HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan tolok ukur persentase daya berkecambah yang tinggi mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih berkualitas baik. Benih kedelai yang digunakan dalam penelitian ini memiliki rata-rata daya berkecambah awal sebesar 80-88%. Kadar air awal benih sebelum mendapat perlakuan adalah %. Keterangan lebih lengkap mengenai viabilitas awal benih dapat dilihat pada Lampiran 8. Pengamatan pada proses CDT menunjukkan kadar air yang dicapai pada peningkatan kadar air sebelum dilakukan penderaan pada suhu 45 o C secara umum sesuai dengan yang telah ditentukan. Kadar air yang dicapai berada pada kisaran 15±2%, 20±2%, dan 25±2%. Data kadar air benih setelah perlakuan kondisi CDT dapat dilihat pada Lampiran 9. Suhu water bath pada percobaan ini cukup stabil, yaitu 45±1 o C. Pertumbuhan cendawan pada media perkecambahan masih sering ditemukan pada percobaan CDT. Kodisi ini terjadi akibat pertumbuhan cendawan pada benih-benih yang digunakan pada penelitian ini. Pertumbuhan cendawan tersebut mempengaruhi hasil yang didapat dengan mengurangi kemungkinan benih yang dapat berkecambah normal. Cendawan paling banyak tumbuh pada percobaan CDT, pada perlakuan kadar air 25% dan lama penderaan 48 jam. Semua varietas menunjukkan respon yang sama pada perlakuan ini, yaitu benih yang ditanam tidak dapat tumbuh karena terinfeksi cendawan. Cendawan yang tumbuh pada perlakuan ini menginfeksi benih dan tumbuh menyebar ke media kertas merang yang digunakan untuk pengujian benih. Benih yang terinfeksi cendawan menjadi lunak dan berbau. Cendawan yang tumbuh pada benih dan media perkecambahan benih dapat menghambat pertumbuhan benih dan menghambat pertumbuhan kecambah sehingga kecambah menjadi abnormal.

2 17 Penentuan Konsentrasi NaCl untuk Simulasi Cekaman Salinitas Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan tingkat salinitas terhadap tolok ukur persentase kecambah normal (KN), kecepatan tumbuh (K CT ), bobot kering kecambah normal (BKKN), panjang akar (PA), dan panjang hipokotil (PH) ditunjukkan pada Tabel 1. Pengaruh lot benih (varietas) dan tingkat salinitas menunjukkan interaksi yang nyata pada tolok ukur KN, K CT, dan BKKN; dan sangat nyata pada tolok ukur PA dan PH. Faktor varietas dan perlakuan salinitas masing-masing memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap semua tolok ukur percobaan. Hasil analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi salinitas terhadap kelima tolok ukur yang diamati dapat dilihat pada Lampiran Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih dan Tingkat Salinitas terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati. Tolok Ukur V Salinitas Varietas (V) Perlakuan Salinitas (S) Interaksi (VxS) KK (%) KN (%) ** ** * K CT (%/etmal) ** ** * PA (cm) ** ** ** PH (cm) ** ** ** BKKN (gram) ** ** * Keterangan: **)=berpengaruh sangat nyata p 0.01; *)=berpengaruh nyata p 0.05; tn=tidak nyata; seluruh data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5) 1/2 Nilai tengah pengaruh interaksi antara lot benih (varietas) dengan berbagai tolok ukur perlakuan salinitas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan masing-masing varietas memiliki respon yang berbeda terhadap konsentrasi NaCl yang diberikan. Pada kondisi optimum (0 g NaCl/l), nilai KN, K CT, PA, PH, dan BKKN antara varietas Rajabasa, Wilis, dan Tanggamus tidak berbeda nyata. Varietas Sindoro dan Gepak Kuning memiliki nilai KN, K CT, PA, PH, dan BKKN yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ketiga varietas yang lain, tetapi tidak berbeda nyata satu sama lain.

3 Tabel 2. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Tingkat Salinitas terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati Varietas Tingkat salinitas (g/l) Kecambah Normal (%) Rajabasa 88 ab 83 ab 47 f 7 ij Wilis 89 ab 77 a-d 62 de 7 ij Sindoro 74 bcd 79 abc 65 cde 16 hi Gepak Kuning 75 bcd 58 ef 31 g 4 j Tanggamus 94 a 88 ab 80 abc 25 hi Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Rajabasa a bc e 1.55 h Wilis a bc d 1.45 h Sindoro bc bc d 3.20 gh Gepak Kuning bc d 6.90 f 0.80 h Tanggamus a ab c 5.45 fg Panjang Akar (cm) Rajabasa a ab abc 0.00 h Wilis ab abc 9.44 bc 5.64 d Sindoro ab abc abc 4.15 d Gepak Kuning abc abc 8.40 c 0.00 h Tanggamus ab ab abc 0.19 bc Panjang Hipokotil (cm) Rajabasa ab 7.96 b-e 5.57 ef 0.00 h Wilis abc 7.77 cde 5.72 def 4.61 f Sindoro a 8.13 bcd 5.76 def 2.40 g Gepak Kuning abc 7.57 de 5.11 f 0.00 h Tanggamus abc 8.01 b-e 5.86 def 3.94 f BKKN (gram) Rajabasa 0.95 a 0.71 bcd 0.41 gh 0.00 i Wilis 0.76 bc 0.61 c-f 0.37 h 0.09 i Sindoro 0.68 cde 0.50 fgh 0.36 h 0.02 i Gepak Kuning 0.52 e-h 0.43 gh 0.12 i 0.00 i Tanggamus 0.88 ab 0.79 abc 0.57 d-g 0.07 i Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5) 1/2 Peningkatan konsentrasi menjadi 2.56 g NaCl/l yang digunakan pada percobaan ini menurunkan secara nyata kecambah normal (KN) dan kecepatan tumbuh (K CT ) benih varietas Gepak Kuning tetapi tidak nyata pada keempat 18

4 19 varietas lainnya. Varietas Tanggamus masih memiliki KN yang paling tinggi dibandingkan dengan keempat varietas lain yaitu 88%, dan KN terendah dimiliki oleh varietas Gepak Kuning, yaitu 58%. Pada tolok ukur K CT, varietas Sindoro memiliki nilai K CT yang tinggi yaitu 33.03%/etmal, dan K CT terendah dimiliki oleh varietas Gepak Kuning, yaitu 14.62%/etmal. Kondisi ini menunjukkan pada perlakuan konsentrasi 2.56 g NaCl/l, belum membuat benih tercekam. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Farid (2006), yaitu varietas kedelai yang tahan terhadap cekaman NaCl menunjukkan nilai indeks dari tolok ukur yang diamati tetap tinggi dibanding varietas dengan ketahanan sedang dan rentan pada konsentrasi yang memperlihatkan keragaman terbesar untuk masing-masing tolok ukur. Performa perkecambahan benih pada konsentrasi 2.56 g NaCl/l dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Performa Perkecambahan pada Kondisi Salinitas 2.56 g NaCl/l. Pada kondisi lingkungan tumbuh yang salin, adaptasi tanaman pada saat tahap perkecambahan sangat penting bagi pertumbuhan tanaman (Kaymakanova, 2009). Cekaman salinitas dapat menghambat pertumbuhan tanaman melalui dua mekanisme karena efek osmotik atau defisit air karena salinitas; dan efek garama b c d e Keterangan: a) Rajabasa, b) Wilis, c) Sindoro d) Gepak Kuning, e)tanggamus

5 20 garam spesifik atau kelebihan ion NaCl (Sobhanian, 2010). Peningkatan konsentrasi NaCl yang diberikan menyebabkan penurunan persentase kecambah normal dan K CT yang berbeda pada masing-masing varietas. Bila konsentrasi NaCl ditingkatkan menjadi 5.12 g NaCl/l, dua varietas yaitu Rajabasa dan Gepak Kuning menurun secara nyata KN, K CT, dan PH nya. Hal ini menunjukkan bahwa kedua varietas tersebut kurang toleran dibandingkan ketiga varietas yang lain, yaitu Wilis, Sindoro, dan Tanggamus. Pada larutan NaCl konsentrasi 5.12 g NaCl/l setara dengan 4mmhos/cm menurut Kim (1998), sudah mencerminkan kondisi tanah salin. Perbedaan ketahanan terhadap salinitas antar varietas terlihat sangat nyata pada tingkat salinitas ini. Varietas Tanggamus memiliki KN yang paling tinggi yaitu 80%, sedangkan varietas Gepak Kuning memiliki KN terendah yaitu 31%. Selain tolok ukur KN, pada konsentrasi 5.12 g NaCl/l juga telah terjadi penurunan K CT secara nyata. Menurut Sadjad (1993), tolok ukur K CT mengindikasikan V KT karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapangan yang suboptimum. Semakin tinggi nilai K CT semakin tinggi pula vigor benih tersebut. Varietas Tanggamus menunjukkan nilai K CT tertinggi yaitu 21.23%/etmal, sedangkan K CT terendah dimiliki oleh varietas Gepak Kuning, yaitu 6.90%/etmal. Kondisi salinitas konsentrasi 7.68 g NaCl/l menunjukkan bahwa tidak ada satu pun varietas yang toleran terhadap cekaman ini. Kondisi ini terlihat dari kisaran KN yang sangat rendah, yaitu 4-25%. Varietas Tanggamus memiliki KN yang paling besar pada tingkat salinitas ini, yaitu 25%, dan varietas Gepak Kuning memiliki KN terendah yaitu 4%. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khan et al. (2009), yaitu salinitas dapat menurunkan akhir persentase perkecambahan pada benih cabai (Capsicum annuum L.). Cekaman salinitas menjadi salah satu masalah lingkungan tertua di dunia (Downton, 1985). Kondisi ini disebabkan adanya kandungan garam yang terlarut pada media tanam. Mekanisme pengaruh salinitas terhadap penghambatan pertumbuhan tanaman disebabkan oleh tekanan osmotik, pelepasan natrium dari daun dan tingkat toleransi tanaman tersebut (Munns dan Tester, 2008). Hal ini sering disebut sebagai kekeringan fisiologis, dan kemungkinan pengaruh cekaman

6 21 salinitas dapat mengganggu keseimbangan air pada tanaman (Sastry dan Gupta, 2009). Salinitas dapat mempengaruhi perkecambahan benih dengan menciptakan potensial osmotik sehingga mencegah penyerapan air, atau menyebabkan efek racun dari ion terhadap viabilitas embrio (Lianes et al. dalam Kaymakanova 2009). Hal ini dapat menyebabkan proses perkecambahan benih terganggu, bahkan dapat menyebabkan benih tidak dapat berkecambah. Selain tolok ukur viabilitas seperti KN dan K CT, cekaman salinitas juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kecambah. Interaksi antara varietas dan perlakuan salinitas berpengaruh sangat nyata terhadap PA dan PH, serta berpengaruh nyata terhadap BKKN. Kondisi ini terlihat dari semakin tinggi konsentrasi NaCl yang diberikan, akar dan hipokotil semakin memendek. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Afzal et al. (2005), yaitu salinitas berpengaruh terhadap penurunan persentase perkecambahan, berat segar dan kering tunas dan akar, serta menghambat penyerapan berbagai nutrisi pada benih gandum (Triticum aestivum). Tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi 5.12 g NaCl/l belum mempengaruhi penurunan PA secara nyata. Kondisi ini terlihat dari nilai PA pada perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan nilai PA pada kontrol (konsentrasi 0 g NaCl/l). Penurunan panjang akar baru terlihat pada perlakuan konsentrasi 7.68 g NaCl/l, dimana panjang akar telah menurun secara tajam pada semua varietas. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Bernstein dan Kafkafi (2002), bahwa akumulasi garam dalam tanah dapat menyebabkan kerusakan pada pertumbuhan akar akibat efek osmotik yang menyebabkan efek defisit air atau kelebihan ion-ion akibat salinitas. Menurut Wang dan Yamauchi (2006), kelebihan garam dapat mempengaruhi orientasi pertumbuhan sel akar (anisotropi pertumbuhan). Perubahan anisotropi pertumbuhan sel menyiratkan bahwa NaCl dapat mempengaruhi pertumbuhan akar. Penurunan rata-rata PH dan BKKN pada semua varietas sudah mulai terlihat pada konsentrasi 2.56 g NaCl/l meskipun penurunannya belum terlihat nyata terhadap kontrol (konsentrasi 0 g NaCl/l). Penurunan rata-rata PH, dan BKKN pada semua varietas baru terlihat sangat nyata terhadap kontrol (konsentrasi 0 g NaCl/l) pada konsentrasi 5.12 g NaCl/l. Perbedaan varietas yang

7 22 toleran dan yang peka terhadap kondisi salinitas terlihat jelas pada perlakuan tingkat salinitas ini. Pengamatan terhadap PH menunjukkan bahwa konsentrasi salinitas 5.12 g NaCl/l mampu menurunkan panjang rata-rata hipokotil secara nyata. Semua varietas menunjukkan, PH pada konsentrasi salinitas ini panjangnya hanya setengah dari PH perlakuan kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sobhanian (2010), bahwa cekaman salinitas dapat memperpendek hipokotil kedelai. Tidak terdapat perbedaan yang mencolok pada hipokotil antara varietas satu dengan yang lain, yaitu panjang hipokotil rata-rata semua varietas berada pada kisaran 5 cm. Sehingga disimpulkan, bahwa PH kurang relevan jika dijadikan sebagai tolok ukur untuk menentukan varietas yang peka dan toleran terhadap salinitas. Kondisi yang sama juga terjadi pada bobot kering kecambah normal (BKKN). Semua varietas menunjukkan penurunan BKKN yang nyata pada konsentrasi 5.12 g NaCl/l terhadap kontrol (konsentrasi 0 g NaCl/l). Penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Nevez et al., (2005) terhadap kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dimana cekaman salinitas dapat mengurangi perkecambahan, pertumbuhan akar, dan bobot biomasa secara nyata sebagai respon terhadap konsentrasi NaCl yang diberikan. Performa perkecambahan pada konsentrasi 5.12 g NaCl/l dapat dilihat pada Gambar 2. a b c d e Keterangan: a) Rajabasa, b) Wilis, c) Sindoro. d) Gepak Kuning, e)tanggamus Gambar 2. Performa Perkecambahan pada Kondisi Salinitas 5.12 g NaCl/l.

8 23 Peningkatan konsentrasi NaCl sebanyak 7.68 g NaCl/l telah memberikan kondisi cekaman yang berat terhadap semua varietas. Hasil terlihat dari rendahnya rata-rata PA, PH, dan BKKN. Varietas yang paling tahan pada konsentrasi NaCl ini adalah varietas Tanggamus dengan nilai rata-rata PA 9.19 cm dan nilai ratarata PH 3.94 cm. Sementara untuk tolok ukur BKKN, nilai rata-rata tertinggi dimiliki oleh varietas Wilis, yaitu sebesar 0.09 gram. Perbedaan performa benih masing-masing varietas terhadap berbagai perlakuan konsentrasi NaCl menunjukkan adanya pengaruh genetik yang mempengaruhi performa benih tersebut. Suatu genotipe akan memberikan tanggapan yang berbeda pada lingkungan yang berbeda, demikian pula genotipe yang berbeda akan memberikan tanggapan yang berbeda bila ditanam pada lingkungan yang sama (Nakamura et al., 2004). Menurut Farid (2006), gen yang mengatur karakter tersebut pada dasarnya berbeda sehingga pada lingkungan yang sama fenotipe tanaman yang diekspresikan juga berbeda. Jika terdapat perbedaan antara dua individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dan dapat diukur maka perbedaan itu berasal dari variasi genotipe kedua tanaman tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap tolok ukur KN, K CT, PA, PH dan BKKN karena pengaruh lot benih (varietas) dan tingkat salinitas yang diberikan, diperoleh hasil bahwa konsentrasi 5.12 g NaCl/l merupakan tingkat salinitas yang tepat untuk mengidentifikasi toleransi benih kedelai terhadap cekaman salinitas. Kondisi ini terlihat pada varietas yang peka, dimana penurunan nilai berbagai tolok ukur telah mencapai lebih dari 50% bila dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amirjani (2010), yang melakukan penelitian tentang efek cekaman salinitas terhadap pertumbuhan, komposisi mineral, kandungan prolin, dan enzim antioksidan pada benih kedelai (Glycine max L. Merr). Menurut Amirjani, konsentrasi 5.85 g NaCl/l dapat menurunkan pertumbuhan tanaman kedelai yang peka terhadap kondisi salin sampai 47% dan biomasa tanaman sampai 54% bila dibandingkan dengan kontrol. Pada penelitian ini, berdasarkan hasil percobaan I dengan melihat penurunan nilai-nilai semua tolok ukur yang diamati, diperoleh pengelompokkan varietas yang toleran terhadap salinitas dari kelima varietas yang digunakan.

9 Varietas yang paling toleran yaitu varietas Tanggamus, kemudian diikuti dengan varietas Sindoro, Wilis, Rajabasa, dan Gepak Kuning. 24 Pengaruh Lot Benih dan Kondisi CDT (Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan) terhadap Viabilitas Benih Hasil rekapitulasi analisis ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa interaksi antara lot benih (varietas) dan faktor kondisi CDT (kadar air dan lama penderaan) berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur KN, K CT, dan BKKN. Interaksi antara varietas dan faktor kondisi CDT tidak berpengaruh terhadap PA dan PH. Faktor tunggal varietas dan perlakuan CDT masing-masing memberikan pengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur yang diamati, kecuali pada PA dan BKKN varietas berpengaruh nyata. Hasil analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi CDT terhadap kelima tolok ukur yang diamati dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih dan Kondisi CDT (Kadar Air dan Lama Penderaan) terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati. Tolok ukur V CDT Varietas Kondisi CDT Interaksi KK (%) KN (%) 1) ** ** ** 6.95 K CT (%/etmal) 1) ** ** ** 2.67 PA (cm) 2) * ** tn PH (cm) 2) ** ** tn BKKN (gram) 1) * ** ** 6.17 Keterangan: **)=berpengaruh sangat nyata p 0.01; *)=berpengaruh nyata p 0.05; tn=tidak nyata; 1) data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5) 1/2 ; 2) data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+6) 1/2 Percobaan yang dilakukan dengan metode CDT dengan kondisi kadar air benih dan lama penderaan benih yang berbeda memberikan respon yang beragam pada tolok ukur yang diamati. Lot benih yang berbeda akan memberikan reaksi yang berbeda juga terhadap perlakuan yang diberikan. Interaksi lot benih dengan perlakuan CDT terhadap tolok ukur KN dapat dilihat pada Tabel 4.

10 Tabel 4. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Kondisi CDT (Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap Persentase Kecambah Normal (%) 25 Kondisi CDT (KA/Lama Penderaan) Varietas Rajabasa Wilis Sindoro Gepak Kuning Tanggamus 15%/0 jam 92 a 83 abc 85 abc 84 abc 85 abc 15%/24 jam 20 de 6 g 71 abc 63 c 25 def 15%/48 jam 7 g 0 g 38 d 29 def 1 g 20%/0 jam 80 abc 74 abc 87 ab 77 abc 76 abc 20%/24 jam 13 fg 5 g 29 def 9 g 16 efg 20%/48 jam 1 g 0 g 1 g 0 g 0 g 25%/0 jam 76 abc 75 abc 74 abc 66 bc 73 abc 25%/24 jam 2 g 1 g 15 efg 5 g 0 g 25%/48 jam 0 g 0 g 0 g 0 g 0 g Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5) 1/2 Secara umum pada percobaan CDT ini, seluruh tolok ukur yang diamati menunjukkan respon yang beragam terhadap variasi perlakuan peningkatan kadar air dan lama waktu penderaan, tetapi dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa semakin tinggi kadar air yang diberikan, semakin rendah persentase kecambah normal (KN) yang dihasilkan. Peningkatan kadar air dan lama penderaan yang semakin lama akan semakin menurunkan viabilitas dan vigor benih. Menurut Powell dan Matthews (2005) dalam metode CDT, ketelitian dalam mencapai kadar air yang sama pada lot benih sangat dibutuhkan, sebelum benih tersebut mengalami deteriorasi secara cepat pada suhu tinggi (45 o C). Laju peningkatan kelembaban benih juga berbeda antar lot, sehingga menyebabkan perbedaan tingkat kerusakan pada setiap lot benih (Ariyanti, 2011). Tabel 4 menunjukkan kombinasi perlakuan kadar air serta lama penderaan 15%/0 jam, 20%/0 jam, dan 25%/0 jam mempunyai persentase KN yang masih tinggi dan sebagian besar tidak berbeda nyata antar varietas yang satu dengan varietas yang lain. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan peningkatan kadar air tanpa disertai dengan penderaan (penderaan 0 jam) tidak menurunkan viabilitas benih. Kondisi ini menunjukkan bahwa kadar air tidak terlalu berkontribusi dalam proses penurunan viabilitas benih bila tidak diikuti dengan penderaan suhu tinggi.

11 26 Berdasarkan data pada Tabel 4, kondisi CDT pada kondisi kadar air dan lama penderaan 15%/24 jam telah terjadi penurunan KN yang nyata pada tiga varietas yaitu Rajabasa, Wilis, dan Tanggamus. Masing-masing varietas menunjukkan respon yang berbeda terhadap perlakuan CDT yang diberikan. Pada perlakuan CDT tersebut, varietas Sindoro menunjukkan KN yang paling tinggi diantara kelima varietas yaitu 71%. Varietas yang menunjukkan DB yang paling rendah adalah Wilis yaitu 6%. Persentase kecambah normal (KN) untuk semua tingkat kadar air 15%, 20% dan 25% dengan lama penderaan 48 jam menunjukkan benih untuk semua varietas sangat tercekam dengan kondisi CDT tersebut. Hasil ini ditunjukkan oleh kelima, yaitu Rajabasa, Wilis, Gepak Kuning, Sindoro, dan Tanggamus, tidak ada yang berkecambah normal (KN 0%). Kondisi CDT kadar air dan lama penderaan 25%/48 jam menunjukkan, tidak ada satupun varietas benih yang dapat berkecambah. Kondisi ini terjadi karena semakin lama benih dicekam dan semakin tinggi kadar air yang diaplikasikan pada benih, maka benih tersebut akan semakin cepat kehilangan vigornya. Hasil penelitian ini didukung oleh analisis yang dilakukan oleh Kruse (1999), yang menyatakan bahwa perbedaan vigor antar lot benih terlihat semakin jelas dengan semakin lamanya penderaan benih berdasarkan asumsi penyebaran normal. Penelitian CDT dengan berbagai tingkat lama penderaan dengan suhu tinggi telah banyak dilakukan. Penelitian Ali et al. (2003) menunjukkan penderaan selama 48 jam telah menghambat daya berkecambah benih padi dan menurunkan vigornya. Penelitian yang dilakukan Modarresi dan Van Damme (2003) pada benih gandum juga menunjukkan penderaan benih pada suhu 45 o C selama 72 jam dengan kadar air 20% dan 22% telah mematikan semua benih. Suhu tinggi menyebabkan perubahan biokimia dan fisiologis pada tanaman. Lama waktu penderaan pada suhu tinggi juga sangat penting dalam pertumbuhan bagi kelangsungan hidup tanaman. Semakin lama waktu penderaan suhu tinggi yang diberikan pada benih, semakin cepat pula benih` tersebut mati (Sastry dan Gupta, 2009). Pengaruh interaksi faktor varietas dan kondisi CDT terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh (K CT ) dapat dilihat pada Tabel 5. K CT merupakan salah satu

12 27 dari tiga tolok ukur indikator kekuatan tumbuh (V KT ). Menurut Sadjad et al. (1999), V KT adalah kemampuan benih tumbuh normal pada kondisi sub-optimum dan optimum. V KT memiliki tiga tolok ukur, yaitu vigor spesifik, kecepatan tumbuh, dan keserempakan tumbuh. Tabel 5. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Kondisi CDT (Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Kondisi CDT (KA/Lama Penderaan) Varietas Rajabasa Wilis Sindoro Gepak Kuning Tanggamus 15%/0 jam 26.4 ab 24.5 abc 26.3 abc 23.4 a-d 26.7 a 15%/24 jam 7.5 fg 1.8 ij 20.4 cde 15.9 e 6.5 f-i 15%/48 jam 1.6 j 0.0 j 9.8 f 6.8 fgh 0.2 j 20%/0 jam 22.1 a-d 21.7 a-d 26.0 abc 20.2 cde 23.5 a-d 20%/24 jam 2.9 g-j 1.2 j 7.2 fg 2.0 hij 3.7 g-j 20%/48 jam 0.3 j 0.0 j 0.3 j 0.0 j 0.0 j 25%/0 jam 22.8 a-d 20.7 b-e 22.0 a-d 17.8 de 22.1 a-d 25%/24 jam 0.5 j 0.2 j 4.3 g-j 1.1 j 0.0 j 25%/48 jam 0.0 j 0.0 j 0.0 j 0.0 j 0.0 j Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5) 1/2 Kecepatan tumbuh (K CT ) benih pada semua kondisi kadar air yaitu 15%, 20%, dan 25% tanpa penderaan (0 jam) menunjukkan hasil yang cenderung seragam pada semua varietas, yaitu pada kisaran %/etmal. Nilai-nilai tersebut menunjukkan kondisi benih awal semua varietas yang masih cukup baik. Berdasarkan data pada Tabel 5, kondisi CDT kadar air dan lama penderaan 15%/24 jam telah terjadi penurunan kecepatan tumbuh (K CT ) yang nyata. Kondisi ini terlihat dari rata-rata nilai K CT benih yang rendah. Hasil ini juga menunjukkan, kondisi CDT tersebut dapat digunakan untuk membedakan antar varietas yang toleran dengan yang peka terhadap kondisi CDT dengan tolok ukur K CT. Pada kondisi CDT tersebut, varietas Sindoro menunjukkan nilai K CT yang paling tinggi diantara kelima varietas yaitu 20.4%/etmal. Varietas yang menunjukkan K CT yang paling rendah adalah Wilis yaitu 1.8%/etmal. Kecepatan tumbuh (K CT ) pada tingkat kadar air yaitu 15%, 20%, dan 25% dengan lama penderaan 48 jam menunjukkan benih untuk semua varietas sangat tercekam. Kondisi ini ditunjukkan oleh tiga dari lima varietas benih tersebut, yaitu Wilis, Gepak Kuning, dan Tanggamus, nilai K CT 0%/etmal sama sekali tidak ada

13 28 yang tumbuh pada kondisi kadar air dan lama penderaan 20%/48 jam. Kondisi kadar air dan lama penderaan 25%/48 jam, semua varietas menunjukkan nilai K CT 0%/etmal. Selain pada KN dan K CT, interaksi antara varietas dengan kondisi CDT (kadar air dan lama penderaan) juga berpengaruh nyata terhadap berat kering kecambah normal (BKKN). Tabel 6 menunjukkan penurunan BKKN sudah terlihat nyata pada perlakuan kadar air dan lama penderaan 15%/24 jam pada semua varietas kecuali varietas Sindoro. Varietas Sindoro memiliki nilai BKKN paling tinggi yaitu 0.46 g, sementara varietas Wilis memiliki nilai BKKN yang paling rendah yaitu 0.03 g. Tabel 6. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Kondisi CDT (Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap Berat Kering Kecambah Normal Kondisi CDT (KA/Lama Penderaan) Varietas Rajabasa Wilis Sindoro Gepak Kuning Tanggamus 15%/0 jam 0.85 a 0.71 ab 0.55 bcd 0.56 bcd 0.68 ab 15%/24 jam 0.28 fgh 0.03 jk 0.46 de 0.30 fg 0.19 ghi 15%/48 jam 0.04 jk 0.03 jk 0.18 ghi 0.16 hij 0.04 jk 20%/0 jam 0.65 bc 0.57 bcd 0.49 cde 0.42 def 0.64 bc 20%/24 jam 0.04 jk 0.03 jk 0.12 ijk 0.07 ijk 0.05 jk 20%/48 jam 0.00 k 0.00 k 0.02 k 0.02 k 0.01 k 25%/0 jam 0.46 de 0.52 bcd 0.48 cde 0.36 ef 0.55 bcd 25%/24 jam 0.00 k 0.00 k 0.11 ijk 0.01 k 0.00 k 25%/48 jam 0.00 k 0.00 k 0.00 k 0.00 k 0.00 k Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5) 1/2 Bobot kering kecambah normal (BKKN) untuk tingkat kadar air 20% dan 25% dengan lama penderaan 48 jam menunjukkan benih untuk semua varietas sangat tercekam dengan kondisi CDT tersebut. Tingkat KA 20% dengan lama penderaan 48 jam menunjukkan, dua dari lima varietas yaitu Rajabasa dan Wilis tidak memiliki BKKN (BKKN 0 gram). Tingkat KA 25 % dengan lama penderaan 48 jam membuat semua varietas tidak memiliki BKKN. Hasil ini disebabkan benih tidak ada yang berkecambah atau berkecambah tetapi pertumbuhannya abnormal.

14 Tabel 7 menunjukkan, varietas yang memiliki tingkat toleransi yang lebih tinggi terhadap penderaan CDT memiliki rata-rata PA dan PH yang lebih tinggi dibanding dengan varietas lain. Varietas yang paling toleran terhadap penderaan CDT adalah varietas Sindoro, dengan rata-rata PA 7.78 cm dan rata-rata PH 7.43 cm. Penurunan PA dan PH paling nyata terjadi pada varietas Wilis. Tabel 7. Pengaruh Faktor Tunggal Lot Benih dan Kondisi CDT (Kadar Air dan Lama Penderaan) terhadap Panjang Akar dan Panjang Hipokotil Kondisi CDT Varietas (KA/Lama Rata-rata Penderaan) Rajabasa Wilis Sindoro Gepak Kuning Tanggamus Panjang Akar (cm) 15%/0 jam a 15%/24 jam b 15%/48 jam c 20%/0 jam a 20%/24 jam c 20%/48 jam de 25%/0 jam ab 25%/24 jam d 25%/48 jam e Rata-rata 6.77 ab 5.43 b 7.78 a 6.81 a 6.45 ab Panjang Hipokotil (cm) 15%/0 jam a 15%/24 jam b 15%/48 jam c 20%/0 jam a 20%/24 jam c 20%/48 jam de 25%/0 jam a 25%/24 jam d 25%/48 jam e Rata-rata 4.96 bc 4.33 c 7.43 a 5.65 b 5.55 b Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+6) 1/2 Kondisi CDT yang digunakan pada penelitian ini dapat menggambarkan potensi vigor dari kelima varietas kedelai yang digunakan. Penurunan vigor benih terjadi seiring dengan meningkatnya kadar air dan semakin lamanya waktu penderaan yang diberikan. Benih semakin kehilangan vigornya ketika benih 29

15 30 didera pada kadar air yang semakin tinggi dan periode penderaan yang semakin lama (Ariyanti, 2011). Berdasarkan hasil pengamatan pada semua tolok ukur, baik yang memiliki interaksi nyata antara kondisi CDT dan varietas (KN, KCT, BKKN), maupun faktor tunggal kondisi CDT dan varietas terhadap tolok ukur (PA, PH), dapat dikelompokkan varietas yang memiliki V CDT tinggi dan V CDT rendah. Varietas yang memiliki V CDT tinggi adalah varietas Sindoro dan Gepak Kuning, sementara varietas yang memiliki V CDT yang lebih rendah adalah Rajabasa, Tanggamus, dan Wilis. Kecenderungan penurunan nilai masing-masing tolok ukur akibat pengaruh interaksi varietas dan kondisi CDT, menjadi dasar untuk menentukan perlakuan yang akan diuji korelasinya dengan berbagai tolok ukur pada konsentrasi salinitas 5.12 g NaCl/l. Penurunan nilai-nilai tolok ukur V CDT pada kadar air 15%, 20%, dan 25% dengan lama penderaan 0 jam tidak menunjukkan penurunan yang nyata karena belum dilakukan penderaan. Perlakuan 20%, dan 25% dengan lama penderaan 48 jam juga menunjukkan semua nilai-nilai tolok ukur V CDT sudah sangat rendah. Kondisi CDT pada penelitian ini yang dianggap paling tepat untuk diuji korelasinya dengan berbagai tolok ukur pada percobaan salinitas adalah kadar air 15% dengan lama penderaan 24 jam. Dasar pemilihan kondisi yang tepat untuk CDT adalah kondisi CDT yang tolok ukur pembedanya paling banyak dapat membedakan vigor antar varietas. Selain itu juga, disesuaikan berdasarkan pada efektifitas dan efisiensi waktu dalam pelaksanaan. Umumnya, lama penderaan 24 jam lebih banyak dipilih dibandingkan dengan 48 jam dan 72 jam. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada benih bawang (Rodo dan Filho, 2003) dan bit (Silva dan Vieira, 2010) yang menyatakan bahwa lama penderaan 24 jam merupakan waktu penderaan yang paling tepat untuk percobaan CDT. Korelasi antara Berbagai Tolok Ukur Percobaan I pada Konsentrasi 5.12 g NaCl/l dengan V CDT (15%/24 jam) Analisis korelasi bertujuan untuk menunjukkan keeratan hubungan antar tolok ukur (Gomez dan Gomez, 2007). Penelitian ini menggunakan berbagai tolok

16 31 ukur pada perlakuan simulasi cekaman salinitas pada konsentrasi NaCl terpilih, yaitu 5.12 g/l yang dikorelasikan dengan tolok ukur viabilitas pada percobaan kondisi CDT. Berdasarkan percobaan II, kombinasi CDT yang mampu membedakan vigor benih antar varietas adalah perlakuan kadar air dan lama penderaan 15%/24 jam. Korelasi antara Vs alinitas pada konsentrasi NaCl 5.12 g/l dengan V CDT pada kombinasi perlakuan tersebut ditampilkan pada Lampiran Hasil analisis korelasi antara Vs alinitas pada konsentrasi NaCl 5.12 g/l dengan V CDT pada kombinasi perlakuan 15%/24 jam menunjukkan seluruh uji korelasi menunjukkan tidak ada hubungan erat antara V salinitas dengan V CDT pada seluruh tolok ukur. Menurut Sarwono (2006), koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan dan arah hubungan dua variabel acak. Hasil ini menunjukkan tidak adanya keeratan hubungan tolok ukur KN, K CT, PH, dan BKKN pada kondisi salinitas 5.12 g NaCl/l dengan V CDT (15%/24 jam) tersebut. Kondisi ini mengindikasikan bahwa percobaan CDT yang dilakukan pada penelitian ini tidak dapat menduga vigor ketahanan benih terhadap salinitas. Metode CDT selama ini dikembangkan untuk menguji vigor berbagai jenis benih untuk dikorelasikan dengan berbagai aspek. Penelitian yang dilakukan oleh Rodo dan Filho (2003), yaitu menggunakan metode CDT untuk mengevaluasi potensi fisiologis pada bawang (Allium cepa). Penelitian Mavi dan Demir (2005) menunjukkan metode CDT dapat digunakan untuk menguji vigor dan toleransi benih terhadap cekaman salinitas pada benih winter squash (Cucurbita maxima). Hasil penelitian Changrong et al. (2007), juga menunjukkan metode CDT sangat bermanfaat bagi evaluasi ketahanan benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) terhadap pelapukan di lapang. Penentuan perlakuan kadar air dan lama penderaan pada CDT sangat tergantung dari jenis benih, sehingga benih yang berbeda akan menunjukkan hasil yang berbeda meskipun diberikan kondisi CDT yang sama. Selain CDT, penentuan penderaan salinitas terhadap benih juga harus diperhatikan, karena ketahanan benih terhadap kondisi salin berbeda pada setiap komoditas.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Informasi umum mengenai kondisi awal benih sebelum digunakan dalam penelitian ini penting diketahui agar tidak terjadi kekeliruan dalam penarikan kesimpulan (misleading

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Darmaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Februari 2011 sampai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai Vigor Benih dan Uji Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai Vigor Benih dan Uji Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam tanaman kelas Dicotyledoneae, famili Leguminoceae, genus Glycine dan species Glycine

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Rajabasa

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Rajabasa LAMPIRAN 38 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Rajabasa Dilepas tahun : 17 Maret 2004 SK Mentan : 171/Kpts/LB.240/3/2004 Nomor seleksi : GH-7/BATAN Asal : Galur Mutan No. 214 x 23-D yang berasal dari irradiasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Genotipe yang Digunakan sebagai Bahan Penelitian pada Percobaan Pendahuluan

Lampiran 1. Genotipe yang Digunakan sebagai Bahan Penelitian pada Percobaan Pendahuluan LAMPIRAN Lampiran 1. Genotipe yang Digunakan sebagai Bahan Penelitian pada Percobaan Pendahuluan Varietas/Genotipe Padi Sawah Padi Gogo Padi Rawa Aek Sibundong Batu Tegi B11586F-MR-11-2-2 B11283-6c-PN-5-MR-2-3-Si-1-2-

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 13 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih memiliki rata-rata daya berkecambah awal sebesar 94%. Kadar air awal benih sebelum mendapatkan perlakuan adalah 5-5.6%. Keterangan lebih lengkap mengenai kondisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Benih, Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Pendahuluan Pengujian pendahuluan dengan tujuan mencari metode yang dapat membedakan antara genotipe toleran dan peka yang diamati secara visual menunjukkan bahwa dari 65

Lebih terperinci

Genotipe Padi Gogo Genotipe Padi Rawa Genotipe Padi Sawah Batu Tegi B11586F-MR Aek Sibundong Jati Luhur Inpara 2

Genotipe Padi Gogo Genotipe Padi Rawa Genotipe Padi Sawah Batu Tegi B11586F-MR Aek Sibundong Jati Luhur Inpara 2 LAMPIRAN 47 Lampiran 1. Daftar Nama Genotipe Padi yang Digunakan untuk Pengujian Vigor Daya Simpan dan Vigor Kekuatan Tumbuh pada Penelitian Pendahuluan Genotipe Padi Gogo Genotipe Padi Rawa Genotipe Padi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2012. Perbanyakan benih dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di KP Leuwikopo. Pengujian benih dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB Darmaga pada bulan Februari April 2012. Bahan dan Alat Bahan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL J. Agrotek Tropika. ISSN 27-4 24 Jurnal Agrotek Tropika 1():24-251, 21 Vol. 1, No. : 24 251, September 21 PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor dan di Balai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Dramaga-Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum 11 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum Wijen (Sesamum indicum L.) merupakan tanaman setahun yang tumbuh tegak dan bisa mencapai ketinggian 1.5 m 2.0 m. Tanaman wijen berbentuk semak yang berumur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Hortikultura dan rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Pengaruh Perendaman Benih dengan Isolat spp. terhadap Viabilitas Benih Kedelai. Aplikasi isolat TD-J7 dan TD-TPB3 pada benih kedelai diharapkan dapat meningkatkan perkecambahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kacang tanah termasuk kelompok benih ortodoks yaitu benih yang memerlukan kadar air (KA) rendah agar viabilitas benih dapat dipertahankan selama di penyimpanan. Benih kacang tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat secara fisik maupun kimia. Prosedur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Pelaksanaan percobaan dimulai dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kacang Hijau secara Umum

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kacang Hijau secara Umum TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kacang Hijau secara Umum Tanaman kacang hijau termasuk famili Leguminosae yang banyak varietasnya. Secara morfologi tanaman kacang hijau tumbuh tegak. Batang kacang hijau berbentuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Agustus 2011 sampai dengan Bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Agustus 2011 sampai dengan Bulan 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Agustus 2011 sampai

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015). IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

Controlled Deterioration Test untuk Menguji Ketahanan Benih Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) terhadap Kondisi Cekaman Kekeringan

Controlled Deterioration Test untuk Menguji Ketahanan Benih Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) terhadap Kondisi Cekaman Kekeringan Controlled Deterioration Test untuk Menguji Ketahanan Benih Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) terhadap Kondisi Cekaman Kekeringan Controlled Deterioration Test to Determine the Resistance of Mungbean

Lebih terperinci

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2011 sampai Agustus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Penyimpanan Suhu Rendah Pepaya Varietas Sukma Rekapitulasi sidik ragam pada pepaya Varietas Sukma baik pada faktor tunggal maupun interaksinya dilihat pada Tabel 1. Faktor

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Bahan Tanam Setelah Penyimpanan Penyimpanan bahan tanam dilakukan pada kondisi suhu yang berbeda dengan lama simpan yang sama. Kondisi yang pertama ialah suhu ruang yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis ragam dan analisis regressi metode deteriorasi alami dan metode pengusangan cepat metanol

Lampiran 1. Hasil analisis ragam dan analisis regressi metode deteriorasi alami dan metode pengusangan cepat metanol 80 Lampiran 1. Hasil analisis ragam dan analisis regressi metode deteriorasi alami dan metode pengusangan cepat metanol Perlakua Tolok Hasil Analisis Regresi Peluan Kode**/*/NS Nilai b Persamaan Anov Kode

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih 4 TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks yang mencakup sejumlah faktor yang masing-masing mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah, viabilitas,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih 2.1.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN Oom Komalasari dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Mutu fisiologis jagung berpengaruh terhadap vigor awal tanaman dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2008 hingga Maret 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat hasil. Penggunaan benih bermutu tinggi dalam budidaya akan menghasilkan panen tanaman yang tinggi

Lebih terperinci

Lampiran1. Daftar Genotipe Padi Gogo, Rawa dan Sawah yang Digunakan pada Pengujian Pendahuluan. Genotipe Padi Gogo Padi Rawa Padi Sawah Situpatenggang

Lampiran1. Daftar Genotipe Padi Gogo, Rawa dan Sawah yang Digunakan pada Pengujian Pendahuluan. Genotipe Padi Gogo Padi Rawa Padi Sawah Situpatenggang Lampiran1. Daftar Genotipe Padi Gogo, Rawa dan Sawah yang Digunakan pada Pengujian Pendahuluan Genotipe Padi Gogo Padi Rawa Padi Sawah Situpatenggang B10891B-MR-3-KN-4-1-1- MR-1 Aek Sibundong Inpago 5

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Propagul Rhizophora mucronata dikecambahkan selama 90 hari (3 bulan) dan diamati setiap 3 hari sekali. Hasil pengamatan setiap variabel pertumbuhan dari setiap

Lebih terperinci

CONTROLLED DETERIORATION TEST UNTUK MENGUJI KETAHANAN BENIH KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) TERHADAP KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN

CONTROLLED DETERIORATION TEST UNTUK MENGUJI KETAHANAN BENIH KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) TERHADAP KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN CONTROLLED DETERIORATION TEST UNTUK MENGUJI KETAHANAN BENIH KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) TERHADAP KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN INDRA KURNIAWATI A24080113 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman 2 I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram kacang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Oktober 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ektrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Persentase Daya Berkecambah Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pengamatan persentase

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Vigor Benih Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah (ISTA,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Syarat Tumbuh Tanaman Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Syarat Tumbuh Tanaman Padi Gogo 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Padi berasal dari genus Oryza, famili Graminae, ada 25 spesies, dua diantaranya Oryza sativa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat rampai atau tomat ranti banyak disukai oleh konsumen karena tomat mempunyai rasa yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Pada percobaan dengan menggunakan media dengan kondisi keracunan alumunium, peubah yang diamati adalah daya berkecambah benih, kecepatan berkecambah, indeks

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Tembakau (Nicotiana tabacum)

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Tembakau (Nicotiana tabacum) 72 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Tembakau (Nicotiana tabacum) Nama Varietas : Coker 176 Tanggal uji : 23 Juli 2010 Uji daya kecambah : 98% Uji kadar air : 6,9% penyimpanan : 16-18 C Tahun Lepas : 2011

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk dunia. Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk dunia. Berdasarkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi sangat penting, dan merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk dunia. Berdasarkan nilai ekonomi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman cabai secara in vitro dapat dilakukan melalui organogenesis ataupun embriogenesis. Perbanyakan in vitro melalui organogenesis dilakukan dalam media MS dengan penambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi yang dikenal sebagai sumber utama protein nabati yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai. Vigor Benih, Kemunduran dan Daya Simpan Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai. Vigor Benih, Kemunduran dan Daya Simpan Benih TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Kedelai merupakan tanaman semusim dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10-200 cm dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup.

Lebih terperinci

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH Oleh: NURUL FITRININGTYAS A10400019 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI PENYIMPANAN DAN BERBAGAI VARIETAS BAWANG MERAH LOKAL SULAWESI TENGAH TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH IF ALL 1 DAN IDRIS 2

PENGARUH KONDISI PENYIMPANAN DAN BERBAGAI VARIETAS BAWANG MERAH LOKAL SULAWESI TENGAH TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH IF ALL 1 DAN IDRIS 2 PENGARUH KONDISI PENYIMPANAN DAN BERBAGAI VARIETAS BAWANG MERAH LOKAL SULAWESI TENGAH TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH IF ALL 1 DAN IDRIS 2 1 Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Oktober 2013 sampai bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tajuk Indikator pertumbuhan tanaman dapat diketahui dengan bertambahnya volume dan juga berat suatu biomassa yang dihasilkan selama proses pertunbuhan tanaman.

Lebih terperinci

Varietas DB (%) KA (%) Walet Sriti Murai Kutilang Vima

Varietas DB (%) KA (%) Walet Sriti Murai Kutilang Vima LAMPIRAN 43 Lampiran 1. Kondisi viabilitas dan kadar air awal benih Varietas DB (%) KA (%) Walet 92.00 9.75 Sriti 96.00 9.57 Murai 92.67 9.14 Kutilang 90.67 9.05 Vima-1 83.33 9.62 Lampiran 2. Contoh perhitungan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan;

Lebih terperinci

PENGUJIANN VIGOR DAYA SIMPAN DAN VIGOR KEKUATAN TUMBUH PADA BENIH PADI GOGO, PADI SAWAH, DAN PADI RAWA FENI SHINTARIKA A

PENGUJIANN VIGOR DAYA SIMPAN DAN VIGOR KEKUATAN TUMBUH PADA BENIH PADI GOGO, PADI SAWAH, DAN PADI RAWA FENI SHINTARIKA A PENGUJIANN VIGOR DAYA SIMPAN DAN VIGOR KEKUATAN TUMBUH PADA BENIH PADI GOGO, PADI SAWAH, DAN PADI RAWA FENI SHINTARIKA A24070092 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Tipe perkecambahan epigeal

Tipe perkecambahan epigeal IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel tanaman sedangkan perkembangan tanaman merupakan suatu proses menuju kedewasaan. Parameter pertumbuhan meliputi

Lebih terperinci

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH Oleh: NURUL FITRININGTYAS A10400019 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

Makalah Seminar Departement Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Makalah Seminar Departement Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Makalah Seminar Departement Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN BUAH TERHADAP PERKECAMBAHAN BERBAGAI AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistematika 2.1.1. Botani Tanaman Padi Menurut Herawati (2012), tanaman padi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Ordo : Poales Family

Lebih terperinci

VIGOR DAYA SIMPAN DAN VIGOR KEKUATAN TUMBUH BENIH JAGUNG HIBRIDA (Zea mays L.) ATIKA MAYANG SARI

VIGOR DAYA SIMPAN DAN VIGOR KEKUATAN TUMBUH BENIH JAGUNG HIBRIDA (Zea mays L.) ATIKA MAYANG SARI VIGOR DAYA SIMPAN DAN VIGOR KEKUATAN TUMBUH BENIH JAGUNG HIBRIDA (Zea mays L.) ATIKA MAYANG SARI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga pada

Lebih terperinci

Deteksi Dini Mutu dan Ketahanan Simpan Benih Jagung Hibrida F1 Bima 5 Melalui Uji Pengusangan Cepat (AAT)

Deteksi Dini Mutu dan Ketahanan Simpan Benih Jagung Hibrida F1 Bima 5 Melalui Uji Pengusangan Cepat (AAT) Deteksi Dini Mutu dan Ketahanan Simpan Benih Jagung Hibrida F1 Bima 5 Melalui Uji Pengusangan Cepat (AAT) Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274 Maros

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Juni tahun 2009. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67 C, dengan kelembaban

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief: Pengaruh Lama Penyimpanan PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan konsumsi pangan juga ikut meningkat. Namun pada kenyataannya, produksi pangan yang dihasilkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

BOCORAN KALIUM SEBAGAI INDIKATOR VIGOR BENIH JAGUNG. Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia

BOCORAN KALIUM SEBAGAI INDIKATOR VIGOR BENIH JAGUNG. Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia BOCORAN KALIUM SEBAGAI INDIKATOR VIGOR BENIH JAGUNG Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Vigor benih menunjukkan potensi benih untuk tumbuh dan berkembang dari kecambah normal pada berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Berasal dari genus Oryza, famili Graminae (Poaceae) dan salah satu spesiesnya adalah Oryza

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan 30 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai bulan Agustus sampai Oktober

Lebih terperinci