9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA"

Transkripsi

1 150 9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA Pengembangan agroindustri kerapu budi daya pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan produktivitas sehingga mampu meningkatkan ekspor komoditas tersebut sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani ikan. Sasaran program pengembangan budi daya kerapu dalam periode yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya - DKP adalah ekspor komoditas kerapu sebesar ton senilai US$ 42 juta pada tahun 2005 meningkat menjadi ton senilai US$ 105 juta pada tahun Disadari bahwa tingkat persaingan di dunia semakin ketat, sehingga penguatan daya saing perikanan budi daya perlu dilakukan baik dalam tahap pembenihan (hatchery) maupun dalam tahap pembesaran (grow out) (Nurdjana 2005). Menurut Porter (1998) keunggulan kompetitif suatu industri dapat diciptakan melalui pengembangan kegiatan berbiaya rendah atau memimpin diferensiasi untuk membedakan dirinya secara unik dengan para pesaing. Kegiatan yang berbiaya rendah merupakan keunggulan produktivitas (productivity advantage), sedangkan diferensiasi merupakan bagian dari keunggulan nilai (value advantage). Berdasarkan pengertian tersebut maka peningkatan daya saing atau keunggulan kompetitif agroindustri kerapu budi daya nasional dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan peningkatan keunggulan nilai dibandingkan dengan produk-produk sejenis yang dihasilkan negara-negara pesaing. 9.1 Kebijakan Perbaikan Kinerja Teknis Produksi Kerapu Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya telah dilakukan pada bab terdahulu. Analisis tersebut telah dapat pula memberikan urutan kebijakan teknis yang perlu diterapkan dalam rangka meningkatkan produktivitas maupun tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku usaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu. Berikut akan dibahas mengenai implikasi temuan dalam penelitian ini terhadap kebijakan pengembangan agroindustri perikanan kerapu di Indonesia Perbaikan faktor produksi pembenihan kerapu Hasil analisis menggunakan model dinamis MAGRIPU telah menunjukkan faktor-faktor teknis penentu keberhasilan usaha pembenihan kerapu yang

2 151 berdasar urutan besarnya tingkat pengaruh terhadap produktivitas dan keuntungan usaha berturut-turut adalah (1) peningkatan frekuensi induk memijah (51,94%), (2) peningkatan fekunditas induk (25,81%), dan (3) peningkatan sintasan benih (22,25%). Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas pembenihan sangat ditentukan oleh kemampuan membuat induk ikan memijah. Berdasarkan pengamatan di lapangan, frekuensi induk memijah sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan perairan yang digunakan sebagai sumber air. Hal ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa pembenihan di Batam (dengan kondisi perairan yang buruk) mengalami kesulitan dalam memijahkan induk-induk kerapu dibandingkan dengan di Lampung maupun Situbondo yang kondisi perairannya relatif lebih baik. Dugaan ini perlu dikaji lebih jauh untuk mengetahui parametar kualitas air yang mempengaruhi frekuensi memijah maupun tingkat sintasan larva dan benih, sehinga dengan demikian dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan secara nyata. Hasil simulasi tingkat kritis faktor-faktor ini menunjukkan bahwa usaha pembenihan akan mengalami tingkat kritis (tidak memperoleh keuntungan) apabila dari populasi induk yang dimiliki hanya 2,95% memijah setiap bulannya. Selanjutnya, hasil simulasi menunjukkan bahwa titik kritis untuk faktor tingkat fekunditas telur adalah butir, yang berarti bahwa apabila faktor lainnya dalam kondisi normal, maka pembenihan akan mengalami kerugian apabila induk hanya menghasilkan telur kurang dari jumlah tersebut. Titik kritis untuk sintasan benih adalah 2,36%, yang berarti bahwa apabila kondisi faktor lain dalam keadaan normal, maka pembenihan akan mengalami kerugian apabila sintasan benih lebih rendah dari 2,36%. Angka-angka ini dapat dijadikan indikator untuk mengukur keberhasilan usaha pembenihan atau memberikan peringatan (warning) terhadap kemungkinan kerugian yang akan dialami Perbaikan faktor produksi pembesaran kerapu Faktor-faktor teknis yang mempengaruhi keberhasilan usaha pembesaran kerapu yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sintasan ikan, padat penebaran benih, dan lama pemeliharaan (kecepatan tumbuh). Hasil simulasi menunjukkan bahwa lama pemeliharaan menempati rangking pertama ( 39,25%), diikuti oleh padat penebaran (38,55%), dan sintasan ikan (22,20%), dalam memberikan pengaruh terhadap produktivitas dan keuntungan usaha pembesaran. Hasil ini

3 152 mengindikasikan bahwa tingkat sintasan yang dicapai pada usaha pembesaran di lapangan telah mencapai angka yang cukup baik (berkisar antara 70% hingga 90%), sedangkan lama proses pemeliharaan, yang mencerminkan juga lambatnya pertumbuhan ikan kerapu, menjadi permasalahan utama yang sangat mempengaruhi keuntungan yang diperoleh. Semakin lama proses pemeliharaan maka semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk biaya pakan dan upah tenaga kerja. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, ukuran ikan kerapu macan yang diinginkan oleh pasar adalah yang beratnya minimal 0,5 kg per ekor. Untuk mencapai ukuran tersebut maka untuk kerapu macan dibutuhkan waktu sekitar 4 hingga 6 bulan. Sementara itu tingkat padat penebaran akan mempengaruhi kecepatan tumbuh ikan dan kemungkinan kanibalisme. Implikasi dari hasil simulasi ini terhadap kebijakan pemerintah adalah perlu dikembangkannya produksi pakan buatan untuk menggantikan pakan berupa ikan rucah yang selama ini banyak digunakan oleh petani ikan kerapu. Pengembangan pakan buatan ini perlu memperhatikan ketersediaan bahan baku dan kesesuaian komposisinya sehingga dapat mempercepat laju pertumbuhan ikan, dengan rasio konversi pakan (feed conversion ratio) yang baik. Hasil analisis lain yang diperoleh dari penggunaan model MAGRIPU adalah titik kritis faktor produksi pembesaran. Menurut hasil simulasi diperoleh angka titik kritis untuk padat penebaran sebesar 141,67 ekor / KJA. Hal ini berarti keuntungan akan diperoleh apabila jumlah ikan yang ditebar lebih banyak dari angka tersebut. Titik kritis sintasan ikan pada pembesaran adalah 22,67% yang berarti bahwa usaha pembesaran kerapu akan memperoleh keuntungan apabila persentase jumlah ikan yang bertahan hidup lebih besar dari angka tersebut. Angka tersebut dicapai dengan asumsi kondisi faktor lainnya adalah normal Perbaikan faktor produksi pascapanen kerapu Usaha pascapanen kerapu merupakan lanjutan dari usaha pembesaran yang kegiatannya terdiri dari grading, rekondisi dan penampungan ikan sebelum dipasarkan dalam keadaan hidup. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan usaha pascapanen hampir serupa dengan kegiatan pembesaran yaitu sintasan ikan, padat penebaran dan lama proses penampungan. Kontribusi pengaruh faktor lama proses penampungan menduduki tempat tertinggi

4 153 (55,94%), kedua adalah padat penebaran (28,02%), dan terakhir sintasan ikan (16,04%). Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha pascapanen lebih menginginkan ikan yang ditampungnya segera dapat dijual sehingga mengurangi pengeluaran untuk biaya pakan dan tenaga kerja selama penampungan. Hasil simulasi tingkat kritis faktor-faktor pascapanen menunjukkan bahwa usaha pascapanen akan mengalami tingkat kritis apabila padat penebaran lebih rendah dari 141,67 ekor / KJA, dan sintasan ikan lebih rendah dari 22,67%. Angka-angka ini dijadikan sebagai patokan bagi pengusaha pascapanen ikan kerapu macan untuk mengetahui secara dini mengenai keuntungan yang akan diperolehnya. 9.2 Kebijakan Pengembangan Program Pendukung Hasil analisis menggunakan AHP untuk kebijakan pendukung yang menurut para pakar perlu dikembangkan berturut-turut adalah penggunaan benih unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin (8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%), penerapan Good Aquaculture Practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar (8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%), dan perawatan KJA (7,8%) Penggunaan benih unggul Berdasarkan hasil analisis menggunakan metoda AHP yang mengumpulkan pendapat pakar diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan benih unggul merupakan unsur yang secara keseluruhan dianggap paling penting dalam memacu pengembangan industri budi daya perikanan kerapu di Indonesia. Perhatian terhadap penyediaan benih unggul akan memberikan implikasi terhadap perlunya memperbaiki kualitas induk, memperbaiki pemberian pakan benih, dan memberikan dampak terhadap perbaikan pada sektor budi daya maupun pascapanen. Dengan perkataan lain, kualitas benih merupakan kunci sukses pengembangan industri perikanan kerapu. Salah satu indikator yang berkaitan dengan mutu benih adalah tingkat sintasan yang dicapai selama pemeliharaan larva dan benih. Hasil analisis titik kritis menunjukan bahwa usaha pembenihan masih dianggap menguntungkan apabila tingkat sintasan benih lebih besar dari 2,36%. Perbaikan kualitas benih

5 154 dilakukan selain melalui perbaikan mutu induk, juga dilakukan melalui perbaikan jenis, mutu dan cara pemberian pakan, serta pemberian obat-obatan dan vitamin selama masa pemeliharaan larva. Kekurangan dalam pemberian pakan dan vitamin dapat mengakibatkan terjadinya abnormalitas (terbukanya penutup insang / operculum, atau bentuk tubuh bengkok) khususnya pada pembenihan skala rumah tangga. Untuk itu perlu penyuluhan dan pembinaan secara intensif terhadap pembenihan tersebut Pengembangan produksi pakan buatan Penyediaan pakan buatan merupakan unsur yang dianggap penting untuk dikembangkan dalam rangka mendukung sukses budi daya kerapu. Hal ini disebabkan karena pakan digunakan di semua subsistem produksi dari pembenihan hingga pascapanen. Selain itu faktor pakan sangat menentukan tingkat pertumbuhan serta sintasan benih atau ikan yang dipelihara, sehingga sangat menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku usaha. Berdasarkan hasil simulasi menggunakan model MAGRIPU, titik kritis harga pakan maksimal setiap ekor benih adalah Rp 4.584,-, dengan asumsi harga jual benih sebesar Rp 6.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa unsur pakan sangat dominan dalam memperoleh keuntungan dalam usaha pembenihan. Pada usaha pembesaran, titik kritis harga pakan adalah Rp ,- dengan asumsi harga jual ikan Rp ,-. Sedangkan titik kritis pakan untuk pascapanen adalah Rp ,- dengan asumsi harga jual ikan Rp ,-. Dalam kasus pascapanen, unsur biaya yang paling dominan adalah harga beli ikan yang mencapai Rp ,-. Pakan untuk pembenihan maupun pembesaran dapat berupa pakan alami dan pakan buatan. Dalam usaha pembenihan terutama untuk stadia larva, jenis pakan alami dibutuhkan berupa plankton (phytoplankton dan zooplankton) yang dikembangbiakkan sendiri hingga sista artemia yang diimpor. Untuk stadia benih yang lebih besar hingga ikan pada proses pembesaran digunakan pakan berupa ikan rucah atau pakan buatan (pellet). Kelemahan yang masih dihadapi dalam penyediaan pakan untuk budi daya kerapu adalah pakan larva berupa sista artemia masih didatangkan dari luar negeri dan belum berkembangnya industri pakan buatan khusus untuk ikan kerapu. Kebijakan yang perlu dilaksanakan oleh

6 155 pemerintah menyangkut penyediaan pakan adalah mendorong pengembangan industri pakan di dalam negeri baik untuk artemia maupun pakan pellet. Teknologi produksi artemia di dalam negeri sebenarnya telah dikuasai, namun industrinya belum berkembang. Proses produksi artemia membutuhkan lokasi yang perairan pantai yang bersih dan berkadar garam tinggi. Produksi artemia bisa juga dikombinasikan dengan tambak garam karena larva artemia yang merupakan filter feeder dapat berfungsi sebagai filter yang membersihkan garam yang diproduksi. Untuk mendorong produksi artemia di dalam negeri perlu dikembangkan pilot percontohan yang melibatkan lembaga penelitian dan universitas. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari produsen pakan, belum berkembangnya industri pakan buatan khusus untuk ikan kerapu di dalam negeri terutama disebabkan karena volume yang diperlukan oleh industri budi daya kerapu belum mencapai kapasitas yang menguntungkan bagi produsen. Selain itu, para pembudi daya ikan telah menggunakan pakan ikan kakap yang banyak beredar di pasaran, meskipun secara teknis tidak optimal bagi pertumbuhan ikan kerapu yang dipelihara. Untuk mendorong berkembangnya industri pakan kerapu diperlukan kebijakan antara lain penyediaan insentif bagi industri yang memanfaatkan hasilhasil penelitian lembaga litbang dan perguruan tinggi. Selain itu dapat pula dikembangkan skema subsidi bunga pinjaman dan atau penurunan tarif impor barang modal bagi produsen pakan yang memproduksi pakan ikan kerapu. Selain mengembangkan produksi pakan buatan, aspek lain yang perlu dikembangkan adalah penerapan budi daya yang berbasis trophic level, yaitu yang memperhatikan jenis ikan berdasarkan jenis makanan (herbivora, dertivora, omnivora, atau carnivora). Dengan mengkombinasikan jenis ikan dalam suatu wadah akan mampu memanfaatkan makanan secara maksimal dan produktivitasnya akan tinggi (Surawidjaja, 2006). Dalam kasus budi daya ikan kerapu, maka ikan yang bersifat carnivora ini dapat dikobinasikan dalam budi dayanya dengan jenis ikan lain sehingga terjadi sinergi dan pemanfaatan kolom air secara optimal Pengembangan induk unggul. Penyediaan induk unggul menjadi faktor penting dalam mendukung keberhasilan agroindustri kerapu budi daya, khususnya bagi industri pembenihan (hatchery). Induk ikan yang digunakan dalam pembenihan selama ini masih berasal dari hasil tangkapan di alam yang hanya diketahui karakteristik

7 156 morfologis dan daerah asalnya. Keunggulan biologisnya baru diketahui setelah induk tersebut dipijahkan (dikawinkan) dan menghasilkan keturunan, sehingga ada unsur trial and error. Di lapangan juga ditemukan kondisi di mana induk alam yang dijadikan pasangan berasal dari garis keturunan yang sama sehingga terjadi perkawinan seketurunan (inbreeding) yang menghasilkan keturunan yang abnormal. Untuk menciptakan induk unggul seyogyanya dilaksanakan program produksi induk yang terencana dengan baik sehingga induk yang dihasilkan benar-benar unggul dan mampu menghasilkan keturunan yang unggul pula. Proses produksi induk unggul tersebut dilakukan dengan mengumpulkan stok induk, menyilangkan induk tersebut dengan induk yang berasal dari perairan yang berbeda, kemudian menyeleksi keturunan yang dihasilkan untuk dipilih yang memiliki kriteria unggul (cepat tumbuh, tahan penyakit, dan bentuk morfologis normal). Keturunan pertama (F-1) ini kemudian dikawinkan dengan calon induk unggul dari garis keturunan yang berbeda untuk menghasilkan keturunan kedua (F-2), demikian seterusnya proses seleksi dilakukan sehingga diperoleh induk yang benar-benar unggul karena melalui pembiakkan terseleksi. Proses produksi induk unggul ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena satu generasi ikan kerapu membutuhkan waktu 3 hingga 4 tahun. Biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan (pakan, obat-obatan, listrik, air dan tenaga kerja) juga cukup besar sehingga akan menjadi beban berat apabila diserahkan kepada pembenihan untuk melaksanakannya. Memperhatikan hal tersebut di atas, maka program produksi induk unggul ini perlu disponsori oleh pemerintah dengan dimotori oleh unit-unit pembenihan milik pemerintah pusat yang ada di berbagai lokasi, dan didukung oleh lembaga litbang dari berbagai instansi pemerintah dalam suatu kerjasama jangka panjang. Opsi kedua untuk penyediaan induk unggul adalah dengan memperbaiki penyediaan induk dari penangkapan di alam. Pembenahan yang dapat dilakukan adalah melalui perlindungan (konservasi) terhadap perairan yang biasanya digunakan oleh ikan untuk memijah (spawning ground). Pada musim-musim tertentu, ikan kerapu akan berkumpul di perairan tertentu untuk melakukan pemijahan. Perairan tersebut mempunyai karakteristik fisik, kimia dan biologi yang sesuai untuk ikan kerapu melakukan pemijahan. Perlindungan perlu dilakukan dengan pelarangan penangkapan ikan pada perairan tertentu dan pada periode waktu tertentu melalui penerbitan peraturan pemerintah, memperkuat aturan adat/tradisi yang melarang penangkapan ikan di daerah tertentu, serta memfasilitasi penyediaan kawasan budi daya bagi nelayan/petani ikan.

8 Penggunaan obat-obatan dan vitamin Salah satu penyebab tingginya angka kematian larva pada pembenihan maupun pembesaran ikan kerapu adalah timbulnya penyakit. Penyebab timbulnya penyakit dikelompokkan dalam penyebab non hayati, yaitu rendahnya kualitas air, pakan yang kurang tepat dan kelainan genetik, serta penyebab hayati, yaitu virus, bakteri, protozoa, jamur, dan parasit (Kamiso 2002). Untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh faktor hayati, para petani ikan menggunakan obat-obatan atau cara-cara tradisional untuk mencegah atau mengobati ikan yang sakit. Cara yang paling sederhana dalam menghilangkan bibit penyakit pada tubuh bagian luar ikan ikan kerapu adalah dengan cara merendam ikan selama beberapa menit ke dalam larutan formalin atau iodium, atau merendam dalam air tawar. Cara yang lebih ideal untuk menjaga agar ikan tetap sehat adalah dengan menciptakan kekebalan tubuh pada ikan dengan menggunakan vaksin. Di beberapa negara maju seperti Jepang, vaksin untuk ikan telah diproduksi secara komersial. Melalui penelitian Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) Kementerian Riset dan Teknologi, telah dikembangkan vaksin vibriosis untuk ikan kerapu dan telah diujicobakan keefektifannya dalam mencegah penyakit. Kebijakan yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan pencegahan terhadap timbulnya penyakit pada industri budi daya kerapu, maka setiap pembenihan kerapu diwajibkan untuk memberikan vaksin terhadap benih sebelum diedarkan ke pasaran. Dengan cara ini maka pencegahan penyakit dapat dilakukan secara lebih efektif. Upaya ini perlu didukung oleh law enforcement sehingga menjadi gerakan nasional dalam menghadapi tuntutan pasar global yang sangat memperhatikan aspek keamanan pangan Penerapan prosedur operasi terstandar. Aspek aspek penggunaan benih bermutu, pengaturan padat tebar, perbaikan kualitas air, perawatan KJA, grading/seleksi ikan, sertifikasi benih dan penerapan GAP, dapat dikelompokkan menjadi aspek penerapan prosedur operasi terstandar. Pelaksanaan kegiatan operasional pembenihan, pembesaran, maupun pascapanen ikan kerapu oleh masyarakat pada umumnya belum menerapkan prosedur operasi secara ketat. Sebagai contoh, untuk mencegah timbulnya penyakit pada larva yang dipelihara di pembenihan, sebaiknya ruangan

9 158 untuk memelihara larva benar-benar steril sehingga tidak semua orang dapat masuk ke dalam ruangan tersebut tanpa melalui jalur sterilisasi terlebih dahulu. Selain itu, larva ikan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga kedisiplinan pegawai dalam memonitor dan menjaga kualitas air dalam bak larva perlu ditekankan. Dalam kegiatan operasional pembesaran dan pascapanen, kematian pada ikan dapat terjadi apabila lingkungan tempat hidup ikan tidak terjaga dengan baik. Bertumpuknya kotoran dan hewan air pada jaring dapat mengakibatkan penyumbatan pada mata jaring yang dapat mengganggu sirkulasi air dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian ikan karena kekurangan oksigen. Untuk itu perlu ditetapkan jangka waktu berapa lama jaring harus dibersihkan atau diganti untuk mencegah penumpukan. Demikian pula jadwal yang tetap untuk pemberian pakan perlu ditentukan sehingga menjamin keberhasilan kegiatn produksi. Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah dapat menginformasikan kepada masyarakat tentang prosedur operasi terstandar kegiatan pembenihan atau pembesaran melalui kerjasama dengan lembaga penelitian. Dari segi teknologi, perlu dikembangkan penelitian yang mengarah pada penciptaan sistem otomatisasi untuk memonitor kualitas air, otomatisasi pemberian pakan, dan peralatan yang dapat meningkatkan ketelitian dan presisi dalam kegiatan budi daya ikan kerapu. 9.3 Kebijakan Penciptaan Iklim Kondusif Selain kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan efisiensi teknis operasional, dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya diperlukan pula kebijakan yang bersifat non teknis yang mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi pengembangan agroindustri perikanan kerapu di masa yang akan datang Aspek perdagangan dan pemasaran Ditinjau dari aspek perdagangan, hal yang perlu diperhatikan adalah aspek pemilihan spesies kerapu yang menjadi spesialisasi Indonesia. Hal ini diperlukan mengingat bahwa spesies ikan kerapu yang diperdagangkan di pasaran Asia yang berasal dari kawasan Oceania (termasuk Australia) cukup beragam. Masing-masing negara memiliki spesialisasi spesies karena lingkungan ekologis yang berbeda. Sebagai contoh, Australia dengan great barrier reef nya

10 159 mempunyai spesialisasi pada jenis kerapu sunu. Indonesia sebenarnya memiliki spesialisasi pada kerapu tikus (Cromileptes altivelis) dan kerapu macan (Epinephelus striatus). Spesialisasi spesies ini perlu dikaji baik dari segi potensi sumbedayanya maupun dari prospek pasarnya. Dengan spesialisasi maka kegiatan penelitian dan pengembangan akan dapat dilakukan secara lebih terfokus. Mulai berkembangnya konsumsi ikan kerapu untuk sashimi di negara Jepang, merupakan salah satu pertanda baik bagi perkembangan permintaan pasar kerapu yang selama ini dikonsumsi dalam keadaan hidup. Untuk pembuatan sashimi tidak diperlukan kerapu hidup, sehingga pasar ikan kerapu dapat berkembang untuk kerapu yang diawetkan dalam es. Untuk mengantisipasi perkembangan ini maka diperlukan penelitian lebih lanjut tentang jenis-jenis kerapu dan persyaratan mutu yang harus dipenuhi sehingga Indonesia dapat memanfaatkan peluang pasar tersebut secara maksimal. Pengembangan produk unggulan perlu pula didukung oleh informasi yang akurat tentang preferensi masyarakat terhadap produk yang dihasilkan dan volume permintaan yang diinginkan. Melalui pengembangan informasi pasar, didukung oleh promosi di luar dan dalam negeri diharapkan akan mampu memacu peningkatan permintaan eskpor maupun di dalam negeri, yang pada gilirannya akan memacu peningkatan produksi kerapu melalui pembenihan dan budi daya serta industri pendukungnya. Aspek penting lain yang perlu diperhatikan dalam ekspor produk perikanan adalah adanya embargo dari negara importir, dengan menggunakan isue keamanan pangan dan kandungan bahan berbahaya. Untuk produk perikanan kerapu yang diperdagangkan dalam keadaan hidup perlu terus dijaga agar terhindar dari penggunaan bahan kimia dan obat-obatan yang dilarang. Untuk mengatasi penyakit sebaginya digunakan vaksin yang tidak memberikan efek kandungan zat berbahaya yang dipermasalahkan negara pengimpor Pengaturan kapasitas produksi agregat Ditinjau dari aspek produksi, hal yang perlu mendapat perhatian adalah masalah pengaturan kapasitas industri secara agregat. Harga jual kerapu hidup yang relatif mahal mengundang pada investor untuk memasuki bidang usaha ini tanpa mengetahui secara pasti berapa besar skala yang harus dikembangkan.

11 160 Kecenderungan terjadinya rush tersebut dapat mengakibatkan berlebihnya produksi, atau kelangkaan input produksi (benih) karena permintaan. Perlu kebijakan yang mengarahkan kapasitas produksi secara nasional untuk pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Penetapan kapasitas tersebut didasarkan pada proyeksi pasar yang akurat dan diterapkan untuk setiap spesies yang dibudidayakan berdasarkan masing-masing permintaan pasar. Perencanaan kapasitas dan spesialisasi jenis kerapu budi daya akan dapat menciptakan suatu industri perikanan kerapu nasional yang tangguh. Penelitian ini telah menyediakan piranti yang dapat digunakan untuk memperediksi kapasitas produksi optimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen untuk ikan kerapu macan melalui proses simulasi. Hasil simulasi menunjukkan bahwa apabila permintaan pasar kerapu macan di masa yang akan datang meningkat sesuai dengan kecenderungan (trend) saat ini, maka kapasitas produksi yang harus disediakan pada akhir 2008 adalah ekor ( 638 ton) kerpu macan hidup khusus untuk pasar Hong Kong. Dengan memperhitungkan angka mortalitas selama pembesaran dan pascapanen, maka jumlah benih yang harus disediakan adalah sebanyak ekor per tahun. Angka-angka prediksi ini dapat dihitung untuk jenis ikan lainnya dengan cara yang sama Pengembangan kawasan budi daya kerapu Untuk menghindarkan terjadinya pencemaran lingkungan perairan untuk budi daya perikanan oleh kegiatan lain yang menghasilkan limbah, diperlukan kebijakan yang mengatur tersedianya kawasan yang dikhususkan untuk budi daya kerapu. Kawasan tersebut perlu diobservasi kesesuaian fisiknya untuk budi daya kerapu dan diperhitungkan daya dukungnya untuk menampung sejumlah karamba jaring apung (KJA). Pengaturan jumlah KJA yang diperbolehkan pada suatu kawasan perlu ditetapkan untuk menghindarkan terjadinya kepadatan yang berlebih (over crowding) yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas perairan. Kepadatan yang berlebih akan berakibat lebih buruk pada perairan yang tidak mengalir seperti teluk, sebaliknya pada perairan selat kepadatan KJA dapat lebih tinggi karena lebih sering terjadi pergantian air karena adanya arus. Berdasarkan hasil simulasi dapat diprediksikan jumlah KJA yang harus tersedia untuk memasok kebutuhan tersebut. Khusus untuk memasok kebutuhan kerapu macan untuk pasaran Hong Kong harus tersedia unit KJA

12 161 pembesaran dan 532 unit KJA pascapanen yang berproduksi secara kontinyu. Unit-unit KJA ini membutuhkan kawasan budi daya dengan kondisi perairan yang baik dan memiliki akses yang baik untuk pemasarannya. Untuk mendorong pengembangan kawasan budi daya kerapu, pemerintah dapat mengembangkan model percontohan pengembangan kawasan bekerjasama dengan pemerinah daerah. Pengembangan kawasan budi daya dapat ditetapkan pada suatu perairan di bawah pengawasan sejenis otorita yang mengatur jumlah KJA yang diperbolehkan, monitoring kualitas air, penyediaan sarana dan prasarana produksi dan pemasaran hasil. Melalui pola ini maka risiko yang dihadapi oleh pembudidaya baik dari aspek teknis maupun aspek keamanan dapat diperkecil Pengembangan industri alat dan mesin produksi Kegiatan agroindustri kerapu budi daya baik pembenihan, pembesaran maupun usaha pascapanen membutuhkan peralatan dan mesin untuk mencapai produksi maksimal. Usaha pembenihan lebih banyak menggunakan peralatan dan mesin karena proses pemeliharaan ikan dan larva dilakukan dalam lingkungan buatan (bak) sehingga memerlukan alat bantu seperti pompa air, kompressor, pembangkit listrik, serta perlengkapan produksi seperti tanki sirkular dan sistem perpipaan. Salah satu aspek penting dalam instalasi pembenihan adalah pengelolaan kualitas air, sementara itu sumber air yang digunakan berupa air laut pada umumnya berkualitas rendah. Untuk itu sebaiknya unit pembenihan kerapu memiliki perlengkapan untuk resirkulasi air (water recirculation system) karena disamping dapat menjaga kualitas air juga menghindarkan masuknya bibit penyakit dari luar. Pada usaha pembesaran dan pascapanen, peralatan yang digunakan pada umumnya berupa KJA yang rata-rata masih terbuat dari kerangka kayu dan pelampung dari styrofoam atau drum plastik. Perlengkapan seperti ini memiliki daya tahan rendah sehingga harus sering diganti. Untuk memenuhi kebutuhan perlengkapan budi daya ini sebaiknya pemerintah mendorong pengembangan industri alat mesin budi daya melalui kerjasama antara lembaga litbang dan universitas dengan industri swasta.

8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN

8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN 145 8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN Agroindustri kerapu budi daya terdiri atas rangkaian kegiatan usaha yang saling bergantung satu dengan yang lainnya,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km 2 dan wilayah laut 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki potensi sumber

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN IPTEK PERIKANAN TAHUN ANGGARAN 2017 Pengadaan Pakan Ikan Tuna Sirip Kuning, Kerapu Sunu Dan Bandeng Pada Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN LAUT DAN PAYAU (BPBILP) LAMU KABUPATEN BOALEMO 1 Ipton Nabu, 2 Hasim, dan

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer) PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer) 1. PENDAHULUAN Kakap Putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu jenis ikan yang banyak disukai masyarakat dan mempunyai niali ekonomis yang tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 143 V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 1989-2008 Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui posisi daya saing Indonesia dan Thailand dalam mengekspor udang ketiga pasar utama akan dilakukan menggunakan

Lebih terperinci

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial 1. Mengidentifikasi potensi dan peran budidaya perairan 2. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA 419 Pendederan ikan beronang dengan ukuran tubuh benih... (Samuel Lante) ABSTRAK PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA Samuel Lante, Noor Bimo Adhiyudanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat penting dalam pembangunan nasional mengingat potensi perairan Indonesia yang sangat besar, terutama dalam penyediaan bahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Perikanan Lele Lahan Kering didapatkan kesimpulan, bahwa: 1. Penelitian ini telah menghasilkan

Lebih terperinci

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar SNI : 02-6730.3-2002 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar Prakata Standar produksi benih kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

Lebih terperinci

Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan. Lele Sangkuriang. (Lingkungan Bisnis)

Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan. Lele Sangkuriang. (Lingkungan Bisnis) Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan Lele Sangkuriang (Lingkungan Bisnis) Nama : Yogi Renditya NIM : 11.02.7920 Kelas : 11-D3MI-01 Abstrak Budi daya ikan lele bisa dibilang gampang-gampang susah, dikatakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 Undang- Undang Nomor 18 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN.  (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

Ganjar Adhy Wirawan 1 & Hany Handajani 2

Ganjar Adhy Wirawan 1 & Hany Handajani 2 PENINGKATAN PRODUKSI BENIH IKAN KERAPU MELALUI PERBAIKAN MANAJEMEN KUALITAS AIR DI KELOMPOK PEMBENIHAN IKAN MINA SEJAHTERA BUNGATAN KABUPATEN SITUBONDO Ganjar Adhy Wirawan 1 & Hany Handajani 2 1,2 Jurusan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Kondisi terkini budidaya ikan bandeng di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Septyan Andriyanto) KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Septyan Andriyanto Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pembangunan pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik, yang tercermin dalam peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA

EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA 869 Efisiensi penggunaan plankton untuk pembenihan... (Suko Ismi) EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA ABSTRAK Suko Ismi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan metabolisme di dalam tubuh, protein menyumbang paling besar kalori di dalam tubuh dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perikanan budidaya diyakini memiliki kemampuan untuk menciptakan peluang usaha guna mengurangi kemiskinan (pro-poor), menyerap tenaga kerja (pro-job) serta

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI

PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI Oleh : Tedi Koswara, SP., MM. I. PENDAHULUAN Dalam Peraturan Bupati Nomor 71

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 19 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Pemikiran utama yang melandasi perlunya penelitian ini adalah bahwa industri kerapu budi daya di Indonesia belum dapat berkembang dengan pesat, sedangkan potensi

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) Melalui berbagai media komunikasi pemerintah selalu menganjurkan kepada masyarakat untuk makan ikan. Tujuannya adalah untuk

Lebih terperinci

MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR

MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR BDI-L/3/3.2 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENGELOLAAN INDUK KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PENENTUAN PEMBERIAN PAKAN DAN UKURAN BENIH SAAT TEBAR PADA PEMBESARAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

PENENTUAN PEMBERIAN PAKAN DAN UKURAN BENIH SAAT TEBAR PADA PEMBESARAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) 739 Penentuan pemberian pakan dan ukuran benih... (Ketut Suwirya) PENENTUAN PEMBERIAN PAKAN DAN UKURAN BENIH SAAT TEBAR PADA PEMBESARAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DI KERAMBA JARING APUNG

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A14104079 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5799 EKONOMI. Usaha. Hortikultura. Pembiayaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 331) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA

DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA VII. DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA 7.1. Hasil Validasi Model Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak Hasil validasi model ekonometrika struktur,

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI Oleh : FAUZI PANDJI IRAWAN NPM.0624310041 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

KAJIAN LAPANG BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG IKAN NILA MANDIRI DI WADUK CIRATA DAN JATILUHUR

KAJIAN LAPANG BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG IKAN NILA MANDIRI DI WADUK CIRATA DAN JATILUHUR KAJIAN LAPANG BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG IKAN NILA MANDIRI DI WADUK CIRATA DAN JATILUHUR Estu Nugroho Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Sempur No. 1, Bogor 16154 E-mail: engroho@yahoo.com

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN I. PENDAHULUAN Saat ini budidaya ikan di waduk dengan menggunakan KJA memiliki prospek yang bagus untuk peningkatan produksi

Lebih terperinci

-2- yang optimal dengan tetap menjamin kelestarian Sumber Daya Ikan dan lingkungannya. Adapun pokok materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerint

-2- yang optimal dengan tetap menjamin kelestarian Sumber Daya Ikan dan lingkungannya. Adapun pokok materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerint TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PETERNAKAN. Ikan. Pembudidayaan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 166) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Maya Ekaningtyas dan Ardiansyah Abstrak: Ikan bandeng (Chanos chanos) adalah salah satu jenis ikan yang banyak di konsumsi oleh masyarakat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDIDAYA IKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan kerapu (Groupers) merupakan salah satu jenis ikan laut bernilai ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi tinggi dan telah dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha pembenihan ikan laut berkembang pesat dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan Kerapu

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1

Lebih terperinci

5 PENGEMBANGAN MODEL

5 PENGEMBANGAN MODEL 42 5 PENGEMBANGAN MODEL 5.1 Analisis Sistem Agroindustri Kerapu Budi Daya Sebagaimana dijelaskan pada bab metode penelitian, maka pengembangan model dinamis perencanaan dan pengelolaan agroindustri budi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan dapat dijadikan alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan dan memiliki prospek jangka panjang yang baik. Hal ini dikarenakan atas permintaan produk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN Disusun Oleh : Nama : Galih Manunggal Putra NIM : 11.12.5794 Kelas : 11-S1SI-06 Kelompok : H ABSTRAK Bisnis budidaya ikan konsumsi memang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan

Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan Draft Rekomendasi Kebijakan Sasaran: Perikanan Budidaya Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan Seri

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pola Tanam Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Phyton Pada Usaha Gudang Lele. Periode 1 Periode 2 Periode 3. Periode 4.

Lampiran 1. Pola Tanam Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Phyton Pada Usaha Gudang Lele. Periode 1 Periode 2 Periode 3. Periode 4. LAMPIRAN Lampiran 1. Pola Tanam Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Phyton Pada Usaha Gudang Lele Periode 1 Periode 2 Periode 3 Periode 4 Periode 5 Kolam Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 Bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi 1 Udang Galah Genjot Produksi Udang Galah Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi gaya rumah susun. Setiap 1 m² dapat diberi 30 bibit berukuran 1 cm. Hebatnya kelulusan hidup meningkat

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Serta Proyeksinya 5.1.1.1 Produksi Produksi rata - rata ubi kayu di sampai dengan tahun 2009 mencapai

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PROSES DAN INFRASTRUKTUR HATCHERY IKAN KERAPU (Epeinephelus, Cromileptes, dll) Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) IKAN KERAPU Ikan kerapu merupakan komoditas eksport yang bernilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

Pembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda

Pembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda Nikè:Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 215 Pembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda Mulis mulis.gorontalo@gmail.com Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, yang melaksanakan tugas operasional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, yang melaksanakan tugas operasional BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian BBIP Lamu, merupakan calon Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)/Instalasi Pembenihan dibawah pengawasan dan pengelolaan Dinas Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UKA 2014 PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI DAN PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA

KISI-KISI SOAL UKA 2014 PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI DAN PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA KISI-KISI SOAL UKA 2014 PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI DAN PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA Kompetensi Guru Profesional 1. Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung 2. Menguasai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang berprospek cerah. Udang termasuk komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang menempati urutan teratas dalam jumlah produksi yang dihasilkan. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP),

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar SNI : 01-6483.4-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Definisi... 1

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH SIRATU

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH SIRATU KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH SIRATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2016 TENTANG JAMINAN PERLINDUNGAN ATAS RISIKO KEPADA NELAYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN PETAMBAK GARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun Tabel 5. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun 3-8 VISI MISI TUJUAN SASARAN INDIKATOR SATUAN AWAL TARGET INDIKATOR 3 4 5 6 7 8 8 3 4 5 6 7 8 9 3 4 TERWUJUDNYA TEMANGGUNG

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. - 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan strategis dari Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. tujuan strategis dari Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu mengurangi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan tangkap dan budidaya berperan penting dalam pencapaian tujuan strategis dari Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu mengurangi tingkat kelaparan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lele salah satunya adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo

BAB I PENDAHULUAN. lele salah satunya adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hewan yang memiliki potensi budidaya yang menjanjikan di Indonesia. Berbagai macam ikan dapat dibudidayakan, terutama ikan air tawar yaitu

Lebih terperinci

CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN LAMPIRAN XXIX PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Kelautan 1. Pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi 56 Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (1), 56 60 (2010) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal

Lebih terperinci