BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
|
|
- Suparman Widjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim yang kaya akan potensi ikannya, sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan dan perairan. Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat penting dalam pembangunan nasional terutama dalam penyediaan bahan pangan hewani, penyediaan bahan baku untuk mendorong agroindustri, penyediaan lapangan kerja dan usaha, serta melestarikan sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup. Dilihat dari pasar luar negeri, banyak negara yang sangat menyukai produk perikanan asal Indonesia karena ikan Indonesia hidup di daerah yang beriklim tropis sehingga memiliki kandungan kolesterol yang rendah. Kualitas inilah yang membuat Indonesia memilki daya saing tinggi di pasar internasional. Sehingga sumber daya ikan yang unggul menjadi peluang yang sangat menjanjikan untuk menciptakan bisnis perikanan yang unggul. Tercatat tingkat konsumsi ikan nasional tahun 2011 mencapai 31,64 kg/kapita/tahun, di tahun 2012 mencapai 33,86 kg/kapita/tahun, di tahun 2013 rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional adalah 35 kg/kapita sedangkan tahun 2014 konsumsi ikan rata-rata mencapai 38 kg/kapita/tahun atau mengalami peningkatan rata-rata 8,5 persen dibandingkan konsumsi tahun Selama periode , rata-rata peningkatan konsumsi ikan per kapita sebesar 5,5 persen. Peningkatan konsumsi ikan didukung dengan adanya promosi produk dan Gerakan Makan Ikan di seluruh provinsi. Disisi lain, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, total produksi perikanan nasional pada tahun 2014 sudah mencapai 20 juta ton lebih.( Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014). Salah satu jenis ikan yang banyak diminati di pasar, baik nasional ataupun internasional adalah ikan Lele yang memiliki nama ilmiyah Clarias sp. Ikan berkumis keluarga catfish ini merupakan salah satu komoditas perikanan 1
2 unggulan di Indonesia, khususnya budidaya air tawar (freshwater aquaculture). Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) menyebutkan, 60% produksi perikanan yang memiliki pasar domestik sangat tinggi adalah perikanan air tawar yang termasuk didalamnya ikan Lele. Di pasar internasional, Lele juga sudah menjadi komoditas ikan air tawar yang mulai diekspor ke luar negeri. Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor ikan Lele diantaranya Taiwan dengan olahan Lele Surimi, Hongkong, Singapura, Belanda, Jepang, Prancis, yang rata-rata dengan olahan lele fillet dengan berat gr/ekor. (Agromaret, 2014). Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia sebagai penghasil perikanan yang cukup tinggi. Peningkatan jumlah produksi perikanan Jawa Barat yang terus meningkat ini merupakan suatu keunggulan tersendiri bagi Provinsi Jawa Barat yang berkontribusi bagi produksi perikanan nasional sehingga sejalan dengan Visi Kementrian Kelautan dan Perikanan yaitu Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar Tahun Ikan Lele merupakan salah satu ikan air tawar yang paling banyak dibudidayakan dan menduduki urutan ketiga (Tabel 1.1) setelah ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis nilotica). Jenis Ikan Tabel 1.1 Produksi Perikanan Budidaya Provinsi Jawa Barat (dalam ton) (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat) Tahun Rata-rata (%) Peningkatan (%) Jumlah , , , , ,47 13,13 12,41 Bandeng , , , , ,45 7,48 (8,29) Belanak 3.212, , , , ,83 (2,82) 2,40 Kakap 300,6 53,72 31,97 37,00 208,00 88,82 462,16 Kerapu 233,73 131,41 214,02 267,00 94,20 (5,22) (64,72) Mujair , , , ,75 18,75 8,49 Tawes 5.734, , , , ,18 10,25 22,60 Nila , , , ,54 16,93 (6,33) Mas , , , , ,18 4,18 5,96 Nilem , , , , ,56 9,91 12,33 2
3 Jenis Ikan Tabel 1.1 Produksi Perikanan Budidaya Provinsi Jawa Barat Tahun (lanjutan) Rata-rata % Peningkatan % Gurame , , , ,76 14,20 10,85 Patin , , , ,55 11,84 (1,82) Lele , , , , ,95 26,41 16,86 Sepat Siem 2.887, , , ,50 (0,66) (3,81) Tambakan 4.264, , , , ,81 1,36 1,74 Bawal , , , , ,47 2,77 (7,57) Belut 106,35 129,92 288,27 343, ,36 44,79 16,03 Lainnya , , , , ,88 (8,02) 30,99 Selama kurun waktu 5 tahun ( ), produksi Lele di provinsi Jawa Barat meningkat cukup signifikan dengan rata-rata pertumbuhan per tahun mencapai 26,60 %. Tahun 2012 produksinya mencapai ,37 ton, tahun 2013 produksinya meningkat menjadi ,89 ton, dan di tahun 2014 produksinya meningkat hingga 16,86 % menjadi ,95 ton. Secara nasional,dari 2010 hingga 2013 Jawa Barat menjadi provinsi dengan produksi ikan Lele paling tinggi (tabel 1.2), disusul oleh Jawa Timur, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta dan Sumatera Utara. Tabel 1.2 Produksi Ikan Lele Budidaya Nasional Tahun (dalam ton) (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya - Kementerian Kelautan dan Perikanan) Provinsi Tahun Rata-rata (%) (%) TOTAL ,95 23,17 Aceh ,36 (8,66) Sumatera Utara ,17 24,26 Sumatera Barat ,88 39,03 R i a u ,50 12,77 Kepulauan Riau ,09 0,51 J a m b i ,90 34,72 Sumatera Selatan ,56 1,62 Bangka Belitung ,30 (18,98) Bengkulu ,53 (8,46) 3
4 TON Tabel 1.2 Produksi Ikan Lele Budidaya Nasional Tahun (lanjutan) Provinsi Tahun Rata-rata % % Lampung ,58 (5,82) DKI Jakarta (2,29) (31,24) Banten ,49 16,15 Jawa Barat ,60 35,06 Jawa Tengah ,67 20,02 D.I. Yogyakarta ,73 15,49 Jawa Timur ,83 27,26 B a l i ,59 55,38 Nusa Tenggara Barat ,79 (40,00) Nusa Tenggara Timur ,82 40,66 Kalimantan Barat ,20 56,63 Kalimantan Tengah ,45 (35,10) Kalimantan Selatan ,43 76,35 Kalimantan Timur ,98 27,41 Sulawesi Utara Gorontalo ,22 301,46 Sulawesi Tengah ,63 (20,03) Sulawesi Barat ,28 72,38 Sulawesi Selatan ,83 32,64 Sulawesi Tenggara ,61 2,91 Maluku Utara Papua ,10 149,77 Papua Barat ,13 (45,93) Provinsi Produsen Utama Ikan Lele Nasional Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Sumatera Uatara Lele Gambar 1.1 Grafik Provinsi Produsen Utama Ikan Lele Nasional Tertinggi 4
5 Pengembangan industri hasil perikanan merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan nasional di sektor perindustrian. Industri pembudidayaan perikanan merupakan salah satu bagian dari agroindustri yang sangat berpeluang memiliki daya saing kuat dan bertahan dalam jangka waktu yang lama. Lebih dari itu, ikan lele adalah salah satu ikan budidaya air tawar yang diunggulkan untuk terus di kembangkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat. Setiap tahun Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat terus meningkatkan target produksi ikan lele karena melihat permintaan ikan Lele untuk Jawa Barat dan sekitarnya begitu tinggi. Untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek), kebutuhan ikan Lele setiap harinya mencapai 240 ton lele konsumsi ton di pasok dari wilayah Bogor Raya dan sisanya berasal dari luar Jabodetabek (Republika, 2014). Konsumen terbesar adalah warung tenda warteg sekitar %. Kebutuhan rata-rata per unit warung tenda di Jabodetabek berkisar 7-8 kg per hari. Menurut Warta Pasar Ikan Kementrian Kelutan dan Perikanan, di di tahun 2012 ada sekitar 15 ribu unit warung tenda di wilayah Jabodetabek, pasokan Lele untuk warung tenda bisa menembus 100 ton per hari dan itu belum bisa terpenuhi. Hasil SUSENAS (Survey Sosial Ekonomi Nasional) 2008 menunjukkan bahwa penyerapan ikan Lele masyarakat Indonesia mencapai ton dengan tingkat konsumsi rata-rata 0,67 kg / kapita. Kebutuhan lele akan terus meningkat seiring dengan tumbuhnya usaha pengolahan Lele, seperti Baso Lele, Kerupuk Lele, Abon Lele, dan Fillet Lele. Lele juga mulai dipasarkan dalam bentuk awetan, yaitu Lele asap. Untuk membuat produk olahan dibutuhkan Lele ukuran 1-2 ekor/kg, kecuali untuk fillet dibutuhkan Lele ukuran > 1 ekor/kg (biasanya untuk kepentingan ekspor). Sedangkan untuk Lele Asap dibutuhkan Lele ukuran 6-10 ekor/kg. (Warta Pasar Ikan, Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014). Budidaya ikan Lele ini juga mampu menggerakkan berbagai sektor usaha yang secara langsung berdampak pada perubahan ekonomi rakyat. Ribuan 5
6 masyarakat terlibat dalam kegiatan tersebut, mulai dari pembenihan, pembesaran, pabrik pakan, sektor transportasi, hingga pedagang, semua terlibat dalam kontinuitas sistem tersendiri. Keunggulan Lele ini menjadi berkah bagi petani, pengusaha, dan konsumen. Usaha pembudidayaan ikan lele terus berkembang, termasuk lahirnya inovasiinovasi baru untuk menghasilkan ikan yang lebih berkualitas dan mengubah citra ikan Lele bukan lagi sebagai budidaya ikan kelas bawah. Pembudidaya dan pengusaha Lele saat ini tidak hanya petani pedesaan atau pengusaha ikan skala kecil, tetapi telah menjadi komoditas yang dibudidayakan oleh pengusaha besar dengan modal yang tidak sedikit. Harga ikan lele memang cukup fluktuatif tetapi terus mengalami peningkat di pasaran. Tahun 2013 harga Lele di tingkat produsen (pembudidaya) ukuran konsumsi (8-12 ekor/kg) Rp ,00 Rp ,00 /kg naik menjadi ,00 Rp ,00 /kg tahun Di pertengahan tahun 2015 harga ikan Lele ditingkat petani sempat anjlok hingga Rp ,00 Rp ,00 yang kemudian kembali naik sampai kisaran Rp ,00. Di pasar swalayan/supermarket dan ditingkat eceran sudah diatas Rp ,00 /kg. (Majalah Trobos, 2015). Pasar yang sangat luas dan kebutuhan yang sangat besar serta dukungan dari berbagai pihak untuk terus meningkatkan produksi Lele merupakan peluang emas untuk mengembangkan usaha pembudidayaan ikan Lele. Jika melihat kebutuhan Lele dari wilayah Jabodetabek yang sangat tinggi begitu juga wilayah Yogyakarta dan sekitarnya maka Jabar Barat menjadi pilihan lokasi yang tepat untuk pengembangan budidaya ini. Saat ini pemasok ikan Lele untuk kedua daerah tersebut sebagian besar berasal dari kabupaten/kota di Jawa Barat. Hampir disetiap kabupaten/kota di Jawa Barat menghasilkan ikan lele. Tetapi, pembudidayaan ikan Lele masih didomonasi oleh daerah seperti Kab. Bogor, Kab. Indramayu, dan Kab. Cianjur, belum merata dengan jumlah produski yang seimbang disetiap kabupatennya (Tabel 1.3). 6
7 Tabel 1.3 Produksi Perikanan Budidaya Ikan Lele di Kabupaten / Kota Jawa Barat, 2014 (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat 2014) No Kabupaten/Kota Jumlah Produksi (ton) Persentase Tingkat Produksi (%) TOTAL ,95 100,00 1 Kab. Bogor ,46 2 Kab. Sukabumi ,23 3 Kab. Cianjur ,30 4 Kab. Bandung ,62 5 Kab. Garut ,20 6 Kab. Tasikmalaya ,08 7 Kab. Ciamis ,04 8 Kab. Kuningan ,84 9 Kab. Cirebon ,03 10 Kab. Majalengka ,67 11 Kab. Sumedang ,06 12 Kab. Indramayu ,61 13 Kab. Subang ,51 14 Kab. Purwakarta ,14 15 Kab. Karawang ,30 16 Kab. Bekasi ,55 17 Kab. Bandung Barat ,61 18 Kota Bogor ,33 19 Kota Sukabumi ,23 20 Kota Bandung ,68 21 Kota Cirebon ,03 22 Kota Bekasi ,37 23 Kota Depok ,31 24 Kota Cimahi ,10 25 Kota Tasikmalaya ,61 26 Kota Banjar ,06 Tidak seperti dominasi daerah pembudidayaan Lele, unit-unit pemasaran ikan ini justru banyak berada di Kabupaten Bandung dan Kota Bandung, ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Kabupaten Bandung untuk meningkatkan produksi perikanannya. Menurut data yang dipublikasikan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, di seluruh Jawa Barat ada unit pemasaran ikan yang terdiri dari pengumpul, pedagang besar, pengecer, restoran, catering, dan hotel (tabel 1.4). Kabupaten Bandung dan Kota Bandung menjadi wilayah dengan jumlah unit pemasar ikan paling tinggi. 7
8 No Kabupaten /Kota Tabel 1.4. Jumlah Unit Pemasaran Hasil Perikanan dan Jenis Pengolahan Jumlah Unit Pemasaran Ikan yang Utama, 2014 (data sementara) (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat) Pengumpul Jenis Pemasaran Ikan yang Utama Pedagang Besar Pengecer Restoran Catering Hotel Persentase Pasar (%) Jumlah ,00 1 Kab. Bogor ,34 2 Kab. Sukabumi ,93 3 Kab. Cianjur ,95 4 Kab. Bandung ,09 5 Kab. Garut ,71 6 Kab. Tasikmalaya ,41 7 Kab. Ciamis ,98 8 Kab. Kuningan ,25 9 Kab. Cirebon ,88 10 Kab. Majalengka ,16 11 Kab. Sumedang ,92 12 Kab. Indramayu ,48 13 Kab. Subang ,43 14 Kab. Purwakarta ,59 15 Kab. Karawang ,60 16 Kab. Bekasi ,36 Kab. Bandung 17 Barat ,00 18 Kota Bogor ,92 19 Kota Sukabumi ,83 20 Kota Bandung ,58 21 Kota Cirebon ,56 22 Kota Bekasi ,63 23 Kota Depok ,15 24 Kota Cimahi ,71 25 Kota Tasikmalaya ,30 26 Kota Banjar ,26 Dengan peluang pasar yang begitu besar dan luas ini, ternyata tidak dibarengi dengan tingkat produksi dan harga ikan yang bagus. Harga ikan Lele di tingkat petani masih sangat rendah sementara harga di tingkat konsumen sangat tinggi. Idealnya harga jual ditingkat petani adalah Rp ,- - Rp 8
9 16.000,-. Tidak jarang petani merugi atau keuntungan yang didapat tidak sebanding dengan yang diusahakan. Peluang pemasaran produk perikanan yang begitu besar seharusnya bisa mendongkrak Kabupaten Bandung untuk lebih meningkatkan produksi perikanannya, terutama ikan Lele yang menjadi produk ikan unggulan Provinsi Jawa Barat. Maka dari itu perlu dilakukan analisis kelayakan terhadap rencana pengembangan usaha pembudiayaan ikan lele ini agar dapat diketahui manfaat bersih yang akan diperoleh dan seberapa layak usaha ini untuk dijalankan jika dilihat dari aspek teknis dan finansial. Selain itu, perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat bagaimana pengaruh perubahan variabel yang terlibat dalam rencana usaha ini seperti perubahan harga bahan baku, perubahan jumlah permintaan dan lain sebagainya Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas terdapat beberapa permasalahan pokok yang akan ditinjau dalam penelitian ini, yaitu: a. Bagaimana kelayakan usaha pembudidayaan ikan lele di Kabupaten Bandung dilihat dari aspek pasar dan teknis pembudidayaan? b. Bagaimana kelayakan usaha pembudidayaan ikan lele di Kabupaten Bandung dilihat dari aspek finansial? c. Bagaimana tingkat sensitivitas dan resiko dalam usaha pembudidayaan ikan lele di Kabupaten Bandung terhadap perubahan harga bahan baku, kenaikan biaya opersional, kenaikan biaya investasi, penurunan jumlah permintaan, dan perubahan harga jual? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Menganalisis kelayakan usaha pembudidayaan ikan lele di Kabupaten Bandung dilihat dari aspek pasar dan teknis pembudidayaan. 9
10 b. Menganalisis kelayakan usaha pembudidayaan ikan lele di Kabupaten Bandung dilihat dari aspek finansial. c. Menganalisis tingkat sensitivitas dan resiko usaha pembudidayaan ikan lele di Kabupaten Bandung terhadap perubahan harga bahan baku, kenaikan biaya opersional, kenakan biaya investasi, penurunan jumlah permintaan, dan perubahan harga jual Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : a. Sebagai bahan masukan yang dapat dipertimbangkan dalam hal dasar pembuatan kebijakan perusahaan mengenai pengembangan usaha selanjutnya. b. Sebagai masukan dalam melakukan inovasi produk dan pemasaran yang lebih luas Batasan Masalah Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, serta untuk menjaga supaya tidak menyimpang dari segi tujuan penelitian yang telah ditetapkan, makadilakukan beberapa batasan. Adapun ruang lingkup penelitian ini berfokus pada usaha pembudidayaan ikan lele di Kabupaten Bandung dengan bahan penelitian serta analisis dari wilayah-wilayah yang ada di sekitar kabupaten Bandung. Selanjutnya pembahasan mengenai analisis kelayakan pengembangan usaha dilakukan dengan memepertimbangakan berbagai aspek yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek finansial dengan menggunakan metoda analisis usaha berupa NPV, IRR dan PBP serta analisis tingkat sensitivitas dan tingkat resiko. Observasi dilakukan di beberapa tempat pembudiayaan ikan lele untuk mengetahui kebutuhan investasi serta ke beberapa pedagang ikan lele di pasar yang ada di Kota Bandung untuk mengetahui permintaan pasar dan harga jual. Penelitian hanya fokus pada proses bisnis pembudiayaan ikan lele saja baik dari segi pasar, teknis, dan 10
11 finansial tanpa terlalu memperhatikan secara spesifik proses pembudidayaannya Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN Bagian ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, asumsi yng digunakan dalam penelitian, tujuan penilitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan penelitian. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan tentang teori, pendapat pakar, tulisan ilmiah, dan sejenisnya yang dibutuhkan untuk mendukung dan memberikan landasan/kerangka konsep berpikir yang kuat dan relevan dalam penelitian ini yaitu mengenai model-model pendekatan pengukuran analisis kelayakan usaha berupa tinjauan dari segi teknis maupun finansial. BAB III. METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan langkah-langkah penelitian secara keseluruhan dari mulai studi pendahuluan hingga ke kesimpulan hasil analisis. BAB IV. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bagian ini menjelaskan proses pengumpulan dan pengolahan data yang terkait dengan penelitian ini. BAB V. ANALISIS Ban ini menjelaskan analisis yang dilakukan terhadap data-data yang telah didapatkan serta usulan perbaikan yang diberikan. BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan dari penulisan penelitian dan saran sesuai dengan penelitian yang dilakukan. 11
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara
Lebih terperinciDAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009
ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciVIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN
185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Average Length of Stay (Day) Per Visit. Growth (%)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan perekonomian khususnya sektor jasa di Indonesia berlangsung sangat pesat. Salah satu sektor jasa yang menjadi andalan Indonesia adalah industri
Lebih terperinciTabel I.1 Luas Panen dan Jumlah Produksi Singkong Provinsi Jawa Barat Tahun
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan adalah kebutuhan primer yang harus terpenuhi. Salah satu kebutuhan pangan yang paling banyak di konsumsi adalah kebutuhan pokok beruapa karbohidrat.
Lebih terperinciPopulasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),
Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi
BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk
Lebih terperinciBPS PROVINSI SUMATERA SELATAN
BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet terpadat dan terbesar kelima dari delapan planet dalam tata surya yang digunakan sebagai tempat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan yang dikelilingi oleh perairan laut dan perairan tawar yang sangat luas, yaitu 5,8 juta km 2 atau meliputi sekitar
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas
Lebih terperinciURGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Cirebon, 22 Desember 2015 OUTLINE PEMBAHASAN 1 SIPD DALAM UU 23 TAHUN 2014 2 PERMENDAGRI 8/2014 TENTANG SIPD AMANAT UU 23 TAHUN 2014 Pasal 274: Perencanaan
Lebih terperinciBAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT
BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota oda perekonomian yang bergulir di Jawa Barat, selama tahun 2007 merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan Jabar.
Lebih terperinciBAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT
BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota eranan ekonomi wilayah kabupaten/kota terhadap perekonomian Jawa Barat setiap tahunnya dapat tergambarkan dari salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bencana banjir berdasarkan data perbandingan jumlah kejadian bencana di Indonesia sejak tahun 1815 2013 yang dipublikasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Konsumsi ikan segar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menetukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran
Lebih terperinciBAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah
5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang
56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas
Lebih terperinciPROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT
No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga
Lebih terperinciDATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017
DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017 I. REALISASI INVESTASI PMA & PMDN 1. Total Realisasi Investasi PMA dan PMDN berdasarkan Laporan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH
29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kaya akan sumberdaya alam yang dapat di gali untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu sumberdaya alam yang berpotensi yaitu sektor perikanan.
Lebih terperinciDIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014
TOTAL BAES01 JAWA BARAT 129,401,372,000.00 BELANJA PEGAWAI 100,974,521,000.00 BELANJA BARANG OPERASIONAL 8,203,990,000.00 BELANJA BARANG NON OPERASIONAL 2,838,361,000.00 BELANJA MODAL 17,384,500,000.00
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Provinsi Jawa Barat Kabupaten dan kota provinsi Jawa Barat berjumlah 26 kabupaten/kota yang terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota dengan 625 kecamatan dan 5.877 desa/kelurahan. Jawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Otonomi daerah
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017
No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur
Lebih terperinciRILIS HASIL AWAL PSPK2011
RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya beli masyarakat berkaitan erat dengan pendapatan perkapita, Sedangkan pendapatan perkapita dipengaruhi oleh penyediaan lapangan kerja dan distribusi pendapatan
Lebih terperinciRUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN
Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan
Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kelemahan strategi pembangunan ekonomi di masa lalu dan krisis ekonomi yang berkepanjangan, telah menimbulkan berbagai persoalan yang
Lebih terperinciBIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN DAERAH-DAERAH TERTENTU PADA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : 17/PERMEN-KP/2015 TENTANG : KRITERIA DAN/ATAU PERSYARATAN PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA
Lebih terperinciMENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2015 TENTANG KRITERIA DAN/ATAU PERSYARATAN PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan gaya hidup dan tatanan dalam masyarakat saat kini ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi yang memacu perkembangan
Lebih terperinciBab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan
122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)
Lebih terperincirovinsi alam ngka 2011
Buku Statistik P D A rovinsi alam ngka 2011 Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan 2012 1 2 DAFTAR ISI Daftar Isi... i Statistilk Provinsi Dalam Angka Provinsi Aceh... 1
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia
41 V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT 5.1. Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Dunia 5.1.1. Produksi Rumput Laut Dunia Indonesia dengan potensi rumput laut yang sangat besar berpeluang menjadi salah
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN PANAS BUMI TAHUN ANGGARAN 2006, TAHUN
Lebih terperinciINFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012
INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012 Berikut Informasi Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang telah dikeluarkan masing-masing Regional atau Kabupaten
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014
BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 46/08/32/Th. XVII, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 TAHUN 2014, PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 253.296 TON, CABAI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang
Lebih terperinciV. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA
59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Alokasi. Dana. SDA. Pertambangan. Panas Bumi. TA 2012. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PMK.07/2012 TENTANG PERKIRAAN
Lebih terperinciManajemen Pemasaran Produk Perikanan (Benih Ikan dan Ikan Konsumsi) TIM PPM Universitas Negeri Yogyakarta
Manajemen Pemasaran Produk Perikanan (Benih Ikan dan Ikan Konsumsi) oleh TIM PPM Universitas Negeri Yogyakarta Peluang Pemasaran Lele dan Patin Pasar Dalam Negeri Permintaan lele untuk dua pasar di DKI
Lebih terperinci2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA
Lebih terperinciSumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012)
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu sektor penting yang bisa menunjang pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, mendorong pemerataan pembangunan nasional dan mempercepat
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas sekitar enam juta mil persegi, 2/3 diantaranya berupa laut, dan 1/3 wilayahnya berupa daratan. Negara
Lebih terperinciBAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH
Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 3, Desember 2014: 187-191 ISSN : 2355-6226 BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH Yonvitner Departemen Manajemen
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 30/05/Th. XIX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP
KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sektor perekonomian yang sedang mendapat perhatian dari pemerintah pada saat ini adalah sektor perindustrian. Untuk dapat meningkatkan sektor perindustrian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah Indonesia yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali
Lebih terperinciI-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasokan ikan nasional saat ini sebagian besar berasal dari hasil penangkapan ikan di laut, namun pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap disejumlah negara dan perairan
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN
BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perikanan budidaya diyakini memiliki kemampuan untuk menciptakan peluang usaha guna mengurangi kemiskinan (pro-poor), menyerap tenaga kerja (pro-job) serta
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
Lebih terperinciKEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 211 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 DEPARTEMEN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 SEMULA SETELAH 1 IKHTISAR
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT
BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN
No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Lebih terperinciSURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017
SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.6-/21 DS264-891-4155-6432 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM, KONDISI FISKAL, KEMISKINAN, DAN KETAHANAN PANGAN DI JAWA BARAT
V. GAMBARAN UMUM, KONDISI FISKAL, KEMISKINAN, DAN KETAHANAN PANGAN DI JAWA BARAT 5.1. Kondisi Wilayah Provinsi Jawa Barat Jawa Barat merupakan provinsi yang dibentuk pertama kali di wilayah Indonesia (staatblad
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia adalah komoditas kopi. Disamping memiliki peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan
Lebih terperinciJumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun
Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997
Lebih terperinci2
2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini adalah hasil dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin pesat. Hal ini dapat
Lebih terperinciPEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015
BPS PROVINSI JAWA BARAT INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 38/07/32/Th. XVIII, 1 Juli 2016 Pembangunan manusia di Jawa Barat pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)
I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk melakukan kegiatan ekonomi di dalamnya. Kota Bandung juga memiliki jumlah penduduk yang banyak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan
Lebih terperinciBPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/05/18/Th. VIII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung April 2014 untuk masing-masing sub sektor tercatat sebesar
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan merupakan bagian integral dari
Lebih terperinciSistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan
Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Iin Solihin 1, Sugeng Hari Wisudo 1, Joko Susanto 2 1 Departemen
Lebih terperinci