RANCANG BANGUN MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANG BANGUN MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU"

Transkripsi

1 i RANCANG BANGUN MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU IDING CHAIDIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya dengan judul Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu adalah benar-benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing, dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun serta belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Bogor, Agustus 2007 Iding Chaidir NIP P ii

3 ABSTRAK IDING CHAIDIR. Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu. Dibimbing oleh IRAWADI JAMARAN, DANIEL R MONINTJA, A AZIZ DARWIS, ANAS M FAUZI dan MARIMIN. Pengembangan agroindustri perikanan kerapu budi daya menghadapi kendala utama yaitu masih lemahnya penguasaan teknologi dan belum sinkronnya hubungan antar pelaku perbenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen sehingga belum terbentuk rantai keterkaitan produksi yang kuat. Penelitian ini bertujuan menghasilkan model dinamis pengelolaan agroindustri perikanan kerapu yang dapat digunakan sebagai alat simulasi guna perumusan kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut. Rancang bangun dan simulasi model dinamis dilakukan menggunakan program Powersim Studio Versi 2005, sedangkan urutan prioritas penerapan kebijakan ditetapkan dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Simulasi model peningkatan keuntungan melalui perbaikan teknologi menunjukkan bahwa faktor penentu keberhasilan pembenihan adalah fekunditas induk, frekuensi memijah, dan sintasan benih. Faktor kunci keberhasilan pembesaran adalah tingkat sintasan ikan, padat penebaran, dan pertumbuhan ikan, sedangkan keberhasilan usaha pascapanen adalah tingkat sintasan kerapu, padat penebaran dan lama proses pasca panen. Kontribusi masing-masing faktor terhadap tingkat keuntungan serta optimalisasi penggunaan input produksi berupa induk dan jumlah KJA dapat diperhitungakan melalui simulasi. Demikian juga titik kritis setiap faktor terhadap keuntungan usaha. Kebijakan yang perlu diterapkan untuk mendukung keberhasilan agroindustri kerapu budidaya berdasarkan analisis AHP berturut-turut adalah penggunaan benih unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin (8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%), penerapan Good Aquaculture Practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar (8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%), dan perawatan KJA (7,8%). Keterkaitan antar pelaku usaha dapat dicapai apabila setiap pelaku usaha mengetahui kapasitas produksi optimal masing-masing sesuai dengan daya serap pasar dan penyesuaian jadwal produksi sesuai dengan fluktuasi yang terjadi di pasar. Kapasitas produksi optimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu macan tahun 2009 sesuai skenario optimistis masing-masing adalah ekor, ekor dan ekor, dan produksi optimal sesuai skenario pesimistis adalah ekor, ekor, dan ekor. Simulasi evaluasi distribusi keuntungan masing-masing pelaku usaha menunjukkan hasil bahwa kegiatan pembesaran memberikan keuntungan yang paling tinggi, diikuti oleh pascapanen dan pembenihan. Untuk lebih menyeimbangkan distribusi keuntungan perlu kebijakan pemerintah seperti kebijakan harga benih atau subsidi pakan. Kata kunci: model dinamis, agroindustri kerapu, budi daya, AHP, Powersim, Batam iii

4 ABSTRACT IDING CHAIDIR, Construction of dynamic model for the management of grouper aquaculture agroindustry, under supervision of IRAWADI JAMARAN, DANIEL R MONINTJA, A AZIZ DARWIS, ANAS M FAUZI and MARIMIN. The development of grouper aquaculture agroindustry in Indonesia is encountered by the problem of unsynchronized relationship among involved bussiness actors (hatchery, grower, post harvest / collector). This condition has led to a slow growth of the industry and small contribution to national income and fish farmers prosperity. The objective of the research was to increase the performance of the industry and strengthen the relationship among the actors through construction of a computer model using Powersim Studio Version 2005 combined with analytical hierarchy process (AHP) method. The simulation s results indicate that the success of grouper hatchery industry depend on larvae survival rate, broodstock fecundity, and broodstock spawning rate. Meanwile grow-out productivity is depending on survival rate, stocking rate, and rearing period, and the success of post harvest activity is also depend on survival rate, stocking rate, and rearing period. Contribution of each factors to profit gain can be calculated through simulation. The simulation can also be employed to optimize the use of broodstocks in hatchery and the use of cages in grow out and post harvest activities. It also calculate the critical point for each factors in maximizing profit. A more detailed analysis using Analytical Hierarchy Process is conducted to formulate policy actions in improving grouper aquaculture industry. The policy actions are (1) healthy seed, (2) artificial food production, (3) broodtock genetic improvement, (4) fish grading, (5) drugs, vitamine and vaccine, (6) market information system, (7) seed certification, (8) good aquaculture practices, (9) stocking rate management (10) water quality improvement, and (11) cage maintenance. The relationship between three actors in the industry can be improved by setting up each production capacity that match the aggregate market demand. The relationship can also be improved by harmonizing their production schedule and managing their product inventory properly. The analysis indicate that the production capacity of this species for hatchery should be seed/year, for grow-out head/year, and for post harvest head/year. If the demand is levelling up at current state (pesimistic scenario), then the production rate are estimated to be consecutively seed/year, head/year, and head/year. Finally, through simulation we can evaluate the profit distribution among the three actors in the industry, i.e. hatchery, grow-out, and post harvest though which we can formulate a specific government policy that initiate a balancing process for profit distribution such as seed pricing or feed production support. Key words: dynamic model, grouper aquaculture, Powersim, AHP, Batam. iv

5 RINGKASAN Industri budidaya perikanan kerapu di Indonesia masih belum berkembang seperti yang diharapkan, tercermin dari lambatnya peningkatan produksi dan jumlah usaha budidaya kerapu. Produksi ikan kerapu budidaya meningkat dari ton tahun 2000 menjadi ton pada tahun 2002, kemudian menurun menjadi ton pada tahun 2004 (Dirjen Perikanan Budidaya, 2006). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa industri ini masih belum mapan (established) sehingga memerlukan masukan teknologi untuk menjadikan industri tesebut sebagai andalan. Permasalahan yang dihadapi dalam industri budidaya perikanan kerapu adalah belum terbentuknya sruktur yang mantap yang menjamin aliran suplai barang dari hulu ke hilir dan aliran informasi dari hilir (pasar) ke hulu. Belum eratnya keterkaitan antar subsistem ini disertai juga dengan rendahnya penguasaan teknologi dalam mata rantai produksi yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka mortalitas dan rendahnya produktivitas. Permasalahan dalam industri kerapu budidaya bersifat kompleks, dinamis dan probabilistrik, sehingga perlu diatasi melalui pendekatan sistem. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan model pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dengan menggunakan teknik permodelan sistem dinamis dan akuisisi pendapat pakar. Model yang dihasilkan digunakan untuk simulasi peningkatan keuntungan maksimum, prediksi kapasitas produksi optimal, dan penyeimbangan distribusi keuntungan pada rantai produksi pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen kerapu. Rancang bangun dan simulasi model dinamis dilakukan menggunakan program Powersim Studio Versi 2005, sedangkan urutan prioritas penerapan kebijakan ditetapkan dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Ruang lingkup penelitian meliputi tahap tahap (1) Identifikasi faktor-faktor atau komponen yang berpengaruh, (2) Pengkonstruksian model dinamis dan (3) Simulasi untuk optimalisasi sistem pengelolaan agroindustri perikanan kerapu. Penelitian ini dibatasi pada subsistem pembenihan, budidaya dan penanganan pasca panen, sedangkan lokasi yang dijadikan sebagai kasus penelitian ini adalah kawasan Batam-Rempang-Galang (Barelang), Propinsi Kepulauan Riau, dan jenis ikan kerapu yang dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah ikan kerapu macan (E. fuscoguttatus). Sesuai dengan tahapan dalam pendekatan sistem maka dilakukan (1) analisis kebutuhan (2) formulasi permasalahan, (3) identifikasi sistem, (4) rancang bangun model. Model yang dirancangbangun terdiri dari sub model peningkatan nilai tambah pembenihan, sub model peningkatan nilai tambah budidaya dan sub model peningkatan nilai tambah pasca panen. Penggabungan ketiga sub model tersebut dalam model integral digunakan dalam simulasi kapasitas produksi agregat dan simulasi pemerataan distribusi profit. Hasil penelitian yang meliputi hasil simulasi dan penerapan model mencakup simulasi peningkatan nilai tambah produksi (pembenihan, budidaya dan pasca panen), simulasi untuk prediksi kapasitas produksi, dan simulasi untuk pemerataan distribusi keuntungan antar subsistem produksi yang terlibat. Hasil simulasi ini selanjutnya diperingkatkan untuk mengetahui prioritas kebijakan yang perlu diterapkan dalam pembangunan agroindustri perikanan kerapu. v

6 Nilai tambah pada pembenihan dapat dimaksimalkan dengan optimalisasi penggunaan input produksi yang diukur dari peningkatan parameter produksi yaitu tingkat sintasan benih pada 11%, 16% dan 21%, prosentase induk memijah pada 10%,20% dan 30%, dan fekunditas induk pada level 1 juta, 1,5 juta dan 2,0 juta telur. Analisis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa urutan prioritas optimalisasi input produksi untuk peningkatan nilai tambah pembenihan adalah (1) peningkatan persentase induk memijah (51,94 %), (2) peningkatan fekunditas (25,81 %), dan (3) peningkatan sintasan (22,25 %). Nilai tambah pada budidaya dapat dimaksimalkan dengan optimalisasi penggunaan input produksi yang dilihat dari parameter tingkat sintasan kerapu pada 90%, 80% dan 70%, padat penebaran pada 400 ekor/kja, 500 ekor/kja dan 600 ekor/kja, dan lama pemeliharaan kerapu pada 4 bulan, 5 bulan dan 6 bulan. Analisis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa urutan prioritas optimalisasi input produksi untuk peningkatan nilai tambah budidaya adalah (1) meningkatkan pertumbuhan ikan (39,25%), (2) peningkatan padat penebaran (38,55 %), dan (3) peningkatan sintasan (22,20 %). Nilai tambah pada pasca panen, seperti halnya pada subsistem budidaya dapat dimaksimalkan dengan optimalisasi penggunaan input produksi yang dilihat dari parameter tingkat sintasan kerapu pada 90%, 80% dan 70%, padat penebaran pada 400 ekor/kja, 500 ekor/kja dan 600 ekor/kja dan lama proses pasca panen yaitu 1, 1,5 dan 2 bulan. Simulasi dilakukan juga untuk mengetahui titik kritis setiap faktor yang menentukan tingkat keuntungan pembenihan, pembesaran dan pasca panen. Analisis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa urutan prioritas optimalisasi input produksi untuk peningkatan nilai tambah pasca panen adalah (1) mempersingkat lama pasca panen (55,94 %), (2) peningkatan padat penebaran (28,02 %), dan (3) peningkatan sintasan (16,04 %). Untuk mendukung sukses pengembangan industri perikanan kerapu yang meliputi pembenihan, pembesaran dan pasca panen, maka kebijakan teknis yang perlu diterapkan berdasarkan analisis AHP berturut-turut adalah penggunaan benih unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin (8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%), penerapan Good Aquaculture Practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar (8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%), dan perawatan KJA (7,8%). Simulasi dalam rangka mengukur kapasitas produksi optimal pembenihan, budidaya dan pasca panen dilakukan sesuai dengan tiga skenario proyeksi permintaan kerapu macan. Berdasarkan skenario optimistik, yaitu kecenderungan permintaan mengikuti kecenderungan saat ini, maka kapasitas produksi optimal pembenihan adalah ekor/tahun, pembesaran ekor/tahun dan pasca panen ekor/tahun. Pada skenario moderat, pembenihan sebesar ekor/tahun, pembesaran ekor/tahun dan pasca panen ekor/tahun. Untuk skenario pesimistis, produksi optimal pembenihan adalah ekor/tahun, pembesaran ekor/tahun dan pasca panen ekor/tahun. Hasil ini menunjukkan kebutuhan benih, budidaya maupun pasca panen kerapu macan yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan pasar Hong Kong, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar bagi perencanaan pengembangan kegiatan usaha dan menghindarkan terjadinya produksi yang vi

7 berlebih. Dengan menggunakan data permintaan jenis ikan kerapu lain dapat pula diprediksikan kapasitas produksi yang sesuai dengan kebutuhan. Keuntungan yang diperoleh masing-masing subsistem dalam industri perikanan kerapu disimulasikan dengan menggunakan harga jual sebagai faktor peubah, sedangkan variabel teknis lainnya sesuai dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan simulasi diperoleh informasi bahwa bila lakukan perubahan terhadap variabel harga jual benih dari Rp 6000,-/ekor menjadi Rp 7.000,-, terjadi perubahan total profit kumulatif pada subsistem pembenihan dari 17,89 M menjadi 21,21 M, perubahan profit pada subsistem budidaya dari Rp 43,36 menjadi Rp 41,59 M, dan tidak terjadi perubahan pada subsistem pascapanen yaitu tetap Rp 39,39 M. Apabila dilakukan perubahan terhadap harga jual benih dari Rp 6000,- menjadi Rp 8.000,-. Perubahan harga ini memberikan dampak pada komposisi keuntungan subsistem pembenihan, budidaya dan pasca panen masing-masing menjadi Rp 25,49 M, Rp 37,48 M dan Rp 39,39 M. Tampak bahwa peningkatan harga jual benih telah memberikan pengaruh terhadap pemerataan pendapatan industri budidaya perikanan kerapu, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model dinamis pengelolaan industri perikanan kerapu dapat digunakan untuk mensimulasikan proses peningkatan nilai tambah maksimum pada rantai produksi pembenihan, budidaya dan penanganan pasca panen, prediksi kapasitas produksi optimal serta pemerataan distribusi profit. Faktor teknis yang menentukan keuntungan pembenihan berturut-turut adalah peningkatan frekuensi memijah, fekunditas telur, dan sintasan larva. Keuntungan pembesaran ditentukan oleh pertumbuhan ikan, padat penebaran dan sintasan ikan. Keuntungan pasca panen ditentukan oleh pertumbuhan ikan, padat penebaran dan sintasan ikan. Kebijakan yang diperlukan guna meniungkatkan pengembangan industri perikanan kerapu budidaya adalah pengembangan pakan buatan, pengembangan induk unggul, penggunaan obat/vitamin/vaksin, penggunaan benih bermutu, pengaturan padat tebar, perbaikan kualitas air, perawatan KJA, grading/seleksi ikan, pengembangan sistem informasi pasar, sertifikasi benih dan penerapan Good Aquaculture Practices. Model pengembangan kapasitas produksi dapat memprediksi tingkat produksi optimal pembenihan, budidaya dan penanganan pasca panen untuk menghindarkan terjadinya produksi berlebih (ekses suplai). Perencanaan tersebut dirancang untuk setiap spesies kerapu bernilai ekonomis tinggi sehingga dapat digunakan untuk membatasi atau mengembangkan industri perikanan kerapu sesuai dengan spesies kerapu yang menjadi unggulan Indonesia. Model distribusi keuntungan dapat digunakan untuk merumuskan kebijakan subsidi harga yang dapat menarik minat investor untuk berinvestasi di kegiatan usaha yang secara finansial tidak menarik. Untuk meningkatkan efektivitas program, hasil penelitian ini perlu didukung dengan penanganan aspek non teknis melalui kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan kawasan, litbang teknologi produksi melalui peran aktif pihak swasta. Secara spesifik pemerintah perlu mendorong produksi induk unggul, industri pakan, vaksin dan obat-obatan serta meningkatkan promosi pasar untuk memperluas pemasaran ikan kerapu. vii

8 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB viii

9 RANCANG BANGUN MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU IDING CHAIDIR Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ix

10 Judul Disertasi : Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu Nama Mahasiswa : Iding Chaidir Nomor Pokok : P Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Irawadi Jamaran Ketua Prof. Dr. Daniel R. Monintja Anggota Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis, M.Sc Anggota Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc. Anggota Dr. Ir. Anas M. Fauzi, M.Eng Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MSi. Tanggal Ujian: 13 Agustus 2007 Tanggal Lulus: x

11 PRAKATA Penulis menyampaikan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunianya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bertemakan agroindustri kerapu budidaya, dengan judul Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Irawadi Jamaran sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak-bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja, Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis MSc, Dr. Ir. Anas M. Fauzi M.Eng, dan Prof. Dr. Ir. Marimin MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan secara tulus sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada Dr. Ir. Amril Aman MSc sebagai penguji luar komisi, dan pimpinan Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta seluruh staf yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program S3 di IPB. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Dr. Wahono Sumaryono, Apt. APU, Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, beserta jajaran pimpinan dan teman-teman di Pusat Teknologi Produksi Pertanian yang telah memberikan dukungan moril maupun materil selama saya melaksanakan studi S3 di IPB. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada istri dan anak-anak saya yang terus menerus memberikan dorongan semangat, pengertian, dan pengorbanan selama saya melaksanakan studi ini. Terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada teman-teman sesama mahasiswa S-3 Teknologi Industri Pertanian IPB yang sering memberikan dorongan semangat dan dukungan bahanbahan referensi untuk penyelesaian studi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan bagi pembangunan sektor perikanan pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya. xi

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 8 September 1956 sebagai anak ke 5 dari 8 bersaudara dari pasangan Mas Abdul Hadi dan Nontjik Nurimah, menyelesaikan pendidikan SD dan SMP di kota Palembang dan SMA di Cilimus - Kuningan. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budi daya Perikanan, Fakultas Perikanan IPB, lulus pada tahun Pada tahun 1985, disponsori oleh pemerintah RI melalui Overseas Fellowship Program, penulis diterima studi S-2 di Departement of Agricultural Economics and Rural Development, Universitas North Carolina Agricultural and Technical State University, Greensboro, North Carolina, USA dan menyelesaikannya pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor diperoleh pada tahun 2000 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak tahun 1979 dan ditempatkan di Jakarta. Selama bekerja di BPPT penulis pernah menjabat sebagai Ketua Kelompok Studi Pengkajian Sistem Pedesaan ( ), Kasubdit Pengkajian Sistem Industri Pertanian ( ), Direktur Pengkajian Sistem Industri Primer ( ), dan Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budi daya Pertanian ( ). Selama bekerja di BPPT banyak melakukan penelitian khususnya di bidang budi daya perikanan. Selama melaksanakan penelitian ini, penulis juga menjabat sebagai Penanggung Jawab Program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) Kerapu yang diselenggarakan oleh Kementerian Riset dan Teknologi. xii

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xvii DAFTAR GAMBAR... xxi DAFTAR LAMPIRAN... xxiv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup Ruang lingkup rancang bangun model Ruang lingkup pengelolaan Ruang lingkup agroindustri kerapu budi daya Lokasi penelitian Jenis ikan kerapu TINJAUAN PUSTAKA Industri Perikanan Kerapu Rancang Bangun Model Sistem Dinamis Rantai Pasokan Rantai Nilai Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) Analisis Kelayakan Finansial METODOLOGI Kerangka Pemikiran Tahapan Penelitian Analisis kebutuhan Permodelan sistem Rancangbangun model dan impelemtasi komputer Operasi Simulasi model Pengumpulan Data Jenis data Metode pengumpulan data Metode Pengolahan Data Tempat dan Waktu Penelitian. 31 xiii

14 Halaman 4 KERAGAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA Deskripsi Kawasan Perikanan Kerapu Budidaya Aspek Teknis Agroindustri Kerapu Budi daya Industri pembenihan kerapu Industri pembesaran kerapu Industri pascapanen dan perdagangan kerapu Aspek Pasar Ikan Kerapu Hidup Perkembangan pasar ikan kerapu hidup di Hong Kong Pangsa pasar kerapu Indonesia di Hong Kong PE NGEMBANGAN MODEL Analisis Sistem Agroindustri Kerapu Budi Daya Analisis kebutuhan Formulasi permasalahan Identifikasi sistem Rancang Bangun Model Rancang bangun model peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budidaya Rancang bangun model penguatan struktur industri kerapu budi daya Pengujian Model Verifikasi model Validasi model Analisis sensitivitas Analisis stabilitas Pengoperasian Model SIMULASI MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA Simulasi Peningkatan Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi Daya Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan melalui perbaikan fekunditas, persentase memijah dan sintasan benih Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan melalui optimasi jumlah induk digunakan Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran nelalui perbaikan padat penebaran, sintasan dan lama pemeliharaan xiv

15 Halaman Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran melalui optimalisasi jumlah KJA digunakan Simulasi peningkatan keuntungan pasca panen melalui perbaikan sintasan, padat tebar dan lama pemeliharaan Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen melalui optimasi jumlah KJA digunakan Simulasi Perencanaan Kapasitas Produksi Agroindustri Kerapu Budi Daya Kapasitas produksi pembenihan Kapasitas produksi pembesaran dan pascapanen Simulasi Pemerataan Distribusi Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi Daya Hasil simulasi distribusi keuntungan Hasil analisis finansial Simulasi Titik Kritis Agroindustri Kerapu Budidaya Titik kritis pembenihan kerapu Titik kritis pembesaran kerapu Titik kritis pasca panen kerapu ANALISIS PRIORITAS PENINGKATAN KEUNTUNGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA Pemeringkatan Prioritas Perbaikan Faktor Produksi Berdasarkan Hasil Simulasi Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pembenihan Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pembesaran Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pasca panen Pemeringkatan Prioritas Kebijakan Pengembangan Agroindustri Kerapu Berdasarkan Akuisisi Pendapat Pakar Dengan Metode AHP ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN Perencanaan Kapasitas Produksi Agregat Pemerataan Distribusi Keuntungan IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA xv

16 9.1 Kebijakan Perbaikan kinerja Teknis Produksi Perbaikan faktor produksi pembenihan kerapu Perbaikan faktor produksi pembesaran kerapu Perbaikan faktor produksi pasca panen kerapu Kebijakan Pengembangan Program Pendukung Pengembangan produksi pakan buatan Pengembangan induk unggul Penggunaan obat-obatan dan vitamin Penerapan prosedur operasi terstandar Kebijakan Penciptaan Iklim Kondusif Aspek perdagangan dan pemasaran Pengaturan kapasitas produksi agregat Pengembangan kawasan budi daya kerapu Pengembangan industri alat dan mesin produksi KESIMPULAN DAN SARAN Keimpulan Saran. 164 DAFTAR PUSTAKA 165 LAMPIRAN 170 xvi

17 DAFTAR TABEL Halaman 1. Perkembangan produksi kerapu berdasarkan jenis usaha dan produk 2 2. Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini Volume ekspor ikan kerapu asal Barelang tahun 2002 dan Perkembangan volume impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (satuan: Kg) Perkembangan nilai impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (satuan: $ HK) Perkembangan rata-rata harga ikan kerapu di Hong Kong ($ HK) Perkembangan volume impor ikan kerapu Hong Kong berdasarkan negara pemasok tahun (Satuan: Kg) Volume ekspor kerapu Indonesia ke Hong Kong berdasarkan jenis kerapu Kontribusi pasokan kerapu Indonesia terhadap impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (%) Daftar keinginan dan konflik kepentingan antar pelaku dalam sistem industri kerapu budidaya Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembenihan ikan kerapu Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri budi daya ikan kerapu Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pascapanen ikan kerapu Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK) Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK) Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR) Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (FK) Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat persentase induk memijah Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK) Jumlah induk yang harus disediakan pada berbagai tingkat survival (SR) benih untuk maksimalisasi profit pembenihan xvii

18 Halaman 21. Jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai prosentase jumlah induk memijah Jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha budi daya pada berbagai tingkat padat penebaran pembesaran Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran benih /KJA Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai tingkat sintasan pembesaran Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat sintasan Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai tingkat lama proses pembesaran Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat lama proses pembesaran Jumlah karamba jaring apung (KJA) untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai lama waktu pembesaran Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat sintasan Tingkat produksi bulanan pascapanen yang diperoleh pada berbagai tingkat sintasan ikan pascapanen Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran Tingkat produksi bulanan usaha pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran ikan / KJA Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat lama proses pascapanen Tingkat produksi bulanan usaha pascapanen pada berbagai lama proses pascapanen Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai tingkat sintasan ikan Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai padat penebaran xviii

19 Halaman 40. Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca 112 panen pada berbagai lama waktu pasca panen Hasil simulasi kapasitas produksi maksimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu macan untuk memenuhi pasar Hong Kong per tahun merurut tiga skenario pertumbuhan (ekor) Perbandingan tingkat keuntungan bulanan yang diperoleh ketiga subsistem dalam industri pembesaran perikanan kerapu Pengaruh perubahan variabel dalam subsistem pembenihan terhadap total keuntungan ketiga subsistem industri Biaya investasi pembenihan kerapu skala produksi 1 juta ekor benih per bulan Biaya operasional pembenihan ikan kerapu setiap siklus (6 bulan) Biaya investasi pembesaran kerapu skala 4 unit karamba Biaya operasional pembesaran ikan kerapu (4 karamba) Biaya investasi penanganan pascapanen kerapu skala 4 unit karamba Biaya operasional usaha pascapanen ikan kerapu (4 karamba) Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembenihan pada tingkat keuntungan pembenihan sama dengan nol Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembesaran kerapu pada tingkat keuntungan pembesaran sama dengan nol Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pasca panen kerapu pada tingkat keuntungan pasca panen sama dengan nol Pengaruh perubahan faktor produksi pembenihan terhadap perubahan tingkat keuntungan dan tingkat produksi pembenihan ikan kerapu Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pembenihan menggunakan AHP Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pembenihan menggunakan AHP Pengaruh perubahan faktor produksi pembesaran terhadap perubahan tingkat keuntungan pembesaran ikan kerapu Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pembesaran menggunakan AHP Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pembesaran menggunakan AHP Pengaruh perubahan faktor produksi pascapanen terhadap perubahan tingkat keuntungan dan tingkat produksi pascapanen kerapu xix

20 Halaman 60. Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pascapanen menggunakan AHP Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pascapanen menggunakan AHP Hasil perbandingan berpasangan dari peranan aktor terhadap program pengembangan agroindustri kerapu budidaya Hasil perhitungan bobot kepentingan variabel sasaran xx

21 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia Perkembangan harga kerapu tahun di tingkat pedagang pengumpul di Kepulauan Riau Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman STELLA Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman POWERSIM Rabtai nilai generik (Porter, 1994) Kerangka konseptual sistem pengelolaan agroindustri perikanan kerapu Tahap penelitian dan rancang bangun model dinamis pengelolaan agroindustri perikanan kerapu Tahapan pendekatan sistem dalam rancang bangun model pengelolaan agroindustri budidaya perikanan kerapu Diagram sebab-akibat sistem pengembangan agroindustri kerapu budi daya Diagram input output sistem pengembangan agroindustri kerapu budi daya Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu Struktur model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu menggunakan program Powersim Studio Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri budi daya perikanan kerapu Struktur sub model peningkatan keuntungan industri budi daya kerapu menggunakan program Powersim Studio Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu Struktur sub model peningkatan keuntungan penanganan pasca panen kerapu Diagram sebab akibat untuk model penguatan struktur industri perikanan kerapu Struktur model penguatan struktur industri perikanan kerapu menggunakan program Powersim Studio Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK) Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR) xxi

22 Halaman 21. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat persentase induk memijah Grafik jumlah induk yang harus disediakan pada berbagai tingkat survival benih untuk maksimalisasi profit pembenihan Grafik jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai prosentase jumlah induk memijah Grafik jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah tingkat sintasan pada tiga tingkatan berbeda Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah lama pembesaran pada tiga tingkatan berbeda Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran ikan Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai lama waktu pembesaran Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah tingkat sintasan pada tiga tingkatan berbeda Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda... Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan... Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai tingkat padat penebaran... Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai lama waktu pasca panen xxii

23 Halaman 37. Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran, dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario optimistik Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran, dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario moderat Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran, dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario pesimistik Grafik perbandingan tingkat keuntungan yang diperoleh ketiga subsistem produksi dalam agroindustri kerapu budi daya Hierarki untuk menentukan prioritas program pengembangan agroindustri kerapu budidaya Bentuk tampilan pada layar komputer penghitungan AHP menggunakan Expert Choice Versi Tampilan hasil AHP peringkat kebijakan pengembangan agroindustri kerapu menggunakan Expert Choice Versi xxiii

24 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perkembangan produksi ikan kerapu tangkap Indonesia (Kg) Perkembangan produksi ikan kerapu dari budi daya (Kg) Produksi benih nasional Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia 2002 dan Elemen yang terlibat dalam sistem agroindustri kerapu budi daya Peta kawasan Batam - Rempang Galang (Barelang) lokasi utama penelitian dilaksanakan Diskripsi fisik jenis-jenis ikan kerapu yang banyak diperdagangkan di Indonesia a. Proyeksi permintaan kerapu macan menggunakan metode kuadrat terkecil b. Proyeksi harga kerapu macan di pasar Hong Kong (HK$) menggunakan metode kuadrat terkecil (skenario optimistis) Manual pengoperasian model simulasi pengelolaan agroindustri 182 kerapu budi daya Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah gabungan Fekunditas secara probabilistik Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah sintasan benih secara probabilistik Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah persentase induk memijah secara probabilistik Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah padat penebaran secara probabilistik Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah sintasan ikan secara probabilistik Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah lama pemeliharaan secara probabilistik Hasil simulasi optimalisasi distribusi keuntungan, harga benih naik dari Rp 6.000,- menjadi Rp 7.000, Hasil simulasi optimalisasi distribusi keuntungan, harga benih naik dari Rp 6.000,- menjadi Rp 8.000, Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pembenihan Proyeksi biaya operasi pembenihan kerapu Proyeksi penyusutan dan amortisasi pembenihan kerapu xxiv

25 Halaman 21. Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pembenihan kerapu Proyeksi rugi laba pembenihan kerapu Proyeksi arus kas (cash flow) pembenihan kerapu Proyeksi neraca pembenihan kerapu Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pembenihan kerapu Analisa break even pembenihan kerapu Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pembesaran Proyeksi biaya operasi pembesaran kerapu Proyeksi penyusutan dan amortisasi pembesaran kerapu Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pembesaran kerapu Proyeksi rugi laba pembesaran kerapu Proyeksi arus kas (cash flow) pembesaran kerapu Proyeksi neraca pembesaran kerapu Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pembesaran kerapu Analisa break even pembesaran kerapu Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pascapanen Proyeksi biaya operasi pascapanen kerapu Proyeksi penyusutan dan amortisasi pascapanen kerapu Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pascapanen Proyeksi rugi laba pascapanen kerapu Proyeksi arus kas (cash flow) pascapanen kerapu Proyeksi neraca pascapanen kerapu Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pascapanen kerapu Analisis break even pascapanen kerapu Hasil simulasi titik kritis fekunditas induk terhadap keuntungan pembenihan Hasil simulasi titik kritis persentase induk memijah terhadap keuntungan pembenihan xxv

26 Halaman 47. Hasil simulasi titik kritis biaya pakan benih terhadap keuntungan 223 pembenihan Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan benih terhadap 223 keuntungan pembenihan Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual benih terhadap 224 keuntungan pembenihan Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual kerapu terhadap 224 keuntungan pembesaran Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli benih terhadap 225 keuntungan pembesaran Hasil simulasi titik kritis tingkat biaya pakan ikan terhadap 225 keuntungan pembesaran Hasil simulasi titik kritis padat penebaran benih terhadap 226 keuntungan pembesaran Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan terhadap keuntungan 226 pembesaran Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual kerapu terhadap 227 keuntungan pasca panen Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli kerapu terhadap 227 keuntungan pasca panen Hasil simulasi titik kritis tingkat harga pakan terhadap 228 keuntungan pasca panen Hasil simulasi titik kritis tingkat padat tebar ikan terhadap 228 keuntungan pasca panen Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan ikan terhadap 229 keuntungan pasca panen Grafik perkembangan harga kerapu Hong Kong xxvi

27 AHP Break even point Causal loop diagram Expert Choice Fekunditas Hatchery DAFTAR ISTILAH : Analytical Hierarchy Process, merupakan metoda yang digunakan untuk menstrukturkan suatu situasi yang kompleks, mengidentifikasi kriteria dan faktornya, mengukur interaksi antar sesamanya dan mensintesis semua informasi untuk memperoleh berbagai prioritas : Titik impas, yaitu jumlah unit penjualan pada kondisi keuntungannya adalah nol. : Diagram sebab-akibat yang menggambarkan hubungan antar variabel dalam suatu sistem yang dikaji. : Paket program komputer yang dapat digunakan untuk penyusunan struktur hierarki dan penghitungan nilai dalam metoda AHP. : Jumlah butir telur yang dikandung oleh rata-rata seekor induk ikan. : Pembenihan, yaitu fasilitas yang digunakan untuk mengembangbiakkan ikan melalui pemijahan dan pemeliharaan larva. IRR : Internal rate of return, tingkat bunga yang menggambarkan bahwa nilai sekarang dari benefit dan nilai sekarang dari cost sama dengan nol. KJA Memijah Mortalitas MSY Net Present Value Pascapanen Pembenihan Pembesaran : Karamba jaring apung. Perlengkapan untuk memelihara ikan di perairan terbuka, terdiri atas kerangka kayu persegi empat dilengkapi pelampung dan jaring. : Saat induk betina melepas telur dan dibuahi oleh ikan jantan. : Persentase jumlah ikan yang mati dibandingkan dengan populasi awal. : Maximum sustainable yield. Jumlah ikan maksimum yang dapat ditangkap secara berkelanjutan. : Nilai sekarang dari laba yang diperoleh di masa yang akan datang atas suatu investasi. : Proses lanjutan dari pembesaran sebelum ikan dijual ke pasar yang terdiri atas seleksi, grading, dan pemulihan kondisi ikan hingga siap dijual ke pasar. : Lihat: Hatchery. : Pemeliharan ikan berukuran benih hingga ukuran konsumsi. Dalam kasus ikan kerapu, pembesaran dilaksanakan di dalam karamba jaring apung yang diletakkan di laut. xxvii

28 Phytoplankton : Jasad renik di dalam air yang berupa tanaman dan mengandung butir hijau daun (chlorophyl). Powersim Studio Padat penebaran Paket pemodelan sistem dinamis secara grafikal yang berbasis Windows yang didukung dengan fasilitas untuk menggambarkan diagram alir dan diagram sebab-akibat serta persamaan yang menghubungkan antar variabel. : Jumlah ikan / benih yang ditebarkan dalam satuan volume air (m 3 ). Payback period : Jangka waktu periode yang diperlukan untuk membayar kembali semua biaya biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek. Rasio biaya manfaat : Benefit cost ratio, merupakan perbandingan antara nilai sekarang dari benefit bersih dan nilai sekarang dari biaya bersih. Sintasan : Survival rate. Persentase jumlah ikan yang bertahan hidup dari populasi awal. Sistem dinamis : Metode analisis masalah yang melibatkan aspek waktu sebagai faktor penting. Metode ini mempelajari sejauh mana suatu sistem dapat dipertahankan atau memperoleh manfaat dari adanya goncangan (perubahan) dari dunia luar yang menerpa sistem tersebut Validasi model : Proses pengujuan bahwa model komputer yang dibuat dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi yang memuaskan dan konsisten dengan maksud dari penerapan model Verifikasi model Zooplankton : Proses meyakinkan bahwa program komputer dari model yang dibuat beserta implementasinya adalah benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana program komputer yang dibuat telah menunjukkan prilaku dan respon yang sesuai dengan tujuan dari model. : Jasad renik di dalam air yang berupa hewan (zoo). xxviii

29 Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup: Dr. Ir. Amril Aman, MSc. Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka: 1. Dr. Wahono Sumaryono, Apt.APU 2. Dr. Ir. Made L Nurdjana xxix

30 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km 2 dan wilayah laut 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai km, Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan yang cukup besar. Tingkat pemanfaatan lestari (maximum sustainable yield) sumber daya perikanan laut seluruh perairan Indonesia adalah sebesar 6,18 juta ton. Sementara itu, produksi perikanan laut Indonesia pada tahun 1998 sebesar 3,6 juta ton, atau 58,5% dari tingkat pemanfaatan lestarinya (Dahuri 2003). Potensi perikanan tersebut merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dapat menjadi modal dasar bagi Indonesia dalam persaingan perdagangan internasional. Pemanfaatan potensi perikanan melalui kegiatan penangkapan memiliki keterbatasan karena dapat mengancam kelestarian. Karena adanya keterbatasan tersebut, maka produksi perikanan mulai beralih dari penangkapan ke kegiatan budi daya. Perkembangan produksi perikanan tangkap di laut Indonesia selama kurun waktu hanya meningkat rata-rata sebesar 4,31%, sedangkan produksi perikanan budi daya di laut pada kurun waktu yang sama meningkat sebesar 23,35% (Koeshendrajana et al. 2006). Salah satu komoditi perikanan laut yang memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan adalah ikan kerapu karena memiliki nilai ekonomis dan permintaan pasar ekspor yang tinggi. Beberapa jenis ikan kerapu yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi antara lain adalah kerapu bebek atau kerapu tikus (Cromileptes altivelis), kerapu macan (Ephinephelus fuscogutatus), kerapu lumpur (Ephinephelus tauvina), kerapu malabar (Ephinephelus malabaricus), kerapu sunu (Plectopomus leopardus), dan ikan napoleon (Cheilinus undulatus). Sekitar 93% produksi ikan kerapu di Indonesia (tahun 2001) masih didominasi oleh kegiatan penangkapan di laut, selebihnya merupakan hasil budi daya. Penangkapan dilakukan dengan cara-cara yang tidak memperhatikan kelestariannya seperti penggunaan bahan peledak atau racun sianida. Akibatnya terjadi kerusakan terumbu karang yang merupakan habitat ikan kerapu dan mengancam kelestarian ikan kerapu di alam. Budi daya atau pembesaran (grow-out) ikan kerapu dalam karamba jaring apung (KJA) yang menggunakan benih hasil pembenihan (hatchery) atau

31 2 menggunakan dari alam telah mulai berkembang di beberapa daerah seperti di Lampung, Bali, dan Riau. Pengembangan budi daya ikan kerapu ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan petani ikan, mengurangi tekanan terhadap kerusakan lingkungan melalui penangkapan di laut, dan menghasilkan devisa melalui ekspor. Tabel 1 Perkembangan produksi kerapu berdasarkan jenis usaha dan produk Produksi Penangkapan (ton)*) Budi daya (ton)**) Tahun t.a.d t.a.d Benih (ekor) t.a.d t.a.d t.a.d Sumber: *) Ditjen Perikanan Tangkap (2005) dikutip oleh Koeshendrajana (2007). **)Laporan Tahunan Ditjen Perikanan Budidaya, 2005 t.a.d = tidak ada data, Perkembangan industri perikanan kerapu budi daya di Indonesia sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1, masih belum seperti yang diharapkan, tercermin dari lambatnya peningkatan volume produksi dan jumlah usaha budi daya kerapu. Perkembangan produksi penangkapan kerapu sesuai dengan provinsi dapat dilihat di Lampiran 1, sedangkan perkembangan produksi asal budi daya per provinsi dapat dilihat di Lampiran 2, dan perkembangan produksi benih kerapu, khususnya kerapu macan dan kerapu bebek dapat dilihat di Lampiran 3. Sebagian besar produksi ikan kerapu Indonesia baik melalui penangkapan maupun budi daya diekspor ke luar negeri, terutama Hong Kong. Perkembangan volume dan jenis kerapu yang diimpor oleh Hong Kong dari Indonesia tahun 2002 dan 2006 dapat dilihat pada Gambar 1. Dapat dilihat pula bahwa volume impor kerapu Hong Kong tersebut sangat berfluktuasi sesuai dengan perkembangan permintaan pasar pada musim tertentu yang dikaitkan dengan perayaan hari-hari besar di kawasan tersebut. Meskipun demikian, prospek pasar ikan kerapu di masa yang akan datang sangat cerah karena masyarakat etnis cina tersebar di berbagai negara. Data lebih rinci mengenai perkembangan impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 4. Fluktuasi permintaan yang juga mempengaruhi tingkat harga pada gilirannya menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh produsen ikan

32 3 kerapu. Sering terjadi kondisi bahwa ikan yang telah siap dipanen tidak dapat diserap pasar karena permintaan sedang turun, atau sebaliknya permintaan tinggi tetapi tidak tersedia pasokan dari produsen. Sementara itu, untuk memproduksi ikan kerapu diperlukan jangka waktu setidaknya 1 tahun sejak benih ikan ditebarkan. Benih tersebut harus dipesan dari pembenihan (hatchery) yang belum tentu ready stock karena juga dipengaruhi musim. Kondisi seperti ini mencerminkan ketidakpastian dalam melaksanakan usaha pembenihan, pembesaran maupun pascapanen, sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya agroindustri kerapu budi daya di Indonesia secara pesat. 70,000 60,000 Volume (Kg) / Bulan 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0 Jan'02 Apr Jul Oct Jan'03 Apr Jul Oct Jan'04 Apr Jul Oct Jan'05 Apr Jul Oct Jan'06 Apr Bulan/Tahun Kerapu Tikus Kerapu Lumpur Kerapu Macan Kerapu Malabar Kerapu Sunu Leopard Kerapu Sunu Totol Napoleon (Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006). Gambar 1 Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia tahun Permasalahan yang dihadapi dalam agroindustri kerapu budi daya sebagaimana dijelaskan di atas terjadi karena masih belum terbentuknya keterkaitan yang erat antar pelaku-pelaku usaha yang terlibat di dalam rantai produksi perikanan kerapu. Aliran informasi tentang permintaan pasar masih belum transparan, sehingga pembudidaya tidak mengetahui secara pasti kapan

33 4 harus mulai memproduksi agar sesuai kebutuhan pasar. Demikian pula halnya dengan produsen benih yang tidak dapat mengantisipasi kapan harus menyediakan benih sesuai kebutuhan. Hal ini menunjukkan adanya ketidakpastian dalam pelaksanaan kegiatan usaha bagi pelaku dalam rantai produksi agroindustri kerapu budi daya. Ketidakpastian dalam kegiatan usaha dalam agroindustri kerapu budi daya diindikasikan dengan terjadinya fluktuasi harga kerapu sepanjang tahun. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2, yang menunjukkan fluktuasi harga kerapu di tingkat pedagang pengumpul di Kepulauan Riau selama tahun Dapat dilihat bahwa perubahan harga ikan kerapu berubah setiap bulan dengan fluktuasi yang cukup besar. Perubahan tersebut sangat ditentukan oleh kondisi permintaan pasar di Hong Kong. Tingkat fluktuasi harga yang sangat besar ini jelas menyulitkan produsen ikan kerapu untuk memperoleh keuntungan secara pasti. 100,000 90,000 80,000 70,000 Rp / kg 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - Januari02 Maret Mei Juli September Nopember Januari 03 Maret Mei Juli September Nopember Bulan Rata-rata Harga Macan Sunu Halus Lumpur Napoleon (Sumber: PT Trimina Dinasti Agung Tanjung Pinang). Gambar 2 Perkembangan harga kerapu tahun di tingkat pedagang pengumpul di Kepulauan Riau.

34 5 Selain permasalahan yang terjadi pada rantai pasokan agroindustri kerapu budi daya yang diakibatkan oleh faktor eksternal sebagaimana diuraikan di atas, permasalahan yang bersifat internal terutama menyangkut belum dikuasainya teknologi pembenihan, pembesaran, dan pascapanen ikut mempengaruhi kinerja pelaku usaha di bidang agroindustri kerapu budi daya. Belum dikuasainya teknologi antara lain berimplikasi pada masih tingginya tingkat kematian (mortality rate) ikan dan rendahnya produktivitas pada usaha pembenihan maupun pembesaran. Mengingat agroindustri perikanan budi daya kerapu sangat potensial sebagai sumber pendapatan dan penyediaan lapangan pekerjaan, sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian daerah, maka pengembangannya di masa yang akan datang perlu didukung oleh perencanaan komprehensif yang mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi. Perencanaan tersebut perlu dituangkan dalam suatu konsep manajemen yang meningkatkan keterkaitan antar pelaku yang terlibat dalam agroindustri kerapu budi daya dan meningkatkan penguasaan teknologi oleh pelaku usaha. Dengan demikian akan menjamin tumbuhnya industri perikanan yang berkelanjutan yang memberikan keuntungan yang maksimum bagi para pelaku usaha, baik pembenih, pembudidaya maupun pascapanen, sekaligus memberikan efek pengganda (multiplier effect) terhadap berkembangnya kegiatan ekonomi lainnya. Manajemen industri perikanan melibatkan interaksi rumit antara proses biologis, lingkungan yang bervariasi, kelompok pengguna yang berbeda, dan tujuan manajemen yang bertentangan. Selain itu, industri perikanan berhubungan dengan perilaku yang berubah menurut waktu sehingga bersifat dinamis (Johnson 1995). Pemecahan masalah yang kompleks tidak dapat dilakukan dengan cara sederhana dengan menggunakan penyebab tunggal, tetapi dengan menerapkan pendekatan sistem yang dapat memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem (Marimin 2005). Selanjutnya Eriyatno (1999) menyatakan bahwa keunggulan pendekatan sistem adalah dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan dan dapat mengarahkan pemecahannya secara menyeluruh. Pemecahan masalah malalui pendekatan sistem dilakukan antara lain melalui tahap pembuatan model (pemodelan) dan simulasi. Model tersebut dapat

35 6 diklasifikasikan sebagai model statik dan model dinamik. Dalam model statis, perubahan input memiliki pengaruh langsung terhadap output, karena tidak melibatkan waktu tunda (delays) atau konstanta waktu (time constant). Sebaliknya model dinamis melibatkan umpan balik dan waktu tunda informasi untuk memahami perilaku dinamis suatu sistem yang kompleks (Laurikkala et al. 2001). Sejalan dengan pendapat di atas, Coyle (1995) menyatakan bahwa sistem dinamis adalah suatu pendekatan sistem yang memperhatikan aspek umpan balik (feedback) dan waktu tunda untuk mengetahui perilaku sistem yang kompleks secara keseluruhan. Permodelan sistem dinamis bertujuan untuk menjelaskan sistem dan memahami, melalui model kualitatif dan model kuantitatif, bagaimana umpan balik (feedback) informasi mempengaruhi perilaku sistem tersebut, dan mendisain struktur umpan balik informasi yang tepat serta kebijakan pengontrolan melalui simulasi dan optimalisasi (Coyle 1995). 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan model pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dengan menggunakan teknik permodelan sistem dinamis dan akuisisi pendapat pakar. Model yang dihasilkan digunakan untuk simulasi peningkatan keuntungan maksimum, prediksi kapasitas produksi optimal, dan penyeimbangan distribusi keuntungan pada rantai produksi pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen kerapu. 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup rancangbangun model dinamis Rancang bangun model dinamis yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi tahap-tahap (1) identifikasi faktor-faktor atau komponen yang berpengaruh dalam pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, (2) rancang bangun model dinamis yang dapat digunakan untuk optimalisasi sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, dan (3) simulasi dalam rangka optimalisasi sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Proses rancang bangun dan simulasi model dilakukan dengan menggunakan paket program Powersim Studio Versi 2005.

36 Ruang lingkup pengelolaan (manajemen) Pengelolaan adalah penggunaan sumberdaya, termasuk SDM, modal, peralatan, dan material, secara bijak dan terencana untuk mencapai tujuan. Fungsi pengelolaan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengadaan staf, pengarahan dan pengendalian (Wedemeyer 2001). Pengelolaan yang dibahas dalam penelitian ini terdiri atas pengelolaan pada level taktis dan level strategis. Pengelolaan pada level taktis meliputi pengelolaan input untuk memperoleh keuntungan maksimum pada usaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Pengelolaan pada level strategis meliputi (1) pengelolaan kapasitas produksi untuk menghindarkan terjadinya produksi berlebih (excess supply) di pasar, dan (2) pengelolaan distribusi keuntungan untuk menyeimbangkan keuntungan yang diperoleh masing-masing mata rantai produksi perikanan kerapu Ruang lingkup agroindustri kerapu budi daya Ruang lingkup sistem agroindustri kerapu budi daya yang dibahas dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5. Fokus penelitian ini dibatasi pada: (1) Subsistem pembenihan (hatchery), (2) Subsistem pembesaran (grow-out), (3) Subsistem penanganan pascapanen (pengumpulan, grading, dan pengolahan). Subsistem lain yang terkait dan mempengaruhi kinerja subsistem inti, yang juga mendapat perhatian dalam penelitian ini adalah: (1) Subsistem nelayan (pemasok induk dan pakan ikan rucah) (2) Subsistem transportasi dan pemasaran, (3) Subsistem produksi pakan buatan, (4) Subsistem produksi / pemasok obat ikan dan bahan kimia, (5) Subsistem industri alat dan mesin perikanan kerapu. (6) Subsistem pembiayaan (7) Subsistem penyedia teknologi (litbang) Agroindustri kerapu budi daya dalam penelitian ini dibatasi pada produksi perikanan budi daya yang berbeda dengan perikanan tangkap yang tidak menjadi fokus penelitian ini.

37 Lokasi penelitian Lokasi yang dijadikan sebagai kasus penelitian ini adalah kawasan Batam-Rempang-Galang (Barelang), Propinsi Kepulauan Riau (Lampiran 6). Lokasi ini dipilih karena di kawasan tersebut telah tersedia unit pembenihan ikan kerapu milik Departemen Kelautan dan Perikanan maupun swasta, dan Pemerintah Daerah setempat sangat mendorong pengembangan industri budi daya ikan laut, khususnya kerapu. Kegiatan budi daya kerapu di kawasan ini masih belum berkembang karena masih menghadapi berbagai kendala yang perlu diatasi melalui penelitian yang komprehensif Jenis ikan kerapu Jenis ikan kerapu yang dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah ikan kerapu macan (E. fuscoguttatus) dan ikan kerapu tikus (C. altivelis) yang benihnya telah dapat diproduksi di panti pembenihan (hatchery), dan di beberapa lokasi telah berkembang usaha budidayanya. Pemasaran jenis ikan ini terutama ditujukan ke pasaran Hong Kong sebagaimana telah berkembang selama ini. Gambar jenis ikan kerapu macan, kerapu tikus dan beberapa jenis ikan kerapu komersial lainnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

38 9 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroindustri Kerapu Budi Daya Agroindustri adalah kegiatan usaha yang memproses bahan nabati atau hewani. Proses tersebut mencakup perubahan dan pengawetan melalui perwakilan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Produk yang dihasilkan dari agroindustri dapat merupakan produk akhir siap dikonsumsi atau digunakan oleh manusia, atau sebagai produk yang merupakan bahan baku untuk industri lain (Austin 1992). Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Selanjutnya disebutkan bahwa pembudidayaan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan terkontrol (Undang Undang RI No 31 /2004, tentang Perikanan). Pemanfaatan sumberdaya ikan terdiri atas kegiatan penangkapan (fishing) dan kegiatan budi daya (aquaculture). Berdasarkan habitat tempat produksi, usaha aquakultur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu budi daya perikanan berbasis daratan (land based aquaculture) dan budi daya perikanan berbasis laut (marine based aquaculture). Berdasarkan sistem produksinya, budi daya dibedakan menjadi budi daya tradisional, budi daya semi intensif dan budi daya intensif (Dahuri 2003). Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya (Undang Undang RI No 31 /2004, tentang Perikanan). Selanjutnya undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakkan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang disepakati.

39 10 Menurut Sadovy et al. (2003), industri perikanan kerapu yang berkembang di kawasan indo-pasifik terdiri atas (1) penangkapan ikan kerapu hidup di terumbu karang, (2) pembesaran (grow out) di dalam karamba ikan kerapu berukuran kecil (under size) hasil tangkapan di laut hingga ukuran konsumsi, dan (3) akuakultur (budi daya) siklus penuh (full-cycle aquaculture), yaitu pemeliharaan ikan sejak dari telur hasil pengembangbiakan di pembenihan hingga ukuran konsumsi. Pomeroy (2002) menjelaskan bahwa budi daya kerapu berkembang pesat di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya kegiatan usaha budi daya karamba dengan tingkat pertumbuhan 16 persen selama tahun 1990-an. Daerah utama pembesaran kerapu di Indonesia adalah Aceh, Sumatera Utara (Nias dan Sibolga), Kepulauan Riau, Pulau Bangka, Lampung, Jawa Barat, Karimunjawa (Jateng), Teluk Saleh (NTB), Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara. Budi daya kerapu di Indonesia dicirikan dengan digunakannya benih asal tangkapan di alam dan penggunaan ikan rucah sebagai pakan. Penggunaan benih asal hatchery masih sangat terbatas, meskipun penggunaannya terus berkembang. Kerapu terutama dipelihara di dalam karamba jaring apung dan beberapa dilakukan di kolam dengan jaring apung berukuran kecil, tetapi semakin terbatasnya lahan untuk kolam membatasi perkembangannya (Sadovy et al. 2000). Produktivitas usaha pembenihan kerapu masih dicirikan oleh tingkat kelulusan hidup (survival rate) atau sintasan yang masih sangat rendah, yaitu rata-rata hanya 4% (Rimmer 2000). Sementara itu pada usaha pembesaran masih banyak menghadapi kematian yang tinggi akibat serangan penyakit dan suplai pakan yang masih menggunakan ikan rucah karena belum berkembangnya industri pakan buatan khusus untuk kerapu. Johnson (1995) menunjukkan bahwa manajemen perikanan sering melibatkan interaksi rumit antara proses biologis, lingkungan yang bervariasi, kelompok pengguna yang berbeda, dan tujuan manajemen yang bertentangan. Manajemen dapat didefinisikan sebagai proses penganalisaan risiko dan keuntungan dari barbagai alternatif tindakan, kemudian menetapkan tindakan mana yang perlu dilaksanakan untuk mencapai tujuan manajemen. Salah satu cara untuk memahami hubungan yang kompleks dan pengaruhnya terhadap manajemen adalah melalui simulasi dan pemodelan. Berbagai jenis model yang

40 11 telah tersedia antara lain (1) population dynamics, (2) peraturan penangkapan (3) pengkajian resiko (4) analisis keputusan, (5) bioenergetik (6) fate of contaminants, dan (7) kualitas air. Erdmann dan Pet-Soede (1996) menjelaskan bahwa perdagangan ikan karang hidup terjadi karena adanya permintaan yang tinggi di pasaran Hong Kong, Singapura, Taiwan, Cina, dan sentra pecinan lainnya untuk memperoleh ikan yang benar-benar segar, yaitu dengan memilih ikan hidup dari akuarium restoran beberapa menit sebelum dimakan. Jenis ikan ini dihargai sangat tinggi bukan hanya karena kesegarannya dan rasanya, tetapi juga karena reputasinya dalam membangkitkan kejantanan (virility) dan mempertahankan kesehatan jasmani. Aspek negatif dari perdagangan ikan karang hidup adalah rusaknya terumbu karang karena penangkapan ikan yang menggunakan sodium cyanide. Rimmer M et al. (1997) menyatakan bahwa pemasaran ikan laut di Hong Kong lebih dari ton per tahun, dan pasar saat ini untuk ikan karang hidup berkualitas tinggi diperkirakan sebesar ton per tahun. Besarnya permintaan ini akan meningkat dua kali lipat setiap 6 tahun. Stok ikan karang yang ditangkap dari laut untuk memasok permintaan ikan karang hidup di pasar Asia dilaporkan sangat berkurang karena overfishing dan penggunaan cara penangkapan yang tidak berkelanjutan seperti penggunaan sianida (Johannes dan Riepen 1995). 2.2 Rancangbangun Model Sistem Dinamis Menurut Eriyatno (1999) model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal-balik dalam istilah sebab-akibat. Oleh karena suatu model adalah suatu abstraksi dari realitas, maka pada wujudnya kurang kompleks daripada realitas itu sendiri. Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji. Marimin (2005) menyatakan bahwa sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks. Ditinjau dari komponen input, proses, output, suatu sistem dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu sistem analisis, sistem desain, dan sistem kontrol. Pendekatan

41 12 sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Selanjutnya Eriyatno (1999) menyatakan bahwa sistem merupakan totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu. Oleh karena itu, setiap pendekatan kesisteman selalu mengutamakan kajian tentang struktur sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan. Metodologi sistem pada dasarnya melalui enam tahap analisis sebelum sintesa (rekayasa), meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, (6) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan (finansial). Sistem dinamis adalah suatu metode analisis masalah yang melibatkan aspek waktu sebagai faktor penting. Metode ini mempelajari sejauh mana suatu sistem dapat dipertahankan atau memperoleh manfaat dari adanya goncangan (perubahan) dari dunia luar yang menerpa sistem tersebut. Sistem dinamis berhubungan dengan perilaku suatu sistem yang berubah menurut waktu, dengan tujuan menjelaskan dan memahami bagaimana umpan balik (feedback) informasi mempengaruhi perilaku sistem tersebut, dan mendesain struktur umpan balik informasi serta kebijakan pengontrolan yang tepat melalui simulasi dan optimalisasi sistem dengan menggunakan model kualitatif dan model kuantitatif. (Coyle 1995). Menurut System Dynamic Society (2005), sistem dinamis adalah suatu metodologi untuk mempelajari dan mengelola sistem umpan balik yang kompleks seperti yang ditemukan pada sistem bisnis dan sistem sosial lainnya. Metodologi sistem dinamik tersebut mencakup (1) identifikasi masalah, (2) mengembangkan hipotesis dinamis menjelaskan penyebab timbulnya masalah, (3) membangun model simulasi komputer untuk sistem tersebut pada akar permasalahannya, (4) menguji model untuk meyakinkan bahwa model tersebut mereproduksi perilaku yang sama pada dunia nyata, (5) melengkapi dan menguji model alternatif kebijakan yang dapat memecahkan masalah, dan (6) mengimplementasikan pemecahan masalah. Tahapan tersebut biasanya melalui proses review untuk memperbaiki tahap sebelumnya. Sistem dinamik dapat diterapkan pada bidangbidang (1) perencanaan korporat dan disain kebijakan, (2) manajemen dan

42 13 kebijakan publik, (3) modeling biologi dan medika, (4) energi dan lingkungan, (5) pengembangan teori pada ilmu pengetahuan alam dan sosial, (6) pengambilan keputusan dinamik dan (7) dinamik nonlinear yang kompleks. STELLA merupakan salah satu software yang dapat digunakan untuk analisis sistem dinamis yang menggunakan simbol-simbol (ikon) grafis yang mudah dimengerti. Ikon-ikon yang digunakan terdiri atas: stok (stock), aliran (flows), pengubah (converter) dan penghubung (connectors) (Gambar 3). Kesemua ikon tersebut mewakili semua bagian yang mempengaruhi perilaku sistem. STELLA didesain untuk memudahkan proses pengembangan model, penspesifikasian model, mengotomatiskan proses komputasi, dan dengan mudah menghasilkan output dalam bentuk grafik atau angka ( Ruth and Linholm 2001). FLOW STOCK CONNECTOR CONVERTER Gambar 3 Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman STELLA. Selain STELLA, dapat juga digunakan POWERSIM STUDIO untuk pemrograman sistem dinamis yang karakteristik dan cara pengoperasian yang agak mirip antara keduanya. Dalam Powersim Studio peristilahan untuk simbolsimbol yang digunakan adalah sebagai berikut: FLOW LEVEL CONSTANT LINKS VARIABLE Gambar 4 Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman POWERSIM STUDIO.

43 14 Powersim adalah paket pemodelan sistem dinamis secara grafikal yang berbasis Windows. Paket pemodelan ini didukung dengan fasilitas untuk menggambarkan diagram alir (flow diagram) dan diagram sebab-akibat (causal loop diagram). Persamaan (equation) yang menghubungkan antar variabel dalam model dapat dibuat dengan panduan yang ada dalam paket dan ditampilkan secara visual dalam bentuk grafik. Hasil simulasi dapat ditampilkan dalam bentuk animasi, angka maupun grafik. Perubahan parameter untuk proses simlulasi dapat dilakukan dengan menggunakan tobol geser (slider button), tombol tekan (push button), maupun tombol radio (radio button) (Coyle 1995). Dengan menggunakan program Powersim Studio dapat dilakukan berbagai operasi simulasi dengan merubah parameter tertentu untuk mencapai tujuan tertentu, optimisasi yang mengoptimalkan variabel penentu (prime decision variable) untuk mencapai tujuan, pengkajian risiko (risk assessment) atau disebut juga dengan analisis sensitivitas, dan manajemen risiko yang merupakan kombinasi dari optimisasi dan pengkajian risiko ( 2.3 Rantai Pasokan Rantai pasokan (Supply chain) adalah suatu sistem dimana pelakupelakunya yang terdiri atas pemasok bahan baku, fasilitas produksi, jasa distribusi, dan pelanggan dihubungkan (linked) satu dengan lainnya melalui aliran material ke depan (feed-forward flow) dan aliran informasi ke belakang (feedback flow) (Stevens 1989 yang diacu dalam Angerhover and Angelides 2000). Menurut Angerhofer dan Angelides (2000), ada 6 jenis sistem aliran dalam rantai pasokan, yaitu (1) aliran informasi, (2) aliran material, (3) aliran order, (4) aliran uang, (5) aliran tenaga kerja, dan (6) aliran peralatan modal (capital equipment). Selanjutnya dijelaskan oleh Akkermans et al. (1999) yang diacu dalam Angerhover and Angelides (2000), bahwa dalam manajemen rantai pasokan dipersyaratkan adanya (1) keterlibatan multiple eselon, proses dan fungsi organisasi, (2) menggambarkan secara jelas fokus pada koordinasi dan/atau integrasi, (3) ditujukan pada peningkatan secara simultan pelayanan terhadap konsumen dan keuntungan (profitabilitas). Austin (1992) menyatakan bahwa ada 4 keterkaitan yang harus dalam sistem agroindustri, yaitu (1) keterkaitan rantai produksi, (2) keterkaitan

44 15 kebijakan makro-mikro, (3) keterkaitan institusional dan (4) keterkaitan internasional. Keterkaitan rantai produksi terdiri atas bermacam tahap operasional aliran bahan sejak dari tempat produksi, melalui unit pengolahan hingga sampai ke konsumen. Keterkaitan kebijakan makro-mikro merupakan pengaruh ganda dari kebijakan makro pemerintah (seperti pajak, kredit, subsidi, dan lain-lain) terhadap operasional pada agroindustri (teknologi, harga, kualitas, dan lain-lain). Keterkaitan institusional, mencakup hubungan antar berbagai kelembagaan yang beroperasi dan berinteraksi dengan rantai produksi agroindustri hasil laut; Keterkaitan internasional, mencakup kegiatan pasar dalam dan luar negeri dimana produk agroindustri berfungsi. Penerapan simulasi sistem dinamik dalam bidang manajemen rantai pasokan dapat dilakukan untuk mendiagnosa masalah dan mengevaluasi pemecahan masalah, mengoptimalkan operasi, dan memitigasi faktor risiko (GoldSim Technology Group LLC 2004). Simulasi model dinamis rantai pasokan pada umumnya dapat digunakan dalam kategori sebagai berikut: (1) optimisasi, (2) analisis keputusan, (3) evaluasi diagnostik, (4) manajemen risiko, dan (5) perencanaan proyek. Aliansi strategis pada dasarnya merupakan kolaborasi atau kemitraan sinergis antara dua atau multi pihak dalam bidang-bidang spesifik yang dinilai strategis. Aliansi strategis umumnya dilakukan untuk satu atau beberapa alasan sebagai berikut: (1) meningkatkan peluang keuntungan, (2) mencapai keunggulan yang terkait dengan skala, jangkauan, dan kecepatan, (3) meningkatkan penetrasi pasar, (4) meningkatkan daya saing dalam pasara domestik dan/atau global, (5) meningkatkan pengembangan produk, (6) mengembangkan peluang bisnis baru melalui produk dan jasa baru, (7) memperluas pengembangan pasar, (8) meningkatkan ekspor, (9) diversifikasi, (10) menciptakan bisnis baru, dan (11) mengurangi biaya (Taufik 2004). 2.4 Rantai Nilai Porter (1994) mengembangkan konsep rantai nilai (value chain) yang digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menentukan keberhasilan suatu perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Faktor-faktor tersebut dibagi dalam aktivitas utama dan aktivitas pendukung seperti dapat dilihat pada Gambar 5.

45 16 Aktivitas Pendukung Infrastruktur Perusahaan Manajemen Sumberdaya Manusia Pengembangan Teknologi Pembelian Margin Logistik Ke Dalam Operasi Logistik ke Luar Pemasaran Pelayanan Margin Aktivitas Utama Gambar 5 Rantai Nilai Generik (Porter 1994). Aktivitas utama terdiri atas kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) Logistik ke dalam yang meliputi penerimaan, penanganan bahan, penggudangan, pengendalian, penjadwalan kendaraan pengangkut, dan pengembalian barang kepada pemasok. (2) Operasi, merupakan kegiatan untuk mengubah masukan menjadi produk akhir, seperti produksi, pengemasan, perakitan, pemeliharaan peralatan, pengujian, dan operasi fasilitas. (3) Logistik ke luar, terdiri atas kegiatan pengumpulan, penyimpanan, dan distribusi produk kepada pembeli yang meliputi penggudangan barang jadi, operasi kendaraan, pengiriman, pemasaran pesanan, dan penjadwalan. (4) Pemasaran dan penjualan yang meliputi penyediaan sarana yang memungkinkan pembeli terpengaruh untuk melakukan pembelian seperti periklanan, promosi, penyediaan tenaga penjual, pemilihan saluran penjualan, hubungan dengan penyalur, dan penetapan harga. (5) Pelayanan, meliputi kegiatan untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai produk yang meliputi pemasangan, reparasi, penyediaan suku cadang, dan penyesuaian produk. Aktivitas pendukung terdiri atas kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) Pembelian, yang mencakup fungsi pembelian masukan yang digunakan dalam dalam rantai nilai perusahaan. (2) Pengembangan teknologi, yang meliputi seluruh teknologi yang dipakai dalam setiap titik pada rantai nilai perusahaan.

46 17 (3) Manajemen sumber daya manusia, meliputi kegiatan penerimaan, pelatihan, pengembangan, promosi dan kompensasi karyawan. (4) Infrastruktur perusahaan meliputi manajemen umum, perencanaan, keuangan, hukum, hubungan dengan pemerintah, manajemen mutu, dan sebagainya. 2.5 Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process) AHP merupakan metode yang digunakan untuk menstrukturkan suatu situasi yang kompleks, mengidentifikasi kriteria dan faktornya, mengukur interaksi antar sesamanya dan mensintesis semua informasi untuk memperoleh berbagai prioritas (Saaty 1993). Metode ini dimaksudkan untuk membantu memecahkan masalah kualitatif yang kompleks dengan menggunakan perhitungan kuantitatif, melalui pengekpresian masalah dimaksud dalam kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga dimugkinkan dilakukannya proses pengambilan keputusan secara efektif (Eriyatno dan Sofyar 2007). Menurut Marimin (2004) prinsip kerja AHP adalah: (1) Penyusunan hierarki, di mana permasalahan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsurunsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki. (2) Penentuan prioritas, di mana untuk setiap kriteria dan alternatif dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison), kemudian nilai-nilai perbandingan relatif diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. (3) Konsistensi logis, di mana semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. 2.6 Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial dilaksanakan untuk mengetahui apakah suatu proyek layak secara finansial untuk dijalankan. Metode yang digunakan untuk mengukur kelayakan tersebut sesuai yang ditulis oleh Gittinger (1986) dengan uraian sebagai berikut: (1) Payback Period Metode ini digunakan untuk mengetahui seberapa lama jangka waktu yang diperlukan agar investasi bisa kembali. Cara yang digunakan adalah

47 18 dengan mengakumulasikan aliran kas hingga mencapai nilai positif. Pada saat nilai kumulatif tersebut positif berarti pengeluaran proyek telah tertutupi. (2) Net Present Value (NPV) Metode ini mendiskontokan seluruh aliran kas, baik aliran kas masuk maupun aliran kas keluar, pada basis waktu sekarang. Untuk menghitung ini ditentukan faktor pendiskon yaitu, biaya modal. NPV adalah jumlah dari seluruh aliran kas yang telah didiskontokan. Ukuran kelayakan adalah apabila NPV lebih besar dari nol (positif) yang berarti bahwa proyek tersebut menguntungkan atau dapat diterima. (3) Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan nilai tingkat bunga yang menunjukkan bahwa jumlah nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi proyek, atau dengan perkataan lain IRR adalah suatu tingkat bunga, di mana seluruh aliran kas bersih setelah ditransformasikan dengan nilai sekarangnya (present value) sama jumlahnya dengan investment cost (initial cost). (4) Rasio Biaya Manfaat Metode ini sering disebut juga dengan B/C ratio. Metode ini membandingkan atau membagi antara penerimaan proyek yang telah didiskontokan dengan pengeluaran proyek yang telah didiskontokan juga. Ukurannya adalah apabila nilai B/C < 1 maka proyek ini merugi atau dapat ditolak. (5) Break Even Point (BEP) BEP adalah jumlah unit penjualan di mana keuntungannya adalah nol. BEP merupakan analisis pulang pokok yang dapat digunakan untuk analisis perencanaan laba.

48 19 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Pemikiran utama yang melandasi perlunya penelitian ini adalah bahwa industri kerapu budi daya di Indonesia belum dapat berkembang dengan pesat, sedangkan potensi industri ini sangat besar dan diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi pembangunan nasional. Belum berkembangnya industri ini terjadi karena masih rendahnya kinerja dalam mata rantai produksi yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka mortalitas dan rendahnya produktivitas pada usaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Kondisi ini dipengaruhi oleh belum terbentuknya struktur industri yang mantap yang menjamin aliran material, finansial, dan informasi dari hulu ke hilir maupun aliran sebaliknya dari hilir ke hulu. Dalam penelitian ini dilakukan rancang bangun model dinamis yang dapat digunakan untuk mensimulasikan berbagai skenario pengelolaan pada level taktis maupun level strategis yang dapat meningkatkan daya saing agroindustri kerapu budi daya. Pengelolaan level taktis ditujukan untuk meningkatkan keuntungan melalui skenario perbaikan teknologi pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen untuk menekan tingkat mortalitas (meningkatkan sintasan) atau mempercepat pertumbuhan (growth) ikan melalui perbaikan input benih, pakan, obat-obatan, kualitas air, dan maintenance peralatan produksi. Skenario pengelolaan level strategis ditujukan untuk memperkuat struktur agroindustri kerapu budi daya secara keseluruhan melalui penataan kapasitas produksi agregat yang sejalan dengan fluktuasi permintaan pasar secara agregat sehingga tidak terjadi oversupply. Pengelolaan level strategis lainnya adalah kebijakan pengaturan harga yang dapat menyeimbangkan distribusi keuntungan antar pelaku usaha untuk menghindarkan penumpukan pada sektor usaha tertentu saja. Model dinamis yang dirancangbangun untuk simulasi skenario pengelolaan level taktis adalah model peningkatan keuntungan produksi yang terdiri atas (1) submodel peningkatan keuntungan pembenihan, (2) submodel peningkatan keuntungan pembesaran, dan (3) submodel peningkatan keuntungan penanganan pascapanen. Model dinamis untuk simulasi skenario pengelolaan level strategis adalah model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya.

49 20 Model ini digunakan untuk simulasi optimalisasi skala produksi kerapu secara agregat dan simulasi pemerataan distribusi keuntungan antar mata rantai produksi. Proses simulasi skala produksi dilakukan dengan menggunakan variabel proyeksi permintaan pasar ikan kerapu secara agregat pada berbagai kemungkinan. Simulasi optimalisasi distribusi keuntungan dilakukan dengan menggunakan variabel harga jual pada berbagai kemungkinan. Kerangka konsep pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dalam rangka peningkatan keuntungan dan penguatan struktur industri dapat dilihat pada Gambar 6. Kondisi aktual agroindustri kerapu budi daya Observasi kinerja agroindustri kerapu budi daya Observasi struktur agroindustri kerapu budi daya Pengembangan model dinamis peningkatan keuntungan pembenihan Pengembangan model dinamis peningkatan keuntungan pembesaran Pengembangan model dinamis peningkatan keuntungan pascapanen Analisis proyeksi pasar ekspor ikan kerapu Analisis finansial agroindustri kerapu budi daya Pengembangan model dinamis penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen Simulasi perencanaan kapasitas prod optimal Simulasi pemerataan distribusi keuntungan Pemeringkatan program peningkatan keuntungan agroindustri perikanan BD kerapu (AHP) Rekomendasi peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budi daya Rekomendasi penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya Gambar 6 Kerangka konseptual sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Kondisi aktual agroindustri kerapu budi daya merupakan sistem dunia nyata (real world) yang diobservasi. Observasi terhadap kinerja aktual masingmasing elemen dalam agroindustri kerapu budi daya digunakan sebagai bahan

50 21 untuk merancangbangun model peningkatan keuntungan pembenihan, model peningkatan keuntungan pembesaran dan model peningkatan keuntungan pascapanen agroindustri kerapu budi daya. Ketiga model ini dilengkapi dengan observasi struktur industri di dunia nyata selanjutnya digunakan untuk menyusun model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya yang merupakan penggabungan dari ketiga model terdahulu. Dengan demikian terdapat 4 model yang digunakan dalam penelitian ini. Model peningkatan keuntungan yang telah melalui tahap verifikasi dan validasi digunakan untuk simulasi dalam rangka maksimalisasi tingkat keuntungan pada pembenihan, pembesaran, dan pascapanen melalui optimasi faktor produksi. Untuk melengkapi hasil simulasi tersebut dilakukan pula analisis finansial dengan menggunakan informasi aktual di lapangan. Hasil simulasi ini selanjutnya digunakan untuk merekomendasikan kebijakan taktis/operasional meliputi di bidang teknis dan manajemen untuk meningkatkan produktivitas pada masing-masing subsistem industri. Pemeringkatan kebijakan taktis operasional berdasarkan tingkat kepentingannya dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Tidak semua variabel teknis dapat disimulasikan dengan menggunakan model dinamis peningkatan nilai tambah. Untuk melengkapi analisis tersebut maka dilakukan akuisisi pendapat pakar tentang faktor teknis lebih detail yang mempengaruhi kinerja pembenihan, pembesaran, dan pascapanen, untuk selanjutnya diperingkatkan menggunakan AHP. Penggabungan antara hasil simulasi model dinamis (hard system methodology) dan hasil AHP (soft system methodology) memberikan hasil yang lebih lengkap. Sejalan dengan analisis peningkatan nilai tambah, analisis penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya dilakukan dengan menggunakan model hasil penggabungan. Berdasarkan model tersebut dilakukan simulasi penentuan kapasitas produksi optimal yang berimbang untuk masing-masing elemen industri dengan mempertimbangkan perkembangan pasar akhir dan simulasi perimbangan perolehan keuntungan pada masing-masing elemen industri berdasarkan pertimbangan tingkat harga dan tingkat teknologi. Hasil simulasi tersebut digunakan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan strategis penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya.

51 Tahapan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap persiapan, pengumpulan data, rancang bangun model, validasi model, verifikasi, dan implementasi model seperti dapat dilihat pada Gambar 7. Tahap persiapan meliputi kegiatan studi pustaka, penyusunan daftar pertanyaan dan perlengkapan lainnya. Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data yang meliputi data kondisi lingkungan eksternal agroindustri kerapu budi daya terutama perkembangan pasar ikan kerapu, kebijakan pengembangan perikanan kerapu di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Data tentang kinerja agroindustri kerapu budi daya terutama aspek finansial pembenihan, budi daya dan industri pengolahan dikumpulkan langsung kepada responden (data primer) dan dari laporan maupun hasil penelitian terdahulu (data sekunder). Dalam melihat kinerja industri perikanan kerapu dilihat pula tingkat teknologi dan skala usaha yang berkembang di masyarakat. Selanjutnya, data yang dikumpulkan adalah data mengenai hubungan (keterkaitan) antar pelaku usaha pembenihan, pembudidaya dan penanganan pascapanen, terutama menyangkut pola kerjasama yang berlaku di lapangan. Tahap selanjutnya adalah perancangan model yang mengikuti tahapan dalam pendekatan sistem, yaitu dari analisa kebutuhan hingga analisis stabilitas. Berdasarkan hasil perancangan ini diperoleh model utama yang digunakan dalam proses simulasi yang terdiri atas (1) model peningkatan keuntungan industri, yang terdiri atas submodel pembenihan, submodel budi daya, dan submodel pascapanen serta (2) model penguatan struktur industri yang terdiri atas submodel perencanaan kapasitas produksi dan submodel pemerataan distribusi keuntungan. Selanjutnya model tersebut digunakan dalam simulasi untuk diimplementasikan untuk memperoleh kebijakan pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Sejalan dengan tahap simulasi dilakukan juga analisis finansial untuk menyempurnakan hasil analisis dan implementasi sehingga diperoleh hasil perumusan kebijakan yang lebih baik. Dalam proses perumusan kebijakan dilakukan pemeringkatan rumusan kebijakan berdasarkan efektivitasnya mencapai tujuan. Proses pemeringkatan faktor, kriteria dan alternatif dilaksanakan dengan menggunakan metode AHP.

52 23 P E N G U M P U L A N P E R A N C A N G A N I M P L E M E N T A S I D A T A M O D E L M O D E L LINGKUNGAN EKSTERNAL: - PERDAGANGAN REGIONAL/ INTERNASIONAL - KEBIJAKAN NASIONAL - KEBIJAKAN DAERAH DATA SEKUNDER ANALISA KEBUTUHAN ANALISIS STABILITAS PERSIAPAN PENELITIAN (PENYUSUNAN PROPOSAL, PENYUSUNAN KUESIONER,& PERLENGKAPAN PENELITIAN DATA PRIMER KETERKAITAN ANTAR PELAKU USAHA: - RANTAI PRODUKSI - RANTAI PEMASARAN - PERMODALAN - PEMBINAAN TEKNOLOGI KAJIAN PUSTAKA IDENTIFIKASI SISTEM MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AI PERIKANAN B D KERAPU MODEL PENINGKATAN KEUNTUNGAN PRODUKSI FORMULASI PERMASALAHAN ANALISIS SENSITIVITAS SIMULASI MODEL VERIFIKSI & VALIDASI MODEL MODEL PENGUATAN STRUKTUR INDUSTRI IMPLEMENTASI MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA PEMERINGKATAN PRIORITAS KEBIJAKAN (AHP) KINERJA PELAKU USAHA: (PEMBENIHAN, BUDI DAYA, PEN.PASCAPANEN) - TINGKAT TEKNOLOGI - SKALA USAHA - KINERJA FINANSIAL PENDAPAT PAKAR RANCANG BANGUN MODEL IMPLEMENTASI KOMPUTER ANALISIS FINANSIAL AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA KEBIJAKAN PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA Gambar 7 Tahapan penelitian rancang bangun model dinamis pengelolaan industri perikanan kerapu.

53 24 Dalam pengembangan model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, diterapkan pendekatan sistem yang tahapannya secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar 8. KEBUTUHAN ANALISIS SISTEM Lengkap? Tidak Ya GUGUS SOLUSI YG LAYAK PERMODELAN SISTEM Cukup? Tidak Ya MODEL ABSTRAK OPTIMAL Informasi normatif dan positif RANCANG BANGUN IMPLEMENTASI Cukup? Tidak Ya SPESIFIKASI SISTEM DETAIL IMPLEMENTASI Puas? Tidak Ya SISTEM OPERASIONAL OPERASI PUAS? Tidak Reevaluasi dari penampilan Ya Gambar 8 Tahapan pendekatan sistem dalam rancang bangun model pengelolaan agroindustri perikanan budi daya kerapu.

54 25 Tahapan dalam pendekatan sistem yang berhubungan dengan rancang bangun model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya adalah tahap analisis sistem dan tahap permodelan sistem, dengan uraian sebagai berikut: Analisis sistem (1) Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan tahap awal pengkajian suatu sistem. Analisa ini dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahapan pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Analisis kebutuhan menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Pada tahap ini ditentukan komponen-komponen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem. Komponen-komponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbedabeda sesuai dengan tujuannya masing-masing dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada (Marimin 2005). (2) Formulasi permasalahan Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan agroindustri kerapu budi daya terutama adalah adanya konflik kepentingan (conflict of interest) antar pelaku-pelaku dalam bisnis tersebut. Untuk mengetahui permasalahan secara detail maka dilakukan analisis tentang berbagai keinginan atau kepentingan (interest) masing-masing pelaku yang terlibat, yaitu pembenihan, pembudidaya, pelaku agroindustri, pedagang, nelayan, pemerintah, serta pelaku yang terlibat lainnya. Berdasarkan daftar keinginan tersebut selanjutnya dilakukan identifikasi konflik kepentingan sehingga dapat diketahui potensi permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan agroindustri kerapu budi daya. (3) Identifikasi sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini sering digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop). Diagram lingkar sebab-akibat tersebut selanjutnya diinterpretasikan ke dalam konsep kotak gelap (black box). Hasil analisis ini dijadikan dasar bagi penentuan elemen dari sistem dan penentuan variabel-variabel yang termasuk dalam kelompok input, proses maupun output.

55 Permodelan Sistem (1) Rekayasa model dan implementasi komputer Dalam rekayasa model dilakukan pentransferan diagram pengaruh ke dalam bahasa simulasi yang khusus untuk permodelan sistem dinamis. Dalam hal ini digunakan Software POWERSIM untuk permodelan tersebut. POWERSIM merupakan pemrograman komputer yang bersifat object oriented, berbeda dengan bahasa pemrograman terdahulu yang bersifat code oriented, sehingga POWERSIM lebih user friendly. Objek-objek yang digunakan dalam pemrograman POWERSIM telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka yang terdiri atas level, yang merupakan akumulasi dari suatu aliran yang merupakan noun dari suatu sistem, flow merupakan aliran yang masuk atau keluar dari suatu level, yang merupakan verb dari suatu sistem, lingkaran menunjukkan suatu variabel pengontrol yang dapat juga merupakan fungsi dari komponen lainnya, belah ketupat menunjukkan suatu konstanta, tanda panah menunjukkan hubungan (links) satu arah. Jika kita membuat sebuah hubungan, maka atribut asal objek menjadi variabel yang membantu menentukan nilai atribut objek penerima. (2) Verifikasi dan validasi model Verifikasi model merupakan tahap pembuktian bahwa model komputer yang telah disusun pada tahap sebelumnya mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji (Eriyatno 1999). Menurut Sargent (2001) yang mengutip Schlesinger et al. (1979), verifikasi model didefinisikan sebagai proses meyakinkan bahwa program komputer dari model yang dibuat beserta implementasinya adalah benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana program komputer yang dibuat telah menunjukkan perilaku dan respon yang sesuai dengan tujuan dari model. Tahap validasi model, adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, dimana dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi dilakukan secara iteratif yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model komputer (Eriyatno 1999). Cara yang dilakukan untuk memvalidasi model adalah dengan menguji keabsahan tanda-tanda aljabar, tingkat kepangkatan dan besaran (order of magnitude), format respons (linier, eksponensial, atau logaritmik), arah

56 27 perubahan peubah apabila input atau parameter diganti-ganti, dan pengamatan terhadap nilai batas peubah sesuai dengan nilai batas parameter sistem. Sargent (2001) yang mengutip Schlesinger et al. (1979) mendefinisikan validasi model sebagai pensubstansian bahwa model yang dikomputerisasikan tersebut dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi yang memuaskan dan konsisten dengan maksud dari penerapan model. Dalam proses pemodelan, validasi dan verifikasi dilakukan untuk setiap tahap pemodelan, yaitu validasi terhadap model konseptual, verifikasi terhadap model komputer dan validasi operasional serta validitas data. Verifikasi dan validasi model tersebut dapat dilakukan secara iteratif dalam proses penyusunan model. (3) Analisis sensitivitas dan stabilitas Tahap analisis sensitivitas dilakukan untuk menentukan peubah keputusan mana yang cukup penting ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Peubah keputusan yang akan ditelaah tingkat kepentingannya akan diutamakan pada peubah-peubah yang bersifat teknis seperti tingkat mortalitas benih atau ikan yang dipelihara, rasio pakan dan pertumbuhan ikan, dan peubah-peubah lain yang dapat ditetapkan sebagai peubah eksogen. Berdasarkan analisis ini maka faktorfaktor yang kurang penting dapat dihilangkan sehingga pemusatan studi dapat lebih ditekankan pada peubah keputusan kunci serta menaikkan efisiensi dari proses pengambilan keputusan. Tahap selanjutnya dari rekayasa model adalah analisis stabilitas, yaitu untuk menguji sejauh mana model tersebut bersifat stabil. Perilaku tidak stabil dapat terjadi apabila parameter diberi nilai yang di luar batas tertentu sehingga mengakibatkan perilaku acak dan tidak mempunyai pola yang tidak realistik. Parameter-parameter yang akan diberi nilai diluar batas untuk analisa stabilitas antara lain adalah volume permintaan ikan kerapu atau tingkat harga yang turun hingga level terendah, atau kelangkaan pakan ikan dll Implementasi model Tahap ini merupakan pengoperasian model untuk mempelajari secara mendetail kebijakan yang dipermasalahkan. Dalam tahap ini dapat dilibatkan pengambil keputusan yang bertindak sebagai pengarah pada proses kreatifinteraktif tersebut. Beberapa permasalahan yang dianalisis melalui pengaplikasian model ini antara lain adalah sebagai berikut:

57 28 (1) Alternatif penggunaan teknologi mana yang paling tepat untuk meningkatkan keuntungan produksi pada kondisi permintaan pasar dan persaingan usaha yang dialami oleh agroindustri kerapu budi daya. (2) Seberapa besar kapasitas produksi agroindustri kerapu budi daya yang harus dikembangkan dengan melihat perkembangan permintaan pasar saat ini dan kecenderungannya di masa yang akan datang. Hal ini penting bagi pemerintah untuk menyusun perencanaan pengembangan agroindustri kerapu budi daya. (3) Sejauh mana perubahan pada demand (ekspor) dan kebijakan pemerintah (subsidi atau penetapan harga dasar) berpengaruh terhadap keseimbangan tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku usaha dalam rantai pasokan agroindustri kerapu budi daya (pembenihan), pembesaran dan agroindustri. 3.3 Pengumpulan Data Jenis data Pengumpulan data dilakukan terutama untuk melengkapi rancang bangun model, terutama dalam mengisi parameter-parameter yang terdapat dalam model yang disusun. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka jenis, sumber, dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel Metode pengumpulan data Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang terdiri atas data pendapat mereka tentang kelayakan usaha diperoleh dari perusahaan swasta maupun milik pemerintah (Balai Budi daya Laut) pembenihan dan pembesaran ikan kerapu yang berada di Lampung dan Batam. Data sekunder untuk keperluan penelitian ini diperoleh dari Direktorat Jenderal Perikanan Budi daya DKP, BPS, BPPT serta hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Khusus untuk data impor kerapu di Hong Kong, dilakukan kontak dengan Hong Kong Trade Council melalui sarana internet.

58 29 Tabel 2 Jenis, sumber dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini Subsistem Jenis Data Sumber data Jenis Data / Cara Pengumpulan data Pembenihan (Hatchery) Pembesaran (Grow Out) Penanganan Pascapanen (Penampungan, grading, dan penjualan) Struktur Biaya Manfaat Usaha Pembenihan Pada berbagai skala dan Tingkat Teknologi Data parameter teknis produksi pembenihan: jumlah induk, fekunditas, hatching rate, growth rate, mortality rate, feed ratio Data parameter ekonomis pembenihan: Harga Induk, harga benih, harga pakan, tenaga kerja, biaya listrik/ BBM, biaya air dll. Data time series volume penjualan benih dan perkembangan harga per bulan. Data pola hubungan bisnis dan kelembagaan (kemitraan, cara pembayaran, aliansi dll. Struktur Biaya Manfaat Usaha Pembesaran Pada berbagai skala dan Tingkat Teknologi Data parameter teknis produksi pembesaran: padat tebar, growth rate, mortality rate, feed ratio, lama budi daya. Data parameter ekonomis pembesaran: harga benih, harga jual, harga pakan, biaya listrik/bbm, biaya TK, Data time series volume produksi dan penjualan ikan dan perkembangan harga per bulan. Struktur Biaya Manfaat Usaha Agroindustri pada berbagai modus usaha Data parameter teknis agroindustri: padat tebar, growth rate, mortality rate, feed ratio, lama penampungan, jenis alat transport dll. Data parameter ekonomis penampungan: harga beli, harga jual, harga pakan, biaya listrik/bbm, biaya TK, biaya pengankutan (ekspor). Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Pembenihan skala besar Pembenihan skala sedang Pembenihan skala kecil Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) Pengusaha pembudidaya Petani pembudidaya Pengusaha pembudidaya Petani pembudidaya Pengusaha pembudidaya Petani pembudidaya Pengusaha pembudidaya Petani pembudidaya Pedagang pengumpul Eksportir Pedagang pengumpul Eksportir Pedagang pengumpul Eksportir Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Pendapat pakar Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur

59 30 Tabel 2 (lanjutan) Data time series volume penjualan ikan lokal maupun ekspor dan perkembangan harga per bulan. Produsen Pakan Buatan (Pakan Pabrik) Produsen Pakan Rucah (Nelayan) Pasar Penyediaan Teknologi Kelembagaan Struktur Biaya - Manfaat Usaha Pabrik Pakan Ikan pada berbagai modus usaha Data parameter teknis produksi pakan : jenis dan komposisi bahan baku, tahapan produksi, kapasitas produksi, tingkat produksi. Data parameter ekonomis produksi pakan: harga bahan baku, harga jual pakan, biaya listrik/bbm, biaya TK, biaya penjualan. Data time series volume penjualan pakan lokal maupun ekspor dan perkembangan harga per bulan. Struktur Biaya - Manfaat Usaha Penangkapan ikan rucah pada berbagai modus usaha Data parameter teknis produksi pakan rucah : jenis perahu, alat tangkap, produktivitas, Tenaga kerja. Data parameter ekonomis produksi pakan rucah: harga ual pakan, biaya BBM, biaya TK, biaya retribusi. Data time series volume produksi dan penjualan pakan serta perkembangan harga per bulan. Data time series impor negara tujuan (Hong Kong) per bulan, berdasarkan jenis ikan, volume, nilai dan negara asal. Data time series ekspor ikan kerapu hidup berdasarkan negara tujuan per bulan, dirinci menurut jenis, volume, nilai dan jalur transportasi. Data tentang penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktivitas industri kerapu. Data tentang pola hubungan kerja yang ideal untuk pengembangan industri perikanana kerapu. Pedagang pengumpul Eksportir Industri / pabrik pakan Industri kecil Industri / pabrik pakan Industri kecil Industri / pabrik pakan Industri kecil Industri / pabrik pakan Industri kecil Nelayan Tempat Pelelangan Ikan Nelayan Tempat Pelelangan Ikan Nelayan Tempat Pelelangan Ikan Nelayan Tempat Pelelangan Ikan Statistik Perdagangan Hong Kong; Pelabuhan / Bandara ekspor di Kepri. Eksportir kerapu. Pendapat Pakar Teknologi Budi daya Kerapu; Pendapat Pakar Teknologi Budi daya Kerapu; Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Data Primer / Kuesioner Telaah laporan / literatur Wawancara / Kuesioner Telaah laporan / literatur Wawancara / Kuesioner Telaah laporan / literatur Untuk perkembangan teknologi dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam depth interview terhadap pakar (expert) menggunakan kuesioner sebagai alat bantu. Pemilihan responden sebagai pakar dilakukan berdasarkan

60 31 kriteria bahwa yang bersangkutan mempunyai pengalaman dan reputasi di bidangnya. Analisis dengan menggunakan metode AHP dilakukan menggunakan informasi yang digali dari para pakar di bidang perikanan kerapu. Kuesioner digunakan sebagai alat bantu dalam wawancara. 3.4 Metode Pengolahan Data Pengolahan data yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pengolahan terhadap data yang digunakan dalam komponen dalam Model Sistem Dinamik yang alat utamanya menggunakan Progran Komputer POWERSIM STUDIO. Pengolahan data terutama dilakukan untuk merumuskan hubungan antar elemen yang terlibat dalam sistem. Data struktur biaya usaha diolah dengan menggunakan metode analisis finansial dengan tolok ukur kelayakan net B/C ratio, net present value (NPV), internal rate of return, payback period (PBP) dan break event point (BEP) guna mengetahui kinerja perusahaan. Perumusan strategi peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budi daya dilaksanakan dengan menggunakan metode AHP. 3.5 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil studi kasus di Batam yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga Agustus Pengolahan data dan penyusunan disertasi dilakukan di Jakarta dan Bogor.

61 32 4 KERAGAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA Untuk dapat mengetahui secara lebih mendalam tentang perilaku sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, maka dilakukan analisis situasional tentang agroindustri kerapu budi daya di lokasi yang dijadikan kasus. Dalam analisis ini diuraikan gambaran tentang lokasi studi, perkembangan usaha pembenihan, pembudidayaan dan penanganan pascapanen, dan pemasaran ikan kerapu. 4.1 Deskripsi Kawasan Perikanan Kerapu Budi daya Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil kasus di daerah barelang (Batam, Rempang dan Galang), yang merupakan kawasan yang dikelola oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIP Batam) dan Pemerintah Kota Batam. Daerah ini terdiri atas beberapa pulau utama, yaitu Batam, Setoko, Rempang Galang dan Galang Baru (Lampiran 5). Luas daratan Barelang adalah 715 km 2 ( ha) yang terletak pada 0 o, 25, 29-1 o, 15, 00 LU dan 103 o, 34, o, 26, 04 BT. Kawasan ini dihuni oleh penduduk yang jumlahnya meningkat pesat dari jiwa pada tahun 2000 menjadi sebanyak jiwa pada tahun Kawasan Barelang merupakan daerah kepulauan sehingga potensial untuk pengembangan perikanan, terutama budi daya laut. Kawasan ini sangat berdekatan dengan Singapura yang merupakan pasar yang potensial untuk produk-produk perikanan. Penduduk Singapura juga banyak yang berkunjung ke Batam pada akhir pekan sehingga merupakan konsumen tetap untuk produk perikanan melalui restoran-restoran setempat. Kedekatan kawasan Barelang ke Singapura dan pasar potensial lainnya seperti Hong Kong, menjadikan Barelang sebagai salah satu lokasi pengumpulan produk perikanan kerapu untuk diekspor ke negara tujuan. Selain berasal dari perairan sekitar Kepulauan Riau, ikan kerapu hidup yang dikumpulkan oleh pedagang di Barelang berasal dari perairan lainnya seperti Sumatera Utara, selat malaka dan Bangka Belitung. Banyak terdapat petani atau pengusaha yang membudidayakan ikan kerapu di kawasan Barelang dan pulau-pulau sekitarnya baik dalam skala tradisional hingga skala komersial. Usaha tersebut berupa pembesaran benih yang berasal dari pembenihan (hatchery), pembesaran ikan kerapu hidup ukuran kecil (under size) hasil tangkapan nelayan hingga ukuran konsumsi. Ikan yang

62 33 dibudidayakan pada umumnya dijual kepada pedagang pengumpul yang ada di Batam, atau dijual ke pengusaha restoran yang banyak terdapat di kawasan Barelang. 4.2 Aspek Teknis Agroindustri Kerapu Budi Daya Industri pembenihan kerapu Pembenihan merupakan usaha memproduksi benih ikan dengan cara mengawinkan induk-induk ikan dewasa, menetaskan telur, memelihara larva hingga ukuran tertentu yang siap ditebarkan di karamba jaring apung untuk dibesarkan. Induk-induk ikan dipelihara dalam bak-bak berukuran m 3 dengan kedalaman air 2 hingga 3 meter dan diberi makanan yang sesuai agar dapat bereproduksi sesering mungkin. Secara periodik, terutama pada saat bulan gelap, induk ikan betina akan memijah (melepaskan telur) dan dibuahi oleh ikan jantan. Telur-telur yang dibuahi akan mengambang di permukaan air dan segera dipisahkan dari bak pemijahan untuk ditetaskan di bak pemeliharaan larva. Dalam waktu 18 hingga 20 jam setelah pemijahan, telur tersebut akan menetas dan menjadi larva (Setiadharma et al. 2001). Sampai dengan umur 2 hari, larva belum diberi makan karena masih memiliki kuning telur (egg yolk), dan pada umur 2 hinga 5 hari larva mulai diberi makan zooplankton (Brachionus sp.), dan umur 5 hingga 30 hari diberi plankton yang lebih besar dan mulai hari ke-15 diberi makanan buatan sesuai dengan ukuran larva. Pada umur 20 hinga 40 hari, larva juga diberi nauplii artemia yang diperkaya dengan berbagai vitamin penguat. Selama pemeliharaan larva dilakukan penyiponan dasar bak setiap 2 hari untuk membuang sisa-sisa kotoran dan pergantian air sebanyak 20% - 30% hingga 50% - 80% setiap hari, sesuai dengan umur larva. Pada umur 40 hingga 45 hari dilakukan pemanenan larva, dimana pada saat itu 60% hingga 80% larva telah mengalami metamorfosa (Setiadharma et al. 2001). Pembenihan ikan kerapu merupakan kegiatan usaha yang memerlukan biaya investasi yang cukup besar sehingga hanya dilakukan oleh pengusaha atau unit usaha milik pemerintah. Investasi yang cukup besar diperlukan untuk membangun sistem penyediaan air (pompa, bak penampungan, bak treatment, penyaringan, pipa distribusi dan drainase), sistem pemeliharaan ikan yang terdiri atas bak-bak induk dan larva serta bangunan pelindungnya, sistem penyediaan pakan alami (plankton) yang terdiri atas kultur murni di laboratorium dan bakbak pembiakan plankton, sistem perlistrikan (power supply) dan sistem aerasi (blower), gudang pakan, dan bahan tambahan serta perkantoran.

63 34 Pengelolaan pembenihan memerlukan tenaga profesional karena kegiatannya memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, jadwal yang ketat dan waktu pengamatan 24 jam. Sebagai contoh, induk-induk ikan biasanya memijah pada malam hari (jam ) dan sebelum menetas telur harus segera dipindahkan ke bak pemeliharaan larva melalui proses pemilahan telur yang dibuahi dan telur mati serta penempatan dalam bak larva dengan kepadatan yang sesuai. Selama pemeliharaan, perlu diberikan makanan dengan jadwal tertentu dan dilakukan penyiponan serta monitoring kualitas air untuk mencegah timbulnya penyakit dan kematian larva. Selain usaha pembenihan skala besar yang lengkap terdapat juga yang disebut dengan hatchery sepenggal, yaitu usaha pembenihan yang hanya memiliki fasilitas untuk menetaskan telur dan membesarkan larva ikan kerapu. Pembenihan ini disebut juga dengan backyard hatchery. Pembenihan seperti ini tidak memelihara induk, tetapi membeli telur yang dipijahkan di pembenihan besar kemudian memeliharanya di dalam bak-bak semen hingga menjadi benih ikan yang siap ditebar di karamba jaring apung. Pembenihan sepenggal ini juga memelihara plankton untuk pakan ikan dan dilengkapi dengan sistem aerasi. Di kawasan Barelang terdapat 2 pembenihan ikan kerapu yang terdiri atas 1 milik pemerintah (Departemen Kelautan dan Perikanan) dan 1 milik swasta, yaitu PT. Nalendra. Jenis ikan yang dibenihkan oleh kedua pembenihan tersebut antara lain adalah kerapu macan, kerapu tikus, sunu dan ikan kakap. Kapasitas produksi pembenihan milik pemerintah adalah 2 juta ekor per tahun. Berdasarkan hasil diskusi, pembenihan ikan laut milik pemerintah tersebut masih menghadapi kendala-kedala sehingga pembenihan tersebut belum mencapai hasil yang maksimal. Produksi benih oleh swasta pada saat survei dilakukan, difokuskan pada jenis kakap dengan produksi sebesar 2 juta ekor / tahun. Pembenihan swasta tersebut memproduksi benih kakap dan kerapu macan. Benih yang dihasilkan pembenihan skala rumah tangga biasanya berkualitas rendah. Benih unggul dapat dilihat dari ciri-ciri morfologis seperti bentuk tubuh normal (tidak bengkok) dan proporsional, bagian tubuh lengkap (operculum tidak terbuka). Selain itu ciri-ciri lainnya adalah tahan hidup pada kondisi ekstrim. Benih yang unggul dapat ditelusuri juga dari rekaman terhadap kualitas induk yang melahirkan benih tersebut. Induk yang digunakan sedapat mungkin cukup umur, sehat dan pasangannya tidak berasal dari perairan yang sama. Pembenihan kerapu di Barelang belum mampu memasok kebutuhan pembudidaya kerapu untuk kawasan tersebut, sehingga benih kerapu masih harus didatangkan dari daerah lain terutama Bali dan Situbondo. Jenis benih yang

64 35 didatangkan antara lain adalah kerapu macan, kerapu tikus dan ikan kakap. Di Batam terdapat juga hatchery sepenggal yang memelihara larva berukuran kecil hingga berukuran yang siap ditebarkan di karamba jaring apung Industri pembesaran kerapu Kegiatan pembesaran kerapu, yaitu pemeliharaan ikan di dalam KJA di selat atau teluk, banyak dilakukan oleh masyarakat Barelang. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, KJA yang digunakan oleh petani ikan di Barelang terbuat dari kayu berukuran 8 m x 8 m yang dibagi dalam 4 kotak dan dilengkapi dengan pelampung dari drum plastik dan diberi jangkar. Masing-masing kotak berukuran 3 m x 3 m untuk meletakkan jaring polietilen 3 m x 3 m x 3 m bermata jaring 0,75 1,25 inci. Dilihat dari skala usahanya, pembesaran ikan kerapu di Barelang dapat digolongkan ke dalam skala perusahaan dan skala rumah tangga. Pembesaran kerapu skala perusahaan memiliki jumlah KJA hingga 200 kotak, sedangkan skala rumah tangga berkisar antara 4 hingga 16 kotak. Pembesaran skala perusahaan dikelola secara lebih profesional, yaitu dengan menempatkan tenaga kerja di rumah tingga yang dibangun di atas KJA, sedangkan pembesaran tradisional biasanya dikelola secara sambilan dan menempatkan KJAnya di belakang rumah di pinggir pantai. Setiap KJA ditebari ikan sebanyak ekor per m 3, atau 500 hingga 600 ekor per kotak. Sebagian petani ikan menggunakan benih yang berasal dari pembenihan (hatchery) dan sebagian lagi membesarkan ikan-ikan yang undersize untuk dipelihara hingga ukuran konsumsi. Ikan undersize tersebut mereka beli dari nelayan yang sengaja menangkap ikan dalam keadaan hidup untuk dijual kepada para pembudidaya atau pedagang pengumpul. Proses pembesaran ikan kerapu tergolong tidak rumit sebagaimana halnya pembenihan. Pembesaran dimulai dengan pemasangan jaring polietilen dalam kerangka karamba. Selanjutnya benih ikan ditebarkan ke dalam jaring untuk selanjutnya dipelihara. Untuk benih ikan yang masih berukuran kecil, biasanya terlebih dahulu ditempatkan pada jaring halus (waring) hingga cukup besar dan kuat untuk ditempatkan di KJA. Para pembudidaya ikan kerapu di Barelang hampir semuanya menggunakan ikan rucah sebagai pakan ikan yang dipelihara. Hanya sebagian kecil yang menggunakan pakan buatan (pakan pabrik). Ikan

65 36 rucah dibeli dari nelayan (bagan) secara langsung atau melalui tempat pelelangan ikan (TPI) setempat. Ikan tersebut selanjutnya disimpan dalam cool box agar tetap segar pada saat dicacah dan diberikan kepada ikan. Lama pemeliharaan ikan di dalam KJA berkisar antara 6 hingga 9 bulan, tergantung pada ukuran benih pada saat di tebarkan dan jenis ikan. Ikan kerapu tikus membutuhkan waktu pemeliharaan yang lebih lama dibandingkan dengan ikan kerapu macan Industri pascapanen dan perdagangan kerapu Kegiatan penanganan pascapanen ikan kerapu di kawasan Barelang pada umumnya menyatu dengan kegiatan perdagangan dan ekspor ikan kerapu. Di kawasan Barelang terdapat satu pedagang besar yang bertindak sebagai eksportir kerapu ke Hong Kong yaitu PT Trimina Dinasti Agung. Pedagang ini memiliki lokasi penampungan ikan kerapu dan ikan laut hidup lainnya berupa karambakaramba jaring apung. Di lokasi ini dilakukan kegiatan penanganan pascapanen yang meliputi penyeragaman ukuran (grading), penyeragaman jenis, pemulihan kesehatan ikan, pengepakan, pengiriman (pengangkutan) ikan hidup. Pengiriman ke negara pengimpor dilakukan dengan menggunakan kapal angkut ikan hidup atau menggunakan jasa angkutan pesawat terbang. Jumlah dan jenis ikan yang diperdagangkan terutama adalah ikan kerapu macan, kerapu tikus dan kerapu sunu yang hampir kesemuanya diekspor ke Hong Kong, Volume perdagangan ikan kerapu yang hampir kesemuanya melalui pedagang tersebut yang jumlahnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Volume ekspor ikan kerapu asal Barelang Tahun 2002 dan 2003 No Jenis Kerapu Volume Ekspor (kg) Macan (Tiger grouper) t.a.d*) Sunu halus (Leopard c.trout) Sunu kasar (Spotted c.trout) Hitam Lumpur (Green grouper) Napoleon (Humphead wrasse) Bakau Gepeng Ringau t.a d Sumber: PT Trimina Dinasti Agung. *) tidak ada data Sebagian besar kerapu yang diperdagangkan merupakan hasil tangkap di laut yang ditampung oleh nelayan dalam keadaan hidup, dan sebagian lagi merupakan hasil budi daya, terutama untuk jenis-jenis kerapu macan, dan kerapu tikus.

66 Aspek Pasar Ikan Kerapu Hidup Perkembangan pasar ikan kerapu hidup di Hong Kong Hong Kong merupakan pasar utama bagi ikan kerapu hidup yang berasal dari kawasan Asia dan Mediterania. Perkembangan perdagangan ikan kerapu di Hong Kong sangat berpengaruh terhadap produksi ikan kerapu di negara produsen utama, termasuk Indonesia. Berdasarkan data primer yang diperoleh dari Kantor Statistik Perdagangan Hong Kong, maka ada paling tidak 9 jenis kerapu yang diperdagangkan, yaitu kerapu kertang (giant grouper), kerapu tikus (high finned grouper), kerapu lumpur (green grouper), kerapu macan (tiger grouper), kerapu malabar (flowery grouper), kerapu sunu leopard (leopard coral trout), kerapu sunu totol (spotted coral trout), kerapu lainnya (other grouper) dan ikan napoleon (humphead wrasse). Perkembangan volume impor ikan kerapu di Hong Kong dari tahun 2000 hingga tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan volume yang diimpor, maka jenis kerapu sunu leopard dan kerapu lumpur memegang peringkat tertinggi pertama dan kedua. Dilihat dari nilainya, kedua jenis kerapu ini juga memegang urutan tertinggi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4 Perkembangan volume impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (satuan: kg) Jenis Kerapu Giant Grouper (Krp. Kertang) High Finned (Krp. Tikus) Green Grouper (Krp. Lumpur) Tiger Grouper (Krp. Macan) Flowery Grouper (Krp. Batik) Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard) Spotted Coral Trout (Krp. Sunu Totol) Humphead Wrasse (Napoleon) Other Grouper*) (Kerapu Lainnya) Tahun ,816 2,687 3,668 23, ,370 7,753 11,943 7, ,559,260 1,470,281 1,182,634 1,754, ,994 51, , , , , ,722 97, ,617,862 1,989,836 2,237,650 2,179, ,079 95,153 93,799 87, ,899 12,291 28,642 16, ,827,680 1,966,136 1,495,441 1,397, Total 5,326,137 5,699,769 5,317,195 5,779,673 5,772,972 6,020,565 Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah). *)Terdiri atas: brown-spotted grouper, bared cheek spotted grouper, red grouper, yellow-edged lyretail, speckled blue grouper, yellow grouper, slender grouper, malabar grouper, etc

67 38 Tabel 5 Perkembangan nilai impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (satuan: $ HK) JENIS KERAPU Giant Grouper (Kerapu Kertang) High Finned (Kerapu Tikus) Green Grouper (Kerapu Lumpur) Tiger Grouper (Kerapu Macan) Flowery Grouper (Kerapu Batik) Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard) Spotted Coral Trout (Kerapu Sunu Totol) Humphead Wrasse (Ikan Napoleon) Other Grouper (Kerapu Lainnya) Tahun *) 369,000 2,387,000 3,000, ,000 75,000 3,137,000 2,255, ,000 99,000 10,000 64,307,000 90,020,000 74,304,000 64,058,000 25,114,000 12,869,000 18,420,192 26,291,000 32,717,000 29,140,000 8,541,000 7,541,000 19,294,000 23,526,000 8,488, ,351, ,452, ,610, ,554, ,289,000 12,763,000 10,411,000 6,424,000 3,788, ,000 6,622,000 3,441,000 1,462,241 3,199,000 1,107, ,100,000 56,321,764 93,192, ,989,000 49,689,000 Total Nilai Kerapu 593,059, ,248, ,964, ,217, ,903,000 Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah). *) Januari-Juni. Perkembangan harga jual ikan kerapu di pasaran Hong Kong dapat dilihat pada Tabel 6. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa harga tertinggi ditempati oleh Kerapu Tikus dan Ikan Napoleon, dengan kecenderungan harga yang fluktuatif. Tabel 6 Perkembangan rata-rata harga ikan kerapu di Hong Kong ($ HK) No Jenis Kerapu Tahun *) 1 Kerapu Kertang Kerapu Tikus Kerapu Lumpur Kerapu Macan Kerapu Batik Kerapu Sunu Leopard Kerapu Sunu Totol Napoleon Kerapu Lainnya *) Januari-Juni. Dari 9 jenis ikan kerapu yang diimpor oleh Hong Kong, Indonesia merupakan pemasok tetap untuk 8 jenis kerapu, kecuali giant grouper (kerapu kertang). Volume pasokan jenis kerapu berdasarkan negara pemasok dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan data yang diperoleh, secara kumulatif, negara pemasok kerapu ke Hong Kong yang terbesar adalah Philipina, diikuti oleh

68 39 Indonesia, Thailand dan Australia. Apabila dilihat untuk masing-masing jenis kerapu yang dipasok ke Hong Kong, maka untuk kerapu kertang, pemasok terbesar adalah Taiwan dan Maldives, pemasok terbesar kerapu tikus adalah Indonesia dan Philipina, pemasok terbesar kerapu lumpur adalah Thailand, Philipina dan Taiwan, pemasok terbesar kerapu macan adalah Indonesia dan Philipina. Untuk kerapu batik, pemasok terbesar adalah Philipina, Taiwan, Thailand dan Indonesia. Untuk kerapu sunu leopard, pemasok terbesar adalah Australia, Philipina dan Indonesia. Sementara itu untuk kerapu sunu totol, pemasok terbesar adalah Philipina. Indonesia dan Malaysia. Untuk ikan napoleon, pemasok terbesar adalah Philipina dan Thailand. Tabel 7 Perkembangan volume impor ikan kerapu Hong Kong berdasarkan negara pemasok tahun (satuan: kg) No Neg.Pemasok Tahun Kamboja 34,587 21,520 25,815 18, ,395 2 Taiwan 361, ,276 31, , ,120 3 Indonesia 698,894 1,266,736 1,189, , ,309,366 4 Philipina 1,108,600 1,126,403 1,398,603 1,559, ,720,993 5 Thailand 1,734,941 1,343, ,070 1,354, ,686 6 Mainland China 132,310 29, ,000 1,562 7 Vietnam 133, ,313 98,686 19, ,994 8 Maladewa ,000 57, ,200 9 Brunei 4,853 4, , Malaysia 365, , , , , Singapura 11,034 1,416 4,344 12, , Australia 724,944 1,090,583 1,242, , , Marshall Island 59,977 16, USA Myanmar , Togo New Zealand , Canada Namibia 3, Papua New Guinea 59, India 60 24, Lainnnya 15,348 34,641 51,941 4,633 Total (kg) 5,326,137 5,699,769 5,317,195 5,779,673 5,772,972 6,020,565 Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah).

69 Pangsa pasar kerapu Indonesia di Hong Kong Indonesia merupakan salah satu dari 21 negara pemasok ikan kerapu ke Hong Kong. Ditinjau dari volume, ekspor kerapu Indonesia di pasaran Hong Kong meningkat dari kg pada tahun 2000 menjadi kg pada tahun 2005 (Tabel 8). Kontribusi kerapu Indonesia di pasaran Hong Kong menunjukkan kecenderungan yang juga meningkat, yaitu dari 13,12% pada tahun 2000, menjadi 21,75% pada tahun 2005 (Tabel 9). Berdasarkan jenis ikan kerapu yang dipasok, maka Indonesia mendominasi jenis kerapu macan, kerapu tikus dan kerapu lainnya. Kontribusi terbesar dicapai oleh kerapu tikus pada tahun 2003 yang mencapai 74,58% dari impor kerapu tikus Hong Kong, dan kerapu macan yang pada tahun 2005 mencapai 53,17% pangsa pasar ikan tersebut di Hong Kong. Tabel 8 Volume ekspor kerapu Indonesia ke Hong Kong berdasarkan jenis kerapu Jenis Kerapu Tahun Giant Grouper (Kerapu Kertang) High Finned (Kerapu Tikus) 269 2,270 6,058 5, Green Grouper (Kerapu Lumpur) 103, ,576 58,211 33,474 40,653 17,480 Tiger Grouper (Kerapu Macan) 2,917 11,378 26,746 31,306 69, ,830 Flowery Grouper (Kerapu Batik) 42, ,968 3,950 Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard) 49, , , , , ,493 Spotted Coral Trout (Kerapu Sunu Totol) 27,664 23,574 11,874 25,672 13,041 5,550 Other Grouper (Kerapu Lainnya) 471, , , , , ,028 Humphead Wrasse (Napoleon) 1, ,995 2, ,919 Total 698,894 1,266,736 1,189, ,382 1,057,919 1,309,366 Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah).

70 41 Tabel 9 Kontribusi pasokan kerapu Indonesia terhadap impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (%) Jenis Kerapu Tahun Giant Grouper (Kerapu Kertang) High Finned (Kerapu Tikus) Green Grouper (Kerapu Lumpur) Tiger Grouper (Kerapu Macan) Flowery Grouper (Kerapu Batik) Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard) Spotted Coral Trout (Kerapu Sunu Totol) Other Grouper (Kerapu Lainnya) Humphead Wrasse (Napoleon) Total Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah). Berdasarkan analisis terhadap perkembangan pangsa pasar kerapu Indonesia di pasar Hong Kong yang merupakan pasar utama ikan kerapu, dan juga perkembangan pasokan ikan kerapu dari negara-negara lain, maka ada indikasi yang kuat bahwa Indonesia memiliki spesialisasi dalam memproduksi ikan kerapu macan dan kerapu tikus. Meskipun harga kerapu macan tidak terlalu tinggi, namun memiliki kecenderungan permintaan yang meningkat, sedangkan kerapu tikus yang memiliki tingkat harga yang tinggi tidak diproduksi oleh negara lain, sehingga dapat dijadikan menjadi komoditas kerapu sebagai unggulan Indonesia. Di samping itu, perairan Indonesia relatif aman dari serangan badai (taifun) yang sering melanda negara-negara sub tropis. Serangan badai yang pada awal tahun 2007 melanda negara produsen kerapu seperti Taiwan, Filipina, Vietnam dan Thailand telah mengakibatkan kelangkaan suplai dan melonjaknya harga jual. Indonesia harus dapat memanfaatkan keunggulan ini sebagai produsen utama kerapu di dunia.

71 42 5 PENGEMBANGAN MODEL 5.1 Analisis Sistem Agroindustri Kerapu Budi Daya Sebagaimana dijelaskan pada bab metode penelitian, maka pengembangan model dinamis perencanaan dan pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem yang tahapannya mengikuti diagram pada Gambar 8. Tahap tersebut terdiri atas (1) analisis kebutuhan, (2) formulasi permasalahan, (3) identifikasi sistem, (4) rancang bangun model, (5) pengujian model, dan (6) penerapan model. Berikut ini diuraikan langkah-langkah yang dilaksanakan dalam setiap tahapan tersebut Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan mengidentifikasi dan menguraikan mengenai apa yang dibutuhkan oleh pelaku (komponen) yang terlibat dalam sistem. Komponenkomponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuannya masing-masing dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada. Dalam sistem pengembangan agroindustri kerapu budi daya pada penelitian ini, komponenkomponen yang terlibat serta kebutuhan-kebutuhan masing-masing komponen terhadap jalannya sistem adalah sebagai berikut: (1) Pemerintah membutuhkan kondisi di mana usaha budi daya kerapu berkembang di berbagai daerah sehingga dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat serta meningkatkan penghasilan devisa melalui ekspor dan menghindarkan terjadinya produksi yang berlebih sehingga merugikan pelaku usaha. (2) Pelaku pembenihan (hatchery) membutuhkan kondisi di mana benih yang diproduksinya dapat terjual secara kontinyu, dengan harga yang setinggitingginya, serta harga input produksi (pakan, obat-obatan, listrik, dan lain lain) yang serendah-rendahnya. (3) Para pembudidaya ikan membutuhkan benih yang sehat dan input produksi lainnya (pakan, obat-obatan) dengan harga murah, pada waktu dan jumlah yang tepat, dan dapat menjual ikan yang dibesarkan secara kontinyu dengan harga setinggi-tingginya.

72 43 (4) Para pengepul / pedagang (eksportir) ikan kerapu membutuhkan informasi tentang permintaan pasar dan pasokan ikan kerapu hidup ukuran konsumsi dari pembudidaya/ nelayan sesuai dengan permintaan pasar dengan harga beli yang serendah mungkin dan harga jual setinggi mungkin. (5) Nelayan pemasok induk dan benih alam, maupun sebagai pemasok pakan (ikan rucah) membutuhkan kondisi agar induk, benih maupun ikan rucah yang ditangkap dapat dijual dengan harga setinggi-tingginya, sehingga memperoleh pendapatan yang memadai. (6) Produsen pakan ikan membutuhkan kondisi agar pakan yang diproduksinya dapat terjual secara kontinyu dengan harga yang setinggi-tingginya, dan memperoleh bahan baku secara kontinyu dan dengan harga serendahrendahnya. (7) Produsen / pemasok obat-obatan ikan dan bahan kimia untuk produksi pembenihan membutuhkan kondisi di mana produk yang dihasilkan / dipasok dapat terjual secara kontinyu dengan harga yang setinggi-tingginya, dan memperoleh bahan baku secara kontinyu dan dengan harga beli serendahrendahnya. (8) Industri jasa transportasi membutuhkan adanya pesanan (order) yang kontinyu untuk mengangkut benih, ikan konsumsi atau jasa transport lainnya dari agroindustri kerapu budi daya sehingga ia memperoleh pendapatan yang memadai. (9) Konsumen membutuhkan pasokan ikan kerapu hidup secara kontinyu dengan kualitas baik dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli mereka Formulasi permasalahan Permasalahan akan timbul apabila terjadi konflik kepentingan antar para pelaku yang terlibat dalam sistem agroindustri kerapu budi daya. Uraian tentang keinginan dan konflik kepentingan yang menimbulkan masalah dapat dilihat pada Tabel 10. Meskipun terdapat konflik kepentingan, dalam kasus pengembangan agroindustri kerapu budi daya ini terdapat pula problem bersama (common problems) yang dihadapi oleh para pelaku yang dapat dijadikan dasar bagi para pelaku untuk saling bersinergi.

73 44 Tabel 10 Daftar keinginan dan konflik kepentingan antar pelaku dalam sistem agroindustri kerapu budi daya No Pelaku /Aktor Interest / Keinginan Konflik Kepentingan 1. Pemerintah Berkembangnya industri perikanan kerapu sehingga memperluas lapangan kerja, Dengan Nelayan: Nelayan lebih suka menangkap ikan kerapu di terumbu karang. PAD dan pertumbuhan Pemerintah melarang penggunaan ekonomi; bahan peledak dan Meningkatnya devisa melalui ekspor kerapu; sianida yang merusak terumbu karang. Dengan Pedagang: Eksportir lebih suka membeli kerapu hasil tangkap nelayan dari terumbu karang, karena lebih murah dan mudah. 2 Pelaku Pembenihan 3. Pembudidaya Ikan Ingin menjual benih semahal mungkin dan membeli input produksi (biaya produksi) semurah mungkin. Dapat menekan kematian (mortalitas) benih dan memperoleh benih yang bebas penyakit (virus dll.). Ingin menjual ikan semahal mungkin dan membeli input produksi (biaya produksi) semurah mungkin. Dapat menekan kematian (mortalitas) ikan dan mempercepat pertumbuhan ikan. Dengan Produsen/Pemasok Obat-obatan/ Bahan Kimia: Produsen ingin menjual semahal mungkin, sedangkan pembenih ingin membeli semurah mungkin. Dengan Nelayan: Nelayan ingin menjual induk kerapu semahal mungkin, sedang hatchery ingin semurah mungkin. Dengan Produsen Benih: Pembenih ingin menjual benih semahal mungkin, sedangkan pembudidaya semurah mungkin. Sering terjadi kelangkaan benih saat dibutuhkan, atau kelimpahan benih saat tidak dibutuhkan. Pembudidaya sering mengeluhkan kualitas benih yang rendah mengakibatkan mortalitas tinggi. Dengan Produsen Pakan : Produsen pakan ingin menjual pakan semahal mungkin, sedangkan pembudidaya membeli semurah mungkin.

74 45 Tabel 10 (lanjutan) 4. Pengepul / pedagang/ Eksportir 5. Nelayan Pemasok Induk dan Pakan Rucah 7. Pemasok Obat-obatan dan Bahan Kimia 8. Pengusaha Jasa Transportasi Memperoleh pasokan ikan sesuai permintaan pasar dengan harga semurah mungkin; Dapat menjual ikan sebanyak mungkin dengan harga setinggi-tingginya; Cenderung menutup-nutupi informasi pasar sehingga dapat menekan petani ikan. Ingin menjual induk dan ikan rucah semahal mungkin dan membeli input produksi semurah mungkin 9. Konsumen Membutuhkan pasokan ikan kerapu hidup sesuai kebutuhan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli mereka Dengan Pembudidaya: Pembudidaya ingin menjual ikan semahal mungkin, pedagang ingin semurah mungkin. Sering terjadi kelangkkan suplai pada saat dibutuhkan, atau kelebihan suplai pada saat permintaan pasar menurun. Pembudidaya menginginkan transparansi informasi pasar sehingga tidak dikelabui oleh eksportir. Dengan Pembudidaya: Pembudidaya ingin membeli ikan rucah (pakan) semurah mungkin sedangkan nelayan semahal mungkin. Ingin menjual Obat-obatan Dengan Pengusaha Pembenihan: dan Bahan Kimia semahal Idem butir 4. mungkin dan membelinya semurah mungkin. Membutuhkan adanya Dengan Pengguna jasa pesanan (order) yang (Pembenihan, Pembudidaya, kontinyu untuk mengangkut Pedagang): Mereka benih, ikan konsumsi atau mengunginkan biaya angkut jasa transport lainnya dgn yang semurah mungkin. biaya semahal mungkin. Dengan Pedagang: Suplai ikan tergantung produsen, sering tidak sesuai dengan permintaan. Harga pasar sering di bawah tingkat yang diharapkan. Permasalahan bersama tersebut adalah masih belum terciptanya sinergi dan kerjasama yang saling menguntungkan antar pelaku usaha. Belum terciptanya sinergi tersebut terlihat dari sering terjadinya kelangkaan benih pada saat dibutuhkan oleh pembudidaya, atau sebaliknya kelebihan benih pada saat tidak dibutuhkan oleh pembudidaya. Demikian pula antara pembudidaya dengan pengolah / pedagang pengumpul sering terjadi ketidaksesuaian antara kebutuhan dan pasokan. Permasalahan bersama ini terutama terjadi karena proses produksi benih dan kegiatan budi daya ada ketergantungan pada musim sehingga mengalami puncak pada musim-musim tertentu, di sisi lain konsumen juga menginginkan suplai yang cukup besar pada bulan-bulan tertentu.

75 46 Ketidaksesuaian antara demand dan supply ini mengakibatkan ketidakharmonisan yang berkepanjangan. Permasalahan lain yang menjadi perhatian bersama pelaku usaha dalam agroindustri perikanan budi daya kerapu adalah belum dikuasainya teknologi sehingga mengakibatkan rendahnya produktivitas dan kualitas produk. Pembenihan ikan kerapu masih mengeluhkan tingginya tingkat kematian (mortality rate) terhadap larva yang dihasilkan sehingga sering mengalami kerugian. Di sisi lain, pembudi daya sering mengeluhkan benih yang dibeli dari pembenihan banyak mengalami kematian karena kualitasnya yang kurang baik. Dalam transaksi jual beli ini belum ada perjanjian antara kedua belah pihak untuk menanggung bersama risiko kematian, sehingga pembudidaya sering mengalami kerugian. Permasalahan bersama ini perlu diatasi agar tidak menjadi penghambat bagi pengembangan agroindustri kerapu budi daya. Berkembangnya industri budi daya secara tidak langsung akan mengurangi terjadinya kerusakan terumbu karang akibat penangkapan ikan kerapu dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan. Bagi pemerintah, pengembangan agroindustri kerapu budi daya selain akan memberikan dampak ekonomi yaitu peningkatan pendapatan nelayan/petani ikan dan perolehan devisa, juga akan memberikan dampak kelestarian lingkungan yang penting bagi kelangsungan pembangunan dimasa yang akan datang Identifikasi sistem Tahap selanjutnya dalam rancangbangun model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya adalah identifikasi sistem. Dalam tahap ini dilakukan penggambaran diagram sebab-akibat (causal loop diagram) dan kotak gelap. Identifikasi sistem tersebut dilaksanakan dengan berdasarkan pada hasil analisis kebutuhan dan identifikasi permasalahan yang telah dilaksanakan pada tahap sebelumnya. Secara spesifik konsep diagram lingkar sebab-akibat untuk sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya digambarkan pada Gambar 9, sedangkan konsep kotak gelap dijelaskan pada Gambar 10. (1) Causal loop Keterkaitan antar pelaku maupun kegiatan yang terlibat dalam sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya berbasis budi daya dapat digambarkan

76 47 dalam diagram sebab-akibat (causal loop diagram) pada Gambar 9. Dalam penelitian ini perhatian utama ditujukan pada pemecahan permasalahan bersama yang diformulasikan pada tahap sebelumnya. Permasalahan utama tersebut adalah lemahnya keterkaitan antar rantai produksi pembenihan, pembudidayaan dan penanganan pascapanen dan rendahnya penguasaan teknologi, sehingga diagram sebab-akibat yang dibuat lebih berorientasi pada pendiskripsian permasalahan tersebut. Dalam diagram sebab-akibat tersebut terdapat 3 (tiga) subsistem, yaitu pembenihan, pembesaran, dan pascapanen yang dirangkai menjadi satu. Setiap subsistem memiliki struktur yang hampir serupa karena karakteristik kegiatannya hampir sama. Proses pengkonstruksian diagram sebab-akibat pada masingmasing subsistem dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pengkonstruksian diagram sebab-akibat untuk aliran material dan diagram sebab untuk akibat aliran finansial. Diagram sebab-akibat aliran material untuk pembenihan ikan kerapu dimulai dari jumlah induk yang tersedia yang menentukan berapa jumlah benih yang dapat diproduksi. Tingkat produksi tersebut ditentukan juga oleh produktivitas induk. Selanjutnya tingkat produksi benih akan menentukan jumlah persediaan (inventory) benih yang juga dipengaruhi oleh jumlah penjualan. Besarnya inventory akan menentukan berapa jumlah benih yang harus diproduksi (desired production). Desired production tersebut disamping dipengaruhi oleh besarnya inventory juga dipengaruhi oleh proyeksi / ekspektasi permintaan benih yang diperhitungkan berdasarkan permintaan benih saat ini. Diagram sebab-akibat untuk aliran finansial pada subsistem pembenihan merupakan pentransferan aliran material ke nilai finansialnya. Besarnya produksi benih dikalikan dengan biaya produksi per unit benih akan menghasilkan perhitungan tentang biaya produksi. Demikian juga jumlah inventori dikalikan dengan biaya inventori per unit akan menentukan besarnya biaya inventori. Demikian juga dengan income (pemasukan) pembenihan merupakan perkalian dari angka penjualan dengan harga jual. Selanjutnya pengurangan antara pemasukan dengan biaya-biaya akan menghasilkan perhitungan tentang tingkat keuntungan (profit) yang diperoleh oleh subsistem pembenihan.

77 48 Biaya Produksi benih Harga input produksi benih kerapu Produksi benih kerapu - Jumlah induk _ Profit pembeni han Biaya inventori /unit Inventori benih Kerapu _ - _ Tkt prod benih diinginkan Biaya inventori benih - Income pemb. Penjualan benih kerapu Harga benih kerapu Tingkat permintaan benih Harga input produksi kerapu BD Produksi kerapu BD - Jumlah KJA BD _ Profit budidaya Inventori Kerapu BD _ - Biaya Produksi Biaya krp BD inventori krp BD Income BD Biaya inventori /unit Tkt prod kerapu BD diinginkan _ - Harga kerapu BD Penjualan kerapu BD Tingkat permintaan kerapu BD Harga input produksi kerapu PPn Produksi kerapu P.Panen Jumlah KJA PP _ - Biaya Produksi krp PP Profit pascapa nen Biaya inventori /unit Inventori Kerapu P.Panen _ Tkt prod kerapu PP diinginkan Biaya inventori krp PP _ - _ Tingkat permintaan kerapu PP Income PP Harga kerapu PP Penjualan kerapu P. panen Produktiv itas induk Ekspektasi permintaan benih Produktiv itas KJA Ekspektasi permintaan kerapu BD Produktiv itas KJA Ekspektasi permintaan kerapu PP Gambar 9 Diagram sebab akibat sistem pengembangan agroindustri kerapu budi daya.

78 49 Pendeskripsian diagram sebab-akibat untuk subsistem budi daya dan subsistem penanganan pascapanen hampir serupa dengan diagram subsistem pembenihan. Diagram sebab-akibat aliran material untuk budi daya kerapu dimulai dari jumlah KJA yang tersedia yang menentukan berapa jumlah ikan yang dapat diproduksi. Tingkat produksi tersebut ditentukan juga oleh produktivitas KJA. Selanjutnya tingkat produksi ikan akan menentukan jumlah persediaan (inventory) yang juga dipengaruhi oleh jumlah penjualan. Besarnya inventory akan menentukan berapa jumlah ikan yang harus diproduksi (desired production). Desired production tersebut disamping dipengaruhi oleh besarnya inventory juga dipengaruhi oleh proyeksi / ekspektasi permintaan ikan yang diperhitungkan berdasarkan permintaan ikan kondisi nyata saat ini. Diagram sebab-akibat untuk aliran finansial pada subsistem pembesaran seperti pada subsistem pembenihan merupakan pentransferan aliran material ke nilai finansialnya. Besarnya produksi ikan dikalikan dengan biaya produksi per ekor akan menghasilkan perhitungan tentang biaya produksi. Demikian juga jumlah inventori dikalikan dengan biaya inventori per unit akan menentukan besarnya biaya inventori. Demikian juga dengan income (pemasukan) pembesaran merupakan perkalian dari angka penjualan dengan harga jual. Selanjutnya pengurangan antara pemasukan dengan biaya-biaya akan menghasilkan perhitungan tentang tingkat keuntungan (profit) yang diperoleh oleh subsistem pembesaran. Untuk diagram sebab-akibat pada subsistem penanganan pascapanen, deskripsi elemennya identik dengan subsistem pembesaran baik untuk aliran material maupun aliran fiansialnya, hanya pada subsistem pascapanen ini elemen tingkat permintaan kerapu langsung berhubungan dengan angka permintaan pasar yang merupakan elemen penentu bagi sistem secara keseluruhan. Dalam diagram sebab-akibat ini ketiga subsistem yang dapat dianalisis secara terpisah tersebut dirangkaikan menjadi suatu kesatuan sistem, dimana elemen permintaan pasar pada pembenihan merupakan refleksi dari kebutuhan subsistem pembesaran, sehingga tingkat permintaan benih ditentukan oleh tingkat produksi pembesaran pada subsistem pembesaran. Demikian pula halnya secara identik, permintaan kerapu budi daya ditentukan oleh tingkat produksi pada subsistem pascapanen.

79 50 (2) Diagram input output Konsep diagram input-output merupakan tahapan lebih lanjut dari diagram sebab-akibat, yaitu sebagai interpretasinya ke dalam konsep black box. Dalam konsep black box tersebut, informasi dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu (1) peubah input, (2) peubah output, dan (3) parameter-parameter yang membatasi struktur sistem (Eriyatno 1999). Input terdiri atas dua golongan, yaitu input yang berasal dari luar sistem (exogen) atau input lingkungan dan input yang berasal dari dalam sistem (overt input). Overt input merupakan peubah endogen yang ditentukan oleh fungsi dari sistem. Input tersebut terdiri atas input terkendali dan input tak terkendali. Output dari sistem terdiri atas output diinginkan dan output tidak diinginkan. Input Tak Terkendali Harga jual dan permintaan kerapu di pasaran; Harga input produksi pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Ketersediaan kawasan Budi daya Kesehatan Lingkungan perairan Nilai Tukar Rupiah Tingkat Bunga Pinjaman Input Terkendali Teknologi pembenihan Teknologi budi daya Tekn. pascapanen/pengolahan Teknologi Transportasi Tata ruang kawasan Input Lingkungan Peraturan pemerintah Globalisasi Perdagangan Perubahan Iklim Global SISTEM PENGELOLAAN INDUSTRI PERIKANAN KERAPU Manajemen Industri Output Diinginkan Peningkatan keuntungan pembenih, pembudi daya dan agroindustri ; Berkembangnya industri kerapu budi daya & pendukungnya; Peningkatan Devisa; Lestarinya terumbu karang Output Tak Diinginkan Tidak terkendalinya perkembangan industri perikanan kerapu Oversupply kerapu, harga turun Kelangkaan supply, harga naik Kelangkaan input produksi (pakan, benih, obat-obatan). Gambar 10 Diagram input output sistem pengelolaan industri budi daya perikanan kerapu. Gambar 10 di atas menunjukkan diagram input-output untuk sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Untuk pengelolaan industri tersebut dibutuhkan input yang tergolong dalam input tak terkendali yaitu harga ikan konsumsi dan permintaan pasar, harga input industri seperti harga induk ikan, benih dan pakan, ketersediaan kawasan budi daya, dan nilai tukar rupiah (yang berhubungan dengan harga jual) dan tingkat bunga pinjaman untuk investasi dan modal kerja. Sementara itu untuk input yang dapat dikendalikan adalah teknologi

80 51 pembenihan, teknologi budi daya, teknologi pengolahan, teknologi transportasi dan perencanaan kawasan untuk budi daya. Sistem yang dikembangkan bertujuan untuk menghasilkan output yang diinginkan yaitu peningkatan pendapatan nelayan dan petani ikan, lestarinya terumbu karang dan berkembangnya usaha budi daya kerapu dan industri pendukungnya. Meskipun demikian dihasilkan pula output yang tidak diinginkan seperti tidak terkendalinya perkembangan usaha budi daya kerapu dan terjadinya oversuplai sehingga harga jatuh, kemungkinan terjadinya kepunahan terhadap ikan karang karena eksploitasi yang berlebih, dan kelangkaan input produksi yang dibutuhkan seperti pakan, benih, dan obat-obatan. Untuk mengendalikan sistem agar lebih mengarah pada output yang diinginkan, maka dibuatlah mekanisme umpan balik (feedback) berupa manajemen sistem agroindustri sedemikian rupa agar output yang dihasilkan mengarah pada output yang diinginkan dan tidak mengarah pada output yang tidak diinginkan. Dalam penelitian ini fokus umpan balik manajemen agroindustri kerapu budi daya diarahkan pada penguatan keterkaitan antar pelaku usaha dalam rantai produksi dan peningkatan penggunaan teknologi sehingga tercipta suatu agroindustri kerapu budi daya yang tanguh dan berproduktivitas tinggi. Berkembangnya agroindustri kerapu budi daya akan mencegah terjadinya eksploitasi ikan kerapu di perairan terumbu karang sehingga dapat menjaga kelestariannya. 5.2 Rancang Bangun Model Berdasarkan hasil identifikasi sistem yang akan dibuat untuk pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, terutama diagram sebab-akibat, maka dilakukan rancang bangun model dinamis dengan menggunakan paket program Powersim Studio yang menerjemahkan diagram sebab-akibat ke dalam program komputer Rancangbangun model peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budi daya. (1) Rancang bangun model peningkatan keuntungan subsistem pembenihan. Model peningkatan keuntungan produksi pembenihan kerapu dirancangbangun sebagai alat untuk mensimulasikan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan kerapu dengan mempertimbangkan berbagai variabel yang

81 52 terlibat di dalamnya. Tingkat keuntungan merupakan fungsi dari tingkat pendapatan dikurangi oleh pengeluaran produksi. Tingkat pendapatan merupakan fungsi dari tingkat produksi dan harga jual benih, sedangkan tingkat pengeluaran produksi merupakan fungsi dari penggunaan volume input produksi dan harga beli input produksi tersebut. Tingkat pendapatan sangat berfluktuasi karena tingkat produksi dan harga jual benih yang berfluktuasi sepanjang tahun. Fluktuasi produksi terjadi karena induk-induk ikan kerapu hanya memijah (melepas telur) pada umur tertentu dan pada periode-periode tertentu, terutama pada masa bulan gelap. Jumlah telur yang dihasilkan juga sangat bergantung pula pada umur induk yang dipijahkan, sedangkan persentase jumlah telur yang bertahan (survive) menjadi benih sangat tergantung pula pada input produksi yang digunakan selama masa pemeliharaan (4-6 bulan) terutama pakan, obat-obatan dan penanganan kualitas air. Tingkat pengeluaran produksi selain ditentukan oleh volume penggunaan input produksi (pakan, obat-obatan, tenaga kerja) dan juga harga input produksi tersebut. Sebagaimana halnya dengan tingkat pendapatan, maka tingkat pengeluaranpun berfluktuasi sesuai dengan perubahan yang terjadi pada variabel yang disebutkan di atas. Tujuan dari model ini adalah memaksimalkan keuntungan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan input produksi dan mencegah kemungkinan terjadinya produksi yang berlebih (over supply) atau kekurangan produksi pada saat fluktuasi permintaan mencapai puncak (peak). Tujuan ini dapat dicapai apabila fluktuasi permintaan benih dapat diantisipasi oleh produsen melalui pengaturan waktu produksi atau melalui pengontrolan persediaan (inventory control). Model peningkatan keuntungan industri pembenihan dikembangkan berdasarkan hubungan sebab-akibat (causal loop diagram) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 11.

82 Biaya pemeliharaan induk Biaya pemeliharaan induk/ekor Pengeluaran pem benihan Biaya Produksi Benih Produksi Benih Kerapu Biaya Produksi Bnh/Unit Produk tivitas induk Jumlah Induk disediakan - Keuntungan Pembenihan Biaya Inventori Benih Biaya Inventori Bnh/Unit Inventori Benih Kerapu Tkt Inventory Diinginkan - Income Pembenihan Harga Benih /Unit - Coverage Inventori Benih Trend Permintaan Benih Expektasi Permintaan benih Penjualan Benih Kerapu 53 Tkt Per mintaan benih Gambar 11 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu. Hubungan antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu dapat didiskripsikan dalam persamaan matematis sebagai berikut: Keuntungan Pembenihan = Income Pembenihan Pengeluaran pembenihan Income Pembenihan = Jumlah Penjualan Benih * Harga Benih Pengeluaran pembenihan = Biaya produksi benih biaya pemeliharaan induk biaya inventori benih. Biaya produksi benih = Biaya produksi benih per ekor * Jumlah Produksi Benih Biaya inventory = Biaya Inventory/ekor * Inventory Benih Biaya pemeliharaan induk = Jumlah induk * biaya pemeliharaan induk/ekor. Jumlah Produksi Benih = Jumlah Induk * Produktivitas induk.

83 54 Inventori benih kerapu = Jumlah produksi benih jumlah penjualan benih. Tingkat inventori benih diinginkan (t1) = ekpektasi permintaan benih (t) * Coverage inventori benih (t) Berdasarkan diagram sebab-akibat dan hubungan antar elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembenihan ikan kerapu, maka dikonstruksikan model dengan menggunakan POWERSIM STUDIO yang dapat digunakan untuk proses simulasi. Model powersim untuk peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu dapat dilihat pada Gambar 12. Biaya Tak Langsung Profit pembenihan Total Profit Pembenihan Biaya pemel induk per ekor Penyusutan Pemasukan Pembenihan Harga Benih Pengeluaran Pembenihan Biaya pemel induk By Pakan Bnh per ekor Biaya Prod Bnh per ekr Biaya Inventory Benih Biaya Produksi benih Faktor Biaya inventory benih By lainnya per ekor produksi benih kerapu penjualan benih kerapu Inventori benih kerapu Survival rate kerapu Survival rate benih Fekunditas induk Produktivitas induk Waktu utk perbaiki inventori Coverage inventori Bnh Konversi Kg ke Ekor Prosentase induk memijah Jumlah induk Tingkat produksi benih diinginkan Tkt inventori benih diinginkan Tkt permintaan benih per bulan Permintaan Kerapu Pasca Panen Penyediaan induk baru Kematian Induk Perubahan Exp demand benih Demand Ikan Ukuran Konsumsi Expected demand benih Waktu utk penyediaan induk baru Jumlah induk diinginkan Lifetime induk Waktu untuk merubah ekpektasi Gambar 12 Struktur Model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu menggunakan program Powersim Studio.

84 55 Model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu terdiri atas elemen-elemen disusun sesuai dengan sistem operasi yang ada di lapangan, yaitu memproduksi benih ikan kerapu yang dapat dijual sesuai dengan permintaan pasar. Sesuai dengan kerangka konseptual, model ini ditujukan untuk dapat mensimulasikan jumlah induk yang harus disediakan untuk menghasilkan benih dalam jumlah yang tepat dan jumlah inventori yang harus disediakan untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan pasar sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kelebihan pasokan ( over supply ) atau kekurangan pasokan di pasaran. Deskripsi masing-masing elemen model dan hubungannya antar variabel maupun konstanta diuraikan pada Tabel 11 yang terdiri atas nama variabel, satuan yangdigunakan dan definisi dari variabel tersebut. Tabel 11 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembenihan ikan kerapu. Nama Unit Definisi Biaya Inventory Benih Rp / mo Faktor Biaya inventory benih* Harga Benih *Inventory benih kerapu Biaya Pemeliharaan Rp / mo Biaya pemel induk per ekor * jumlah induk Induk Biaya Pemel Induk / ekor Rp/Induk/mo Biaya Produksi Benih Rp / mo Produksi benih * Biaya Produksi per ekor benih Biaya produksi per ekor benih Rp/ekor Biaya pakan benih per ekor biaya lainnya per ekor Biaya Tak Langsung Rp/mo Biaya lainnya per ekor Rp/ekor 796 Biaya pakan benih per Rp/ekor 1692 ekor Coverage inventori benih mo 1 Expected demand benih ekor / mo Tkt permintaan benih per bulan Faktor biaya inventori %/mo 5 benih Fekunditas induk Ekor/induk/6 mo NORMAL( , ) Harga benih Rp/ekor 6000 Inventory benih kerapu ekor Tkt inventory benih diinginkan Jumlahbinduk induk Jumlah induk diinginkan Jumlah induk diinginkan induk Tingkat produksi benih diinginkan / produktivitas induk Kematian induk Induk/mo Jumlah induk / lifetime induk Konversi Kg ke Ekor Ekor/kg 2 Lifetime induk mo 36 Pemasukan pembenihan Rp / mo Penjualan Benih kerapu * harga benih Pengeluaran Pembenihan Rp / mo Biaya inventory benih Biaya pemeliharaan induk Biaya produksi benih Penjualan benih kerapu ekor / mo Tkt permintaan benih per bulan Penyediaan induk baru Induk / mo (jumlah induk diinginkan - jumlah induk tersedia) / waktu untuk penyediaan induk baru kematian induk

85 56 Tabel 11 (lanjutan) Permintaan kerapu pascapanen Ekor/mo GRAPHSTEP(TIME<STARTTIME,1<<mo>>, Demand Ikan Ukuran Konsumsi * Konversi Kg ke Ekor Perubahan expected demand benih ekor/mo (tkt permintaan benih / bulan Expected demand benih / wktu untuk merubah ekpektasi) Produksi benih kerapu ekor / mo Jumlah induk * produktivitas induk Produktivitas induk Ekor/mo/induk Fekunditas induk*persentase induk memijah* Survival Rate Keuntungan pembenihan Rp / mo Pemasukan pembenihan pengeluaran pembenihan Persentase induk % NORMAL (20, 2) memijah Survival rete benih % NORMAL (16, 1.6) Survival rate kerapu % NORMAL (80, 8) Time delay mo 6 Tkt inventory benih diinginkan Tkt permintaan benih per bulan Total Keuntungan pembenihan Waktu untuk merubah ekspektasi Waktu utk penyediaan induk baru Keterangan: mo = bulan ekor Expected demand benih * coverage inventory benih ekor / mo Rp mo 2 mo 12 (2) Rancangbangun model peningkatan nilai tambah subsistem pembesaran. Model peningkatan keuntungan usaha pembesaran kerapu disusun untuk digunakan sebagai alat untuk mensimulasikan maksimalisasi keuntungan pembesaran kerapu dengan meningkatkan pendapatan dan menekan biaya produksi. Upaya menekan biaya produksi dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan input produksi dan memperkecil terjadinya kelebihan produksi (ekses suplai). Tingkat pendapatan sangat berfluktuasi karena tingkat produksi dan harga jual ikan hasil budi daya berfluktuasi sepanjang tahun. Fluktuasi produksi terjadi karena adanya keterbatasan suplai benih dan kondisi musim yang tidak memungkinkan budi daya dilakukan sepanjang tahun. Tingkat pengeluaran produksi selain ditentukan oleh volume penggunaan input produksi (pakan, obat-obatan, tenaga kerja) dan juga harga input produksi tersebut. Sebagaimana halnya dengan tingkat pendapatan, maka tingkat pengeluaranpun berfluktuasi sesuai dengan perubahan yang terjadi pada variabel yang disebutkan di atas.

86 57 Tujuan dari model ini adalah memaksimalkan keuntungan dengan mencegah kemungkinan terjadinya produksi yang berlebih (over supply) atau kekurangan produksi pada saat fluktuasi permintaan mencapai puncak (peak). Tujuan ini dapat dicapai apabila fluktuasi permintaan ikan konsumsi dapat diantisipasi oleh produsen melalui pengaturan waktu produksi atau melalui pengontrolan persediaan (inventory control). Model tersebut disusun berdasarkan hubungan sebab-akibat (causal loop diagram) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar Keuntungan Budi daya Biaya pemeliharaan KJA Biaya pemeliharaan KJA/unit Biaya Produksi Kerapu BD Pengeluaran Budi daya Produksi Kerapu BD Biaya Produksi Kerapu/Ekr Produk tivitas KJA Jumlah KJA disediakan Biaya Inventori Kerapu BD Biaya Inventori Krp/Unit Inventori Kerapu BD Tkt Inventory Diinginkan - Income Budi daya Harga Kerapu/ Ekor - Coverage Inventori Kerapu BD Trend Permintaan Kerapu BD Expektasi Permintaan Krp BD Penjualan Kerapu BD Tkt Per mintaan kerapu Gambar 13 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembesaran perikanan kerapu. Hubungan antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembesaran kerapu dapat didiskripsikan dalam formula sebagai berikut:

87 58 Keuntungan Pembesaran = Income Pembesaran Pengeluaran Pembesaran. Income Pembesaran = Jumlah Penjualan Kerapu BD * Harga Kerapu BD. Pengeluaran pembesaran = Biaya pemeliharaan KJA Biaya Produksi Kerapu BD Biaya Inventori kerapu BD. Produksi kerapu BD = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA. Biaya produksi Kerapu BD = Biaya produksi BD per ekor * Jumlah Produksi Pembesaran. Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pembesaran. Jumlah Produksi Pembesaran = Jumlah KJA BD * Produktivitas KJA BD. Inventori kerapu = Jumlah produksi kerapu jumlah penjualan kerapu. Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pembesaran * coverage kerapu pembesaran. Biaya pemeliharaan KJA = Jumlah KJA * Biaya pemeliharaan / unit. Model peningkatan keuntungan pembesaran yang dirancang menggunakan Powersim Studio dapat dilihat pada Gambar 14. Seperti model pembenihan, model ini terdiri atas elemen-elemen disusun sesuai dengan sistem pembesaran yang ada di lapangan, yaitu memproduksi ikan ukuran konsumsi yang dapat dijual sesuai dengan permintaan pasar. Sesuai dengan kerangka konseptual pada Gambar 6, model ini ditujukan untuk dapat mensimulasikan proses peningkatan keuntungan pada industri pembesaran kerapu melalui efisiensi penggunaan input produksi dan pengelolaan inventory yang disesuaikan dengan fluktuasi permintaan pasar dan ketersediaan benih hasil hatchery sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kelebihan pasokan (over supply) atau kekurangan pasokan ikan ukuran konsumsi di pasaran.

88 59 Biaya pemel KJA per unit Biaya BD Tak Langsung Profit budidaya Total Profit Budidaya Harga Benih Jumlah KJA Biaya pemel KJA Pengeluaran Budidaya Penyusutan BD Pemasukan Budidaya Harga Kerapu BD Bi Pkn BD per ekor Biaya input BD By Prod BD per ekor Biaya Produksi kerapu per ekor Biaya Inventory Kerapu BD Faktor Biaya inventory krp BD By BD lainnya per ekor produksi kerapu BD penjualan kerapu BD Inventori krp BD Produktivitas per KJA Waktu utk perbaiki inventory Krp BD Coverage inventori Krp BD SR selama penampungan Konversi Kg ke Ekor Survival rate kerapu Padat tebar KJA Perubahan jumlah KJA Tingkat produksi Krp BD diinginkan Tkt inventori KrpTingkat Permintaan diinginkan Kerapu BD Permintaan Kerapu Pasca Panen Jumlah KJA KJA Rusak Perubahan Exp demand Krp BD Demand Ikan Ukuran Konsumsi Waktu utk penambahan KJA Jumlah KJA dibutuhkan Lifetime KJA Expected demand kerapu BD Waktu untuk merubah ekpektasi demand Gambar 14 Struktur submodel peningkatan keuntungan industri pembesaran kerapu menggunakan program Powersim Studio. Deskripsi masing-masing elemen model dan hubungannya antar variabel maupun konstanta dalam model peningkatan keuntungan industri pembesaran perikanan kerapu diuraikan pada Tabel 12.

89 60 Tabel 12 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembesaran ikan kerapu Nama Unit Definisi Biaya pakan BD per ekor Rp/ekor Biaya BD Tak langsung Rp/mo Biaya input BD Rp/ekor Biaya Produksi BD per ekor Harga benih Biaya Inventory Kerapu BD Rp / mo (Faktor biaya invntory * Harga kerapu BD) * Inventory kerapu BD Biaya Pemeliharaan KJA Rp / mo Biaya pemel KJA per unit * jumlah KJA Biaya pemeliharaan KJA per Rp / induk unit / mo Biaya Produksi Kerapu BD Rp / mo Produksi kerapu BD * biaya input BD Biaya BD lainnya per ekor Rp/ekor 1908 Biaya produksi BD / ekor Rp/ekor Biaya pakan BD per ekor Biaya BD Lainnya Coverage inventory kerapu BD mo 1 Demand ikan ukuran konsumsi Kg/mo {2440,460,2090,10400,7696,10780, Expected demand kerapu BD ekor / mo Tkt permintaan kerapu per bulan Faktor biaya inventori %/m0 5 Harga kerapu BD Rp/ekor Inventory kerapu BD ekor Tkt inventory kerapu BD diinginkan Jumlah KJA KJA Jumlah KJA diinginkan Jumlah KJA dibutuhkan KJA 40 KJA Rusak Induk/mo Jumlah KJA / lifetime KJA Konversi Kg ke Ekor Ekor/kg 2 Lama Pembesaran mo NORMAL (5, 0.5) Lifetime KJA mo 60 Padat tebar per KJA ekor/induk/ NORMAL (500,50) 6 mo Pemasukan Pembesaran Rp / mo Penjualan kerapu BD * harga kerapu BD Pengeluaran Pembesaran Rp / mo Biaya inventory kerapu BD Biaya pemeliharaan Penjualan kerapu BD Tingkat permintaan kerapu BD Permintaan kerapu pascapanen Ekor/mo GRAPHSTEP(TIME,STARTTIME,1<<mo>>, Deman Ukan Ukuran Konsumsi) Konversi Kg ke Ekor Perubahan expected demand kerapu BD ekor/mo (tkt permintaan kerapu BDh / bulan Expected demand kerapu / waktu untuk merubah ekpektasi Perubahan jumlah KJA KJA/mo (Jumlah KJA dibutuhkan-jumlah KJA)/Waktu untuk penembahan KJAKJA rusak. Produksi BD kerapu ekor / mo Jumlah KJA * produktivitas KJA Produktivitas per KJA ekor/mo/i nduk Padat tebar per KJA* Survival Rate Keuntungan pembesaran Rp / mo Pemasukan pembesaran pengeluaran pembesaran Survival rete p_panen % 90 Survival rate kerapu % NORMAL (80, 8) Tkt permintaan kerapu BD per ekor / mo bulan Tkt inventory kerapu diinginkan Total Keuntungan pembesaran Waktu untuk merubah ekspektasi Waktu utk penyediaan KJA mo 6 Keterangan: mo = bulan {2440, 460, 2090, 10400, dst...} ekor Expected demand kerapu * coverage inventory kerapu BD Rp mo 1

90 61 (3) Rancangbangun model peningkatan keuntungan subsistem penanganan pascapanen. Model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu disusun untuk digunakan sebagai alat untuk mensimulasikan maksimalissi keuntungan pascapanen kerapu melalui minimalisasi inventori dan efisiensi penggunaan input produksi. Model tersebut disusun berdasarkan hubungan sebab-akibat (causal loop diagram) sebagai berikut: - Profit Pascapanen Biaya pemeliharaan KJA Biaya pemeliharaan KJA/unit Biaya Produksi Kerapu PP Pengeluaran Pascapanen Produksi Kerapu PP Biaya Produksi Kerapu PP/Ekr Produk tivitas KJA Jumlah KJA disediakan Biaya Inventori Kerapu PP Biaya Inventori Krp/Unit Inventori Kerapu BD Tkt Inventory Diinginkan - Income Pasca Penen Harga Kerapu/ Ekor - Coverage Inventori Krp PP Trend Permintaan Kerapu Expektasi Permintaan Krp PP Penjualan Kerapu PP Tkt Per mintaan kerapu Gambar 15 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu.

91 62 Hubungan antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan keuntungan pascapanen kerapu dapat didiskripsikan dalam formula sebagai berikut: Keuntungan Pascapanen = Income Pascapanen Pengeluaran Pascapanen. Income Pascapanen = Jumlah Penjualan Kerapu PP * Harga Kerapu PP. Pengeluaran pascapanen= Biaya pemeliharaan KJA Biaya Produksi Kerapu PP Biaya Inventori kerapu PP. Produksi kerapu PP = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA. Biaya produksi Kerapu PP = Biaya produksi PP per ekor * Jumlah Produksi Pascapanen. Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pascapanen. Jumlah Produksi Pascapanen = Jumlah KJA PP * Produktivitas KJA PP. Inventori kerapu PP = Jumlah produksi kerapu PP jumlah penjualan kerapu PP. Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pascapanen * coverage kerapu pascapanen. Biaya pemeliharaan KJA = Jumlah KJA * Biaya pemeliharaan / unit. Model peningkatan keuntungan usaha pascapanen yang dirancang menggunakan program Powersim Studio dapat dilihat pada Gambar 16. Elemenelemen model disusun sesuai dengan sistem yang ada di lapangan, yaitu mengumpulkan, menyeleksi, menampung dan pemasarkan ikan ukuran konsumsi ke pasar, terutama pasar ekspor. Sesuai dengan kerangka konseptual pada Gambar 6, model ini ditujukan untuk dapat mensimulasikan proses peningkatan keuntungan pada industri penangan pascapanen dan pengelolaan inventori yang disesuaikan dengan fluktuasi permintaan pasar dan pasokan ikan hasil pembesaran atau dari sumber-sumber lainnya seperti penangkapan, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kelebihan pasokan (over supply) atau kekurangan pasokan ikan ukuran konsumsi di pasaran.

92 63 Biaya pemel KJA PP per unit Biaya PP Tak Langsung Profit Pascapanen Total Profit Pascapanen Jumlah KJA PP Harga Kerapu BD Biaya pemel KJA PP Biaya input PP Bya PP per ekor Bya Pakan per ekor Bya PP lain per ekor produksi kerapu p_panen Pengeluaran Pasca panen Biaya Produksi kerapu PP per ekor Penyusutan PP Biaya Inventory Kerapu PP Pemasukan Pascapanen Harga Kerapu Pascapanen Faktor Biaya inventory krp PP penjualan kerapu PP Inventori krp P_panen Produktivitas KJA Pasca panen Waktu utk perbaiki inventori Krp PP Coverage inventori Krp PP Konversi Kg ke Ekor SR selama penampungan Pdt tebar per KJA PP Tingkat produksi Krp PP diinginkan Tkt inventori Krp PP diinginkan Permintaan Kerapu Pasca Panen Demand Ikan Ukuran Konsumsi Jumlah KJA PP Perubahan jumlah KJA PP Rusak KJA PP Waktu utk penambahan KJA- PP Lifetime KJA PP Jumlah KJA PP dibutuhkan Expected demand kerapu PP Perubahan Exp demand Krp PP Waktu untuk merubah ekpektasi demand Krp PP Gambar 16 Struktur submodel peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu. Deskripsi masing-masing elemen dan hubungannya antar variabel maupun konstanta pada model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen perikanan kerapu dapat dilihat pada Tabel 13.

93 64 Tabel 13 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pascapanen (PP) ikan kerapu Nama Unit Definisi Biaya Inventory Kerapu PP Rp / mo Biaya inventory kerapu PP per ekor * Inventory kerapu Biaya Pemeliharaan KJA Rp / mo Biaya pemel KJA per unit * jumlah KJA Biaya pemeliharaan KJA per Rp / induk / unit mo Biaya pengadaan per ekor ikan Rp/ekor Biaya Produksi Kerapu PP Rp / mo Pembenian kerapu BD * biaya pengadaan per ekor Biaya PP Lain per ekor Rp/ekor 2480 Biaya pakan per ekor Rp/ekor 5000 Biaya PP Tak langsung Rp/mo Coverage inventory kerapu PP mo 1 Demand ikan ukuran konsumsi Kg/mo {2440,460,2090,10400,7696,10780,...} Expected demand kerapu PP ekor / mo Tkt permintaan kerapu PP per bulan Faktor biaya inventori kerapu PP %/mo 10 Harga kerapu BD Rp/ekor Harga kerapu PP Rp/ekor Inventory kerapu PP ekor Tkt inventory kerapu PP diinginkan Jumlah KJA PP induk Jumlah KJA PP diinginkan Jumlah KJA PP diinginkan induk Tingkat produksi kerapu PP diinginkan/produktivitas KJA PP KJA PP Rusak Induk/mo Jumlah KJA PP / lifetime KJA PP Padat tebar per KJA ekor/induk/2 NORMAL (500,50) mo Produktivitas per KJA PP Ekor/mo/indu k Padat tebar per KJA PP * Survival Rate Keuntungan pascapanen Rp / mo Pemasukan pascapanen pengeluaran pascapanen Pembelian kerapu BD Ekor/mo DELAYMTR(Jumah KJA*Produktivitas KJA PP, Waktu tunda) Pengeluaran pascapanen Rp / mo Biaya inventory kerapu PP Biaya pemeliharaan kerapu PP Penjualan kerapu PP ekor / mo Tkt permintaan kerapu PP per bulan Penyusutan PP Rp/mo Permintaan kerapu pascapanen Ekor/mo GRAPHSTEP(TIME,STARTTIME,1<<mo>>, Deman Ukan Ukuran Konsumsi), Konversi Kg ke Ekor Perubahan expected demand kerapu PP ekor/mo (tkt permintaan kerapu PP / bulan Expected demand kerapu / waktu untuk merubah ekpektasi Perubahan Jumlah KJA PP KJA/mo (jumlah KJA dibutuhkan- Jlh KJA)/waktu utk penambahan KJA PP KJA PP Rusak. Produktivitas per KJA PP ekor/mo/kja Padat tebar per KJA PP* Survival Rate Keuntungan Pascapanen Rp / mo Pemasukan pascapanen pengeluaran pascapanen. Survival rete p_panen % NORMAL (80, 8) Tkt inventory kerapu diinginkan ekor Expected demand kerapu * coverage inventory kerapu PP Total Keuntungan Pascapanen Rp Waktu tunda mo NORMAL (1.5, 0.15) Waktu untuk merubah mo 3 ekspektasi Waktu utk penyediaan KJA mo 6 Keterangan: mo = bulan

94 Rancangbangun model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya. Model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya dirancang bangun sebagai alat untuk dapat (1) mensimulasikan berapa besar kapasitas produksi yang harus dikembangkan untuk industri pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen kerapu secara nasional dan (2) mensimulasikan seberapa besar tingkat keuntungan yang diperoleh industri pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu pada kondisi lapangan. Pengetahuan tentang kapasitas produksi secara agregat diperlukan untuk menghindarkan terjadinya suplai yang berlebih (excess supply) yang sering terjadi pada industri pertanian dalam arti luas. Pengetahuan tentang pengaruh variabel produksi terhadap tingkat keuntungan tersebut akan sangat berguna dalam merumuskan kebijakan yang dapat mengatasi masalah ketimpangan pendapatan antar pelaku usaha yang menghambat pengembangan agroindustri kerapu budi daya. Faktor peubah utama yang menentukan perencanaan kapasitas produksi perikanan kerapu maupun perencanaan distribusi keuntungan antar pelaku usaha adalah volume permintaan konsumen dan perkembangan harga terutama di pasaran Hong Kong yang merupakan tujuan utama pemasaran ikan kerapu hidup. Semakin tinggi volume permintaan pasar maka makin besar industri yang bisa dikembangkan. Demikian pula sebaliknya semakin kecil permintaan pasar, semakin kecil pula produksi yang harus dihasilkan. Perubahan harga kerapu di pasaran akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh. Model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya merupakan gabungan dari ke tiga model yang telah disusun terdahulu yaitu model peningkatan kinerja pembenihan, model peningkatan kinerja budi daya dan model peningkatan kinerja pascapanen menjadi suatu kesatuan. Tujuan rancangbangun model ini adalah dapat mensimulasikan pengembangan kapasitas produksi serta pemerataan distribusi keuntungan antar ketiga pelaku usaha dalam agroindustri kerapu budi daya. Elemen yang terhimpun pada model industri perikanan ini serupa dengan elemen masing-masing model terdahulu dengan modifikasi pada hubungan elemen jumlah induk dan jumlah KJA serta penggabungan elemen-elemen tersebut sehingga menjadi satu kesatuan.

95 66 Model penguatan struktur industri dirancang bangun berdasarkan alur pikir bahwa permintaan pasar di Hong Kong merupakan muara dari kegiatan produksi perikanan kerapu yang terdiri atas pembenihan, pembesaran, penanganan pascapanen dan juga kegiatan penangkapan di alam (fishing). Pasar Hong Kong tersebut merupakan salah satu dari beberapa tujuan pasar ikan kerapu seperti Singapura, Taiwan, Jepang dan negara-negara lainnya. Permintaan ikan kerapu di pasaran Hong Kong ini dapat dijadikan sebagai barometer fluktuasi permintaan pasar ikan kerapu, sehingga produksi ikan kerapu melalui budi daya perlu mengantisipasi fluktuasi tersebut dengan mengatur jadwal dan kapasitas produksi sehingga menghindarkan terjadinya suplai yang berlebih (excess supply). Harmonisasi kegiatan produksi benih, pembesaran, maupun penanganan pascapanen dengan fluktuasi pasar dilakukan dengan menyusun model yang menggambarkan rangkaian kegiatan produksi yang saling terkait satu dengan lain. Keterkaitan antar elemen tersebut digambarkan dalam diagram sebab-akibat (causal loop diagram) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 17. Diagram sebab-akibat tersebut terdiri atas tiga kegiatan (subsistem) utama, yaitu produksi benih (hatchery), produksi kerapu pembesaran, dan kegiatan pascapanen. Pada sisi paling kanan diagram tersebut terdapat variabel impor kerapu Hong Kong sebagai variabel yang menentukan perilaku model secara keseluruhan. Permintaan kerapu Hong Kong akan menentukan berapa besar permintaan kerapu di subsistem pascapanen yang secara berantai selanjutnya menentukan berapa besarnya penjualan kerapu pascapanen dan juga mempengaruhi ekspektasi terhadap permintaan kerapu di masa yang akan datang. Ekpektasi permintaan tersebut selanjutnya menentukan keinginan untuk memproduksi kerapu oleh pelaku pascapanen. Keinginan untuk memproduksi kerapu pascapanen ini akan diterjemahkan ke jumlah karamba jaring apung (KJA) yang harus disediakan. Jumlah karamba apung yang tersedia dimultiplikasikan dengan produktivitas setiap KJA akan menentukan jumlah produksi yang dihasilkan subsistem pascapanen. Basarnya produksi pada subsistem pascapanen selain menentukan persediaan (inventory) kerapu juga akan mempengaruhi tingkat permintaan pada subsistem pembesaran. Selanjutnya besarnya inventory akan menentukan keinginan (desired) produksi kerapu.

96 67 Biaya Produksi benih Harga input prod benih kerapu Produksi benih kerapu - Jumlah induk _ Profit pembeni han Biaya inventori /unit Inventori benih Kerapu _ - _ Tkt prod benih diinginkan Biaya inventori benih - Income pemb. Penjualan benih kerapu Harga benih kerapu Tingkat permintaan benih Harga input prod kerapu BD Produksi kerapu BD - Jumlah KJA BD _ Profit budidaya Inventori Kerapu BD _ - Biaya Produksi Biaya krp BD inventori krp BD Income BD Biaya inventori /unit Tkt prod kerapu BD diinginkan _ - Harga kerapu BD Penjualan kerapu BD Tingkat permintaan kerapu BD Produksi kerapu P.Panen Biaya Produksi krp PP Harga input prod kerapu PP Jumlah KJA PP _ - Profit pascapa nen Biaya inventori /unit Inventori Kerapu P.Panen _ Tkt prod kerapu PP diinginkan Biaya inventori krp PP _ - _ Tingkat permintaan kerapu PP Income PP Harga kerapu PP Penjualan kerapu P. panen Produkti vitas induk Ekspektasi permintaan benih Produkti vitas KJA Ekspektasi permintaan kerapu BD Produkti vitas KJA Ekspektasi permintaan kerapu PP Gambar 17 Diagram sebab-akibat untuk model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya.

97 68 Hampir serupa dengan subsistem pascapanen, diagram sebab-akibat pada subsistem pembesaran mempunyai perilaku yang sama, dimana permintaan ikan kerapu hasil pembesaran menentukan berapa besarnya penjualan kerapu hasil pembesaran dan juga mempengaruhi ekspektasi terhadap permintaan kerapu pembesaran di masa yang akan datang. Ekpektasi permintaan tersebut selanjutnya menentukan keinginan untuk memproduksi kerapu oleh pelaku pembesaran. Keinginan untuk memproduksi kerapu pembesaran ini akan diterjemahkan ke jumlah KJA yang harus disediakan. Jumlah karamba apung yang tersedia dimultiplikasikan dengan produktivitas setiap KJA akan menentukan jumlah produksi yang dihasilkan subsistem pembesaran. Basarnya produksi pada subsistem pembesaran selain menentukan persediaan (inventory) kerapu juga akan mempengaruhi tingkat permintaan pada subsistem pembenihan. Selanjutnya besarnya inventory akan menentukan keinginan (desired) produksi kerapu pembesaran yang secara siklikal mempengaruhi variabel lainnya. Pada subsistem pembenihan yang merupakan bagian hulu dari rangkaian produksi, permintaan benih yang dipengaruhi oleh produksi pada subsistem menentukan berapa besarnya penjualan benih dan juga mempengaruhi ekspektasi terhadap permintaan benih di masa yang akan datang. Ekpektasi permintaan tersebut selanjutnya menentukan keinginan untuk memproduksi benih oleh pelaku pembenihan. Keinginan untuk memproduksi benih tersebut ini akan diterjemahkan ke jumlah induk yang harus disediakan. Jumlah induk yang tersedia dimultiplikasikan dengan produktivitas setiap induk akan menentukan jumlah produksi yang dihasilkan subsistem pembenihan. Basarnya produksi pada subsistem pembenihan ini akan menentukan persediaan (inventory) benih. Selanjutnya besarnya inventory benih bersama-sama dengan variabel expected demand benih akan menentukan keinginan (desired) produksi benih yang secara siklikal mempengaruhi variabel lainnya. Hubungan antar elemen dalam model prediksi kapasitas produksi dan prediksi tingkat keuntungan masing-masing pelaku sebagaimana dijelaskan di atas merupakan gambaran tentang aliran material dan aliran informasi dalam agroindustri kerapu budi daya. Model ini belum memasukkan aliran finansial yang mempengaruhi model dan akan dibahas dalam bagian lain yang membahas

98 69 distribusi keuntungan antar subsistem. Untuk memudahkan proses penyusunan model menggunakan Powersim Studio, maka hubungan antar elemen ini dideskripsikan sebagai berikut: Keuntungan Pembenihan = Income Pembenihan Pengeluaran pembenihan. Income Pembenihan = Jumlah Penjualan Benih * Harga Benih. Pengeluaran pembenihan = Biaya produksi benih biaya pemeliharaan induk biaya inventori benih. Biaya produksi benih = Biaya produksi benih per ekor * Jumlah Produksi Benih. Biaya inventory = Biaya Inventory/ekor * Inventory Benih. Jumlah induk (t1) = Tkt produksi benih diinginkan (t1) / Produktivitas induk. Jumlah Produksi Benih = Jumlah Induk * Produktivitas induk. Inventori benih kerapu = Jumlah produksi benih jumlah penjualan benih. Tingkat inventori benih diinginkan (t1) = ekpektasi permintaan benih (t) * Coverage inventori benih (t). Keuntungan Pembesaran = Income Pembesaran Pengeluaran Pembesaran. Income Pembesaran = Jumlah Penjualan Kerapu BD * Harga Kerapu BD. Pengeluaran pembesaran = Biaya pemeliharaan KJA Biaya Produksi Kerapu BD Biaya Inventori kerapu BD. Produksi kerapu BD = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA. Biaya produksi Kerapu BD = Biaya produksi BD per ekor * Jumlah Produksi Pembesaran. Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pembesaran. Jumlah Produksi Pembesaran = Jumlah KJA BD * Produktivitas KJA BD. Inventori kerapu = Jumlah produksi kerapu jumlah penjualan kerapu. Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pembesaran * coverage kerapu pembesaran. Keuntungan Pascapanen = Income Pascapanen Pengeluaran Pascapanen. Income Pascapanen = Jumlah Penjualan Kerapu PP * Harga Kerapu PP. Pengeluaran pascapanen= Biaya pemeliharaan KJA Biaya Produksi Kerapu PP Biaya Inventori kerapu PP. Produksi kerapu PP = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA Biaya produksi Kerapu PP = Biaya produksi PP per ekor * Jumlah Produksi Pascapanen. Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pascapanen.

99 70 Jumlah Produksi Pascapanen = Jumlah KJA PP * Produktivitas KJA PP. Inventori kerapu PP = Jumlah produksi kerapu PP jumlah penjualan krp PP. Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pascapanen * coverage kerapu pascapanen. Permintaan kerapu pascapanen = (permintaan kerapu Hong Kong * market share kerapu Indonesia ). Penjualan kerapu pascapanen = min (permintaan kerapu pascapanen, inventory kerapu pascapanen ). Expected demand kerapu pascapanen (t1) = tingkat permintaan kerapu pasca panen t (tingkat permintaan kerapu pascapanen t * rate kenaikan). Desired produksi kerapu pascapanen (t1) = Expected demand kerapu PP (t1) (Tkt inventori KrpPP diinginkan (t1) Inventori krp P_panen (t) ) / Waktu utk perbaiki inventori Krp PP. Jumlah KJA PP = Tingkat produksi Krp PP diinginkan / Produktivitas KJA Pascapanen. Permintaan kerapu pembesaran (t1) = produksi kerapu PP (t1) (tingkat mortalitas * produksi kerapu PP (t1) ). Penjualan kerapu pembesaran = min (permintaan kerapu pembesaran, inventory kerapu pembesaran ). Expected demand kerapu pembesaran (t1) = tkt permintaan krp pembesaran (t) (tingkat permintaan kerapu pembesaran (t) * rate kenaikan). Desired produksi kerapu pembesaran (t1) = Expected demand kerapu BD (t1) ('Tkt inventori Krp BD diinginkan (t1) Inventori krp BD (t1) ) /'Waktu utk perbaiki inventori Krp BD. Jumlah KJA BD = Tingkat produksi Krp BD diinginkan/produktivitas KJA Pembesaran. Permintaan benih kerapu (t1) = produksi kerapu BD (t) ( tingkat mortalitas * produksi kerapu BD (t) ). Penjualan benih kerapu (t1) = min (permintaan benih kerapu (t1), inventory benih kerapu (t1) ). Expected demand benih kerapu (t1) = tingkat permintaan benih kerapu (t) (tingkat permintaan benih kerapu (t) * rate kenaikan). Desired produksi benih kerapu (t1) = Expected demand benih kerapu (t1) (Tkt inventori benih kerapu diinginkan (t1) Inventori benih krp (t1) ) /Waktu utk perbaiki inventori benih Krp.

100 71 Diagram sebab-akibat dan deskripsi hubungan antar elemen pada model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya ini selanjutnya diterjemahkan ke dalam model komputer menggunakan pemrograman Powersim Studio. Model ini selanjutnya dinamakan dengan Model Manajemen Agroindustri Kerapu, disingkat dengan Model MAGRIPU. Struktur model pengelolaan agroindustri kerapu budi daya yang merupakan struktur menyeluruh dari model yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 18. Model ini menggambarkan agroindustri kerapu budi daya mulai dari pembenihan, pembesaran, agroindustri, dan pemasaran ikan kerapu. Model ini dirancang untuk dapat mensimulasikan kapasitas produksi optimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen proses serta optimasi distribusi keuntungan yang diperoleh masing-masing pelaku usaha. Di samping itu, model tersebut dapat juga digunakan untuk mengatahui rantai pasokan (supply chain) dimana pelaku-pelakunya yang terdiri atas pemasok bahan baku, fasilitas produksi, jasa distribusi dan pelanggan dihubungkan (linked) satu dengan lainnya melalui aliran material ke depan (feed-forward flow) dan aliran informasi ke belakang (feedback flow).

101 72 Biaya pemel KJA PP per unit Biaya Tak Langsung Total Profit Pembenihan Biaya pemel KJA per unit Total Profit Budidaya Biaya PP Tak Langsung Total Profit Pascapanen Profit pembenihan Biaya BD Tak Langsung Profit budidaya Profit Pascapanen Biaya pemel induk per ekor Biaya pemel induk By Pakan Bnh per ekor Survival rate benih Waktu utk penyediaan induk baru Pengeluaran Pembenihan By lainnya per ekor Fekunditas induk Biaya Prod Bnh per ekr Penyediaan induk baru Delay produksi benih kerapu Produktivitas induk Waktu utk perbaiki inventori Prosentase induk memijah Jumlah induk Penyusutan Biaya Produksi benih Kematian Induk Lifetime induk Pemasukan Pembenihan Biaya Inventory Benih Inventori benih kerapu Faktor Biaya inventory benih penjualan benih kerapu Coverage inventori Bnh Tkt inventori benih diinginkan Tingkat produksi benih diinginkan Expected demand benih Harga Benih Tkt permintaan benih per bulan Perubahan Exp demand benih Jumlah KJA Bi Pkn BD per ekor By BD lainnya per ekor Biaya pemel KJA Survival rate kerapu produksi kerapu BD Produktivitas per KJA Waktu utk penambahan KJA Biaya input BD By Prod BD per ekor Delay_1 Pengeluaran Budidaya Padat tebar KJA Perubahan jumlah KJA Biaya Produksi kerapu per ekor Inventori krp BD Waktu utk perbaiki inventory Krp BD Jumlah KJA KJA Rusak Jumlah KJA dibutuhkan Penyusutan BD Tingkat produksi Krp BD diinginkan Lifetime KJA Biaya Inventory Kerapu BD Pemasukan Budidaya Faktor Biaya inventory krp BD penjualan kerapu BD Coverage inventori Krp BD Tkt inventori Krp diinginkan Expected demand kerapu BD Jumlah KJA PP Harga Kerapu BD Tingkat Permintaan Kerapu BD Perubahan Exp demand Krp BD Biaya pemel KJA PP Biaya input PP Bya PP per ekor Bya Pakan per ekor Delay_2 Bya PP lain per ekor produksi kerapu p_panen Produktivitas KJA Pasca panen Pengeluaran Pasca panen Biaya Produksi kerapu PP per ekor Pdt tebar per KJA PP SR selama penampungan Inventori krp P_panen Waktu utk perbaiki inventori Krp PP Jumlah KJA PP Perubahan jumlah KJA KJA PP Rusak PP Waktu utk penambahan KJA-PP Lifetime KJA PP Jumlah KJA PP dibutuhkan Penyusutan PP Biaya Inventory Kerapu PP Tingkat produksi Krp PP diinginkan Pemasukan Pascapanen Harga Kerapu Pascapanen Faktor Biaya inventory krp PP penjualan kerapu PP Coverage inventori Krp PP Tkt inventori Krp PP diinginkan Expected demand kerapu PP Konversi Kg ke Ekor Permintaan Kerapu Pasca Panen Perubahan Exp demand Krp PP Demand Ikan Ukuran Konsumsi Waktu untuk merubah ekpektasi demand Krp PP Produktivitas induk Jumlah induk diinginkan Waktu untuk merubah ekpektasi Produktivitas per KJA Produktivitas KJA Waktu untuk merubah Pasca panen ekpektasi demand Gambar 18 Struktur model manajemen agroindustri kerapu (MAGRIPU) menggunakan program Powersim Studio.

102 Pengujian Model Verifikasi model Verifikasi terhadap model komputer MAGRIPU dilakukan untuk meyakinkan bahwa program komputer dan implementasi dari model konseptual adalah benar. Menurut Sargent (1998), jenis bahasa komputer yang digunakan akan mempengaruhi diperolehnya program yang benar. Penggunaan bahasa simulasi untuk tujuan khusus (special purpose) seperti halnya penggunaan POWERSIM STUDIO untuk pemodelan sistem dinamik, akan menghasilkan tingkat kesalahan yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan bahasa simulasi yang general purpose. Verifikasi terhadap model komputer pertama-tama dilakukan dengan menguji keabsahan tanda-tanda aljabar dan kepangkatan dilakukan dengan mencermati persamaan-persamaan yang digunakan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 11, Tabel 12, dan Tabel 13. Persamaan-persamaan tersebut merupakan bagian yang ditampilkan pada pemrograman Powersim Studio Versi Persamaan-persamaan yang digunakan dalam model ini sebagian besar merupakan persamaan sederhana yang menggambarkan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Proses verifikasi terhadap model komputer MAGRIPU secara otomatis dilakukan oleh paket program Powersim Studio. Apabila terdapat hubungan yang tidak logis maka program tersebut tidak dapat dijalankan (di run ) dan menunjukkan tanda tanda tertentu seperti? pada variabel-variabel atau hubungan antar variabel yang tidak logis. Hubungan yang tidak logis tersebut terutama akan dapat terdeteksi apabila satuan yang digunakan pada variabel yang dihubungkan satu dengan lain tidak sama (match). Apabila pada model yang dirancang sudah tidak ditemukan lagi tanda-tanda yang mencerminkan hubungan yang tidak logis maka model tersebut telah dianggap dapat dioperasikan. Proses verifikasi terhadap model komputer, selain dilakukan sebelum model divalidasi, juga dilakukan setelah proses validasi model. Proses tersebut dilakukan secara iteratif termasuk memodifikasi struktur model komputer untuk memperoleh hasil yang memuaskan dan sesuai dengan tujuan penyusunan model, yaitu untuk memprediksi proses peningkatan keuntungan pada pembenihan,

103 74 pembesaran dan pascapanen kerapu, serta model untuk memprediksi kapasitas produksi optimal dan distribusi keuntungan ke tiga subsistem tersebut dalam sistem agroindustri kerapu budi daya Validasi model Validasi model adalah proses menguji substansi model, yaitu sejauh mana model komputer yang dibuat dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi yang memuaskan, konsisten dengan tujuan dari penerapan model. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sargent (1998), atribut yang digunakan dalam proses validasi sangat dipengaruhi oleh kondisi sistem yang digunakan dalam model tersebut apakah dapat diobservasi (observable system) atau tidak dapat diobservasi (non observable system). Sistem tersebut dapat diobservasi apabila dimungkinkan untuk mengumpulkan data di dunia nyata tentang perilaku operasional dari sistem yang dikaji. Dalam kasus penelitian ini, tidak dimungkinkan untuk memperoleh data lapangan mengenai pengaruh faktor produksi pembenihan, budi daya dan pascapanen kerapu terhadap tingkat keuntungan masing-masing subsistem, sehingga dikategorikan sebagai non observable system. Data lapangan yang tersedia pada umumnya hanya meliputi hubungan antara dua variabel misalnya antara jumlah pekan dengan pertumbuhan, tetapi pengaruh gabungan faktorfaktor produksi misalnya pakan, penggunaan vaksin dan benih unggul terdapat pertumbuhan ikan tidak dapat diperoleh. Untuk kasus non observable system seperti ini, maka proses validasi terhadap model dilakukan dengan mengeksplor perilaku model atau membandingkannya dengan model lainnya. Eksplorasi terhadap perilaku model pada prinsipnya adalah penggunaan model tersebut dalam proses simulasi untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi terhadap perilaku model. Proses simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini pada kenyataannya dilakukan secara iteratif sekaligus menguji apakah keluaran yang dihasilkan berupa grafik maupun angka-angka masih logis, misalnya tidak ada angka produksi atau inventory yang di bawah nol (negatif). Proses tersebut dilakukan secara berulang-ulang hingga tidak ditemukan lagi keganjilan dan terbentuk model yang sempurna. Validasi model dalam penelitian ini yang dilakukan bersamaan dengan proses simulasi dilaksanakan terhadap submodel peningkatan keuntungan industri

104 75 pembenihan, submodel peningkatan keuntungan industri budi daya dan submodel peningkatan keuntungan industri pascapanen. Ketiga submodel ini dirangkaikan menjadi satu kesatuan yang membentuk model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya yang digunakan dalam analisis kapasitas produksi dan pemerataan distribusi keuntungan. Validasi terhadap model penguatan struktur industri perikanan yang merupakan penggabungan dari submodel yang membentuknya dengan demikian akan mencerminkan tingkat validitas bagianbagian yang membentuknya. Dalam proses validasi ini terlihat bahwa keluaran yang ditunjukkan dalam proses simulasi menunjukkan perilaku yang sesuai dengan tujuan dari model Analisis sensitivitas Analisa sensitivitas dilakukan untuk menentukan peubah keputusan mana yang cukup penting ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Peubah keputusan yang ditelaah tingkat kepentingannya diutamakan pada peubah-peubah yang bersifat teknis seperti tingkat mortalitas benih atau ikan yang dipelihara, tingkat fekunditas induk, dan persentase jumlah induk memijah terhadap tingkat keuntungan industri pembenihan. Analisis sensitivitas pada industri budi daya menggunakan peubah tingkat mortalitas, padat penebaran dan lama budi daya terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh. Berdasarkan analisis ini maka faktor-faktor yang kurang penting dapat dihilangkan sehingga pemusatan studi dapat lebih ditekankan pada peubah keputusan kunci serta menaikkan efisiensi dari proses pengambilan keputusan. Analisis sensitivitas terhadap peubah-peubah pada model pembenihan dilakukan dengan menggunakan program powersim studio. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua peubah teknis seperti tingkat mortalitas, padat penebaran dan persentase induk memijah sensitif terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh. Untuk model pembesaran, peubah-peubah yang sensitif terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh adalah tingkat mortalitas pembesaran, padat penebaran dan lama pembesaran. Sementara itu untuk model pascapanen, peubah yang sensitif terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh adalah tingkat mortalitas, padat penebaran dan lama pascapanen.

105 Analisis stabilitas Analisis stabilitas dilakukan untuk menguji sejauh mana model tersebut bersifat stabil. Perilaku tidak stabil dapat terjadi apabila parameter diberi nilai yang di luar batas tertentu sehingga mengakibatkan perilaku acak dan tidak mempunyai pola yang tidak realistik. Parameter-parameter yang diberi nilai di luar batas untuk analisa stabilitas antara lain adalah volume permintaan ikan kerapu atau tingkat harga yang turun hingga level terendah, atau kelangkaan pakan ikan dan lain-lain. Analisis stabilitas dilakukan dengan menganti-ganti harga benih, berturutturut sebesar Rp 6.000,-/ekor, menjadi Rp 8.000,- / ekor dan Rp ,- per ekor telah merubah tingkat pendapatan pembenihan masing-masing Rp ,-, Rp ,- dan Rp ,- per tahun. Perubahan harga benih tersebut berpengaruh juga terhadap pendapatan subsistem pembesaran dan subsistem pascapanen, namun dengan kisaran yang jauh lebih kecil dibanding pendapatan pembenihan. Hasil ini menunjukkan bahwa model yang dirancang menunjukkan stabilitas. 5.4 Pengoperasian Model Pengoperasian model komputer yang telah disusun dilakukan dengan menggunakan program operasi POWERSIM STUDIO versi Model yang dioperasikan terdiri atas 5 (lima) submodel, yaitu submodel peningkatan keuntungan pembenihan, submodel peningkatan keuntungan pembesaran, submodel peningkatan keuntungan pascapanen, submodel perencanaan kapasitas produksi optimal, dan submodel pemerataan distribusi keuntungan. Dengan menggunakan submodel tersebut maka dapat dilakukan simulasi untuk maksimalisasi maupun optimalisasi tujuan yang ingin dicapai. Manual untuk pengoperasian model simulasi ke lima submodel tersebut dapat dilihat pada Lampiran 9. Dalam manual tersebut diberikan petunjuk dan tuntunan untuk mengoperasikan program simulasi tersebut secara user friendly. Hasil-hasil pengoperasian model komputer tersebut sebagian besar ditampilkan pada Bab 6.

106 77 6 SIMULASI MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA Simulasi merupakan tahap dimana model MAGRIPU dioperasikan untuk mempelajari secara detail bagaimana perlakuan (kebijakan) terhadap peubah tertentu dapat berpengaruh terhadap sistem. Melalui simulasi kita dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem, melalui penelaahan model dimana hubungan sebab-akibatnya seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ruang lingkup penelitian ini, maka simulasi dan penerapan model mencakup simulasi peningkatan keuntungan industri, simulasi untuk prediksi kapasitas produksi, dan simulasi untuk pemerataan distribusi keuntungan antar subsistem produksi yang terlibat. Khusus untuk peningkatan keuntungan industri, simulasi dilakukan terhadap masingmasing subsistem pembenihan, subsistem pembesaran dan subsistem penanganan pascapanen. Peningkatan keuntungan produksi tersebut dilakukan melalui peningkatan efisiensi parameter produksi dan diukur dengan tingkat keuntungan (profit) yang diperoleh. Untuk memperoleh tingkat ketelitian yang tinggi, maka dilakukan analisis Monte Carlo untuk mengetahui tipe distribusi sebaran data yang digunakan sebagai variabel dalam simulasi. Analisis tipe distribusi dilakukan meggunakan program Stat Fit. 6.1 Simulasi Peningkatan Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi daya Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan melalui perbaikan fekunditas, persentase memijah dan sintasan benih. Pembenihan merupakan usaha memproduksi benih ikan dengan cara mengawinkan induk-induk ikan dewasa, menetaskan telur, memelihara larva hingga ukuran tertentu yang siap ditebarkan di KJA untuk dibesarkan dalam proses pembesaran. Keberhasilan dalam kegiatan produksi pembenihan kerapu diukur dari berapa banyak benih yang dihasilkan dari sejumlah induk yang dimiliki. Jumlah benih yang dihasilkan selain ditentukan oleh banyaknya induk yang tersedia, juga sangat ditentukan oleh persentase induk yang memijah per periode tertentu, fekunditas (jumlah butir telur dilepas per induk), persentase telur yang dibuahi dan menetas, dan tingkat kematian (mortalitas) larva selama masa pemeliharaan hingga menjadi benih (40 hingga 45 hari). Dengan demikian ketersediaan induk yang sehat dan penanganan larva sangat menentukan produktivitas pembenihan. Peningkatan produktivitas pada pembenihan dengan demikian dapat dilakukan dengan memperbaiki kualitas induk agar memijah secara rutin,

107 78 memiliki fekunditas tinggi, daya tetas telur yang tinggi, dan menghasilkan benih yang sehat dan bertahan hidup. Pengalaman di beberapa pembenihan menunjukkan bahwa perlakuan terhadap induk seperti pemberian ikan cumi dan vitamin dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas telur. Faktor lain adalah sarana dan prasarana yang kurang mendukung seperti kondisi dan jumlah bak, penyediaan air, aerasi, pencahayaan, dan fasilitas penyediaan atau produksi pakan alami (plankton) untuk larva. Namun upaya perbaikan proses produksi tersebut membawa konsekwensi biaya, sehingga penerapan teknologi belum tentu memberikan keuntungan yang maksimal bagi pelaku usaha. Dalam kondisi seperti ini diperlukan simulasi untuk memperoleh perlakuan yang paling optimal sehingga memberikan keuntungan yang paling tinggi. Berdasarkan informasi dari pelaku pembenihan (Setiadharma et al. 2001) diperoleh keterangan bahwa dari pengamatan terhadap 20 ekor betina dan 8 jantan kerapu macan hanya 4 hingga 6 ekor atau sekitar 20% hingga 30% induk yang memijah dari populasi induk yang tersedia. Masa pemijahan berlangsung seama 3 hingga 5 hari pada sebelum dan setelah bulan gelap. Dalam satu tahun biasanya pada bulan Juli hingga September tidak memijah. Setiap masa pemijahan tersebut rata-rata dihasilkan butir telur, dibuahi butir dan daya tetas sebesar 71% atau menetas sebanyak butir per bulan. Umur induk dan perlakuan terhadap induk selama proses pemeliharaan menentukan tingkat kesuburan atau keberhasilan induk menghasilkan telur. Pada awal kematangan gonad (induk muda), yaitu pada saat induk kerapu macan berukuran 1-3 kg, fekunditas (jumlah telur yang dihasilkan) berkisar butir (Hassa dan Carlos, yang diacu dalam Setiadharma et al. 2001), namun pada puncak masa kesuburan 3,5 8,0 kg fekunditas mencapai hinga butir. Perlakuan yang menentukan kesuburan induk antara lain adalah pemberian pakan berupa ikan segar sebanyak 2-3 % dari biomass per hari dan pemberian cumi segar 7 10 hari sebelum bulan gelap, pergantian air 200%, mempertahankan temperatur 27,5 o C 31 o C. Tingkat keberhasilan pembenihan juga ditentukan oleh perlakuan (penanganan) terhadap telur dan larva setelah dipijahkan oleh induk. Perlakuan standar pada pembenihan setelah telur dilepas oleh induk adalah bahwa telur

108 79 yang dibuahi akan mengapung dan yang tidak dibuahi akan mengendap. Telurtelur yang mengapung tersebut kemudian dikumpulkan dan ditempatkan dalam akuarium bervolume 200 liter untuk dibersihkan dan dipilah. Selanjutnya telur dipindahkan ke tangki pemeliharaan larva dengan kepadatan 5 10 butir per liter air, dan telur akan menetas setelah 18 hingga 20 jam. Larva akan dipelihara di bak larva selama hari dan diberi makan berupa plankton (Brachionus sp., Nannochloropsis sp., Rotifer, bahan pengkaya komersial, pakan buatan, dan larva Artemia sp. Selama masa pemeliharaan dilakukan penyiponan (pembuangan kotoran dasar) setiap 2 hari mulai hari ke 15, dan pengantian air mulai 20% hingga 80% per hari. Berdasarkan identifikasi terhadap faktor-faktor teknis yang menentukan keberhasilan industri pembenihan, terutama dalam menghasilkan benih dalam kuantitas dan kualitas yang tinggi, maka dalam simulasi peningkatan keuntungan industri pembenihan ini digunakan peubah (1) fekunditas induk, (2) tingkat sintasan benih, dan (3) persentase jumlah induk memijah, sebagai faktor yang menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan. Ketiga peubah ini dinilai sebagai peubah antara (intervening variable) dari faktor perbaikan kualitas induk yang sulit dikuantifikasi dalam bentuk angka. Simulasi ini dilaksanakan dengan mengambil kasus pembenihan dengan kapasitas yang banyak ditemukan di lapangan yaitu dengan jumlah stok induk sebanyak 6 ekor, atau sekitar ekor benih per tahun. Pengaruh peningkatan fekunditas induk terhadap keuntungan pembenihan. Fekunditas adalah jumlah telur yang dikandung oleh induk ikan yang jumlahnya sangat tergantung pada kondisi umur dan perlakuan terhadap induk. Tingkat fekunditas ini berpengaruh terhadap produktivitas pembenihan dan tingkat keuntungan yang diperoleh. Simulasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat fekunditas terhadap keuntungan yang diperoleh pembenihan, sedangkan peubah lain yaitu tingkat sintasan dan persentase jumlah induk memijah diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal. Hasil simulasi pengaruh peningkatan fekunditas terhadap tingkat keuntungan pembenihan menggunakan program Powersin studio dapat dilihat pada Lampiran 10 dengan hasil sebagai berikut:

109 80 Asumsi: - Persentase induk memijah : Nilai Harapan : 20 % Standar Deviasi : 2 % - Survival rete benih : Nilai Harapan : 16 % Standar deviasi : 1,6 % Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Pada Fekunditas 2 juta ekor / induk : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada Fekunditas 1,5 juta ekor/ induk: Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada Fekunditas 1 juta ekor/induk : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik sebagamana dapat dilihat pada Gambar 19. Grafik pada tersebut menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada tingkat fekunditas 1 juta, 1,5 juta dan 2 juta telur per ekor induk. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat fekunditas maka semakin tinggi pula keuntungan yang diperoleh. Rp 10,000,000,000 5,000,000,000 Total Profit Pembenihan FK 1 jt (Average) Total Profit Pembenihan FK 1-5 jt (Average) Total Profit Pembenihan FK 2 jt (Average) Waktu (tahun) Gambar 19 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK). Hasil simulasi tentang pengaruh tingkat fekunditas terhadap keuntungan pembenihan dalam bentuk angka dapat dilihat pada Tabel 14. Angka tersebut menunjukkan keuntungan kumulatif yang diperoleh pembenihan dalam kurun waktu simulasi yaitu hingga awal tahun 2009.

110 81 Tabel 14 Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan (Rupiah) pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK) Waktu Total Keuntungan Benih Fk 1Jt Total Keuntungan Benih Fk 1,5 Jt Total Keuntungan Benih Fk 2Jt 1 Januari Januari ( ) ( ) ( ) 1 Januari ( ) ( ) 1, ( ) 1 Januari ( ) ( ) ( ) 1 januari ( ) ( ) ( ) 1 Januari ( ) ( ) ( ) Keterangan: (...) = Standar deviasi. Selain simulasi pengaruh fekunditas induk terhadap tingkat keuntungan, juga dilakukan simulasi pengaruh peningkatan fekunditas terhadap tingkat produksi bulanan pembenihan. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan fekunditas dari 1 juta ekor per induk menjadi 2 juta ekor per induk dapat meningkatkan produksi dari ekor / bulan menjadi ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 100,15% (Tabel 15). Tabel 15 Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK) Waktu Produksi benih/ bln Fk 1 Jt Produksi benih/ bln Fk 1,5 Jt Produksi benih/ bln Fk 2 Jt 1 Januari Januari (5.378) (8.297) (11.045) 1 januari (5.378) (8.297) (11.045) 1 Januari (5.378) (8.297) (11.045) 1 januari (5.378) (8.297) (11.045) 1 Januari (5.378) (8.297) (11.045) Keterangan: (...) = Standar deviasi. Pengaruh peningkatan sintasan benih terhadap keuntungan pembenihan. Sintasan benih merupakan persentase jumlah benih yang dapat bertahan hidup mulai dari larva hingga benih yang siap ditebar di KJA. Pada kondisi lapangan, tingkat sintasan benih ini masih sangat rendah, yaitu berkisar antara

111 82 11% hingga 21%. Semakin tinggi tingkat sintasan, maka semakin banyak benih yang dihasilkan sehingga semakin tinggi pendapatan yang diperoleh. Pengaruh tingkat sintasan terhadap keuntungan pembenihan disimulasikan dalam penelitian ini. Hasil simulasi menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat sintasan maka semakin tingi pula keuntungan yang dihasilkan. Kisaran tingkat sintasan yang digunakan dalam simulasi ini adalah 11%, 16% dan 21%, sedangkan peubah lain yaitu tingkat fekunditas dan persentase induk memijah dianggap menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai rata-rata masing-masing 1,5 juta dan 20% (Lampiran 11). Simulasi ini digunakan untuk memprediksi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh pembenihan. Hasil simulasi dengan menggunakan model peningkatan profitabilitas pembenihan sebagai berikut: Asumsi: - Persentase induk memijah : Nilai Harapan : 20 % Standar Deviasi : 2 % - Fekunditas induk : Nilai Harapan : ekor/induk Standar deviasi : ekor/induk Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Pada Survival rate 11 % : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada Survival rate 16% : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada Survival rate 21% : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik sebagamana dapat dilihat pada Gambar 20. Grafik pada tersebut menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada tingkat sintasan benih sebesar 11%, 16% dan 21%. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat sintasan maka semakin tinggi pula keuntungan yang diperoleh. Rp 10,000,000,000 5,000,000,000 Total Profit Pembenihan SR 11% (Average) Total Profit Pembenihan SR 16% (Average) Total Profit Pembenihan SR 21% (Average) Waktu (tahun) Gambar 20 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR).

112 83 Tabel 16 Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR) Waktu Total Keuntungan Benih -SR 11% Total Keuntungan Benih -SR 16% Total Keuntungan Benih -SR 21% 1 Januari Januari ( ) ( ) ( ) 1 januari ( ) ( ) ( ) 1 Januari ( ) ( ) ( ) 1 januari ( ) ( ) ( ) 1 Januari ( ) ( ) ( ) Keterangan: (...) = Standar deviasi. Selain simulasi pengaruh sintasan terhadap tingkat keuntungan, juga dilakukan simulasi pengaruh peningkatan sintasan terhadap tingkat produksi bulanan pembenihan. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan sintasan dari 11% menjadi 21% sebagaimana yang terjadi di lapangan dapat meningkatkan produksi benih dari ekor / bulan menjadi ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 91,06%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR) Waktu Produksi benih/ bln SR 11% Produksi benih/ bln SR 16% Produksi benih/ bln SR 21% 1 Januari Januari (5.546) (8.297) (10.872) 1 januari (5.546) (8.297) (10.872) 1 Januari (5.546) (8.297) (10.872) 1 januari (5.546) (8.297) (10.872) 1 Januari (5.546) (8.297) (10.872) Keterangan: (...) = Standar deviasi.

113 84 Pengaruh peningkatan persentase induk memijah terhadap keuntungan pembenihan. Tidak semua induk yang dimiliki oleh pembenihan memijah (melepaskan telur) setiap musim pemijahan. Berdasarkan pengalaman jumlah induk yang memijah dari populasi induk yang tersedia hanya sekitar 10% hingga 30% yang memijah. Hal ini sangat tergantung dari komposisi umur induk dan kondisi lingkungan (temperatur dan kekeruhan air). Semakin tinggi persentase induk yang memijah, semakin banyak larva yang dihasilkan dan pada akhirnya akan berpengaruh pada keuntungan yang diperoleh pembenihan. Pengaruh persentase induk memijah terhadap keuntungan pembenihan disimulasikan dalam penelitian ini. Hasil simulasi menunjukkan bahwa semakin tinggi persentase induk memijah maka semakin tinggi pula keuntungan yang dihasilkan. Kisaran persentase induk memijah yang digunakan dalam simulasi ini adalah 10%, 20% dan 30%, sedangkan peubah lain diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah (rata-rata) untuk fekunditas induk dan tingkat sintasan masing-masing sebesar 1,5 juta dan 16%. Hasil simulasi dengan menggunakan model peningkatan profitabilitas dapat dilihat pada Lampiran 12 dengan hasil sebagai berikut: Asumsi: - Survival rate benih : Nilai Harapan : 16 % Standar Deviasi : 1,6 % - Fekunditas induk : Nilai Harapan : ekor/induk Standar deviasi : ekor/induk Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Pada persentase induk memijah 10%: Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada persentase induk memijah 20%: Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada persentase induk memijah 30%: Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik sebagamana dapat dilihat pada Gambar 21. Grafik pada tersebut menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada tingkat persentase induk memijah sebesar 10%, 20% dan 30%. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi persentase induk memijah maka semakin tinggi pula keuntungan yang diperoleh.

114 85 Rp 10,000,000,000 5,000,000,000 Total Profit Pembenihan Mijah 10% Total Profit Pembenihan Mijah 20% Total Profit Pembenihan Mijah 30% Waktu (tahun) Gambar 21 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat persentase induk memijah. Berdasarkan informasi tersebut di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi persentase induk yang memijah maka semakin tinggi tingkat keuntungan yang diperoleh. Pengaruh peningkatan persentase induk memijah terhadap tingkat keuntungan tersebut apabila diukur dalam nilai rupiah adalah sebesar Rp ,- untuk setiap 1 % peningkatan persentase induk memijah. Tabel 18 Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat persentase induk memijah Waktu Total Keuntungan Benih Memijah 10% Total Keuntungan Benih Memijah 20% Total Keuntungan Benih Memijah 30% 1 Januari Januari ( ) 1 Januari ( ) 1 Januari ( ) 1 januari ( ) 1 Januari ( ) Keterangan: (...) = Standar deviasi ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Simulasi pengaruh peningkatan persentase induk memijah terhadap tingkat produksi bulanan pembenihan juga dilakukan dalam penelitian ini.

115 86 Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan persentase induk memijah dari 10% menjadi 30 % sebagaimana kisaran yang terjadi di lapangan dapat meningkatkan produksi benih dari ekor / bulan menjadi ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 100,59%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat persentase induk memijah. Waktu Produksi benih/ bln Memijah 10% Produksi benih/ bln Memijah 20% Produksi benih/ bln Memijah 30% 1 Januari Januari (4.033) (8.297) (12.425) 1 januari (4.033) (8.297) (12.425) 1 Januari (4.033) (8.297) (12.425) 1 januari (4.033) (8.297) (12.425) 1 Januari (4.033) (8.297) (12.425) Keterangan: (...) = Standar deviasi Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan melalui optimalisasi jumlah induk digunakan. Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pembenihan dilakukan optimalisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan. Input produksi yang dioptimalkan adalah penggunaan jumlah induk yang sesuai dengan kebutuhan, karena berlebihnya jumlah induk akan menambah beban biaya pemeliharaan induk yang cukup mahal. Sebaliknya kekurangan induk akan mengakibatkan tidak tercapainya target produksi yang ditetapkan. Proses simulasi yang mengoptimalkan jumlah induk dilaksanakan dengan menggunakan model peningkatan efisiensi produksi pembenihan. Jumlah optimal induk pada berbagai tingkat sintasan Simulasi dalam rangka mengoptimalkan jumlah induk untuk memperoleh keuntungan maksimal dilakukan dengan menggunakan beberapa kemungkinan tingkat survival rate (sintasan) benih yang mungkin terjadi, yaitu 11%, 16% dan 21%. Sedangkan variabel teknis lainnya seperti fekunditas (jumlah telur per ekor induk) dengan nilai tengah butir dan persentase jumlah induk memijah dengan nilai tengah 20% diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal. Berdasarkan hasil simulasi maka diperoleh jumlah induk yang harus disediakan

116 87 untuk mencapai keuntungan yang sama pada 3 tingkat sintasan yang berbeda. Hasil simulasi dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 22, sedangkan hasil dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 20. induk Jlh induk 11% SR (Average) Jlh induk 16% SR (Average) Jlh induk 21% SR (Average) Tahun Gambar 22 Grafik jumlah induk yang harus disediakan pada berbagai tingkat survival benih untuk maksimalisasi profit pembenihan. Semakin tinggi angka sintasan maka semakin sedikit jumlah induk yang duperlukan untuk memproduksi jumlah benih yang sama. Pada tingkat sintasan 11 %, jumlah induk ikan kerapu macan yang harus tersedia untuk memenuhi pasaran Hong Kong pada akhir tahun 2008 adalah 29 ekor. Apabila tingkat sintasan dapat ditingkatkan dengan memperbaiki kualitas induk, penggunaan pakan, obat-obatan dan kualitas air, misalnya menjadi 16%, maka jumlah induk yang dibutuhkan menjadi 20 ekor. Apabila tingat sintasan menjadi 21% maka jumlah induk yang dibutuhkan menjadi sekitar 15 ekor. Tabel 20 Jumlah induk yang harus disediakan pada berbagai tingkat survival (SR) benih untuk maksimalisasi profit pembenihan Waktu Jumlah Induk pada SR 11% Jumlah Induk pada SR 16% Jumlah Induk pada SR 21% 1 Januari Januari ,56 (0,84) 3,13 (0,54) 2,39 (0,41) 1 januari ,86 (3,09) 11,58 (2,01) 8,82 (1,52) 1 Januari ,34 (3,36) 12,60 (2,19) 9,59 (1,65) 1 januari ,78 (4,17) 15,64 (2,72) 11,91 (2,05) 1 Januari ,42 (5,39) 20,21 (3,51) 15,38 (2,64) Keterangan : (...) = Standar deviasi.

117 88 Jumlah optimal induk pada berbagai tingkat persentase induk memijah Simulasi dalam rangka mengoptimalkan jumlah induk untuk memperoleh keuntungan maksimal dilakukan juga dengan menggunakan beberapa kemungkinan persentase jumlah induk memijah, yaitu 20%, 30%, dan 40%. Tidak semua induk yang dipelihara dalam bak induk memijah setiap periode pemijahan. Hal ini tergantung dari umur induk, kondisi kesehatan, pengaruh lingkungan, dan faktor lainnya. Dalam simulasi ini, variabel teknis lainnya seperti fekunditas telur dan tingkat sintasan diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-masing sebesar butir dan 11%. Berdasarkan hasil simulasi maka diperoleh jumlah induk yang harus disediakan untuk mencapai keuntungan yang sama pada 3 tingkat persentase jumlah induk memijah yang berbeda. Hasil simulasi dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 23, sedangkan hasil dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 21. induk Jlh induk 10% mijah (Average) Jlh induk 20% mijah (Average) Jlh induk 30% mijah (Average) Gambar 23 Grafik jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai persentase jumlah induk memijah. Tabel 21 Jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai persentase jumlah induk memijah Waktu Jumlah Induk pada 10% mijah Jumlah Induk pada 20% mijah Jumlah Induk pada 30% mijah 1 Januari Januari ,27 (1,15) 3,13 (0,54) 2,09 (0,36) 1 januari ,19 (4,25) 11,58 (2,01) 7,72 (1,33) 1 Januari ,22 (4,62) 12,60 (2,19) 8,39 (1,44) 1 januari ,32 (5,74) 15,64 (2,72) 10,42 (1,79) 1 Januari ,45 (7,41) 20,21 (3,51) 13,46 (2,31) Keterangan : (...) = Standar deviasi. Waktu (tahun)

118 89 Dari simulasi terhadap persentase jumlah induk memijah di atas diperoleh hasil bahwa apabila persentase jumlah induk yang memijah setiap periode hanya 10% dari populasi induk, maka jumlah induk yang harus disediakan untuk memenuhi permintaan pasar ikan konsumsi Hong Kong adalah sebanyak 40 ekor. Apabila persentase jumlah induk memijah dapat ditingkatkan dengan menggunakan stimulasi hormonal atau manipulasi lingkungan menjadi 20%, maka jumlah induk yang disediakan cukup 20 ekor. Apabila persentase jumlah induk memijah dapat ditingkatkan menjadi 30%, maka jumlah induk yang perlu disediakan oleh pembenihan lebih sedikit lagi yaitu 13 ekor. Jumlah optimal induk pada berbagai tingkat fekunditas Variabel lain yang digunakan dalam simulasi jumlah induk yang harus disediakan oleh pembenihan agar dapat memenuhi kebutuhan ikan konsumsi adalah tingkat fekunditas induk, yaitu jumlah telur yang dikandung oleh induk yang jumlahnya sangat tergantung pada umur induk, kondisi kesehatan induk, dan pemberian pakan tertentu. Tiga kemungkinan tingkat fekunditas induk yang digunakan dalam simulasi ini adalah 1,0 juta, 1,5 juta dan 2,0 juta butir telur. Dalam simulasi ini, variabel teknis lainnya seperti persentase induk memijah dan tingkat sintasan diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masung-masing sebesar 20% dan 11%. Berdasarkan hasil simulasi maka diperoleh angka jumlah induk yang harus disediakan untuk mencapai keuntungan yang sama pada 3 tingkat fekunditas induk tersebut di atas. Hasil simulasi dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 24, sedangkan hasil dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 22. induk Jlh induk FK 1jt (Average) Jlh induk FK 2jt (Average) Jlh induk FK1-5jt (Average) Waktu (tahun) Gambar 24 Grafik jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk.

119 90 Tabel 22 Jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk Waktu Jumlah Induk pada FK 1 Jt Jumlah Induk pada FK 1,5 Jt Jumlah Induk pada FK 2 Jt 1 Januari Januari ,70 (0,86) 2,35 (0,40) 3,13 (0,54) 1 januari ,39 (3,19) 8,68 (1,49) 11,58 (2,01) 1 Januari ,92 (3,47) 9,44 (1,62) 12,60 (2,19) 1 januari ,49 (4,30) 11,73 (2,02) 15,64 (2,72) 1 Januari ,34 (5,56) 15,14 (2,60) 20,21 (3,51) Keterangan: (...) = Standar deviasi. Dari simulasi terhadap tingkat fekunditas induk di atas diperoleh hasil bahwa apabila fekunditas induk hanya 1 juta butir, maka jumlah induk yang harus disediakan untuk memenuhi permintaan pasar ikan konsumsi Hong Kong adalah sebanyak 30 ekor. Apabila tingkat fekunditas adalah 1,5 juta butir maka jumlah induk diperlukan sebanyak 15 ekor, dan bila tingkat fekunditas sebesar 2 juta maka jumlah induk yang diperlukan adalah 20 ekor. Sebagaimana dijelaskan terdahulu yaitu tingkat fekunditas ikan kerapu macan dapat berkisar antara butir hingga mencapai 2,5 juta butir tergantung fase pertumbuhan induk Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran melalui perbaikan padat penebaran, sintasan, dan lama pemeliharaan Pembesaran merupakan usaha memproduksi ikan ukuran konsumsi dengan cara membeli benih dari hatchery dan memeliharanya dalam KJA hingga ukuran konsumsi (0,5 kg per ekor). Lama pemeliharaan berkisar antara 4-6 bulan tergantung kondisi benih dan penanganan selama pembesaran. Keberhasilan dalam kegiatan produksi pembesaran kerapu sangat ditentukan oleh ketersediaan benih yang di sehat, penanganan proses pembesaran dan pemberian pakan yang menjamin pertumbuhan dan sintasan (survival rate) yang tinggi. Indikator keberhasilan pembesaran adalah tingginya angka sintasan dan bobot ikan yang dicapai dalam batas waktu tertentu. Namun upaya perbaikan proses produksi tersebut membawa konsekwensi biaya yang pada akhirnya akan menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh. Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pembesaran dilakukan optimisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan pada industri pembesaran berkapasitas 10 unit (40 KJA). Faktor peubah yang

120 91 digunakan dalam simulasi ini adalah padat penebaran, tingkat sintasan ikan, dan lama proses pembesaran. Ketiga peubah ini merupakan cerminan dari perbaikan teknologi dalam industri pembesaran kerapu terutama dalam hal penggunaan pakan buatan dan penerapan praktek pembesaran yang baik (good aquaculture practices). Pengaruh peningkatan padat penebaran terhadap keuntungan pembesaran Simulasi jumlah keuntungan pembesaran antara lain dilakukan dengan mengubah variabel padat penebaran per KJA, sedangkan faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel padat penebaran ditetapkan sebesar 400 ekor/kja, 500 ekor/kja dan 600 ekor/kja. Variabel lainnya seperti sintasan dan lama pembesaran diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-masing 80% dan 5 bulan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada lampiran 13 dengan hasil sebagai berikut: Asumsi: - Survival rate kerapu : Nilai Harapan : 80 % Standar Deviasi : 8 % - Lama pembesaran : Nilai Harapan : 5 bulan Standar deviasi : 0,5 bulan Hasil simulasi tingkat keuntungan pembesaran : - Pada padat tebar 400 ekor/kja : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada padat tebar 500 ekor/kja : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada padat tebar 600 ekor / KJA : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 25 dan Tabel 23, dimana diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat keuntungan yang pada berbagai tingkat padat penebaran dalam kegiatan pembesaran.

121 92 Rp 4,000,000,000 3,000,000,000 2,000,000,000 1,000,000, Total Profit Pembesaran PDT 400 (Average) Total Profit Pembesaran PDT 500 (Average) Total Profit Pembesaran PDT 600 (Average) Waktu (tahun) Gambar 25 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda. Tabel 23 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran pembesaran Waktu Total Keuntungan BD PDT 400/KJA Total Keuntungan BD PDT 500/KJA Total Keuntungan BD PDT 600/KJA 1 Januari Januari ( ) 1 Januari ( ) 1 Januari ( ) 1 Januari ( ) 1 Januari ( ) Keterangan: (...) = Standar deviasi ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa pengaruh peubah padat penebaran terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh oleh usaha pembesaran pada akhir tahun 2008 adalah sebesar Rp ,- untuk setiap kenaikan padat penebaran sebesar 100 ekor per KJA. Selain pengaruh padat penebaran terhadap tingkat keuntungan, dilakukan juga analisis pengaruh padat penebaran terhadap produksi hasil pembesaran. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan padat penebaran dari 400 menjadi 600 ekor benih/kja sebagaimana kisaran yang terjadi di lapangan, dapat meningkatkan produksi ikan dari ekor / bulan

122 93 menjadi ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 50,08%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 24 Tabel 24 Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran benih /KJA Waktu Produksi benih/ bln PDT 400 Produksi benih/ bln PDT 500 Produksi benih/ bln PDT Januari Januari (349) (456) (537) 1 Januari (349) (456) (537) 1 Januari (349) (456) (537) 1 Januari (349) (456) (537) 1 Januari (349) (456) (537) Keterangan: (...) = Standar deviasi. Pengaruh peningkatan sintasan (survival rate) terhadap keuntungan pembesaran Simulasi tingkat keuntungan pembesaran berdasarkan kondisi tingkat sintasan ikan yang berbeda yaitu 70%, 80%, dan 90% dilakukan dalam penelitian ini. Sementara itu variabel lainnya yaitu padat penebaran dan lama pembesaran dianggap menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masingmasing 500 ekor dan 5 bulan. Tingkat sintasan yang tinggi dicapai apabila pembudidaya mengunakan teknologi pembesaran yang baik, misalnya dengan menggunakan pakan buatan dan pencegahan serta pemberantasan penyakit yang menyerang ikan. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14 dengan hasil sebagai berikut: Asumsi: - Lama pembesaran : Nilai Harapan : 5 bulan Standar Deviasi : 0,5 bulan - Padat penebaran : Nilai Harapan : 500 ekor/kja Standar deviasi : 50 ekor/kja Hasil simulasi tingkat keuntungan pembesaran : - Pada tingkat sintasan 70% : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada tingkat sintasan 80% : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada tingkat sintasan 90% : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 26. Grafik pada tersebut menunjukkan

123 94 tingkat keuntungan yang diperoleh pembesaran pada tingkat sintasan (SR) pembesaran yang berbeda yaitu 70%, 80%, dan 90%. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat sintasan pembesaran, maka semakin tinggi pula keuntungan yang diperoleh. Rp 4,000,000,000 3,000,000,000 2,000,000,000 1,000,000, Total Profit Budidaya SR 70% (Average) Total Profit Budidaya SR 80% (Average) Total Profit Budidaya SR 90% (Average) Waktu (tahun) Gambar 26 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasar-kan hasil simulasi menggunakan peubah tingkat sintasan pada tiga tingkatan berbeda. Tabel 25 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai tingkat sintasan pembesaran Waktu Total Keuntungan BD SR 70% Total Keuntungan BD SR 80% Total Keuntungan BD SR 90% 1 Januari Januari ( ) 1 januari ( ) 1 Januari ( ) 1 januari ( ) 1 Januari ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat sintasan yang disebabkan oleh perbaikan sistem pembesaran akan semakin tinggi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh unit usaha pembesaran. Besarnya pengaruh peningkatan sintasan terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh kegiatan pembesaran berkapasitas 40 KJA adalah sebesar Rp ,- untuk setiap kenaikan sintasan sebesar 20%.

124 95 Selain pengaruh sintasan terhadap tingkat keuntungan, dilakukan juga analisis pengaruh sintasan terhadap produksi hasil pembesaran. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan sintasan dari 70% menjadi 90% sebagaimana kisaran yang terjadi di lapangan, dapat meningkatkan produksi ikan dari ekor / bulan menjadi ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 28,62%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR). Waktu Produksi ikan/ bln SR 70% Produksi ikan/ bln SR 80% Produksi ikan/ bln SR 90% 1 Januari Januari (310) (361) (408) 1 januari (310) (361) (408) 1 Januari (310) (361) (408) 1 januari (310) (361) (408) 1 Januari (310) (361) (408) Keterangan: ( ) = Standar deviasi. Pengaruh lama pemeliharaan ikan terhadap keuntungan pembesaran. Faktor teknis pembesaran lainnya yang berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh adalah lama proses pemeliharaan ikan yang berada pada kisaran 4 bulan, 5 bulan, atau 6 bulan untuk memperoleh rata-rata bobot ikan yang sama. Melalui proses simulasi dapat diketahui perbedaan keuntungan yang diperoleh pada lama proses pembesaran yang berbeda-beda, sementara faktor lain yaitu padat penebaran dan tingkat sintasan dianggap menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah 500 ekor dan 80%. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15 dengan hasil sebagai berikut: Asumsi: - Tingkat sintasan : Nilai Harapan : 80 % Standar Deviasi : 0,8 % - Padat penebaran : Nilai Harapan : 500 ekor/kja Standar deviasi : 50 ekor/kja Hasil simulasi tingkat keuntungan pembesaran : - Pada lama pembesaran 4 bulan: Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada lama pembesaran 5 bulan: Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada lama pembesaran 6 bulan: Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,-

125 96 Semakin singkat masa pembesaran maka semakin tinggi keuntungan yang diperoleh. Proses mempersingkat waktu pembesaran dapat dilakukan apabila para pembudidaya memberikan pakan yang sesuai dengan kebutuhan hidup ikan baik secara kuantitas maupun kualitas. Proses ini antara lain dapat dilakukan apabila digunakan pakan buatan dengan komposisi gizi yang sesuai untuk pertumbuhan ikan kerapu. Hasil simulasi pengaruh lama pembesaran terhadap tingkat keuntungan pembesaran dalam bentuk grafik dilihat pada Gambar 27, sedangkan uraian dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 27. Rp 4,000,000,000 3,000,000,000 2,000,000,000 1,000,000, Total Profit Budidaya LAMA 4 BL (Average) Total Profit Budidaya LAMA 5 BL (Average) Total Profit Budidaya LAMA 6 BL (Average) Waktu (tahun) Gambar 27 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah lama pembesaran pada tiga tingkatan berbeda. Tabel 27 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai tingkat lama proses pembesaran Waktu Total Keuntungan Lama BD 6 bln Total Keuntungan Lama BD 5 bln Total Keuntungan Lama BD 4 bln 1 Januari Januari ( ) ( ) ( ) 1 januari ( ) ( ) ( ) 1 Januari ( ) ( ) ( ) 1 januari ( ) ( ) ( ) 1 Januari ( ) ( ) ( ) Keterangan: ( ) = Standar Deviasi.

126 97 Pengaruh lama pross pembesaran terhadap tingkat produksi pembesaran juga dianalisis dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan efisiensi lama pembesaran dari 6 bulan menjadi 4 bulan yang terjadi karena peningkatan teknologi, dapat meningkatkan produksi ikan dari ekor/bulan menjadi ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 49,92 %. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat lama proses pembesaran Waktu Produksi ikan/ bln Lama 6 bln Produksi ikan/ bln Lama 5 bln Produksi ikan/ bln Lama 4 bln 1 Januari Januari (373) (456) (546) 1 januari (373) (456) (546) 1 Januari (373) (456) (546) 1 januari (373) (456) (546) 1 Januari (373) (456) (546) Keterangan: ( ) = Standar deviasi Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran melalui optimalisasi jumlah KJA digunakan. Pembesaran merupakan usaha memproduksi ikan ukuran konsumsi dengan cara membeli benih dari hatchery dan memeliharanya dalam karamba jaring apung hingga ukuran konsumsi (0,5 kg per ekor). Lama pemeliharaan berkisar antara 4-6 bulan tergantung kondisi benih dan penanganan selama pembesaran. Keberhasilan dalam kegiatan produksi pembesaran kerapu sangat ditentukan oleh ketersediaan benih yang di sehat, penanganan proses pembesaran dan pemberian pakan yang menjamin pertumbuhan dan sintasan (survival rate) yang tinggi. Indikator keberhasilan pembesaran adalah tingginya angka sintasan dan bobot ikan. Namun upaya perbaikan proses produksi tersebut membawa konsekwensi biaya yang pada akhirnya akan menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh. Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pembesaran dilakukan optimisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan. Input produksi yang dioptimalkan adalah penggunaan jumlah karamba jaring

127 98 apung (KJA) yang sesuai dengan kebutuhan, karena berlebihnya jumlah KJA akan menambah beban biaya pemeliharaan KJA yang cukup mahal. Sebaliknya kekurangan KJA akan mengakibatkan tidak tercapainya target produksi yang ditetapkan. Proses simulasi yang mengoptimalkan jumlah KJA dilaksanakan dengan menggunakan model peningkatan efisiensi produksi pembesaran. Jumlah KJA optimal pada berbagai kemungkinan sintasan pembesaran Simulasi dalam rangka mengoptimalkan jumlah KJA untuk memperoleh keuntungan maksimal dilakukan dengan menggunakan beberapa kemungkinan tingkat survival rate (sintasan) ikan yang mungkin terjadi, yaitu 90%, 80%, dan 70%. Sedangkan variabel teknis lainnya seperti padat penebaran sebesar 500 ekor/kja dan waktu yang dibutuhkan untuk pembesaran yaitu 4 bulan diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah tersebut. Berdasarkan hasil simulasi maka diperoleh jumlah KJA yang harus disediakan untuk mencapai keuntungan yang sama pada 3 tingkat sintasan yang berbeda. Hasil simulasi dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 28, sedangkan hasil dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 29. KJA 2,500 2,000 1,500 1, Jumlah KJA SR 70% (Average) Jumlah KJA SR 80% (Average) Jumlah KJA SR 90% (Average) Waktu (tahun) Gambar 28 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan. Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa pada tingkat sintasan pembesaran sebesar 70%, jumlah karamba jaring apung (KJA) yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan permintaan ikan kerapu macan di pasaran Hong Kong pada akhir tahun 2008, dibutuhkan KJA sebanyak unit. Apabila tingkat sintasan menurun menjadi 80%, maka jumlah KJA yang harus disediakan meningkat menjadi unit, dan bila sintasan 90%, maka jumlah KJA dibutuhkan menjadi unit.

128 99 Tabel 29 Jumlah karamba jaring apung (KJA) untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan Waktu Jumlah KJA pada SR 70% Jumlah KJA pada SR 80% Jumlah KJA pada SR 90% 1 Januari Januari ,86 (49,02) 300,78 (41,48) 267,64 (39,78) 1 januari ,15 (189,79) 1.158,99 (159,76) 1.031,38 (153,55) 1 Januari ,08 (242,59) 1.462,35 (205,04) 1.301,08 (193,38) 1 januari ,98 (245,64) 1.512,53 (208,90) 1.345,74 (199,21) 1 Januari ,29 (344,87) 2.100,31 (290,51) 1.869,23 (281,18) Keterangan: ( ) = Standar deviasi. Jumlah KJA optimal pada berbagai tingkat padat penebaran Simulasi jumlah KJA yang sesuai dilakukan dengan mengubah variabel padat penebaran per KJA, faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel padat penebaran ditetapkan sebesar 400 ekor/kja, 500 ekor/kja, dan 600 ekor/kja. Variabel lainnya seperti sintasan dan lama pembesaran diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-masing 90% dan 4 bulan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 29 dan Tabel 30, dimana diperoleh hasil bahwa untuk memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal maka pada padat penebaran 400 ekor/kja dibutuhkan KJA sebanyak unit. Pada padat penebaran 500 ekor/kja maka jumlah KJA yang dibutuhkan sebanyak unit, dan pada padat penebaran 600, jumlah KJA yang dibutuhkan unit. KJA 2,500 2,000 1,500 1, Jumlah KJA PTebar400 (Average) Jumlah KJA PTebar500 (Average) Jumlah KJA PTebar600 (Average) Waktu (tahun) Gambar 29 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran ikan.

129 100 Tabel 30 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran Waktu Jumlah KJA pada PT 300 Jumlah KJA pada PT 250 Jumlah KJA pada PT Januari Januari ,10 (53,62) 300,93 (42,83) 250,92 (37,30) 1 januari ,24 (206,51) 1.159,47 (164,08) 966,92 (143,95) 1 Januari ,73 (264,88) 1.462,84 (208,67) 1.219,76 (181,29) 1 januari ,26 (269,98) 1.513,33 (216,15) 1.261,63 (186,76) 1 Januari ,09 (375,06) 2.101,33 (300,14) 1.752,40 (263,60) Keterangan: (...) = Standar deviasi. Jumlah KJA optimal pada berbagai tingkat padat penebaran Simulasi jumlah KJA yang dibutuhkan untuk mencapai keuntungan maksimal juga dilakukan dengan mengubah variabel lama proses pembesaran, faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel lama pembesaran ditetapkan 4 bulan, 5 bulan, dan 6 bulan sesuai dengan variasi yang ditemukan di lapangan, sedangkan variabel lainnya seperti sintasan dan padat penebaran ditetapkan konstan sebesar masing-masing 90% dan 300 ekor / KJA sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 30 dan Tabel 31, dimana diperoleh hasil bahwa untuk memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal maka pada lama pembesaran 4 bulan dibutuhkan jumlah KJA sebanyak unit. Pada lama pembesaran 5 bulan maka jumlah KJA yang dibutuhkan sebanyak unit, dan pada lama pembesaran 6 bulan dibutuhkan unit KJA. KJA 2,000 1,500 1, Jumlah KJA Lama BD 4 bln (Average) Jumlah KJA Lama BD 5 bl (Average) Jumlah KJA Lama BD 6 bl (Average) Waktu (tahun) Gambar 30 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai lama waktu pembesaran.

130 101 Tabel 31 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai lama waktu pembesaran Waktu Jumlah KJA pada BD 4 bln Jumlah KJA pada BD 5 bln Jumlah KJA pada BD 6 bln 1 Januari Januari (43,97) 300,78 (41,48) 300,86 (42,89) 1 januari ,48 (165,45) 1.158,99 (159,76) 1.166,34 (166,39) 1 Januari ,32 (203,02) 1.462,35 (205,04) 1.555,55 (228,43) 1 januari ,31 (225,61) 1.512,53 (208,90) 1.527,54 (217,51) 1 Januari ,25 (305,70) 2.100,31 (290,51) 2.041,53 (296,00) Keterangan: (...) = Standar deviasi Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen melalui perbaikan sintasan, padat tebar, dan lama pemeliharaan Pascapanen merupakan usaha mengumpulkan ikan dari kegiatan pembesaran untuk ditampung dan seleksi (grading) untuk kemudian dijual ke konsumen. Proses pascapanen dilakukan dengan menggunakan KJA sebagaimana kegiatan pembesaran. Lama pemeliharaan berkisar antara 1-2 bulan tergantung kondisi ikan yang dibeli. Keberhasilan dalam kegiatan pascapanen ditentukan oleh kemampuan untuk memulihkan kondisi ikan agar pada kondisi yang baik sesuai dengan selera konsumen pada saat dipasarkan. Selama penampungan ikan diberi makan dan perlakuan untuk menjaga kesehatan ikan. Indikator keberhasilan pascapanen adalah tingginya angka sintasan dan bobot ikan. Namun upaya perbaikan proses produksi tersebut membawa konsekuensi biaya yang pada akhirnya akan menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh. Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pascapanen dilakukan optimalisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan pada kapasitas produksi yang sama dengan pembesaran yaitu 40 KJA. Sebagaimana dalam subsistem pembesaran, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen kerapu adalah padat penebaran, tingkat sintasan ikan, dan lama proses pascapanen. Ketiga peubah ini merupakan cerminan dari perbaikan teknologi dalam industri

131 102 pascapanen kerapu terutama dalam hal penggunaan pakan buatan dan penanganan pascapanen yang baik. Pengaruh sintasan ikan terhadap keuntungan pascapanen. Simulasi tingkat keuntungan pascapanen berdasarkan kondisi tingkat sintasan ikan yang berbeda yaitu 70%, 80%, dan 90% dilakukan dalam penelitian ini. Variabel lainnya yaitu padat penebaran dan lama pascapanen dianggap menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-masing 500 ekor dan 1,5 bulan. Hasil analisis tersebut dapat dilihat sebagai berikut: Asumsi: - Lama pascapanen : Nilai Harapan : 1,5 bulan Standar Deviasi : 0,15 bulan - Padat penebaran : Nilai Harapan : 500 ekor/kja Standar deviasi : 50 ekor/kja Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Pada tingkat sintasan 70% : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada tingkat sintasan 80% : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada tingkat sintasan 90% : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik sebagamana dapat dilihat pada Gambar 31, dan dalam bentuk tabel pada Tabel 32. Grafik pada tersebut menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh pascapanen pada tingkat sintasan (SR) yang berbeda yaitu 70%, 80%, dan 90%. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat sintasan pascapanen, maka semakin tinggi pula keuntungan yang diperoleh. Rp 15,000,000,000 10,000,000,000 5,000,000,000 Total Profit SR 70% (Average) Total Profit SR 80% (Average) Total Profit SR 90% (Average) Waktu (tahun) Gambar 31 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasar-kan hasil simulasi menggunakan peubah tingkat sintasan pada tiga tingkatan berbeda.

132 103 Tabel 32 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat sintasan Waktu Total Keuntungan PP SR 70% Total Keuntungan PP SR 80% Total Keuntungan PP SR 90% 1 Januari Januari ( ) ( ) ( ) 1 januari ( ) ( ) ( ) 1 Januari ( ) ( ) ( ) 1 januari ( ) ( ) ( ) 1 Januari ( ) ( ) ( ) Keterangan: (...) = Standar deviasi. Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat sintasan yang disebabkan oleh perbaikan sistem pascapanen akan semakin tinggi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh unit usaha pascapanen. Besarnya pengaruh peningkatan sintasan terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh kegiatan pascapanen berkapasitas 40 KJA adalah sebesar Rp ,- untuk setiap kenaikan sintasan sebesar 10%. Analisis juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat sintasan pada pascapanen terhadap tingkat produksi yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh hasil bahwa peningkatan sintasan ikan selama pascapanen dari 70% menjadi 90% dapat meningkatkan pascapanen dari ekor / bulan menjadi ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 28,17 %. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Tingkat produksi bulanan pascapanen yang diperoleh pada berbagai tingkat sintasan ikan pascapanen Waktu Produksi PP/ bln SR 70% Produksi PP/ bln SR 80% Produksi PP/ bln SR 90% 1 Januari Januari (1.278) (1489) (1.656) 1 januari (1.278) (1489) (1.656) 1 Januari (1.278) (1489) (1.656) 1 januari (1.278) (1489) (1.656) 1 Januari (1.278) (1489) (1.656) Keterangan: (...) = Standar deviasi.

133 104 Pengaruh padat penebaran terhadap keuntungan pascapanen. Simulasi jumlah keuntungan pascapanen antara lain dilakukan dengan mengubah variabel padat penebaran per KJA, sedangkan faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel padat penebaran ditetapkan sebesar 400 ekor/kja, 500 ekor/kja, dan 600 ekor/kja, sedangkan variabel lainnya seperti sintasan dan lama pascapanen diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah sebesar masing-masing 80% dan 1,5 bulan sesuai dengan kondisi real di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat sebagai berikut: Asumsi: - Lama pascapanen : Nilai harapan : 1,5 bulan Standar deviasi : 0,15 bulan - Tingkat sintasan : Nilai harapan : 80 % Standar deviasi : 8 % Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Pada padat penebaran 400 ekor/kja: Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada padat penebaran 500 ekor/jka: Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Pada padat penebaran 600 ekor/kja: Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- Hasil simulasi peningkatan padat penebaran pada pascapanen ditampilkan dalam bentuk grafik pada Gambar 32 dan dalam bentuk angka pada Tabel 34, dimana diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat keuntungan pada berbagai tingkat padat penebaran dalam kegiatan pascapanen. Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi padat penebaran yang merupakan cerminan perbaikan sistem pascapanen akan semakin tinggi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh unit usaha pascapanen. Besarnya pengaruh peningkatan padat penebaran terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh kegiatan pascapanen berkapasitas 40 KJA adalah sebesar Rp ,- untuk setiap kenaikan padat penebaran sebesar 100 ekor/kja.

134 105 Rp 20,000,000,000 15,000,000,000 10,000,000,000 5,000,000,000 Total Profit PDT 400 (Average) Total Profit PDT 500 (Average) Total Profit PDt 600 (Average) Waktu (tahun) Gambar 32 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasar-kan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda. Tabel 34 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran Waktu Total Keuntungan PP PDT 400 Total Keuntungan PP PDT 500 Total Keuntungan PP PDT Januari Januari ( ) ( ) ( ) 1 januari ( ) ( ) ( ) 1 Januari ( ) ( ) ( ) 1 januari ( ) ( ) ( ) 1 Januari ( ) ( ) ( ) Keterangan: (...) = Standar deviasi. Analisis juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat padat penebaran pada pascapanen terhadap tingkat produksi yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh hasil bahwa peningkatan padat penebaran ikan selama pascapanen dari 400 menjadi 600 ekor/kja dapat meningkatkan produksi pascapanen dari ekor / bulan menjadi ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 49,97 %. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 35.

135 106 Tabel 35 Tingkat produksi bulanan usaha pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran ikan / KJA Waktu Produksi PP/ bln PDT 400 Produksi PP/ bln PDT 500 Produksi PP/ bln PDT Januari Januari (1.324) (1.675) (1.971) 1 Januari (1.324) (1.675) (1.971) 1 Januari (1.324) (1.675) (1.971) 1 Januari (1.324) (1.675) (1.971) 1 Januari (1.324) (1.675) (1.971) Keterangan: (...) = Standar deviasi. Pengaruh lama penampungan ikan terhadap keuntungan pascapanen. Faktor teknis pascapanen lainnya yang berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh adalah lama proses pascapanen yang berada pada kisaran 1 bulan, 1,5 bulan, atau 2 bulan. Melalui proses simulasi dapat diketahui perbedaan keuntungan yang diperoleh pada lama proses pascapanen yang berbeda-beda, sementara faktor lain yaitu padat penebaran dan tingkat sintasan dianggap menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah 500 ekor dan 80%. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat sebagai berikut: Asumsi: - Tingkat sintasan : Nilai harapan : 80 % Standar deviasi : 8 % - Padat penebaran : Nilai harapan : 500 ekor/kja Standar deviasi : 50 ekor/kja Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Lama pascapanen 1 bulan : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Lama pascapanen 1,5 bulan : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- - Lama pascapanen 2 bulan : Rata-rata : ,- Standar deviasi : ,- Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 33 dan Tabel 36, dimana diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh

136 107 pada berbagai lama masa pascapanen. Semakin singkat masa pascapanen maka semakin tinggi keuntungan yang diperoleh. Rp 20,000,000,000 15,000,000,000 10,000,000,000 5,000,000, Total Profit PP 1 bln (Average) Total Profit PP 1-5 bl (Average) Total Profit PP 2 bln (Average) Waktu (tahun) Gambar 33 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasar-kan hasil simulasi menggunakan peubah lama pascapanen pada tiga tingkatan berbeda. Tabel 36 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat lama proses pascapanen Waktu Total Keuntungan PP Lama 2 bln Total Keuntungan PP Lama 1,5 bln Total Keuntungan PP Lama 1 bln 1 Januari Januari ( ) 1 Januari ( ) 1 Januari ( ) 1 Januari ( ) 1 Januari ( ) Keterangan: (...) = Standar deviasi ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Analisis tentang pengaruh lama proses pascapanen terhadap tingkat produksi yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut juga dilakukan dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh hasil bahwa peningkatan efisiensi lama pascapanen dari 2 bulan menjadi 1 bulan dapat meningkatkan pascapanen dari ekor / bulan menjadi ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 99,96%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 37.

137 108 Tabel 37 Tingkat produksi bulanan usaha pascapanen pada berbagai lama proses pascapanen Waktu Produksi PP/ bln Lama 2 bln Produksi PP/ bln Lama 1,5 bln Produksi PP/ bln Lama 1 bln 1 Januari Januari (1.242) (1.675) (2.464) 1 Januari (1.242) (1.675) (2.464) 1 Januari (1.242) (1.675) (2.464) 1 Januari (1.242) (1.675) (2.464) 1 Januari (1.242) (1.675) (2.464) Keterangan: (...) = Standar deviasi Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen melalui optimalisasi jumlah KJA digunakan. Pascapanen merupakan usaha mengumpulkan ikan dari kegiatan pembesaran untuk ditampung dan seleksi (grading) untuk kemudian dijual ke konsumen. Proses pascapanen dilakukan dengan menggunakan karamba jaring apung sebagaimana kegiatan pembesaran. Lama pemeliharaan berkisar antara 1-2 bulan tergantung kondisi ikan yang dibeli. Keberhasilan dalam kegiatan pascapanen ditentukan oleh kemampuan untuk memulihkan kondisi ikan agar pada kondisi yang baik sesuai dengan selera konsumen pada saat dipasarkan. Selama penampungan ikan diberi makan dan perlakuan untuk menjaga kesehatan ikan. Indikator keberhasilan pembesaran adalah tingginya angka sintasan dan bobot ikan. Namun upaya perbaikan proses produksi tersebut membawa konsekwensi biaya yang pada akhirnya akan menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh. Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pascapanen dilakukan optimisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan. Input produksi yang dioptimalkan adalah penggunaan jumlah karamba jaring apung (KJA) yang sesuai dengan kebutuhan, karena berlebihnya jumlah KJA akan menambah beban biaya pemeliharaan KJA yang cukup mahal. Sebaliknya kekurangan KJA akan mengakibatkan tidak tercapainya target produksi yang ditetapkan. Proses simulasi yang mengoptimalkan jumlah KJA dilaksanakan dengan menggunakan model peningkatan efisiensi produksi pascapanen.

138 109 Jumlah optimal KJA pascapanen pada berbagai tingkat sintasan ikan Simulasi dalam rangka mengoptimalkan jumlah KJA untuk memperoleh keuntungan maksimal pada subsistem penanganan pascapanen dilakukan dengan menggunakan beberapa kemungkinan tingkat survival rate (sintasan) ikan yang mungkin terjadi, yaitu 90%, 80%, dan 70%. Variabel teknis lainnya seperti padat penebaran sebesar 500 ekor/kja dan waktu yang dibutuhkan untuk pembesaran yaitu 1,5 diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal. Berdasarkan hasil simulasi maka diperoleh jumlah KJA yang harus disediakan untuk mencapai keuntungan yang sama pada 3 tingkat sintasan yang berbeda. Hasil simulasi dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 34, sedangkan hasil dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 38. KJA Jumlah KJA SR 70% (Average) Jumlah KJA SR 80% (Average) Jumlah KJA SR90% (Average) Waktu (tahun) Gambar 34 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan. Tabel 38 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai tingkat sintasan ikan Waktu Jumlah KJA pada SR 70% Jumlah KJA pada SR 80% Jumlah KJA pada SR 90% 1 Januari Januari ,09 (15,89) 71,09 (13,51) 60,32 (12,95) 1 Januari ,06 (57,32) 366,96 (48,25) 328,43 (46,16) 1 Januari ,69 (50,48) 320,17 (41,48) 287,71 (38,87) 1 Januari ,79 (92,92) 515,28 (82,05) 448,71 (80,96) 1 Januari ,23 (83,90) 607,77 (66,61) 558,78 (60,71) Keterangan: (...) = Standar deviasi.

139 110 Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa pada tingkat sintasan pascapanen sebesar 70%, jumlah karamba jaring apung yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan permintaan ikan kerapu macan di pasaran Hong Kong pada akhir tahun 2008 adalah sebanyak 676 unit. Apabila tingkat sintasan menurun menjadi 80%, maka jumlah KJA yang harus disediakan meningkat menjadi 608 unit, dan bila sintasan 90%, maka jumlah KJA dibutuhkan menjadi 559 unit. Jumlah optimal KJA pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran Simulasi jumlah KJA yang sesuai dilakukan dengan mengubah variabel padat penebaran per KJA, faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel padat penebaran tetapkan sebesar 400 ekor/kja, 500 ekor/kja, dan 600 ekor/kja. Variabel lainnya seperti sintasan dan lama pascapanen diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-masing 90% dan 5 bulan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 35 dan Tabel 39, dimana diperoleh hasil bahwa untuk memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal maka pada padat penebaran 600 ekor/kja dibutuhkan jumlah KJA sebanyak 672 unit. Pada padat penebaran 500 ekor/kja maka jumlah KJA yang dibutuhkan sebanyak 708 unit, dan pada padat penebaran 400, jumlah KJA yang dibutuhkan 834 unit. KJA Jumlah KJA PdT 400 (Average) Jumlah KJA PdT 500 (Average) Jumlah KJA PdT600 (Average) Waktu (tahun) Gambar 35 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran.

140 111 Tabel 39 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai padat penebaran Waktu Jumlah KJA pada PDT 400 Jumlah KJA pada PDT 500 Jumlah KJA pada PDT Januari Januari ,56 (17,53) 71,20 (14,62) 54,88 (12,13) 1 januari ,78 (63,55) 367,41 (52,18) 308,73 (43,90) 1 Januari ,06 (57,02) 320,42 (45,69) 271,91 (35,36) 1 januari ,91 (101,45) 515,94 (87,47) 414,17 (77,57) 1 Januari ,38 (94,62) 608,29 (73,48) 535,29 (56,40) Keterangan: (...) = Standar deviasi. Jumlah optimal KJA pascapanen pada berbagai lama penampungan ikan Simulasi jumlah KJA yang dibutuhkan untuk mencapai keuntungan maksimal juga dilakukan dengan mengubah variabel lama proses pascapanen, faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel lama pascapanen ditetapkan 1 bulan, 1,5 bulan, dan 2 bulan sesuai dengan variasi yang ditemukan di lapangan. Variabel lainnya seperti sintasan dan padat penebaran ditetapkan konstan sebesar masing-masing 90% dan 300 ekor / KJA sesuai dengan kondisi real di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 36 dan Tabel 40, dimana diperoleh hasil bahwa untuk memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal maka pada lama pembesaran 1 bulan dibutuhkan jumlah KJA sebanyak 624 unit. Pada lama pembesaran 1,5 bulan maka jumlah KJA yang dibutuhkan sebanyak 639 unit, dan pada lama pembesaran 2 bulan dibutuhkan 816 unit KJA. KJA Jumlah KJA Lama 1-5bln (Average) Jumlah KJA Lama 2bln (Average) Jumlah KJA Lama1bln (Average) Waktu (tahun) Gambar 36 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai lama waktu pascapanen.

141 112 Tabel 40 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai lama waktu pascapanen Waktu Jumlah KJA pd Lama PP 1 bln Jumlah KJA pd Lama PP 1,5 bln Jumlah KJA pd Lama PP 2 bln 1 Januari Januari ,20 (14,62) 70,00 (14,36) 72,75 (14,27) 1 januari ,41 (52,18) 382,37 (53,37) 349,93 (48,95) 1 Januari ,42 (45,69) 321,42 (40,65) 329,32 (49,02) 1 januari ,94 (87,47) 488,10 (91,38) 515,07 (80,86) 1 Januari ,29 (73,48) 711,80 (83,66) 563,60 (74,47) Keterangan: (...) = Standar deviasi. 6.2 Simulasi Perencanaan Kapasitas Produksi Agroindustri Kerapu Budi Daya Dalam program POWERSIM STUDIO, proses simulasi untuk memprediksi kapasitas produksi maksimum pada berbagai tingkat permintaan pasar dilakukan dengan menggunakan data trend permintaan ikan kerapu dan proyeksinya di masa yang akan datang dengan skenario optimistik, moderat dan dan pesimistik. Skenario optimistik adalah permintaan mengalami peningkatan mengikuti kecenderungan yang saat ini, skenario pesimistik adalah permintaan mengalami stagnasi (levelling) sesuai perkembangan permintaan terakhir, sedangkan skenario moderat adalah permintaan mengalami kenaikan di antara skenario optimistis dan pesimistis. Data perkembangan permintaan ikan kerapu untuk jenis kerapu macan yang digunakan adalah data bulanan sejak bulan April 2004 hingga Juni 2006 (27 bulan). Proyeksi permintaan ke depan dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil untuk menentukan trend. Hasil proyeksi dengan menggunakan metode tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8a dan 8b. Data proyeksi permintaan kerapu sesuai menurut skenario yang telah dibuat kemudian dimasukkan ke dalam model powersim untuk perencanaan kapasitas produksi sebagai faktor peubah utama. Berdasarkan hasil simulasi tersebut diperoleh hasil perhitungan kapasitas produksi maksimal yang dapat digunakan sebagai dasar bagi pengembangan industri pembenihan, industri

142 113 pembesaran dan industri penanganan pascapanen perikanan kerapu macan (tiger grouper) sebagai berikut: Nilai Rata-rata Standar Deviasi Asumsi: - Sintasan benih (%) Persentase induk memijah (%) Fekunditas induk (butir/induk) Padat tebar pembesaran (ekor/kja) Sintasan pembesaran (%) Padat tebar pascapanen (ekor/kja) Sintasan pascapanen (%) 80 8 Hasil simulasi: - Produksi optimal pembenihan (ekor/bulan) - Produksi optimal pembesaran (ekor/bulan) - Produksi optimal pascapanen (ekor/bulan) Secara diagramatis perkembangan kapasitas produksi pembenihan, pembesaran dan pascapanen dari tahun 2004 hingga 2008 dengan skenario peningkatan trend permintaan optimistik dapat dilihat pada Gambar 37. Pada gambar berikutnya (Gambar 38) dapat dilihat grafik peningkatan kapasitas produksi yang layak dikembangkan dengan skenario moderat, sedangkan pada Gambar 39 adalah grafik peningkatan dengan skenario peningkatan pesimistik. ekor/mo 150, ,000 50,000 produksi benih kerapu (Average) produksi kerapu BD (Average) produksi kerapu p_panen (Average) Waktu (tahun) Gambar 37 Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario optimistik.

143 114 ekor/mo 100,000 50,000 produksi benih kerapu (Average) produksi kerapu BD (Average) produksi kerapu p_panen (Average) Waktu (tahun) Gambar 38 Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario moderat. ekor/mo 100,000 50,000 produksi benih kerapu (Average) produksi kerapu BD (Average) produksi kerapu p_panen (Average) Waktu (tahun) Gambar 39 Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario pesimistik. Hasil simulasi juga dapat ditampilkan dalam bentuk tabel yang menunjukkan besaran angka-angka kapasitas produksi yang dapat dikembangkan menurut berbagai skenario proyeksi untuk industri pembenihan, industri pembesaran dan industri pascapanen. Dari angka-angka tersebut dapat dilihat bahwa kapasitas produksi pembenihan melampaui pembesaran dan pascapanen. Hal ini dapat dimengerti mengingat bahwa dalam proses produksi semakin ke hilir terjadi proses kematian (mortalitas) sehinga jumlah yang harus disediakan di hulu harus lebih banyak. Kapasitas produksi maksimal kerapu macan pada tahun 2008 sesuai dengan trend permintaan pasar dapat dilihat pada Tabel 41.

144 115 Tabel 41 Hasil simulasi kapasitas produksi maksimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu macan untuk memenuhi pasar Hong Kong per tahun merurut tiga skenario pertumbuhan pasar (ekor/tahun) Skenario Kapasitas produksi pembenihan Kapasitas produksi pembesaran Kapasitas produksi pascapanen Optimistik Nilai Rata-rata : Standar deviasi: ( ) ( ) ( ) Moderat Nilai Rata-rata : 1, Standar deviasi: ( ) ( ) ( ) Pesimistik Nilai Rata-rata : Standar deviasi: (76.080) ( ) ( ) Angka-angka kapasitas produksi kerapu yang dapat dikembangkan tersebut di atas adalah hanya untuk jenis kerapu macan dan untuk pasaran Hong Kong. Simulasi dapat dilakukan untuk jenis kerapu lainnya yang diproduksi di Indonesia seperti kerapu tikus, kerapu sunu, kerapu lumpur, dan lainnya Kapasitas produksi pembenihan Apabila diasumsikan bahwa semua produksi ikan kerapu dilaksanakan melalui budi daya, maka akan diperlukan industri pendukung yang merupakan imbas dari pengembangan tersebut. Salah satu keterkaitan yang erat adalah produksi benih yang merupakan kebutuhan mutlak bagi pengembangan agroindustri kerapu budi daya. Selama ini kegiatan budi daya kerapu di Indonesia masih tergantung pada benih dari alam dengan berbagai permasalahannya. Kecenderungan yang berkembang adalah meningkatnya produksi benih dari hatchery (panti pembenihan). Ditinjau dari karakteristik kegiatan usahanya, maka kegiatan pembenihan di Indonesia dapat dikategorikan menjadi pembenihan skala besar dan pembenihan skala rumah tangga (back yard hatcheries). Perbedaan nyata dari kedua kategori ini adalah dalam hal pemikan induk uantuk dipijahkan. Pembenihan skala besar umumnya memiliki sendiri induk-induk yang dipelihara sepanjang tahun untuk dipijahkan dan mengkasilkan telur dan benih, sedangkan pembenihan skala rumah tangga biasanya membeli telur dari pembenihan skala besar kemudian memeliharanya hingga ukuran benih yang siap jual. Oleh karena itu, pembenihan skala rumah tangga ini pada umumnya berkembang di sekitar

145 116 pembenihan besar sebagaimana terjadi di Gondol (Bali), Situbondo, atau Lampung. Berdasarkan hasil analisis terhadap kapasitas permintaan kerapu dan kecenderungannya di masa yang akan datang, maka telah diprediksikan jumlah benih yang perlu dikembangkan untuk mendukung pengembangan agroindustri kerapu budi daya macan sesuai dengan permintaan pasar (Tabel 35). Berdasarkan skenario optimistis, maka jumlah benih yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pasar ikan kerapu macan, khusus untuk pasar Hong Kong adalah sebesar ekor per tahun. Dengan memperhitungkan angka mortalitas, fekunditas telur dan persentase induk memijah dan faktor lainnya sesuai dengan struktur model, maka untuk memperoduksi benih sebanyak itu dibutuhkan sebanyak 17 ekor induk. Pada skenario pesimistis, di mana jumlah permintaan pasar pada akhir 2008 adalah pada jumlah yang sama dengan pertengahan tahun 2006, maka jumlah benih yang dibutuhkan pada skenario pesimistis adalah sebanyak ekor per tahun. Dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas pembenihan, maka untuk memperoduksi benih sebanyak itu dibutuhkan induk sebanyak 7 hingga 8 ekor Kapasitas produksi pembesaran dan pascapanen Apabila digunakan angka proyeksi volume ekspor kerapu macan dengan skenario optimistik, maka pada tahun 2008 diperlukan produksi sebesar 1,596,516 ekor/tahun. Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan model, maka jumlah KJA yang dibutuhkan untuk memperoduksi kerapu tersebut adalah unit KJA. Jumlah KJA tersebut dibutuhkan dengan asumsi bahwa setiap KJA memiliki padat penebaran 500 ekor, angka sintasan sebesar 80% dan lama pembesaran 5 bulan (2 kali panen per tahun). Jumlah KJA ini hanya utuk memperoduksi jenis ikan kerapu macan untuk kebutuhan pasar Hong Kong. Apabila setiap petani ikan mampu mengelola 8 unit KJA, maka dibutuhkan sekitar 199 petani. Jumlah petani ini hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar Hong Kong sesuai dengan trend yang ada saat ini. Perhitungan mengenai kapasitas produksi pembesaran yang perlu dikembangkan tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa semua produksi kerapu dilakukan melalui pembesaran. Pada kenyataannya sebagian besar produksi

146 117 tersebut masih merupakan hasil tangkapan di laut. Namun demikian, mengingat kecenderungan yang ada saat ini menunjukkan bahwa produsen semakin sulit memperoleh ikan kerapu di perairan laut akibat kerusakan terumbu karang, maka pengembangan pembesaran merupakan jalan keluar yang logis. 6.3 Simulasi Pemerataan Distribusi Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi Daya Hasil simulasi distribusi keuntungan Model yang dirancang dalam penelitian ini dapat pula menunjukkan perbandingan tingkat keuntungan yang diperoleh masing-masing pelaku usaha dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan distribusi keuntungan yang lebih merata (fair profit distribution) antara pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen / pemasaran. Simulasi distribusi keuntungan dilaksanakan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut: Nilai Rata-rata Standar Deviasi Asumsi: - Sintasan benih (%) 16 1,6 - Persentase induk memijah (%) Fekunditas induk (butir/induk) Padat tebar pembesaran (ekor/kja) Sintasan pembesaran (%) Padat tebar pascapanen (ekor/kja) Sintasan pascapanen (%) 80 8 Keputusan (decision): - Harga jual benih (Rp / ekor) Harga jual ikan pembesaran (Rp/ekor) - Harga jual ikan pascapanen (Rp/ekor) Hasil simulasi: - Total keuntungan pembenihan (Rp) , ,- - Total keuntungan pembesaran (Rp) , ,- - Total keuntungan pascapanen (Rp) , ,- Hasil simulasi yang digambarkan dalam bentuk grafik pada Gambar 40 dan dalam angka pada Tabel 42 menunjukkan bahwa keuntungan usaha pembesaran ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan usaha pascapanen dan pembenihan.

147 118 Hal ini menunjukkan bahwa risiko yang dihadapi oleh usaha pembesaran lebih kecil dibandingkan dengan subsistem usaha lainnya. Rp 40,000,000,000 30,000,000,000 20,000,000,000 Total Profit Budidaya (Average) Total Profit Pascapanen (Average) Total Profit Pembenihan (Average) 10,000,000, Waktu (tahun) Gambar 40 Grafik perbandingan tingkat keuntungan yang diperoleh ketiga subsistem produksi dalam agroindustri kerapu budi daya. Tabel 42 Perbandingan tingkat keuntungan bulanan yang diperoleh ketiga subsistem dalam agroindustri kerapu budi daya Waktu Total Keuntungan Pembenihan Total Keuntungan Pembesaran Total Keuntungan Pascapanen 1 Januari Januari Januari Januari Januari Januari Simulasi selanjutnya dilakukan untuk mengatahui bagaimana pengaruh perubahan variabel penting dalam industri pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen kerapu terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing subsistem usaha. Variabel yang paling mungkin diintervensi oleh pemerintah adalah harga jual benih, mengingat bahwa harga jual ikan konsumsi ditentukan oleh mekanisme pasar. Untuk itu harga jual benih dijadikan sebagai peubah yaitu Rp 6.000,-, Rp 7.000,-, dan Rp 8.000,- per ekor. Berdasarkan variasi tersebut dilakukan simulasi (Lampiran 16 dan 17) dengan hasil sebagai berikut:

148 119 Tabel 43 Pengaruh perubahan variabel dalam subsistem pembenihan terhadap total keuntungan ketiga subsistem industri Variabel Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Assumsi: - Harga benih Rp Rp 7000 Rp Harga kerapu BD Rp Rp Rp Harga kerapu PP Rp Rp Rp Decision: - Demand ikan konsumsi {2440,460,.. {2440,460,.. {2440,460,.. Objective: - Total keuntungan Rp 17,89 M Rp 21,21 M Rp 25,49 M pembenihan - Total keuntungan Rp 43,36 M Rp 41,59 M Rp 37,84 M pembesaran - Total keuntungan pascapanen Rp 39,39 M Rp 39,39 M Rp 39,39 M Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa Alternatif 1 adalah kondisi variabel sesuai dengan data di lapangan. Dalam simulasi tersebut dilakukan berbagai perubahan, di mana pada alternatif 2 dilakukan perubahan terhadap variabel harga jual benih dari Rp 6000,-/ekor menjadi Rp 7.000,-, terjadi perubahan total keuntungan kumulatif pada subsistem pembenihan dari Rp 17,89 milyar menjadi Rp 21,21 milyar, perubahan keuntungan pada subsistem pembesaran dari Rp 43,36 milyar menjadi Rp 41,59 milyar dan tidak ada perubahan pada subsistem pascapanen yaitu tetap Rp 39,39 milyar. Pada alternatif 3 dilakukan perubahan terhadap harga jual benih dari Rp 6000,- menjadi Rp 8.000,-. Ternyata perubahan harga ini memberikan dampak pada komposisi keuntungan subsistem pembenihan, dan pembesaran masing-masing menjadi Rp 25,49 milyar, dan Rp 37,84 milyar, sedangkan pendapatan pascapanen tetap Rp 39,39 milyar. Tampak bahwa peningkatan harga jual benih telah memberikan pengaruh terhadap pemerataan pendapatan industri pembesaran perikanan kerapu Hasil analisis finansial Analisis finansial terhadap usaha pembenihan, pembesaran, dan pascapanen dilaksanakan untuk mendukung hasil analisis tentang peningkatan kinerja maupun distribusi keuntungan usaha pada agroindustri kerapu budi daya. Untuk menyetarakan hasil analisis finansial dengan analisis sebelumnya maka digunakan parameter dan besaran yang sama (skala usaha, harga input, harga

149 120 output, tingkat mortalitas, dan produktivitas), sehingga dapat dibandingkan satu dengan lainnya. Hasil analisis finansial tersebut disajikan sebagai berikut: (1) Analisis finansial pembenihan kerapu Pembenihan ikan kerapu merupakan usaha yang penting dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya. Hal ini disebabkan karena pasokan benih (ikan undersize) yang berasal dari penangkapan di laut tidak dapat diandalkan keberlanjutannya. Usaha pembenihan merupakan usaha memijahkan induk-induk ikan untuk menghasilkan larva dan benih ikan yang dipelihara hingga ukuran tertentu hingga siap untuk dibesarkan. Investasi yang diperlukan untuk usaha pembenihan ikan kerapu terdiri atas bangunan dan perlengkapan pembenihan. Bangunan pembenihan terdiri atas bangunan indoor (dalam ruangan), bangunan semi indoor (beratap tanpa dinding), dan bangunan outdoor (terbuka). Bangunan indoor diperlukan untuk bak larva, kultur murni plankton, laboratorium, gudang, dan ruang mesin. Bangunan semi outdoor diperlukan untuk kultur algae di akuarium, bak penetasan artemia, bak pendederan dan tempat pengepakan. Besarnya biaya investasi tergantung pada kelengkapan kegiatan dalam kegiatan usaha tersebut. Investasi untuk pembenihan dengan skala produksi 1 juta benih per bulan dapat dilihat pada Tabel 44.

150 121 Tabel 44 Biaya investasi pembenihan kerapu skala produksi 1 juta ekor benih per bulan No Komponen Proyek Jumah Unit Biaya Satuan (Rp) Biaya Total (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) 1 LAHAN 1,5 ha ,- 2 BANGUNAN SIPIL ,- a. Bangunan indoor 1500 m , ,- b. Bangunan semi indoor 760 m , ,- c. Bangunan outdoor 400 m , ,- d. Bak reservoir dan penyaringan ,- e. Jalan dan tempat parkir ,- f. Pagar dan taman ,- 2 BAK KULTUR ,- a. Bak induk 2 40 t , ,- b. Bak pemeliharaan larva t , ,- c. Bak pendederan t , ,- d. Bak kultur plankton t , ,- 3 PERALATAN MEKANIK, LISTRIK DAN LAB ,- a. Instalasi suplai air laut 2 unit , ,- b. Instalasi suplai air tawar 1 unit , ,- c. Instalasi pengolahan limbah 1 unit ,- d. Instalasi sistem aerasi 1 unit ,- e. Instalasi listrik dan perkabelan 1 unit ,- f. Peralatan laboratorium 1 unit ,- g. Peralatan perbengkelan 1 unit ,- 4 PERLENGKAPAN KANTOR, RUMAH & KOMUNIKASI ,- a. Telepon 1 unit ,- b. Paralatan kantor 1 unit ,- c. Peralatan rumah / mess 1 unit ,- 5 KENDARAAN ,- a. Speed boat 1 unit ,- b. Kendaraan roda 4 1 unit ,- c. Kendaraan roda 2 1 unit ,- 6 PEMBELIAN INDUK 20 ekor , ,- 7 BIAYA KONSULTANSI ,- Total Biaya Investasi ,- Sumber: Data primer. Biaya operasi yang diperlukan untuk menjalankan usaha pembenihan ikan kerapu dapat dilihat pada Tabel 45.

151 122 Tabel 45 Biaya operasional pembenihan ikan kerapu setiap siklus (6 bulan) No Komponen Proyek Jumah Unit Biaya Satuan (Rp) Biaya Total (6 Bulan)(Rp) 1 BIAYA LANGSUNG a. Biaya pakan induk b. Obat dan vitamin untuk induk 6 bln c. Pakan larva 100 bag d. Pupuk plankton e. Artemia 100 kaleng f. Pakan benih g. BBM / solar ( liter) 50, h. Pelumas (liter) i. Buruh harian BIAYA TIDAK LANGSUNG a. Biaya pemasaran b. Biaya administrasi c. Biaya maintenance d. Logistik harian e. Gaji karyawan TOTAL BIAYA OPERASIONAL Sumber: Data primer. Berdasarkan informasi tentang biaya investasi dan biaya operasional pembenihan, selanjutnya dilakukan penghitungan parameter kelayakan finansial usaha pembenihan yang perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 18 sampai dengan Lampiran 26, dan hasil perhitungannya sebagai berikut: 1. Internal rate of return (IRR) : 25,28 2. Net present value (NPV) : Rp ,- 3. Benefit cost ratio (B/C) : 1,74 4. Payback period : 5 tahun 5. Break even point (Volume) : ekor 6. Break even point (Harga) : Rp.2.800,- (2) Analisis finansial pembesaran kerapu Pembesaran ikan kerapu merupakan usaha lanjutan dari pembenihan yang membesarkan benih yang diproduksi oleh pembenihan hingga ukuran konsumsi. Usaha pembesaran umumnya dilakukan pelaku yang berbeda dengan pelaku usaha pembenihan. Usaha pembesaran membutuhkan biaya investasi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan usaha pembenihan.

152 123 Investasi yang diperlukan untuk usaha budiaya ikan kerapu terdiri atas bangunan dan perlengkapan untuk pembesaran ikan. Bangunan pembesaran terdiri atas karamba, rumah jaga beserta perlengkapan pembesaran. Besarnya biaya investasi tergantung pada skala kegiatan yang dilaksanakan. Investasi untuk pembesaran dengan skala produksi 10 unit karamba (40 lubang) dapat dilihat pada Tabel 46. Tabel 46 Biaya investasi pembesaran kerapu skala 40 karamba Biaya No Komponen Proyek Jumah Unit Satuan (Rp) Biaya Total (Rp) 1 LAHAN (LAND BASE) 0,5 ha BANGUNAN SIPIL a. Karamba b. Rumah jaga PERLENGKAPAN PEMBESARAN a. Jaring apung b. Waring c. Ice box d. Peralatan kerja PERALATAN MEKANIK, LISTRIK DAN LAB a. Tanki air tawar b. Kompresor / sistem aerasi c. Genset / listrik dan kabel d. Peralatan laboratorium e. Peralatan perbengkelan PERLENGKAPAN KANTOR, RUMAH & KOMUNIKASI a. Telepon 1 unit b. Peralatan rumah / mess 1 unit KENDARAAN a. Speed boat 1 unit b. Kendaraan roda 2 1 unit BIAYA KONSULTANSI Total Biaya Investasi Sumber: Data primer. Biaya operasi yang diperlukan untuk menjalankan usaha pembenihan ikan kerapu dapat dilihat pada Tabel 47.

153 124 Tabel 47 Biaya operasional pembesaran ikan kerapu (40 karamba) No Komponen Proyek Jumah Unit Biaya Satuan (Rp) Biaya Total (6 Bulan) (Rp) 1 BIAYA LANGSUNG a. Benih ikan b. Biaya pakan ikan 63, c. Obat dan vitamin d. BBM / solar ( liter) 1, e. Pelumas (liter) f. Buruh harian BIAYA TIDAK LANGSUNG a. Biaya pemasaran b. Biaya administrasi c. Biaya maintenance d. Logistik harian e. Gaji karyawan TOTAL BIAYA OPERASIONAL Sumber: Data primer. Berdasarkan informasi tentang biaya investasi dan biaya operasional pembesaran, selanjutnya dilakukan penghitungan parameter kelayakan finansial usaha pembesaran yang perhitungannya dapat dilihat pada lampiran dan hasil perhitungannya sebagai berikut: 1. Internal rate of return (IRR) : 25,03 2. Net present value (NPV) : Rp ,- 3. Benefit cost ratio (B/C) : 1,36 4. Payback period : 7 tahun 5. Break even point (Volume) : kg 6. Break even point (Harga) : Rp ,-/kg (3) Analisis finansial penanganan pascapanen kerapu Penanganan pascapanen ikan kerapu merupakan usaha lanjutan dari pembesaran yang menampung hasil panen untuk dilakukan penyeleksian, grading, perbaikan (pemulihan) kondisi ikan sebelum dipasarkan. Usaha penanganan pascapanen umumnya dilakukan pelaku yang berbeda dengan pelaku usaha pembesaran. Usaha penanganan pascapanen membutuhkan biaya investasi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan usaha pembenihan.

154 125 Investasi yang diperlukan untuk usaha penanganan pascapanen ikan kerapu terdiri atas bangunan dan perlengkapan untuk penampungan ikan. Bangunan penampungan terdiri atas karamba, rumah jaga beserta perlengkapan penampungan ikan. Investasi untuk penanganan pascapanen dengan skala produksi 4 unit karamba dapat dilihat pada Tabel 48. Tabel 48 Biaya investasi penanganan pascapanen kerapu skala 4 unit karamba No Komponen Proyek Jumah Unit Biaya Satuan (Rp) Biaya Total (Rp) 1 LAHAN (LAND BASE) 0,5 ha ,- 2 BANGUNAN SIPIL ,- a. Karamba , ,- b. Rumah jaga , ,- 3 PERLENGKAPAN PASCAPANEN ,- a. Jaring apung , ,- b. Ice box (penyimpanan pakan) , ,- c. Peralatan kerja , ,- 4 PERALATAN MEKANIK, LISTRIK DAN LAB ,- a. Tanki air tawar , ,- b. Kompressor / sistem aerasi , ,- c. Genset / listrik dan kabel , ,- d. Peralatan laboratorium , ,- e. Peralatan perbengkelan , ,- 5 PERLENGKAPAN KANTOR, RUMAH & KOMUNIKASI ,- a. Telepon 1 unit ,- b. Peralatan rumah / mess 1 unit ,- 6 KENDARAAN ,- a. Kapal pengumpul 1 unit ,- b. Speed boat 1 unit ,- c. Kendaraan roda 2 1 unit ,- 7 BIAYA KONSULTANSI ,- TOTAL BIAYA INVESTASI ,- Sumber: Data primer. Biaya operasi yang diperlukan untuk menjalankan usaha pascapanen ikan kerapu dapat dilihat pada Tabel 49.

155 126 Tabel 49 Biaya operasional usaha pascapanen ikan kerapu (4 karamba) No Komponen Proyek Jumah Unit Biaya Satuan (Rp) Biaya Total (2 Bulan) (Rp) 1 BIAYA LANGSUNG a. Pembelian ikan b. Biaya pakan ikan 8, c. Obat dan vitamin d. BBM / solar ( liter) 1, e. Pelumas (liter) f. Buruh harian BIAYA TIDAK LANGSUNG a. Biaya pemasaran b. Biaya administrasi c. Biaya maintenance d. Logistik harian e. Gaji karyawan TOTAL BIAYA OPERASIONAL Sumber: Data primer. Berdasarkan informasi tentang biaya investasi dan biaya operasional pascapanen, selanjutnya dilakukan penghitungan parameter kelayakan finansial usaha pascapanen kerapu yang perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 27 sampai dengan Lampiran 35, dan hasil perhitungannya sebagai berikut: 1. Internal rate of return (IRR) : 26,58 2. Net present value (NPV) : Rp ,- 3. Benefit cost ratio (B/C) : 1,31 4. Payback period : 7 tahun 5. Break even point (volume) : kg 6. Break even point (harga) : Rp ,- Dalam perhitungan analisis finansial masing-masing kegiatan usaha, maka dapat dilihat bahwa usaha budi daya lebih menguntungkan dibandingkan pascapanen maupun pembenihan, sedangkan usaha pascapanen lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha pembenihan. Hal ini dapat dilihat dari parameter finansial yang dihasilkan dimana nilai IRR untuk pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen berturut-turut adalah 25,28 ; 25,03; dan 26,58. Perbedaan tingkat profitabilitas antara ketiga pelaku usaha tersebut berhubungan dengan besarnya investasi yang dibutuhkan dan tingkat kerumitan

156 127 yang dialami dalam kegiatan produksi. Sebagaimana diketahui bahwa kegiatan pembenihan membutuhkan berbagai kegiatan antara lain pemeliharaan induk, pemeliharaan pakan, pemeliharaan larva dan sifat larva yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga resiko kegagalan sangat tinggi. Salah satu upaya upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memenggal siklus usaha menjadi beberapa siklus yang lebih pendek. Di lapangan, proses pemenggalan ini terjadi pada unit produksi pembenihan, di mana berkembang yang disebut dengan usaha back yard hatchery atau hatchery sepenggal, yaitu usaha yang memelihara ikan yang baru menetas hingga ukuran tertentu (5 Cm). Unit usaha ini membeli telur dari hatchery siklus penuh (full cycle hatcheries) yang memiliki induk dan fasilitas pemeliharan induk lengkap. Dengan modal yang cukup kecil usaha ini dapat menghasilkan keuntungan yang cukup baik sehingga banyak berkembang di daerah sekitar hatchery besar seperti di Gondol (Bali), Situbondo (Jatim) atau Lampung. Hasil penelitian Sadovy et al. (2003) menunjukkan bahwa agroindustri kerapu budi daya dapat memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat pantai di berbagai lokasi. Backyard hatchery kerapu di Bali memiliki nilai IRR dari 12% hingga 356%, sedangkan pembesaran kerapu di karamba dan kolam di Philipina memberikan IRR masing-masing 59% dan 82%. 6.4 Simulasi Titik Kitis Agroindustri Kerapu Budi Daya Simulasi yang dilakukan pada subbab 6.1 lebih banyak membahas pengaruh perubahan berbagai variabel terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan, pembesaran atau pascapanen dalam industri budi daya perikanan kerapu. Dalam sub bab ini dibahas tingkat ke-kritisan variabel tersebut terhadap output yang dihasilkan (dalam hal ini tingkat keuntungan usaha). Indikator utama yang digunakan untuk menilai kekritisan industri budi daya perikanan kerapu adalah tidak tercapainya keuntungan karena biaya yang dikeluarkan melebihi pendapatan yang diperoleh. Titik kritis variabel industri budi daya perikanan kerapu dilakukan untuk masing-masing subsistem usaha dan juga sistem secara keseluruhan.

157 Titik kritis pembenihan kerapu. Variabel yang menentukan tingkat keuntungan pembenihan kerapu terdiri atas variabel teknis (produksi) dan variabel ekonomi terutama harga input maupun harga jual produk. Sejalan dengan variabel yang digunakan dalam simulasi sebelumnya, maka titik kritis dianalisis melalui simulasi untuk variabel teknis, yaitu tingkat fekunditas induk, persentase induk memijah, dan tingkat sintasan benih. Selain itu dianalisis juga titik kritis untuk variabel ekonomis yang terdiri dari harga jual benih dan harga pakan benih. Simulasi dilakukan dengan menetapkan tingkat keuntungan total sama dengan nol pada objective simulasi. Melalui proses simulasi ini dapat diketahui pada titik mana variabel-variabel itu mengakibatkan keuntungan sama bengan nol, dengan asumsi variabel lain pada kondisi normal. Hasil simulasi dengan menggunakan model MAGRIPU dapat dilihat pada Lampiran 45 hingga 49. Secara keseluruhan, hasil simulasi titik kritis variabel pembenihan dapat dilihat pada Tabel 50. Tabel 50 Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembenihan pada tingkat keuntungan pembenihan sama dengan nol No Variabel Titik Kritis Keterangan 1 Fekunditas induk Jumlah butir telur minimum per induk ikan. 2 Persentase induk memijah 2,95 Persentase minimum jumlah induk memijah dari populasi tersedia. 3 Sintasan benih 2,36 Persentase minimum jumlah benih bertahan hidup. 4 Harga jual benih per ekor Rp 3.063,- Harga jual benih minimum per ekor untuk memperoleh keuntungan pembenihan. 5 Biaya pakan benih per ekor Rp 4.584,- Biaya pakan maksimal per ekor benih selama pemeliharaan. Dari Tabel 50 dapat dilihat bahwa usaha pembenihan akan mencapai kondiisi kritis, yaitu keuntungan mencapai titik nol apabila variabel-variabel yang disebutkan di atas mencapai titik kritis. Penghitungan titik kritis ini sebagaimana dapat dilihat pada lampiran hasil penghitungan, diperoleh dengan mengasumsikan variabel lainnya dalam keadaan normal. Kondisi normal

158 129 fekunditas induk adalah butir / ekor, persentase induk memijah 20%, sintasan benih 16%, harga jual benih Rp 6.000,-, atau biaya pakan per ekor benih Rp 1.692, Titik kritis pembesaran kerapu Variabel-variabel yang digunakan dalam simulasi penghitungan titik kritis pembesaran kerapu terdiri dari tingkat sintasan ikan, padat penebaran, harga pakan ikan, harga benih, dan harga jual ikan. Titik kritis tersebut adalah pada titik mana masing-masing variabel akan mengakibatkan tingkat keuntungan pembesaran sama dengan nol, sedangkan variabel lainnnya diasumsikan pada kondisi normal. Penghitungan titik kritis tersebut dilakukan melalui simulasi dengan menggunakan model MAGRIPU yang dapat dilihat pada Lampiran 50 hingga Lampiran 54. Hasil penghitungan titik kritis untuk pembesaran kerapu dapat dilihat pada Tabel 51. Tabel 51 Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembesaran kerapu pada tingkat keuntungan pembesaran sama dengan nol. No Variabel Titik Kritis Keterangan 1 Padat penebaran (ekor/ 43,79 Jumlah ikan ditebar KJA) minimum per KJA. 2 Sintasan ikan 21,26 % Persentase minimum jumlah ikan bertahan hidup. 3 Harga benih per ekor Rp ,- Harga beli maksimum benih untuk memperoleh keuntungan budi daya. 4 Harga jual kerapu per ekor Rp ,- Harga jual minimum per ekor untuk memperoleh keuntungan budi daya. 5 Biaya pakan per ekor Rp ,- Biaya pakan maksimal per ekor ikan selama pemeliharaan. Dari Tabel 51 dapat dilihat bahwa usaha pembesaran akan mencapai kondisi kritis apabila variabel-variabel yang disebutkan di atas mencapai titik sebagaimana terlihat pada tabel tersebut. Penghitungan titik kritis ini dilakukan secara satu persatu dengan mengasumsikan variabel lainnya dalam keadaan normal. Kondisi normal padat penebaran diasumsikan 500 ekor / KJA, sintasan

159 130 ikan pada 80%, harga benih Rp 6.000,-, harga jual kerapu Rp ,-/ekor, atau biaya pakan per ekor Rp , Titik kritis pascapanen kerapu Variabel-variabel yang digunakan dalam simulasi penghitungan titik kritis pascapanen kerapu terdiri atas tingkat sintasan ikan, padat penebaran, harga pakan ikan, dan harga jual ikan. Titik kritis tersebut adalah pada titik mana masing-masing variabel akan mengakibatkan tingkat keuntungan pascapanen sama dengan nol, sedangkan variabel lainnya diasumsikan pada kondisi normal. Penghitungan titik kritis tersebut dilakukan melalui simulasi dengan menggunakan model MAGRIPU yang perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 55 hingga Lampiran 59. Hasil penghitungan titik kritis untuk pascapanen kerapu dapat dilihat pada Tabel 52. Tabel 52 Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pascapanen kerapu pada tingkat keuntungan pascapanen sama dengan nol. No Variabel Titik Kritis Keterangan 1 Padat penebaran (ekor/ 141,67 Jumlah minimum ikan KJA) ditebar per KJA. 2 Sintasan ikan 22,67% Persentase minimum jumlah ikan bertahan hidup. 3 Harga beli kerapu per ekor Rp ,- Harga beli ikan maksimum untuk memperoleh keuntungan pascapanen. 4 Harga jual kerapu per ekor Rp ,- Harga jual minimum per ekor kerapu pascapanen. 5 Biaya pakan per ekor Rp ,- Biaya pakan maksimal per ekor ikan selama pemeliharaan. Tabel 52 menunjukkan bahwa usaha pascapanen kerapu akan mencapai kondisi kritis apabila variabel-variabel yang disebutkan di atas mencapai titik sebagaimana terlihat pada tabel tersebut. Penghitungan titik kritis ini dilakukan secara satu persatu. Pada saat melakukan penghitungan titik kritis untuk salah satu variabel, maka variabel lainnya diasumsikan dalam keadaan normal. Kondisi normal padat penebaran adalah 500 ekor / KJA, sintasan ikan pada 80%, harga beli kerapu Rp ,-, harga jual kerapu Rp ,-/ekor, atau biaya pakan per ekor Rp ,-.

160 131 7 ANALISIS PRIORITAS PENINGKATAN KEUNTUNGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan model peningkatan keuntungan pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen, diperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan (profit) yang diperoleh masing-masing pelaku usaha. Pada subsistem pembenihan, faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan usaha adalah tingkat fekunditas induk, persentase induk memijah dari populasi induk yang tersedia, dan tingkat mortalitas larva. Pada subsistem pembesaran, faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan usaha adalah tingkat mortalitas, padat penebaran, dan lama proses pembesaran. Demikian pula untuk subsistem penanganan pascapanen, faktor yang berpengaruh terhadap keuntungan usaha adalah tingkat mortalitas, padat penebaran dan lama proses pascapanen. Besaran kuantitatif tentang pengaruh faktor-faktor terhadap tingkat keuntungan pembenihan, pembesaran dan pascapanen dapat dihitung dengan menggunakan model yang dirancang. Faktor-faktor yang digunakan dalam analisis tersebut dipilih karena tingkat ketersediaan data kuantitatifnya di lapangan. Untuk lebih memperdalam analisis dilakukan pengumpulan informasi yang lebih detail yang mengurai lebih jauh faktor-faktor tersebut. Sebagai contoh, tingkat mortalitas larva dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti penggunaan pakan, pemilihan induk, atau penggunaan obat-obatan. Namun sejauh ini tidak tersedia informasi yang menggambarkan kuantifikasi hubungan antar faktor-faktor tersebut dengan tingkat mortalitas yang terjadi di dunia nyata. Untuk mengatasi ini maka digunakan metode yang dapat mengkuantifikasi hubungan yang bersifat kualitatif, antara lain dengan metode AHP. Hubungan antar variabel kualitatif tersebut diperoleh dengan menjaring pendapat pakar di bidang perikanan kerapu. 7.1 Pemeringkatan Prioritas Perbaikan Faktor Produksi Berdasarkan Hasil Simulasi Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pembenihan Pada bab terdahulu telah dilakukan simulasi untuk mengetahui pengaruh perubahan faktor produksi dalam pembenihan terhadap tingkat keuntungan dan tigkat produksi yang dicapai oleh pembenihan. Simulasi dilakukan dengan

161 132 mengubah beberapa variabel survival rate, persentase induk memijah dan fekunditas induk sesuai dengan kisaran yang berlaku di lapangan, yaitu sintasan (survival rate) antara 11% s/d 21%, persentase induk memijah antara 10% - 30% dan fekunditas induk Besarnya pengaruh perubahan tersebut terhadap perubahan pada tingkat keuntungan dan tingkat produksi pembenihan dapat dilihat pada Tabel 53 Tebel 53 Pengaruh perubahan faktor produksi pembenihan terhadap perubahan tingkat keuntungan dan tingkat produksi pembenihan ikan kerapu No Faktor Peubah Perubahan Pengaruh terhadap keuntungan pembenihan (%) Pengaruh terhadap produksi /bln (%) 1. Sintasan (Survival 11 % ke 21% 77,11 90,91 rate) 2. Persentase induk 10% ke 30% 152,03 200,00 memijah 3. Fekunditas induk 1 jt ke 2 jt 84,22 100,00 Peningkatan sintasan benih dari 11% menjadi 21% meningkatkan keuntungan pembenihan sebanyak 77,11%, atau sebesar 7,71% untuk setiap persen kenaikan sintasan. Kenaikan persentase induk memijah dari 10% menjadi 30% menaikkan tingkat keuntungan sebesar 152,03%, atau 7,60% untuk setiap persen kenaikan persentase induk memijah. Kenaikan fekunditas induk dari ke meningkatkan keuntungan sebesar 84,22%, atau sekitar 8,42% untuk setiap kenaikan fekunditas induk. Pengaruh perubahan faktor produksi pembenihan terhadap tingkat produksi juga dianalisis dengan menggunakan peubah yang sama. Hasil simulasi menunjukan bahwa perubahan sintasan (survival rate) dari 11% ke 21% meningkatkan produksi sebesar 90,91%, perubahan persentase induk memijah dari 10% ke 30% meningkatkan produksi sebesar 200%, sedangkan peningkatan fekunditas induk dari ke meningkatkan produksi 100%. Untuk dapat mengetahui tingkat kepentingan setiap peubah terhadap pencapaian tujuan peningkatan keuntungan pembenihan, maka dilakukan pemeringkatan dengan metode AHP. Uraian tentang pelaksanaan metode AHP tersebut adalah sebagai berikut:

162 133 Sasaran: Menentukan prioritas program peningkatan keuntungan pembenihan. Kriteria: (1) Kontribusi terhadap peningkatan keuntungan pembenihan (bobot 50%) (2) Kontribusi terhadap peningkatan produksi pembenihan (bobot 50%) Alternatif pilihan program: (1) Peningatan persentase induk memijah. (2) Peningkatan fekunditas induk. (3) Peningkatan sintasan benih. Analisis menggunakan AHP dilakukan dengan terlebih dahulu memeringkatkan angka pengaruh alternatif pilihan berdasarkan kriteria (keuntungan dan produksi) sebagai berikut: Tabel 54 Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pembenihan menggunakan AHP No Alternatif Pilihan 1. Sintasan (Survival rate) 2. Persentase induk memijah 3. Fekunditas induk Persen pengaruh Pemeringkatan Keuntungan Produksi Keuntungan Produksi 77,11 90,91 0,2124 0, ,03 200,00 0,5272 0, ,22 100,00 0,2604 0,2558 Total 352,78 390,91 1,0000 1,0000 Selanjutnya dilakukan pengalian antara matriks peringkat dengan matriks bobot kriteria, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 55 Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pembenihan menggunakan AHP No Alternatif Keuntungan Produksi Bobot Hasil Ranking Kriteria 1 Sintasan 0,2124 0,2326 0,5 22, Induk Memijah 0,5272 0,5116 0,5 51, Fekunditas 0,2604 0, ,81 2 Berdasarkan hasil analisis menggunakan AHP, maka diperoleh gambaran bahwa untuk meningkatkan keuntungan pada produksi pembenihan peringkat alternatif program yang perlu dilakukan adalah berdasarkan urutan prioritas sebagai berikut:

163 134 (1) Peningkatan persentase induk memijah; (2) Peningkatan fekunditas induk; (3) Peningkatan sintasan (survival rete) benih Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pembesaran Peningkatan produktivitas usaha pembesaran kerapu sebagai langkah untuk menciptakan keunggulan kompetitif pembesaran kerapu terutama dilihat dari indikator seberapa cepat pertumbuhan ikan dan seberapa besar tingkat kematian (mortalitas) ikan selama pembesaran. Kecepatan tumbuh ikan dapat dilihat juga dari berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membesarkan ikan dari ukuran tertentu hingga ukuran konsumsi (0,5 kg / ekor). Berdasarkan hasil simulasi dapat diketahui pengaruh perubahan faktor peubah dalam pembesaran terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran. Hasil simulasi dengan mengubah beberapa variabel survival rate, padat penebaran dan lama pembesaran sesuai dengan kisaran yang berlaku di lapangan, yaitu sintasan (survival rate) antara 70% s/d 90%, padat penebaran antara 200 ekor hingga 300 ekor ikan per KJA dan lama pembesaran antara 4 bulan hingga 6 bulan. Besarnya pengaruh perubahan tersebut terhadap perubahan pada tingkat keuntungan dan tingkat produksi dapat dilihat di Tabel 56. Peningkatan sintasan ikan dari 70% menjadi 90% meningkatkan keuntungan pembesaran sebanyak 25,78 %, atau sebesar 1,289% untuk setiap persen kenaikan sintasan. Kenaikan padat penebaran ikan dalam KJA dari 200 ekor/kja menjadi 300 ekor / KJA menaikkan tingkat keuntungan sebesar 44,42 % untuk kenaikan padat tebar sebanyak 100 ekor per KJA. Efisiensi lama pembesaran dari 6 bulan menjadi 4 bulan meningkatkan keuntungan sebesar 46,03 %, atau sekitar 23,02% per bulan. Tabel 56 Pengaruh perubahan faktor produksi pembesaran terhadap perubahan tingkat keuntungan pembesaran ikan kerapu No Faktor Peubah Perubahan Pengaruh terhadap keuntungan pembesaran (%) Pengaruh terhadap produksi pembesaran (%) 1. Sintasan (Survival 70 % ke 90% 27,13 28,57 rate) 2. Padat penebaran 200 ekor ke 47,26 50, ekor 3. Lama pembesaran 6 bln ke 4 bln 47,23 50,00

164 135 Pengaruh perubahan faktor produksi pembesaran terhadap tingkat produksi juga dianalisis dengan menggunakan peubah yang sama. Hasil simulasi menunjukkan bahwa perubahan sintasan (survival rate) dari 70% ke 90% meningkatkan produksi sebesar 27,13%, perubahan padat penebaran dari 200 ke 300 ekor/kja meningkatkan produksi sebesar 47,26%, sedangkan peningkatan efisiensi lama pembesaran dari 6 bulan menjadi 4 bulan meningkatkan produksi sebesar 47,23%. Untuk dapat mengetahui tingkat kepentingan setiap peubah terhadap pencapaian tujuan peningkatan keuntungan dan produktivitas pembesaran, maka dilakukan pemeringkatan dengan metode AHP. Uraian tentang pelaksanaan metode AHP tersebut adalah sebagai berikut: Sasaran : Menentukan prioritas program peningkatan keuntungan pembesaran. Kriteria :(1) Kontribusi terhadap peningkatan keuntungan pembesaran (bobot 50%) (2) Kontribusi terhadap peningkatan produksi pembesaran (bobot 50%) Alternatif pilihan program: (1) Peningkatan sintasan pembesaran. (2) Peningkatan padat penebaran (3) Peningkatan efisiensi lama pembesaran. Analisis menggunakan AHP dilakukan dengan terlebih dahulu memeringkatkan angka pengaruh alternatif pilihan terhadap kriteria (keuntungan dan produksi) sebagai berikut: Tabel 57 Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pembesaran menggunakan AHP No Alternatif Pilihan 1. Sintasan (Survival rate) 2. Padat penebaran 3. Lama pembesaran Persen pengaruh Pemeringkatan Keuntungan Produksi Keuntungan Produksi 27,13 28,57 0,2218 0, ,26 50,00 0,3821 0, ,23 50,00 0,3961 0,3889 Total 121,62 128,57 1,0000 1,0000 Selanjutnya dilakukan pengalian antara matrik peringkat dengan matriks bobot kriteria, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:

165 136 Tabel 58 Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pembesaran menggunakan AHP No Alternatif Keuntungan Produksi Bobot Hasil Ranking Kriteria 1 Sintasan 0,2218 0,2222 0,5 22, Padat penebaran 3 Lama pembesaran 0,3821 0,3889 0,5 38,55 2 0,3961 0, ,25 1 Berdasarkan hasil analisis menggunakan AHP diperoleh gambaran bahwa untuk meningkatkan keuntungan pada produksi pembesaran, maka peringkat alternatif program yang perlu dilakukan adalah berdasarkan urutan prioritas sebagai berikut: (1) Peningkatan efisiensi lama pembesaran (mempersingkat lama pembesaran). (2) Peningkatan padat penebaran (3) Peningkatan sintasan (survival rete) pembesaran Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pascapanen Karakteristik permasalahan dalam peningkatan produktivitas pada subsistem penanganan pascapanen kurang lebih sama dengan permasalahan dalam subsistem pembesaran, sehinga pemecahan masalahnya akan sama pula. Perbedaan yang utama adalah bahwa waktu yang dibutuhkan dalam penanganan pascapanen jauh lebih singkat dibandingkan dengan subsistem pembesaran. Selain itu proses yang dilakukan dalam subsistem ini lebih kepada peningkatan kualitas ketimbang peningkatan produktivitas. Cara yang paling mudah dilakukan adalah memperketat proses seleksi pada saat pembelian ikan dari produsen sebelumnya (pembudidaya atau nelayan). Di kalangan pelaku pascapanen dan pembesaran telah ada semacam kesepakatan bahwa harga ikan per kilogram akan dipengaruhi oleh ukuran per ekornya. Ikan-ikan yang berukuran di bawah 0,5 kg dimasukkan ke dalam kelompok baby fish dan harga per kilogramnya dapat berkurang hingga 20% dibandingkan dengan ikan yang berbobot 0,5 hingga 1,0 kg per ekor yang disebut sebagai table fish. Di lain pihak, ikan-ikan yang berukuran terlalu besar (di

166 137 atas 1 kg per ekor) tidak disukai oleh konsumen sehingga harganya lebih murah. Hal terakhir ini dikecualikan untuk ikan-ikan tertentu seperti ikan napoleon atau kerapu kertang yang secara dewasa normalnya berukuran besar dan biasanya dikonsumsi untuk kelompok besar. Berdasarkan hasil simulasi dapat diketahui pengaruh perubahan faktor peubah dalam pascapanen terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen. Hasil simulasi dengan merubah beberapa variabel survival rate, padat penebaran dan lama pascapanen sesuai dengan kisaran yang berlaku di lapangan, yaitu sintasan (survival rate) antara 70% s/d 90%, padat penebaran antara 200 ekor hingga 300 ekor ikan per KJA dan lama proses pascapanen antara 1 bulan hingga 2 bulan. Besarnya pengaruh perubahan tersebut terhadap perubahan pada tingkat keuntungan dapat dilihat pada Tabel 59. Tebel 59 Pengaruh perubahan faktor produksi pascapanen terhadap perubahan tingkat keuntungan dan tingkat produksi pascapanen kerapu No Faktor Peubah Perubahan Pengaruh terhadap keuntungan pascapanen (%) Pengaruh terhadap produksi PP (%) 1. Sintasan (Survival 70 % ke 90% 26,48 28,57 rate) 2. Padat penebaran 200 ekor ke 183,49 50, ekor 3. Lama pascapanen 2 bln ke 1 bln 93,15 100,00 Peningkatan sintasan ikan dari 70% menjadi 90% meningkatkan keuntungan pascapanen sebanyak 27,46. Kenaikan padat penebaran ikan dalam KJA dari 200 ekor/kja menjadi 300 ekor / KJA menaikkan tingkat keuntungan sebesar 47,88, sedangkan efisiensi lama pascapanen dari 2 bulan menjadi 1 bulan meningkatkan keuntungan sebesar 95,45%. Pengaruh perubahan faktor produksi pascapanen terhadap tingkat produksi juga dianalisis dengan menggunakan peubah yang sama. Hasil simulasi menunjukan bahwa perubahan sintasan (survival rate) dari 70% ke 90% meningkatkan produksi sebesar 28,57%, perubahan padat penebaran dari 200 ke 300 ekor/kja meningkatkan produksi sebesar 50%, sedangkan peningkatan efisiensi lama pascapanen dari 2 bulan menjadi 1 bulan meningkatkan produksi sebesar 100%.

167 138 Untuk dapat mengetahui tingkat kepentingan setiap peubah terhadap pencapaian tujuan peningkatan keuntungan dan produktivitas pascapanen, maka dilakukan pemeringkatan dengan metode AHP. Uraian tentang pelaksanaan metode AHP tersebut adalah sebagai berikut: Sasaran : Menentukan prioritas program peningkatan keuntungan pascapanen. Kriteria : (1) Kontribusi terhadap peningkatan profit pascapanen (bobot 50%) (2) Kontribusi terhadap peningkatan produksi pascapanen (bobot 50%) Alternatif pilihan program: (1) Peningkatan sintasan pascapanen. (2) Peningkatan padat penebaran (3) Peningkatan efisiensi lama pascapanen. Analisis menggunakan AHP dilakukan dengan terlebih dahulu memeringkatkan angka pengaruh alternatif pilihan terhadap kriteria (keuntungan dan produksi) sebagai berikut: Tabel 60 Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pascapanen menggunakan AHP No Alternatif Pilihan 1. Sintasan (survival rate) 2. Padat penebaran 3. Lama pascapanen Persen pengaruh (%) Pemeringkatan Keuntungan Produksi Keuntungan Produksi 26,48 28,57 0,2804 0, ,49 50,00 0,1608 0, ,15 100,00 0,5589 0,5600 Total 303,12 178,57 1,0000 1,0000 Selanjutnya dilakukan pengalian antara matrik peringkat dengan matrik bobot kriteria, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 61 Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pascapanen menggunakan AHP No Alternatif Keuntungan Produksi Bobot Hasil Ranking Kriteria 1 Sintasan 0,2227 0,1600 0,5 16, Padat 0,3886 0,2800 0,5 28,02 2 penebaran 3 Lama pascapanen 0,3886 0, ,94 1

168 139 Berdasarkan hasil analisis menggunakan AHP diperoleh gambaran bahwa untuk meningkatkan keuntungan pada produksi pascapanen, maka peringkat alternatif program yang perlu dilakukan adalah berdasarkan urutan prioritas sebagai berikut: (1) Peningkatan efisiensi lama pascapanen (mempersingkat lama pascapanen). (2) Peningkatan padat penebaran (3) Peningkatan sintasan (survival rate) pascapanen. 7.2 Pemeringkatan Prioritas Kebijakan Pengembangan Agroindustri Kerapu Berdasarkan Akuisisi Pendapat Pakar Dengan Metode AHP Analisis lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan keuntungan industri perikanan kerapu budi daya dilakukan dengan metoda Hierarchy Process (AHP) yang menggunakan informasi yang diperolah dari pakar di bidang budi daya perikanan kerapu. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan EXPERT CHOICE Versi 11. Dalam analisis ini, struktur pengembangan agroindustri perikanan kerapu budi daya dikelompokkan menurut fokus, aktor, sasaran, faktor, dan kebijakan. Struktur hierarki tersebut dapat dilihat pada Gambar 41. Dalam struktur tersebut, fokus yang ingin dicapai adalah pemeringkatan kebijakan program pengembangan agroindustri kerapu budi daya. Aktor yang terlibat dan berkepentingan terdiri dari pelaku usaha pembenihan, pelaku usaha pembesaran (pembudidaya), pelaku usaha pascapanen dan pemerintah. Setiap aktor memiliki sasaran yang spesifik masing-masing, namun secara umum sasaran pelaku usaha adalah peningkatan produktivitas untuk memperoleh keuntungan setinggi-tingginya dan peningkatan devisa negara melalui ekspor kerapu. Sasaran masing-masing aktor diuraikan lebih lanjut ke dalam faktor yang lebih teknis untuk mencapai sasaran peningkatan produktivitas tersebut. Sebagai contoh, sasaran peningkatan produktivitas pembenihan dapat dicapai apabila terjadi peningkatan fekunditas telur, frekuensi memijah dan peningkatan sintasan benih / larva. Selanjutnya untuk mencapai sasaran teknis tersebut diperlukan kebijakan atau alternatif program yang diperlukan sesuai dengan fokus yang ditetapkan. Dalam kasus pembenihan alternatif program yang dilaksanakan adalah pengembangan induk unggul, pengembangan pakan buatan, penggunaan obat, vitamin dan vaksin, serta peningkatan kualitas air.

169 140 Fokus: Seleksi program Pengembangan Agroindustri Kerapu Budi daya Aktor: Pelaku Usaha Pembenihan Pelaku Usaha Pembesaran Pelaku Usaha Pascapanen Pemerintah Sasaran: Peningkatan Produktivitas Pembenihan Kerapu Peningkatan Produktivitas Pembesaran Kerapu Peningkatan Produktivitas Pascapanen Kerapu Peningkatan Pendapatan Devisa melalui Ekspor Faktor: Fekunditas telur/induk Frekuensi memijah Sintasan Benih Pertumbuhan Ikan Sintasan ikan Pembinaan Teknologi Akses pasar Kebijakan: Pengemb. Induk Unggul Pengemb. Pakan buatan Obat / Vitamin/ Vaksin Peningka tan Kua litas Air Sertifi kasi Benih Penggu naan bnh unggul Pengatur an padat tebar Perawat an KJA Penerap an GAP Grading Ikan Pengem. Info. pasar Gambar 41 Hierarki untuk menentukan prioritas program pengembangan agroindustri kerapu budi daya.

170 141 Pengumpulan pendapat pakar dilakukan untuk menjaring pendapat mereka tentang perbandingan tingkat kepentingan atau peranan masing-masing aktor dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya, perbandingan tingkat kepentingan setiap sararan mengacu pada kepentingan aktor, perbandingan tingkat kepentingan setiap faktor mengacu pada sasaran, dan perbandingan tingkat kepentingan setiap kebijakan mengacu pada faktor. Hasil pengolahan data yang diperoleh selanjutnya dituangkan dalam matriks perbandingan berpasangan pada untuk setiap tingkatan. Tabel 62 menunjukkan matriks perbandingan kepentingan aktor terhadap pencapaian tujuan pengembangan agroindustri kerapu. Hasil tersebut merupakan rata-rata aritmatik dari angkaangka hasil pengisian para responden (pakar). Tabel 62 Hasil perbandingan berpasangan dari peranan aktor terhadap program pengembangan agroindustri kerapu budi daya Pelaku Pelaku Pelaku Pemerintah Pembenihan Pembesaran Pascapanen Pelaku pembenihan 1,00 4,33 6,00 3,00 Pelaku pembesaran 0,24 1,00 4,67 2,67 Pelaku pascapanen 0,18 0,22 1,00 1,22 Pemerintah 0,33 0,39 2,11 1,00 Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan EXPERT CHOICE diperoleh kesimpulan bahwa bobot masing-masing aktor yaitu pelaku pembenihan, pelaku pembesaran, pelaku pascapanen dan pemerintah terhadap suksesnya pengembangan agroindustri kerapu budi daya adalah berturut-turut 0,569, 0,242, 0,074, dan 0,115. Apabila diurutkan berdasarkan tingkat kepentingannya maka urutannya adalah (1) pelaku pembenihan, (2) pelaku budi daya, (3) pemerintah, dan (3) pelaku pascapanen. Angka tingkat inkonsistensi yang dicapai adalah 0,09, sehingga hasil pengisian para pakar adalah konsisten karena dibawah 0,1. Pengolahan AHP mengunakan EXPERT CHOICE selanjutnya dilakukan dengan memasukkan semua data hasil perbandingan berpasangan untuk semua level. Program tersebut secara langsung akan menghitung nilai eigen untuk setiap level. Gambaran bentuk tampilan pada layar komputer untuk halaman utama program tersebut dapat dilihat pada Gambar 42.

171 142 Gambar 42 Bentuk tampilan pada layar komputer penghitungan AHP menggunakan Expert Choice Versi 11. Berdasarkan hasil AHP menggunakan program Expert Choice, diperoleh bobot untuk masing-masing sasaran sesuai dengan aktor yang menjadi acuan. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 63. Tabel 63 Hasil perhitungan bobot kepentingan variabel sasaran Pelaku pembenihan Pelaku pembesaran Pelaku pascapanen Peme rintah Sasaran Produktivitas pembenihan 0,602 0,224 0,148 0,240 Produktivitas pembesaran 0,222 0,599 0,161 0,147 Produktivitas Pascapanen 0,101 0,094 0,594 0,085 Peningkatan ekspor 0,075 0,083 0,097 0,527 Consistency: 0,07 0,09 0,07 0,10

172 143 Selanjutnya dilakukan pengolahan data terhadap perbandingan berpasangan yang mengurai lebih jauh sasaran menjadi faktor produksi. Dalam tahap ini dilakukan penghitungan bobot setiap faktor mengacu pada masingmasing sasaran. Berdasarkan hasil penghitungan tersebut maka dapat diketahui bobot masing-masing faktor mengacu pada masing-masing sasaran. Selanjutnya setiap faktor diurai menjadi kebijakan yang perlu dilakukan dalam rangka mengembangkan agroindustri perikanan kerapu secara keseluruhan. Hasil AHP menggunakan Expert Chioce menghasilkan hasil perhitungan final untuk bobot masing-masing kebijakan pengembangan agroindustri kerapu yang sekaligus menunjukkan peringkat (rangking) kebijakan yang perlu mendapat prioritas menurut pendapat pakar. Hasil akhir peringkat kebijakan pengembangan agroindustri kerapu tersebut dapat dilihat pada Gambar 43. Gambar 43 Tampilan hasil AHP peringkat kebijakan pengembangan agroindustri kerapu menggunakan Expert Choice Versi 11. Berdasarkan hasil analisis yang dituangkan dalam Gambar 43, dapat dilihat bahwa kebijakan utama yang perlu dilaksanakan dalam rangka memacu perkembangan industri perikanan kerapu budi daya berturut-turut adalah (1) pengembangan benih unggul, (2) pengembangan pakan buatan dan (3)

173 144 pengembangan induk unggul, dan (4) grading atau seleksi ikan. Urutan tingkat kepentingan kebijakan yang dihasilkan melalui AHP ini merupakan cerminan dari pendapat pakar tentang program atau kebijakan teknis yang perlu dikembangkan untuk mendukung pengembangan agroindustri perikanan kerapu. Hasil pemeringkatan ini dipengaruhi oleh pendapat yang berbeda dari masing-masing pelaku usaha. Pengembangan benih unggul dinilai sebagai faktor yang paling penting bagi pelaku pembesaran maupun pelaku pembenihan, pengembangan pakan menduduki peringkat kedua karena dianggap penting baik oleh pembenih, pelaku pembesaran maupun pascapanen, pengembangan induk unggul menduduki peringkat ketiga karena dianggap penting oleh pelaku pembenihan maupun pemerintah. Grading dan seleksi ikan merupakan hal yang dianggap paling penting oleh pelaku pascapanen karena mereka lebih dekat ke konsumen akhir yang mementingkan kualitas. Meskipun demikian urutan yang dihasilkan oleh AHP ini telah mencerminkan preferensi semua pelaku yang terlibat. Berdasarkan hasil pemeringkatan ini, maka dapat disusun kebijakan penerapan teknologi yang perlu diterapkan berdasarkan tingkat kepentingannya. Pembahasan mengenai hal ini dilakukan pada bagian lain yang membahas tentang implikasi bagi kebijakan pemerintah.

174 145 8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN Agroindustri kerapu budi daya terdiri atas rangkaian kegiatan usaha yang saling bergantung satu dengan yang lainnya, yaitu pembenihan, pembesaran, dan pascapanen. Sebagaimana dapat dilihat di diagram pada Lampiran 5, usaha pembenihan akan berkembang apabila usaha pembesaran yang menggunakan benih juga berkembang. Sebaliknya, usaha pembesaran membutuhkan pasokan dari pembenihan. Selanjutnya usaha pembesaran membutuhkan pembeli, yaitu usaha pascapanen (merangkap pedagang pengumpul ikan hidup) dan demikian pula sebaliknya. Kelemahan pada salah satu mata rantai dapat mengakibatkan tidak bekerjanya sistem secara keseluruhan. Sebagai contoh, keengganan para pelaku usaha untuk memasuki segmen usaha pembesaran karena sulitnya mencari lahan perairan yang bebas dari gangguan polusi maupun keamanan akan mengakibatkan tidak terjualnya benih ikan yang dihasilkan oleh pembenihan. Sebaliknya tidak diproduksinya benih ikan akibat kondisi alam yang kurang mendukung akan mengakibatkan terhentinya usaha pembesaran dan pascapanen. Selain masalah keterkaitan antar kegiatan usaha, permasalahan penting lainnya dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya adalah kecenderungan terjadinya produksi yang berlebih terdorong oleh keinginan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya karena harga jual ikan kerapu yang tinggi. Kecenderungan ini dapat terjadi karena permintaan pasar ikan kerapu hidup masih terbatas pada pasaran Hong Kong, sedangkan pemasok ikan kerapu ke pasar tersebut terdiri atas berbagai negara di kawasan Asia Tenggara dan Australia. Produksi yang berlebih terhadap ikan kerapu jenis tertentu akan mengakibatkan penurunan harga kerena berlebihnya suplai di pasaran. Kecenderungan berlebihnya pasokan di pasaran terlihat dari menurunnya harga jual ikan kerapu yang lebih banyak ditentukan oleh pembeli (buyer s market). Masalah potensial lainnya yang dapat menghambat perkembangan agroindustri kerapu budi daya adalah adanya ketimpangan pendapatan antar mata rantai kegiatan usaha satu dengan yang lainnya. Ketimpangan tersebut dapat mengakibatkan kurang diminatinya mata rantai usaha yang kurang menguntungkan atau memiliki tingkat risiko yang tinggi. Terhambatnya

175 146 perkembangan pada salah satu mata rantai dapat mengakibatkan terhambatnya perkembangan sistem agroindustri kerapu budi daya secara keseluruhan. Memperhatikan permasalahan tersebut di atas maka diperlukan upaya untuk menata dan memperkuat struktur agroindustri kerapu budi daya sehingga terbentuk keterkaitan yang erat antar subsistem yang terlibat di dalamnya. Model dinamik dirancang bangun untuk menggambarkan perilaku agroindustri kerapu budi daya, dan dengan menggunakan model tersebut dapat disimulasikan dinamika yang terjadi pada sistem akibat adanya perubahan pada komponen sistem tersebut. Proses simulasi telah dilaksanakan pada bab terdahulu yaitu optimasi perencanaan kapasitas agroindustri kerapu budi daya yang sesuai dengan kapasitas pasar dan simulasi distribusi keuntungan antar subsistem produksi. 8.1 Perencanaan Kapasitas Produksi Agregat Berdasarkan hasil simulasi telah dapat diketahui kapasitas produksi maksimum pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen yang harus dikembangkan untuk mengantisipasi permintaan pasar. Analisis tersebut dilakukan khusus untuk ikan kerapu macan dan khusus untuk pasar Hong Kong. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh tiga perhitungan kecenderungan permintaan pasar yaitu berdasarkan skenario optimistik, skenario moderat, dan skenario pesimistik untuk tiga subsistem usaha, yaitu pembenihan, pembesaran, dan pascapanen (Tabel 35). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa apabila permintaan pasar mengikuti kecenderungan sesuai dengan skenario optimistik dibutuhkan produksi sebanyak benih kerapu macan per tahun, pembesaran sebanyak ekor per tahun dan produksi pascapanen/pemasaran sebanyak ekor per tahun. Perhitungan ini dapat dilakukan untuk jenis-jenis kerapu lainnya seperti kerapu bebek, kerapu lumpur, kerapu sunu, dan kerapu malabar yang tersdia informasinya. Peningkatan keunggulan kompetitif agroindustri kerapu budi daya Indonesia terhadap negara pesaing, selain dengan menentukan kapasitas produksi yang optimal sesuai dengan permintaan pasar adalah dengan menetapkan spesies ikan kerapu yang merupakan keunggulan komparatif Indonesia. Secara alami Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di daerah tropis yang sesuai untuk jenis ikan kerapu tertentu. Untuk itu perlu perlu pengkajian yang lebih

176 147 mendalam untuk memilih spesies kerapu yang menjadi unggulan Indonesia. Dengan menentukan spesialisasi produk, maka upaya penciptaan keunggulan kompetitif sektor perikanan laut, khususnya ikan kerapu, melalui pemfokusan kegiatan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan. Hasil analisis ini dapat dijadikan dasar bagi kebijakan boleh atau tidaknya ekspor benih. Apabila berdasarkan hasil simulasi diperoleh informasi bahwa pada musim tertentu kapasitas produksi benih melebihi kemampuan budi daya untuk menyerap benih, maka dapat dilakukan ekspor benih. Sebaliknya apabila kapasitas produksi kurang dari kebutuhan maka dilakukan pelarangan ekspor. Perencanaan kapasitas produksi agroindustri kerapu budi daya secara makro nasional diperlukan untuk menghindarkan terjadinya produksi yang melampaui kemampuan pasar untuk menyerapnya, terlebih pada komoditi ikan kerapu yang diperdagangkan dalam keadaan hidup dan memiliki pasar yang sebagian besar ditujukan ke pasar Hong Kong. Informasi tentang kapasitas produksi maksimal selanjutnya dapat dijadikan dasar bagi perencanaan pengembangan produksi ikan kerapu. Informasi tentang penyerapan ikan kerapu di pasaran Hong Kong dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari informasi tersebut terlihat bahwa paling tidak ada 7 jenis ikan kerapu asal Indonesia yang diperjual-belikan di pasaran Hong Kong. Dilihat dari volumenya, impor Hong Kong tersebut memperlihatkan kecenderungan meningkat. Untuk kerapu macan, volume impor dari Indonesia meningkat dari kg/bulan pada awal tahun 2002 menjadi kg/bulan pada pertengahan tahun Berdasarkan hasil proyeksi, melalui skenario optimistik, maka volume impor ikan kerapu macan hidup dari Indonesia akan mencapai kg/bulan pada akhir tahun Apabila dilihat dari semua jenis kerapu hidup yang diimpor Hong Kong dari Indonesia, maka angka impor tersebut meningkat dari kg/bulan pada awal tahun 2003 menjadi kg/bulan pada pertengahan tahun 2006 dan diproyeksikan menjadi sebesar kg/bulan pada akhir tahun Informasi mengenai volume impor kerapu Hong Kong asal Indonesia tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam memperkirakan seberapa besar kapasitas produksi pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen ikan kerapu macan yang dapat dikembangkan di Indonesia. Besarnya kapasitas produksi tersebut belum memperhitungkan ekspor kerapu ke negara lain dan juga angka ekspor yang tidak tercatat.

177 Pemerataan Distribusi Keuntungan Tingkat profitabilitas ketiga pelaku usaha dalam agroindustri kerapu budi daya mengalami ketimpangan. Ketimpangan ini terjadi karena karakter kegiatan usahanya yang lebih rentan terhadap risiko kegagalan dan membutuhkan investasi yang cukup besar. Berdasarkan hasil simulasi, kegiatan pembenihan memiliki tingkat risiko yang tinggi. Apabila hal ini dibiarkan maka ada kecenderungan pelaku usaha untuk menghindari kegiatan tersebut yang akhirnya merugikan industri secara keseluruhan karena terputusnya mata rantai industri. Alternatif jalan keluar yang mungkin dilakukan adalah melalui intervensi pemerintah, dimana segmen usaha yang memiliki risiko tinggi diambil alih oleh pemerintah. Hal ini dimungkinkan karena beberapa pembenihan kerapu yang dinilai berhasil berada di bawah pengelolaan pemerintah, dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan. Untuk menyelamatkan agroindustri kerapu budi daya secara keseluruhan, maka pemerintah perlu mensubsidi kegiatan usaha tersebut. Dapat pula dilakukan langkah bahwa pihak swasta tetap menangani pembenihan, namun diberi subsidi oleh pemerintah. Dapat juga, segmen kegiatan tertentu seperti pemeliharaan induk ditangani oleh pemerintah dan pembenih swasta boleh menggunakan induk yang disediakan pada saat diperlukan. Berdasarkan hasil simulasi telah dapat diketahui variabel-variabel mana yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat keuntungan pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Untuk subsistem pembenihan, faktorfaktor teknis yang sangat berpengaruh terhadap keuntungan adalah produktivitas induk (fekunditas dan frekuensi memijah) dan sintasan benih. Untuk faktor ekonomis, maka faktor yang berpengaruh adalah harga jual benih dan biaya produksi per unit benih. Untuk subsistem pembesaran, faktor teknis yang berpengaruh adalah sintasan ikan, kecepatan tumbuh ikan (lama pemeliharaan), dan padat penebaran, sedangkan faktor ekonomis yang menentukan keuntungan adalah harga jual ikan hasil pembesaran, harga benih, dan biaya produksi. Untuk subsistem pascapanen, faktor teknis yang berpengaruh adalah sama dengan subsistem pembesaran, sedangkan faktor ekonomis penentu keuntungan adalah harga jual ikan pascapanen, harga beli ikan, dan biaya pemeliharaan.

178 149 Melalui intervensi pemerintah dapat dilakukan upaya menyeimbangkan pendapatan para pelaku usaha di bidang perikanan kerapu, misalnya melalui pemberian insentif langsung maupun tidak langsung. Bentuk insentif fiskal dapat berupa subsidi bunga pinjaman bagi usaha pembenihan atau pembebasan tarif impor barang modal untuk pembenihan yang belum diproduksi di dalam negeri. Bentuk insentif non fiskal untuk kegiatan pembenihan antara lain adalah kemudahan perizinan, bantuan survey lokasi, bantuan tenaga akhli dan pendidikan dan pelatihan di bidang pembenihan. Melalui berbagai insentif ini maka akan tercipta iklim usaha yang kondusif bagi terciptanya keunggulan kompetitif agroindustri kerapu budi daya di antara negara pesaing di kawasan Asia Pasifik. Dalam rangka meningkatkan pengembangan industri pembenihan ikan kerapu, dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengizinkan pemasaran benih ikan kerapu ke luar negeri, terutama negara konsumen ikan kerapu. Dapat pula dipertimbangkan kemungkinana memfasilitasi usaha budi daya di negara lain dengan pasokan benih dari Indonesia. Hal ini dapat dilakukan untuk jenisjenis ikan kerapu yang merupakan spesialisasi Indonesia seperti kerapu tikus atau kerapu sunu karena sesuai dengan ekosistem Indonesia. Meskipun demikian, kebijakan ini perlu didukung oleh perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual (HAKI), sehingga menghindarkan terjadinya perpindahan sumber daya dan tenaga akhli Indonesia ke negara lain. Untuk subsistem pembesaran (budi daya), permasalahan umum yang dihadapi oleh pelaku usaha adalah kepastian hukum untuk penggunaan kawasan perairan untuk kegiatan budi daya laut. Tumpang tindih penggunaan kawasan dengan kegiatan lain seperti pariwisata atau kegiatan penambangan dapat mengakibatkan berkurangnya minan investor memasuki bidang budi daya kerapu. Untuk mengatasi hal ini, maka upaya implementasi dari Undang-undang tentang Perikanan Nomor 31 / 2004 terutama yang menyangkut tata pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan ikan dalam bentuk peraturan pemerintah akan sangat membantu mendorong peningkatan industri kerapu budi daya.

179 150 9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA Pengembangan agroindustri kerapu budi daya pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan produktivitas sehingga mampu meningkatkan ekspor komoditas tersebut sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani ikan. Sasaran program pengembangan budi daya kerapu dalam periode yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya - DKP adalah ekspor komoditas kerapu sebesar ton senilai US$ 42 juta pada tahun 2005 meningkat menjadi ton senilai US$ 105 juta pada tahun Disadari bahwa tingkat persaingan di dunia semakin ketat, sehingga penguatan daya saing perikanan budi daya perlu dilakukan baik dalam tahap pembenihan (hatchery) maupun dalam tahap pembesaran (grow out) (Nurdjana 2005). Menurut Porter (1998) keunggulan kompetitif suatu industri dapat diciptakan melalui pengembangan kegiatan berbiaya rendah atau memimpin diferensiasi untuk membedakan dirinya secara unik dengan para pesaing. Kegiatan yang berbiaya rendah merupakan keunggulan produktivitas (productivity advantage), sedangkan diferensiasi merupakan bagian dari keunggulan nilai (value advantage). Berdasarkan pengertian tersebut maka peningkatan daya saing atau keunggulan kompetitif agroindustri kerapu budi daya nasional dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan peningkatan keunggulan nilai dibandingkan dengan produk-produk sejenis yang dihasilkan negara-negara pesaing. 9.1 Kebijakan Perbaikan Kinerja Teknis Produksi Kerapu Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya telah dilakukan pada bab terdahulu. Analisis tersebut telah dapat pula memberikan urutan kebijakan teknis yang perlu diterapkan dalam rangka meningkatkan produktivitas maupun tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku usaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu. Berikut akan dibahas mengenai implikasi temuan dalam penelitian ini terhadap kebijakan pengembangan agroindustri perikanan kerapu di Indonesia Perbaikan faktor produksi pembenihan kerapu Hasil analisis menggunakan model dinamis MAGRIPU telah menunjukkan faktor-faktor teknis penentu keberhasilan usaha pembenihan kerapu yang

180 151 berdasar urutan besarnya tingkat pengaruh terhadap produktivitas dan keuntungan usaha berturut-turut adalah (1) peningkatan frekuensi induk memijah (51,94%), (2) peningkatan fekunditas induk (25,81%), dan (3) peningkatan sintasan benih (22,25%). Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas pembenihan sangat ditentukan oleh kemampuan membuat induk ikan memijah. Berdasarkan pengamatan di lapangan, frekuensi induk memijah sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan perairan yang digunakan sebagai sumber air. Hal ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa pembenihan di Batam (dengan kondisi perairan yang buruk) mengalami kesulitan dalam memijahkan induk-induk kerapu dibandingkan dengan di Lampung maupun Situbondo yang kondisi perairannya relatif lebih baik. Dugaan ini perlu dikaji lebih jauh untuk mengetahui parametar kualitas air yang mempengaruhi frekuensi memijah maupun tingkat sintasan larva dan benih, sehinga dengan demikian dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan secara nyata. Hasil simulasi tingkat kritis faktor-faktor ini menunjukkan bahwa usaha pembenihan akan mengalami tingkat kritis (tidak memperoleh keuntungan) apabila dari populasi induk yang dimiliki hanya 2,95% memijah setiap bulannya. Selanjutnya, hasil simulasi menunjukkan bahwa titik kritis untuk faktor tingkat fekunditas telur adalah butir, yang berarti bahwa apabila faktor lainnya dalam kondisi normal, maka pembenihan akan mengalami kerugian apabila induk hanya menghasilkan telur kurang dari jumlah tersebut. Titik kritis untuk sintasan benih adalah 2,36%, yang berarti bahwa apabila kondisi faktor lain dalam keadaan normal, maka pembenihan akan mengalami kerugian apabila sintasan benih lebih rendah dari 2,36%. Angka-angka ini dapat dijadikan indikator untuk mengukur keberhasilan usaha pembenihan atau memberikan peringatan (warning) terhadap kemungkinan kerugian yang akan dialami Perbaikan faktor produksi pembesaran kerapu Faktor-faktor teknis yang mempengaruhi keberhasilan usaha pembesaran kerapu yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sintasan ikan, padat penebaran benih, dan lama pemeliharaan (kecepatan tumbuh). Hasil simulasi menunjukkan bahwa lama pemeliharaan menempati rangking pertama ( 39,25%), diikuti oleh padat penebaran (38,55%), dan sintasan ikan (22,20%), dalam memberikan pengaruh terhadap produktivitas dan keuntungan usaha pembesaran. Hasil ini

181 152 mengindikasikan bahwa tingkat sintasan yang dicapai pada usaha pembesaran di lapangan telah mencapai angka yang cukup baik (berkisar antara 70% hingga 90%), sedangkan lama proses pemeliharaan, yang mencerminkan juga lambatnya pertumbuhan ikan kerapu, menjadi permasalahan utama yang sangat mempengaruhi keuntungan yang diperoleh. Semakin lama proses pemeliharaan maka semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk biaya pakan dan upah tenaga kerja. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, ukuran ikan kerapu macan yang diinginkan oleh pasar adalah yang beratnya minimal 0,5 kg per ekor. Untuk mencapai ukuran tersebut maka untuk kerapu macan dibutuhkan waktu sekitar 4 hingga 6 bulan. Sementara itu tingkat padat penebaran akan mempengaruhi kecepatan tumbuh ikan dan kemungkinan kanibalisme. Implikasi dari hasil simulasi ini terhadap kebijakan pemerintah adalah perlu dikembangkannya produksi pakan buatan untuk menggantikan pakan berupa ikan rucah yang selama ini banyak digunakan oleh petani ikan kerapu. Pengembangan pakan buatan ini perlu memperhatikan ketersediaan bahan baku dan kesesuaian komposisinya sehingga dapat mempercepat laju pertumbuhan ikan, dengan rasio konversi pakan (feed conversion ratio) yang baik. Hasil analisis lain yang diperoleh dari penggunaan model MAGRIPU adalah titik kritis faktor produksi pembesaran. Menurut hasil simulasi diperoleh angka titik kritis untuk padat penebaran sebesar 141,67 ekor / KJA. Hal ini berarti keuntungan akan diperoleh apabila jumlah ikan yang ditebar lebih banyak dari angka tersebut. Titik kritis sintasan ikan pada pembesaran adalah 22,67% yang berarti bahwa usaha pembesaran kerapu akan memperoleh keuntungan apabila persentase jumlah ikan yang bertahan hidup lebih besar dari angka tersebut. Angka tersebut dicapai dengan asumsi kondisi faktor lainnya adalah normal Perbaikan faktor produksi pascapanen kerapu Usaha pascapanen kerapu merupakan lanjutan dari usaha pembesaran yang kegiatannya terdiri dari grading, rekondisi dan penampungan ikan sebelum dipasarkan dalam keadaan hidup. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan usaha pascapanen hampir serupa dengan kegiatan pembesaran yaitu sintasan ikan, padat penebaran dan lama proses penampungan. Kontribusi pengaruh faktor lama proses penampungan menduduki tempat tertinggi

182 153 (55,94%), kedua adalah padat penebaran (28,02%), dan terakhir sintasan ikan (16,04%). Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha pascapanen lebih menginginkan ikan yang ditampungnya segera dapat dijual sehingga mengurangi pengeluaran untuk biaya pakan dan tenaga kerja selama penampungan. Hasil simulasi tingkat kritis faktor-faktor pascapanen menunjukkan bahwa usaha pascapanen akan mengalami tingkat kritis apabila padat penebaran lebih rendah dari 141,67 ekor / KJA, dan sintasan ikan lebih rendah dari 22,67%. Angka-angka ini dijadikan sebagai patokan bagi pengusaha pascapanen ikan kerapu macan untuk mengetahui secara dini mengenai keuntungan yang akan diperolehnya. 9.2 Kebijakan Pengembangan Program Pendukung Hasil analisis menggunakan AHP untuk kebijakan pendukung yang menurut para pakar perlu dikembangkan berturut-turut adalah penggunaan benih unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin (8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%), penerapan Good Aquaculture Practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar (8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%), dan perawatan KJA (7,8%) Penggunaan benih unggul Berdasarkan hasil analisis menggunakan metoda AHP yang mengumpulkan pendapat pakar diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan benih unggul merupakan unsur yang secara keseluruhan dianggap paling penting dalam memacu pengembangan industri budi daya perikanan kerapu di Indonesia. Perhatian terhadap penyediaan benih unggul akan memberikan implikasi terhadap perlunya memperbaiki kualitas induk, memperbaiki pemberian pakan benih, dan memberikan dampak terhadap perbaikan pada sektor budi daya maupun pascapanen. Dengan perkataan lain, kualitas benih merupakan kunci sukses pengembangan industri perikanan kerapu. Salah satu indikator yang berkaitan dengan mutu benih adalah tingkat sintasan yang dicapai selama pemeliharaan larva dan benih. Hasil analisis titik kritis menunjukan bahwa usaha pembenihan masih dianggap menguntungkan apabila tingkat sintasan benih lebih besar dari 2,36%. Perbaikan kualitas benih

183 154 dilakukan selain melalui perbaikan mutu induk, juga dilakukan melalui perbaikan jenis, mutu dan cara pemberian pakan, serta pemberian obat-obatan dan vitamin selama masa pemeliharaan larva. Kekurangan dalam pemberian pakan dan vitamin dapat mengakibatkan terjadinya abnormalitas (terbukanya penutup insang / operculum, atau bentuk tubuh bengkok) khususnya pada pembenihan skala rumah tangga. Untuk itu perlu penyuluhan dan pembinaan secara intensif terhadap pembenihan tersebut Pengembangan produksi pakan buatan Penyediaan pakan buatan merupakan unsur yang dianggap penting untuk dikembangkan dalam rangka mendukung sukses budi daya kerapu. Hal ini disebabkan karena pakan digunakan di semua subsistem produksi dari pembenihan hingga pascapanen. Selain itu faktor pakan sangat menentukan tingkat pertumbuhan serta sintasan benih atau ikan yang dipelihara, sehingga sangat menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku usaha. Berdasarkan hasil simulasi menggunakan model MAGRIPU, titik kritis harga pakan maksimal setiap ekor benih adalah Rp 4.584,-, dengan asumsi harga jual benih sebesar Rp 6.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa unsur pakan sangat dominan dalam memperoleh keuntungan dalam usaha pembenihan. Pada usaha pembesaran, titik kritis harga pakan adalah Rp ,- dengan asumsi harga jual ikan Rp ,-. Sedangkan titik kritis pakan untuk pascapanen adalah Rp ,- dengan asumsi harga jual ikan Rp ,-. Dalam kasus pascapanen, unsur biaya yang paling dominan adalah harga beli ikan yang mencapai Rp ,-. Pakan untuk pembenihan maupun pembesaran dapat berupa pakan alami dan pakan buatan. Dalam usaha pembenihan terutama untuk stadia larva, jenis pakan alami dibutuhkan berupa plankton (phytoplankton dan zooplankton) yang dikembangbiakkan sendiri hingga sista artemia yang diimpor. Untuk stadia benih yang lebih besar hingga ikan pada proses pembesaran digunakan pakan berupa ikan rucah atau pakan buatan (pellet). Kelemahan yang masih dihadapi dalam penyediaan pakan untuk budi daya kerapu adalah pakan larva berupa sista artemia masih didatangkan dari luar negeri dan belum berkembangnya industri pakan buatan khusus untuk ikan kerapu. Kebijakan yang perlu dilaksanakan oleh

184 155 pemerintah menyangkut penyediaan pakan adalah mendorong pengembangan industri pakan di dalam negeri baik untuk artemia maupun pakan pellet. Teknologi produksi artemia di dalam negeri sebenarnya telah dikuasai, namun industrinya belum berkembang. Proses produksi artemia membutuhkan lokasi yang perairan pantai yang bersih dan berkadar garam tinggi. Produksi artemia bisa juga dikombinasikan dengan tambak garam karena larva artemia yang merupakan filter feeder dapat berfungsi sebagai filter yang membersihkan garam yang diproduksi. Untuk mendorong produksi artemia di dalam negeri perlu dikembangkan pilot percontohan yang melibatkan lembaga penelitian dan universitas. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari produsen pakan, belum berkembangnya industri pakan buatan khusus untuk ikan kerapu di dalam negeri terutama disebabkan karena volume yang diperlukan oleh industri budi daya kerapu belum mencapai kapasitas yang menguntungkan bagi produsen. Selain itu, para pembudi daya ikan telah menggunakan pakan ikan kakap yang banyak beredar di pasaran, meskipun secara teknis tidak optimal bagi pertumbuhan ikan kerapu yang dipelihara. Untuk mendorong berkembangnya industri pakan kerapu diperlukan kebijakan antara lain penyediaan insentif bagi industri yang memanfaatkan hasilhasil penelitian lembaga litbang dan perguruan tinggi. Selain itu dapat pula dikembangkan skema subsidi bunga pinjaman dan atau penurunan tarif impor barang modal bagi produsen pakan yang memproduksi pakan ikan kerapu. Selain mengembangkan produksi pakan buatan, aspek lain yang perlu dikembangkan adalah penerapan budi daya yang berbasis trophic level, yaitu yang memperhatikan jenis ikan berdasarkan jenis makanan (herbivora, dertivora, omnivora, atau carnivora). Dengan mengkombinasikan jenis ikan dalam suatu wadah akan mampu memanfaatkan makanan secara maksimal dan produktivitasnya akan tinggi (Surawidjaja, 2006). Dalam kasus budi daya ikan kerapu, maka ikan yang bersifat carnivora ini dapat dikobinasikan dalam budi dayanya dengan jenis ikan lain sehingga terjadi sinergi dan pemanfaatan kolom air secara optimal Pengembangan induk unggul. Penyediaan induk unggul menjadi faktor penting dalam mendukung keberhasilan agroindustri kerapu budi daya, khususnya bagi industri pembenihan (hatchery). Induk ikan yang digunakan dalam pembenihan selama ini masih berasal dari hasil tangkapan di alam yang hanya diketahui karakteristik

185 156 morfologis dan daerah asalnya. Keunggulan biologisnya baru diketahui setelah induk tersebut dipijahkan (dikawinkan) dan menghasilkan keturunan, sehingga ada unsur trial and error. Di lapangan juga ditemukan kondisi di mana induk alam yang dijadikan pasangan berasal dari garis keturunan yang sama sehingga terjadi perkawinan seketurunan (inbreeding) yang menghasilkan keturunan yang abnormal. Untuk menciptakan induk unggul seyogyanya dilaksanakan program produksi induk yang terencana dengan baik sehingga induk yang dihasilkan benar-benar unggul dan mampu menghasilkan keturunan yang unggul pula. Proses produksi induk unggul tersebut dilakukan dengan mengumpulkan stok induk, menyilangkan induk tersebut dengan induk yang berasal dari perairan yang berbeda, kemudian menyeleksi keturunan yang dihasilkan untuk dipilih yang memiliki kriteria unggul (cepat tumbuh, tahan penyakit, dan bentuk morfologis normal). Keturunan pertama (F-1) ini kemudian dikawinkan dengan calon induk unggul dari garis keturunan yang berbeda untuk menghasilkan keturunan kedua (F-2), demikian seterusnya proses seleksi dilakukan sehingga diperoleh induk yang benar-benar unggul karena melalui pembiakkan terseleksi. Proses produksi induk unggul ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena satu generasi ikan kerapu membutuhkan waktu 3 hingga 4 tahun. Biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan (pakan, obat-obatan, listrik, air dan tenaga kerja) juga cukup besar sehingga akan menjadi beban berat apabila diserahkan kepada pembenihan untuk melaksanakannya. Memperhatikan hal tersebut di atas, maka program produksi induk unggul ini perlu disponsori oleh pemerintah dengan dimotori oleh unit-unit pembenihan milik pemerintah pusat yang ada di berbagai lokasi, dan didukung oleh lembaga litbang dari berbagai instansi pemerintah dalam suatu kerjasama jangka panjang. Opsi kedua untuk penyediaan induk unggul adalah dengan memperbaiki penyediaan induk dari penangkapan di alam. Pembenahan yang dapat dilakukan adalah melalui perlindungan (konservasi) terhadap perairan yang biasanya digunakan oleh ikan untuk memijah (spawning ground). Pada musim-musim tertentu, ikan kerapu akan berkumpul di perairan tertentu untuk melakukan pemijahan. Perairan tersebut mempunyai karakteristik fisik, kimia dan biologi yang sesuai untuk ikan kerapu melakukan pemijahan. Perlindungan perlu dilakukan dengan pelarangan penangkapan ikan pada perairan tertentu dan pada periode waktu tertentu melalui penerbitan peraturan pemerintah, memperkuat aturan adat/tradisi yang melarang penangkapan ikan di daerah tertentu, serta memfasilitasi penyediaan kawasan budi daya bagi nelayan/petani ikan.

186 Penggunaan obat-obatan dan vitamin Salah satu penyebab tingginya angka kematian larva pada pembenihan maupun pembesaran ikan kerapu adalah timbulnya penyakit. Penyebab timbulnya penyakit dikelompokkan dalam penyebab non hayati, yaitu rendahnya kualitas air, pakan yang kurang tepat dan kelainan genetik, serta penyebab hayati, yaitu virus, bakteri, protozoa, jamur, dan parasit (Kamiso 2002). Untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh faktor hayati, para petani ikan menggunakan obat-obatan atau cara-cara tradisional untuk mencegah atau mengobati ikan yang sakit. Cara yang paling sederhana dalam menghilangkan bibit penyakit pada tubuh bagian luar ikan ikan kerapu adalah dengan cara merendam ikan selama beberapa menit ke dalam larutan formalin atau iodium, atau merendam dalam air tawar. Cara yang lebih ideal untuk menjaga agar ikan tetap sehat adalah dengan menciptakan kekebalan tubuh pada ikan dengan menggunakan vaksin. Di beberapa negara maju seperti Jepang, vaksin untuk ikan telah diproduksi secara komersial. Melalui penelitian Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) Kementerian Riset dan Teknologi, telah dikembangkan vaksin vibriosis untuk ikan kerapu dan telah diujicobakan keefektifannya dalam mencegah penyakit. Kebijakan yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan pencegahan terhadap timbulnya penyakit pada industri budi daya kerapu, maka setiap pembenihan kerapu diwajibkan untuk memberikan vaksin terhadap benih sebelum diedarkan ke pasaran. Dengan cara ini maka pencegahan penyakit dapat dilakukan secara lebih efektif. Upaya ini perlu didukung oleh law enforcement sehingga menjadi gerakan nasional dalam menghadapi tuntutan pasar global yang sangat memperhatikan aspek keamanan pangan Penerapan prosedur operasi terstandar. Aspek aspek penggunaan benih bermutu, pengaturan padat tebar, perbaikan kualitas air, perawatan KJA, grading/seleksi ikan, sertifikasi benih dan penerapan GAP, dapat dikelompokkan menjadi aspek penerapan prosedur operasi terstandar. Pelaksanaan kegiatan operasional pembenihan, pembesaran, maupun pascapanen ikan kerapu oleh masyarakat pada umumnya belum menerapkan prosedur operasi secara ketat. Sebagai contoh, untuk mencegah timbulnya penyakit pada larva yang dipelihara di pembenihan, sebaiknya ruangan

187 158 untuk memelihara larva benar-benar steril sehingga tidak semua orang dapat masuk ke dalam ruangan tersebut tanpa melalui jalur sterilisasi terlebih dahulu. Selain itu, larva ikan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga kedisiplinan pegawai dalam memonitor dan menjaga kualitas air dalam bak larva perlu ditekankan. Dalam kegiatan operasional pembesaran dan pascapanen, kematian pada ikan dapat terjadi apabila lingkungan tempat hidup ikan tidak terjaga dengan baik. Bertumpuknya kotoran dan hewan air pada jaring dapat mengakibatkan penyumbatan pada mata jaring yang dapat mengganggu sirkulasi air dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian ikan karena kekurangan oksigen. Untuk itu perlu ditetapkan jangka waktu berapa lama jaring harus dibersihkan atau diganti untuk mencegah penumpukan. Demikian pula jadwal yang tetap untuk pemberian pakan perlu ditentukan sehingga menjamin keberhasilan kegiatn produksi. Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah dapat menginformasikan kepada masyarakat tentang prosedur operasi terstandar kegiatan pembenihan atau pembesaran melalui kerjasama dengan lembaga penelitian. Dari segi teknologi, perlu dikembangkan penelitian yang mengarah pada penciptaan sistem otomatisasi untuk memonitor kualitas air, otomatisasi pemberian pakan, dan peralatan yang dapat meningkatkan ketelitian dan presisi dalam kegiatan budi daya ikan kerapu. 9.3 Kebijakan Penciptaan Iklim Kondusif Selain kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan efisiensi teknis operasional, dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya diperlukan pula kebijakan yang bersifat non teknis yang mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi pengembangan agroindustri perikanan kerapu di masa yang akan datang Aspek perdagangan dan pemasaran Ditinjau dari aspek perdagangan, hal yang perlu diperhatikan adalah aspek pemilihan spesies kerapu yang menjadi spesialisasi Indonesia. Hal ini diperlukan mengingat bahwa spesies ikan kerapu yang diperdagangkan di pasaran Asia yang berasal dari kawasan Oceania (termasuk Australia) cukup beragam. Masing-masing negara memiliki spesialisasi spesies karena lingkungan ekologis yang berbeda. Sebagai contoh, Australia dengan great barrier reef nya

188 159 mempunyai spesialisasi pada jenis kerapu sunu. Indonesia sebenarnya memiliki spesialisasi pada kerapu tikus (Cromileptes altivelis) dan kerapu macan (Epinephelus striatus). Spesialisasi spesies ini perlu dikaji baik dari segi potensi sumbedayanya maupun dari prospek pasarnya. Dengan spesialisasi maka kegiatan penelitian dan pengembangan akan dapat dilakukan secara lebih terfokus. Mulai berkembangnya konsumsi ikan kerapu untuk sashimi di negara Jepang, merupakan salah satu pertanda baik bagi perkembangan permintaan pasar kerapu yang selama ini dikonsumsi dalam keadaan hidup. Untuk pembuatan sashimi tidak diperlukan kerapu hidup, sehingga pasar ikan kerapu dapat berkembang untuk kerapu yang diawetkan dalam es. Untuk mengantisipasi perkembangan ini maka diperlukan penelitian lebih lanjut tentang jenis-jenis kerapu dan persyaratan mutu yang harus dipenuhi sehingga Indonesia dapat memanfaatkan peluang pasar tersebut secara maksimal. Pengembangan produk unggulan perlu pula didukung oleh informasi yang akurat tentang preferensi masyarakat terhadap produk yang dihasilkan dan volume permintaan yang diinginkan. Melalui pengembangan informasi pasar, didukung oleh promosi di luar dan dalam negeri diharapkan akan mampu memacu peningkatan permintaan eskpor maupun di dalam negeri, yang pada gilirannya akan memacu peningkatan produksi kerapu melalui pembenihan dan budi daya serta industri pendukungnya. Aspek penting lain yang perlu diperhatikan dalam ekspor produk perikanan adalah adanya embargo dari negara importir, dengan menggunakan isue keamanan pangan dan kandungan bahan berbahaya. Untuk produk perikanan kerapu yang diperdagangkan dalam keadaan hidup perlu terus dijaga agar terhindar dari penggunaan bahan kimia dan obat-obatan yang dilarang. Untuk mengatasi penyakit sebaginya digunakan vaksin yang tidak memberikan efek kandungan zat berbahaya yang dipermasalahkan negara pengimpor Pengaturan kapasitas produksi agregat Ditinjau dari aspek produksi, hal yang perlu mendapat perhatian adalah masalah pengaturan kapasitas industri secara agregat. Harga jual kerapu hidup yang relatif mahal mengundang pada investor untuk memasuki bidang usaha ini tanpa mengetahui secara pasti berapa besar skala yang harus dikembangkan.

189 160 Kecenderungan terjadinya rush tersebut dapat mengakibatkan berlebihnya produksi, atau kelangkaan input produksi (benih) karena permintaan. Perlu kebijakan yang mengarahkan kapasitas produksi secara nasional untuk pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Penetapan kapasitas tersebut didasarkan pada proyeksi pasar yang akurat dan diterapkan untuk setiap spesies yang dibudidayakan berdasarkan masing-masing permintaan pasar. Perencanaan kapasitas dan spesialisasi jenis kerapu budi daya akan dapat menciptakan suatu industri perikanan kerapu nasional yang tangguh. Penelitian ini telah menyediakan piranti yang dapat digunakan untuk memperediksi kapasitas produksi optimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen untuk ikan kerapu macan melalui proses simulasi. Hasil simulasi menunjukkan bahwa apabila permintaan pasar kerapu macan di masa yang akan datang meningkat sesuai dengan kecenderungan (trend) saat ini, maka kapasitas produksi yang harus disediakan pada akhir 2008 adalah ekor ( 638 ton) kerpu macan hidup khusus untuk pasar Hong Kong. Dengan memperhitungkan angka mortalitas selama pembesaran dan pascapanen, maka jumlah benih yang harus disediakan adalah sebanyak ekor per tahun. Angka-angka prediksi ini dapat dihitung untuk jenis ikan lainnya dengan cara yang sama Pengembangan kawasan budi daya kerapu Untuk menghindarkan terjadinya pencemaran lingkungan perairan untuk budi daya perikanan oleh kegiatan lain yang menghasilkan limbah, diperlukan kebijakan yang mengatur tersedianya kawasan yang dikhususkan untuk budi daya kerapu. Kawasan tersebut perlu diobservasi kesesuaian fisiknya untuk budi daya kerapu dan diperhitungkan daya dukungnya untuk menampung sejumlah karamba jaring apung (KJA). Pengaturan jumlah KJA yang diperbolehkan pada suatu kawasan perlu ditetapkan untuk menghindarkan terjadinya kepadatan yang berlebih (over crowding) yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas perairan. Kepadatan yang berlebih akan berakibat lebih buruk pada perairan yang tidak mengalir seperti teluk, sebaliknya pada perairan selat kepadatan KJA dapat lebih tinggi karena lebih sering terjadi pergantian air karena adanya arus. Berdasarkan hasil simulasi dapat diprediksikan jumlah KJA yang harus tersedia untuk memasok kebutuhan tersebut. Khusus untuk memasok kebutuhan kerapu macan untuk pasaran Hong Kong harus tersedia unit KJA

190 161 pembesaran dan 532 unit KJA pascapanen yang berproduksi secara kontinyu. Unit-unit KJA ini membutuhkan kawasan budi daya dengan kondisi perairan yang baik dan memiliki akses yang baik untuk pemasarannya. Untuk mendorong pengembangan kawasan budi daya kerapu, pemerintah dapat mengembangkan model percontohan pengembangan kawasan bekerjasama dengan pemerinah daerah. Pengembangan kawasan budi daya dapat ditetapkan pada suatu perairan di bawah pengawasan sejenis otorita yang mengatur jumlah KJA yang diperbolehkan, monitoring kualitas air, penyediaan sarana dan prasarana produksi dan pemasaran hasil. Melalui pola ini maka risiko yang dihadapi oleh pembudidaya baik dari aspek teknis maupun aspek keamanan dapat diperkecil Pengembangan industri alat dan mesin produksi Kegiatan agroindustri kerapu budi daya baik pembenihan, pembesaran maupun usaha pascapanen membutuhkan peralatan dan mesin untuk mencapai produksi maksimal. Usaha pembenihan lebih banyak menggunakan peralatan dan mesin karena proses pemeliharaan ikan dan larva dilakukan dalam lingkungan buatan (bak) sehingga memerlukan alat bantu seperti pompa air, kompressor, pembangkit listrik, serta perlengkapan produksi seperti tanki sirkular dan sistem perpipaan. Salah satu aspek penting dalam instalasi pembenihan adalah pengelolaan kualitas air, sementara itu sumber air yang digunakan berupa air laut pada umumnya berkualitas rendah. Untuk itu sebaiknya unit pembenihan kerapu memiliki perlengkapan untuk resirkulasi air (water recirculation system) karena disamping dapat menjaga kualitas air juga menghindarkan masuknya bibit penyakit dari luar. Pada usaha pembesaran dan pascapanen, peralatan yang digunakan pada umumnya berupa KJA yang rata-rata masih terbuat dari kerangka kayu dan pelampung dari styrofoam atau drum plastik. Perlengkapan seperti ini memiliki daya tahan rendah sehingga harus sering diganti. Untuk memenuhi kebutuhan perlengkapan budi daya ini sebaiknya pemerintah mendorong pengembangan industri alat mesin budi daya melalui kerjasama antara lembaga litbang dan universitas dengan industri swasta.

191 KESIMPULAN DAN SARAN 10.1 Kesimpulan (1) Penelitian ini telah menghasilkan model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya yang selanjutnya disebut dengan Model MAGRIPU (Manajemen Agroindustri Kerapu). Model MAGRIPU adalah model konseptual sistem dinamis pengelolaan agroindustri kerapu yang mendeskripsikan keterkaitan antar komponen teknis dan finansial dalam rangkaian produksi pembenihan, pembesaran, dan pascapanen kerapu. Model tersebut terdiri dari submodel peningkatan keuntungan (pembenihan, pembesaran dan pascapanen) dan submodel penguatan struktur (prediksi kapasitas dan prediksi distribusi keuntungan). Model MAGRIPU digunakan untuk perumusan kebijakan pengelolaan agroindustri kerapu melalui simulasi pengaruh perubahan faktor produksi terhadap keuntungan pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu, simulasi kapasitas produksi optimal berdasar skenario perubahan permintaan pasar, dan simulasi distribusi keuntungan berdasarkan perkembangan harga produk. (2) Model MAGRIPU dirancang bangun dengan menggunakan paket pemrograman komputer sistem dinamis Powersim Studio versi 2005, sedangkan paket program komputer Expert Choice Versi 11 digunakan untuk pemeringkatan rumusan kebijakan. Verifikasi model komputer yang dilakukan secara otomatis oleh program komputer tidak mendeteksi adanya keganjilan atau angka yang tidak logis, sedangkan validasi model melalui eksplorasi perilaku model menunjukkan respon yang normal terhadap perubahan. Penerapan model MAGRIPU melalui simulasi dengan menggunakan asumsi memberikan hasil yang dapat digunakan untuk perumusan kebijakan pengelolaan agroindustri kerapu. (3) Hasil simulasi model dinamis menunjukkan bahwa faktor yang menentukan keuntungan pembenihan berturut-turut adalah peningkatan frekuensi memijah (kontribusi: 51,94%), fekunditas telur (25,81%), dan sintasan larva (22,25). Keuntungan pembesaran ditentukan oleh pertumbuhan ikan (39,25), padat penebaran (39,25%) dan sintasan ikan (22,20%). Keuntungan pascapanen ditentukan oleh lama penampungan (55,94%), padat penebaran (28,02) dan sintasan ikan (16,04). (4) Usaha pembenihan kerapu macan akan mengalami kondisi kritis (kerugian) apabila fekunditas induk di bawah butir/induk, persentase induk

192 163 memijah dibawah 2,95%, sintasan benih di bawah 2,36%, harga jual benih per ekor di bawah Rp 3.063,-, atau biaya pakan benih per ekor melebihi Rp 4.584,-. Usaha pembesaran kerapu macan akan mengalami kondisi kritis apabila padat penebaran ikan di bawah 43,79 ekor/kja, sintasan ikan di bawah 21,26%, harga beli benih per ekor lebih dari Rp ,-, harga jual kerapu per ekor lebih rendah dari Rp ,-, atau biaya pakan per ekor lebih dari Rp ,-. Usaha pascapanen kerapu macan akan mengalami kritis apabila padat penebaran di bawah 141,67 ekor/kja, sintasan ikan di bawah 22,67%, harga beli kerapu per ekor lebih tinggi dari Rp ,-, harga jual kerapu per ekor lebih rendah dari Rp ,-, atau biaya pakan per ekor melebihi Rp ,-. (5) Kebijakan yang perlu diterapkan dalam rangka memacu perkembangan industri perikanan kerapu budi daya berdasarkan analisis AHP berturutturut adalah penggunaan benih unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin (8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%), penerapan good aquaculture practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar (8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%), dan perawatan KJA (7,8%). (6) Untuk menghindarkan terjadinya kelebihan pasokan (over supply) terutama untuk pasaran Hong Kong, maka kapasitas produksi maksimal (skenario optimistik) benih kerapu macan Indonesia adalah ekor per tahun, produksi pembesaran sebanyak ekor per tahun dan produksi pascapanen sebesar ekor per tahun. (7) Hasil simulasi dan analisis finansial tentang distribusi keuntungan antar subsistem produksi menunjukan bahwa usaha pembesaran relatif memberikan keuntungan yang lebih besar. Untuk pemerataan distribusi keuntungan antara lain dapat dilakukan dengan subsidi bunga pinjaman bagi usaha pembenihan, atau pembebasan tarif impor barang modal yang belum diproduksi di dalam negeri untuk usaha pembenihan. Melalui insentif tersebut maka tingkat keuntungan pembenihan dapat ditingkatkan sehingga lebih memeratakan keuntungan para pelaku usaha. (8) Kebijakan yang dapat mendorong penguatan agroindustri kerapu budi daya di Indonesia meliputi kebijakan perbaikan teknis produksi, perbaikan industri pendukung dan kebijakan yang mendorong penciptaan iklim yang kondusif bagi perkembangan agroindustri kerapu budi daya. Perbaikan

193 164 teknis meliputi perbaikan mutu induk, penggunaan pakan buatan, penggunaan obat, vitamin dan vaksin, dan penerapan good aquaculture practices, kebijakan pendukung meliputi sertifikasi mutu benih, pengembangan industri pakan, riset genetika induk, dan riset vaksin ikan, sedangkan penciptaan iklim kondusif dilakukan penguatan perdagangan melalui penetapan spesies kerapu unggulan Indonesia, pengaturan kapasitas produksi agregat dan pengembangan kawasan budi daya kerapu Saran (1) Dalam rangka meningkatkan keuntungan usaha pada rantai produksi kerapu melalui pengembangan induk unggul, pakan buatan, dan vaksin ikan sebagaimana disimpulkan dalam simulasi model MAGRIPU, maka untuk pengembangan induk unggul disarankan agar pemerintah merancang institusi yang mengkoordinasikan pemuliaan induk unggul, inventarisasi lokasi habitat dan musim pijah kerapu di alam, dan penerbitan peraturan perlindungan habitat. Untuk pengembangan pakan dan vaksin, maka disarankan pemerintah memberikan insentif untuk riset formulasi pakan buatan dan riset pengembangan vaksin ikan. (2) Untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan dan mengetahui kecenderungan permintaan pasar sebagaimana disimpulkan dalam penelitian ini, maka pemerintah disarankan membentuk divisi khusus yang menganalisis dan memprediksi kecenderungan permintaan pasar dan menginformasikan antisipasi produksi yang harus dilakukan oleh pengusaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Disarankan biaya operasi untuk divisi tersebut didukung oleh asosiasi pengusaha kerapu. (3) Untuk menyeimbangkan proporsi distribusi keuntungan antar mata rantai usaha, yang menunjukkan proporsi keuntungan yang kecil pada pembenihan, maka pemerintah disarankan menerbitkan peraturan yang memungkinkan pemberian insentif bunga pinjaman dan pengurangan bea masuk impor barang modal bagi investasi di bidang pembenihan kerapu. (4) Untuk meningkatkan investasi di bidang pembesaran dan pascapanen kerapu maka disarankan pemerintah memberikan dukungan berupa survey lokasi budi daya laut, pelatihan teknis bagi pembudidaya, penegakan hukum untuk kelangsungan usaha, serta perluasan pemasaran produk perikanan kerapu melalui promosi dan misi dagang.

194 165 DAFTAR PUSTAKA Angerhofer BJ, Angelides MC System Dynamic Modelling in Supply Chain Management: Research Review. Proceeding of the 2000 Winter Simulation Conference. /049.PDF. Austin JE Agroindustrial Project Analysis. Critical Design Factor. EDI Series in Economic Development. Baltimore and London: The John Hopkins University Press. Coyle RG System Dynamics Modelling Practical Approach. London: Chapman & Hall. Dahuri R Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Dawid H, Wersching K On Technological Specialization in Industrial Cluster: An Agent-based Analysis. Department of Business Administration and Economics. Bielefeld University, Bielefeld, Germany. papers/wp- Specialization.pdf. Dharmawan T Strategi Pengembangan Agribisnis Yang Berorientasi Industri. Di dalam: Seminar Tantangan dan Strategi Pengembangan Industri Agro Sebagai Usaha Mengatasi Masa Krisis; Jakarta, Jun Jakarta: Ditjen IKAH, Deperindag. Dirdjojuwono RW Kawasan Industri Indonesia. Sebuah Konsep perencanaan dan Aplikasinya. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. Direktorat Jenderal Perikanan Laporan Evaluasi Pembinaan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Pada Terumbu Karang, Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan Rencana Strategis Perikanan Budi daya Edisi Revisi. Djohar S, H Tanjung, Cahyadi ER. Building a Competitive Advantage on CPO through Supply Chain Management: A Case Study in PT. Eka Dura Indonesia, Astra Agro Lestari, Riau. J. Manajemen & Agribisnis 1: Erdmann MV, Pet-Soede L How Fresh is too fresh? The live reef food fish trade in Eastern Indonesia. NAGA, The ICLARM Quarterly, January Eriyatno Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid 1. Bogor: IPB Press. Eriyatno dan F. Sofyar Riset Kebijakan, Metode Penelitian Untuk Pasca Sarjana. Bogor: IPB Press.

195 166 Gittinger JP Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Penerjemah: Sutomo S dan K Mangiri. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta: UI Press. GoldSim Technology Group LLC Dynamic Simulation and Supply Chain Management. White Paper. WhitePapers/SCM%20Paper.pdf. Grolier. New Webster s Dictionary. Connecticut: Grolier Incorporated. Hartarto A Strategi Clustering dalam Industrialisasi Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Andi. Harry W Production. Di dalam:. GA Wedemeyer (editor). Fish Hatchery Management (second edition) Pages Maryland: American Fisheries Society. Heimgartner C System Dynamic Modelling of Transport and Land Use A first Model Draft. Conference Paper STRC Session Modelling. Ascona: Swiss Transport Research Coference. JICA Team Study Towards Creation of the Dynamic Cluster.. Johnson BL Applying Computer Simulation Models as Learning Tools in Fishery Management. North American Journal of Fisheries Management. 15: Jolly CM and Clonts HA, Economics of Aquaculture. New York.: Food Products Press. Kamiso H N Pengembangan Teknologi Produksi Kerapu, Kelompok Kerja Penyakit. Di dalam: Prosiding Lokakarya Nasional dan Pameran Pengembangan Agribisnis Kerapu II; Jakarta, 8-9 Okt Jakarta: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian, BPPT. Koeshendrajana S Production and marketing of live reef-fish for food in Indonesia. Economics and market analysis of live reef-fish trade in the Asia-Pacific region. ACIAR Working Paper No 63, 173 pp. Johnson, B (ed.). Koeshendrajana S, Nasution Z dan Hartono TT, Indikator Kinerja Sektor Kelautan dan Perikanan; Suatu Ringkasan. Di dalam: 60 Tahun Perikanan Indonesia, Editor: Fuad Cholik et al. Jakarta: Masyarakat Perikanan Nusantara. Kotler P Manajemen Pemasaran. Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Edisi Bahasa Indonesia, Jilid 1. Jakarta: PT. Prenhallindo. Laurikkala H, Vilkman H, Mikko Ek, Koivisto H, and Xiong GY, Modelling and Control of Supply Chain With System Theory. Leigh WE, Doherty ME Decision Support and Expert System. Cincinnati Ohio: South-Western Publishing Co. LeVeen J Urban and Regional Development. Industry Cluster Literature Review. litrev.htm.

196 167 Marimin Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Marimin, Eriyatno, Muktirizka SA, Tamura H Expert System for Product-Advertising Strategy Development. Journal of Intelligent and Fuzzy Systems, 3: Marimin Teori dan Aplikasi Sistem Pakar Dalam Teknologi Manajerial. Bogor: IPB Press. Miranda ST, Tunggal AW Manajemen Logistik dan Supply Chain Management. Jakarta: Harvarindo. Mollona E, Messina A Dynamic and Performance Determinants in Cluster of Firms: A Computational Approach. projects/dynamics.html. Nasution M Kerangka Kelembagaan Untuk Pertanian Indonesia Masa Depan. Di dalam: Simposium Nasional Rekonseptualisasi Pembangunan Pertanian Sebagai Basis Ekonomi Bangsa Proposal untuk Pemerintahan Baru; Jakarta, Jul Jakarta. Nasution M Status kini dan Peningkatan Daya Saing Agroindustri Dalam menyongsong Era Pasar Bebas. Bahan Kuliah Ekonomi Industri Program S-1 Institut Pertanian Bogor. Nickols F Competitive Strategy: The Basics a la Michael Porter. Distance Consulting. Nickols F Industry Analysis a la Michael Porter. Five Forces Affecting Competitive Strategy Distance Consulting. forces.htm. Nikijuluw VPH Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo. Nurdjana ML Program Pengembangan Budidaya Kerapu. Makalah disampaikan pada Temu Bisnis Pengembangan Budidaya Kerapu dan Perdagangannya, Batam Agustus Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Paplovich K, Alkoorie M Cluster Analysis: Mapping the Nelson Seafood industry. Business Review 7 No 2. The University of Auckland. auckland.ac.nz /files/articles/volume II/VIIi2-cluster analysis.pdf. Pomeroy R The Status of Grouper Culture in Southeast Asia. John Parks and Cristina Balboa (eds.); Washington DC: World Resources Institute. Porter ME Competitive Strategy. Techniques for Analyzing Industries and Competitors. New York: The Free Press. Porter, ME Competitive Advantage. New York: Maxwell Macmillan International. Powersim Software.

197 168 Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Unggulan Daerah dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat, Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, BPPT Pengembangan Klaster Industri Unggulan Deerah. Jakarta: BPPT. Recklies D The Value Chain. Recklies management Project GmbH. Rimmer M, O Sullivan M, Gillespie J, Young C, Hinton A and Rhodes J Grouper aquaculture in Australia. In Live Reef Fish Information Bulletin, Number 3 December South Pacific Commision. Rimmer M Review of grouper hatchery technology. In Live Reef Fish Information Bulletin, Number 7 May South Pacific Commision. Riyadi, Bratakusumah DS Perencanaan Pembangunan Daerah. Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Ruth M, Lindholm J, editors Dynamic Modelling for Marine Conservation, New York: Springer Saaty TL Decision Making for Leaders. The Hierarchy Process for Decisions in a Complex World. California: Lifetime Learning Publications, Sadovy YJ, Donaldson TJ, Graham TR, McGilvray F, Muldoon GJ, Phillips MJ, Rimmer MA, Smith A, Yeeting B While Stocks Last: The Life Reef Food Fish Trade. Manila: Asian Development Bank. Sargent RG Verification and Validation of Simulation Models. Poceedings of the 1998 Winter Simulation Conference. DJ Medeiros, EF Watson, JS Carson and MS Manivannan, eds. Sargent RG Some Approaches and Paradigms for Verifying and Validating Simulation Models. Poceedings of the 2001 Winter Simulation Conference. BA Peters, JS Smith, DJ Medeiros, and MW Rohrer, eds. Satria A, Umbari A, Fauzi A, Purbayanto A, Sutarto E, Muchsin I, Muflikhati I, Karim M, Saad S, Oktariza W, Imran Z Menuju Desentralisasi Kelautan. Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo. Searchcio.com Supply Chain Management. com/ sdefinition/0,,sid19_gci214564,00.html, Setiadharma T, INA Giri, Wardoyo and A Priyono Pembenihan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). dalam Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Agribisnis Kerapu. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budi daya Pertanian, BPPT. Sudradjat A. (Penyunting) Teknologi Budi Daya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency.

198 169 Sulaeman S, Eriyatno Rekayasa Kemitraan Usaha dan Peran BDS dalam Pengembangan Ekonomi Lokal. Di dalam: Kemitraan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Bunga Rampai) Penyunting Herman Heruman Js dan Eriyatno, Jakarta: Yayasan Mitra Pembangunan Desa- Kota dan Business Innovation Center of Indonesia. Sunaryanto, Sulistyo, Chaidir I, dan Sudjiharno Pengembangan Teknologi Budi daya Kerapu: Permasalahan dan Kebijakan. Di dalam Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Agribisnis Kerapu. Jakarta: Pusat pengkaian dan Penerapan Teknologi Budi daya Pertanian, BPPT. Supranto J, Metode Ramalan Kuantitatif Untuk Perencanaan Ekonomi dan Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta. Surawidjaja EH Akuakultur Berbasis Trophic Level : Revitalisasi Untuk Ketahanan Pangan, Daya Saing Ekspor dan Kelestarian Lingkungan. Orasi Ilmiah Guru Besar tetap Ilmu Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. System Dynamic Society MIT System Dynamic Group Literature Collection. What Is System Dynamics. Taufik TA Penyediaan Teknologi, Komersialisasi Hasil Litbang, dan Aliansi Strategis. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi, Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bekerjasama Dengan Kementerian Riset dan Teknologi. Tesch T, Deschamps PT, Weiler R The COSMOPAD modelling framework: Conceptual System Dynamics Model of Planetary Agricultural & Biomass Development. Paper presented at the Conference Digital Earth 2003, September 21-25, BRNO, Czech Republic. index.php? LAN=E&TABLE =DOCS&ID=35. Tridjoko, Ismi S, Wardoyo dan Setiadi E Teknik Produksi Telur Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) Pada Bak Secara Terkontrol. Di dalam Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Agribisnis Kerapu. Jakarta: Pusat pengkaian dan Penerapan Teknologi Budi daya Pertanian, BPPT. Turban E Decision Support System: Management Support System. New York: Mac Millan Publishing Co. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Wedemeyer G.A, Fish Hatchery Management. Second Edition. Bethesda, Maryland: American Fisheries Society,. Whiting DG, Tolley HD, Fellingham GW An empirical Bayes procedure for adaptive forecasting of shrimp yield. Aquaculture 182 (2000)

199 L A M P I R A N 170

200 171 Lampiran 1 Perkembangan produksi ikan kerapu tangkap Indonesia (ton) T a h u n Provinsi Aceh 1,826 2,833 2,484 2,377 2,352 Sumut 5,424 5,74 5,960 6,221 6,547 Sumbar 3,966 4,238 1,806 1, Bengkulu ,196 Lampung 2, ,505 1,242 1,178 Jambi Sumsel Babel 3,893 Riau 4,650 4, ,156 6,487 Banten 719 Jabar Jateng Yogyakarta 58 Jatim 2,445 2, ,230 2,450 DKI-Jakarta Bali Nustengbar 2,111 2,138 2,486 2,686 2,352 Nustengtim 1, ,066 1,378 1,739 Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim ,002 1,151 1,436 Sulsel 2,424 3,111 4,036 3,387 3,510 Sultenggara 4,362 3,750 4,290 4,178 4,507 Sulut 1, ,395 1,516 1,787 Goronotalo 248 Sultengah 4,441 3,486 3,486 1,742 3,057 Maluku 2,645 4,224 4,224 4, Maluku Utara 1,295 Irian Jaya ,572 2,401 1,898 Indonesia 42,149 43,766 39,342 48,422 49,574 Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan.

201 172 Lampiran 2 Perkembangan produksi kerapu dari budi daya (ton) T a h u n Provinsi Sumatera Utara Sumatera Barat 16 4 Riau 1, ,297 4, Bangka Belitung Lampung DKI Jakarta 9 Jawa Timur 359 Bali Nustenggara Barat Nustenggara Timur 5 7 Kalimantan Barat 3, Kalimantan Selatan 453 Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo 1 Sulawesi Tengah 1,900 1,900 1,900 Sulawesi Tenggara 7 Maluku Maluku Utara 9 15 Papua 1 Total 1,759 6,879 3,818 7, Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004.

202 173 Lampiran 3 Produksi benih nasional Satuan: Ekor T a h u n Provinsi Spesies Bali Macan Bebek Jumlah Lampung Macan Bebek Malabar Lumpur Jumlah Jawa Timur Macan Bebek Jumlah Nasional Macan Bebek Malabar Lumpur Jumlah Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004.

203 174 Lampiran 4. Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia tahun 2002 dan 2006 (Januari-Juni). Impor Hong Kong Tahun 2002 No Jenis Kerapu Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total 1 Kerapu Tikus ,033 6,058 2 Kerapu Lumpur 3,398 4,573 3,563 3,799 3,392 3,561 3,101 4,168 9,350 10,161 5,618 3,527 58,211 3 Kerapu Macan 2,280 3,356 2,497 3,068 2, ,559 2,024 2,600 1,244 1,514 2,229 26,746 4 Kerapu Malabar Kerapu Sunu Lepard 22,598 24,492 33,715 28,707 18,767 16,633 30,482 25,098 13,879 19,838 19,763 20, ,327 6 Kerapu Sunu Totol 1,527 1,029 1,021 1, ,109 11,874 7 Napoleon ,330 4,995 8 Kerapu Lainnya 77,100 70, ,008 85,365 78,335 57,045 46,193 31,354 50,894 85,437 72,915 50, ,572 Total 107, , , , ,143 78,304 84,407 64,787 78, , ,434 80,952 1,189,266 Impor Hong Kong Tahun 2003 No Jenis Kerapu Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total 1 Kerapu Tikus 627 1,202 1, ,207 2 Kerapu Lumpur 3,056 3,409 4,312 5, ,448 4,881 3,354 4, ,474 3 Kerapu Macan 1,426 1,831 2, ,644 4,594 4,352 3,988 5,368 3,426 1,000 31,306 4 Kerapu Malabar Kerapu Sunu Lepard 24,336 22,911 34,114 15,101 9,155 8,516 14,031 17,807 35,708 53,461 52,226 31, ,122 6 Kerapu Sunu Totol 1,683 2,018 3, ,065 2,305 1,098 1, ,992 4,464 25,672 7 Napoleon ,526 8 Kerapu Lainnya 46,698 72,383 95,099 54,047 55,217 64,291 54,729 54,249 26,989 15,356 17,424 17, ,673 Total 78, , ,980 75,631 66,800 78,906 75,315 81,043 72,494 78,656 82,905 54, ,319

204 175 Lampiran 4 (lanjutan) Impor Hong Kong Tahun 2004 No Jenis Kerapu Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total 1 Kerapu Tikus Kerapu Lumpur ,653 3 Kerapu Macan ,754 4 Kerapu Malabar ,968 5 Kerapu Sunu Leopard ,826 6 Kerapu Sunu Totol ,041 7 Napoleon Kerapu Lainnya ,683 Total 94,909 59,972 77,594 78,383 98,182 72,192 53,415 41,754 69, , , ,060 1,057,919 Impor Hong Kong Tahun 2005 No Jenis Kerapu Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total 1 Kerapu Tikus Kerapu Lumpur ,480 3 Kerapu Macan ,830 4 Kerapu Malabar ,950 5 Kerapu Sunu Leopard ,493 6 Kerapu Sunu Totol ,550 7 Napoleon ,919 8 Kerapu Lainnya ,028 Total 123, , , , ,725 88, ,295 82, ,465 94,611 62, ,746 1,309,366

205 176 Lampiran 4 (lanjutan) Impor Hong Kong Tahun 2006 No Jenis Kerapu Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total 1 Kerapu Tikus 0 2 Kerapu Lumpur ,282 3 Kerapu Macan ,720 4 Kerapu Malabar ,400 5 Sunu Leopard ,631 6 Sunu Totol 0 7 Napoleon ,270 8 Kerapu Lainnya ,410 Total 85, ,084 96, , ,338 95, ,713

206 177 Lampiran 5 Elemen yang terlibat dalam sistem agroindustri kerapu budi daya INDUSTRI PAKAN & OBAT-OBATAN INDUSTRI ALAT & MESIN BUDI DAYA INDUSTRI TRANSPORTASI TPI Ikan Rucah Alat/mesin budi daya Jasa Angkutan budi daya Pakan Benih Pakan Pembesaran NELAYAN Induk PEMBENIHAN -Pemel. induk -Pemijahan -Penetasan Telur Benih PEMBESARAN -Penyiapan Lokasi -Penyiapan karamba -Penebaran Benih -Pemberian Pakan -Penang.Penyakit Ikan Hidup PASCAPANEN / AGROINDUSTRI - Grading, - Penampungan - Pengepakan Ikan Hidup PASAR L.N Ikan Undersize Ikan Commercial Size FOKUS PENELITIAN Tata Ruang Daerah Teknologi Modal PEMERINTAH DAERAH LEMBAGA RISET LEMBAGA PERBANKAN

207 178 Lampiran 6 Peta kawasan Batam - Rempang Galang (Barelang) lokasi utama penelitian dilaksanakan

208 179 Lampiran 7 Diskripsi fisik jenis-jenis ikan kerapu yang banyak diperdagangkan di Indonesia Cromileptis altivelis Humpback or Polka dot grouper (Kerapu Tikus atau Kerapu Bebek) Ephinephelus. fuscoguttatus Brown marbled grouper (Kerapu Macan) Epinephelus tauvina Green grouoper (Kerapu Lumpur) Epinephelus malabaricus Estuarine grouper (Kerapu Malabar) Plectropomus leopardus Spotted coral grouper (Kerapu Sunu) Chelinius undulatus Napoleon wrasse (Ikan Napoleon) Epinephelus lanceolatus Giant grouper (Kerapu Ketang)

209 180 Lampiran 8a Proyeksi permintaan kerapu macan menggunakan metode kuadrat terkecil (skenario optimistis) Bulan No Bulan Y X XY X 2 X Proyeksi Y 1 Apr-04 9, (129,467) Juli ,824 2 Mei 15, (191,400) Agustus 28,651 3 Juni 9, (109,769) September 29,478 4 Juli 2, (24,400) Oktober 30,305 5 Agustus (4,140) November 31,132 6 September 2,090-8 (16,720) Desember 31,959 7 Oktober 10,400-7 (72,800) Januari ,786 8 November 7,696-6 (46,176) Februari 33,613 9 Desesmer 10,780-5 (53,900) Maret 34, Januari ,394-4 (49,576) April 35, Februari 18,952-3 (56,856) 9 24 Mei 36, Maret 17,840-2 (35,680) 4 25 Juni 36, April 21,660-1 (21,660) 1 26 Juli 37, Mei 21, Agustus 38, Juni 14, , September 39, Juli 14, , Oktober 40, Agtustus 14, , November 41, September 18, , Desesmer 41, Oktober 22, , Januari , November 17, , Februari 43, Desember 30, , Maret 44, Januarai , , April 45, Februari 15, , Mei 46, Maret 20, , Juni 46, April 33, , Juli 47, Mei 33, , Agtustus 48, Juni 26, , September 49,326 Jumlah 438, ,353, Oktober 50,153 Rata-rata 16, November 50, Desember 51,807 a= 16,246 b= 827 Persamaan: Y = 16, X

210 181 Lampiran 8b Proyeksi harga kerapu macan di pasar Hong Kong (HK$) menggunakan metode kuadrat terkecil (skenario optimistis) No Bulan Y X XY X 2 X Proyeksi Y 1 Apr (982) Juli Mei (961) Agustus Juni (847) September Juli (774) Oktober Agustus (708) November September (636) Desember Oktober (544) Januari November (483) Februari Desesmer (395) Maret Januari (313) April Februari (249) 9 24 Mei Maret (156) 4 25 Juni April (77) 1 26 Juli Mei Agustus Juni September Juli Oktober Agtustus November September Desesmer Oktober Januari November Februari Desember Maret Januarai April Februari Mei Maret Juni April Juli Mei Agtustus Juni September Jumlah 2, (89) Oktober Rata-rata November Desember a= b= ( ) Persamaan: Y = X

211 182 Lampiran 9 Manual software yang digunakan dalam Model MAGRIPU. 1. Pengantar Model MAGRIPU adalah model konseptual sistem dinamis pengelolaan agroindustri kerapu yang mendeskripsikan keterkaitan antar komponen teknis dan finansial dalam rangkaian produksi pembenihan, pembesaran, dan pascapanen kerapu. Model tersebut terdiri dari submodel peningkatan keuntungan (pembenihan, pembesaran dan pascapanen) dan submodel penguatan struktur (prediksi kapasitas dan prediksi distribusi keuntungan). Model MAGRIPU dirancang bangun dengan menggunakan paket pemrograman komputer sistem dinamis Powersim Studio versi 2005 dan paket program komputer Expert Choice Versi 11 digunakan untuk pemeringkatan rumusan kebijakan. 2. Hardware dan Software Untuk dapat mengoperasikan kedua perangkat lunak (software) tersebut di atas digunakan perangkat keras komputer (hardware) Pentium 4, CPU 2,66 GHz, 480 MB of RAM. Kedua perangkat lunak yang digunakan merupakan paket yang dapat diperoleh dipasaran. Powersim Studio Software Powersim Studio Versi 2005, POWERSIM merupakan pemrograman komputer yang bersifat object oriented, berbeda dengan bahasa pemrograman terdahulu yang bersifat code oriented, sehingga POWERSIM lebih user friendly. Powersim Studio adalah perangkat yang digunakan untuk pemodelan yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan sistem dinamis. Studio memungkinkan kita untuk membuat model sistem dengan semua hubungan sebab dan akibat nya, loop umpan balik, dan waktu tunda dalam suatu bentuk grafik yang intuitif. Simbol-simbol yang menunjukkan level, flow, dan variabel penolong (disebut auxiliaries), digunakan untuk menciptakan gambaran grafis sistem dalam diagram constructor. Kaitan aliran (flow) dan informasi menunjukkan keterhubungan dan interkoneksi. Seluruh struktur sistem, seberapapun kompleksnya, dapat digambarkan oleh studio dengan menggunakan jenis-jenis variabel dan koneksi tersebut. Expert Choice Expert Choice Versi 11 adalah paket software komputer yang digunakan sebagai alat penunjang keputusan multi objektif yang berbasiskan pada Analytic Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan metodologi yang cukup ampuh dan komprehensif untuk memfasilitasi pengambilan keputusan yang layak dengan menggunakan data empiris dan pendapat subjektif para pengambil keputusan. AHP membantu proses pengambilan keputusan dengan menyediakan struktur untuk mengorganisasi dan mengevaluasi tingkat kepentingan (importance) berbagai tujuan dan preferensi terhadap alternatif pemecahan masalah yang harus dipilih. Expert Choice mempunyai metode yang unik yaitu dengan menggunakan perbandingan berpasangan untuk membangkitkan prioritas yang secara akurat merefleksikan persepsi dan penilaian kita. Expert Choice mensintesa atau mengkombinasikan prioritas yang kita dapat dari masingmasing sudut pandang terhadap permasalahan yang dihadapi, kemudian menggabungkannya untuk memperoleh prioritas keseluruhan dari alternatif

212 183 yang kita miliki. Dengan melakukan analisis what-if dan analisis sensitivitas, kita dapat secara cepat menentukan bagaimana perubahan tingkat kepentingan suatu tujuan dapat mempengaruhi alternatif pilihan. Expert Choice memungkinkan kita untuk mensintesis pendapat orangorang yang berbeda melalui model kelompok. Expert Chioce juga berguna untuk forecasting, mengukur risiko dan ketidakpastian, serta mengembangkan distribusi peluang. 3. Struktur Sistem Struktur sistem untuk model MAGRIPU digambarkan dalam diagram sebagai berikut: Data Model Pengetahuan Sistem Manajemen Basis Data Permodelan Tingkat Teknologi Teknis Produksi Struktur Biaya Sistem Manajemen Basis Model Prediksi profit pembenihan Prediksi profit pembesaran Prediksi profit pascapanen Prediksi kapasitas agregat Prediksi distribusi profit Peringkat kebijakan (AHP) Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Pendapat pakar Pendapat pihak terkait Sistem Pengolahan Terpusat Sistem Manajemen Dialog Penguna Perangkat lunak Powersim Studio digunakan untuk membuat model dinamik MAGRIPU yang terdiri dari model prediksi profit pembenihan, model prediksi profit pembesaran dan model prediksi profit pascapanen kerapu. Model-model tersebut selanjutnya digunakan untuk mensimulasikan berbagai kemungkinan perubahan faktor produksi sehingga diperoleh berbgai alternatif program perbaikan kinerja produksi untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Berdasarkan alternatif program perbaikan kinerja tersebut dilakukan survey pendapat pakar untuk mengetahui tingkat kepentingan program perbaikan kinerja tersebut berdasarkan judgement mereka dengan menggunakan model AHP menggunakan software Expert Choice. Selanjutnya dengan menggunakan model prediksi kapasitas produksi agregat dilakukan simulasi untuk mengetahui kapasitas produksi pembenihan, pembesaran dan pascapanen yang optimal berdasarkan berbagai skenario perubahan pasar. Model prediksi distribusi profit dilakukan untuk mensimulasikan proporsi profit yang diperoleh oleh pelaku pembenihan, pembesaran dan pasca panen berdasarkan berbagai skenario harga produk dan faktor produksi lainnya. Hasil simulasi dan analisis ini selanjutnya dikomunikasikan dengan pengguna (pengambil keputusan) melalui sistem manajemen dialog yang dibuat user friendly.

213 Prosedur Instalasi Prosedur Instalasi Powersim Studio Untuk menginstal paket perangkat lunak Powersim Studio Versi 2005 dengan Windows 98 atau Windows 2000, dapat dilakukan melalui langkahlangkah memasukkan CD ke dalam CD Drive, selanjutnya ikuti langkahlangkah sesuai dengan petunjuk yang tertayang di layar monitor. Apabila terhenti (prompted) maka ketik nama perusahaan dan nomor seri Powersim Studio. Prosedur Instalasi Expert Choice Untuk menginstal paket perangkat lunak Expert Choice dengan Windows 98, Windows NT, Windows 2000 atau Windows XP, lakukan langkah sebagai berikut: - Masukkan CD ke dalam CD drive. - Ikuti langkah-langkah sesuai dengan petunjuk. - Apabila CD tidak secara memulai secara otomatis, maka lakukan langkah dari Windows sebagai berikuit: 1. Pilih Start, dan kemudian pilih Run. 2. Pilih Browse, kemudian pilih file launch.exe dari direktori CD Rom. - Ikuti instruksi pada layar komputer. Apabila terhenti (prompted), ketik nama, nama perusahaan, dan nomor seri Expert Choice. Apabila anda tidak memiliki nomor seri, maka anda hanya memiliki versi percontohan (trial). 5. Pengoperasian Sistem Powersim Studio Software Powersim Studio Versi 2005 yang telah diinstall ke dalam komputer akan dapat dioperasikan dengan meng-klik shortcut Studio maka akan muncul layar pengenalan seperti Gambar 1. Gambar 1. Layar pengenalan pada Posersim Studio 2005.

214 185 Selanjutnya dengan meng-klik finish akan muncul layar Shared Diagram seperti Gambar 2, yang siap untuk pengoperasian Powersim Studio. Gambar 2. Tampilan Shared Diagram pada Powersim Studio Untuk memperdalam cara pengoperasian Powersim Studio disarankan terlebih dahulu mempelajari tutorial yang dapat diakses pada kolom sebelah kanan Gambar 2. Dalam tutorial diberikan contoh cara mengkonstruksi sebuah model dinamik berdasarkan kasus-kasus masalah yang berbeda-beda, baik untuk inventory, optimisasi, analisis risiko dan manajemen risiko. Berdasarkan kasus yang dihadapi dalam model kerapu, maka dilakukan konstruksi model dengan menggunakan perlengkapan (tools) yang tersedia, terutama level, flow, konstanta maupun variabel serta link antar variabel / konstan. Dengan meng klik Introduction to Powersim Studio, maka di layar akan muncul penjelasan secara detail bagaimana menyusun suatu model sesuai dengan contoh kasus yang diberikan secara detail langkah demi langkah. Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut kita dapat menyusun model dan cara penggunaan model tersebut untuk simulasi. Gambar 3 menunjukkan hasil pengkonstruksian sebuah model produksi dan pengiriman dari sebuah perusahaan.

215 186 Gambar 3. Gambar tampilan tutorial untuk kasus dalam Powersim Studio. Dengan mengacu pada cara-cara yang dilakukan dalam tutorial, dan mengambil contoh kasus mirip dengan permasalahan yang akan kita tangani, maka kita akan dapat menyusun model dan menapilkannya dalam bentuk Frontpage. Expert Choice Software Expert Choice Versi 11 yang telah diinstall ke dalam komputer akan dapat dioperasikan dengan meng-klik shortcut EC yang terdapat di layar, sehingga muncul di layar seperti Gambar 3 yang memberikan pilihan (1) membuat model baru, atau (2) membuka model yang telah ada. Gambar 3. Tayangan utama Expert Choice

216 187 Untuk pengenalan sebaiknya pilih existing model untuk mengetahui cara-cara yang dilakukan untuk menyusun suatu struktur AHP. Dengan memilih existing model dan menseleksi misalnya model pembelian kendaraan (car purchase) maka akan muncul tayangan seperti Gambar 4. Gambar 4. Contoh tayangan existing model untuk AHP pembelian kendaraan. Dengan mengikuti petunjuk yang ada dalam program, maka kita dapat memasukkan tujuan (goal), aktor, sasaran dan faktor serta kebijakan dalam kolom yang tersedia, sehingga diperoleh kondisi seperti Gambar 4 Perbandingan berpasangan dapat dilakukan dengan meng klik tombol di sebelah kiri atas, sehingga diperoleh layar seperti Gambar 5. Gambar 5. Layar untuk perbandingan berpasangan pipihan merek kendaraan berdasarkan kriteria initial cost.

217 188 Dengan melengkapi perbandingan berpasangan sesuai dengan pendapat pakar, maka akan dapat diperoleh bobot keseluruhan yang menunjukkan peringkat (rangking) pilihan kebijakan berdasarkan pendapat pakar untuk masalah yang dikaji. Apabila pengisian seluruh perbandingan berpasangan telah dilakukan, maka dengan meng klik Synthesis result maka akan muncul hasil sintesa akhir seperti Gambar 6 yang menunjukkan peringkat merek kendaraan keseluruhan. Gambar 6. Tampilan hasil sintesa kriteria AHP pemilihan kendaran. Halaman Muka Model MAGRIPU 1. Untuk dapat mengoperasikan model simulasi ini terlebih dahulu buka file: FRONTPAGE.sip. Dengan membuka file tersebut, maka pada layar akan terlihat halaman muka seperti Gambar 1. Gambar 7. Halaman muka (frontpage) program simulasi pengelolaan industri budidaya perikanan kerapu

218 Tahap selanjutnya adalah memilih program simulasi dengan cara meng klik program simulasi yang akan dioperasikan, dengan pilihan: a. Simulasi Nilai Tambah Pembenihan b. Simulasi Nilai Tambah Pembesaran c. Simulasi Nilai Tambah Pasca Panen d. Simulasi Perencanaan kapasitas produksi, dan e. Simulasi Pemerataan distribusi keuntungan. 3. Dengan membuka simulasi nilai tambah subsistem pembenihan, maka pada layar akan terlihat tampilan seperti Gambar 2. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng klik tanda Reset Simulation (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan pada tingkat berapa Survival rate (SR), Fekunditas (Fekun) dan Persentase Induk Memijah (Mijah) akan ditetapkan dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me run simulasi dengan menekan tanda Toggle Play (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan tingkat keuntungan pembenihan yang diperoleh. Gambar 8. Tampilan pada layar untuk simulasi peningkatan nilai tambah subsistem pembenihan. 4. Pengoperasian simulasi nilai tambah pembesaran dilakukan serupa dengan simulasi pembenihan, yaitu dengan meng klik pilihan simulasi nilai tambah pembesaran pada halaman muka, maka akan mucul tayangan seperti Gambar 3. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng klik tanda Reset Simulation (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan pada tingkat berapa Padat Penebaran, Survival Rate (SR) dan Lama Budidaya dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me run simulasi dengan menekan tanda Toggle Play (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan tingkat keuntungan pembesaran yang diperoleh.

219 Pengoperasian simulasi nilai tambah pasca panen dilakukan dengan meng klik pilihan simulasi nilai tambah pasca panen pada halaman muka, maka akan mucul tayangan seperti Gambar 4. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng klik tanda Reset Simulation (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan pada tingkat berapa Padat Penebaran, Survival Rate (SR) dan Lama Pasca Panen dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me run simulasi dengan menekan tanda Toggle Play (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan tingkat keuntungan pasca panen yang diperoleh. Gambar 9. Tampilan pada layar untuk simulasi peningkatan profit pembesaran. Gambar 10. Tampilan pada layar untuk simulasi peningkatan profit pasca panen.

220 Pengoperasian simulasi perencanaan kapasitas produksi dilakukan dengan meng klik pilihan simulasi perencanaan kapasitas produksi pada halaman muka, maka akan mucul tayangan seperti Gambar 5. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng klik tanda Reset Simulation (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan skenario mana yang akan dipakai (Pesimistis, Moderat dan Optimistis dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me run simulasi dengan menekan tanda Toggle Play (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan kapasitas produksi optimal industri budidaya perikanan kerapu. Untuk mengulangi proses simulasi maka dilakukan tahapan yang sama dengan me Reset Simulation Gambar 11. Tampilan pada layar untuk simulasi kapasitas produksi optimal industri budidaya perikanan kerapu. 7. Pengoperasian simulasi pemerataan distribusi keuntungan dilakukan dengan meng klik pilihan simulasi pemerataan distribusi keuntungan pada halaman muka, maka akan mucul tayangan seperti Gambar 6. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng klik tanda Reset Simulation (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan tingkat harga benih, ikan hasil pembesaran dan ikan hasil pasca panen yang akan dipakai dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me run simulasi dengan menekan tanda Toggle Play (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan, pembesaran dan pasca panen sesuai dengan komposisi harga yang ditetapkan. Untuk mengulangi proses simulasi maka dilakukan tahapan yang sama dengan me Reset Simulation

221 192 Gambar 12. Tampilan pada layar untuk simulasi pemerataan distribusi keuntungan industri budidaya perikanan kerapu.

222 193 Lampiran 10 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah gabungan Fekunditas secara probabilistik Lampiran 11 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah sintasan benih secara probabilistik

223 194 Lampiran 12 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah persentase induk memijah secara probabilistik Lampiran 13 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah padat penebaran secara probabilistik

224 195 Lampiran 14 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah sintasan ikan secara probabilistik Lampiran 15 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah lama pemeliharaan secara probabilistik

225 196 Lampiran 16 Hasil simulasi optimasi distribusi keuntungan agroindustri kerapu budi daya, harga benih naik dari Rp 6.000,- menjadi Rp 7.000,- Lampiran 17 Hasil simulasi optimasi distribusi keuntungan agroindustri kerapu budi daya, harga benih naik dari Rp 6.000,- menjadi Rp 8.000,-

226 197 Lampiran 18 Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pembenihan URAIAN T A H U N K E Penjualan Telur Penjualan Larva Penjualan Benih 0 500, , , , , , , , , , , , Harga Jual Telur Harga Jual Larva 2, , , , , , , , , , , , , Harga Jual Benih 6, , , , , , , , , , , , ,000.00

227 198 Lampiran 19 Proyeksi biaya operasi pembenihan kerapu DALAM RIBU RUPIAH URAIAN T A H U N K E BIAYA LANGSUNG a. Biaya Pakan Induk 25,920 25,920 25,920 25,920 25,920 25,920 25,920 25,920 25,920 25,920 25,920 12,000 b. Obat dan Vitamin untuk Induk 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 c. Pakan larva 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 d. Pupuk Plankton 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 e. Artemia 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 f. Pakan Benih 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 g. BBM / solar ( liter) 400, , , , , , , , , , , ,000 h. Pelumas (liter) 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 i. Buruh harian 360, , , , , , , , , , , ,000 TOTAL BIAYA LANGSUNG 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,506,000 BIAYA TAK LANGSUNG: a. Biaya Pemasaran 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 b. Biaya administrasi 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 c. Biaya maintenance 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 d. Logistik harian 120, , , , , , , , , , , ,000 e. Gaji karyawan 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 TOTAL BIAYA TAK LANGSUNG 0 296, , , , , , , , , , , ,000 TOTAL BIAYA OPERASIONAL 0 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,802,000 MODAL SENDIRI (20%) 563,184 MODAL PINJAMAN (80%) 2,252,736

228 199 Lampiran 20 Proyeksi penyusutan dan amortisasi pembenihan kerapu URAIAN DALAM RIBU RUPIAH T A H U N K E NILAI METODE PENYUSUTAN: LAHAN 150,000 5% Grs.Lrs. 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 BANGUNAN SIPIL 1,070,000 10% Grs.Lrs. 107, , , , , , , , , , ,000 BAK KULTUR 540,000 10% Grs.Lrs. 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000 PER. MEKANIK, LISTRIK DAN LAB 690,000 10% Grs.Lrs. 69,000 69,000 69,000 69,000 69,000 69,000 69,000 69,000 69,000 69,000 69,000 PERL.KANTOR, RUMAH & KOM. 16,000 10% Grs.Lrs. 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 KENDARAAN 232,000 10% Grs.Lrs. 23,200 23,200 23,200 23,200 23,200 23,200 23,200 23,200 23,200 23,200 23,200 PEMBELIAN INDUK 10,000 10% Grs.Lrs. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 TOTAL 2,708, , , , , , , , , , , ,300 AKUMULASI PENYUSUTAN 263, , ,900 1,050,200 1,312,500 1,574,800 1,837,100 2,099,400 2,361,700 2,624,000 2,886,300 AMORTISASI: 1. BIAYA KONSULTANSI 50,000 10% Grs.Lrs. 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5, CONTINGENCIES 0 10% Grs.Lrs I D C 347,508 10% Grs.Lrs. 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34, PRA OPERASI 0 10% Grs.Lrs TOTAL: 397,508 JUMLAH AMORTISASI 39,751 39,751 39,751 39,751 39,751 39,751 39,751 39,751 39,751 39,751 39,751 AKUMULASI AMORTISASI 39,751 79, , , , , , , , , ,259 JUMLAH PENYUSUTAN & AMORTISASI 303, , , , , , , , , , ,051 AKUMULASI PENY. DAN AMORTISASI 303, , ,152 1,209,203 1,511,254 1,813,305 2,115,356 2,417,406 2,719,457 3,021,508 3,323,559

229 200 Lampiran 21 Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pembenihan kerapu URAIAN DALAM RIBU RUPIAH T A H U N K E M O D A L I N V E S T A S I - POKOK PINJAMAN 2,206, KUMULATIF PINJAMAN 2,206,400 2,206,400 1,985,760 1,765,120 1,544,480 1,323,840 1,103, , , , , BUNGA (18,0%) 0 397, , , , , , , ,146 79,430 39, ANGSURAN 0 220, , , , , , , , , , M O D A L KERJA - POKOK PINJAMAN 2,229, KUMULATIF PINJAMAN 2,229,360 2,229,360 2,006,424 1,783,488 1,560,552 1,337,616 1,114, , , , , BUNGA (18,0%) 0 401, , , , , , , ,385 80,257 40, ANGSURAN 0 222, , , , , , , , , , P I N J A M A N I D C - POKOK PINJAMAN 347, KUMULATIF PINJAMAN 347, , , , , , , , ,252 69,502 34, BUNGA (18,0%) 0 62,551 56,296 50,041 43,786 37,531 31,276 25,021 18,765 12,510 6, ANGSURAN 0 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34, T O T A L: PINJAMAN (KUMULATIF) 4,783,268 4,783,268 4,304,941 3,826,614 3,348,288 2,869,961 2,391,634 1,913,307 1,434, , , BUNGA 0 860, , , , , , , , ,198 86, ANGSURAN 0 478, , , , , , , , , ,

230 201 Lampiran 22 Proyeksi rugi laba pembenihan kerapu URAIAN DALAM RIBU RUPIAH TAHUN PEMASUKAN: 1. Penjualan Telur Penjualan Larva Penjualan Benih Harga Jual Telur Harga Jual Larva 2, , , , , , , , , , , , , Harga Jual Benih 6, , , , , , , , , , , , , Nilai Penjualan Telur Nilai Penjualan Larva Nilai Penjualan Benih 0 3,000,000 3,600,000 4,200,000 4,800,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 TOTAL NILAI PENJUALAN 0 3,000,000 3,600,000 4,200,000 4,800,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400, BIAYA POKOK a. BIAYA LANGSUNG 0 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,506,000 LABA KOTOR 0 480,080 1,080,080 1,680,080 2,280,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,894,000 b. BIAYA TAK LANGSUNG 0 296, , , , , , , , , , , , BUNGA PINJAMAN 0 865, , , , , , , , ,039 86, BIAYA PENYUSUTAN 0 303, , , , , , , , , , , ,051 LABA SEBELUM PAJAK 0 (984,167) (296,647) 389,872 1,076,392 1,762,912 1,849,431 1,935,951 2,022,470 2,108,990 2,195,510 2,282,029 2,295, PAJAK PERSEROAN 0 (344,458) (103,826) 136, , , , , , , , , ,582 LABA SESUDAH PAJAK 0 (639,708) (192,821) 253, ,655 1,145,893 1,202,130 1,258,368 1,314,606 1,370,844 1,427,081 1,483,319 1,492,367 AKUMULASI LABA BERSIH 0 (639,708) (832,529) (579,112) 120,543 1,266,436 2,468,566 3,726,934 5,041,540 6,412,383 7,839,464 9,322,783 10,815,150

231 202 Lampiran 23 Proyeksi arus kas (cash flow) pembenihan kerapu URAIAN DALAM RIBU RUPIAH T A H U N K E ARUS KAS MASUK 1. LABA BERSIH 0 (639,708) (192,821) 253, ,655 1,145,893 1,202,130 1,258,368 1,314,606 1,370,844 1,427,081 1,483,319 1,492, KREDIT INVESTASI 2,206, KREDIT MODAL KERJA 2,252, MODAL SENDIRI INVESTASI 551,600 - MODAL KERJA 563, PENYUSUTAN DAN AMORTISASI 303, , , , , , , , , , , ,051 JUMLAH KAS MASUK 5,573,920 (336,658) 109, ,468 1,001,706 1,447,943 1,504,181 1,560,419 1,616,657 1,672,894 1,729,132 1,785,370 1,794,418 ARUS KAS KELUAR: 1. INVESTASI 2,758, IDC 347, ANGSURAN KREDIT: 0 480, , , , , , , , , , JUMLAH KAS KELUAR 3,105, , , , , , , , , , , KAS SURPLUS/DEFISIT 2,468,412 (817,322) (371,434) 74, , ,279 1,023,517 1,079,754 1,135,992 1,192,230 1,248,468 1,785,370 1,794,418 SALDO KAS AWAL 0 2,468,412 1,651,090 1,279,656 1,354,459 1,875,501 2,842,780 3,866,296 4,946,051 6,082,043 7,274,273 8,522,740 10,308,110 SALDO KAS AKHIR 2,468,412 1,651,090 1,279,656 1,354,459 1,875,501 2,842,780 3,866,296 4,946,051 6,082,043 7,274,273 8,522,740 10,308,110 12,102,528

232 203 Lampiran 24 Proyeksi neraca pembenihan kerapu A K T I V A URAIAN DALAM RIBU RUPIAH T A H U N K E AKTIVA LANCAR - KAS / BANK 2,439,192 1,987,186 2,728,293 3,525,366 4,378,402 5,287,402 6,252,367 7,273,296 8,350,190 9,483,047 10,671,869 12,394,982 14,113,154 - PIUTANG JUMLAH AKTIVA LANCAR 2,439,192 1,987,186 2,728,293 3,525,366 4,378,402 5,287,402 6,252,367 7,273,296 8,350,190 9,483,047 10,671,869 12,394,982 14,113, AKTIVA TETAP - HARTA TETAP 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 - AKUMULASI PENYUSUTAN 263, , ,900 1,050,200 1,312,500 1,574,800 1,837,100 2,099,400 2,361,700 2,624,000 2,886,300 3,148,600 NILAI BUKU AKTIVA TETAP 2,708,000 2,444,700 2,182,400 1,920,100 1,657,800 1,395,500 1,133, , , ,300 84,000 (178,300) (440,600) 3. AKTIVA LAIN - HARTA LAIN 397, , , , , , , , , , , , ,508 - AKUMULASI AMORTISASI 39,751 79, , , , , , , , , , ,010 NILAI BUKU AKTIVA LAIN 397, , , , , , , ,252 79,502 39,751 0 (39,751) (79,502) J U M L A H A K T I V A 5,544,700 4,789,643 5,228,700 5,723,721 6,274,707 6,881,656 7,544,570 8,263,449 9,038,291 9,869,098 10,755,869 12,176,931 13,593,053 P A S S I V A 1. H U T A N G - PINJAMAN INVESTASI 2,206,400 2,206,400 1,985,760 1,765,120 1,544,480 1,323,840 1,103, , , , , PINJAMAN MODAL KERJA 2,229,360 2,229,360 2,006,424 1,783,488 1,560,552 1,337,616 1,114, , , , , PINJAMAN I D C 347, , , , , , , ,252 69,502 34, JUMLAH HUTANG 4,435,760 4,783,268 4,304,941 3,826,614 3,348,288 2,869,961 2,391,634 1,913,307 1,434, , , M O D A L - EQUITY SHARES 1,108, , , , , , , , , , , , ,432 - LABA/RUGI TAHUN BERJALAN 0 (276,730) 917, ,348 1,029,312 1,085,277 1,141,241 1,197,205 1,253,169 1,309,134 1,365,098 1,421,062 1,416,122 - LABA/RUGI TAHUN SEBELUMNYA 0 0 (276,730) 640,653 1,614,002 2,643,314 3,728,590 4,869,831 6,067,036 7,320,206 8,629,339 9,994,437 11,415,499 JUMLAH MODAL 1,108, ,702 1,352,085 2,325,434 3,354,746 4,440,022 5,581,263 6,778,468 8,031,638 9,340,771 10,705,869 12,126,931 13,543,053 J U M L A H P A S S I V A 5,544,700 5,217,970 5,657,027 6,152,048 6,703,034 7,309,983 7,972,897 8,691,776 9,466,618 10,297,425 11,184,196 12,126,931 13,543,053

233 204 Lampiran 25 Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pembenihan kerapu T A H U N K E URAIAN TOTAL INVESTASI LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) 0 (336,658) 109, ,468 1,001,706 1,447,943 1,504,181 1,560,419 1,616,657 1,672,894 1,729,132 1,785,370 PENERIMAAN BERSIH (2,758,000) (336,658) 109, ,468 1,001,706 1,447,943 1,504,181 1,560,419 1,616,657 1,672,894 1,729,132 1,785,370 9,888,342 IRR = ANALISA SENSITIVITAS BIAYA NAIK 5%: INVESTASI TOTAL LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH (2,895,900) (336,658) 109, ,468 1,001,706 1,447,943 1,504,181 1,560,419 1,616,657 1,672,894 1,729,132 1,785,370 9,750,442 IRR = HARGA TURUN 5%: INVESTASI TOTAL LABA BERSIH - PENYUSUTAN KAS SURPLUS/DEFISIT: (2,758,000) (486,658) (70,770) 345, ,706 1,177,943 1,234,181 1,290,419 1,346,657 1,402,894 1,459,132 1,515,370 7,218,342 IRR = BIAYA NAIK 10%: INVESTASI TOTAL LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH (3,033,800) (336,658) 109, ,468 1,001,706 1,447,943 1,504,181 1,560,419 1,616,657 1,672,894 1,729,132 1,785,370 9,612,542 IRR = 21.69

234 205 HARGA TURUN 10% INVESTASI TOTAL LABA BERSIH - PENYUSUTAN KAS SURPLUS/DEFISIT: (2,758,000) (636,658) (250,770) 135, , , ,181 1,020,419 1,076,657 1,132,894 1,189,132 1,245,370 4,548,342 IRR = TOTAL NET PRESENT VALUE (BUNGA:18%) = 844, , ,547 PROFITABILITY INDEX = - = ,758,000 PAYBACK PERIOD = (2,758,000) (3,094,658) (2,985,427) (2,429,959) (1,428,254) 19,690 1,523,871 3,084,289 4,700,946 6,373,840 8,102,972 9,888,342 TAHUN KE : 5 B/C RATIO = 3.59

235 206 Lampiran 26 Analisa break even pembenihan kerapu TAHUN KE URAIAN VOLUME PENJUALAN (ekor) HARGA JUAL / UNIT 6, , , , , , , , , , , , , NILAI PENJUALAN (RP 1000) 0 3,000,000 3,600,000 4,200,000 4,800,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 BIAYA VARIABEL (RP 1000) 0 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,506,000 BIAYA VARIABEL /UNIT MARGIN KEUNTUNGAN 0 480,080 1,080,080 1,680,080 2,280,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,894,000 BIAYA TETAP (Rp 1000) 0 296, , , , , , , , , , , ,000 BREAK EVEN POINT (VOLUME) , , , ,860 92,500 92,500 92,500 92,500 92,500 92,500 92,500 92,500 BREAK EVEN POINT ( HARGA) BREAK EVEN POINT DALAM %

236 207 Lampiran 27 Proyeksi produksi dan harga-harga usaha pembesaran kerapu URAIAN T A H U N K E Penebaran Ikan (2x / th) 0 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40, Survival Rate (%) Pemanenan Ikan (ekor) 0 32,000 32,000 32,000 32,000 32,000 32,000 32,000 32,000 32,000 32,000 32,000 32, Konversi ekor : kg Pemanenan ikan (kg) , , , , , , , , , , , , Harga Jual Per Kg (Rp 000) Nilai Penjualan (Rp 000) - 960, , , , , , , , , , , ,000

237 208 Lampiran 28 Proyeksi biaya operasi usaha pembesaran kerapu DALAM RIBU RUPIAH URAIAN T A H U N K E BIAYA LANGSUNG a. Benih Ikan 240, , , , , , , , , , , ,000 b. Biaya Pakan IKAN 378, , , , , , , , , , , ,000 c. Obat dan Vitamin 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 d. BBM / solar ( liter) 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 e. Pelumas (liter) 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 f. Buruh harian 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 TOTAL BIAYA LANGSUNG 663, , , , , , , , , , , ,800 BIAYA TAK LANGSUNG: a. Biaya Pemasaran 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 b. Biaya administrasi 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 c. Biaya maintenance 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 d. Logistik harian 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 e. Gaji karyawan 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 TOTAL BIAYA TAK LANGSUNG 0 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 TOTAL BIAYA OPERASIONAL 0 708, , , , , , , , , , , ,200 MODAL SENDIRI (20%) 141,640 MODAL PINJAMAN (80%) 566,560

238 209 Lampiran 29 Proyeksi penyusutan dan amortisasi usaha pembesaran kerapu DALAM RIBU RUPIAH PENYUSUTAN: LAHAN (LAND BASE) 50,000 5% Grs.Lrs. 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 BANGUNAN SIPIL 160,000 10% Grs.Lrs. 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 PERLENGKAPAN BUDI DAYA 88,000 10% Grs.Lrs. 8,800 8,800 8,800 8,800 8,800 8,800 8,800 8,800 8,800 8,800 8,800 PER. MEKANIK, LISTRIK DAN LAB 13,500 10% Grs.Lrs. 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 PERL.KANTOR, RUMAH & KOM. 6,000 10% Grs.Lrs KENDARAAN 82,000 10% Grs.Lrs. 8,200 8,200 8,200 8,200 8,200 8,200 8,200 8,200 8,200 8,200 8,200 TOTAL 399,500 37,450 37,450 37,450 37,450 37,450 37,450 37,450 37,450 37,450 37,450 37,450 AKUMULASI PENYUSUTAN 37,450 74, , , , , , , , , ,950 AMORTISASI: 1. BIAYA KONSULTANSI 10,000 10% Grs.Lrs. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1, CONTINGENCIES 0 10% Grs.Lrs I D C 32,248 10% Grs.Lrs. 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3, PRA OPERASI 0 10% Grs.Lrs TOTAL: 42,248 JUMLAH AMORTISASI 4,225 4,225 4,225 4,225 4,225 4,225 4,225 4,225 4,225 4,225 4,225 AKUMULASI AMORTISASI 4,225 8,450 12,674 16,899 21,124 25,349 29,574 33,799 38,023 42,248 46,473 JUMLAH PENYUSUTAN & AMORTISASI 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 AKUMULASI PENY. DAN AMORTISASI 41,675 83, , , , , , , , , ,423

239 210 Lampiran 30 Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal usaha pembesaran kerapu URAIAN DALAM RIBU RUPIAH T A H U N K E M O D A L I N V E S T A S I - POKOK PINJAMAN 347, KUMULATIF PINJAMAN 347, , , , , , , , ,280 69,520 34, BUNGA (18,0%) 0 62,568 56,311 50,054 43,798 37,541 31,284 25,027 18,770 12,514 6, ANGSURAN 0 34,760 34,760 34,760 34,760 34,760 34,760 34,760 34,760 34,760 34, M O D A L KERJA - POKOK PINJAMAN 394, KUMULATIF PINJAMAN 394, , , , , , , , ,416 78,944 39, BUNGA (18,0%) 0 71,050 63,945 56,840 49,735 42,630 35,525 28,420 21,315 14,210 7, ANGSURAN 0 39,472 39,472 39,472 39,472 39,472 39,472 39,472 39,472 39,472 39, P I N J A M A N I D C - POKOK PINJAMAN 54, KUMULATIF PINJAMAN 54,747 54,747 49,272 43,798 38,323 32,848 27,374 21,899 16,424 10,949 5, BUNGA (18,0%) 0 9,854 8,869 7,884 6,898 5,913 4,927 3,942 2,956 1, ANGSURAN 0 5,475 5,475 5,475 5,475 5,475 5,475 5,475 5,475 5,475 5, T O T A L: PINJAMAN (KUMULATIF) 797, , , , , , , , , ,413 79, BUNGA 0 143, , , ,430 86,083 71,736 57,389 43,042 28,694 14, ANGSURAN 0 79,707 79,707 79,707 79,707 79,707 79,707 79,707 79,707 79,707 79,

240 211 Lampiran 30 Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal usaha pembesaran kerapu URAIAN DALAM RIBU RUPIAH T A H U N K E M O D A L I N V E S T A S I - POKOK PINJAMAN 204, KUMULATIF PINJAMAN 204, , , , , , ,375 81,900 61,425 40,950 20, BUNGA (18,0%) 0 36,855 33,170 29,484 25,799 22,113 18,428 14,742 11,057 7,371 3, ANGSURAN 0 20,475 20,475 20,475 20,475 20,475 20,475 20,475 20,475 20,475 20, M O D A L KERJA - POKOK PINJAMAN 566, KUMULATIF PINJAMAN 566, , , , , , , , , ,312 56, BUNGA (18,0%) 0 101,981 91,783 81,585 71,387 61,188 50,990 40,792 30,594 20,396 10, ANGSURAN 0 56,656 56,656 56,656 56,656 56,656 56,656 56,656 56,656 56,656 56, P I N J A M A N I D C - POKOK PINJAMAN 32, KUMULATIF PINJAMAN 32,248 32,248 29,023 25,799 22,574 19,349 16,124 12,899 9,674 6,450 3, BUNGA (18,0%) 0 5,805 5,224 4,644 4,063 3,483 2,902 2,322 1,741 1, ANGSURAN 0 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3, T O T A L: PINJAMAN (KUMULATIF) 803, , , , , , , , , ,712 80, BUNGA 0 144, , , ,248 86,784 72,320 57,856 43,392 28,928 14, ANGSURAN 0 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,

241 212 Lampiran 31 Proyeksi rugi laba usaha pembesaran kerapu URAIAN 1. PEMASUKAN: DALAM RIBU RUPIAH TAHUN Penjualan Ikan (Kg) , , , , , , , , , , , , Harga Jual Ikan /Kg Nilai Penjualan Ikan 0 960, , , , , , , , , , , ,000 TOTAL NILAI PENJUALAN 0 960, , , , , , , , , , , , BIAYA POKOK a. BIAYA LANGSUNG 0 663, , , , , , , , , , , ,800 LABA KOTOR 0 296, , , , , , , , , , , ,200 b. BIAYA TAK LANGSUNG 0 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44, BUNGA PINJAMAN 0 144, , , ,248 86,784 72,320 57,856 43,392 28,928 14, BIAYA PENYUSUTAN 0 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 LABA SEBELUM PAJAK 0 65,485 79,949 94, , , , , , , , , , PAJAK PERSEROAN 0 22,920 27,982 33,044 38,107 43,169 48,232 53,294 58,357 63,419 68,481 73,544 73,544 LABA SESUDAH PAJAK 0 42,565 51,967 61,368 70,770 80,172 89,573 98, , , , , ,581 AKUMULASI LABA BERSIH 0 42,565 94, , , , , , , , , ,305 1,121,887

242 213 Lampiran 32 Proyeksi arus kas (cash flow) usaha pembesaran kerapu URAIAN DALAM RIBU RUPIAH T A H U N K E ARUS KAS MASUK 1. LABA BERSIH 0 42,565 51,967 61,368 70,770 80,172 89,573 98, , , , , , KREDIT INVESTASI 204, KREDIT MODAL KERJA 566, MODAL SENDIRI INVESTASI 204,750 - MODAL KERJA 141, PENYUSUTAN DAN AMORTISASI 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 JUMLAH KAS MASUK 1,117,700 84,240 93, , , , , , , , , , ,256 ARUS KAS KELUAR: 1. INVESTASI 409, IDC 32, ANGSURAN KREDIT: 0 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80, JUMLAH KAS KELUAR 441,748 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80, KAS SURPLUS/DEFISIT 675,952 3,884 13,286 22,687 32,089 41,491 50,892 60,294 69,695 79,097 88, , ,256 SALDO KAS AWAL 0 675, , , , , , , , ,270 1,049,367 1,137,866 1,316,122 SALDO KAS AKHIR 675, , , , , , , , ,270 1,049,367 1,137,866 1,316,122 1,494,378

243 214 Lampiran 33 Proyeksi neraca usaha pembesaran kerapu DALAM RIBU RUPIAH URAIAN T A H U N K E A K T I V A 1. AKTIVA LANCAR - KAS / BANK 675, , , , , , , , ,270 1,049,367 1,137,866 1,316,122 1,494,378 - PIUTANG JUMLAH AKTIVA LANCAR 675, , , , , , , , ,270 1,049,367 1,137,866 1,316,122 1,494, AKTIVA TETAP - HARTA TETAP 399, , , , , , , , , , , , ,500 - AKUMULASI PENYUSUTAN 37,450 74, , , , , , , , , , ,400 NILAI BUKU AKTIVA TETAP 399, , , , , , , ,350 99,900 62,450 25,000 (12,450) (49,900) 3. AKTIVA LAIN - HARTA LAIN 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 - AKUMULASI AMORTISASI 4,225 8,450 12,674 16,899 21,124 25,349 29,574 33,799 38,023 42,248 46,473 50,698 NILAI BUKU AKTIVA LAIN 42,248 38,023 33,799 29,574 25,349 21,124 16,899 12,674 8,450 4,225 0 (4,225) (8,450) J U M L A H A K T I V A 1,117,700 1,079,909 1,051,520 1,032,533 1,022,947 1,022,763 1,031,980 1,050,599 1,078,620 1,116,042 1,162,866 1,299,447 1,436,029 P A S S I V A 1. H U T A N G - PINJAMAN INVESTASI 204, , , , , , ,375 81,900 61,425 40,950 20, PINJAMAN MODAL KERJA 566, , , , , , , , , ,312 56, PINJAMAN I D C 32,248 29,023 25,799 22,574 19,349 16,124 12,899 9,674 6,450 3, JUMLAH HUTANG 771, , , , , , , , , ,712 80, M O D A L - EQUITY SHARES 346, , , , , , , , , , , , ,142 - LABA/RUGI TAHUN BERJALAN 0 42,565 51,967 61,368 70,770 80,172 89,573 98, , , , , ,581 - LABA/RUGI TAHUN SEBELUMNYA ,565 94, , , , , , , , , ,305 JUMLAH MODAL 346, , , , , , , , ,908 1,025,686 1,152,866 1,289,447 1,426,029 J U M L A H P A S S I V A 1,117,700 1,150,265 1,121,876 1,102,888 1,093,303 1,093,118 1,102,336 1,120,955 1,148,976 1,186,398 1,233,222 1,289,447 1,426,029

244 215 Lampiran 34 Internal rete of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period usaha pembesaran kerapu T A H U N K E URAIAN TOTAL INVESTASI LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) 0 84,240 93, , , , , , , , , ,256 PENERIMAAN BERSIH (409,500) 84,240 93, , , , , , , , , ,256 1,034,228 IRR = ANALISA SENSITIVITAS BIAYA NAIK 5%: INVESTASI TOTAL LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH (429,975) 84,240 93, , , , , , , , , ,256 1,013,753 IRR = HARGA TURUN 5%: INVESTASI TOTAL LABA BERSIH - PENYUSUTAN KAS SURPLUS/DEFISIT: (409,500) 36,240 45,642 55,043 64,445 73,846 83,248 92, , , , , ,228 IRR = BIAYA NAIK 10%: INVESTASI TOTAL LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH (450,450) 84,240 93, , , , , , , , , , ,278 IRR =

245 216 HARGA TURUN 10%: INVESTASI TOTAL LABA BERSIH - PENYUSUTAN KAS SURPLUS/DEFISIT: (409,500) (11,760) (2,358) 7,043 16,445 25,846 35,248 44,650 54,051 63,453 72,855 82,256 (21,772) IRR = (0.6277) TOTAL NET PRESENT VALUE (BUNGA:18%) = (409,500) 71,435 67,235 62,753 58,022 53,247 48,693 44,164 39,914 36,036 32,251 28, , ,627 PROFITABILITY INDEX = - = 1.33 N P V = 542, ,500 PAYBACK PERIOD = (409,500) (338,065) (270,830) (208,077) (150,055) (96,808) (48,115) (3,951) 35,962 71, , ,127 TAHUN KE : 7 B/C RATIO = 1.36

246 217 Lampira 35 Analisa break even usaha pembesaran kerapu TAHUN KE URAIAN VOLUME PENJUALAN (kg) HARGA JUAL / UNIT (Rp1000) NILAI PENJUALAN (RP 1000) 0 960, , , , , , , , , , , ,000 BIAYA VARIABEL (RP 1000) 0 663, , , , , , , , , , , ,800 BIAYA VARIABEL /UNIT MARGIN KEUNTUNGAN 0 296, , , , , , , , , , , ,200 BIAYA TETAP (Rp 1000) 0 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 BREAK EVEN POINT (VOLUME) , , , , , , , , , , , , BREAK EVEN POINT ( HARGA) BREAK EVEN POINT DALAM %

247 218 Lampiran 36 Proyeksi produksi dan harga-harga usaha penanganan pascapanen URAIAN T A H U N K E Pembelian Ikan (ekor) 6x/th 0 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30, Harga Beli ikan (Rp 000/ekor) Survival Rate (%) Pemanenan Ikan (ekor) 0 29,700 29,700 29,700 29,700 29,700 29,700 29,700 29,700 29,700 29,700 29,700 29, Konversi ekor : kg Pemanenan ikan (kg) , , , , , , , , , , , , Harga Jual Per Kg (Rp 000) Nilai Penjualan (Rp 000) - 1,592,663 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500

248 219 Lampiran 37 Proyeksi biaya operasi usaha penanganan pascapanen kerapu DALAM RIBU RUPIAH URAIAN T A H U N K E BIAYA LANGSUNG a. Pembelian Ikan 900, , , , , , , , , , , ,000 b. Biaya Pakan IKAN 120, , , , , , , , , , , ,000 c. Obat dan Vitamin 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 d. BBM / solar ( liter) 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 e. Pelumas (liter) 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 f. Buruh harian 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 TOTAL BIAYA LANGSUNG 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 BIAYA TAK LANGSUNG: a. Biaya Pemasaran 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 b. Biaya administrasi 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 c. Biaya maintenance 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 d. Logistik harian 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 e. Gaji karyawan 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 TOTAL BIAYA TAK LANGSUNG 0 150, , , , , , , , , , , ,000 TOTAL BIAYA OPERASIONAL 0 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 MODAL SENDIRI (50%) 622,200 MODAL PINJAMAN (50%) 622,200

249 220 Lampiran 38 Proyeksi penyusutan dan amortisasi usaha penanganan pascapanen kerapu URAIAN DALAM RIBU RUPIAH T A H U N K E NILAI METODA PENYUSUTAN: LAHAN 50,000 5% Grs.Lrs. 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 BANGUNAN SIPIL 160,000 10% Grs.Lrs. 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 PERLENGKAPAN P.PANEN 112,000 10% Grs.Lrs. 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 PER. MEKANIK, LISTRIK DAN LAB 13,500 10% Grs.Lrs. 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 PERL.KANTOR, RUMAH & KOM. 6,000 10% Grs.Lrs KENDARAAN / KAPAL ANGKUT 0 10% Grs.Lrs TOTAL 341,500 31,650 31,650 31,650 31,650 31,650 31,650 31,650 31,650 31,650 31,650 31,650 AKUMULASI PENYUSUTAN 31,650 63,300 94, , , , , , , , ,150 AMORTISASI: 1. BIAYA KONSULTANSI 10,000 10% Grs.Lrs. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1, CONTINGENCIES 0 10% Grs.Lrs I D C 49,888 10% Grs.Lrs. 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4, PRA OPERASI 0 10% Grs.Lrs TOTAL: 59,888 JUMLAH AMORTISASI 5,989 5,989 5,989 5,989 5,989 5,989 5,989 5,989 5,989 5,989 5,989 AKUMULASI AMORTISASI 5,989 11,978 17,966 23,955 29,944 35,933 41,922 47,911 53,899 59,888 65,877 JUMLAH PENYUSUTAN & AMORTISASI 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 AKUMULASI PENY. DAN AMORTISASI 37,639 75, , , , , , , , , ,027

250 221 Lampiran 39 Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal usaha penanganan pascapanen URAIAN DALAM RIBU RUPIAH T A H U N K E M O D A L I N V E S T A S I - POKOK PINJAMAN 316, KUMULATIF PINJAMAN 316, , , , , , , ,700 95,025 63,350 31, BUNGA (18,0%) 0 47,513 42,761 38,010 33,259 28,508 23,756 19,005 14,254 9,503 4, ANGSURAN 0 31,675 31,675 31,675 31,675 31,675 31,675 31,675 31,675 31,675 31, M O D A L KERJA - POKOK PINJAMAN 622, KUMULATIF PINJAMAN 622, , , , , , , , , ,440 62, BUNGA (18,0%) 0 111, ,796 89,597 78,397 67,198 55,998 44,798 33,599 22,399 11, ANGSURAN 0 62,220 62,220 62,220 62,220 62,220 62,220 62,220 62,220 62,220 62, P I N J A M A N I D C - POKOK PINJAMAN 49, KUMULATIF PINJAMAN 49,888 49,888 44,899 39,911 34,922 29,933 24,944 19,955 14,966 9,978 4, BUNGA (18,0%) 0 8,980 8,082 7,184 6,286 5,388 4,490 3,592 2,694 1, ANGSURAN 0 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4, T O T A L: PINJAMAN (KUMULATIF) 988, , , , , , , , , ,768 98, BUNGA 0 168, , , , ,093 84,244 67,395 50,547 33,698 16, ANGSURAN 0 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,

251 222 Lampiran 40 Proyeksi rugi laba usaha penanganan pascapanen kerapu URAIAN 1. PEMASUKAN: DALAM RIBU RUPIAH TAHUN Penjualan Ikan (kg) , , , , , , , , , , , , Harga Jual Ikan (Rp 000) Nilai Penjualan Ikan 0 1,592,663 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 TOTAL NILAI PENJUALAN 0 1,592,663 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633, BIAYA POKOK a. BIAYA LANGSUNG 0 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 LABA KOTOR 0 498, , , , , , , , , , , ,100 b. BIAYA TAK LANGSUNG 0 150, , , , , , , , , , , , BUNGA PINJAMAN 0 168, , , , ,093 84,244 67,395 50,547 33,698 16, BIAYA PENYUSUTAN 0 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 LABA SEBELUM PAJAK 0 142, , , , , , , , , , , , PAJAK PERSEROAN 0 49,747 69,938 75,835 81,732 87,629 93,526 99, , , , , ,011 LABA SESUDAH PAJAK 0 92, , , , , , , , , , , ,450 AKUMULASI LABA BERSIH 0 92, , , , , ,326 1,035,969 1,231,563 1,438,109 1,655,607 1,884,057 2,112,507

252 223 Lampiran 41 Proyeksi arus kas (cash flow) usaha penanganan pascapanen kerapu DALAM RIBU RUPIAH URAIAN T A H U N K E ARUS KAS MASUK 1. LABA BERSIH 0 92, , , , , , , , , , , , KREDIT INVESTASI 316, KREDIT MODAL KERJA 622, MODAL SENDIRI INVESTASI 316,750 - MODAL KERJA 622, PENYUSUTAN DAN AMORTISASI 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 JUMLAH KAS MASUK 1,877, , , , , , , , , , , , ,089 ARUS KAS KELUAR: 1. INVESTASI 633, IDC 49, ANGSURAN KREDIT: 0 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98, JUMLAH KAS KELUAR 683,388 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98, KAS SURPLUS/DEFISIT 1,194,512 31,143 68,639 79,591 90, , , , , , , , ,089 SALDO KAS AWAL 0 1,194,512 1,225,655 1,294,294 1,373,885 1,464,427 1,565,922 1,678,368 1,801,765 1,936,115 2,081,416 2,237,669 2,503,758 SALDO KAS AKHIR 1,194,512 1,225,655 1,294,294 1,373,885 1,464,427 1,565,922 1,678,368 1,801,765 1,936,115 2,081,416 2,237,669 2,503,758 2,769,846

253 224 Lampiran 42 Proyeksi neraca usaha penanganan pascapanen kerapu DALAM RIBU RUPIAH URAIAN T A H U N K E A K T I V A 1. AKTIVA LANCAR - KAS / BANK 1,485,279 1,481,887 1,506,614 1,559,462 1,640,431 1,749,519 1,886,728 2,052,057 2,245,507 2,467,076 2,716,766 3,234,920 3,753,075 - PIUTANG JUMLAH AKTIVA LANCAR 1,485,279 1,481,887 1,506,614 1,559,462 1,640,431 1,749,519 1,886,728 2,052,057 2,245,507 2,467,076 2,716,766 3,234,920 3,753, AKTIVA TETAP - HARTA TETAP 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 - AKUMULASI PENYUSUTAN 114, , , , , , , ,800 1,033,650 1,148,500 1,263,350 1,378,200 NILAI BUKU AKTIVA TETAP 1,173,500 1,058, , , , , , , , ,850 25,000 (89,850) (204,700) 3. AKTIVA LAIN - HARTA LAIN 159, , , , , , , , , , , , ,121 - AKUMULASI AMORTISASI 15,912 31,824 47,736 63,648 79,561 95, , , , , , ,945 NILAI BUKU AKTIVA LAIN 159, , , ,385 95,473 79,561 63,648 47,736 31,824 15,912 (0) (15,912) (31,824) J U M L A H A K T I V A 2,817,900 2,683,745 2,577,711 2,499,797 2,450,003 2,428,330 2,434,777 2,469,344 2,532,031 2,622,838 2,741,766 3,129,158 3,516,550 P A S S I V A 1. H U T A N G - PINJAMAN INVESTASI 946, , , , , , , , , ,360 94, PINJAMAN MODAL KERJA 1,307,520 1,307,520 1,176,768 1,046, , , , , , , , PINJAMAN I D C 149, , , ,385 89,473 74,561 59,648 44,736 29,824 14,912 (0) (0) JUMLAH HUTANG 2,254,320 2,403,441 2,163,097 1,922,753 1,682,409 1,442,065 1,201, , , , ,344 (0) (0) 2. M O D A L - EQUITY SHARES 563, , , , , , , , , , , , ,459 - LABA/RUGI TAHUN BERJALAN 0 106, , , , , , , , , , , ,392 - LABA/RUGI TAHUN SEBELUMNYA , , , , ,150 1,058,941 1,333,852 1,636,884 1,968,035 2,327,307 2,714,699 JUMLAH MODAL 563, , , , ,939 1,216,609 1,463,400 1,738,311 2,041,343 2,372,494 2,731,766 3,119,158 3,506,550 J U M L A H P A S S I V A 2,817,900 2,914,090 2,808,055 2,730,141 2,680,347 2,658,674 2,665,121 2,699,688 2,762,375 2,853,182 2,972,110 3,119,158 3,506,550

254 225 Lampiran 43 Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period usaha pascapanen T A H U N K E URAIAN TOTAL INVESTASI LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) 0 130, , , , , , , , , , ,089 PENERIMAAN BERSIH (633,500) 130, , , , , , , , , , ,089 1,664,584 IRR = ANALISA SENSITIVITAS BIAYA NAIK 5%: INVESTASI TOTAL LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH (665,175) 130, , , , , , , , , , ,089 1,632,909 IRR = HARGA TURUN 5%: INVESTASI TOTAL LABA BERSIH - PENYUSUTAN KAS SURPLUS/DEFISIT: (633,500) 50,394 85,848 96, , , , , , , , , ,201 IRR = BIAYA NAIK 10%: INVESTASI TOTAL LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) PENERIMAAN BERSIH (696,850) 130, , , , , , , , , , ,089 1,601,234 IRR = 23.93

255 226 HARGA TURUN 10%: INVESTASI TOTAL LABA BERSIH - PENYUSUTAN KAS SURPLUS/DEFISIT: (633,500) (29,239) 4,173 15,125 26,076 37,028 47,980 58,932 69,883 80,835 91, ,739 (128,182) IRR = (2.58) TOTAL NET PRESENT VALUE (BUNGA:18%) = (633,500) 110, , ,691 97,744 87,565 78,403 69,796 62,040 55,186 48,731 43, , ,808 PROFITABILITY INDEX = - = 1.39 N P V = 881, ,500 PAYBACK PERIOD = (633,500) (523,237) (402,956) (294,265) (196,521) (108,956) (30,552) 39, , , , ,308 TAHUN KE = : 9 B/C RATIO = 1.31 TOTAL

256 227 Lampiran 44 Analisa break even usaha pascapanen TAHUN KE URAIAN VOLUME PENJUALAN (kg) HARGA JUAL / UNIT (Rp 1000) NILAI PENJUALAN (RP 1000) 0 1,592,663 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 BIAYA VARIABEL (RP 1000) 0 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 BIAYA VARIABEL /UNIT MARGIN KEUNTUNGAN 0 498, , , , , , , , , , , ,100 BIAYA TETAP (Rp 1000) 0 150, , , , , , , , , , , ,000 BREAK EVEN POINT (VOLUME) , , , , , , , , , , , , BREAK EVEN POINT ( HARGA) BREAK EVEN POINT DALAM %

257 228 Lampiran 45 Hasil simulasi titik kritis fekunditas induk terhadap keuntungan pembenihan Lampiran 46 Hasil simulasi titik kritis persentase induk memijah terhadap keuntungan pembenihan

258 229 Lampiran 47 Hasil simulasi titik kritis biaya pakan benih terhadap keuntungan pembenihan Lampiran 48 Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan benih terhadap keuntungan pembenihan

259 230 Lampiran 49 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual benih terhadap keuntungan pembenihan Lampiran 50 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual kerapu terhadap keuntungan pembesaran

260 231 Lampiran 51 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli benih terhadap keuntungan pembesaran Lampiran 52 Hasil simulasi titik kritis tingkat biaya pakan ikan terhadap keuntungan pembesaran

261 232 Lampiran 53 Hasil simulasi titik kritis padat penebaran benih terhadap keuntungan pembesaran Lampiran 54 Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan terhadap keuntungan pembesaran

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km 2 dan wilayah laut 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki potensi sumber

Lebih terperinci

8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN

8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN 145 8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN Agroindustri kerapu budi daya terdiri atas rangkaian kegiatan usaha yang saling bergantung satu dengan yang lainnya,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A14104079 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA

9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA 150 9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA Pengembangan agroindustri kerapu budi daya pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan produktivitas sehingga mampu meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Perikanan Lele Lahan Kering didapatkan kesimpulan, bahwa: 1. Penelitian ini telah menghasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A 14105665 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT FANJIYAH WULAN ANGRAINI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen

Lebih terperinci

5 PENGEMBANGAN MODEL

5 PENGEMBANGAN MODEL 42 5 PENGEMBANGAN MODEL 5.1 Analisis Sistem Agroindustri Kerapu Budi Daya Sebagaimana dijelaskan pada bab metode penelitian, maka pengembangan model dinamis perencanaan dan pengelolaan agroindustri budi

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR MEISWITA PERMATA HARDY SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 19 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Pemikiran utama yang melandasi perlunya penelitian ini adalah bahwa industri kerapu budi daya di Indonesia belum dapat berkembang dengan pesat, sedangkan potensi

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : Capital Budgeting, Payback Period, Net Present Value, Internal Rate of Return, dan Profitability Index.

ABSTRACT. Keywords : Capital Budgeting, Payback Period, Net Present Value, Internal Rate of Return, dan Profitability Index. ABSTRACT Iraq state planning to invest around $ 130 billion over the next five years. Iraq state will increase natural gas production and refinery capacity. So that the Iraq state will benefit to triple

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : capital budgeting, PP, DPP, NPV, IRR, PI. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. Keywords : capital budgeting, PP, DPP, NPV, IRR, PI. Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT The economics growth in Indonesia which it is rapidly makes companies try to increase their production. But it does not necessarily improve the efficiency in terms of cost so that the required

Lebih terperinci

3.2 METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL

3.2 METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL III. LANDASAN TEORI 3.1 TEKNIK HEURISTIK Teknik heuristik adalah suatu cara mendekati suatu permasalahan yang kompleks ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana untuk mendapatkan hubungan-hubungan

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Putra,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11 Aspek Ekonomi dan Keuangan Pertemuan 11 Aspek Ekonomi dan Keuangan Aspek ekonomi dan keuangan membahas tentang kebutuhan modal dan investasi yang diperlukan dalam pendirian dan pengembangan usaha yang

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

BUSINESS ANALYSIS ENLARGEMENT COMMON CARP (Cyprinus carpio) FLOATING NET CAGES IN TANJUNG ALAI VILLAGE XIII KOTO KAMPAR DISTRICT RIAU PROVINCE

BUSINESS ANALYSIS ENLARGEMENT COMMON CARP (Cyprinus carpio) FLOATING NET CAGES IN TANJUNG ALAI VILLAGE XIII KOTO KAMPAR DISTRICT RIAU PROVINCE BUSINESS ANALYSIS ENLARGEMENT COMMON CARP (Cyprinus carpio) FLOATING NET CAGES IN TANJUNG ALAI VILLAGE XIII KOTO KAMPAR DISTRICT RIAU PROVINCE By Angga Priyetno 1), Hendrik 2), Lamun Bathara 2) ABSTRACK

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA

PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR ADY ERIADY WIBAWA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti. Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara

Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti. Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara 123 123 Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara 124 124 125 125 Lampiran.2. Sarana Input Produksi Budidaya Ikan Kerapu dan Rumput Laut di Kawasan Teluk Levun Unit Budidaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012).

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah potensial penghasil perikanan dan telah menyokong produksi perikanan nasional sebanyak 40 persen, mulai dari budidaya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR SKRIPSI SURAHMAT H34066119 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI Oleh : FAUZI PANDJI IRAWAN NPM.0624310041 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA (Studi Kasus di Lumbung Tani Sehat Ciburuy, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : NIRWAN NURDIANSYAH F14103040 2008 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAITESISDANSUMBER INFORMASI Dengan inimenyatkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2009, hlm 1 14 ISSN

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2009, hlm 1 14 ISSN Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2009, hlm 1 14 ISSN 0126-4265 Vol. 37. No.1 1 Berkala The Influence Perikanan Of Terubuk, Injection Februari Ovaprim 2009, hlm 86 92 Berkala Perikanan Terubuk Vol 37

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN x DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN x xii xiv xv BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Penelitian 1 Rumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 8 Manfaat Penelitian 8 Ruang Lingkup

Lebih terperinci

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN LAUT DAN PAYAU (BPBILP) LAMU KABUPATEN BOALEMO 1 Ipton Nabu, 2 Hasim, dan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian pendirian agroindustri berbasis ikan dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Capital Budgeting,Payback Period, Net Present Value, Internal Rate of Return, Profitability Index. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Capital Budgeting,Payback Period, Net Present Value, Internal Rate of Return, Profitability Index. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, bisnis mikro dan menengah turut berperan penting dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional, pemerintah berupaya untuk menggalakkan segala kegiatan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Optimistic assumptions using the Discount Rate by 30% Net Present Value (NPV) feasible

ABSTRACT. Optimistic assumptions using the Discount Rate by 30% Net Present Value (NPV) feasible ABSTRACT Plant Farma PT. Kimia Bandung is a State Owned Enterprise that moves in the pharmaceutical field. In defending its existence PT.Kimia Farma Plant Bandung doing business development with the addition

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroindustri Kerapu Budi Daya

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroindustri Kerapu Budi Daya 9 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroindustri Kerapu Budi Daya Agroindustri adalah kegiatan usaha yang memproses bahan nabati atau hewani. Proses tersebut mencakup perubahan dan pengawetan melalui perwakilan fisik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN III. 1. KERANGKA PEMIKIRAN Terbatasnya sumber daya minyak dan kemampuan kapasitas produksi minyak mentah di dalam negeri telah menjadikan sekitar 50% pemenuhan bahan bakar nasional

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG SKRIPSI SYAHRA ZULFAH H34050039 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN 94 SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN Konfigurasi Model Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri bersifat kompleks, dinamis, dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: internal and international migration, labor market, Indonesian economy

ABSTRACT. Keywords: internal and international migration, labor market, Indonesian economy ABSTRACT SAFRIDA. The Impact of Migration Policy on Labor Market and Indonesian Economy (BONAR M. SINAGA as Chairman, HERMANTO SIREGAR and HARIANTO as Members of the Advisory Committee) The problem of

Lebih terperinci

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ii iii iv v vi vii

DAFTAR ISI. ii iii iv v vi vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL..... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA

POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA SKRIPSI EMMY WARDHANI A14102528 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON

PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK Ronald

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan pembesaran ikan lele sangkuriang kolam terpal. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek finansial

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian oleh Dwi Susianto pada tahun 2012 dengan judul Travel AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR SKRIPSI OOM ROHMAWATI H34076115 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA Pada Agrifarm, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA Pada Agrifarm, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA Pada Agrifarm, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat SURANTO WAHYU WIDODO A14104051 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Gambir merupakan salah satu produk ekspor Indonesia yang prospektif, namun hingga saat ini Indonesia baru mengekspor gambir dalam bentuk gambir asalan.

Lebih terperinci

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 PROGRAM UTAMA mangosteen 1.0 Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dalam sebuah paket program bernaman mangosteen 1.0. Model mangosteen

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 23 BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 4.1.1 Studi Kelayakan Usaha Proyek atau usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat (benefit) dengan menggunakan sumberdaya

Lebih terperinci