HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari pengamatan diferensial leukosit pada mencit yang diinfeksi dengan P.berghei setelah pemberian ekstrak akar kayu kuning (C. fenestratum) dengan pelarut etanol yaitu sebagai berikut: Netrofil Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 9, persentase netrofil ketiga perlakuan E1, E2, dan E3 setiap harinya menunjukkan persentase yang lebih rendah dibanding pada perlakuan KN. Pada perlakuan E1, hari ke-1 menunjukkan penurunan dan persentase yang terendah dibandingkan perlakuan E2, E3, dan KP yakni 41.67%, sedangkan pada hari ke-2 hingga hari ke-7 menunjukkan peningkatan. Pada perlakuan E2, hari ke-1 menunjukkan persentase yang lebih tinggi dibanding E1, E3, dan KP yaitu sebesar 49.27%. Perlakuan E2 dan E3 mulai hari ke-3 hingga hari ke-7 menunjukkan peningkatan tetapi lebih rendah dibandingkan dengan KN KN 40 KP 30 EI EII 20 EIII 10 0 Hari pengamatan ke Gambar 9 Rata-rata persentase netrofil pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum). KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, E1: Ekstrak pelarut etanol dosis mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB. Persentase netrofil dari semua perlakuan lebih rendah dibandingkan KN Persentase pada semua hari pengamatan karena tingkat parasitemia pada semua perlakuan lebih tinggi dari KN. Menurut penelitian sebelumnya menyatakan bahwa tingkat parasitemia pada KN lebih rendah dari pada ketiga kelompok perlakuan (Kusuma 2011), sehingga netrofil yang dihasilkan lebih rendah pada kelompok perlakuan dikarenakan proses fagositosis parasit yang tinggi. Menurut Tizard (1988), netrofil

2 22 merupakan garis pertahanan pertama namun memiliki cadangan energi yang terbatas sehingga tidak mampu bertahan lama. Selain itu juga mungkin karena pengaruh ektrak etanol kayu kuning (C. fenestratum) yang lebih dominan mengandung alkaloid, flavonoid, phenol hidroquinon yang dapat menekan jumlah P. berghei (Kusuma 2011). Menurut Kumar et al (2007), alkaloid yang banyak terdapat di dalam C. fenestratum yaitu berberin yang berfungsi sebagai antiinflamasi dan antimikroba. Adanya pengaruh berberin ini, menyebabkan jumlah netrofil yang ada ditekan. Pengaruh berberin dalam tiap dosis ekstrak memiliki efektifitas yang berbeda. Pada perlakuan E1 mulai terjadi penurunan pada hari ke-1, sedangkan pada perlakuan E2 dan E3 mulai terlihat pengaruhnya pada hari ke-2.

3 Tabel 2 Rata-rata persentase netrofil pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum) dosis bertingkat Perlakuan Pengamatan hari ke...(setelah pemberian ekstrak) KN ± 8.03 defgh ± 8.11 cdefgh ± 6.87 defgh ± 8.06 efgh ± 3.83 gh ± 4.71 h KP ± 6.63 efgh ± 9.16 abcde ± 9.03 abc ± abcd ± cdefgh ± 4.12 h EI ± 7.79 abcdefg ± 5.41 abc ± 3.18 abcdef ± 5.70 abcde ± 8.51 efgh ± 6.11 efgh E ± abcd ± abcdefg ± 7.65 abcde ± 5.38 abcde ± 7.45 defgh ± 5.04 fgh E ± abcdefg ± abc ± 5.83 a ± 7.81 ab ± 3.77 bcdefgh ± 3.03 gh Keterangan: Huruf superscrip yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf p.0,05 (KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB). Tabel 3 Rata-rata persentase eosinofil pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum) dosis bertingkat Perlakuan Pengamatan hari ke...(setelah pemberian ekstrak) KN 0.44 ± ± ± ± ± ± 0.14 KP 0.40 ± ± ± ± ± ± 0.00 EI 0.60 ± ± ± ± ± ± 0.27 E ± ± ± ± ± ± 0.63 E ± ± ± ± ± ± 0.24 Keterangan: (KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB).

4 24 Eosinofil Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 10, hasil persentase eosinofil ini tidak berbeda nyata dari semua perlakuan. Namun pada perlakuan EI, hari ke-2 persentase eosinofil cenderung menurun bahkan tidak terdapat eosinofil, mulai hari ke-3 menunjukkan peningkatan dan hari ke-4 menunjukan persentase yang tertinggi dibandingkan semua perlakuan yaitu 1.17%. Perlakuan E1, hari ke-7 menunjukkan penurunan kembali. Perlakuan E2, mulai hari ke-1 hingga hari ke-4 menunjukkan penurunan dan hari ke ke-7 menunjukkan peningkatan yang merupakan persentase tertinggi dari pada semua perlakuan pemberian ekstrak yaitu sebesar 0.67%. Pada perlakuan E3, hari ke-1 menunjukkan persentase yang tetap namun lebih tinggi dibandingkan semua perlakuan, pada hari ke-2 menunjukkan peningkatan sebesar 0.75% dan menurun mulai hari ke-3 hingga hari ke-7 menunjukkan persentase terendah dibandingkan semua perlakuan yaitu sebesar 0.33%. Persentase 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Hari pengamatan ke Gambar 10 Rata-rata eosinofil pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum). KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB. Persentase pada eosinofil menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan pada infeksi Plasmodium, eosinofil tidak terlalu berperan penting. Sesuai dengan pendapat Rothenberg (1998), kejadian eosinofilia di dunia umumnya terjadi akibat adanya infeksi dari parasit cacing. Begitu pula menurut Tizard (1988), eosinofil tidak seefisien netrofil dalam fagositosis, namun eosinofil ini cocok untuk menyerang dan menghancurkan larva cacing. Penurunan KN KP EI EII EIII

5 25 persentase eosinofil pada perlakuan E1 hari ke-2, E2 hari ke-2 dan ke-4, serta E3 hari ke-7 karena ekstrak etanol C. fenestratum yang menghambat produksi eosinofil. Menurut Sudharshan et al. (2010) bahwa kandungan flavonoid dalam C. fenestratum berperan dalam aktifitas antiinflamasi. Persentase eosinofil yang tinggi pada perlakuan E1 hari ke-4, E2 hari ke-7, dan E3 hari ke-2 dibandingkan dengan perlakuan KN terjadi karena pengaruh meningkatnya jumlah parasitemia yang merangsang tubuh untuk memproduksi eosinofil. Menurut Tizard (1988), secara umum antibodi yang ada di dalam tubuh membantu mengontrol jumlah parasit dalam aliran darah. Monosit Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 11, persentase monosit antara perlakuan E1, E2 dan E3 pada hari pengamatan menunjukan tidak berbeda nyata, namun ketiga perlakuan tersebut menunjukkan persentase yang lebih rendah dibanding pada perlakuan KN dan KP sejak hari ke-2 dan berbeda nyata terhadap KP pada hari ke-7. Perlakuan E1, hari ke-1 hingga ke-2 menunjukkan persentase terendah dibandingkan semua perlakuan sedangkan mulai hari ke-3 hingga hari ke-4 menunjukkan peningkatan kembali dan pada hari ke-7 menunjukkan penurunan. Perlakuan E2, hari ke-2 hingga ke-4 menunjukkan penurunan, bahkan hari ke-4 persentasenya terendah dibandingkan semua perlakuan, sedangkan hari ke-7 menunjukkan peningkatan kembali. Perlakuan E3, pada hari ke-2 hingga ke-7 menunjukkan penurunan bahkan pada hari ke-3 dan ke-4 berbeda nyata dengan KN.

6 26 Persentase Hari pengamatan ke KN KP EI EII EIII Gambar 11 Rata-rata monosit pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum). KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB. Pada masing-masing ekstrak E1, E2, dan E3 pada hari ke-2 hingga ke-7 menunjukkan persentase yang rendah dibandingkan KN. Hal tersebut mungkin kandungan berberin dalam ekstrak C. fenestratum menekan produksi monosit. Berberin dapat menghambat produksi interleukin-8 (IL-8) dan monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1) yang diinduksikan oleh IL-1β atau tumor necrotic factor-α (TNFα) (Cui et al. 2006). Menurut Ganong (2002), baik IL-1β, IL-8, MCP-1 dan TNFα merupakan sitokin dalam tubuh, sitokin tersebut berperan dalam mengatur respon imun dan pengaktifan fagositosis. Penurunan persentase monosit ini juga dapat dikaitkan dengan peningkatan persentase limfosit yang mengeluarkan limfokin berlebih. Menurut Tizard (1988) limfosit dapat mengeluarkan zat yaitu limfokin yang salah satu perannya mencegah migrasi dari makrofag.

7 Tabel 4 Rata-rata persentase monosit pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum) dosis bertingkat Perlakuan Pengamatan hari ke...(setelah pemberian ekstrak) KN 3.44 ± 1.57 abcde 3.45 ± 1.11 abcde 3.67 ± 1.25 abcde 4.67 ± 0.85 cdef 4.89 ± 0.68 ef 3.78 ± 1.19 abcdef KP 4.27 ± 1.32 abcdef 3.87 ± 0.73 abcdef 4.80 ± 1.17 def 4.20 ± 1.12 abcdef 3.75 ± 1.32 abcde 5.67 ± 0.24 f EI 4.20 ± 1.77 abcdef 2.73 ± 1.53 abc 2.33 ± 0.24 a 3.34 ± 1.90 abcde 3.91 ± 1.72 abcdef 3.22 ± 2.11 abcde E ± 1.11 abce 3.80 ± 0.87 abcdef 2.87 ± 1.95 abcd 2.67 ± 1.45 ab 2.53 ± 0.90 a 3.22 ± 0.49 abcde E ± 1.66 abcde 4.60 ± 1.52 bcdef 3.67 ± 1.31 abcde 2.56 ± 0.54 a 2.56 ± 0.36 a 2.33 ± 0.47 a Keterangan: Huruf superscrip yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf p.0,05 (KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB). Tabel 5 Rata-rata persentase limfosit pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum) dosis bertingkat Perlakuan Pengamatan hari ke...(setelah pemberian ekstrak) KN ± 7.26 abcdefgh ± 8.38 bcdefgh ± 6.64 abcdef ± 7.43 abc ± 3.30 ab ± 5.20 ab KP ± 5.93 abcde ± 8.80 defghi ± 8.71 ghi ± fghi ± 1.06 abcdefgh ± 4.36 a EI ± 6.41 cdefghi ± 5.56 i ± 3.20 efghi ± 6.59 cdefghi ± 7.24 abcde ± 6.78 abcdefg E ± cdefghi ± 2.50 cdefghi ± 6.56 fghi ± 5.02 efghi ± 7.17 bcdefgh ± 4.02 abc E ± hi ± ghi ± 6.83 i ± 7.93 i ± 4.36 cdefghi ± 2.91 abcd Keterangan: Huruf superscrip yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf p.0,05 (KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB).

8 28 Limfosit Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 12, umumnya perlakuan E1, E2, E3 menunjukkan persentase limfosit yang lebih tinggi dibandingkan dengan KN. Perlakuan E1, hari ke-1 menunjukkan persentase yang tinggi dan berbeda nyata dengan KN yaitu sebesar 55.93%, namun mulai hari ke-4 nyata menurun dibandingkan hari ke-1. Perlakuan E2, hari ke-1 menunjukkan penurunan, namun pada hari ke-2 dan ke-3 menunjukkan peningkatan kemudian menunjukkan penurunan kembali hingga hari ke-7. Perlakuan E3, hari ke-1 menunjukkan peningkatan yang berlangsung hingga hari ke-3 dan berbeda nyata dengan KN, namun pada hari ke-4 hinga ke-7 mengalami penurunan. Persentase Hari pengamatan ke KN KP EI EII EIII Gambar 12 Rata-rata limfosit pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum). KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB. Tingginya persentase limfosit pada perlakuan E1, E2, dan E3 dibandingkan KN terjadi karena pengaruh kandungan zat yang terdapat dalam ekstrak etanol C. fenestratum yang dapat menggertak tubuh untuk memproduksi limfosit. Menurut Wongbutdee (2009), C. fenestratum ini mengandung berberin yang berfungsi sebagai imunostimulator, sehingga merangsang untuk memproduksi limfosit di dalam darah. Peningkatan limfosit ini berbeda tergantung dosis perlakuannya seperti pada E1 mulai meningkat pada hari ke-1, E2 dan E3 mulai meningkat pada hari ke-2. Adanya penurunan persentase pada hari ke-3 hingga hari ke-7 mungkin karena jumlah parasit yang menginfeksi sudah berkurang, sehingga limfosit yang

9 29 dihasilkan juga sedikit. Sejalan dengan penelitian sebelumnya yakni jumlah parasitemia pada hari ke-7 menunjukkan penurunan baik pada ekstrak E1, E2 maupun E3 (Kusuma 2011). Basofil Berdasarkan Tabel 6 dan Gambar 13, tiap perlakuan EI, E2, dan E3 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada perlakuan E1, hari ke-1 mengalami peningkatan yaitu sebesar 0.13% kemudian mengalami penurunan. Perlakuan E2, hari ke-1 menunjukkan peningkatan sebesar 0.07% dan puncaknya terjadi pada hari ke-4 yaitu 0.20%, kemudian mengalami penurunan pada hari ke-7. Pada perlakuan E3, hari ke-1 menunjukkan perbedaan yang nyata dan lebih rendah dibandingkan dengan KN. Perlakuan E3, pada hari ke-3 baru menunjukkan peningkatan sebesar 0.11% kemudian menurun kembali sampai hari ke-7. 0,3 0,25 0,2 KN KP 0,15 EI 0,1 EII 0,05 EIII Hari pengamatan ke 4 7 Gambar 13 Rata-rata basofil pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum). KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB. Persentase basofil pada tiap perlakuan tidak menunjukan hasil yang berarti. Persentase Hal ini dikarenakan basofil tidak merespon akan adanya parasit. Menurut Guyton dan Hall (1996), basofil ini berperan dalam reaksi alergi. Selain itu juga berperan dalam penutupan luka dan kurang berperan terhadap adanya parasit (Campbell et al. 2004). Adanya peningkatan persentase basofil mungkin karena peningkatan persentase limfosit. Menurut Tizard (1988), adanya infiltrasi basofil dapat disebabkan karena adanya pelepasan limfokin basofil-kemotaktik dari sel T.

10 Tabel 6 Rata-rata persentase basofil pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum) dosis bertingkat Perlakuan Pengamatan hari ke...(setelah pemberian ekstrak) KN 0.00 ± 0.00 a 0.22 ± 0.13 b 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 0.11 ± 0.13 ab 0.00 ± 0.00 a KP 0.07 ± 0.15 ab 0.00 ± 0.00 a 0.07 ± 0.15 ab 0.26 ± 0.15 b 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a EI 0.00 ± 0.00 a 0.13 ± 0.30 ab 0.00 ± 0.00 a 0.08 ± 0.14 ab 0.08 ± 0.14 ab 0.00 ± 0.00 a E ± 0.00 a 0.07 ± 0.15 ab 0.07 ± 0.15 ab 0.07 ± 0.15 ab 0.20 ± 0.45 ab 0.00 ± 0.00 a E ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 0.11 ± 0.13 ab 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a Keterangan: Huruf superscrip yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf p.0,05 (KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap diferensiasi leukosit mencit (Mus musculus) yang diinfeksi P. berghei, setelah diberi infusa akar tanaman kayu kuning (C. fenestratum) sebagai berikut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Neutrofil pada Mencit Jantan Berdasarkan Tabel 2, rata-rata persentase neutrofil ketiga perlakuan infusa A. annua L. dari hari ke-2 sampai hari ke-8 setelah infeksi cenderung lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Identifikasi Tanaman Identifikasi/determinasi dari bagian-bagian batang, daun, buah yang dilakukan oleh Bidang Botani, Puslit Biologi LIPI menyatakan tanaman ini memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK AKAR KAYU KUNING (Coscinium fenestratum) DENGAN PELARUT ETANOL TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT MENCIT YANG DIINFEKSI Plasmodium berghei

PENGARUH EKSTRAK AKAR KAYU KUNING (Coscinium fenestratum) DENGAN PELARUT ETANOL TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT MENCIT YANG DIINFEKSI Plasmodium berghei PENGARUH EKSTRAK AKAR KAYU KUNING (Coscinium fenestratum) DENGAN PELARUT ETANOL TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT MENCIT YANG DIINFEKSI Plasmodium berghei ARIEF PURWO MIHARDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara berkembang seperti Indonesia masih disebabkan oleh penyakit infeksi. 1 Penyakit infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlukaan merupakan rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan suhu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman cabai secara in vitro dapat dilakukan melalui organogenesis ataupun embriogenesis. Perbanyakan in vitro melalui organogenesis dilakukan dalam media MS dengan penambahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui 41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Uji LD-50 Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang akan digunakan pada tahap uji in vitro dan uji in vivo. Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bahan alam berkhasiat obat yang banyak diteliti manfaatnya adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. Tanaman kembang

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 45 BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1. Implementasi Dalam mengimplementasikan tugas akhir ini digunakan PC dengan spesifikasi sebagai berikut : 4.1.1. Spesifikasi Kebutuhan Perangkat keras yang digunakan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia banyak mengandung berbagai jenis patogen, misalnya bakteri, virus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987).

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor )

Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor ) Ir. Lilik Koesmihartono Putra, M.AgSt (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia) Tahun-3 1. Konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika merupakan suatu reaksi hipersensitivitas, yang disebut juga sebagai dermatitis atopik. Penderita dermatitis atopik dan atau keluarganya biasanya

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium 49 BAB 5 PEMBAHASAN Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium Biokimia Universitas Muhammdiyah Jogjakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24 ekor, di mana tiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN 19 GALUR TOMAT F6(Lycopersicon esculentum Mill.)

UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN 19 GALUR TOMAT F6(Lycopersicon esculentum Mill.) 654 Jurnal Produksi Tanaman Vol. 4 No. 8, Desember 2016: 654-659 ISSN: 2527-8452 UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN 19 GALUR TOMAT F6(Lycopersicon esculentum Mill.) YIELD POTENSTIAL TEST OF 19 TOMATOES LINES F6(Lycopersicon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman nenek moyang kita dengan pengetahuan dan peralatan yang sederhana telah mampu mengatasi masalah kesehatan. Berbagai macam penyakit dan keluhan ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada keadaan normal, paparan mikroorganisme patogen terhadap tubuh dapat dilawan dengan adanya sistem pertahanan tubuh (sistem imun). Pada saat fungsi dan jumlah sel

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 16 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Ekstrak buah mahkota dewa digunakan karena latar belakang penggunaan tradisionalnya dalam mengobati penyakit rematik. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak etanol

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon inflamasi. Hormon

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

DIFERENSIAL LEUKOSIT PADA AYAM SETELAH DIINFEKSI Eimeria tenella DAN PEMBERIAN SERBUK KUNYIT (Curcuma domestica) DOSIS BERTINGKAT

DIFERENSIAL LEUKOSIT PADA AYAM SETELAH DIINFEKSI Eimeria tenella DAN PEMBERIAN SERBUK KUNYIT (Curcuma domestica) DOSIS BERTINGKAT DIFERENSIAL LEUKOSIT PADA AYAM SETELAH DIINFEKSI Eimeria tenella DAN PEMBERIAN SERBUK KUNYIT (Curcuma domestica) DOSIS BERTINGKAT (Differential Leucocyte in Chicken after Infected with Eimeria tenella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat PEMBAEIASAN Penambahan Spirulina platensis dalam pakan ikan sebanyak 296, 4% dan 6% baik secara kontinyu maupun diskontinyu dapat meningkatkan respon kekebalan ikan patin. Peningkatan ini dapat dilihat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alergi terjadi akibat adanya paparan alergen, salah satunya ovalbumin.

BAB I PENDAHULUAN. Alergi terjadi akibat adanya paparan alergen, salah satunya ovalbumin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alergi adalah suatu keadaan hipersensitivitas yang diinduksi oleh pajanan suatu antigen tertentu yang menimbulkan reaksi imunologi yang berbahaya pada pajanan

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dianalisis

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dianalisis BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dianalisis dengan uji one way ANOVA kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc Test membuktikan bahwa adanya perbedaan pengaruh

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol 30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi adalah reaksi imunologis (reaksi peradangan) yang diakibatkan oleh alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular utama di sebagian wilayah Indonesia seperti di Maluku Utara, Papua Barat, dan Sumatera Utara. World Malaria Report - 2008,

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor dua karena infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan

Lebih terperinci

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung 16 HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung memiliki kelainan hematologi pada tingkat ringan berupa anemia, neutrofilia, eosinofilia,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Respon Umur Tanaman Pada Cekaman Kekeringan Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor pembatas yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia yang menjadi perhatian serius untuk segera ditangani. Rendahnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat

Lebih terperinci

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi yang biasa disebut juga dengan peradangan, merupakan salah satu bagian dari sistem imunitas tubuh manusia. Peradangan merupakan respon tubuh terhadap adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

Gambaran Diff Count Pada Perokok Di Kecamatan Cibeureum. Undang Ruhimat STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK

Gambaran Diff Count Pada Perokok Di Kecamatan Cibeureum. Undang Ruhimat STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK Gambaran Diff Count Pada Perokok Di Kecamatan Cibeureum Undang Ruhimat STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK Keberadaan zat-zat beracun dari asap rokok menyebabkan tubuh melakukan perlawanan terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Prevalensi penyakit terkait inflamasi di Indonesia, seperti rematik (radang sendi) tergolong cukup tinggi, yakni sekitar 32,2% (Nainggolan, 2009). Inflamasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit intraseluler Protozoa, yaitu genus Plasmodium, menginfeksi 500 juta dan membunuh lebih dari 1 juta jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Protozoologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus plasmodium yang dapat ditularkan melalui cucukan nyamuk anopheles betina. Penyakit

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

KETAHANAN VARIETAS/KLON UBI KAYU TERHADAP HAWAR BAKTERI SECARA ALAMI DI LAPANGAN

KETAHANAN VARIETAS/KLON UBI KAYU TERHADAP HAWAR BAKTERI SECARA ALAMI DI LAPANGAN KETAHANAN VARIETAS/KLON UBI KAYU TERHADAP HAWAR BAKTERI SECARA ALAMI DI LAPANGAN Nasir Saleh, Budhi Santoso r., dan Muslikul Hadi Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tukak lambung merupakan salah satu gangguan gastrointestinal utama, yang dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan dari faktor agresif (asam lambung dan

Lebih terperinci

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun.

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun. ii ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Viusid Pet terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa-senyawa yang dapat memodulasi sistem imun dapat diperoleh dari tanaman (Wagner et al., 1999). Pengobatan alami seharusnya menjadi sumber penting untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika disebut juga dermatitis atopik yang terjadi pada orang dengan riwayat atopik. Atopik ditandai oleh adanya reaksi yang berlebih terhadap rangsangan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan keragaman hayati yang selalu ada di sekitar kita, baik yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman dahulu, tumbuhan sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Berdasarkan penelitian epidemiologi, Word Healty Organitation (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes mellitus di atas umur 20 tahun berjumlah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Respon deferensiasi sel darah perifer mencit terhadap vaksin S. agalactiae yang diradiasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Respon deferensiasi sel darah perifer mencit terhadap vaksin S. agalactiae yang diradiasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Vaksinasi adalah suatu proses membangkitkan kekebalan protektif dengan menggunakan antigen yang relatif tidak berbahaya (Tripp 2004). Vaksinasi merupakan metode yang paling efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat nontosik, sehingga dapat juga digunakan sebagai obat anti kanker dan anti

BAB I PENDAHULUAN. bersifat nontosik, sehingga dapat juga digunakan sebagai obat anti kanker dan anti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang permasalahan Coriolus versicolor merupakan salah satu jamur yang banyak digunakan dalam pengobatan penyakit. Ekstrak dari jamur Coriolus versicolor ini diketahui bersifat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. rizosfer tanaman nanas yang diambil dari PT. Great Giant Pineapple (GGP)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. rizosfer tanaman nanas yang diambil dari PT. Great Giant Pineapple (GGP) 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Isolat jamur tanah yang diperoleh Dari isolasi yang telah dilakukan, didapatkan 54 isolat jamur tanah yang diperoleh dari tingkat pengenceran 10-4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera saraf tepi dapat diakibatkan oleh proses traumatik misalnya karena

BAB I PENDAHULUAN. Cedera saraf tepi dapat diakibatkan oleh proses traumatik misalnya karena BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera saraf tepi dapat diakibatkan oleh proses traumatik misalnya karena kecelakaan, penekanan tumor, pembedahan, maupun proses penyakit seperti diabetes mellitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan. (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan. (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive immunity). Sistem imun bawaan bersifat non-spesifik sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara empiris dapat mengobati berbagai macam penyakit. Tumbuh subur pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara empiris dapat mengobati berbagai macam penyakit. Tumbuh subur pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Mahkota Dewa Mahkota dewa merupakan tanaman asli Indonesia tepatnya Papua dan secara empiris dapat mengobati berbagai macam penyakit. Tumbuh subur pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Istilah asma berasal dari bahasa Yunani yang artinya terengahengah dan berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri.

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak dialami oleh masyarakat Indonesia. Salah satu penyakit yang sering dialami adalah diare. Penyakit diare merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 mencapai 1,85% per 1000 penduduk. Penyebab malaria yang tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 mencapai 1,85% per 1000 penduduk. Penyebab malaria yang tertinggi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO melaporkan 3,2 milyar orang atau hampir setengah dari populasi dunia beresiko terinfeksi malaria. 1 Kemenkes RI melaporkan angka kesakitan malaria tahun 2009

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi, PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)

Lebih terperinci