The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;"

Transkripsi

1 5 yang telah tersedia di dalam model Climex Penentuan Input Iklim untuk model Climex Compare Location memiliki 2 input file yaitu data letak geografis (.LOC) dan data iklim rata-rata bulanan Kabupaten Klaten dalam rentang waktu satu tahun (.MET). Data-data tersebut ditulis dalam Notepad dengan aturan spasi yang telah ditentukan (Lampiran 8), kemudian disimpan dalam bentuk.loc dan.met. Kedua file ini dapat digunakan dalam Compare Location setelah diimpor melalui Metmanager. Compare Years memiliki 1 input file yaitu berupa file.dat. File ini berisi data-data iklim bulanan time series Kabupaten Klaten dari tahun Data ditulis dalam Notepad dengan aturan spasi yang telah ditentukan, kemudian disimpan dalam bentuk.dat. File.DAT tidak perlu diimpor seperti kedua file sebelumnya Analisis Nilai EI Proses analisis ini untuk mengetahui secara umum prakiraan kesesuaian iklim Kabupaten Klaten terhadap potensi sebaran hama penggerek batang padi dan wereng batang coklat, dilihat dari nilai EI hasil Compare Location. Selain itu juga melihat pola EI setiap bulannya dari tahun 2-27 dari hasil Compare Years. EI bulanan didapatkan dengan merata-ratakan nilai EI mingguan dengan konsep Julian day. Nilai EI didapatkan dari konsep perhitungan sebagai berikut : Ecoclimatic index EI = TGI A x SI x SX The annual growth index 52 GI A = 1 TG / 52 i= 1 Wi GI w = TI w x MI w x LI w x DI w dimana ; TI w = Temperature Index weekly MI w = Moisture Index weekly LI w = Light Index weekly DI w = Diapause Index weekly The annual stress index SI = (1-CS/1) (1-DS/1) (1-HS/1) (1-WS/1) dimana ; CS : the annual cold stress DS : the annual dry stress HS : the annual heat stress WS : the annual wet stress The stress interaction index SX = (1-CDX/1) (1-CWX/1) (1- HDX/1) (1-HWX/1) dimana ; CDX : the annual cold-dry CWX : the annual cold-wet HDX : the annual hot-dry HWX : the annual hot-wet Analisis Besarnya Nilai EI terhadap Keberadaan Serangan Hama Analisis ini dilakukan untuk membandingkan besarnya nilai EI dengan keberadaan hama dilapangan, yang dilihat dari data luas serangan hama (Ha). Perbandingan ini dilihat dari bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) menurut Oldeman dan pengelompokkan nilai EI menurut D Adamo. Menurut Oldeman : BB = CH > 2 mm BL = 1mm CH 2 mm BK = CH < 1 mm Tabel 3. Batasan nilai EI No EI Keterangan 1-25 Tidak cocok Kurang cocok Cocok 4 >75 Sangat Cocok ( Sumber : D Adamo et al, dalam Koesmaryono et al, 24 ) Berdasarkan tabel EI dan keberadaan serangan, maka digunakan asumsi sebagai berikut : Tabel 4. Batasan nilai EI yang digunakan sebagai asumsi untuk melihat keberadaan serangan No EI Serangan 1-25 Tidak Ada Ada / Tidak ada 3 > 51 Ada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kajian data CH di Kabupaten Klaten dan Stasiun Meteorologi Adisucipto Kajian data CH di Kabupaten Klaten dilakukan karena di wilayah ini tidak memiliki data iklim yang lengkap. Beberapa unsur iklim yang digunakan untuk mewakili wilayah Kabupaten diambil dari data stasiun meteorologi Adisucipto, diantaranya suhu dan kelembaban udara. Data stasiun meteorologi

2 6 Adisucipto diambil sebagai pewakil dengan pertimbangan, stasiun ini dekat dengan Kabupaten Klaten dan datanya lengkap. Oleh sebab itu, telah dilakukan beberapa langkah, untuk melihat kesesuain data iklim di Adisucipto jika digunakan di Kabupaten Klaten. Pertama telah dilakukan pewilayahan dengan menggunakan metode fuzzy clustering. Hasil yang diperoleh, dengan menggunakan data rata-rata tahunan dari 42 stasiun CH di Kabupaten Klaten dan stasiun meteorologi Adisucipto, yang dapat dilihat pada Gambar 3. Pewilayahan CH di Kabupaten Klaten dapat terbagi menjadi 1 wilayah. Jika dilihat dari nilai ekivalensi data CH tahunan antar stasiun, semua stasiun akan menjadi 1 kelompok dengan nilai ekivalensi.85. Nilai ini menandakan bahwa data tahunan stasiunstasiun CH di Kabupaten Klaten mempunyai nilai CH tahunan yang tidak jauh beda. Data stasiun meteorologi Adisucipto yang dimasukkan dalam proses ini, juga memiliki nilai CH tahunan yang tidak jauh beda dengan stasiun-stasiun CH di Kabupaten Klaten. Pemilihan untuk memutuskan pewilayahan CH di Kabupaten Klaten menjadi 1 kelompok, karena jika dilihat dari segi topografinya, stasiun-stasiun tersebut berada di kawasan dataran rendah. Selain itu, dalam penggunaan model Climex dituntut akan ketersediaan data unsur iklim yang time series. Ketersediaan data CH di setiap stasiun Kabupaten Klaten pada kenyataannya tidak lengkap. Sehingga, data CH Kabupaten Klaten yang dibutuhkan untuk input Climex, menggunakan data ratarata seluruh stasiun CH di Kabupaten Klaten. Data CH dari banyak stasiun di Kabupaten Klaten, dirata-ratakan kembali menggunakan metode aritmatik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai CH wilayah di Kabupaten Klaten. Data iklim dari stasiun meteorologi Adisucipto dapat mewakili data unsur-unsur iklim di Kabupaten Klaten, kecuali data CH. Salah satu cara dibuktikan dengan melihat pola CH dari kedua tempat, yang ditampilkan pada Gambar 4. Pola CH setiap bulannya dari kedua tempat tersebut, secara umum sama. Hal ini memungkinkan untuk mengambil data unsur-unsur iklim dari stasiun meteorologi Adisucipto sebagai pewakil untuk data iklim Kabupaten Klaten. Selain dengan melihat pola CH-nya secara visual, juga dilakukan pengujian secara statistik, dengan uji-t. Hasil dapat dilihat pada Tabel 5.

3 7 Gambar 3. Hasil pengelompokkan stasiun-stasiun CH Kabupaten Klaten dengan menggunakan fuzzy clustering Keterangan : Kelompok st 1 : St. CH Jombor, Kalijaran, Kemudo Kelompok st 2 : St. CH Demangan, Gantiwarno Kelompok st 3 : St. CH Gondang, Manisrenggo Kelompok st 4 : St. CH Ceper, Delanggu Kelompok st 5 : St. CH Candisewu, Tegalduwur Kelompok st 6 : St. CH Polanharjo, Pundung (Masing-masing kelompok merupakan kumpulan stasiun yang telah bersatu pada nilai ekivalensi 1.)

4 8 9 8 CH Rata2 Klaten CH Adisucipto 7 6 C H ( m m ) Jan-89 Jan-9 Jan-91 Jan-92 Jan-93 Jan-94 Jan-95 Jan-96 Jan-97 Jan-98 Jan-99 Jan- Jan-1 Jan-2 Jan-3 Jan-4 Jan-5 Jan-6 Jan-7 Jan-8 B u l a n Gambar 4. Hasil perbandingan pola CH di Kabupaten Klaten dan stasiun meteorologi Adisucipto Tabel 5. Hasil Uji t s dari data rata-rata CH di Kabupaten Klaten dan stasiun meteorologi Adisucipto Bulan n - t.25<t<t.25 Hasil s ts - t.25 t.25 Januari ,859 1,974 Terima Februari ,218,894 Terima Maret ,444 1,499 Terima April ,85 2,61 Terima Mei ,133-1,814 Terima Juni ,713,586 Terima Juli ,821,59 Terima Agustus ,873-1,473 Terima September ,871,18 Terima Okt ,299 2,552 Tolak Nov ,728 4,44 Tolak Des ,481 1,717 Terima Dari Tabel 3, walaupun ada 2 bulan ditolak untuk uji ini, namun secara umum CH di stasiun meteorologi Adisucipto masih dalam rentang yang sesuai dengan CH di Kabupaten Klaten. Hal ini menandakan bahwa data iklim di stasiun meteorologi Adisucipto mampu mewakili data iklim Kabupaten Klaten. Oleh sebab itu, data iklim Kabupaten Klaten untuk suhu dan kelembaban diwakili oleh data dari st. meteorologi adisucipto. 4.2 Iklim Kabupaten Klaten Curah hujan di Kabupaten Klaten bersifat monsoonal. Nilai CH tinggi pada bulan Desember hingga Maret. Curah hujan rendah jatuh pada bulan Juni hingga September. Nilai CH berkisar 17 mm per tahunnya. Berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, tipe iklim di wilayah ini adalah D3 (4 bulan basah dan 6 bulan kering). Tipe iklim ini memiliki peluang dalam melakukan penanaman padi hanya satu kali dalam setahun.

5 9 Suhu bulanan di Kabupaten Klaten tidak bervariasi jika dibandingkan dengan CH, karena wilayah ini termasuk dalam daerah tropis. Suhu maksimum rata-rata berkisar 3 C hingga 33 C. Suhu minimum rata-rata berkisar 21 C hingga 25 C. Suhu rata-rata untuk wilayah ini secara umum berkisar antara 25 C hingga 28 C. Nilai RH tertinggi ketika pada pagi hari, yaitu pukul 7., dengan nilai di atas 85%. Nilai RH terendah pada siang hari, yaitu pukul 13. dengan kisaran 55% hingga 7%. Nilai RH rata-rata berkisar secara umumnya berkisar pada 75% hingga 87%. Nilai RH tinggi terjadi pada bulan Desember hingga Maret, karena saat-saat tersebut merupakan masa musim hujan. Musim kemarau, nilai RH rendah, berkisar pada bulan Agustus hingga Oktober. 4.3 Hasil Keluaran Compare Location dan Compare Years Penggerek Batang Padi (PBP) Hasil Compare Location menunjukkan bahwa indek ekoklimatik (EI) Kabupaten Klaten, untuk hama penggerek adalah 63. Jika dibandingkan dengan nilai kisaran EI D adamo, iklim dari Kabupaten Klaten secara umum memiliki potensi penyebaran hama PBP. Nilai EI ini termasuk dalam kisaran cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan hama PBP. Hal ini diperkuat dengan batasan nilai EI yang digunakan menurut Sutherst (1999), bahwa suatu wilayah dikatakan berpotensi jika EI diatas 3. Hasil EI setiap tahun dari keluaran Compare years untuk hama PBP disajikan dalam gambar 5a. Setiap tahunnya, nilai EI bervariasi pada kisaran cocok hingga kurang cocok iklimnya (berdasarkan D Adamo), untuk perkembangan dan pertumbuhan hama PBP. Nilai-nilai tersebut setiap tahun masih dalam kisaran memiliki potensi sebaran untuk hama PBP. Hal ini menandakan bahwa iklim di Kabupaten Klaten mendukung keberadaan hama PBP setiap tahunnya. Hasil EI bulanan dihitung untuk menyesuaikan dengan data luas serangan hama, sebagai pembanding kondisi di lapangan. Hasil EI bulanan hama PBP disajikan dalam Gambar 6a. Berdasarkan grafik tersebut, EI memiliki suatu pola tertentu setiap bulannya. Potensi sebaran hama PBP cenderung tidak berpotensi ketika masuk dalam musim kemarau. Ketika musim hujan, potensi sebaran hama PBP sangat cocok sekali. Hal ini memberikan peluang yang tinggi untuk pertumbuhan PBP pada musim hujan, jika dilihat dari perhitungan model Climex. Jika dibandingkan nilai EI tahunan dan bulanan, maka nilai EI tahunan kurang berfluktuasi dibandingkan dengan nilai EI bulanan. Hal ini, karena nilai EI tahunan merupakan hasil rata-rata setiap indek mingguannya Wereng Batang Coklat (WBC) Hasil keluaran EI dari Compare location untuk hama WBC, Kabupaten Klaten memiliki nilai 58. Hal ini menandakan bahwa iklim di Kabupaten Klaten memiliki potensi sebaran hama WBC, dimana iklimnya masih sesuai dengan pertumbuhannya. Hasil EI keluaran Compare years ditampilkan pada Gambar 5b. Kabupaten Klaten cocok untuk sebaran hama WBC jika dilihat dari tahunan, yaitu tahun 2, 21, 23, dan 24. Tahun yang lain berada pada kondisi kurang cocok, tapi masih memiliki potensi terhadap pertumbuhan dan perkembangan hama WBC. Nilai EI bulanan untuk WBC, yang ditunjukkan pada Gambar 6b, polanya cenderung sama dengan PBP. Kesamaan ini ditujukan dengan kecenderungan nilai EI yang tinggi pada bulan-bulan basah. Nilai EI akan berkurang hingga, pada bulan-bulan kering. Hal ini juga menandakan bahwa Kabupaten Klaten memiliki potensi besar terhadap sebaran WBC pada musim hujan. Perbedaan hama WBC dengan PBP, yaitu ketika BB nilai EI cenderung lebih tinggi untuk hama PBP. Nilai EI untuk hama PBP cenderung mencapai nilai 1, sedangkan WBC jarang mencapai nilai 1. Nilai EI yang rendah pada hama WBC dikarenakan nilai indek temperatur (TI) tidak maksimum (nilai indek maksimum = 1). Pola nilai EI setiap tahunnya (2-27) baik hama PBP maupun WBC juga sama.

6 1 EI T a h u n E I T a h u n ( a ) ( b ) Gambar 5. Nilai EI setiap tahunnya untuk (a) hama PBP (b) hama WBC Jan- May- Sep- Jan-1 May-1 Sep-1 Jan-2 May-2 Sep-2 Jan-3 May-3 Sep-3 Jan-4 May-4 Sep-4 Jan-5 May-5 Sep-5 Jan-6 May-6 Sep-6 Jan-7 May-7 E I Sep-7 B U L A N ( a ) E I Jan- May- Sep- ( b ) Jan-1 May-1 Sep-1 Jan-2 May-2 Sep-2 Jan-3 May-3 Sep-3 Jan-4 May-4 Sep-4 Jan-5 May-5 Sep-5 Jan-6 May-6 Sep-6 Jan-7 May-7 Sep-7 B U L A N Gambar 6. Nilai EI bulanan untuk (a) hama PBP (b) hama WBC

7 Perbandingan Keberadaan Serangan Hama dengan Besarnya Nilai Ekoklimatik indek (EI) Penggerek Batang Padi (PBP) Setiap bulan serangan hama terjadi di Kabupaten Klaten. Hal ini dikarenakan keberadaan tanaman padi baik pada saat BK maupun BB selalu ada. Keberadaan luas tambah tanam setiap bulannya di Kabupaten Klaten dapat dilihat pada Lampiran 14. Keberadaan tanaman padi pada BK karena tersedianya sistem irigasi di Kabupaten Klaten. Setiap tahun, hama PBP, yang merupakan hama utama di Kabupaten Klaten, selalu ada. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaan serangan hama PBP, yang digambarkan sebagai berikut : L u a s ( H a ) Tahun Gambar 7. Luas serangan hama PBP per tahun (2-27) Luas serangan tertinggi terjadi pada tahun 24, sebesar 2624 Ha. Luas serangan terendah terjadi tahun 21, sebesar 1354 Ha. Keadaan di Kabupaten Klaten menyebutkan bahwa serangan hama selalu terjadi setiap bulan. Pada tahun 2-22, serangan hama tertinggi jatuh pada bulan September, walaupun perbedaan luas serangannya tidak begitu ekstrim jika dibandingkan dengan yang lain. Sedangkan mulai tahun 23-27, serangan hama cenderung tinggi pada bulan Maret hingga April. Serangan terluas, dimana luas serangan 2 kali dari biasanya, terjadi pada bulan Maret 23. Hasil regresi sederhana untuk melihat korelasi luas serangan hama PBP dan EI bulanan, adalah sebagai berikut : L u a s ( H a ) y =,3693x + 145,14 R 2 =,26 Gambar 8. Hasil regresi antara nilai EI bulanan dan luas serangan hama PBP Hasil regresi dari grafik di atas menghasilkan nilai R 2 yang sangat kecil. Jika dilihat dari segi statistik, nilai EI masih belum dapat menggambarkan luas serangan hama di Kabupaten Klaten. Pada dasarnya, model Climex melihat suatu potensi sebaran suatu organisme, yang berhubungan dengan populasi. Karena ketersediaan data populasi hama tidak ada, maka sebagai penggantinya adalah data luas serangan hama, yang mengindikasikan populasi hama. Secara kuantitatif, dari segi statistik regresi sederhana tidak terlihat dengan jelas hubungan antara nilai EI dan luas serangan hama PBP. Oleh sebab itu, penelitian ini menganalisis secara kualitatif, berdasarkan keberadaan serangan setiap bulannya, melalui klasifikasi BB dan BK dari Oldeman. Pola serangan hama PBP setiap tahun berbeda dengan pola EI tahunannya. Pada saat luas serangan tertinggi terjadi tahun 24, hal ini diikuti juga dengan nilai EI tertinggi tahun 24, yaitu 64. Pada saat luas serangan hama PBP terendah terjadi tahun 21, nilai EI tahun 21 tidak menunjukkan nilai paling rendah dibanding tahun-tahun yang lain. Keadaan ini menjelaskan bahwa EI tahunan, dapat melihat potensi sebaran hama PBP, sebagai indikasi adanya serangan hama tersebut di Kabupaten Klaten. Walaupun begitu, nilai EI masih belum mampu secara detail menjelaskan secara kuantitatif mengenai besarnya luas serangan hama tahunan PBP. Setiap tahun, urutan BB dan BK akan berbeda waktunya, ditunjukkan dengan Tabel 6. Setiap tahun pada saat BB, nilai EI cenderung menunjukkan suatu potensi sebaran hama PBP di Kabupaten Klaten. Nilai EI ini sesuai dengan keadaan di lapangan, dimana pada BB selalu ada serangan. Walaupun begitu, terdapat 2 BB, dimana nilai EI yang menyatakan tidak ada potensi sebaran, tetapi dilapangan terdapat serangan hama. Jika E I

8 12 dilihat dari nilai EI yang kecil dari kedua bulan tersebut, disebabkan karena indeks pertumbuhan (GI) yang kecil dan adanya cekaman kelembaban (WS). Pada saat BL, nilai EI juga hampir sama pada saat BB. Nilai EI cenderung mengarah pada kondisi sebaran hama PBP yang berpotensi. Kondisi yang berpotensi ini, diikuti juga dengan adanya luas serangan di Kabupaten Klaten. Pada saat BK nilai EI lebih bervariasi dari nilai 1 hingga. Pada saat memasuki awal BK, nilai EI masih tinggi. Nilai EI saat itu masih berada di kisaran yang berpotensi. Saat BK mulai terjadi secara berurutan, nilai EI akan cenderung turun dan mendekati nilai. Nilai EI yang kecil pada saat BK disebabkan karena kecilnya nilai indek pertumbuhan (GI) dan adanya cekaman kering (DS). Kecilnya nilai indek pertumbuhan karena kecilnya nilai indek kelembaban tanah (MI). Nilai EI merupakan suatu nilai yang menggambarkan potensi sebaran suatu organisme, dimana hal ini mengindikasikan keberadaan hama PBP di Kabupaten Klaten. Jika keberadaan hama PBP ada, maka kondisi ini berpeluang akan adanya potensi serangan di lapangan, dengan didukung keberadaan tanaman padi. Output dari model Climex masih dapat melihat potensi keberadaan serangan hama PBP pada bulan basah dan awal BK. Ketika pertengahan BK output Climex cenderung tidak sesuai dengan kondisi kenyataan di lapangan. Banyak faktor yang mempengaruhi serangan hama PBP terjadi setiap bulannya di Kabupaten Klaten. Pola tanam di Kabupaten Klaten, dimana penanaman padi yang dapat dilakukan 3 kali dalam setahun, dapat memberikan suatu peluang keberadaan PBP. Tanaman padi yang merupakan sumber makanan bagi PBP setiap bulannya selalu ada. Ketika nilai EI yang kecil karena adanya cekaman kering, keberadaan hama PBP masih ada. Keberadaan tanaman padi pada musim kemarau, karena adanya irigasi di Kabupaten Klaten, dapat memberikan peluang adanya kondisi iklim mikro yang kondusif bagi hama PBP, terutama di bawah tajuk tanaman padi. Hal ini sesuai dengan Kesmaryono (1991), bahwa iklim mikro dalam suatu pertanaman, yang merupakan rumah bagi serangga, adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan serangga Wereng Batang Coklat (WBC) Kondisi luas serangan WBC setiap tahunnya selalu ada di Kabupaten Klaten. Sebagai hama nomor dua, luas serangan tidak sebesar hama PBP. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 9. Gambar 9. Luas serangan hama WBC per tahun (2-27) Luas serangan tertinggi terjadi pada tahun 22, dengan luas serangan 1545 Ha. Besarnya luas serangan ini tidak setinggi hama PBP. Pola luas serangan hama WBC berbeda dengan hama PBP (Lampiran 13), setiap bulannya. Serangan WBC tidak selalu ada disetiap bulan. Luas serangan hama WBC tertinggi setiap tahunnya terjadi baik pada saat BB maupun BK. Luas serangan tertinggi terjadi pada bulan Januari 22, 764 Ha, untuk BB. Luas serangan tertinggi pada BK terjadi bulan Juli 27, 551 Ha (Tabel 7). L u a s ( H a ) L u a s ( H a ) y =,4656x + 22,49 R 2 =, T a h u n Gambar 1. Hasil regresi antara nilai EI bulanan dan luas serangan hama WBC Hasil regresi antara EI dan luas serangan hama WBC menyatakan, bahwa R 2 sangat kecil. Hal ini sama terjadi untuk hama PBP, dimana dalam bentuk regresi sederhana nilai EI belum dapat menggambarkan luas serangan hama. Jika dibandingkan antara grafik luas serangan hama WBC dan EI tahunannya, maka pola yang terlihat tidak sama. Ketika luas serangan tertinggi terjadi pada tahun 22, nilai EI berada di kisaran nilai 45. Perubahan luas serangan yang signifikan pada tahun 21-23, ternyata tidak diikuti dengan pola perubahan yang sama dari nilai EI. Pengelompokkan nilai EI dan keberadaan serangan hama WBC, yang berdasarkan BB dan BK dari Oldeman ditunjukkan pada E I

9 13 Tabel 7. Ketika BB, keberadaan serangan hama WBC bervariasi, tidak seperti hama PBP. Sedangkan, nilai EI hama WBC cenderung berada pada kisaran yang menggambarkan bahwa Kabupaten Klaten memiliki potensi sebaran hama WBC, yang berarti terdapat keberadaan hama WBC. Hal ini menandakan bahwa iklim Kabupaten Klaten pada saat BB berpotensi terhadap serangan hama WBC, hal ini didukung oleh adanya keberadaan serangan hama dilapangan. Walaupun begitu, adakalanya nilai kisaran EI, tidak sesuai dengan keadaan di lapangan. Ketika EI dalam kisaran berpotensi, ternyata tidak ada serangan dilapangan. Gambaran ini menandakan, iklim yang sesuai untuk pertumbuhan hama, tidak selalu menunjukkan keberadaan organismenya. Ketika BB, EI berada kisaran tidak memiliki potensi sebaran, di lapangan terjadi serangan hama WBC, walaupun kurang dari 5 Ha. Nilai EI yang kecil ini disebabkan karena nilai GI yang kecil dan adanya cekaman kelembaban (WS). Nilai GI yang kecil disebabkan karena MI (Moisture Index) yang kecil. Walaupun nilai EI menunjukkan tidak berpotensi adanya sebaran hama, tetapi harus tetap diwaspadai akan keberadaannya pada saat BB. Pada saat BL, nilai EI bervariasi kesesuaiannya jika dibandingkan keberadaan serangan di Kabupaten Klaten. Ketika memasuki awal BK, nilai EI menggambarkan bahwa iklim Kabupaten Klaten masih mendukung potensi sebaran hama WBC. Pada masa pertengahan dibulanbulan kering, nilai EI semakin kecil hingga mendekati. Keadaan tersebut disebabkan karena nilai GI yang kecil dan adanya DS (Dry stress). Pada saat BK, nilai EI dapat menggambarkan potensi serangan hama WBC ketika awal memasuki BK. Keberadaan serangan hama WBC saat BK yang cenderung bervariasi, masih belum terbaca oleh nilai EI ini secara maksimal. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi keberadaan serangan hama WBC, tidak hanya dari faktor iklim. Menurut Mochida (1978), 3 faktor utama yang mempengaruhi adanya peledakkan hama WBC adalah penanaman tanaman padi yang rentan terhadap WBC, penanaman tanaman padi secara berlanjut karena adanya sistem irigasi, pemberian pupuk yang mengandung nitrogen secara berlebihan. Ketika BK, nilai EI baik itu untuk PBP maupun WBC cenderung dibawah 26. Nilai EI yang rendah karena adanya cekaman kering dan kelembaban tanah yang rendah. Jika dilihat dari analisis model Climex, kedua faktor tersebut muncul karena nilai CH yang rendah. Climex hanya memasukkan CH sebagai input kelembaban tanah. Sedangkan, dalam keadaan nyata dibidang pertanian, kelembaban tanah tidak hanya dipengaruhi oleh pasokkan air dari CH, tetapi juga irigasi. Faktor irigasi inilah yang belum dimasukkan sebagai penyokong kelembaban tanah dalam model Climex, hanya CH.

10 14 Tabel 6. Nilai perbandingan EI dan luas serangan hama PBP berdasarkan klasifikasi Oldeman Tahun Keterangan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec CH BB BL BK BL 2 EI LS CH BB BL BK BL BK 21 EI LS CH BB BL BK BL 22 EI LS Keterangan CH BB BL BK BL BK BL BB EI LS CH BB BK BL BB EI LS CH BB BK BB EI LS CH BB BL BB BK BB EI LS CH BK BB BK BL BB EI LS : Terjadi serangan : Terjadi / tidak terjadi serangan : Tidak terjadi serangan CH : Curah hujan EI : Indek ekoklimatik LS : Luas serangan hama BK : Bulan Kering BB : Bulan Basah

11 15 Tabel 7. Nilai perbandingan EI dan luas serangan hama WBC berdasarkan klasifikasi Oldeman Tahun Keterangan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec CH BB BL BK BL 2 EI LS CH BB BL BK BL BK 21 EI LS CH BB BL BK BL 22 EI LS CH BB BL BK BL BK BL BB 23 EI LS CH BB BK BL BB 24 EI LS CH BB BK BB 25 EI LS CH BB BL BB BK BB 26 EI LS CH BK BB BK BL BB 27 EI LS Keterangan : Terjadi serangan : Terjadi / tidak terjadi serangan : Tidak terjadi serangan CH : Curah hujan EI : Indek ekoklimatik LS : Luas serangan hama BK : Bulan Kering BB : Bulan Basah

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING ( SCIRPOPHAGA INCERTULAS

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING ( SCIRPOPHAGA INCERTULAS PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING (SCIRPOPHAGA INCERTULAS) DAN WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS) (Studi Kasus Kabupaten Klaten, Jawa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN HAMA WERENG BATANG COKELAT

ANALISIS KESESUAIAN HAMA WERENG BATANG COKELAT ANALISIS KESESUAIAN HAMA WERENG BATANG COKELAT (Nilaparvata lugens Stal.) TERHADAP FAKTOR IKLIM MENGGUNAKAN PEMODELAN CLIMEX 3.0 (Studi Kasus Kabupaten Cilacap) AMRI SAJAROH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR IKLIM TERHADAP PENYEBARAN HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) DI KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT

ANALISIS FAKTOR IKLIM TERHADAP PENYEBARAN HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) DI KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT ANALISIS FAKTOR IKLIM TERHADAP PENYEBARAN HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) DI KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT CICILIA CORNELIA PUTRI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING ( SCIRPOPHAGA INCERTULAS

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING ( SCIRPOPHAGA INCERTULAS PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING (SCIRPOPHAGA INCERTULAS) DAN WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS) (Studi Kasus Kabupaten Klaten, Jawa

Lebih terperinci

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi). 1. Klasifikasi Iklim MOHR (1933) Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan oleh Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur. 6 regresi linier berganda untuk semua faktor iklim yang dianalisis. Data faktor iklim digunakan sebagai peubah bebas dan data luas serangan WBC sebagai peubah respon. Persamaan regresi linier sederhana

Lebih terperinci

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life Klasifikasi Iklim Klimatologi Klasifikasi?? Unsur-unsur iklim tidak berdiri sendiri tetapi saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Terdapat kecenderungan dan pola yang serupa apabila faktor utama

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB I PENDAHULUAN Pengaruh pemanasan global yang sering didengungkan tidak dapat dihindari dari wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarbaru. Sebagai stasiun klimatologi maka kegiatan observasi

Lebih terperinci

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Agroklimat Wilayah Penelitian Dari hasil analisis tanah yang dilakukan pada awal penelitian menunjukan bahwa tanah pada lokasi penelitian kekurangan unsur hara

Lebih terperinci

DINAMIKA HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata Lugens Stal.) TERHADAP FAKTOR IKLIM DI KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT AJI PERMANA

DINAMIKA HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata Lugens Stal.) TERHADAP FAKTOR IKLIM DI KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT AJI PERMANA DINAMIKA HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata Lugens Stal.) TERHADAP FAKTOR IKLIM DI KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT AJI PERMANA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan 3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite

Lebih terperinci

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC) 1234567 89111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX UNTUK ANALISIS POTENSI SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI SARAH BALFAS

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX UNTUK ANALISIS POTENSI SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI SARAH BALFAS PEMANFAATAN MODEL CLIMEX UNTUK ANALISIS POTENSI SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI SARAH BALFAS DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA 30 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data Curah Hujan DAS Brantas Data curah hujan di DAS Brantas merupakan data curah hujan harian, dimana curah hujan harian berasal dari stasiun-stasiun curah hujan yang ada

Lebih terperinci

ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM) 3B42 V7 DI MAKASSAR

ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM) 3B42 V7 DI MAKASSAR JURNAL SAINS DAN PENDIDIKAN FISIKA (JSPF) Jilid Nomor, April 205 ISSN 858-330X ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM)

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) 7608201,7608342, 7608621, 7608408 S E M A R A N G 5 0 1 4 4 Website : www.psda.jatengprov..gp.id Email

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN Pendahuluan KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN 1. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini. KATA PENGANTAR Penyajian Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 di Provinsi Sumatera Selatan ditujukan untuk memberi informasi kepada masyarakat, disamping publikasi buletin agrometeorologi, analisis dan prakiraan

Lebih terperinci

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Koreksi Bias Data Curah Hujan dan Suhu Luaran Model RegCM3 Data luaran RegCM3 merupakan hasil simulasi kondisi iklim yang memiliki resolusi spasial yang

Lebih terperinci

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Unsur-unsur Iklim 1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran - 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Puncak Atmosfer ( 100 km ) Tekanan Udara

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak 13 Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 1 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak TAHUN PERIODE JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER 25 I 11 46 38 72 188 116 144 16 217

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penunasan terhadap Produksi, Jumlah Tandan dan BTR Pengaruh penunasan dilihat dari pengaruhnya terhadap produksi, jumlah tandan dan bobot tandan rata-rata pada setiap kelompok

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI Bab II Kondisi Wilayah Studi 5 BAB II KONDISI WILAYAH STUDI 2.. Tinjauan Umum DAS Bendung Boro sebagian besar berada di kawasan kabupaten Purworejo, untuk data data yang diperlukan Peta Topografi, Survey

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Press Release BMKG Jakarta, 12 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 BMKG A F R I C A A S I A 3 Proses EL NINO, DIPOLE MODE 2 1 1963 1972 1982 1997 1 2 3 EL NINO / LA NINA SUHU PERAIRAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISUSUN OLEH : Nama : Winda Novita Sari Br Ginting Nim : 317331050 Kelas : B Jurusan : Pendidikan Geografi PEDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) No. 45/07/35/Th XII,1 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI JANUARI 2012

PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI JANUARI 2012 Jan-07 Apr-07 Jul-07 Oct-07 Jan-08 Apr-08 Jul-08 Oct-08 Jan-09 Apr-09 Jul-09 Oct-09 Jan-10 Apr-10 Jul-10 Oct-10 Jan-11 Apr-11 Jul-11 Oct-11 PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI JANUARI 2012 I. TOTAL

Lebih terperinci

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017 Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA Volume 7, Agustus 2017 IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN April - Juni 2017 Rendahnya kejadian kebakaran hutan Musim panen utama padi dan jagung lebih tinggi dari

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Wilayah Studi Wilayah studi dari penelitian ini adalah daerah Sukarame yaitu PH-03 Sukarame. Daerah ini merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kotamadya Bandar Lampung,

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG 1. TINJAUAN UMUM 1.1.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN 4.1 Topografi dan Tata Sungai DAS Citarum Hulu merupakan suatu cekungan yang dikelilingi oleh pegunungan Tangkuban Perahu di daerah utara dengan puncaknya antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram Alir pola perhitungan dimensi hidrolis spillway serbaguna

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram Alir pola perhitungan dimensi hidrolis spillway serbaguna BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram Alir pola perhitungan dimensi hidrolis spillway serbaguna Bendungan Selorejo : III-1 3.2 Lokasi Penelitian Lokasi yang menjadi tempat penelitian ini

Lebih terperinci

1. Latar Belakang. 2. Tinjauan Pustaka

1. Latar Belakang. 2. Tinjauan Pustaka 1. Latar Belakang Indonesia mempunyai kompleksitas dalam fenomena cuaca dan iklim. Atmosfer diatas Indonesia sangat kompleks dan pembentukan awannya sangat unik. Secara latitudinal dan longitudinal, Indonesia

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION

3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION 3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION Reddy, K.R. and H.F. Hodges. 2000. Climate Change and Global Crop Productivity. Chapter 2. p. 2 10. Awan 1. Climate 2. Altitude Rta Rd RI Rpd 3. Land suitability 4.

Lebih terperinci

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai. 6 KAT i = KAT i-1 + (CH-ETp) Hingga kandungan air tanah sama dengan kapasitas lapang yang berarti kondisi air tanah terus mencapai kondisi kapasitas lapang. Dengan keterangan : I = indeks bahang KL =Kapasitas

Lebih terperinci

TAHUN TOTAL RATAAN

TAHUN TOTAL RATAAN Lampiran 1. Data Produksi Tandan Buah Segar (ton/bulan) Kebun Bah Jambi pada Tanaman Berumur 8, 16, dan 19 Tahun Selama 3 Tahun (2011-2013) TAHUN 2011 TAHUN 2012 TAHUN 2013 BULAN UMUR (TAHUN) UMUR (TAHUN)

Lebih terperinci

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING Ivony Alamanda 1) Kartini 2)., Azwa Nirmala 2) Abstrak Daerah Irigasi Begasing terletak di desa Sedahan Jaya kecamatan Sukadana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN KABUPATEN SUKOHARJO MENGGUNAKAN METODE SPI (STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX)

ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN KABUPATEN SUKOHARJO MENGGUNAKAN METODE SPI (STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX) ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN KABUPATEN SUKOHARJO MENGGUNAKAN METODE SPI (STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX) Rahmanita Lestari, Nurul Hidayah, dan Ambar Asmoro Fakultas Geografi UMS E-mail: rahmanovic1993@gmail.com

Lebih terperinci

Analisis. Analisis Lanjutan. menampilkan hasil dalam gambar grafik atau gambar cross section aplikasi program RAOB.

Analisis. Analisis Lanjutan. menampilkan hasil dalam gambar grafik atau gambar cross section aplikasi program RAOB. 6 menampilkan hasil dalam gambar grafik atau gambar cross section aplikasi program RAOB. 3.4. Pengolahan Data Proses pengolahan data diawali dengan menginput data kedalam software RAOB. Data hasil RAOB

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu rangkaian penelitian yang mencakup analisis pewilayahan hujan, penyusunan model prediksi curah hujan, serta pemanfaatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi data Tahap pertama dalam pembentukan model VAR adalah melakukan eksplorasi data untuk melihat perilaku data dari semua peubah yang akan dimasukkan dalam model. Eksplorasi

Lebih terperinci

dari tahun pada stasiun pengamat yang berada di daerah Darmaga, Bogor.

dari tahun pada stasiun pengamat yang berada di daerah Darmaga, Bogor. Jika plot peluang dan plot kuantil-kuantil membentuk garis lurus atau linier maka dapat disimpulkan bahwa model telah memenuhi asumsi (Mallor et al. 2009). Tingkat Pengembalian Dalam praktik, besaran atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya jumlah curah hujan di bawah normal pada suatu periode atau biasa disebut dengan kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama yang selanjutnya mulai

Lebih terperinci

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI Metode Mann-Kendall merupakan salah satu model statistik yang banyak digunakan dalam analisis perhitungan pola kecenderungan (trend) dari parameter alam

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

X. WATER AND IRRIGATION. Acquaah, George Horticulture. Principles and Practices. Chapter 23, 24

X. WATER AND IRRIGATION. Acquaah, George Horticulture. Principles and Practices. Chapter 23, 24 X. WATER AND IRRIGATION Acquaah, George. 2005. Horticulture. Principles and Practices. Chapter 23, 24 AIR DAN TANAMAN Air : bahan dasar semua aktivitas metabolik tanaman Air berperan penting dalam : respirasi,

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Data Land Surface Temperature (LST) MODIS pada Wilayah Penelitian 5.1.1 Gambaran Umum Data Land Surface Temperature (LST) MODIS LST MODIS merupakan suatu

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

Update BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. moderate.

Update BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. moderate. Update 060910 BoM/POAMA La Nina moderate (-1.7) La Nina Kuat (-2.1) La Nina moderate (-1.4) La Nina moderate (-1. 1) NCEP/NOAA Jamstec 2.5 2 1.5 (Prediksi BMKG (Indonesia 1 0.5 La Nina moderate (-1.65)

Lebih terperinci

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri 1 Evapotranspirasi adalah. Evaporasi (penguapan) didefinisikan sebagai peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 30 AGUSTUS 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. Mekanisme Pembahasan Prediksi Iklim & Pemahaman Tiga Faktor Pengendali Curah Hujan di Wilayah Indonesia II. Prediksi; Indeks La Nina

Lebih terperinci

STASIUN KLIMATOLOGI KAIRATU

STASIUN KLIMATOLOGI KAIRATU STASIUN KLIMATOLOGI KAIRATU Jl. Hunitetu, Kec.Kairatu, Seram Bagian Barat 97756 e-mail : Staklim.kairatu@bmkg.go.id BULETIN DESEMBER 2016 PROVINSI MALUKU KAIRATU, DESEMBER 2016 KATA PENGANTAR Puji dan

Lebih terperinci

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE 2005 2013 Herin Hutri Istyarini 1), Sri Cahyo Wahyono 1), Ninis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN BAB 4 HASIL DAN BAHASAN 4.1 Hasil dan Bahasan 4.1.1 Penentuan Suku Cadang Prioritas Untuk menentukan suku cadang prioritas pada penulisan tugas akhir ini diperlukan data aktual permintaan filter fleetguard

Lebih terperinci

Persamaan Regresi Prediksi Curah Hujan Bulanan Menggunakan Data Suhu dan Kelembapan Udara di Ternate

Persamaan Regresi Prediksi Curah Hujan Bulanan Menggunakan Data Suhu dan Kelembapan Udara di Ternate Statistika, Vol. 13 No. 1, 7 16 Mei 2013 Persamaan Regresi Prediksi Curah Hujan Bulanan Menggunakan Data Suhu dan Kelembapan Udara di Ternate Stasiun Meteorologi Depati Amir, Pangkalpinang Email: akhmad.fadholi@bmkg.go.id

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun ) No.22/03/35/Th XIII,2 Maret 2015 A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar 12,398 juta ton Gabah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG No. 04/01/81/Th. VIII, 3 Januari 2017 2014 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG DI PROVINSI MALUKU NOVEMBER TPK HOTEL BINTANG NOVEMBER MENCAPAI 38,23 % Tingkat penghunian kamar (TPK) hotel

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan

Lebih terperinci

Update BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. La Nina.

Update BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. La Nina. Update 200910 BoM/POAMA NCEP/NOAA La Nina moderate (-1.8) La Nina Kuat (-2.25) La Nina moderate (-1.7) La Nina moderate (-1. 4) Jamstec 2.5 2 1.5 (Prediksi BMKG (Indonesia La Nina Moderate (-1.85) La Nina

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) No. 75/11/35/Th.XII, 3 November 2014 A. PADI Produksi Padi Provinsi Jawa Timur berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM

Lebih terperinci