8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG
|
|
- Ivan Tedjo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG Abstrak Strategi peningkatan sektor perikanan yang dipandang relatif tepat untuk meningkatkan daya saing adalah melalui pendekatan klaster. Di beberapa negara, industri yang berbasis klaster telah terbukti mampu menunjukkan kemampuannya secara berkesinambungan dalam menembus pasar. Strategi klaster menawarkan upaya pembangunan ekonomi yang lebih efektif dan komprehensif. Strategi ini yang dikenal dengan minapolitan. Kebijakan minapolitan ini bertujuan untuk pengembangan daerah. Untuk mendukung pengembangan kawasan tersebut, perlu dibangun model pengembangan kawasan minapolitan untuk menggambarkan kondisi yang terjadi saat ini dan akan terjadi di masa depan dalam bentuk data simulasi berdasarkan kondisi nyata. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model pengembangan minapolitan berbasis budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang. Dalam membangun model ini digunakan metode analisis sistem dinamik dengan software Powersim. Model ini terdiri atas tiga sub model yaitu sub model lahan, budidaya dan industri pengolahan. Hasil simulasi setiap komponen menunjukkan kecenderungan kurva pertumbuhan positif naik mengikuti kurva eksponensial. Namun pada komponen pertambahan penduduk dan peningkatan lahan permukiman selalu diimbangi oleh laju pengurangan jumlah penduduk akibat kematian dan migrasi keluar sehingga dalam model ini terjadi hubungan timbal balik positif (positive feedback) melalui proses reinforcing dan timbal balik negatif (negative feedback) melalui proses balancing. Adapun komponen lahan budidaya yang telah ditentukan kesesuaian dan daya dukung lahan berdasarkan parameter untuk budidaya rumput laut sehingga pertambahan luas lahan budidaya rumput laut pada suatu saat akan sampai pada titik keseimbangan tertentu (stable equilibirium) yaitu luas lahan budidaya dengan tingkat kesesuain sangat sesuai, bentuk model seperti ini dalam sistem dinamik mengikuti pola dasar archtype limits to growth. Kata kunci : model, pengembangan, rumput laut, sistem dinamik 8.1 Pendahuluan Wilayah Kabupaten Kupang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satu potensi yang dimiliki sesuai dengan karakteristik wilayahnya adalah sektor kelautan dan perikanan. Melihat potensi yang besar ini, maka pengembangan kawasan minapolitan merupakan pilihan tepat sebagai konsep pembangunan wilayah dengan menyesuaikan potensi dan karakteristik wilayah yang bersangkutan. Pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang dimaksudkan agar terjadi peningkatan efisiensi dan efektifitas dengan menurunkan komponen biaya dari hulu sampai hilir dalam produksi suatu komoditi.
2 176 Bentuk pemusatan yang dilakukan adalah dimana dalam suatu kawasan tersedia subsistem-subsistem dalam agribisnis perikanan dari subsistem hulu hingga hilir serta jasa penunjang. Adanya pemusatan aktifitas tersebut dapat mengurangi biaya-biaya terutama biaya transportasi antar subsistem yang terfokus pada komoditas perikanan tersebut. Efisiensi dan efektifitas yang diciptakan, dengan sendirinya akan mampu meningkatkan daya saing produk perikanan baik pada skala domestik maupun internasional. Banyak permasalahan yang kompleks yang dihadapi dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang, yang sulit diselesaikan dengan hanya menggunakan suatu metode spesifik saja. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang kompleks tersebut adalah dengan pendekatan sistem (system approach). Pendekatan sistem dapat menyelesaikan masalah dengan baik bagi permasalahan multidisiplin yang kompleks (Manestch dan Park, 1977). Eriyatno, 1998 menyatakan bahwa pendekatan sistem didefinisikan sebagai suatu metodologi penyelesaian masalah yang dimulai dengan secara tentatif mendefinisikan atau merumuskan tujuan dan hasilnya adalah suatu sistem operasi yang secara efektif dapat dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Pendekatan sistem dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang, perlu diketahui hubungan antar beberapa komponen yang saling berpengaruh satu sama lain baik pada usaha on farm maupun off farm. Untuk melihat hubungan antar komponen dalam pengembangan kawasan minapolitan tersebut perlu dibangun model yang merupakan simplikasi dari sistem. Sebagaimana diketahui bahwa model dapat dibedakan atas dua jenis yaitu model statik dan model dinamik, namun yang banyak digunakan adalah model dinamik karena memiliki variabel yang dapat berubah sepanjang waktu sebagai akibat dari perubahan input dan interaksi antar elemen-elemen sistem. Melalui model dinamik dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang ini, dapat menggambarkan dunia nyata yang terjadi selama ini sekaligus sebagai proses peramalan dari suatu keadaan untuk masa yang akan datang. Melihat besarnya peran permodelan dalam pengembangan kawasan, dilakukan penelitian permodelan di Kabupaten Kupang dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model pengembangan kawasan minapolitan berbasis budidaya laut di Kabupaten Kupang.
3 Metode Analisis Model Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Kupang Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diperlukan dalam menyusun model pengembangan kawasan minapolitan berupa data primer dan data sekunder yang diperoleh dari responden dan pakar yang terpilih, serta dari berbagai instansi yang terkait dengan topik penelitian. Data primer yang diperlukan berupa faktor-faktor atau variabel penting yang berpengaruh dalam pengembangan minapolitan. Variabel tersebut diperoleh dari wawancara terhadap responden di lokasi penelitian. Data primer yang diperlukan berupa data yang berkaitan dengan kendala, kebutuhan, dan lembaga yang terlibat dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang, sedangkan data sekunder yang diperlukan adalah data jumlah penduduk, luas lahan budidaya, rata-rata pendapatan penduduk, produksi komoditas unggulan, input produksi (bibit), dan harga produk Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penyusunan model pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang dilakukan melalui diskusi, wawancara, kuesioner, dan survei lapangan dengan responden di wilayah studi yang terdiri dari berbagai pakar dan stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengembangan kawasan minapolitan untuk pengumpulan data primer, dan beberapa kepustakaan dan dokumen dari beberapa instansi yang terkait dengan penelitian untuk pengumpulan data sekunder Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan pengembangan kawasan minapolitan secara berkelanjutan di Kabupaten Kupang adalah sistem dinamik dengan bantuan software powersim constructor version 2.5d. Tahapan-tahapan dalam sistem dinamik meliputi analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, simulasi model, dan validasi model. Dalam analisis sistem dinamik ini akan dikaji tiga sub model yaitu sub model lahan, sub model budidaya laut, dan sub model industri pengolahan dan pemasaran. a. Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan setiap pelaku yang terlibat dalam pengembangan minapolitan. Berdasarkan kajian
4 178 pustaka, stakeholder yang terlibat dalam pengembangan kawasan minapolitan ini dapat dilihat dalam Tabel 36. Tabel 36 Analisis kebutuhan aktor dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang No. Aktor / stakeholder Kebutuhan 1. Masyarakat/nelayan 1.1 Terbukanya lapangan kerja 1.2 Produksi perikanan meningkat 1.3 Tersedianya modal usaha 1.4 Pemasaran yang baik dan tinggi 1.5 Peningkatan pendapatan nelayan 1.6 Tersedianya sarana produksi 1.7 Harga jual yang tinggi 1.8 Tersedianya sarana informasi 2. Pemerintah 2.1 Kebijakan kawasan minapolitan 2.2 Pendapatan daerah meningkat 2.3 Peningkatan kesejahteraan masyarakat 2.4 Pengembangan potensi unggulan 2.5 Pengembangan wilayah 2.6 Kemitraan nelayan dengan pihak terkait 3. Lembaga keuangan 3.1 Profitabilitas usaha 3.2 Pengembalian pinjaman modal tepat waktu 4. Pedagang pengumpul & pedagang besar 4.1 Kualitas hasil perikanan terjamin 4.2 Harga beli yang rasional 4.3 Kontinuitas hasil kelautan/perikanan 4.4 Margin keuntungan tinggi 4.5 Akses modal yang mudah 4.6 Jaringan pemasaran yang kondusif 5. Industri pengolahan 5.1 Kontuinitas produksi & mutu yang terjamin 5.2 Harga beli rasional 5.3 Terjaminnya persediaan bahan baku 5.4 Keamanan berusaha 6. LSM 6.1 Lingkungan sehat 6.2 Tidak terjadi konflik sosial 6.3 Transportasi 6.4 Good governance 7. Perguruan tinggi 7.1 Kemitraan dengan perguruan tinggi 7.2 Hasil kajian yang aplikatif 7.3 Kualitas dan kuantitas hasil perikanan terjamin b. Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rangkaian hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan masalah yang harus dipecahkan dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut. Tujuan identifikasi sistem adalah untuk memberikan gambaran tentang hubungan antara faktorfaktor yang saling mempengaruhi dalam kaitannya dengan pembentukan suatu sistem. Hubungan antar faktor digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop), kemudian dilanjutkan dengan interpretasi diagram lingkar ke dalam konsep kotak gelap (black box). Dalam menyusun kotak gelap,
5 179 jenis informasi dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu peubah input, peubah output, dan parameter-parameter yang membatasi struktur sistem. Gambaran diagram lingkar sebab-akibat dapat dilihat pada Gambar 46 dan diagram kotak gelap pada Gambar 47. Gambar 46 Diagram lingkar sebab-akibat (causal loop) pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang Gambar 47 Diagram kotak gelap (black box) pengembangan minapolitan
6 180 c. Simulasi Model Simulasi model merupakan cara untuk menirukan keadaan yang sesungguhnya (Robert, 1983), sedangkan menurut Muhammadi et al., 2001, simulasi model merupakan peniruan perilaku suatu gejala atau proses. Tujuan simulasi adalah untuk memahami gejala atau proses, membuat analisis, dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan. Dengan menggunakan perangkat lunak powersim, variabel-variabel akan saling dihubungkan membentuk suatu sistem yang dapat menirukan kondisi sebenarnya. Hubungan antar variabel dinamakan diagram alir (flow diagram), dimana variabel ini digambarkan dalam bentuk simbol yaitu simbol aliran (flow symbol) yang dihubungkan dengan level (level symbol). Penghubung antara flow dan level disebut proses aliran yang digambarkan melalui panah aliran. Hasil simulasi model berupa gambar atau grafik yang menggambarkan perilaku dari sistem. Kelebihan dilakukannya simulasi dalam analisis kesisteman adalah bahwa permasalahan yang penuh dengan ketidakpastian dan sulit dipecahkan dengan metode analisis lainnya, dapat diselesaikan dengan simulasi model. d. Validasi Model Terdapat dua pengujian dalam validasi model yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja. Uji validasi struktur lebih menekankan pada keyakinan pada pemeriksaan kebenaran logika pemikiran, sedangkan uji validasi kinerja lebih menekankan pemeriksaan yang taat data empiris. Model yang baik adalah yang memenuhi kedua syarat tersebut yaitu logis-empiris (logico-empirical). Uji validasi struktur bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata. Uji ini dibedakan atas dua jenis yaitu validasi konstruksi dan kestabilan struktur. Validasi konstruksi adalah keyakinan terhadap konstruksi model diterima secara akademis, sedangkan kestabilan struktur adalah keberlakuan atau kekuatan (robustness) struktur dalam dimensi waktu (Muhammadi et al., 2001). Uji validasi kinerja bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai (compatible) dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah dengan yang taat fakta, yaitu dengan melihat apakah perilaku output model sesuai dengan perilaku data empiris. Penyimpangan terhadap output model dengan data empiris dapat diketahui dengan uji statistik yaitu menguji penyimpangan rata-rata absolutnya (AME : Absolute Means Error) dan penyimpangan variasi absolutnya (AVE : Absolute Variation Error). Batas
7 181 penyimpangan yang dapat diterima berkisar antara 5 10% (Muhammadi et al., 2001). Adapun rumus untuk menghitung nilai AME dan AVE seperti di bawah ini : Rumus AME (Absolute Means Error) = (Si Ai) / Ai x 100%. (16) Si = Si / N dan Ai = Ai / N dimana : S = Nilai simulasi A = Nilai aktual N = Interval waktu pengamatan Rumus AVE (Absolute Variation Error) = (Ss Sa) / Sa x 100%..(17) Ss = ((Si - Si)2) / N dan Sa = ((Ai - Ai)2) / N dimana : Sa = Deviasi nilai aktual Ss = Deviasi nilai simulasi N = Interval waktu pengamatan e. Uji Kestabilan Model Uji kestabilan model pada dasarnya merupakan bagian dari uji validasi struktur. Uji ini dilakukan untuk melihat kestabilan atau kekuatan (robustness) model dalam dimensi waktu. Model dikatakan stabil apabila struktur model agregat dan disagregat memiliki kemiripan. Caranya adalah dengan menguji struktur model agregat yang diwakili oleh sub-sub model yang ada. f. Uji Sensitivitas Model Uji sensitivitas merupakan respon model terhadap suatu stimulus. Respon ini ditunjukkan dengan perubahan perilaku dan/atau kinerja model. Stimulus diberikan dengan memberikan perlakuan tertentu pada unsur atau struktur model. 8.3 Hasil dan Pembahasan Model Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Kupang Simulasi Model Pengembangan Kawasan Minapolitan Model dinamik pengembangan kawasan minapolitan di wilayah Kabupaten Kupang dibangun melalui logika hubungan antara komponen yang terkait dan interaksinya. Komponen-komponen yang terkait adalah pertumbuhan penduduk, luas lahan kawasan minapolitan, luas lahan permukiman, luas lahan industri, luas lahan budidaya, produksi dan keuntungan usaha nelayan, pendapatan pemanfaatan industri, biaya industri pengolahan, keuntungan, dan sumbangan pengembangan minapolitan terhadap produk domestik regional
8 182 bruto (PDRB) Kabupaten Kupang. Model dinamik yang dibangun terdiri atas tiga sub model yang mewakili dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial yaitu (1) sub model lahan minapolitan yang menggambarkan perkembangan kebutuhan lahan untuk permukiman, budidaya, fasilitas, dan lahan untuk industri pengolahan serta dinamika pertumbuhan penduduk; (2) sub model budidaya laut yang menggambarkan perkembangan produksi, jumlah rumput laut yang dipakai pada kebun bibit, penjualan bibit, keuntungan dari pembibitan keuntungan usaha nelayan minapolitan; dan (3) sub model industri pengolahan rumput laut yang menggambarkan biaya pengolahan, keuntungan yang diperoleh dari hasil pengolahan serta PDRB. Perilaku model dinamik pengembangan kawasan minapolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Kupang dianalisis dengan menggunakan program powersim constructor version 2.5d. Struktur model minapolitan ini dapat dilihat pada Gambar 48 dan persamaan model dinamis pada Lampiran 22. Analisis dilakukan untuk 30 tahun yang akan datang, dimulai pada tahun 2007 dan berakhir pada tahun Waktu 30 tahun ini diharapkan dapat memberikan gambaran perkembangan kawasan minapolitan di wilayah Kabupaten Kupang untuk masa jangka panjang. Beberapa data awal dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam pemodelan ini antara lain : 1. Simulasi model minapolitan berbasis budidaya laut ini merupakan simulasi dari tiga kecamatan pesisir di Kabupaten Kupang yaitu Kecamatan Semau, Kupang Barat dan Sulamu. Luas lahan minapolitan terdiri atas dua lahan yaitu lahan minapolitan darat dan lahan minapolitan laut. 2. Jumlah penduduk kecamatan Semau, Kupang Barat dan Sulamu masingmasing sebesar jiwa, jiwa dan jiwa pada tahun 2007 (BPS Kabupaten Kupang, 2008). Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kupang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kelahiran dan kematian, namun saat ini faktor perpindahan penduduk juga mempunyai pengaruh yang cukup besar. Luas lahan perairan untuk pengembangan minapolitan budidaya laut masing-masing kecamatan sekitar 689,22 ha untuk Kecamatan Semau, 3040,47 ha untuk Kecamatan Kupang Barat, dan 365,34 ha untuk Kecamatan Sulamu. 3. Komoditas budidaya yang dimodelkan meliputi komoditas rumput laut yang merupakan komoditas unggulan di lokasi studi. Produksi budidaya rumput laut untuk Kecamatan Semau sebesar 600 ton dan Kecamatan Kupang Barat
9 183 sebesar ton tahun 2007 sedangkan untuk Kecamatan Sulamu data tidak tersedia. 4. Hasil rumput laut akan diolah menjadi dodol dan pilus. Untuk mengolah tersebut dibutuhkan industri pengolahan dengan tenaga kerja. Pembudidaya rumput laut tahun 2007 di Kecamatan Semau sejumlah 995 jiwa dan Kecamatan Kupang Barat sejumlah 1650 orang. 5. Lahan budidaya adalah lahan dengan kelas sangat sesuai, sedangkan untuk lahan dengan kelas sesuai dan tidak sesuai dipakai sebagai lahan konservasi. 6. Sumbangan pengembangan minapolitan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Kupang dihitung dari PDRB perikanan yang meliputi komoditas rumput laut. Gambar 48 Struktur model dinamik pengembangan kawasan minapolitan berbasis rumput laut di Kabupaten Kupang a. Sub Model Pengembangan Lahan Minapolitan Sub model pengembangan lahan minapolitan di Kabupaten Kupang terdiri atas tiga kecamatan yaitu Kecamatan Semau, Kupang Barat dan Sulamu. Komponen-komponen yang saling berhubungan dan memberikan pengaruh pada sub model pengembangan lahan minapolitan adalah lahan budidaya, lahan
10 184 industri, dan lahan permukiman. Lahan minapolitan terdiri atas lahan minapolitan darat dan lahan minapolitan laut. Adapun pengaruh dari setiap komponenkomponen tersebut seperti pada Gambar 49. Gambar 49 Struktur model dinamik sub model pengembangan lahan minapolitan di Kabupaten Kupang Simulasi model dinamik untuk lahan minapolitan (Gambar 50) berawal dari luas perairan laut dengan kelas kesesuaian sangat sesuai untuk budidaya rumput laut dan luas lahan daratan yang terbagi atas dua bagian, yaitu (1) lahan industri adalah lahan yang dibutuhkan dari industri rumah tangga dan (2) lahan permukiman yang diasumsikan pemakaiannya sebesar 20 m 2 per jiwa. Untuk pemodelan dinamis minapolitan laut hanya akan dimodelkan lahan budidaya rumput laut (perairan dengan tingkat kesesuaian sangat sesuai) saja, sehingga untuk pertimbangan lingkungan seperti kawasan konservasi laut diambil dari luas perairan dengan tingkat kesesuaian sesuai dan tidak sesuai tidak dimodelkan. Pemodelan dinamis minapolitan darat diasumsikan alokasi penggunaan lahan untuk kawasan industri pengolahan dan permukiman. Luas lahan industri pengolahan di dapat dari kebutuhan industri dodol dan pilus per rumah tangga (asumsi 100 m 2 per industri rumah tangga). Pengembangan lahan minapolitan di Kabupaten Kupang berada di tiga kecamatan yaitu Semau, Kupang Barat, dan Sulamu. Simulasi model dinamik alokasi penggunaan lahan Kecamatan Semau berawal dari luas lahan darat 143,42 km 2 dan 6,89 km 2 lahan di laut. Di lahan minapolitan laut digunakan untuk lahan budidaya rumput laut 5,94 km 2 (diambil dari kelas kesesuaian sangat
11 185 sesuai), sedangkan untuk kondisi eksisting luas lahan budidaya adalah 1,21 km 2. Laju pengurangan dari alokasi fasilitas budidaya sebesar 2% per tahun dan laju pertumbuhan lahan budidaya rumput laut sebesar 10%. Jumlah penduduk eksisting (tahun 2007) sebanyak jiwa dengan tingkat kelahiran 1,13%, tingkat kematian 0,53%, imigrasi 1,84% dan emigrasi 1,04%. Asumsi pemakaian lahan pemukiman per jiwa sebesar 20 m 2 ( km 2 ). Lahan industri pengolahan di tahun 2007 belum tersedia. Berdasarkan asumsi-asumsi ini dihasilkan simulasi model penggunaan lahan di kawasan minapolitan Kecamatan Semau seperti pada Tabel 37. Tabel 37 Simulasi perkembangan pemanfaatan lahan minapolitan rumput laut (km 2 ) di Kecamatan Semau Alokasi penggunaan lahan kawasan minapolitan budidaya rumput laut Kecamatan Semau dari Tabel 37 menunjukkan terjadi penambahan luas lahan budidaya rumput laut dari 1,21 km 2 pada tahun 2007 menjadi 3,41 km 2 pada tahun 2022 dengan laju pertambahan luas sebesar 15% per tahun. Demikian pula yang terjadi pada luas lahan permukiman, pada tahun 2007 luas lahan sebesar 0,13 km 2 naik menjadi 4,77 km 2 pada tahun 2037, sementara luas lahan industri pengolahan rumput laut naik menjadi 1,94 km 2 di tahun Dengan asumsi pertambahan pemanfaatan lahan budidaya 10% per tahun, maka pada tahun 2037 pemanfaatan lahan belum terpakai secara keseluruhan dari total alokasi penggunaan lahan budidaya sebesar 5,94 km 2. Hal ini memungkinkan untuk dilakukannya kegiatan ekstensifikasi dalam rangka
12 186 meningkatkan produksi rumput laut di Kecamatan Semau. Apabila simulasi ini dilakukan untuk jangka waktu 30 tahun dengan asumsi laju pertambahan pemanfaatan lahan budidaya sebesar 20%, maka pada tahun 2034 luas lahan budidaya rumput laut akan maksimal dibudidayakan dengan luas 5,94 km 2 dengan jumlah petakan rumput laut sebesar unit dan lahan industri rumah tangga membutuhkan luas industri 2,65 km 2. Simulasi lahan minapolitan Kecamatan Kupang Barat berawal dari luas lahan minapolitan darat 149,72 km 2 dan 30,40 km 2 lahan minapolitan laut. Di lahan minapolitan laut digunakan untuk lahan budidaya rumput laut 22,29 km 2 (diambil dari kelas kesesuaian sangat sesuai). Kondisi eksisting luas lahan budidaya adalah 3,23 km 2. Laju pengurangan dari alokasi fasilitas budidaya sebesar 2% per tahun dan Laju pertumbuhan lahan budidaya rumput laut sebesar 10%. Jumlah penduduk eksisting (tahun 2007) sebanyak jiwa dengan tingkat kelahiran 1,70%, tingkat kematian 0,47%, imigrasi 2,86% dan emigrasi 1,65%. Asumsi pemakaian lahan pemukiman per jiwa sebesar 20 m 2 ( km 2 ). Berdasarkan asumsi-asumsi ini dihasilkan simulasi model penggunaan lahan di kawasan minapolitan Kecamatan Kupang Barat yang disajikan pada Tabel 38. Tabel 38 Simulasi perkembangan pemanfaatan lahan minapolitan rumput laut (km 2 ) di Kecamatan Kupang Barat Alokasi penggunaan lahan kawasan minapolitan budidaya rumput laut Kecamatan Kupang Barat dari Tabel 38 menunjukkan terjadi penambahan luas
13 187 lahan budidaya rumput laut dari 3,23 km 2 pada tahun 2007 menjadi 9,10 km 2 pada tahun 2037 dengan laju pertambahan luas sebesar 10% per tahun. Demikian pula yang terjadi pada luas lahan permukiman, pada tahun 2007 luas lahan sebesar 0,29 km 2 naik menjadi 12,76 km 2 pada tahun 2037 dengan laju pertumbuhan 1% per tahun. Sementara luas lahan industri pengolahan rumput laut naik menjadi 5,17 km 2 pada tahun Dengan asumsi pertambahan pemanfaatan lahan budidaya 10% per tahun, maka pada tahun 2037 pemanfaatan lahan belum terpakai secara keseluruhan dari total alokasi penggunaan lahan budidaya sebesar 22,29 km 2. Hal ini memungkinkan untuk dilakukannya kegiatan ekstensifikasi dalam rangka meningkatkan produksi rumput laut di Kecamatan Kupang Barat, agar dapat memperoleh luas lahan budidaya maksimal dalam jangka waktu 30 tahun adalah menaikkan laju pertumbuhan lahan budidaya rumput laut sebesar 30% sehingga didapat lahan budidaya maksimal sebesar 22,24 km 2 pada tahun Jika laju pertumbuhan luas lahan budidaya ditambah 30% per tahun maka akan terdapat penambahan unit longline rumput laut sebesar unit petakan per 3000 m 2 setiap tahun. Tabel 39 Simulasi perkembangan pemanfaatan lahan minapolitan rumput laut (km 2 ) di Kecamatan Sulamu Simulasi lahan minapolitan Kecamatan Sulamu berawal dari luas lahan minapolitan darat sebesar 270,12 km 2 dan 3,65 km 2 lahan minapolitan laut. Di lahan minapolitan laut digunakan untuk lahan budidaya rumput laut 3,20 km 2 (diambil dari kelas kesesuaian sangat sesuai). Kondisi eksisting luas lahan
14 188 budidaya adalah 0,10 km 2. Laju pengurangan dari alokasi fasilitas budidaya sebesar 2% per tahun dan laju pertumbuhan lahan budidaya rumput laut sebesar 10%. Jumlah penduduk eksisting (tahun 2007) sebanyak jiwa dengan tingkat kelahiran 1,57%, tingkat kematian 0,80%, imigrasi 2,96% dan emigrasi 1,90%. Asumsi pemakaian lahan pemukiman per jiwa sebesar 20 m 2 ( km 2 ). Lahan industri pengolahan di tahun 2007 belum tersedia. Berdasarkan asumsi-asumsi ini dihasilkan simulasi model penggunaan lahan di kawasan minapolitan Kecamatan Sulamu yang disajikan pada Tabel 39. Alokasi penggunaan lahan kawasan minapolitan budidaya rumput laut Kecamatan Sulamu dari Tabel 39 menunjukkan terjadi penambahan luas lahan budidaya rumput laut dari 0,10 km 2 pada tahun 2007 menjadi 0,29 km 2 pada tahun 2037 dengan laju pertambahan luas sebesar 10% per tahun. Demikian pula yang terjadi pada luas lahan permukiman, pada tahun 2007 luas lahan sebesar 0,29 km 2 naik menjadi 11,71 km 2 pada tahun 2037 dengan laju pertumbuhan 1% per tahun, sementara luas lahan industri pengolahan rumput laut naik menjadi 0,16 km 2 pada tahun Dengan asumsi pertambahan pemanfaatan lahan budidaya 10% per tahun, maka pada tahun 2037 pemanfaatan lahan belum terpakai secara keseluruhan dari total alokasi penggunaan lahan budidaya sebesar 3,20 km 2. Hal ini memungkinkan untuk dilakukannya kegiatan ekstensifikasi dalam rangka meningkatkan produksi rumput laut di Kecamatan Sulamu. Berbeda dengan Kecamatan Semau dan Kecamatan Kupang Barat, pada Kecamatan Sulamu ini perlu dilakukan pengembangan rumput laut sebesar-besarnya agar dapat memaksimalkan lahan budidaya rumput laut yang tersedia. Dalam rangka memaksimalkan lahan budidaya rumput laut dapat dilakukan dengan cara menaikkan laju pertumbuhan sebesar 140% untuk jangka waktu 30 tahun sehingga pada tahun 2036 didapatkan luas lahan budidaya rumput laut yang maksimal sebesar 3,16 km 2 untuk jumlah petakan rumput laut sebesar unit dan membutuhkan lahan industri sebesar 1,44 km 2. Namun hal ini tidak mungkin dilakukan di Kecamatan Sulamu yang masih mengalami banyak kendala dan masalah dalam budidaya laut khususnya rumput laut, salah satu diantaranya adalah jumlah masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pembudidaya rumput laut tidak cukup untuk menggarap lahan budidaya tersebut, sehingga hal yang paling memungkinkan dilakukan adalah melibatkan masyarakat Kecamatan Sulamu dalam pelatihan budidaya rumput laut sehingga kegiatan ekstensifikasi
15 191 b. Sub Model Budidaya Rumput Laut di Kawasan Minapolitan Sub model budidaya rumput laut menggambarkan hubungan beberapa komponen seperti luas lahan budidaya sebagai komponen utama dan selanjutnya diikuti oleh komponen lainnya seperti jumlah petakan rumput laut, kebutuhan bibit rumput laut, produksi rumput laut, dan keuntungan budidaya rumput laut. Stock flow diagram (SFD) sub model budidaya rumput laut disajikan pada Gambar 51. Gambar 51 Struktur model dinamik sub model budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang Peningkatan luas lahan khususnya lahan budidaya rumput laut akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi rumput laut. Dalam hal ini, peningkatan luas lahan untuk budidaya rumput laut akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi rumput laut yang kemudian akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan pembudidaya. Hubungan antar komponen ini merupakan hubungan timbal balik positif (positive feedback) melalui proses reinforcing. Tabel 40 sampai 42 masing-masing untuk Kecamatan Semau, Kupang Barat, dan Sulamu menunjukkan peningkatan produksi rumput laut periode Untuk sub model budidaya ini, simulasi berawal dari luas lahan budidaya rumput laut yang terbagi atas dua faktor utama yaitu jumlah unit longline rumput laut (selanjutnya disebut petakan) per 3000 m 2 dan kebutuhan bibit rumput laut yang akan ditanam di pada petakan. Untuk jumlah petakan membutuhkan tenaga kerja yaitu 5 orang per petakan. Kebutuhan bibit rumput laut, dibutuhkan bibit
16 kg per 3000 m 2 (800 ton per km 2 ), kemudian laju pengurangan panen rumput laut dipengaruhi oleh persen kematian rumput laut sebesar 10%, sedangkan laju pertambahan panen rumput laut dipengaruhi oleh kenaikan berat rumput laut yaitu 6 kali berat semula (200 gr) dan jumlah panen normal dalam 1 tahun sebanyak 6 kali panen. Setelah pemanenan dilakukan, proses berikutnya adalah penjemuran rumput laut untuk mendapatkan rumput laut kering. Dalam proses pengeringan ini, diasumsikan rendemen rumput laut sebesar 12,5% dari berat rumput laut basah sebelum dijual. Dalam sub model budidaya ini juga terdapat biaya operasional sebesar Rp ,00 per petak per tahun dan kenaikan modal sebesar 6% per tahun, kedua faktor ini yang mempengaruhi besarnya pengeluaran dalam produksi budidaya rumput laut ini. Biaya operasional merupakan biaya dari analisis kelayakan usaha (finansial) yang telah dibahas pada bab 5 pada disertasi ini. Penerimaan usaha budidaya rumput laut ini diperoleh dari hasil penjualan rumput laut kering dengan harga Rp10.000,00 per kg. Tabel 40 menyajikan hasil simulasi lahan budidaya (km 2 ), jumlah petakan (unit), kebutuhan bibit (ton), panen kering (ton), pengeluaran, penerimaan dan keuntungan (Rp) usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Semau tahun Dengan asumsi laju pertambahan lahan budidaya 10% dan perhitungan produksi budidaya yang telah dibuat, pada tahun 2037 didapatkan peningkatan hasil panen kering rumput laut sebesar ton dari ton pada tahun Untuk mendapatkan ton pada tahun 2007 dibutuhkan bibit rumput laut sebesar 968 ton yang akan ditanam pada luas lahan budidaya 1,21 km 2 dengan jumlah petakan 403 unit. Keuntungan usaha budidaya laut ini mengalami peningkatan dari Rp ,00 pada tahun 2007 menjadi Rp ,00 pada tahun Dilihat dari keuntungan yang diperoleh jika hasil panen rumput laut kering terjual semuanya tanpa diolah terlebih dahulu dapat meningkatkan pendapatan para pembudidaya rumput laut di Kecamatan Semau.
17 193 Tabel 40 Simulasi lahan budidaya (km 2 ), jumlah petakan (unit), kebutuhan bibit (ton), panen kering (ton), pengeluaran, penerimaan dan keuntungan (Rp) usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Semau Tabel 41 menyajikan hasil simulasi lahan budidaya (km 2 ), jumlah petakan (unit), kebutuhan bibit (ton), panen kering (ton), pengeluaran, penerimaan dan keuntungan (Rp) usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kupang Barat tahun Dengan asumsi laju pertambahan lahan budidaya 10% dan perhitungan produksi budidaya yang telah dibuat, pada tahun 2037 didapatkan peningkatan hasil panen kering rumput laut sebesar ton dari ton pada tahun Untuk mendapatkan 10,142 ton pada tahun 2007 dibutuhkan bibit rumput laut sebesar ton yang akan ditanam pada luas lahan budidaya 3,23 km 2 dengan jumlah petakan unit. Keuntungan usaha budidaya laut ini mengalami peningkatan dari Rp ,00 pada tahun 2007 menjadi Rp ,00 pada tahun Dilihat dari keuntungan yang diperoleh jika hasil panen rumput laut kering terjual semuanya tanpa diolah terlebih dahulu dapat meningkatkan pendapatan para pembudidaya rumput laut di Kecamatan Kupang Barat.
18 194 Tabel 41 Simulasi lahan budidaya (km 2 ), jumlah petakan (unit), kebutuhan bibit (ton), panen kering (ton), pengeluaran, penerimaan dan keuntungan (Rp) usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kupang Barat Tabel 42 menyajikan hasil simulasi lahan budidaya (km 2 ), jumlah petakan (unit), kebutuhan bibit (ton), panen kering (ton), pengeluaran, penerimaan dan keuntungan (Rp) usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Sulamu Tahun Dengan asumsi laju pertambahan lahan budidaya 10% dan perhitungan produksi budidaya yang telah dibuat, pada tahun 2037 didapatkan peningkatan hasil panen kering rumput laut sebesar 885 ton dari 314 ton pada tahun Untuk mendapatkan 314 ton pada tahun 2007 dibutuhkan bibit rumput laut sebesar 80 ton yang akan ditanam pada luas lahan budidaya 0,10 km 2 dengan jumlah petakan 33 unit. Keuntungan usaha budidaya laut ini mengalami peningkatan dari Rp ,00 pada tahun 2007 menjadi Rp ,00 pada tahun Dilihat dari keuntungan yang diperoleh jika hasil panen rumput laut kering terjual semuanya tanpa diolah terlebih dahulu dapat meningkatkan pendapatan para pembudidaya rumput laut di Kecamatan Sulamu.
19 195 Tabel 42 Simulasi lahan budidaya (km 2 ), jumlah petakan (unit), kebutuhan bibit (ton), panen kering (ton), pengeluaran, penerimaan dan keuntungan (Rp) usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Sulamu Peningkatan produksi usaha rumput laut ini akan berdampak pada peningkatan keuntungan usaha rumput laut yang diterima oleh pembudidaya. Hasil simulasi model dinamik menunjukkan peningkatan keuntungan usaha rumput laut mengikuti pertumbuhan yang cukup tajam dan membentuk pola pertumbuhan dari kurva sigmoid, dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menjual hasil panen rumput laut kering saja dapat meningkatkan pendapatan pembudidaya rumput laut di Kabupaten Kupang, sehingga diperlukan suatu kontinuitas produksi rumput laut karena menguntungkan dan dapat mensejahterakan masyarakat sekitar pesisir. c. Sub Model Pengembangan Industri Pengolahan Rumput Laut Sub model pengembangan industri pengolahan rumput laut kering merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh komponen-
20 196 komponen dalam pengembangan usaha rumput laut di Kabupaten Kupang. Dalam simulasi sub model ini terdapat beberapa komponen yang saling berpengaruh seperti jenis olahan rumput laut, kapasitas produksi, tenaga kerja, industri rumah tangga, biaya produksi, keuntungan penjualan hasil olahan, dan PDRB di Kabupaten Kupang. Pengaruh antar komponen dalam sub model ini disajikan dalam stock flow diagram (SFD) seperti terlihat pada Gambar 52. Gambar 52 Struktur model dinamik sub model industri pengolahan dan pemasaran rumput laut di Kabupaten Kupang Berbeda dengan sub model budidaya, pada pemodelan industri pengolahan ini hasil panen rumput laut tidak dijual seluruhnya melainkan dibagi 10% untuk diolah menjadi makanan dan sisanya 90% dijual kering tanpa diolah terlebih dahulu. Untuk rumput laut yang diolah, dibagi menjadi dua hasil olahan yaitu dodol dan pilus. Contoh hasil pengolahan dodol dan pilus yang telah dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 23. Untuk pengolahan rumput laut saat ini berupa industri rumah tangga dengan tenaga kerja 5 orang per olahan pilus dan 5 orang per olahan dodol. Kapasitas produksi masing-masing dodol dan pilus sebesar 960 kg per tahun per industri rumah tangga. Untuk harga jual dodol Rp65.000,00 per kg dan harga jual pilus Rp55.000,00 per kg. Produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan hasil sumbangan dari keuntungan penjualan dodol, pilus dan rumput laut kering.
21 197 Simulasi panen kering (ton), keuntungan jual kering, dodol dan pilus (rp) dari industri pengolahan rumput laut di Kecamatan Semau Tahun disajikan pada Tabel 43. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dari hasil panen kering ton pada tahun 2007 didapatkan PDRB sebesar Rp ,00 dari hasil penjualan 90% rumput laut kering dan 10% hasil olahan dodol dan pilus. Peningkatan industri rumput laut olahan dodol meningkat dari Rp ,00 pada tahun 2007 menjadi Rp ,00 pada tahun 2037 sedangkan untuk olahan pilus meningkat dari Rp ,00 pada tahun 2007 menjadi Rp ,00 pada tahun PDRB Kecamatan Semau dari rumput laut mencapai Rp ,00 pada tahun Tabel 43 Simulasi panen kering (ton), keuntungan jual kering, dodol dan pilus (Rp) dari industri pengolahan rumput laut di Kecamatan Semau Tabel 44 menyajikan hasil simulasi panen kering (ton), keuntungan jual kering, dodol dan pilus (Rp) dari industri pengolahan rumput laut di Kecamatan Kupang Barat tahun Hasil simulasi menunjukkan bahwa dari hasil
22 198 panen kering ton pada tahun 2007 didapatkan PDRB sebesar Rp ,00 dari hasil penjualan 90% rumput laut kering dan 10% hasil olahan dodol dan pilus. Peningkatan industri rumput laut olahan dodol meningkat dari Rp ,00 pada tahun 2007 menjadi Rp ,00 pada tahun 2037 sedangkan untuk olahan pilus meningkat dari Rp ,00 pada tahun 2007 menjadi Rp ,00 pada tahun PDRB Kecamatan Kupang Barat dari rumput laut mencapai Rp ,00 pada tahun Tabel 44 Simulasi panen kering (ton), keuntungan jual kering, dodol dan pilus (Rp) dari industri pengolahan rumput laut di Kecamatan Kupang Barat Simulasi panen kering (ton), keuntungan jual kering, dodol dan pilus (rp) dari industri pengolahan rumput laut di Kecamatan Sulamu tahun disajikan pada Tabel 45. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dari hasil panen kering 314 ton pada tahun 2007 didapatkan PDRB sebesar Rp ,00
23 199 dari hasil penjualan 90% rumput laut kering dan 10% hasil olahan dodol dan pilus. Peningkatan industri rumput laut olahan dodol meningkat dari Rp ,00 pada tahun 2007 menjadi Rp ,00 pada tahun 2037 sedangkan untuk olahan pilus meningkat dari Rp ,00 pada tahun 2007 menjadi Rp ,00 pada tahun PDRB Kecamatan Sulamu dari rumput laut mencapai Rp ,00 pada tahun Tabel 45 Simulasi panen kering (ton), keuntungan jual kering, dodol dan pilus (Rp) dari industri pengolahan rumput laut di Kecamatan Sulamu Peningkatan setiap komponen yang ada dalam sub model industri ini mengikuti pertumbuhan kurva sigmoid sampai batas tertentu. Akibat keterbatasan lahan budidaya akan mengalami suatu titik kesetimbangan tertentu (stable equilibirium) dimana keuntungan dan peningkatan PDRB tidak dapat ditingkatkan lagi di kawasan minapolitan budidaya rumput laut ini, dan sub model pengolahan ini dapat dikatakan mengikuti pola (archetype) limit to growth dalam sistem dinamik.
24 Simulasi Skenario Model Pengembangan Kawasan Minapolitan Kinerja model yang digambarkan dalam struktur sistem menggambarkan kondisi saat ini. Seiring dengan perjalanan waktu, maka akan terjadi perubahan kinerja sistem sesuai dengan dinamika waktu yang akan terjadi pada masa yang akan datang, berdasarkan hal tersebut, disusun berbagai skenario pada model yang telah dibangun sebagai strategi yang dapat dilakukan ke depan dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan di wilayah Kabupaten Kupang. Skenario yang dibangun terdiri atas tiga skenario antara lain (1) skenario pesimis (2) skenario moderat, dan (3) skenario optimis. Skenario pesimis dapat diartikan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh pada kinerja sistem mengalami kemunduran atau terjadi perubahan dari keadaan eksisting yang mengarah pada tercapainya kinerja sistem atau terjadi perubahan yang sangat cepat dari keadaan yang perlu dihambat perkembangannya. Skenario moderat diartikan sebagai perubahan beberapa variabel yang berpengaruh pada kinerja sistem dimana perubahan tersebut lebih baik daripada skenario pesimis, sedangkan skenario optimis diartikan bahwa terjadi perubahan yang lebih besar dari variabel-variabel yang berpengaruh pada kinerja sistem dimana perubahan ini lebih baik dari skenario pertama dan kedua. Adapun variabel-variabel tersebut sebagai variabel kunci yang sangat berpengaruh pada kinerja sistem meliputi laju pertumbuhan lahan budidaya, persen kematian rumput laut, harga jual, kenaikan berat rumput laut dari berat semula (waktu ditanam), waktu panen dalam 1 tahun, dan persen olahan rumput laut. Variabel-variabel ini akan berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan di kawasan minapolitan, peningkatan produksi, tingkat keuntungan usaha nelayan, dan sumbangan terhadap PDRB. Hasil simulasi skenario model perubahan penggunaan lahan budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Gambar 54. Model yang diskenariokan pada penggunaan lahan ini adalah lahan budidaya yang mengambil tempat di wilayah perairan Kecamatan Semau, Kecamatan Kupang Barat dan Kecamatan Sulamu. Pada Gambar 54 terlihat bahwa perubahan tiga skenario dalam model ini menunjukkan perubahan yang berbeda-beda dimana perubahan yang lebih nyata terlihat dengan semakin bertambahnya tahun simulasi. Pada skenario optimis, peningkatan luas lahan budidaya sangat cepat sebagai akibat dari laju pertumbuhan sebesar 10% setiap tahun, sedangkan untuk skenario moderat 5% dan pesimis 3%.
25 209 Tabel 47 Simulasi skenario sumbangan PDRB (Rp) di Kecamatan Kupang Barat Tabel 48 Simulasi skenario sumbangan PDRB (Rp) di Kecamatan Sulamu
26 Uji Validasi Model Secara garis besar uji validasi model dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja. a. Uji Validasi Struktur Uji validasi struktur lebih menekankan pada keyakinan pemeriksaan kebenaran logika pemikiran atau dengan kata lain apakah struktur model yang dibangun sudah sesuai dengan teori. Secara logika, terlihat bahwa pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan diikuti oleh peningkatan kebutuhan lahan. Pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk yang berasal dari kelahiran (natalitas) dan penduduk yang datang (imigrasi), serta pengurangan jumlah penduduk akibat kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk keluar wilayah (emigrasi). Pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan luas lahan minapolitan (darat) mengikuti pola pertumbuhan kurva sigmoid dimana pada suatu waktu tertentu akan menemui titik keseimbangan (stable equilibrium) sesuai dengan konsep limits to growth (Meadows, 1985). Dalam hal ini terjadi proses reinforcing yang diimbangi oleh proses balancing. Kondisi ini terjadi karena keterbatasan ketersediaan lahan yang dapat menjadi faktor pembatas dan menekan pertumbuhan penduduk. Lahan daratan yang tersedia akan dimanfaatkan untuk alokasi permukiman penduduk, ruang fasilitas, penyediaan ruang terbuka hijau dan kawasan lindung, serta lahan untuk kegiatan industri pengolahan hasil budidaya laut; sedangkan lahan perairan yang tersedia akan dimanfaatkan untuk pengembangan produksi budidaya laut dan kegiatan pemanfaatan lain seperti arus lalu lintas/tempat parkir perahu/kapal, jarak antar rakit dan perlindungan ekosistem lainnya. Karena keterbatasan luas lahan, maka semakin luas penggunaan lahan untuk tujuan tertentu akan berpengaruh terhadap luas lahan untuk tujuan penggunaan lain. Dalam hal ini akan terjadi konversi lahan untuk memenuhi kebutuhan penggunaan lahan. Berkaitan dengan dengan lahan budidaya laut (perairan), terlihat bahwa semakin luas ketersediaan lahan budidaya akan berdampak pada semakin meningkatnya produksi usaha budidaya laut yang dihasilkan oleh nelayan/pembudidaya. Hal ini juga berdampak terhadap peningkatan keuntungan yang diperoleh. Namun demikian semakin tinggi intensitas penggunaan lahan budidaya akan menyebabkan tekanan terhadap lahan sehingga kualitasnya dapat menurun. Akibatnya produksi usaha budidaya laut juga akan menurunnya
27 211 keuntungan yang diperoleh petani. Ini berarti konsep Limits to Growth juga terjadi terhadap produksi dan keuntungan usaha budidaya laut minapolitan. Dengan melihat hasil simulasi model dinamik berdasarkan struktur model yang telah dibangun yang sesuai dengan konsep teori empirik seperti diuraikan di atas, maka model pengembangan kawasan minapolitan berbasis budidaya laut di Kabupaten Kupang dapat dikatakan valid secara empirik. b. Uji Validasi Kinerja Uji validasi kinerja merupakan aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem. Tujuan dari validasi ini untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai (compatible) dengan kinerja sistem nyata, sehingga model yang dibuat memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta (Muhammadi et al., 2001). Uji validasi kinerja dilakukan dengan cara menvalidasi kinerja model dengan data empiris. Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik seperti uji penyimpangan antara nilai rata-rata simulasi terhadap aktual (absolute means error = AME) dan uji penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual (absolute variation error = AVE), dengan batas penyimpangan yang dapat diterima maksimal 10%. Dalam uji validasi kinerja, dapat digunakan satu atau beberapa komponen (variabel) baik pada komponen utama (main model) maupun komponen yang terkait (co-model) (Barlas, 1996). Dalam penelitian ini digunakan uji validasi kinerja AME dengan menggunakan data aktual pertumbuhan jumlah penduduk periode empat tahunan yaitu tahun 2006 sampai tahun Adapun jumlah penduduk aktual dan hasil simulasi di Kabupaten Kupang seperti pada Tabel 49. Tabel 49 Perbandingan jumlah penduduk aktual dan hasil simulasi model di Kabupaten Kupang Jumlah penduduk Kabupaten Kupang (jiwa) No Tahun Aktual Simulasi Semau Sulamu Kupang Semau Sulamu Kupang Barat Barat Berdasarkan hasil perhitungan uji validasi kinerja pada model ini, diperoleh nilai AME dan AVE lebih kecil dari 10% yaitu sekitar 0,49% - 3,97% (AME) dan 1% - 7,77% (AVE), sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini
28 212 memiliki kinerja yang baik, relatif tepat dan dapat diterima secara ilmiah. Adapun hasil perhitungan uji validasi kinerja AME dan AVE seperti pada Tabel 50. Tabel 50 Hasil perhitungan nilai AME dan AVE dalam uji validasi kinerja model (a) Kecamatan Semau (b) Kecamatan Kupang Barat (c) Kecamatan Sulamu Uji Kestabilan dan Uji Sensitivitas Model Sebagaimana diketahui bahwa uji kestabilan model dilakukan untuk melihat kestabilan atau kekuatan (robustness) model dalam dimensi waktu. Model dikatakan stabil apabila struktur model agregat dan disagregat memiliki kemiripan. Caranya adalah dengan menguji struktur model terhadap perilaku agregat dan disagregat harus memiliki kemiripan. Adapun uji kestabilan model berdasarkan struktur model agregat dan disagregat dapat dilihat pada Gambar 49 (agregat) dan Gambar 50, 52 dan 53 (disagregat). Hasil simulasi pada struktur model disagregat memperlihatkan kemiripan dengan struktur model agregatnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa model tersebut dapat dikatakan stabil. Uji sensitivitas dilakukan untuk melihat respon model terhadap suatu stimulus (Muhammadi et al., 2001). Respon ini ditunjukkan dengan perubahan perilaku dan/atau kinerja model. Stimulus diberikan dengan memberikan intervensi tertentu pada unsur atau struktur model. Hasil uji sensitivitas ini adalah dalam bentuk perubahan perilaku dan/atau kinerja model sehingga dapat diketahui efek intervensi yang diberikan terhadap satu atau lebih unsur atau model tersebut. Adapun perubahan perilaku kinerja model berdasarkan intervensi yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 54 sampai 57 dimana pada gambar-gambar tersebut terlihat besarnya perubahan dari setiap perubahan satu
29 213 atau lebih unsur di dalam model tersebut. Pada Gambar 55 misalnya, dengan memberikan intervensi dengan meningkatkan input produksi dalam suatu kegiatan usaha budidaya, maka produksi budidaya laut yang diharapkan juga akan semakin besar. Hal ini terlihat dengan semakin tajamnya perubahan kurva dari skenario pesimis ke skenario moderat dan optimis. Dengan adanya perubahan nilai produksi pada setiap pertambahan tahun dapat disimpulkan bahwa model sangat sensitif terhadap intervensi yang diberikan. 8.4 Kesimpulan Berdasarkan hasil pemodelan sistem dinamis yang telah dilakukan, hasil simulasi setiap komponen menunjukkan kecenderungan kurva pertumbuhan positif naik mengikuti kurva eksponensial. Namun pada komponen pertambahan penduduk dan peningkatan lahan permukiman selalu diimbangi oleh laju pengurangan jumlah penduduk akibat kematian dan migrasi keluar sehingga dalam model ini terjadi hubungan timbal balik positif (positive feedback) melalui proses reinforcing dan timbal balik negatif (negative feedback) melalui proses balancing. Adapun komponen lahan budidaya yang telah ditentukan kesesuaian dan daya dukung lahan berdasarkan parameter untuk budidaya rumput laut sehingga pertambahan luas lahan budidaya rumput laut pada suatu saat akan sampai pada titik keseimbangan tertentu (stable equilibirium) yaitu luas lahan budidaya dengan tingkat kesesuain sangat sesuai, bentuk model seperti ini dalam sistem dinamik mengikuti pola dasar archtype limits to growth. Untuk meningkatkan perubahan kinerja model maka skenario yang perlu dilakukan adalah skenario optimis dengan melakukan intervensi yang lebih besar terhadap variabel kunci yang berpengaruh dalam model.
10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG
10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya
Lebih terperinci7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL
7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL 7.1 Pendahuluan Air adalah sumberdaya alam yang penting untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Masalah kekurangan jumlah air maupun kualitas air dapat menimbulkan
Lebih terperinci3. METODOLOGI PENELITIAN
20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Indonesia memiliki potensi bahan baku industri agro, berupa buah buahan tropis yang cukup melimpah. Namun selama ini ekspor yang dilakukan masih banyak dalam bentuk buah segar
Lebih terperinci3.3. PENGEMBANGAN MODEL
Selain teknologi pemupukan dan OPT, mekanisasi merupakan teknologi maju yang tidak kalah penting, terutama dalam peningkatan kapasitas kerja dan menurunkan susut hasil. Urbanisasi dan industrialisasi mengakibatkan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di empat kecamatan yaitu Kecamatan Balong, Bungkal, Sambit, dan Sawoo dalam wilayah Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Penetapan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis (dynamics system). Metode
Lebih terperinci6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
119 6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN Skenario pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya perikanan berwawasan lingkungan, dibangun melalui simulasi model
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap
Lebih terperinciIDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN
PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya
Lebih terperinciVIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT
VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Indikasinya dapat dilihat dari hamparan budidaya rumput laut yang
Lebih terperinciV. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani
V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. simulasi komputer yang diawali dengan membuat model operasional sistem sesuai dengan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metoda System Dynamics yaitu sebuah simulasi komputer yang diawali dengan membuat model operasional sistem
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-Langkah Penelitian
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Langkah-Langkah Penelitian Untuk mencapai maksud dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan kemudian disusun metodologi penelitian yang terdiri dari langkah-langkah
Lebih terperinciIII METODE PENELITIAN
55 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Wilayah DAS Citarum yang terletak di Propinsi Jawa Barat meliputi luas 6.541 Km 2. Secara administratif DAS Citarum
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rasio Konsumsi Normatif Rasio konsumsi normatif adalah perbandingan antara total konsumsi dan produksi yang menunjukkan tingkat ketersediaan pangan di suatu wilayah. Rasio konsumsi
Lebih terperinciIII METODE PENELITIAN
31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian
Lebih terperinciVI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5
VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
18 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor Jawa Barat dan Daerah Irigasi Cihea yang mencakup tiga kecamatan yaitu
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Pemodelan merupakan suatu aktivitas pembuatan model. Secara umum model memiliki pengertian sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual.
Lebih terperinciSimulasi Dan Analisis Kebijakan
Bab VI. Simulasi Dan Analisis Kebijakan Dalam bab ini akan dipaparkan skenario-skenario serta analisis terhadap perilaku model dalam skenario-skenario. Model yang disimulasi dengan skenario-skenario terpilih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin
Lebih terperinciX. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak
Lebih terperinciLosses_kedelai LOSSES_kedelai_1. RAMP_LOSSES surplus. kebutuhan_kedelai. inisial_luas_tanam produski_kedelai Rekomendasi_pupuk
. Harga_Treser Coverage_area Biaya_Treser Unit_Treser Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1 RAMP_LOSSES surplus Harga_Rhi konsumsi_kedelai_per_kapita Biaya_Rhizoplus jumlah_penduduk pertambahan_penduduk RekomendasiR
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran
Lebih terperinciVII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI
VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI Agribisnis kakao memiliki permasalahan di hulu sampai ke hilir yang memiliki
Lebih terperinciDinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja
Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso
Lebih terperinciGambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.
52 6 PENGEMBANGAN MODEL 6.1 Analisis model sistem dinamis agroindustri gula tebu Sesuai dengan metodologi, maka rancang bangun sistem dinamis bagi pengambilan keputusan kompleks pada upaya pengembangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciPERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar
PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciIII. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran
III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Perbaikan kualitas udang melalui rantai pengendalian mutu perlu melibatkan unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan laboratorium
Lebih terperinciModel System Dinamics
System Thinking / System Dinamics (Perbedaan SD dan MP, Causal Loop, Konsep Stok dan Flow) Perbedaan system dinamics (SD) dan mathematical programming (MP) Perbedaan MP dan SD berdasarkan : 1. Tujuan :
Lebih terperinciVIII MODEL DINAMIK PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU
161 VIII MODEL DINAMIK PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 8.1. Pendahuluan Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung hulu merupakan bagian dari kawasan wisata Puncak-Cianjur, mempunyai daya
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciBAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di
Lebih terperinciAnalisis Kebijakan Persediaan Beras Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC 2017 ISSN: 25796429 Surakarta, 89 Mei 2017 Analisis Kebijakan Persediaan Beras Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik Wiwik Budiawan *1), Ary Arvianto
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian dewasa ini bertujuan bagi pemberdayaan petani untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup mereka, selain itu pembangunan pertanian juga
Lebih terperinci4. ANALISIS SITUASIONAL
29 4. ANALISIS SITUASIONAL Kinerja Sistem Komoditas Udang Komoditas udang Indonesia pernah mencatat masa keemasan sekitar tahun 1980 an, ditandai dengan komoditas udang windu menjadi primadona ekspor yang
Lebih terperinciVIII. SISTEM KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO. Abstrak
VIII. SISTEM KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO Abstrak Wilayah Kabupaten Situbondo masih belum mencanangkan wilayahnya untuk pengembangan kawasan agropolitan. Dalam rangka mempersiapkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Ruang menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri agro memiliki arti penting bagi perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh beberapa fakta yang mendukung. Selama kurun waktu 1981 1995, industri agro telah
Lebih terperinciAnalisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati
Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor Lilis Ernawati 5209100085 Dosen Pembimbing : Erma Suryani S.T., M.T., Ph.D. Latar Belakang
Lebih terperinciIII METODE PENELITIAN
42 III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di daerah Cilegon serta kawasan industri di Cilegon (Kawasan Industri Estate Cilegon, KIEC). Jenis industri di daerah tersebut adalah
Lebih terperinciKAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI
KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI YAN FITRI SIRINGORINGO JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS
Lebih terperinciSkenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya
1 Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya Dewi Indiana dan Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng. Teknik Industri, Fakultas
Lebih terperinciA. KERANGKA PEMIKIRAN
III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan salah satu sektor penunjang perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Hal ini terlihat dengan nilai ekspor produk kayu dan barang dari
Lebih terperinci5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan
Lebih terperinciM.Ikhlas Khasana ( ) Mengetahui berbagai dampak kebijakan persawitan nasional saat ini. Pendahuluan. ekspor. produksi.
Tugas Akhir ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERKEBUNAN SAWIT DI KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU: SEBUAH PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Membuat model persawitan nasional dalam usaha memahami permasalahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
43 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kawasan Minapolitan Bontonompo yang mencakup 5 (lima) kecamatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, pemukiman semakin lama membutuhkan lahan yang semakin luas. Terjadi persaingan yang kuat di pusat kota,
Lebih terperinciIV. METODOLOGI PENELITIAN
42 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Pemikiran Pemerintah daerah Sumatera Barat dalam rangka desentralisasi dan otonomi daerah melakukan upaya memperbaiki perekonomian dengan menfokuskan pengembangan
Lebih terperinciMETODOLOGI Kerangka Pemikiran
METODOLOGI Kerangka Pemikiran Semakin berkembangnya perusahaan agroindustri membuat perusahaanperusahaan harus bersaing untuk memasarkan produknya. Salah satu cara untuk memenangkan pasar yaitu dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dilakukannya penelitian, batasan masalah dalam penelitian, serta pada bagian akhir sub bab juga terdapat sistematika penulisan
Lebih terperinci5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis
5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran
METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciVIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT
83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian
18 3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Maluku Tenggara dikhususkan pada desa percontohan budidaya rumput laut yakni Desa Sathean Kecamatan Kei
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat. Dimana kenaikan pendapatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Putra,
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Perhitungan ketersediaan beras di tingkat Provinsi Bali menggunakan
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Perhitungan ketersediaan beras di tingkat Provinsi Bali menggunakan pendekatan sistem dinamis, untuk waktu analisis tahun 2015 sd 2030. Data dan informasi
Lebih terperinciANALISIS KEBIJAKAN DAN PENYUSUNAN RENSTRA
RENCANA OPERASIONAL PENELITIAN PERTANIAN (ROPP) ANALISIS KEBIJAKAN DAN PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DEDI SUGANDI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2014 RENCANA OPERASIONAL PENELITIAN PERTANIAN
Lebih terperinciDINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA
DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA Illia Seldon Magfiroh, Ahmad Zainuddin, Rudi Wibowo Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jember Abstrak
Lebih terperinciDISAIN MODEL DINAMIK PENGELOLAAN PARIWISATA DI KAWASAN PUNCAK
216 IX. DISAIN MODEL DINAMIK PENGELOLAAN PARIWISATA DI KAWASAN PUNCAK No. 9.1 Sintesis Analisis Pariwisata Kawasan Puncak Pada bab ini dilakukan sintesis dari keseluruhan alat analisis yang sudah diuraikan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Penelitian ini secara garis besar mencoba menjelaskan langkah-langkah dalam mengevaluasi tingkat kecelakaan kerja yang bersumber dari bahaya unsafe condition
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Penetapan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan mempunyai potensi yang memungkinkan untuk
Lebih terperinciDinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan Dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan Dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Putri Amelia dan
Lebih terperinciBAB IV ANALISA SISTEM
71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen kakao terbesar
Lebih terperinciANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract
ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA Disusun oleh : Karmila Ibrahim Dosen Fakultas Pertanian Universitas Khairun Abstract Analisis LQ Sektor pertanian, subsektor tanaman pangan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditi salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan dan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan. Di Indonesia
Lebih terperinciKINERJA KEUNGGULAN BERSAING KOMODITAS MINAPOLITAN KABUPATEN KONAWE SELATAN
KINERJA KEUNGGULAN BERSAING KOMODITAS MINAPOLITAN KABUPATEN KONAWE SELATAN Muhammad Rafiy 1, Ernawati 2, Surianti 3 Universitas Halu Oleo 1 muhammadrafiy53@gmail.com, 2 erna_unhalu@yahoo.com Abstrak: Penelitian
Lebih terperinciPERAMALAN PRODUKSI KEDELAI MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK
PERAMALAN PRODUKSI KEDELAI MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Agung Brastama Putra 1) Budi Nugroho 2) E-mail : 1) agungbp.si@upnjatim.ac.id, 2) budinug@gmail.com 1 Jurusan Sistem Informasi, Fakultas
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur
47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam upaya peningkatan perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk Domestik Regional Bruto
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan salah satu penyebab utama tumbuhnya kotakota di Indonesia. Salah satu kota yang memiliki populasi penduduk terbesar di dunia adalah Jakarta. Provinsi
Lebih terperinciIII. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN
III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN Bahan baku merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan suatu industri. Bahan baku yang baik menjadi salah satu penentu mutu produk yang dihasilkan.
Lebih terperinciPengembangan Model Simulasi Sistem Dinamis Keseimbangan Jumlah Input - Output Mahasiswa
Pengembangan Model Simulasi Sistem Dinamis Keseimbangan Input Output Mahasiswa Yuli Dwi Astanti, Trismi Ristyowati Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional
Lebih terperinci6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN
6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6. Analisis Input-Output 6.. Analisis Keterkaitan Keterkaitan aktivitas antar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di negara-negara berkembang. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki
Lebih terperinciTabel 6.1 Neraca Daging Indonesia Tahun Berdasarkan pada Kondisi Eksisting...
DAFTAR ISI BAB I Kerangka Pikir Aplikasi System Modelling untuk Penyusunan Kebijakan Pertanian untuk Mewujudkan Swasembada Pangan (Haryono dan Hendriadi 1 A.)... BAB II Pencapaian Surplus 10 Juta ton Beras
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya
Lebih terperinciBAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI
BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI 4.1 TINJAUAN UMUM Tahapan simulasi pada pengembangan solusi numerik dari model adveksidispersi dilakukan untuk tujuan mempelajari
Lebih terperinciTUGAS SARJANA. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari. Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Industri. Oleh: AFRIZA NURDIANSYAH S
PENENTUAN PERILAKU TEMPERATUR GUDANG UNTUK MEMPERTAHANKAN/MENJAGA KUALITAS BENIH PADI VARIETAS INPARI 13 DI PT. SANG HYANG SERI DENGAN MENGGUNAKAN POWERSIM TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian
Lebih terperinci