3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran"

Transkripsi

1 19 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Pemikiran utama yang melandasi perlunya penelitian ini adalah bahwa industri kerapu budi daya di Indonesia belum dapat berkembang dengan pesat, sedangkan potensi industri ini sangat besar dan diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi pembangunan nasional. Belum berkembangnya industri ini terjadi karena masih rendahnya kinerja dalam mata rantai produksi yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka mortalitas dan rendahnya produktivitas pada usaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Kondisi ini dipengaruhi oleh belum terbentuknya struktur industri yang mantap yang menjamin aliran material, finansial, dan informasi dari hulu ke hilir maupun aliran sebaliknya dari hilir ke hulu. Dalam penelitian ini dilakukan rancang bangun model dinamis yang dapat digunakan untuk mensimulasikan berbagai skenario pengelolaan pada level taktis maupun level strategis yang dapat meningkatkan daya saing agroindustri kerapu budi daya. Pengelolaan level taktis ditujukan untuk meningkatkan keuntungan melalui skenario perbaikan teknologi pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen untuk menekan tingkat mortalitas (meningkatkan sintasan) atau mempercepat pertumbuhan (growth) ikan melalui perbaikan input benih, pakan, obat-obatan, kualitas air, dan maintenance peralatan produksi. Skenario pengelolaan level strategis ditujukan untuk memperkuat struktur agroindustri kerapu budi daya secara keseluruhan melalui penataan kapasitas produksi agregat yang sejalan dengan fluktuasi permintaan pasar secara agregat sehingga tidak terjadi oversupply. Pengelolaan level strategis lainnya adalah kebijakan pengaturan harga yang dapat menyeimbangkan distribusi keuntungan antar pelaku usaha untuk menghindarkan penumpukan pada sektor usaha tertentu saja. Model dinamis yang dirancangbangun untuk simulasi skenario pengelolaan level taktis adalah model peningkatan keuntungan produksi yang terdiri atas (1) submodel peningkatan keuntungan pembenihan, (2) submodel peningkatan keuntungan pembesaran, dan (3) submodel peningkatan keuntungan penanganan pascapanen. Model dinamis untuk simulasi skenario pengelolaan level strategis adalah model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya.

2 20 Model ini digunakan untuk simulasi optimalisasi skala produksi kerapu secara agregat dan simulasi pemerataan distribusi keuntungan antar mata rantai produksi. Proses simulasi skala produksi dilakukan dengan menggunakan variabel proyeksi permintaan pasar ikan kerapu secara agregat pada berbagai kemungkinan. Simulasi optimalisasi distribusi keuntungan dilakukan dengan menggunakan variabel harga jual pada berbagai kemungkinan. Kerangka konsep pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dalam rangka peningkatan keuntungan dan penguatan struktur industri dapat dilihat pada Gambar 6. Kondisi aktual agroindustri kerapu budi daya Observasi kinerja agroindustri kerapu budi daya Observasi struktur agroindustri kerapu budi daya Pengembangan model dinamis peningkatan keuntungan pembenihan Pengembangan model dinamis peningkatan keuntungan pembesaran Pengembangan model dinamis peningkatan keuntungan pascapanen Analisis proyeksi pasar ekspor ikan kerapu Analisis finansial agroindustri kerapu budi daya Pengembangan model dinamis penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen Simulasi perencanaan kapasitas prod optimal Simulasi pemerataan distribusi keuntungan Pemeringkatan program peningkatan keuntungan agroindustri perikanan BD kerapu (AHP) Rekomendasi peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budi daya Rekomendasi penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya Gambar 6 Kerangka konseptual sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Kondisi aktual agroindustri kerapu budi daya merupakan sistem dunia nyata (real world) yang diobservasi. Observasi terhadap kinerja aktual masingmasing elemen dalam agroindustri kerapu budi daya digunakan sebagai bahan

3 21 untuk merancangbangun model peningkatan keuntungan pembenihan, model peningkatan keuntungan pembesaran dan model peningkatan keuntungan pascapanen agroindustri kerapu budi daya. Ketiga model ini dilengkapi dengan observasi struktur industri di dunia nyata selanjutnya digunakan untuk menyusun model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya yang merupakan penggabungan dari ketiga model terdahulu. Dengan demikian terdapat 4 model yang digunakan dalam penelitian ini. Model peningkatan keuntungan yang telah melalui tahap verifikasi dan validasi digunakan untuk simulasi dalam rangka maksimalisasi tingkat keuntungan pada pembenihan, pembesaran, dan pascapanen melalui optimasi faktor produksi. Untuk melengkapi hasil simulasi tersebut dilakukan pula analisis finansial dengan menggunakan informasi aktual di lapangan. Hasil simulasi ini selanjutnya digunakan untuk merekomendasikan kebijakan taktis/operasional meliputi di bidang teknis dan manajemen untuk meningkatkan produktivitas pada masing-masing subsistem industri. Pemeringkatan kebijakan taktis operasional berdasarkan tingkat kepentingannya dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Tidak semua variabel teknis dapat disimulasikan dengan menggunakan model dinamis peningkatan nilai tambah. Untuk melengkapi analisis tersebut maka dilakukan akuisisi pendapat pakar tentang faktor teknis lebih detail yang mempengaruhi kinerja pembenihan, pembesaran, dan pascapanen, untuk selanjutnya diperingkatkan menggunakan AHP. Penggabungan antara hasil simulasi model dinamis (hard system methodology) dan hasil AHP (soft system methodology) memberikan hasil yang lebih lengkap. Sejalan dengan analisis peningkatan nilai tambah, analisis penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya dilakukan dengan menggunakan model hasil penggabungan. Berdasarkan model tersebut dilakukan simulasi penentuan kapasitas produksi optimal yang berimbang untuk masing-masing elemen industri dengan mempertimbangkan perkembangan pasar akhir dan simulasi perimbangan perolehan keuntungan pada masing-masing elemen industri berdasarkan pertimbangan tingkat harga dan tingkat teknologi. Hasil simulasi tersebut digunakan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan strategis penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya.

4 Tahapan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap persiapan, pengumpulan data, rancang bangun model, validasi model, verifikasi, dan implementasi model seperti dapat dilihat pada Gambar 7. Tahap persiapan meliputi kegiatan studi pustaka, penyusunan daftar pertanyaan dan perlengkapan lainnya. Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data yang meliputi data kondisi lingkungan eksternal agroindustri kerapu budi daya terutama perkembangan pasar ikan kerapu, kebijakan pengembangan perikanan kerapu di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Data tentang kinerja agroindustri kerapu budi daya terutama aspek finansial pembenihan, budi daya dan industri pengolahan dikumpulkan langsung kepada responden (data primer) dan dari laporan maupun hasil penelitian terdahulu (data sekunder). Dalam melihat kinerja industri perikanan kerapu dilihat pula tingkat teknologi dan skala usaha yang berkembang di masyarakat. Selanjutnya, data yang dikumpulkan adalah data mengenai hubungan (keterkaitan) antar pelaku usaha pembenihan, pembudidaya dan penanganan pascapanen, terutama menyangkut pola kerjasama yang berlaku di lapangan. Tahap selanjutnya adalah perancangan model yang mengikuti tahapan dalam pendekatan sistem, yaitu dari analisa kebutuhan hingga analisis stabilitas. Berdasarkan hasil perancangan ini diperoleh model utama yang digunakan dalam proses simulasi yang terdiri atas (1) model peningkatan keuntungan industri, yang terdiri atas submodel pembenihan, submodel budi daya, dan submodel pascapanen serta (2) model penguatan struktur industri yang terdiri atas submodel perencanaan kapasitas produksi dan submodel pemerataan distribusi keuntungan. Selanjutnya model tersebut digunakan dalam simulasi untuk diimplementasikan untuk memperoleh kebijakan pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Sejalan dengan tahap simulasi dilakukan juga analisis finansial untuk menyempurnakan hasil analisis dan implementasi sehingga diperoleh hasil perumusan kebijakan yang lebih baik. Dalam proses perumusan kebijakan dilakukan pemeringkatan rumusan kebijakan berdasarkan efektivitasnya mencapai tujuan. Proses pemeringkatan faktor, kriteria dan alternatif dilaksanakan dengan menggunakan metode AHP.

5 23 P E N G U M P U L A N P E R A N C A N G A N I M P L E M E N T A S I D A T A M O D E L M O D E L LINGKUNGAN EKSTERNAL: - PERDAGANGAN REGIONAL/ INTERNASIONAL - KEBIJAKAN NASIONAL - KEBIJAKAN DAERAH DATA SEKUNDER ANALISA KEBUTUHAN ANALISIS STABILITAS PERSIAPAN PENELITIAN (PENYUSUNAN PROPOSAL, PENYUSUNAN KUESIONER,& PERLENGKAPAN PENELITIAN DATA PRIMER KETERKAITAN ANTAR PELAKU USAHA: - RANTAI PRODUKSI - RANTAI PEMASARAN - PERMODALAN - PEMBINAAN TEKNOLOGI KAJIAN PUSTAKA IDENTIFIKASI SISTEM MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AI PERIKANAN B D KERAPU MODEL PENINGKATAN KEUNTUNGAN PRODUKSI FORMULASI PERMASALAHAN ANALISIS SENSITIVITAS SIMULASI MODEL VERIFIKSI & VALIDASI MODEL MODEL PENGUATAN STRUKTUR INDUSTRI IMPLEMENTASI MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA PEMERINGKATAN PRIORITAS KEBIJAKAN (AHP) KINERJA PELAKU USAHA: (PEMBENIHAN, BUDI DAYA, PEN.PASCAPANEN) - TINGKAT TEKNOLOGI - SKALA USAHA - KINERJA FINANSIAL PENDAPAT PAKAR RANCANG BANGUN MODEL IMPLEMENTASI KOMPUTER ANALISIS FINANSIAL AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA KEBIJAKAN PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA Gambar 7 Tahapan penelitian rancang bangun model dinamis pengelolaan industri perikanan kerapu.

6 24 Dalam pengembangan model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, diterapkan pendekatan sistem yang tahapannya secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar 8. KEBUTUHAN ANALISIS SISTEM Lengkap? Tidak Ya GUGUS SOLUSI YG LAYAK PERMODELAN SISTEM Cukup? Tidak Ya MODEL ABSTRAK OPTIMAL Informasi normatif dan positif RANCANG BANGUN IMPLEMENTASI Cukup? Tidak Ya SPESIFIKASI SISTEM DETAIL IMPLEMENTASI Puas? Tidak Ya SISTEM OPERASIONAL OPERASI PUAS? Tidak Reevaluasi dari penampilan Ya Gambar 8 Tahapan pendekatan sistem dalam rancang bangun model pengelolaan agroindustri perikanan budi daya kerapu.

7 25 Tahapan dalam pendekatan sistem yang berhubungan dengan rancang bangun model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya adalah tahap analisis sistem dan tahap permodelan sistem, dengan uraian sebagai berikut: Analisis sistem (1) Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan tahap awal pengkajian suatu sistem. Analisa ini dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahapan pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Analisis kebutuhan menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Pada tahap ini ditentukan komponen-komponen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem. Komponen-komponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbedabeda sesuai dengan tujuannya masing-masing dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada (Marimin 2005). (2) Formulasi permasalahan Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan agroindustri kerapu budi daya terutama adalah adanya konflik kepentingan (conflict of interest) antar pelaku-pelaku dalam bisnis tersebut. Untuk mengetahui permasalahan secara detail maka dilakukan analisis tentang berbagai keinginan atau kepentingan (interest) masing-masing pelaku yang terlibat, yaitu pembenihan, pembudidaya, pelaku agroindustri, pedagang, nelayan, pemerintah, serta pelaku yang terlibat lainnya. Berdasarkan daftar keinginan tersebut selanjutnya dilakukan identifikasi konflik kepentingan sehingga dapat diketahui potensi permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan agroindustri kerapu budi daya. (3) Identifikasi sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini sering digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop). Diagram lingkar sebab-akibat tersebut selanjutnya diinterpretasikan ke dalam konsep kotak gelap (black box). Hasil analisis ini dijadikan dasar bagi penentuan elemen dari sistem dan penentuan variabel-variabel yang termasuk dalam kelompok input, proses maupun output.

8 Permodelan Sistem (1) Rekayasa model dan implementasi komputer Dalam rekayasa model dilakukan pentransferan diagram pengaruh ke dalam bahasa simulasi yang khusus untuk permodelan sistem dinamis. Dalam hal ini digunakan Software POWERSIM untuk permodelan tersebut. POWERSIM merupakan pemrograman komputer yang bersifat object oriented, berbeda dengan bahasa pemrograman terdahulu yang bersifat code oriented, sehingga POWERSIM lebih user friendly. Objek-objek yang digunakan dalam pemrograman POWERSIM telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka yang terdiri atas level, yang merupakan akumulasi dari suatu aliran yang merupakan noun dari suatu sistem, flow merupakan aliran yang masuk atau keluar dari suatu level, yang merupakan verb dari suatu sistem, lingkaran menunjukkan suatu variabel pengontrol yang dapat juga merupakan fungsi dari komponen lainnya, belah ketupat menunjukkan suatu konstanta, tanda panah menunjukkan hubungan (links) satu arah. Jika kita membuat sebuah hubungan, maka atribut asal objek menjadi variabel yang membantu menentukan nilai atribut objek penerima. (2) Verifikasi dan validasi model Verifikasi model merupakan tahap pembuktian bahwa model komputer yang telah disusun pada tahap sebelumnya mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji (Eriyatno 1999). Menurut Sargent (2001) yang mengutip Schlesinger et al. (1979), verifikasi model didefinisikan sebagai proses meyakinkan bahwa program komputer dari model yang dibuat beserta implementasinya adalah benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana program komputer yang dibuat telah menunjukkan perilaku dan respon yang sesuai dengan tujuan dari model. Tahap validasi model, adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, dimana dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi dilakukan secara iteratif yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model komputer (Eriyatno 1999). Cara yang dilakukan untuk memvalidasi model adalah dengan menguji keabsahan tanda-tanda aljabar, tingkat kepangkatan dan besaran (order of magnitude), format respons (linier, eksponensial, atau logaritmik), arah

9 27 perubahan peubah apabila input atau parameter diganti-ganti, dan pengamatan terhadap nilai batas peubah sesuai dengan nilai batas parameter sistem. Sargent (2001) yang mengutip Schlesinger et al. (1979) mendefinisikan validasi model sebagai pensubstansian bahwa model yang dikomputerisasikan tersebut dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi yang memuaskan dan konsisten dengan maksud dari penerapan model. Dalam proses pemodelan, validasi dan verifikasi dilakukan untuk setiap tahap pemodelan, yaitu validasi terhadap model konseptual, verifikasi terhadap model komputer dan validasi operasional serta validitas data. Verifikasi dan validasi model tersebut dapat dilakukan secara iteratif dalam proses penyusunan model. (3) Analisis sensitivitas dan stabilitas Tahap analisis sensitivitas dilakukan untuk menentukan peubah keputusan mana yang cukup penting ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Peubah keputusan yang akan ditelaah tingkat kepentingannya akan diutamakan pada peubah-peubah yang bersifat teknis seperti tingkat mortalitas benih atau ikan yang dipelihara, rasio pakan dan pertumbuhan ikan, dan peubah-peubah lain yang dapat ditetapkan sebagai peubah eksogen. Berdasarkan analisis ini maka faktorfaktor yang kurang penting dapat dihilangkan sehingga pemusatan studi dapat lebih ditekankan pada peubah keputusan kunci serta menaikkan efisiensi dari proses pengambilan keputusan. Tahap selanjutnya dari rekayasa model adalah analisis stabilitas, yaitu untuk menguji sejauh mana model tersebut bersifat stabil. Perilaku tidak stabil dapat terjadi apabila parameter diberi nilai yang di luar batas tertentu sehingga mengakibatkan perilaku acak dan tidak mempunyai pola yang tidak realistik. Parameter-parameter yang akan diberi nilai diluar batas untuk analisa stabilitas antara lain adalah volume permintaan ikan kerapu atau tingkat harga yang turun hingga level terendah, atau kelangkaan pakan ikan dll Implementasi model Tahap ini merupakan pengoperasian model untuk mempelajari secara mendetail kebijakan yang dipermasalahkan. Dalam tahap ini dapat dilibatkan pengambil keputusan yang bertindak sebagai pengarah pada proses kreatifinteraktif tersebut. Beberapa permasalahan yang dianalisis melalui pengaplikasian model ini antara lain adalah sebagai berikut:

10 28 (1) Alternatif penggunaan teknologi mana yang paling tepat untuk meningkatkan keuntungan produksi pada kondisi permintaan pasar dan persaingan usaha yang dialami oleh agroindustri kerapu budi daya. (2) Seberapa besar kapasitas produksi agroindustri kerapu budi daya yang harus dikembangkan dengan melihat perkembangan permintaan pasar saat ini dan kecenderungannya di masa yang akan datang. Hal ini penting bagi pemerintah untuk menyusun perencanaan pengembangan agroindustri kerapu budi daya. (3) Sejauh mana perubahan pada demand (ekspor) dan kebijakan pemerintah (subsidi atau penetapan harga dasar) berpengaruh terhadap keseimbangan tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku usaha dalam rantai pasokan agroindustri kerapu budi daya (pembenihan), pembesaran dan agroindustri. 3.3 Pengumpulan Data Jenis data Pengumpulan data dilakukan terutama untuk melengkapi rancang bangun model, terutama dalam mengisi parameter-parameter yang terdapat dalam model yang disusun. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka jenis, sumber, dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel Metode pengumpulan data Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang terdiri atas data pendapat mereka tentang kelayakan usaha diperoleh dari perusahaan swasta maupun milik pemerintah (Balai Budi daya Laut) pembenihan dan pembesaran ikan kerapu yang berada di Lampung dan Batam. Data sekunder untuk keperluan penelitian ini diperoleh dari Direktorat Jenderal Perikanan Budi daya DKP, BPS, BPPT serta hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Khusus untuk data impor kerapu di Hong Kong, dilakukan kontak dengan Hong Kong Trade Council melalui sarana internet.

11 29 Tabel 2 Jenis, sumber dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini Subsistem Jenis Data Sumber data Jenis Data / Cara Pengumpulan data Pembenihan (Hatchery) Pembesaran (Grow Out) Penanganan Pascapanen (Penampungan, grading, dan penjualan) Struktur Biaya Manfaat Usaha Pembenihan Pada berbagai skala dan Tingkat Teknologi Data parameter teknis produksi pembenihan: jumlah induk, fekunditas, hatching rate, growth rate, mortality rate, feed ratio Data parameter ekonomis pembenihan: Harga Induk, harga benih, harga pakan, tenaga kerja, biaya listrik/ BBM, biaya air dll. Data time series volume penjualan benih dan perkembangan harga per bulan. Data pola hubungan bisnis dan kelembagaan (kemitraan, cara pembayaran, aliansi dll. Struktur Biaya Manfaat Usaha Pembesaran Pada berbagai skala dan Tingkat Teknologi Data parameter teknis produksi pembesaran: padat tebar, growth rate, mortality rate, feed ratio, lama budi daya. Data parameter ekonomis pembesaran: harga benih, harga jual, harga pakan, biaya listrik/bbm, biaya TK, Data time series volume produksi dan penjualan ikan dan perkembangan harga per bulan. Struktur Biaya Manfaat Usaha Agroindustri pada berbagai modus usaha Data parameter teknis agroindustri: padat tebar, growth rate, mortality rate, feed ratio, lama penampungan, jenis alat transport dll. Data parameter ekonomis penampungan: harga beli, harga jual, harga pakan, biaya listrik/bbm, biaya TK, biaya pengankutan (ekspor). Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Pengusaha pembudidaya Petani pembudidaya Pengusaha pembudidaya Petani pembudidaya Pengusaha pembudidaya Petani pembudidaya Pengusaha pembudidaya Petani pembudidaya Pedagang pengumpul Eksportir Pedagang pengumpul Eksportir Pedagang pengumpul Eksportir Pendapat pakar

12 30 Tabel 2 (lanjutan) Data time series volume penjualan ikan lokal maupun ekspor dan perkembangan harga per bulan. Produsen Pakan Buatan (Pakan Pabrik) Produsen Pakan Rucah (Nelayan) Pasar Penyediaan Teknologi Kelembagaan Struktur Biaya - Manfaat Usaha Pabrik Pakan Ikan pada berbagai modus usaha Data parameter teknis produksi pakan : jenis dan komposisi bahan baku, tahapan produksi, kapasitas produksi, tingkat produksi. Data parameter ekonomis produksi pakan: harga bahan baku, harga jual pakan, biaya listrik/bbm, biaya TK, biaya penjualan. Data time series volume penjualan pakan lokal maupun ekspor dan perkembangan harga per bulan. Struktur Biaya - Manfaat Usaha Penangkapan ikan rucah pada berbagai modus usaha Data parameter teknis produksi pakan rucah : jenis perahu, alat tangkap, produktivitas, Tenaga kerja. Data parameter ekonomis produksi pakan rucah: harga ual pakan, biaya BBM, biaya TK, biaya retribusi. Data time series volume produksi dan penjualan pakan serta perkembangan harga per bulan. Data time series impor negara tujuan (Hong Kong) per bulan, berdasarkan jenis ikan, volume, nilai dan negara asal. Data time series ekspor ikan kerapu hidup berdasarkan negara tujuan per bulan, dirinci menurut jenis, volume, nilai dan jalur transportasi. Data tentang penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktivitas industri kerapu. Data tentang pola hubungan kerja yang ideal untuk pengembangan industri perikanana kerapu. Pedagang pengumpul Eksportir Industri / pabrik pakan Industri kecil Industri / pabrik pakan Industri kecil Industri / pabrik pakan Industri kecil Industri / pabrik pakan Industri kecil Nelayan Tempat Pelelangan Ikan Nelayan Tempat Pelelangan Ikan Nelayan Tempat Pelelangan Ikan Nelayan Tempat Pelelangan Ikan Statistik Perdagangan Hong Kong; Pelabuhan / Bandara ekspor di Kepri. Eksportir kerapu. Pendapat Pakar Teknologi Budi daya Kerapu; Pendapat Pakar Teknologi Budi daya Kerapu; Wawancara / Wawancara / Untuk perkembangan teknologi dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam depth interview terhadap pakar (expert) menggunakan kuesioner sebagai alat bantu. Pemilihan responden sebagai pakar dilakukan berdasarkan

13 31 kriteria bahwa yang bersangkutan mempunyai pengalaman dan reputasi di bidangnya. Analisis dengan menggunakan metode AHP dilakukan menggunakan informasi yang digali dari para pakar di bidang perikanan kerapu. digunakan sebagai alat bantu dalam wawancara. 3.4 Metode Pengolahan Data Pengolahan data yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pengolahan terhadap data yang digunakan dalam komponen dalam Model Sistem Dinamik yang alat utamanya menggunakan Progran Komputer POWERSIM STUDIO. Pengolahan data terutama dilakukan untuk merumuskan hubungan antar elemen yang terlibat dalam sistem. Data struktur biaya usaha diolah dengan menggunakan metode analisis finansial dengan tolok ukur kelayakan net B/C ratio, net present value (NPV), internal rate of return, payback period (PBP) dan break event point (BEP) guna mengetahui kinerja perusahaan. Perumusan strategi peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budi daya dilaksanakan dengan menggunakan metode AHP. 3.5 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil studi kasus di Batam yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga Agustus Pengolahan data dan penyusunan disertasi dilakukan di Jakarta dan Bogor.

14 32 4 KERAGAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA Untuk dapat mengetahui secara lebih mendalam tentang perilaku sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, maka dilakukan analisis situasional tentang agroindustri kerapu budi daya di lokasi yang dijadikan kasus. Dalam analisis ini diuraikan gambaran tentang lokasi studi, perkembangan usaha pembenihan, pembudidayaan dan penanganan pascapanen, dan pemasaran ikan kerapu. 4.1 Deskripsi Kawasan Perikanan Kerapu Budi daya Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil kasus di daerah barelang (Batam, Rempang dan Galang), yang merupakan kawasan yang dikelola oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIP Batam) dan Pemerintah Kota Batam. Daerah ini terdiri atas beberapa pulau utama, yaitu Batam, Setoko, Rempang Galang dan Galang Baru (Lampiran 5). Luas daratan Barelang adalah 715 km 2 ( ha) yang terletak pada 0 o, 25, 29-1 o, 15, 00 LU dan 103 o, 34, o, 26, 04 BT. Kawasan ini dihuni oleh penduduk yang jumlahnya meningkat pesat dari jiwa pada tahun 2000 menjadi sebanyak jiwa pada tahun Kawasan Barelang merupakan daerah kepulauan sehingga potensial untuk pengembangan perikanan, terutama budi daya laut. Kawasan ini sangat berdekatan dengan Singapura yang merupakan pasar yang potensial untuk produk-produk perikanan. Penduduk Singapura juga banyak yang berkunjung ke Batam pada akhir pekan sehingga merupakan konsumen tetap untuk produk perikanan melalui restoran-restoran setempat. Kedekatan kawasan Barelang ke Singapura dan pasar potensial lainnya seperti Hong Kong, menjadikan Barelang sebagai salah satu lokasi pengumpulan produk perikanan kerapu untuk diekspor ke negara tujuan. Selain berasal dari perairan sekitar Kepulauan Riau, ikan kerapu hidup yang dikumpulkan oleh pedagang di Barelang berasal dari perairan lainnya seperti Sumatera Utara, selat malaka dan Bangka Belitung. Banyak terdapat petani atau pengusaha yang membudidayakan ikan kerapu di kawasan Barelang dan pulau-pulau sekitarnya baik dalam skala tradisional hingga skala komersial. Usaha tersebut berupa pembesaran benih yang berasal dari pembenihan (hatchery), pembesaran ikan kerapu hidup ukuran kecil (under size) hasil tangkapan nelayan hingga ukuran konsumsi. Ikan yang

15 33 dibudidayakan pada umumnya dijual kepada pedagang pengumpul yang ada di Batam, atau dijual ke pengusaha restoran yang banyak terdapat di kawasan Barelang. 4.2 Aspek Teknis Agroindustri Kerapu Budi Daya Industri pembenihan kerapu Pembenihan merupakan usaha memproduksi benih ikan dengan cara mengawinkan induk-induk ikan dewasa, menetaskan telur, memelihara larva hingga ukuran tertentu yang siap ditebarkan di karamba jaring apung untuk dibesarkan. Induk-induk ikan dipelihara dalam bak-bak berukuran m 3 dengan kedalaman air 2 hingga 3 meter dan diberi makanan yang sesuai agar dapat bereproduksi sesering mungkin. Secara periodik, terutama pada saat bulan gelap, induk ikan betina akan memijah (melepaskan telur) dan dibuahi oleh ikan jantan. Telur-telur yang dibuahi akan mengambang di permukaan air dan segera dipisahkan dari bak pemijahan untuk ditetaskan di bak pemeliharaan larva. Dalam waktu 18 hingga 20 jam setelah pemijahan, telur tersebut akan menetas dan menjadi larva (Setiadharma et al. 2001). Sampai dengan umur 2 hari, larva belum diberi makan karena masih memiliki kuning telur (egg yolk), dan pada umur 2 hinga 5 hari larva mulai diberi makan zooplankton (Brachionus sp.), dan umur 5 hingga 30 hari diberi plankton yang lebih besar dan mulai hari ke-15 diberi makanan buatan sesuai dengan ukuran larva. Pada umur 20 hinga 40 hari, larva juga diberi nauplii artemia yang diperkaya dengan berbagai vitamin penguat. Selama pemeliharaan larva dilakukan penyiponan dasar bak setiap 2 hari untuk membuang sisa-sisa kotoran dan pergantian air sebanyak 20% - 30% hingga 50% - 80% setiap hari, sesuai dengan umur larva. Pada umur 40 hingga 45 hari dilakukan pemanenan larva, dimana pada saat itu 60% hingga 80% larva telah mengalami metamorfosa (Setiadharma et al. 2001). Pembenihan ikan kerapu merupakan kegiatan usaha yang memerlukan biaya investasi yang cukup besar sehingga hanya dilakukan oleh pengusaha atau unit usaha milik pemerintah. Investasi yang cukup besar diperlukan untuk membangun sistem penyediaan air (pompa, bak penampungan, bak treatment, penyaringan, pipa distribusi dan drainase), sistem pemeliharaan ikan yang terdiri atas bak-bak induk dan larva serta bangunan pelindungnya, sistem penyediaan pakan alami (plankton) yang terdiri atas kultur murni di laboratorium dan bakbak pembiakan plankton, sistem perlistrikan (power supply) dan sistem aerasi (blower), gudang pakan, dan bahan tambahan serta perkantoran.

16 34 Pengelolaan pembenihan memerlukan tenaga profesional karena kegiatannya memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, jadwal yang ketat dan waktu pengamatan 24 jam. Sebagai contoh, induk-induk ikan biasanya memijah pada malam hari (jam ) dan sebelum menetas telur harus segera dipindahkan ke bak pemeliharaan larva melalui proses pemilahan telur yang dibuahi dan telur mati serta penempatan dalam bak larva dengan kepadatan yang sesuai. Selama pemeliharaan, perlu diberikan makanan dengan jadwal tertentu dan dilakukan penyiponan serta monitoring kualitas air untuk mencegah timbulnya penyakit dan kematian larva. Selain usaha pembenihan skala besar yang lengkap terdapat juga yang disebut dengan hatchery sepenggal, yaitu usaha pembenihan yang hanya memiliki fasilitas untuk menetaskan telur dan membesarkan larva ikan kerapu. Pembenihan ini disebut juga dengan backyard hatchery. Pembenihan seperti ini tidak memelihara induk, tetapi membeli telur yang dipijahkan di pembenihan besar kemudian memeliharanya di dalam bak-bak semen hingga menjadi benih ikan yang siap ditebar di karamba jaring apung. Pembenihan sepenggal ini juga memelihara plankton untuk pakan ikan dan dilengkapi dengan sistem aerasi. Di kawasan Barelang terdapat 2 pembenihan ikan kerapu yang terdiri atas 1 milik pemerintah (Departemen Kelautan dan Perikanan) dan 1 milik swasta, yaitu PT. Nalendra. Jenis ikan yang dibenihkan oleh kedua pembenihan tersebut antara lain adalah kerapu macan, kerapu tikus, sunu dan ikan kakap. Kapasitas produksi pembenihan milik pemerintah adalah 2 juta ekor per tahun. Berdasarkan hasil diskusi, pembenihan ikan laut milik pemerintah tersebut masih menghadapi kendala-kedala sehingga pembenihan tersebut belum mencapai hasil yang maksimal. Produksi benih oleh swasta pada saat survei dilakukan, difokuskan pada jenis kakap dengan produksi sebesar 2 juta ekor / tahun. Pembenihan swasta tersebut memproduksi benih kakap dan kerapu macan. Benih yang dihasilkan pembenihan skala rumah tangga biasanya berkualitas rendah. Benih unggul dapat dilihat dari ciri-ciri morfologis seperti bentuk tubuh normal (tidak bengkok) dan proporsional, bagian tubuh lengkap (operculum tidak terbuka). Selain itu ciri-ciri lainnya adalah tahan hidup pada kondisi ekstrim. Benih yang unggul dapat ditelusuri juga dari rekaman terhadap kualitas induk yang melahirkan benih tersebut. Induk yang digunakan sedapat mungkin cukup umur, sehat dan pasangannya tidak berasal dari perairan yang sama. Pembenihan kerapu di Barelang belum mampu memasok kebutuhan pembudidaya kerapu untuk kawasan tersebut, sehingga benih kerapu masih harus didatangkan dari daerah lain terutama Bali dan Situbondo. Jenis benih yang

17 35 didatangkan antara lain adalah kerapu macan, kerapu tikus dan ikan kakap. Di Batam terdapat juga hatchery sepenggal yang memelihara larva berukuran kecil hingga berukuran yang siap ditebarkan di karamba jaring apung Industri pembesaran kerapu Kegiatan pembesaran kerapu, yaitu pemeliharaan ikan di dalam KJA di selat atau teluk, banyak dilakukan oleh masyarakat Barelang. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, KJA yang digunakan oleh petani ikan di Barelang terbuat dari kayu berukuran 8 m x 8 m yang dibagi dalam 4 kotak dan dilengkapi dengan pelampung dari drum plastik dan diberi jangkar. Masing-masing kotak berukuran 3 m x 3 m untuk meletakkan jaring polietilen 3 m x 3 m x 3 m bermata jaring 0,75 1,25 inci. Dilihat dari skala usahanya, pembesaran ikan kerapu di Barelang dapat digolongkan ke dalam skala perusahaan dan skala rumah tangga. Pembesaran kerapu skala perusahaan memiliki jumlah KJA hingga 200 kotak, sedangkan skala rumah tangga berkisar antara 4 hingga 16 kotak. Pembesaran skala perusahaan dikelola secara lebih profesional, yaitu dengan menempatkan tenaga kerja di rumah tingga yang dibangun di atas KJA, sedangkan pembesaran tradisional biasanya dikelola secara sambilan dan menempatkan KJAnya di belakang rumah di pinggir pantai. Setiap KJA ditebari ikan sebanyak ekor per m 3, atau 500 hingga 600 ekor per kotak. Sebagian petani ikan menggunakan benih yang berasal dari pembenihan (hatchery) dan sebagian lagi membesarkan ikan-ikan yang undersize untuk dipelihara hingga ukuran konsumsi. Ikan undersize tersebut mereka beli dari nelayan yang sengaja menangkap ikan dalam keadaan hidup untuk dijual kepada para pembudidaya atau pedagang pengumpul. Proses pembesaran ikan kerapu tergolong tidak rumit sebagaimana halnya pembenihan. Pembesaran dimulai dengan pemasangan jaring polietilen dalam kerangka karamba. Selanjutnya benih ikan ditebarkan ke dalam jaring untuk selanjutnya dipelihara. Untuk benih ikan yang masih berukuran kecil, biasanya terlebih dahulu ditempatkan pada jaring halus (waring) hingga cukup besar dan kuat untuk ditempatkan di KJA. Para pembudidaya ikan kerapu di Barelang hampir semuanya menggunakan ikan rucah sebagai pakan ikan yang dipelihara. Hanya sebagian kecil yang menggunakan pakan buatan (pakan pabrik). Ikan

18 36 rucah dibeli dari nelayan (bagan) secara langsung atau melalui tempat pelelangan ikan (TPI) setempat. Ikan tersebut selanjutnya disimpan dalam cool box agar tetap segar pada saat dicacah dan diberikan kepada ikan. Lama pemeliharaan ikan di dalam KJA berkisar antara 6 hingga 9 bulan, tergantung pada ukuran benih pada saat di tebarkan dan jenis ikan. Ikan kerapu tikus membutuhkan waktu pemeliharaan yang lebih lama dibandingkan dengan ikan kerapu macan Industri pascapanen dan perdagangan kerapu Kegiatan penanganan pascapanen ikan kerapu di kawasan Barelang pada umumnya menyatu dengan kegiatan perdagangan dan ekspor ikan kerapu. Di kawasan Barelang terdapat satu pedagang besar yang bertindak sebagai eksportir kerapu ke Hong Kong yaitu PT Trimina Dinasti Agung. Pedagang ini memiliki lokasi penampungan ikan kerapu dan ikan laut hidup lainnya berupa karambakaramba jaring apung. Di lokasi ini dilakukan kegiatan penanganan pascapanen yang meliputi penyeragaman ukuran (grading), penyeragaman jenis, pemulihan kesehatan ikan, pengepakan, pengiriman (pengangkutan) ikan hidup. Pengiriman ke negara pengimpor dilakukan dengan menggunakan kapal angkut ikan hidup atau menggunakan jasa angkutan pesawat terbang. Jumlah dan jenis ikan yang diperdagangkan terutama adalah ikan kerapu macan, kerapu tikus dan kerapu sunu yang hampir kesemuanya diekspor ke Hong Kong, Volume perdagangan ikan kerapu yang hampir kesemuanya melalui pedagang tersebut yang jumlahnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Volume ekspor ikan kerapu asal Barelang Tahun 2002 dan 2003 No Jenis Kerapu Volume Ekspor (kg) Macan (Tiger grouper) t.a.d*) Sunu halus (Leopard c.trout) Sunu kasar (Spotted c.trout) Hitam Lumpur (Green grouper) Napoleon (Humphead wrasse) Bakau Gepeng Ringau t.a d Sumber: PT Trimina Dinasti Agung. *) tidak ada data Sebagian besar kerapu yang diperdagangkan merupakan hasil tangkap di laut yang ditampung oleh nelayan dalam keadaan hidup, dan sebagian lagi merupakan hasil budi daya, terutama untuk jenis-jenis kerapu macan, dan kerapu tikus.

19 Aspek Pasar Ikan Kerapu Hidup Perkembangan pasar ikan kerapu hidup di Hong Kong Hong Kong merupakan pasar utama bagi ikan kerapu hidup yang berasal dari kawasan Asia dan Mediterania. Perkembangan perdagangan ikan kerapu di Hong Kong sangat berpengaruh terhadap produksi ikan kerapu di negara produsen utama, termasuk Indonesia. Berdasarkan data primer yang diperoleh dari Kantor Statistik Perdagangan Hong Kong, maka ada paling tidak 9 jenis kerapu yang diperdagangkan, yaitu kerapu kertang (giant grouper), kerapu tikus (high finned grouper), kerapu lumpur (green grouper), kerapu macan (tiger grouper), kerapu malabar (flowery grouper), kerapu sunu leopard (leopard coral trout), kerapu sunu totol (spotted coral trout), kerapu lainnya (other grouper) dan ikan napoleon (humphead wrasse). Perkembangan volume impor ikan kerapu di Hong Kong dari tahun 2000 hingga tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan volume yang diimpor, maka jenis kerapu sunu leopard dan kerapu lumpur memegang peringkat tertinggi pertama dan kedua. Dilihat dari nilainya, kedua jenis kerapu ini juga memegang urutan tertinggi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4 Perkembangan volume impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (satuan: kg) Jenis Kerapu Giant Grouper (Krp. Kertang) High Finned (Krp. Tikus) Green Grouper (Krp. Lumpur) Tiger Grouper (Krp. Macan) Flowery Grouper (Krp. Batik) Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard) Spotted Coral Trout (Krp. Sunu Totol) Humphead Wrasse (Napoleon) Other Grouper*) (Kerapu Lainnya) Tahun ,816 2,687 3,668 23, ,370 7,753 11,943 7, ,559,260 1,470,281 1,182,634 1,754, ,994 51, , , , , ,722 97, ,617,862 1,989,836 2,237,650 2,179, ,079 95,153 93,799 87, ,899 12,291 28,642 16, ,827,680 1,966,136 1,495,441 1,397, Total 5,326,137 5,699,769 5,317,195 5,779,673 5,772,972 6,020,565 Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah). *)Terdiri atas: brown-spotted grouper, bared cheek spotted grouper, red grouper, yellow-edged lyretail, speckled blue grouper, yellow grouper, slender grouper, malabar grouper, etc

20 38 Tabel 5 Perkembangan nilai impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (satuan: $ HK) JENIS KERAPU Giant Grouper (Kerapu Kertang) High Finned (Kerapu Tikus) Green Grouper (Kerapu Lumpur) Tiger Grouper (Kerapu Macan) Flowery Grouper (Kerapu Batik) Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard) Spotted Coral Trout (Kerapu Sunu Totol) Humphead Wrasse (Ikan Napoleon) Other Grouper (Kerapu Lainnya) Tahun *) 369,000 2,387,000 3,000, ,000 75,000 3,137,000 2,255, ,000 99,000 10,000 64,307,000 90,020,000 74,304,000 64,058,000 25,114,000 12,869,000 18,420,192 26,291,000 32,717,000 29,140,000 8,541,000 7,541,000 19,294,000 23,526,000 8,488, ,351, ,452, ,610, ,554, ,289,000 12,763,000 10,411,000 6,424,000 3,788, ,000 6,622,000 3,441,000 1,462,241 3,199,000 1,107, ,100,000 56,321,764 93,192, ,989,000 49,689,000 Total Nilai Kerapu 593,059, ,248, ,964, ,217, ,903,000 Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah). *) Januari-Juni. Perkembangan harga jual ikan kerapu di pasaran Hong Kong dapat dilihat pada Tabel 6. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa harga tertinggi ditempati oleh Kerapu Tikus dan Ikan Napoleon, dengan kecenderungan harga yang fluktuatif. Tabel 6 Perkembangan rata-rata harga ikan kerapu di Hong Kong ($ HK) No Jenis Kerapu Tahun *) 1 Kerapu Kertang Kerapu Tikus Kerapu Lumpur Kerapu Macan Kerapu Batik Kerapu Sunu Leopard Kerapu Sunu Totol Napoleon Kerapu Lainnya *) Januari-Juni. Dari 9 jenis ikan kerapu yang diimpor oleh Hong Kong, Indonesia merupakan pemasok tetap untuk 8 jenis kerapu, kecuali giant grouper (kerapu kertang). Volume pasokan jenis kerapu berdasarkan negara pemasok dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan data yang diperoleh, secara kumulatif, negara pemasok kerapu ke Hong Kong yang terbesar adalah Philipina, diikuti oleh

21 39 Indonesia, Thailand dan Australia. Apabila dilihat untuk masing-masing jenis kerapu yang dipasok ke Hong Kong, maka untuk kerapu kertang, pemasok terbesar adalah Taiwan dan Maldives, pemasok terbesar kerapu tikus adalah Indonesia dan Philipina, pemasok terbesar kerapu lumpur adalah Thailand, Philipina dan Taiwan, pemasok terbesar kerapu macan adalah Indonesia dan Philipina. Untuk kerapu batik, pemasok terbesar adalah Philipina, Taiwan, Thailand dan Indonesia. Untuk kerapu sunu leopard, pemasok terbesar adalah Australia, Philipina dan Indonesia. Sementara itu untuk kerapu sunu totol, pemasok terbesar adalah Philipina. Indonesia dan Malaysia. Untuk ikan napoleon, pemasok terbesar adalah Philipina dan Thailand. Tabel 7 Perkembangan volume impor ikan kerapu Hong Kong berdasarkan negara pemasok tahun (satuan: kg) No Neg.Pemasok Tahun Kamboja 34,587 21,520 25,815 18, ,395 2 Taiwan 361, ,276 31, , ,120 3 Indonesia 698,894 1,266,736 1,189, , ,309,366 4 Philipina 1,108,600 1,126,403 1,398,603 1,559, ,720,993 5 Thailand 1,734,941 1,343, ,070 1,354, ,686 6 Mainland China 132,310 29, ,000 1,562 7 Vietnam 133, ,313 98,686 19, ,994 8 Maladewa ,000 57, ,200 9 Brunei 4,853 4, , Malaysia 365, , , , , Singapura 11,034 1,416 4,344 12, , Australia 724,944 1,090,583 1,242, , , Marshall Island 59,977 16, USA Myanmar , Togo New Zealand , Canada Namibia 3, Papua New Guinea 59, India 60 24, Lainnnya 15,348 34,641 51,941 4,633 Total (kg) 5,326,137 5,699,769 5,317,195 5,779,673 5,772,972 6,020,565 Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah).

22 Pangsa pasar kerapu Indonesia di Hong Kong Indonesia merupakan salah satu dari 21 negara pemasok ikan kerapu ke Hong Kong. Ditinjau dari volume, ekspor kerapu Indonesia di pasaran Hong Kong meningkat dari kg pada tahun 2000 menjadi kg pada tahun 2005 (Tabel 8). Kontribusi kerapu Indonesia di pasaran Hong Kong menunjukkan kecenderungan yang juga meningkat, yaitu dari 13,12% pada tahun 2000, menjadi 21,75% pada tahun 2005 (Tabel 9). Berdasarkan jenis ikan kerapu yang dipasok, maka Indonesia mendominasi jenis kerapu macan, kerapu tikus dan kerapu lainnya. Kontribusi terbesar dicapai oleh kerapu tikus pada tahun 2003 yang mencapai 74,58% dari impor kerapu tikus Hong Kong, dan kerapu macan yang pada tahun 2005 mencapai 53,17% pangsa pasar ikan tersebut di Hong Kong. Tabel 8 Volume ekspor kerapu Indonesia ke Hong Kong berdasarkan jenis kerapu Jenis Kerapu Tahun Giant Grouper (Kerapu Kertang) High Finned (Kerapu Tikus) 269 2,270 6,058 5, Green Grouper (Kerapu Lumpur) 103, ,576 58,211 33,474 40,653 17,480 Tiger Grouper (Kerapu Macan) 2,917 11,378 26,746 31,306 69, ,830 Flowery Grouper (Kerapu Batik) 42, ,968 3,950 Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard) 49, , , , , ,493 Spotted Coral Trout (Kerapu Sunu Totol) 27,664 23,574 11,874 25,672 13,041 5,550 Other Grouper (Kerapu Lainnya) 471, , , , , ,028 Humphead Wrasse (Napoleon) 1, ,995 2, ,919 Total 698,894 1,266,736 1,189, ,382 1,057,919 1,309,366 Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah).

23 41 Tabel 9 Kontribusi pasokan kerapu Indonesia terhadap impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (%) Jenis Kerapu Tahun Giant Grouper (Kerapu Kertang) High Finned (Kerapu Tikus) Green Grouper (Kerapu Lumpur) Tiger Grouper (Kerapu Macan) Flowery Grouper (Kerapu Batik) Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard) Spotted Coral Trout (Kerapu Sunu Totol) Other Grouper (Kerapu Lainnya) Humphead Wrasse (Napoleon) Total Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah). Berdasarkan analisis terhadap perkembangan pangsa pasar kerapu Indonesia di pasar Hong Kong yang merupakan pasar utama ikan kerapu, dan juga perkembangan pasokan ikan kerapu dari negara-negara lain, maka ada indikasi yang kuat bahwa Indonesia memiliki spesialisasi dalam memproduksi ikan kerapu macan dan kerapu tikus. Meskipun harga kerapu macan tidak terlalu tinggi, namun memiliki kecenderungan permintaan yang meningkat, sedangkan kerapu tikus yang memiliki tingkat harga yang tinggi tidak diproduksi oleh negara lain, sehingga dapat dijadikan menjadi komoditas kerapu sebagai unggulan Indonesia. Di samping itu, perairan Indonesia relatif aman dari serangan badai (taifun) yang sering melanda negara-negara sub tropis. Serangan badai yang pada awal tahun 2007 melanda negara produsen kerapu seperti Taiwan, Filipina, Vietnam dan Thailand telah mengakibatkan kelangkaan suplai dan melonjaknya harga jual. Indonesia harus dapat memanfaatkan keunggulan ini sebagai produsen utama kerapu di dunia.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km 2 dan wilayah laut 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki potensi sumber

Lebih terperinci

8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN

8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN 145 8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN Agroindustri kerapu budi daya terdiri atas rangkaian kegiatan usaha yang saling bergantung satu dengan yang lainnya,

Lebih terperinci

9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA

9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA 150 9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA Pengembangan agroindustri kerapu budi daya pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan produktivitas sehingga mampu meningkatkan

Lebih terperinci

5 PENGEMBANGAN MODEL

5 PENGEMBANGAN MODEL 42 5 PENGEMBANGAN MODEL 5.1 Analisis Sistem Agroindustri Kerapu Budi Daya Sebagaimana dijelaskan pada bab metode penelitian, maka pengembangan model dinamis perencanaan dan pengelolaan agroindustri budi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. simulasi komputer yang diawali dengan membuat model operasional sistem sesuai dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. simulasi komputer yang diawali dengan membuat model operasional sistem sesuai dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metoda System Dynamics yaitu sebuah simulasi komputer yang diawali dengan membuat model operasional sistem

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A14104079 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Perikanan Lele Lahan Kering didapatkan kesimpulan, bahwa: 1. Penelitian ini telah menghasilkan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dilakukannya penelitian, batasan masalah dalam penelitian, serta pada bagian akhir sub bab juga terdapat sistematika penulisan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Putra,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4

Lebih terperinci

8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG Abstrak Strategi peningkatan sektor perikanan yang dipandang relatif tepat untuk meningkatkan daya saing adalah melalui pendekatan klaster.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian pendirian agroindustri berbasis ikan dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintahan pusat kearah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Lidah buaya adalah tanaman yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh maupun perawatan kulit manusia. Tanaman ini juga memiliki kecocokan hidup dan dapat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. A. Kerangka Pemikiran. B. Pendekatan Studi Kelayakan

III. METODOLOGI. A. Kerangka Pemikiran. B. Pendekatan Studi Kelayakan III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Pengembangan industri tepung dan biskuit dari tepung kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu analisis pasar dan pemasaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Gambir merupakan salah satu produk ekspor Indonesia yang prospektif, namun hingga saat ini Indonesia baru mengekspor gambir dalam bentuk gambir asalan.

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Lele merupakan salah satu ikan air tawar yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia. Banyak jenis maupun varietas yang ada dan dikembangbiakkan di Indonesia.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A 14105665 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala 50 III METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3.1.1 Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala a. Penentuan Kriteria dan Alternatif : Diperlukan data primer berupa kriteria yang digunakan dalam pemilihan

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Indonesia memiliki potensi bahan baku industri agro, berupa buah buahan tropis yang cukup melimpah. Namun selama ini ekspor yang dilakukan masih banyak dalam bentuk buah segar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik karena banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian, maupun karena kontribusinya yang

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU

RANCANG BANGUN MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU i RANCANG BANGUN MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU IDING CHAIDIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Analisis kelayakan pendirian industri bioinsektisda Bta di Bogor merupakan analisis yang dilakukan sebagai bagian dari tahap pra invetasi pada proyek pembangunan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menjadi produsen utama akuakultur dunia. Sampai tahun 2009, Indonesia menempati urutan keempat terbesar sebagai produsen

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

METODOLOGI Kerangka Pemikiran METODOLOGI Kerangka Pemikiran Semakin berkembangnya perusahaan agroindustri membuat perusahaanperusahaan harus bersaing untuk memasarkan produknya. Salah satu cara untuk memenangkan pasar yaitu dengan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian 27 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini didahului dengan penelitian awal dan survei lapangan di PPN Kejawanan, Kota Cirebon, Jawa Barat pada awal bulan Maret 2012. Selanjutnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 55 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Membangun agroindustri yang tangguh dan berdaya saing tinggi seharusnya dimulai dengan membangun sistem jaringan rantai pasokan yang tangguh dan saling menguntungkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu Negara yang memiliki kawasan perairan yang hampir 1/3 dari seluruh kawasannya, baik perairan laut maupun perairan tawar yang sangat

Lebih terperinci

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VII. IMPLEMENTASI MODEL VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

STATUS PENGELOLAAN BUDI DAYA KOMODITAS IKAN KARANG DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI KEPULAUAN TOGEAN, SULAWESI TENGAH

STATUS PENGELOLAAN BUDI DAYA KOMODITAS IKAN KARANG DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI KEPULAUAN TOGEAN, SULAWESI TENGAH Media Akuakultur Volume 3 Nomor 1 Tahun 2008 STATUS PENGELOLAAN BUDI DAYA KOMODITAS IKAN KARANG DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI KEPULAUAN TOGEAN, SULAWESI TENGAH Utojo *) dan Hasnawi *) *) Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI Oleh : FAUZI PANDJI IRAWAN NPM.0624310041 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012).

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah potensial penghasil perikanan dan telah menyokong produksi perikanan nasional sebanyak 40 persen, mulai dari budidaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pembangunan pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik, yang tercermin dalam peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Perbaikan kualitas udang melalui rantai pengendalian mutu perlu melibatkan unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan laboratorium

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional sebagai

Lebih terperinci

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu. 52 6 PENGEMBANGAN MODEL 6.1 Analisis model sistem dinamis agroindustri gula tebu Sesuai dengan metodologi, maka rancang bangun sistem dinamis bagi pengambilan keputusan kompleks pada upaya pengembangan

Lebih terperinci

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN LAUT DAN PAYAU (BPBILP) LAMU KABUPATEN BOALEMO 1 Ipton Nabu, 2 Hasim, dan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN IPTEK PERIKANAN TAHUN ANGGARAN 2017 Pengadaan Pakan Ikan Tuna Sirip Kuning, Kerapu Sunu Dan Bandeng Pada Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan

Lebih terperinci

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer) PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer) 1. PENDAHULUAN Kakap Putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu jenis ikan yang banyak disukai masyarakat dan mempunyai niali ekonomis yang tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah

Lebih terperinci

No Keterangan Jumlah Satuan

No Keterangan Jumlah Satuan LAMPIRAN 64 Lampiran 1. Sarana dan prasarana No Keterangan Jumlah Satuan 1 Potensi Lahan 40.000 m 2 2 Kolam induk 300 m 2 2 unit 3 Kolam pemijahan 400 m 2 3 unit 4 Kolam pendederan I 400 m 2 12 unit 5

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 36 36 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Budidaya pembesaran ikan kerapu bebek (Chromileptes altivelis) dengan sistem KJA dan budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) dengan sistem Long

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim yang kaya akan potensi ikannya, sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan dan perairan. Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi PT. Agung Sumatera Samudera Abadi secara legalitas berdiri pada tanggal 25 Januari 1997 sesuai dengan akta pendirian perseroan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PROSES DAN INFRASTRUKTUR HATCHERY IKAN KERAPU (Epeinephelus, Cromileptes, dll) Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) IKAN KERAPU Ikan kerapu merupakan komoditas eksport yang bernilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

EVALUASI STRUKTUR SUPPLY CHAIN

EVALUASI STRUKTUR SUPPLY CHAIN EVALUASI STRUKTUR SUPPLY CHAIN PENDISTRIBUSIAN BENIH DAN BUDIDAYA IKAN TERHADAP PROFIT SUPPLY CHAIN DENGAN PENDEKATAN SIMULASI SISTEM DINAMIK (Studi kasus: Hatchery Ikan Kerapu di Situbondo) EVALUATION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Industri semen merupakan salah satu penopang

Lebih terperinci

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial 1. Mengidentifikasi potensi dan peran budidaya perairan 2. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

PEMBENIHAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscogutaftus) PEMELIHARAAN LARVA

PEMBENIHAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscogutaftus) PEMELIHARAAN LARVA PEMBENIHAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscogutaftus) PEMELIHARAAN LARVA 1. PENDAHULUAN 1) Latar belakang Beberapa jenis ikan laut yang bernilai ekonomis telah banyak dibudidayakan dalam kurungan apung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

III METODOLOGI A Kerangka Pemikiran

III METODOLOGI A Kerangka Pemikiran III METODOLOGI A Kerangka Pemikiran Perancangan proses dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan rancangan proses produksi vanilin dari eugenol minyak daun cengkeh dan sebagai upaya peningkatan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perencanaan produksi sebagai suatu keputusan awal yang mempengaruhi aktifitas pada kegiatan lainnya memiliki peran penting untuk mengantisipasi terjadinya inefisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci