pertumbuhan buncis tegak pada media tanam tanah (P1), limbah media jamur tiram (P2), tanah + limbah media jamur tiram (P5), dan tanah + limbah media jamur tiram + arang (P8) hanya mencapai sekitar cm. 27

8 28 Tabel 4. Tinggi Tanaman Buncis Tegak pada Media Tanam Organik Nomor Perlakuan Tinggi tanaman (cm) 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 1 Tanah 5.7 cde 7.8 d 8.7 g 11.2 d 15.3 d 2 Limbah media jamur tiram (JT) 5.7 cde 8.6 bcd 9.5 fg 10.6 d 11.0 d 3 Limbah media jamur merang (JM) 3.3 f 6.2 e 8.9 g 16.3 c 22.7 c 4 Pupuk kandang (pukan) sapi 7.2 abc 9.9 abc 15.8 a 36.0 a 43.4 a 5 Tanah + limbah media JT 6.7 bcde 9.0 abcd 10.2 efg 11.3 d 12.9 d 6 Tanah + limbah media JM 7.4 ab 10.0 ab 16.1 a 37.8 a 43.7 a 7 Tanah + limbah media JT + pukan sapi 8.5 a 10.2 a 12.5 cd 17.5 c 22.6 c 8 Tanah + limbah media JT + arang 5.4 e 7.7 d 9.1 g 10.4 d 12.8 d 9 Tanah + limbah media JT + pukan sapi + arang 5.5 de 8.3 cd 11.1 def 19.7 c 28.0 b 10 Tanah + limbah media JM + pukan sapi 7.1 abcd 10.5 a 15.9 a 36.6 a 41.8 a 11 Tanah + limbah media JM + arang 5.9 bcde 9.0 abcd 13.2 bc 28.0 b 32.6 b 12 Tanah + limbah media JM + pukan sapi + arang 6.9 bcde 9.6 abc 14.5 ab 34.4 a 40.6 a Tanah + limbah media JT + limbah 13 media JM + pukan sapi + arang 5.3 e 8.6 bcd 11.7 cde 24.6 b 32.4 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT, MST = Minggu Setelah Tanam Secara umum, tinggi tanaman buncis tegak terbaik diperoleh dari tanaman dengan perlakuan media tanam tanah + limbah media jamur merang (P6), disusul tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10), pupuk kandang sapi (P4), dan tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi + arang (P12). Tinggi tanaman buncis tegak pada keempat perlakuan tersebut sampai dengan umur 5 MST berkisar 40 cm. Hasil pengamatan jumlah cabang buncis tegak pada media tanam organik diperlihatkan pada Tabel 5. Pada awal pengamatan (2 MST) jumlah cabang terbanyak terdapat pada perlakuan media tanam pupuk kandang sapi (P4) dan tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10) dengan nilai 0.9 cabang, tidak berbeda nyata dengan tanah + limbah media jamur merang (P6) 0.8 cabang. Pada minggu selanjutnya hingga akhir pengamatan, respon jumlah cabang terbanyak terdapat pada perlakuan media tanam pupuk kandang sapi (P4).

9 29 Tabel 5. Jumlah Cabang Buncis Tegak pada Media Tanam Organik Nomor Perlakuan Jumlah cabang (cabang) 2 MST 3 MST 4 MST 1 Tanah 0.0 d 1.2 efg 2.7 def 2 Limbah media jamur tiram (JT) 0.0 d 0.5 g 1.6 f 3 Limbah media jamur merang (JM) 0.0 d 1.9 de 5.6 cd 4 Pupuk kandang (pukan) sapi 0.9 a 6.4 a 11.1 a 5 Tanah + limbah media JT 0.0 d 0.8 fg 1.5 f 6 Tanah + limbah media JM 0.8 ab 5.0 b 9.8 ab 7 Tanah + limbah media JT + pukan sapi 0.1 d 1.6 def 3.6 def 8 Tanah + limbah media JT + arang 0.0 d 0.6 g 2.1 ef 9 Tanah + limbah media JT + pukan sapi + arang 0.0 d 2.2 d 4.8 cde 10 Tanah + limbah media JM + pukan sapi 0.9 a 5.1 b 9.6 ab 11 Tanah + limbah media JM + arang 0.6 c 4.1 c 5.7 cd 12 Tanah + limbah media JM + pukan sapi + arang 0.7 bc 4.9 bc 7.3 bc 13 Tanah + limbah media JT + limbah media JM + pukan sapi + arang 0.0 d 2.4 d 4.3 cdef Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT, MST = Minggu Setelah Tanam Hasil pengamatan jumlah daun buncis tegak pada media tanam organik diperlihatkan pada Tabel 6. Pada awal pengamatan (2 MST), media tanam pupuk kandang sapi (P4) memberikan nilai jumlah daun yang paling tinggi di antara perlakuan media tanam lainnya dengan nilai 1.5 helai daun dan tidak berbeda nyata dengan tanah + limbah media jamur merang (P6). Pada media tanam limbah media jamur tiram (P2) dan tanah + limbah media jamur tiram (P5) belum ada daun yang muncul saat 2 MST. Pada 3 MST jumlah daun pada perlakuan media tanam pupuk kandang sapi (P4) masih menjadi yang terbanyak dibandingkan perlakuan media tanam lainnya hingga akhir pengamatan (4 MST), dengan nilai jumlah daun 4,2 helai (3 MST) dan 9.7 helai (4 MST). Nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10) 4.0 helai pada 3 MST dan 9.1 helai pada 4 MST.

10 30 Tabel 6. Jumlah Daun Buncis Tegak pada Media Tanam Organik Nomor Perlakuan Jumlah daun (helai) 2 MST 3 MST 4 MST 1 Tanah 0.43 c 1.8 cd 2.9 ef 2 Limbah media jamur tiram (JT) 0.0 d 0.8 e 2.0 f 3 Limbah media jamur merang (JM) 0.3 cd 1.8 cd 5.0 d 4 Pupuk kandang (pukan) sapi 1.5 a 4.2 a 9.7 a 5 Tanah + limbah media JT 0.0 d 1.1 e 2.2 f 6 Tanah + limbah media JM 1.3 ab 3.5 b 8.7 b 7 Tanah + limbah media JT + pukan sapi 0.2 cd 1.7 d 3.5 e 8 Tanah + limbah media JT + arang 0.2 cd 1.2 e 2.1 f 9 Tanah + limbah media JT + pukan sapi + arang 0.3 cd 2.0 cd 5.0 d 10 Tanah + limbah media JM + pukan sapi 1.2 b 4.0 a 9.1 ab 11 Tanah + limbah media JM + arang 1.0 b 3.1 b 7.6 c 12 Tanah + limbah media JM + pukan sapi + arang 1.1 b 3.2 b 8.6 b 13 Tanah + limbah media JT + limbah media JM + pukan sapi + arang 0.2 cd 2.2 c 5.4 d Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT, MST = Minggu Setelah Tanam Secara umum, respon tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah daun buncis tegak terbaik hingga 5 MST terdapat pada empat perlakuan media tanam, yaitu perlakuan media tanam pupuk kandang sapi (P4), tanah + limbah media jamur merang (P6), tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10), dan tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi + arang (P12). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan limbah media jamur merang sebagai media tanam campuran dengan tanah (1 : 1) dan penggunaan pupuk kandang sapi sebagai media tanam tunggal maupun campuran dengan tanah, limbah media jamur merang, dan arang mampu meningkatkan pertumbuhan buncis tegak. Tinggi tanaman buncis tegak pada keempat perlakuan tersebut hingga umur 5 MST telah mendekati tinggi optimum tanaman buncis tegak berdasarkan Balitsa, yaitu 50 cm (Lampiran 2). Penambahan bahan organik sebagai komponen media tanam mampu meningkatkan pertumbuhan buncis tegak. Hal tersebut diduga disebabkan oleh

11 31 peranan bahan organik yang dapat menyumbangkan ion ion hara tersedia bagi tanaman. Adanya bahan organik juga dapat menghindari terjadinya proses pelindian ion hara oleh aliran massa air. Selain itu, bahan organik juga dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih remah serta dapat meningkatkan kapasitas memegang air dan kapasitas tukar kation (KTK) tanah (Hakim et al., 1986; Hanafiah, 2005). Berdasarkan hasil analisis media tanam (Tabel 2), nilai kapasitas memegang air media tanam pupuk kandang sapi (P4) %, tanah + limbah media jamur merang (P6) %, tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10) %, dan tanah + limbah media tanam jamur merang + pupuk kandang sapi + arang (P12) %, lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kapasitas memegang air media tanam tanah (P1) %. Kemampuan media tanam dalam memegang air yang tinggi memudahkan proses penyerapan hara dari akar ke tajuk tanaman. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa air yang diserap tanaman di samping berfungsi sebagai komponen sel-selnya, juga berfungsi sebagai media reaksi pada hampir seluruh proses metabolismenya. Ion ion hara larut dalam air dan dibawa ke dalam akar kemudian ke daun tanaman. Air juga menjadi pemicu reaksi kimiawi penyediaan unsur hara yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. Zulkarnain (2010) menambahkan bahwa tanaman yang ditanam pada kadar air mendekati kapasitas lapang akan mampu tumbuh dengan cepat bila unsur hara dan faktor lingkungan lainnya berada dalam kondisi optimal. Respon pertumbuhan buncis tegak yang baik pada perlakuan media tanam pupuk kandang sapi (P4), tanah + limbah media jamur merang (P6), tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10), dan tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi + arang (P12) juga didukung oleh rasio C/N media tanam yang rendah (< 20), yaitu (P4), (P6), (P10), dan (P12). Hal tersebut menunjukkan bahwa bahan organik dalam keempat perlakuan media tanam tersebut telah terdekomposisi dengan sempurna sehingga unsur hara yang terkandung di dalamnya, khususnya nitrogen, dapat diserap akar tanaman tanpa mengalami persaingan dengan mikroorganisme dekomposer. Salah satu manfaat dari unsur hara nitrogen adalah merangsang

12 32 pertunasan sehingga jumlah cabang akan semakin banyak dan juga meningkatkan pertumbuhan vegetatif terutama daun (Jumin, 2008). Semakin banyak jumlah daun, diharapkan semakin banyak terjadi fotosintesis yang berguna untuk menghasilkan polong. Produksi Buncis Tegak Media tanam organik juga memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap semua peubah pengamatan produksi, yakni jumlah polong per tanaman dan per petak, bobot polong per tanaman dan per petak, serta panjang polong (Tabel 7). Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Media Tanam Organik terhadap Produksi Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L.) Peubah F-hitung KK (%) Jumlah polong per tanaman 8.49 ** Jumlah polong per petak ** Bobot polong per tanaman ** Bobot polong per petak ** Panjang polong 5.15 ** 6.03 Keterangan: KK = Koefisien Keragaman, ** berbeda sangat nyata pada Uji DMRT taraf 5 % Jumlah polong buncis merupakan parameter untuk menentukan kemampuan tanaman buncis dalam berproduksi pada lingkungan tumbuhnya. Jika tanaman mampu menghasilkan polong yang banyak berarti lingkungan tumbuhnya telah sesuai. Penimbangan bobot polong dimaksudkan untuk mengetahui produksi yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan media tanam. Perlakuan media tanam limbah media jamur merang (P3) menghasilkan nilai jumlah polong buncis tegak yang tertinggi di antara perlakuan media tanam lainnya dengan nilai rata - rata 8.2 polong per tanaman dan 65.4 polong per petak, tidak berbeda nyata dengan perlakuan media tanam tanah + limbah media jamur merang (P6) dengan nilai rata - rata 7.9 polong per tanaman dan 51.9 polong per petak. Selanjutnya diikuti dengan tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10) 7.2 polong per tanaman dan 47.8 polong per petak, tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi + arang (P12) 7.1

13 polong per tanaman dan 42.9 polong per petak, dan pupuk kandang sapi (P4) 7.2 polong per tanaman dan 41.4 polong per petak (Tabel 8). Nomor Tabel 8. Jumlah Polong Buncis Tegak pada Media Tanam Organik Perlakuan Jumlah polong/ tanaman Jumlah polong/ petak 1 Tanah 2.1 d 11.1 ef 2 Limbah media jamur tiram (JT) 2.8 cd 3.5 f 3 Limbah media jamur merang (JM) 8.2 a 65.4 a 4 Pupuk kandang (pukan) sapi 7.2 a 41.4 bc 5 Tanah + limbah media JT 1.7 d 4.8 f 6 Tanah + limbah media JM 7.9 a 51.9 ab 7 Tanah + limbah media JT + pukan sapi 3.0 bcd 20.1 def 8 Tanah + limbah media JT + arang 2.3 d 8.5 f Tanah + limbah media JT + pukan sapi bcd 27.3 cde arang 10 Tanah + limbah media JM + pukan sapi 7.2 a 47.8 b 11 Tanah + limbah media JM + arang 5.6 ab 36.3 bcd Tanah + limbah media JM + pukan sapi a 42.9 bc arang Tanah + limbah media JT + limbah media JM abc 37.4 bc + pukan sapi + arang Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT Nilai bobot polong buncis tegak tertinggi terdapat pada perlakuan media tanam limbah media jamur merang (P3) dengan nilai rata - rata g polong per tanaman dan g polong per petak, disusul media tanam tanah + limbah media jamur merang (P6), tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10), tanah + limbah media jamur merang + arang (P12), pupuk kandang sapi (P4). Pada perlakuan - perlakuan media tanam tersebut masing - masing mengandung komponen limbah media jamur merang (P3, P6, P10, dan P12) maupun pupuk kandang sapi (P4) (Tabel 9). Secara umum, penambahan bahan organik sebagai komponen media tanam mampu meningkatkan hasil tanaman buncis tegak dibandingkan dengan tanah, dengan persentase peningkatan hingga 600 %, namun pada perlakuan media tanam yang mengandung komponen limbah media jamur tiram (P2, P5, dan 33

14 P8) justru mengalami penurunan hasil hingga 70 % dibandingkan dengan tanah (Tabel 9). Tabel 9. Bobot Polong Buncis Tegak pada Media Tanam Organik dan Persentase Peningkatan Bobot dibandingkan dengan Media Tanam Tanah 34 Nomor Perlakuan Bobot polong/ tanaman Persentase peningkatan (%) Bobot polong/ petak Persentase peningkatan (%) 1 Tanah 5.40 de cd - 2 Limbah media jamur tiram (JT) 5.71 de d Limbah media jamur merang (JM) a a Pupuk kandang (pukan) sapi b b Tanah + limbah media JT 3.27 e d Tanah + limbah media JM ab b Tanah + limbah media JT + pukan sapi Tanah + limbah media JT + arang Tanah + limbah media JT + pukan sapi + arang Tanah + limbah media JM + pukan sapi Tanah + limbah media JM + arang Tanah + limbah media JM + pukan sapi + arang Tanah + limbah media JT + limbah media JM + pukan sapi + arang de c de cd cd c ab b bc b b b bc b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT; tanda negatif (-) di depan angka pada kolom persentase peningkatan menandakan persentase penurunan Persentase peningkatan hasil tanaman buncis tegak yang ditanam pada media tanam organik menunjukkan bahwa penggunaan bahan organik sebagai komponen media tanam secara umum mampu meningkatkan hasil tanaman buncis

15 35 tegak dibandingkan media tanam tanah. Penambahan limbah media jamur tiram dapat meningkatkan hasil hingga 300 % apabila ditambahkan dengan komponen limbah media jamur merang maupun pupuk kandang sapi. Adapun jika limbah media jamur tiram hanya digunakan sebagai media tanam tunggal maupun ditambahkan dengan tanah dan arang, maka justru menurunkan hasil polong per petak hingga 70 %. Penambahan limbah media jamur merang dapat meningkatkan hasil bobot polong per tanaman buncis tegak sebanyak %, sedangkan hasil bobot per petak meningkat sebanyak %. Penambahan pupuk kandang sapi dapat meningkatkan hasil bobot polong per tanaman sebanyak %, sedangkan hasil bobot polong per petak meningkat sebanyak %. Peningkatan hasil pada penambahan bahan organik sebagai komponen media tanam diduga karena peran bahan organik yang sangat baik dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga menunjang produksi tanaman buncis tegak. Adapun penurunan persentase hasil pada media tanam yang mengandung komponen limbah media jamur tiram diduga karena proses dekomposisi limbah media jamur tiram yang belum sempurna sehingga menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman buncis tegak. Hasil pengukuran panjang polong buncis tegak pada media tanam organik diperlihatkan pada Tabel 10. Nilai panjang polong buncis tegak yang tertinggi terdapat pada perlakuan media tanam tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi + arang (P12) dengan nilai rata - rata panjang polong cm, limbah media jamur merang (P3) cm, dan tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10) cm. Hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan media tanam tanah + limbah media jamur merang (P6) cm, media tanam tanah + limbah media jamur merang + arang (P11) cm, tanah + limbah media jamur tiram + pupuk kandang sapi (P7) cm, tanah + limbah media jamur tiram + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi + arang (P13) cm, pupuk kandang sapi (P4) cm, dan tanah + limbah media jamur tiram + pupuk kandang sapi + arang (P9) cm. Nilai panjang polong buncis tegak yang terendah terdapat pada perlakuan limbah media jamur tiram (P2) dengan nilai 9.00 cm, tidak berbeda

16 nyata dengan tanah (P1) 9.77 cm, tanah + limbah media jamur tiram (P5), dan tanah + limbah media jamur tiram + arang (P8). Nomor Tabel 10. Panjang Polong Buncis Tegak pada Media Tanam Organik Perlakuan 36 Panjang polong (cm) 1 Tanah 9.77 bc 2 Limbah media jamur tiram (JT) 9.00 c 3 Limbah media jamur merang (JM) a 4 Pupuk kandang (pukan) sapi ab 5 Tanah + limbah media JT 9.17 c 6 Tanah + limbah media JM ab 7 Tanah + limbah media JT + pukan sapi ab 8 Tanah + limbah media JT + arang 9.10 c 9 Tanah + limbah media JT + pukan sapi + arang ab 10 Tanah + limbah media JM + pukan sapi a 11 Tanah + limbah media JM + arang ab 12 Tanah + limbah media JM + pukan sapi + arang a 13 Tanah + limbah media JT + limbah media JM + pukan sapi + arang ab Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT Nilai panjang polong buncis terbaik dari ketiga perlakuan (P3, P10, P12) belum mencapai panjang polong sesuai deskripsi varietas buncis tegak, yaitu 13 cm (Lampiran 2). Djuariah (2008) menyatakan bahwa panjang polong dan diameter polong buncis akan lebih kecil pada dataran yang lebih rendah dibandingkan dengan dataran yang lebih tinggi. Hal ini diduga karena lingkungan tempat tumbuh yang kurang optimal. Meskipun belum mencapai panjang polong sesuai deskripsi varietas, panjang polong buncis tegak yang ditanam pada media tanam organik mampu mendekati deskripsi varietas dibandingkan perlakuan media tanah dan limbah media jamur tiram sebagai media tanam tunggal. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan bahan organik sebagai komponen media tanam tidak hanya dapat meningkatkan produksi buncis secara kuantitas, tetapi juga secara kualitas, dilihat dari panjang polong buncis tegak. Berdasarkan hasil jumlah dan bobot polong tanaman buncis tegak pada berbagai media tanam organik, semua tanaman buncis tegak dapat tumbuh dan berproduksi. Hasil rata - rata jumlah dan bobot polong per tanaman serta jumlah

17 37 dan bobot polong per petak terbanyak terdapat pada perlakuan media tanam limbah media jamur merang (P3) dan secara umum disusul dengan perlakuan media tanam pupuk kandang sapi (P4), tanah + limbah media jamur merang (P6), tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10), dan tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi + arang (P12). Pada kelima perlakuan yang menghasilkan pertumbuhan dan produksi buncis tegak yang baik terdapat komponen limbah media jamur merang (P3) dan pupuk kandang sapi (P4) maupun campuran dari keduanya (P6, P10, P12). Hasil analisis kimia media tanam organik menunjukkan bahwa nilai rasio C/N limbah media tanam jamur merang (P3) rendah (14.93), demikian juga dengan rasio C/N pupuk kandang sapi (P4) Nilai rasio C/N kedua jenis media tanam tersebut mendekati rasio C/N tanah (8 15, umumnya 10 12). Setyorini et al. (2006) menyatakan bahwa apabila bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan oleh tanaman. Dengan demikian unsur hara yang terkandung di dalam limbah media jamur merang dan pupuk kandang sapi dapat tersedia dan diserap oleh akar tanaman secara optimal. Bahan organik pada limbah media jamur merang dan pupuk kandang sapi telah terdekomposisi dengan baik sehingga unsur hara di dalamnya lebih mudah diserap oleh akar tanaman. Hal tersebut didukung dengan hasil analisis korelasi rasio C/N media tanam terhadap produksi buncis tegak yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan linier yang sangat nyata antara rasio C/N dan semua peubah produksi buncis tegak. Koefisien korelasi (r) adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat tetapi hanya menggambarkan keterkaitan linier antar peubah (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Nilai koefisien determinasi (R 2 ) untuk jumlah polong per tanaman dan per petak masing masing dan Berdasarkan nilai tersebut maka diperoleh nilai koefisien korelasinya (r) masing masing sebesar dan Tingkat keeratan hubungan antara rasio C/N dan jumlah polong per tanaman adalah 0.62, sedangkan antara rasio C/N dan jumlah polong per petak adalah 0.67.

18 38 Nilai korelasi kedua peubah bertanda negatif. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kedua peubah tersebut kurang kuat, di mana semakin rendah rasio C/N maka akan semakin tinggi jumlah polong per tanaman maupun per petak (Gambar 5). Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 dan 1 (-1 r 1). Nilai r yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan semakin erat hubungan linier antara kedua peubah, sedangkan nilai r yang mendekati nol menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Jumlah polong 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 y = -0,734x + 53,97 R² = 0,451 10,0 0,0 y = -0,089x + 7,764 R² = 0,387 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 Rasio C/N Jumlah polong/tanaman Jumlah polong/petak Gambar 5. Grafik Hubungan antara Rasio C/N Media Tanam dan Jumlah Polong Buncis Tegak Rasio C/N juga berpengaruh sangat nyata terhadap bobot polong per tanaman maupun per petak. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) untuk bobot polong per tanaman dan per petak masing masing 0.44 dan Berdasarkan nilai tersebut berarti koefisien korelasinya adalah 0.66 dan 0.70 dengan tanda negatif. Tingkat keeratan hubungan antara rasio C/N dan kedua peubah kurang kuat, di mana peningkatan rasio C/N diikuti oleh penurunan bobot polong per tanaman maupun per petak (Gambar 6). Hasil analisis korelasi rasio C/N terhadap panjang polong buncis tegak menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasinya sehingga didapat nilai koefisien korelasinya 0.58 dan bertanda negatif. Tingkat keeratan hubungan antara rasio C/N dan panjang polong tidak kuat, di mana kenaikan rasio C/N diikuti oleh

19 penurunan panjang polong atau semakin rendah rasio C/N maka semakin tinggi nilai panjang polong buncis tegak (Gambar 7). 39 Bobot polong 300,00 270,00 240,00 210,00 180,00 150,00 120,00 90,00 60,00 30,00 0,00 y = -2,909x + 200,6 R² = 0,496 y = -0,371x + 27,93 R² = 0,44 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 Bobot polong/tanaman Bobot polong/petak Rasio C/N Gambar 6. Grafik Hubungan antara Rasio C/N Media Tanam dan Bobot Polong Buncis Tegak 12,0 11,5 Panjang polong 11,0 10,5 10,0 9,5 y = x R² = ,0 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 Rasio C/N Gambar 7. Grafik Hubungan antara Rasio C/N Media Tanam dan Panjang Polong Buncis Tegak Berdasarkan hasil analisis korelasi rasio C/N media tanam organik terhadap produksi buncis tegak, dapat disimpulkan bahwa tingkat hubungan linier antara dua peubah tersebut kurang kuat dan berkorelasi negatif, artinya semakin rendah rasio C/N media tanam maka akan semakin tinggi produksi buncis tegak pada peubah pengamatan jumlah polong per tanaman dan per petak, bobot polong per tanaman dan per petak, dan panjang polong buncis tegak, khususnya pada

20 40 perlakuan limbah media jamur merang (P3), pupuk kandang sapi (P4), tanah + limbah media jamur merang (P6), tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi (P10), dan tanah + limbah media jamur merang + pupuk kandang sapi + arang (P12). Pertumbuhan dan produksi buncis tegak yang baik dapat didukung oleh media tanam yang memiliki rasio C/N yang rendah, yakni sekitar Hasil polong pada kelima perlakuan (P3, P4, P6, P10, P12) yang tinggi didukung oleh kapasitas memegang air yang tinggi pula pada limbah media jamur merang (280.62%) dan pupuk kandang sapi ( %) sehingga mendukung proses penyerapan hara oleh akar tanaman. Dengan demikian, penggunaan limbah media jamur merang dan pupuk kandang sapi sebagai salah satu komponen campuran pada perlakuan media tanam dapat memberikan pengaruh yang baik pada hasil polong buncis tegak. Hasil korelasi kapasitas memegang air terhadap produksi buncis tegak Jumlah polong per petak pada media tanam pupuk kandang sapi (P4) tidak memberikan hasil yang terbaik meskipun jumlah cabang dan daunnya memberikan hasil terbaik. Hal tersebut diduga karena kandungan nitrogen dalam pupuk kandang sapi yang lebih tinggi daripada kandungan fosfor sehingga pertumbuhan vegetatifnya lebih baik daripada generatifnya. Pada umumnya pupuk kandang sapi mengandung nitrogen (N) 2-8 %, fosfor (P 2 O 5 ) %, kalium (K 2 O) 1-3 %, magnesium (Mg) %, dan unsur mikro (Donahue et al., 1977). Berdasarkan hasil terbaik produksi bobot polong per tanaman pada perlakuan media tanam limbah media jamur merang (P3), yakni g/tanaman, dapat dihitung hasil polong buncis tegak yang ditanam pada perlakuan limbah media jamur merang (P3) yaitu g/m 2 atau sekitar 0.42 kg/m 2 (4.24 ton/ha). Jika dibandingkan dengan potensi hasil buncis tegak berdasarkan Balitsa (Lampiran 3), yakni ± 20 ton/ha atau sekitar 2 kg/m 2, maka hasil tanaman buncis tegak yang ditanam pada media tanam limbah media jamur merang (P3) baru dapat mencapai sekitar 21 % dari potensi produksi Balitsa. Akan tetapi jika dibandingkan dengan produksi nasional pada tahun 2010 (9.22 ton/ha = kg/m 2 ), maka hasil tanaman buncis tegak yang ditanam pada media tanam limbah

21 41 media jamur merang (P3) dapat mencapai sekitar 46 % dari produksi nasional tahun Adapun jika dibandingkan dengan deskripsi produksi berdasarkan Prosea, yakni 5 ton/ha, maka hasil tanaman buncis tegak yang ditanam pada limbah media jamur merang (P3) dapat mencapai sekitar 84 % dari produksi berdasarkan Prosea. Hasil polong tanaman buncis tegak yang rendah dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diduga salah satunya adalah faktor suhu udara. Pada penelitian ini, rata - rata suhu udara pada saat muncul bunga (6 MST) adalah 25.4 o C, namun pada masa pembentukan polong (7 MST) suhu udara meningkat menjadi ± 25.9 o C. Putrasamedja (1992) menyatakan bahwa khusus untuk pembentukan polong buncis memerlukan suhu di bawah 25 o C karena pada suhu sekitar o C banyak bunga yang gugur sebelum terjadi penyerbukan. Djuariah (2008) juga menambahkan bahwa suhu udara di atas 25 o C tidak baik untuk pembentukan buah, begitu pula jika suhu udara dingin tidak baik untuk pertumbuhan maupun pembuahan. Selain faktor suhu udara, rendahnya hasil buncis tegak diduga karena lingkungan tumbuhnya yang terbatas. Pada penelitian ini buncis tegak ditanam dalam wadah polibag sehingga unsur hara dan daya sokong media tanamnya terbatas. Dole dan Wilkins (2005) menyatakan bahwa tanaman yang tumbuh dalam wadah kurang memiliki ketersediaan air dan hara serta drainase yang terbatas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

Growth and Production of Erected Kidney Bean (Phaseolus vulgaris L.) in some Combination of Organic Plant Growth Media

Growth and Production of Erected Kidney Bean (Phaseolus vulgaris L.) in some Combination of Organic Plant Growth Media Bul. Agrohorti 1 (1) : 94-103 (2013) Pertumbuhan dan Produksi Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris) pada beberapa Kombinasi Media Tanam Organik Growth and Production of Erected Kidney Bean (Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Lokasi ini memiliki ketinggian tempat 240 m di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik

TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik 3 TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik Bahan organik merupakan bahan penting dalam membentuk kesuburan tanah. Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, daun, bunga, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan kemajuan ini belum bias penulis selesaikan dengan sempurna. Adapun beberapa hasil dan pembahasan yang berhasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk majemuk NPK berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun, bobot segar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat pada Pertumbuhan Tanaman Sengon Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi pengaruh antara abu terbang dan bahan humat pada peningkatan

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertambahan Tinggi Bibit (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan bahwa interaksi pupuk kompos TKS dengan pupuk majemuk memberikan pengaruh yang tidak nyata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang ditampilkan pada bab ini terdiri dari hasil pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas terdiri dari curah hujan, suhu udara, serangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di UPT Balai Benih Induk (BBI) Palawija Dinas Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang Medan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian ini menggunakan kompos yang terbuat dari limbah kulit buah jarak. Bahan baku ini didekomposisikan dengan menggunakan empat jenis biodekomposer yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT 29 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh nyata perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa tanah lokasi penelitian tergolong agak masam dengan ph 5.6. Menurut Sundara (1998) tanaman tebu masih dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Bobot Segar Daun, Akar, dan Daun + Akar Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 8, 9 dan 10), pemberian pupuk Mikro-Biostimulant Cair berpengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Peneiitian 4.1.1. C/N Tanah 4.1.1.1. C/N Tanah Masa Inkubasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN viride dan dregs juga faktor tunggal waktu aplikasi dregs berpengaruh tidak nyata sedangkan faktor tunggal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi tanaman (cm) Hasil pengamatan yang diperoleh terhadap tinggi tanaman jagung manis setelah dilakukan sidik ragam (Lampiran 9.a) menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman cabai secara in vitro dapat dilakukan melalui organogenesis ataupun embriogenesis. Perbanyakan in vitro melalui organogenesis dilakukan dalam media MS dengan penambahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67 C, dengan kelembaban

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo 26 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Adaptasi Galur Harapan Padi Gogo Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo berpengaruh nyata terhadap elevasi daun umur 60 hst, tinggi tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI,

II. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI, II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI, Kecamatan Tanjung Karang Barat. Kota Bandar Lampung, mulai bulan Mei sampai

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk phonska pada pertumbuhan dan produksi kacang hijau masing-masing memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah tinggi, diameter, berat kering total (BKT) dan nisbah pucuk akar (NPA). Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC LAMPIRAN 38 38 Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC Perlakuan Laju pertambahan tinggi (cm) kedelai pada minggu ke- a 1 2 3 4 5 6 7 AUHPGC (cmhari)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, yang merupakan bulan basah. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Dramaga,

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015). IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Blast Furnace Slag dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 4.1.1. ph Tanah dan Basa-Basa dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 3 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

(g/ kg gambut) D0(0) DI (10) D2 (20) D3 (30)

(g/ kg gambut) D0(0) DI (10) D2 (20) D3 (30) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Tanah 4.1.1 Analisis C/N Setelah Inkubasi Trichoderma sp Berdasarkan hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa interaksi Trichoderma sp dan dregs berpengaruh tidak nyata

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan I. BAHAN DAN METODE 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran pada bulan Mei sampai September 2011. 1.2 Bahan dan Alat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan mulai Juni 2015-September 2015. Yang dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian dan Bisnis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang disajikan dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. Hasil pengamatan selintas tidak dianalisis secara stastistik dan digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN. sumber nutrisi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN. sumber nutrisi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman IV. HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Penggunaan berbagai macam sumber nutrisi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Tomat pada Sistem Hidroponik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci