PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN"

Transkripsi

1 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN Partisipasi masyarakat dalam program agropolitan ditentukan oleh karakteristik responden. Bab ini membahas karakteristik partisipan yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini. Karakteristik partisipan yang di ukur adalah tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan umur. Responden terebut mewakili masyarakat yang diteliti tingkat partisipasi dalam program keseluruhan. Bab ini juga menggambarkan sejauh mana partisipasi masyarakat melalui tangga partisipasi Arnstein (1969) dalam program agropolitan ditahun di Desa Karacak baik secara keseluruhan, tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program. Tentunya partisipasi tersebut dapat dilihat sebagi bentuk partisipasi masyarakat sehingga dijelaskan pula bentuk partisipasi disetiap tahapan program. Karakteristik Partisipan Program agropolitan sebagian besar berkaitan dengan pertanian sehingga dalam pelaksanaannya, sasaran utama program adalah petani. Menurut Ariyani (2007) program pembangunan akan keberlanjutan jika masyarakatnya berpartisipasi melalui kelembagaan yang terdapat dimasyarakat. Berdasarkan prinsip tersebut, program agropolitan diimplementasikan melalui kelembagaan petani yaitu kelompok tani. Secara keseluruhan karakteristik partisipan program dilihat dari pengetahuan terhadap program, umur partisipan, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Umur Kondisi umur anggota kelompok tani di Desa Karacak sebagian merupakan kaum dewasa yang berada diatas 18 tahun. Hal ini bisa disebabkan karena minat anak muda dibidang pertanian khususnya di Desa Karacak masih rendah. Mayoritas merupakan petani laki-laki yang bekerja di sawah atau kebun. Peran koordinasi dengan Ketua Gapoktan maupun ketua POSKO juga di dominasi oleh petani laki-laki. Profesi sebagai petani diminati oleh kalangan laki-laki yang berumur lebih dari 50 tahun. Berhubung mekanisme program agropolitan disalurkan melalui kelompok tani maka penerima program agropolitan didominasi oleh anggota kelompok tani. Serupa dengan hal tersebut pada Gambar 6 menunjukan bahwa sasaran program agropolitan yang berusia dewasa lanjut (berumur 50 tahun ke atas) sebanyak 50%, mereka kebanyakan merupakan pensiunan yang memiliki lahan yang luas sehingga masih bertahan sebagai petani dengan menggarap lahan pribadi sesuai dengan penyataan bapak SMD berikut: Saya itu neng umurnya udah tujupuluan, dulu sih pensiunan PLN tapi sekarang udah nggak kerja. Nah, berhubung masih punya sawah ya kesawah aja sambil nanem-nanem padi kan lumayan daripada dirumah nggak ngapa-ngapain terus ada tawaran gabung ke kelompok tani, ikutan agropolitan, nah ya udah tuh, saya ikut aja. SMD.

2 66 Berbeda dengan alasan tersebut terdapat 43.3% penerima program merupakan anggota yang tergolong dewasa madya yang berumur tahun. Mayoritas dari mereka menjadikan aktivitas pertanian sebagai aktivitas sehari-hari. Sisanya sebesar 6.7% penerima program merupakan anggota kelompok tani yang tergolong dewasa dini yang berumur (Gambar 15). 6,7% 50% 43,3% Dewasa Dini Dewasa Madya Dewasa Lanjut Gambar 15 Persentase umur penerima program agropolitan Hal ini berimplikasi pada keberlanjutan program agropolitan, mengingat banyaknya golongan tua yang berpartisipasi maka regenerasi program sangat kurang. Pelaksanaan program juga menjadi terhambat akibat keterbatasan mobilitas karena kondisi kesehatan anggota. Selain itu terdapat kesulitan ketika pengajuan program, biasanya program agropolitan ini diajukan ke pemerintah kabupaten kemudian disetujui dan dilaksanakan. Seringkali ketika dana akan dibagikan ternyata nama anggota kelompok tani yang tertera pada proposal pengajuan telah meninggal. Jenis Pekerjaan Sebagian besar jenis pekerjaan penerima program merupakan petani yaitu sebanyak 60% (Gambar 16). Seperti yang telah dibahas sebelumnya, sasaran program agropolitan merupakan petani, terutama yang telah bergabung dikelompok tani. Sasaran agropolitan sendiri sebenarnya merupakan masyarakat luas, namun berhubung terdapat mekanisme pengajuan program hanya bisa dilakukan oleh kelompok tani maka mayoritas penerima program merupakan petani. Sisanya sebanyak 13% bekerja sebagai wiraswasta. Mereka merupakan anggota kelompok tani yang memiliki lahan pertanian untuk dikerjakan, namun hanya pada saat libur/mengisi waktu senggang. Motif keterlibatan mereka dalam kelompok tani agar mendapat kemudahan mendapatkan bantuan asiltan serta informasi teknologi pertanian. Mengingat program agropolitan juga banyak berhubungan dengan aparat desa, maka terdapat 3% aparat desa yang juga bertani dan menjadi anggota kelompok tani. Sisanya sebanyak 17% merupakan anggota kelompok tani yang sudah pensiun atau bekerja sebagai buruh bangunan di Desa Karacak. Golongan kelompok ini biasanya memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani dan kemudian bergabung menjadi kelompok tani.

3 67 3% 17% 13% 7% 60% Petani Buruh Tani Wiraswasta Aparat Desa Lainnya Gambar 16 Persentase jenis pekerjaan penerima program agropolitan Keadaan tersebut menunjukan bahwa penyaluran program agropolitan untuk meningkatkan pendapatan petani telah tepat sasaran yaitu ditujukan kepada anggota kelompok tani. Namun kelemahannya, jika melihat bahwa agropolitan merupakan program pengembangan kawasan yang harus didukung oleh banyak pihak termasuk semua elemen masyarakat, maka program agropolitan perlu merangkul kembali elemen masyarakat terutama pedagang/wirausaha agar bermitra dengan petani. Tingkat Pendidikan Sebagian besar, yaitu sekitar 60% responden dari kelompok tani, hanya mampu mengenyam pendidikan sekolah dasar (SD) sedangkan 27% petani mampu bersekolah sampai tingkat SMP (Gambar 17). Namun beberapa kelompok tani juga telah menempuh pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi sebanyak 3% dan sisanya yaitu 10% telah menempuh pendidikan hingga SMA. Kondisi tersebut sebanding dengan tingkat pendidikan masyarakat Desa Karacak. Rendahnya tingkat pendidikan tersebut disebabkan karena akses dan ketersediaan sekolah menengah maupun sekolah menengah atas masih kurang. Melihat data umur responden merupakan golongan tua, sebagian besar yang terhitung sebagai murid sekolah rakyat (pada zaman dahulu tingkatan SD masih setara dengan sekolah rakyat). Keadaan tersebut berimplikasi pada rendahnya kemampuan membaca dan menulis anggota kelompok tani sehingga seringkali ketika membuat proposal pengajuan program hanya dilaksanakan oleh Ketua Gapoktan-nya saja sesuai dengan pernyataan bapak NL sebagai berikut: Anggota Gapoktan jarang yang bisa bikin proposal, boro-boro bikin. Baca aja kadang nggak bisa. Biasanya kita tinggal tanda tangan di proposal sama nerima bantuan dananya aja. Ya, gitulah neng namanya juga program pemerintah kan ya? NL Rendahnya pengetahuan tersebut juga menyebabkan kesulitan dalam menyerap materi melalui modul yang diberikan pada saat pelatihan budidaya yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian. Akibatnya pada saat pelatihan, penyuluh lebih sering menggunakan metode lain yaitu langsung mempraktekan materi daripada menjelaskannya melalui tulisan.

4 68 3% 10% 27% 60% SD SMP SMA Perguruan Tinggi Gambar 17 Persentase tingkat pendidikan penerima program Data diatas menggambarkan responden sesuai dengan karakteristik populasi masyarakat Desa Karacak yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa teknik pengambilan sampel yang digunakan sudah mewakili keadaan responden untuk variabel umur, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Tingkatan Partisipasi Masyarakat Tingkat partisipasi digunakan untuk melihat sejauhmana keterlibatan masyarakat dalam program agropolitan dari perencanaan di tahun 2004, pelaksanaan, dan evaluasi di tahun Banyak program yang terintegrasi dalam program agropolitan Kabupaten Bogor, namun program yang dibahas dalam penelitian kali ini adalah program yang diimplementasikan pada masyarakat Desa Karacak yaitu: Program Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM), Program pengembangan budidaya, Program Pengembangan Permodalan dan Program Peningkatan Fasilitas Infrastruktur. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan Tingkat partisipasi adalah derajat keikutsertaan anggota dalam semua tahapan kegiatan sesuai dengan gradasi derajat wewenang dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Adapun kedelapan tingkatan partisipasi tersebut yaitu tahap manipulasi, terapi, pemberitahuan, konsultasi, penenangan, kemitraan, pendelegasian kekuasaan, dan kontrol masyarakat kemudian diringkas menjadi citizen power, tokenisme dan nonpartisipasi (Arnstein 1969). Masa perencanaan diisi dengan sosialisasi dengan mengundang masyarakat khususnya kelompok tani melalui lokakarya agropolitan tingkat desa dengan fasilitas dari POKJA agropolitan sedangkan masa pelaksanaan diisi dengan program pengembangan kawasan, lalu masa evaluasi dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan yang mengukur keberhasilan program agropolitan. Dalam tahapannya keseluruhan program tentunya memerlukan partisipasi masyarakat. Secara keseluruhan partisipasi masyarakat masih berada di tingkat tokenisme seperti yang diperlihatkan pada Tabel 12 berikut.

5 69 Tabel 12 Jumlah dan presentase tingkat partisipsi masyarakat dalam program agropolitan Tahap Pelaksanaan Non Partisipasi Tingkatan Partisipasi Masyarakat % Tokenisme % Citizen Power % Keseluruhan Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Total Tabel 12 menjelaskan jumlah dan persentase partisipasi masyarakat dalam keseluruhan program, yang juga digambarkan pada setiap tahapan program mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Secara keseluruhan program tingkatan partisipasi masyarakat mayoritas berada pada tingkat tokenisme sebanyak 53.3%. Penjelasan secara lengkap dapat dijelaskan dengan penjelasan pada tiap tahapan sebagai berikut: Partisipasi masyarakat dalam keseluruhan program agropolitan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program agropolitan dapat dilihat pada Gambar % 6.7% 40.0% Gambar 18 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program agropolitan Gambar 18 menunjukan sebaran partisipasi responden berdasarkan tiga penggolongan partisipasi. Secara keseluruhan tingkatan partisipasi masyarakat berada di tingkat citizen power sebanyak 6.7% sedangkan 40% responden berada di tingkat non partisipasi, sementara sebagian responden berada di tingkat partisipasi tokenisme yaitu sebanyak 53.3%. Gambar tersebut menunjukan bahwa tingkat partisipasi masyarakat pada program agropolitan tahun di Desa Karacak masih kurang, secara keseluruhan partisipasi masyarakat sebagian masyarakat masih berada pada derajat partisipasi tokenisme. Hal ini didukung dengan fakta bahwa dalam setiap pelaksanaan tahapan program agropolitan, sebagian masyarakat cenderung hanya memberikan pendapat dan masukan dalam program agropolitan di Desa Karacak periode , namun pengambilan

6 70 keputusan tentang bagaimana proses pelaksanaannya masih berada pada pihak yang memiliki program tersebut yaitu dinas dinas yang terkait. Saat pelaksanaan program, fungsi pengaturan biasanya di dominasi oleh Ketua Gapoktan sedangkan anggota Gapoktan hanya melaksanakan perintah yang di sarankan oleh Ketua Gapoktan. Namun terdapat 6.7% orang yang memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan program agropolitan yang ternyata merupakan Ketua POSKO agropolitan Desa Karacak. Sebanding dengan pemaparan bapak MDR yang menjelaskan bahwa sebagian masyarakat khususnya anggota Gapoktan turut hadir dalam pertemuan pada saat tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan evaluasi: Kalau program agropolitan mah, dulu sering ada pertemuannya di rumah ketuanya. Dari mulai ngrencanain programnya gimana terus masyarakat nanti ngapain aja, kalau ada kesempatan ngasi pendapat ya kadang saya ikut ngasih saran ke dinas. Kita mah cuma nerima aja kalau ada program agropolitan dari pemerintah. MDR. Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Perencanaan Perencanaan agropolitan merupakan upaya pengenalan awal program dengan masyarakat, diawali dari sosialisasi di tingkat kabupaten kemudian bersama pemerintah Desa Karacak melaksanakan sosialisasi di tingkat desa melalui lokakarya yang mengundang elemen masyarakat seperti kelompok tani. Output dari sosialisasi di tingkat desa adalah program yang akan diimplementasikan dalam pelaksanaan program agropolitan tahun Sosialisasi ini penting sebagai langkah awal karena pengembangan agropolitan melibatkan banyak pihak dan kepentingan. Menurut Uphoff (1977) tahap perencanaan, ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan perencanaan program pembangunan yang akan dilaksanakan di desa, serta menyusun rencana kerjanya. Tingkat Partisipasi masyarakat pada perencanaan dapat dilihat dari Gambar % 26.7% 63.3% Gambar 19 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam perencanaan program agropolitan Pada tahap perencanaan program agropolitan dapat terlihat bahwa derajat partisipasi masyarakat yang dominan berada di tingkat non partisipasi yaitu sebanyak 63.3% sedangkan sebanyak 26.7% masyarakat berada di tingkat tokenisme sisanya yaitu 10% berada di tingkat citizen power. Ini menunjukan bahwa masyarakat yang dilibatkan dalam perencanaan masih cenderung kurang. Masyarakat hanya menerima informasi perencanaan Desa Karacak menjadi

7 71 wilayah agropolitan namun sebagian besar konsep baik berupa tata ruang maupun program kegiatan yang akan dilaksanakan ditentukan oleh dinas yang berwenang. Masyarakat yang berpartisipasi dalam perencanaan hanya sebatas memberikan saran, keputusan tentang pembangunan awal agropolitan masih menjadi wewenang dinas. Keadaan tersebut diperkuat dengan pernyataan dari bapak BKR bahwa dalam perencanaan hanya beberapa orang yang diundang dan mayoritas merupakan anggota kelompok tani: Agropolitan mah dulu nggak terkenal, kita taunya udah ada plang agropolitan. Kalau enggak salah dulu tahun dua ribu limaan ada rapat dikantor desa dari dinas, ngumumin kalo ada program agropolitan di desa Karacak. Kalo bapak karena kelompok tani ya ikut diundang. Nah, pas dateng baru tau kalau ada program namanya agropolitan BKR. Perencanaan program agropolitan yang berada di tingkat masyarakat biasanya meliputi sub program yang diusulkan dengan pengajuan dana melalui proposal. Tingkat pendidikan yang rendah ditambah pengetahuan tentang pembuatan proposal pengajuan program yang kurang menyebabkan keterlibatan anggota kelompok tani dalam pengajuan program melalui proposal sangat rendah. Pembuatan proposal biasanya dilakukan oleh ketua kelompok tani, masalah program yang ingin diajukan didiskusikan kembali melalui rapat angota kelompok tani seminggu sekali seperti dituturkan oleh ketua kelompok tani Bangun Tani yaitu bapak AMR sebagai berikut: Sesudahnya berjalan agropolitan, penyuluh sering ngasih arahan program, minta usulan kira-kira petani perlu program apa. Kelompok tani disurung ngajuin dana ke Dinas Pertanian tapi pake proposal, karena yang lainnya nggak bisa bikinnya paling juga saya yang ngrumusin dananya sama bikin proposalnya baru nanti didiskusiin lagi sama anggota AMR. Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Pelaksanaan Secara garis besar seluruh program yang termasuk di kawasan agropolitan merupakan program agropolitan. Tahap pelaksanaan program agropolitan terbagi menjadi 4 program besar yaitu: program pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM), program pengembangan budidaya, program pengembangan permodalan, dan program peningkatan fasilitas infrastruktur. Menurut Uphoff (1977) Partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan merupakan keikutsertaan baik dalam bentuk merupakan keterlibatan masyarakat secara keseluruhan dalam melaksanakan rencana program yang telah disepakati. Tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan dapat dilihat pada Gambar % 26.7% 66.6% Gambar 20 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam evaluasi program agropolitan

8 72 Derajat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan sebagian besar berada pada tingkat tokenisme dengan persentase sebesar 66.7% namun masih ada masyarakat yang berada di tingkat non partisipasi sebesar 26.7%. Hasil tersebut menunjukan bahwa masyarakat masih belum mampu menjadi salah satu pihak yang mengambil keputusan untuk menentukan program pengembangan kawasan agropolitan bersama dengan dinas, hanya 6.7% masyarakat yang memiliki wewenang bersama dengan dinas untuk menentukan langkah atau program yang diperlukan dalam pembangunan kawasan agropolitan. Sesuai dengan pernyataan bapak PDL berikut: Kalau mau ngajuin program agropolitan biasanya yang bikin proposalnya ketua gapoktan. Jadi kita diundang rapat dulu, diskusi masalah program PDL. Secara rinci, pada masing-masing program terdapat perbedaan tingkat partisipasi masyarakat. Dalam pelaksanaan program pengembangan SDM, tingkat partisipasi masyarakat dapat dilihat pada Gambar % 16.7% 63.3% Gambar 21 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program pengembangan SDM Gambar 21 memperlihatkan derajat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan. Program pengembangan sumberdaya manusia mendapatkan dukungan dari keikutsertaan masyarakat dengan derajat partisipasi tokenisme sebanyak 63.3% sedangkan 20% masyarakat berada pada tingkat partisipasi tertinggi yaitu citizen power, namun masih ada juga masyarakat yang belum berpartisipasi yaitu sebesar 16.7%. Masyarakat pada program ini hanya sebagai pihak yang difasilitasi oleh dinas baik berupa materi pelatihan, waktu dan tempat pelatihan serta materi pelatihan. Masyarakat sendiri hanya memiliki wewenang untuk mengusulkan jenis pelatihannya, namun yang menentukan tetap pihak dinas. Strategi mengembangkan kawasan agropolitan sebagai kawasan dengan produktifitas budidaya pertanian yang unggul menyebabkan diperlukannya program pengembangan budidaya terutama komoditi unggulan daerah agropolitan. Desa Karacak merupakan penghasil manggis kualitas unggulan sehingga buah manggis ini dijadikan sebagai komoditi unggulan agropolitan desa tersebut. Hal tersebut menjadi alasan program pengembangan budidaya manggis perlu dilaksanakan. Tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan budidaya dilihat pada Gambar 22.

9 % 10.0% 63.3% Gambar 22 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program pengembangan Budidaya Gambar 22 memperlihatkan derajat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan budidaya program agropolitan tahun Hasilnya sebanyak 63.3% masyarakat berada di tingkat partisipasi tokenisme, namun pada program pengembangan budidaya ini derajat partisipasi masyarakat di tingkat citizen power lebih besar di bandingkan dengan program pengembangan sumber daya manusia yaitu sebesar 26.7%. Sebagian besar program pengembangan budidaya merupakan bantuan berupa input produksi pertanian seperti pupuk, pestisida, dan bibit tanaman seperti manggis, jagung dan padi. Biasanya setelah bantuan tersebut sampai ke masyarakat dibarengi dengan pelatihan budidaya. Bantuan tersebut disalurkan melalui ketua kelompok tani yang kemudian disalurkan kepada masyarakat maupun anggota kelompok tani. Namun masih terdapat 10% masyarakat yang tidak mendapatkan akses bantuan dan program pengembangan budidaya. Terkait dengan program pengembangan budidaya bapak SHT menjelaskan sebagai berikut: Sebenernya banyak bantuan dari pemerintah, ada bibit manggis, benih, pupuk ama pestisida. Tahun lalu juga ada bantuan traktor sama senso tapi ya gitu, kadang nggak semua anggota kelompok tani atau masyarakat sini tau ada bantuan SHT. Permasalahan permodalan merupakan salah satu permasalahan yang sering dirasakan oleh kelompok tani dalam pengusahaan budidaya pertaniannya. Seringkali karena hal tersebut terjadi ketergantungan terhadap tengkulak. Sistemnya mereka meminjam uang dengan imbalan buah yang belum panen. Mengingat urgensi tersebut maka program pengembangan permodalan diperlukan dalam program agropolitan. Tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan permodalan dapat dilihat pada Gambar 23.

10 % 40.0% 50.0% Gambar 23 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program pengembangan permodalan Gambar 23 menunjukan derajat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pengembangan permodalan. Tabel tersebut menunjukan bahwa sebagian masyarakat atau 50% masyarakat berada pada derajat partisipasi tokenisme, sedangkan 40% masyarakat masih belum terlibat, jikalau hadir dalam program mereka tidak mampu berpendapat dan digolongkan dalam derajat partisipasi nonpartisipasi. Sedangkan masyarakat yang berpartisipasi di tingkat citizen power hanya sebesar 10 %. Masyarakat seringkali hanya mendapatkan informasi bahwa ada pinjaman dari pemerintah melalui kelompok tani, namun jarang ada masyarakat yang meminjam, mereka hanya sekedar mengetahui dan memberikan pendapat bagaimana modal tersebut dapat didistribusikan kepada masyarakat. Namun yang menentukan jumlah dana dan sistem pembagian dana yang akan dilaksanakan tergantung dari aturan pemerintah. Sebagaimana diutarakan oleh bapak KM sebagai berikut: Kalau dana pinjaman dari kelompok tani mah susah, syaratnya banyak. Harus punya usahalah, trus usahanya juga harus yang udah tetap. Orang yang dibolehin minjem juga kadang yang deket sama bendaharanya aja, jadi nggak sembarangan orang bisa minjem KM. Ada juga anggota kelompok tani yang menjelaskan bahwa alasan dia tidak terlibat dalam pinjaman atau tidak mau meminjam adalah karena takut tidak dapat mengembalikan tepat waktu seperti disampaikan bapak MGN sebagai berikut: Saya dulu pernah ditawarin sama pak samsudin buat minjem uang, tapi takut gak bisa balikinnya. Maklumlah, saya mah hidup gini aja juga udah cukup koq dari hasil tani aja MGN. Program pengembangan kawasan agropolitan tentunya memerlukan dukungan infrastruktur yang baik, agar distribusi hasil pertanian maupun mobilitas masyarakat ke hinterland kawasan agropolitan mudah dilaksanakan. Strategi Pengembangan infrastruktur dasar dan infrastruktur pertanian diwujudkan dalam program peningkatan fasilitas dan infrastruktur. Tingkat partisipasi masyarakat pada program peningkatan fasilitas Infrastruktur dapat dilihat pada Gambar 24.

11 % 3.3% 66.7% Gambar 24 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam penyelenggaraan program peningkatan fasilitas dan infrastruktur Gambar 24 menunjukan bahwa partisipasi masyarakat dalam program peningkatan infrastruktur masih sangat rendah, lebih dari sebagian responden yaitu sebesar 66.7% tidak berpartisipasi. Namun, terdapat 30% masyarakat yang derajat partisipasinya tokenisme yaitu masyarakat hanya turut serta menyumbang pendapat dalam program peningkatan infrastruktur dan sebanyak 3.3% masyarakat memiliki derajat partisipasi di tingkat citizen power. Masyarakat yang berpartisipasi di tingkat citizen power biasanya orang terdekat dari pemegang kekuasaan seperti Kepala Desa karena individu tersebut mendapatkan wewenang untuk ikut mengatur program bersama dengan Kepala Desa. Data tersebut menunjukan kalau partisipasi masyarakat masih rendah. Partisipasi yang rendah dikarenakan pembangunanya ditentukan langsung oleh pemerintah dalam hal ini diwaikili oleh BAPPEDA dan Dinas Bina Marga yang memfasilitasi peningkatan jalan poros, pembuatan gudang manggis, pembuatan jembatan dan penyediaan air baku. Hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui program tersebut. Saat pelaksanaan program peningkatan jalan poros dan penyediaan air baku, hanya pihak yang terdekat dengan pemerintahan yaitu aparat desa dan pemerintah kecamatan yang diikutsertakan dalam diskusi pelaksanaan program. Kondisi tersebut juga berlaku saat pelaksanaan program pembangunan jembatan, masyarakat sendiri tidak mengetahui proses perencanaannya, hanya ada beberapa masyarakat yang diikutsertakan sebagai pekerja pembuat jembatan. Seperti yang dijelaskan oleh bapak SKM sebagai berikut: Jembatan itu mah yang mbangun dari pemerintah kabupaten, trus di proyekin. Kita sendiri nggak tau siapa yang dapet proyeknya, kemungkinan sih dari aparat desa. Masyarakat mah tinggal terima jadi ajah, kaya bapak ini paling cuma ikut nguli aja sama ngasih saran, nanti dibayar ama yang punya proyeknya SKM. Hal ini juga terjadi saat pembangunan gudang manggis agropolitan. Pembangunan diserahkan kepada salah satu aparat desa sehingga masyarakat lain tidak banyak yang mengetahui proses berjalannya program. Namun program ini dinilai tidak merepresentasikan kebutuhan masyarakat terbukti dengan pernyataan bapak UJ sebagai berikut:

12 76 di bangunnya stasiun manggis itu awalnya tujuannya buat nyimpan manggis, tapi ya nggak tepat, soalnya manggis kan gak butuh di taruh di gudang untuk ngejaga tingkat kematengannya. Biasanya habis panen ya langsung dijual, soalnya kan kalau disimpen dulu kualitas buahnya nggak bagus. Lagian nggak banyak juga yang tahu juga kalau ada gudang manggis di sini UJ Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Evaluasi Menurut Uphoff (1977) partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi merupakan keterlibatan masyarakat dalam pengumpulan data dan menilai dampak program sesuai indikator keberhasilannya. Secara formal, evaluasi program agropolitan telah dilaksanakan oleh masing-masing dinas dan pemerintah kabupaten namun belum pernah mengikutsertakan masyarakat sehingga partisipasi masyarakat rendah pada saat evaluasi. Masyarakat hanya berpartisipasi secara non formal dengan memberikan masukan terkait program yang sudah dilaksanakan selama ini secara lisan dalam kesempatan rapat kelompok tani. 6.7% 20.0% 73.3% Gambar 25 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam evaluasi program agropolitan Gambar 25 menunjukan partisipasi masyarakat dalam evaluasi program agropolitan. Pada tahap evaluasi, partisipasi masyarakat masih sangat rendah, hal ini dapat dilihat dari persentase non-partisipasi yaitu sebesar 73.3%. Masyarakat yang mampu memberikan pendapat/masukan terkait dengan keseluruhan program agropolitan digolongkan dalam derajat partisipasi tokenisme hanya sebesar 20% sedangkan yang berada pada derajat citizen power sebesar 6.7%. Hal tersebut dikarenakan secara formal evaluasi bersama antara masyarakat dengan pemerintah belum pernah diadakan, sehingga masyarakat mampu berpartisipasi dalam evaluasi ketika rapat POSKO bersama dengan Ketua Gapoktan ataupun Ketua POSKO lalu pihak tersebut yang menyampaikan kepada pemerintah. Evaluasi Seperti yang disampaikan oleh bapak BKR sebagai berikut; Agropolitan itu udah tujuh tahun, harusnya mah ibarat orang dagang mah ada itungannya untuk apa rugi, tapi kalau agropolitan belum pernah ada evaluasi apa sebenernya mau lanjut atau nggak, kita nggak pernah diajak diskusi ama dinasnya BKR.

13 77 Bentuk Partisipasi Dianawati (2004) menunjukkan bahwa sebagai indikator partisipasi masyarakat dalam pembangunan meliputi tiga hal, yaitu : (1) peluang untuk ikut serta menentukan kebijaksanaan pembangunan; (2) peluang untuk ikut serta melaksanakan pembangunan; dan (3) peluang untuk ikut serta menilai hasil-hasil pembangunan. Dusseldorp yang dikutip oleh Slamet (1989) mencoba membuat klasifikasi dari berbagai tipe partisipasi salah satunya partisipasi berdasarkan cara keterlibatan. Partisipasi ini sangat dikenal dalam partisipasi politik. Dapat dibedakan pada dua jenis, yaitu: Partisipasi langsung yang terjadi bila seorang individu menampilkan kegiatan tertentu di dalam proses partisipasi. Partisipasi tidak langsung yang terjadi bila seorang individu mendelegasikan hak partisipasinya kepada orang lain yang berikutnya akan mewakilinya dalam kegiatan-kegiatan yang lainnya. Bentuk partisipasi masyarakat menurut Uphoff (1977) terbagi menjadi empat macam yaitu menyumbang materi, menyumbang pikiran, dan menyumbang tenaga. Bentuk partisipasi masyarakat dalam program agropolitan sendiri didominasi oleh bentuk partisipasi menyumbang pikiran baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dilihat dari tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi bahwa tingkat partisipasi tertinggi berada pada tahap tokenisme maka terlihat juga pada Gambar 17 di bawah ini jika bentuk partisipasi masyarakat yang dominan adalah partisipasi dalam menyumbang pendapat baik berupa perbaikan program maupun usulan materi yang diperlukan masyarakat. Gambar 26 Jumlah dan persentase bentuk partisipasi masyarakat Gambar 26 menunjukan jumlah dan persentase bentuk partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan program agropolitan. Setiap tahapan pembangunan agropolitan, mayoritas masyarakat tidak berpartisipasi pada pada tahap perancanaan dan evaluasi. Bagi masyarakat yang berpartisipasi, mayoritas masyarakat berpartisipasi dengan menyumbang pikiran berupa usulan program dan materi pelatihan serta usulan tempat kegiatan. Sedangkan urutan kedua yaitu menyumbang tenaga dengan ikut hadir dalam program. Urutan yang ketiga yaitu menyumbang dana. Dana yang disumbang sebagian besar merupakan dana iuran untuk pengambilan bantuan bibit manggis, bantuan asiltan seperti pupuk dan dana

14 78 transportasi ketempat pelatihan. Seperti yang dijelaskan oleh bapak SNP sebagai berikut: Sebenernya kalau ada program agropolitan kita nggak pernah iuran, paling cuma ongkos transport aja sama kalo ada bantuan bibit ya kita gantiin ongkos ambil bibit paling cuma dua ribu lima ratus per bibit SNP. Tahap perencanaan didominasi dengan sosialisasi dan pengenalan program kepada penduduk setempat atau pemilik wilayah. Undangan sosialisasi dan lokakarya yang diadakan tidak disebarkan keseluruh masyarakat sehingga 53% masyarakat tidak berpartisipasi dalam program. Sosialisasi tersebut fokus pada sasaran masyarakat tani yaitu kelompok tani, sehingga 30% masyarakat berpartisipasi secara langsung dengan mengikuti sosialiasasi sekaligus memberikan pendapat. Tahap pelaksanaan program khususnya program pengembangan SDM terbilang mampu menarik masyarakat khususnya kelompok tani untuk berpartisipasi. Partisipasi terbanyak yaitu sebesar 47% berupa partisipasi dalam memberikan pendapat yaitu usulan pelatihan bagi anggota kelompok tani berkaitan dengan manajemen kelompok tani dan usulan tempat pelaksanaan program seperti SPLHT dan pelatihan budidaya manggis maupun padi. Sisanya masyarakat berpartisipasi dalam bentuk dukungan dana berupa dana transportasi sekolah lapang, dana koordinasi rapat POSKO, serta dana transportasi musyawarah kelompok tani agropolitan Selain program pengembangan SDM, anggota kelompok tani juga banyak berpatisipasi pada program pengembangan budidaya. Mengingat banyaknya bantuan dibidang holtikultura yang diberikan berupa bibit yaitu benih padi, jagung, dan manggis. Bantuan ternak juga pernah diberikan oleh Dinas Peternakan berupa bantuan kambing/domba. Syarat pengambilannya harus membayar ongkos transportasi sehingga partisipasi masyarakat sebagian besar dalam bentuk mendukung dana yaitu sebesar 37%. Berbeda dengan pelaksanaan program peningkatan fasilitas dan infrastruktur, 43% masyarakat berpartisipasi dengan menyumbang pendapat. Pada tahap evaluasi, masyarakat lebih banyak berpartisipasi secara tidak langsung seperti dinyatakan Slamet (1989) bahwa partisipasi tak langsung dapat dilakukan dengan mendelegasikan partisipasi dalam proses evaluasi kepada orang lain, dalam program agropolitan biasanya didelegasikan kepada Ketua POSKO. Terbukti sebanyak 33% masyarakat memberikan pendapat tentang perbaikan program hanya kepada Ketua POSKO dan Ketua Gapoktan, mengingat akses untuk berdiskusi dengan pihak dinas tidak mudah.

HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT

HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT Hipotesis dalam penelitian ini adalah semakin tinggi peran stakeholders dalam penyelenggaraan program agropolitan di Desa Karacak maka semakin

Lebih terperinci

PERAN STAKEHOLDERS DALAM PROGRAM AGROPOLITAN

PERAN STAKEHOLDERS DALAM PROGRAM AGROPOLITAN PERAN STAKEHOLDERS DALAM PROGRAM AGROPOLITAN Peran stakeholders dapat diukur dengan menggunakan tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan stakeholders ketika menjalankan program suatu program (IFC 2007).

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN BOGOR

PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN BOGOR PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN BOGOR Bab ini menjelaskan tentang sejarah program pengembangan kawasan agropolitan yang dilaksanakan di Kabupaten Bogor. Mengingat program pengembangan

Lebih terperinci

BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI

BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI 49 BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI 7.1. Kebutuhan yang Dirasakan dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat Beralihnya komunitas petani padi sehat Desa Ciburuy

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT)

PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) 39 Peluang Bekerja dan Berusaha Wanita Kepala Rumah Tangga (WKRT) Peluang bekerja dan berusaha adalah

Lebih terperinci

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN 50 BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN Dalam penelitian ini, keberlanjutan kelembagaan dikaji berdasarkan tingkat keseimbangan antara pelayanan-peran serta (manajemen), tingkat penerapan prinsip-prinsip good

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Gambaran Umum Kecamatan Leuwiliang

GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Gambaran Umum Kecamatan Leuwiliang GAMBARAN UMUM PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum penelitian yang dilihat dari gambaran umum Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor yang merupakan kawasan agropolitan zona satu dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskrifsi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Popayato Barat merupakan salah satu dari tiga belas Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Kecamatan Popayato

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI 7.1 Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Keragaan adalah penampilan dari kelompok tani yang termasuk suatu lembaga,

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERBAIKAN LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN (STUDI KASUS : KECAMATAN RUNGKUT) Disusun Oleh: Jeffrey Arrahman Prilaksono 3608 100 077 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) (Studi Kasus pada Campaka Kecamatan Cigugur Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI 32 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Reforma Agraria di Desa Sipak Reforma agraria adalah program pemerintah yang melingkupi penyediaan asset reform dengan melakukan redistribusi tanah dan

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 44 V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 5.1 Profil Perempuan Peserta Program PNPM Mandiri Perkotaan Program PNPM Mandiri Perkotaan memiliki syarat keikutsertaan yang harus

Lebih terperinci

V. HASIL DANPEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi. benih padi. Karakteristik petani penangkar benih padi untuk melihat sejauh mana

V. HASIL DANPEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi. benih padi. Karakteristik petani penangkar benih padi untuk melihat sejauh mana V. HASIL DANPEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini yaitu petani penangkar benih padi yang bermitra dengan UPT Balai Benih Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun

Lebih terperinci

KEBERHASILAN IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

KEBERHASILAN IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KEBERHASILAN IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pembahasan ini menguraikan mengenai aspek pembangunan berkelanjutan yang ada dalam program penanaman jarak pagar (Jathropa curcas). World Commission

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Koordinasi Antara Kelompok Tani dan BPD dalam Penyediaan Pupuk Distribusi pupuk didesa Fajar Baru ini masih kurang, dan sulit untuk didapat. Untuk mendapatkan pupuk petani

Lebih terperinci

BAB VII PARTISIPASI KOMUNITAS TANI DAN KESIAPAN INSTITUSI DALAM PELAKSANAAN PROSES PEMBERDAYAAN

BAB VII PARTISIPASI KOMUNITAS TANI DAN KESIAPAN INSTITUSI DALAM PELAKSANAAN PROSES PEMBERDAYAAN 55 BAB VII PARTISIPASI KOMUNITAS TANI DAN KESIAPAN INSTITUSI DALAM PELAKSANAAN PROSES PEMBERDAYAAN 7.1 Partisipasi sebagai Kunci Pemberdayaan Partisipasi menurut Apriyanto (2008) merupakan keterlibatan

Lebih terperinci

IDEOLOGI GENDER DAN KEHIDUPAN WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT)

IDEOLOGI GENDER DAN KEHIDUPAN WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) IDEOLOGI GENDER DAN KEHIDUPAN WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) 31 Ideologi Gender Ideologi gender adalah suatu pemikiran yang dianut oleh masyarakat yang mempengaruhi WKRT (Wanita Kepala Rumah Tangga)

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. A. Pedoman Wawancara dengan Kepala Puskesmas Berohol Kota Tebing Tinggi

PEDOMAN WAWANCARA. A. Pedoman Wawancara dengan Kepala Puskesmas Berohol Kota Tebing Tinggi Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA PELAKSANAAN FUNGSI MANAJEMEN PROGRAM IMUNISASI DALAM PENCAPAIAN TARGET UCI DI PUSKESMAS BEROHOL, KECAMATAN BAJENIS, KOTA TEBING TINGGI TAHUN 2015 A. Pedoman Wawancara dengan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT 41 BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT Responden dalam penelitian ini adalah petani anggota Gapoktan Jaya Tani yang berasal dari tiga kelompok tani

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

BAB VIII PERANAN MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

BAB VIII PERANAN MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT 80 BAB VIII PERANAN MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT 8.1 Peranan Modal Sosial dalam Menumbuhkan Partisipasi Masyarakat Tiga pilar utama modal sosial, yaitu kepercayaan (trust),

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Wilayah Desa Jogonayan 1. Kondisi Geografis dan Administrasi Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material untuk sebagian masih diukur antara lain, melalui GNP (Gross National Product)

BAB I PENDAHULUAN. material untuk sebagian masih diukur antara lain, melalui GNP (Gross National Product) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah pembangunan yang sering kita pakai merupakan salah satu istilah yang relatif masih baru. Secara relatif masih muda, belum begitu lama kita pakai dan

Lebih terperinci

ANALISIS MARKET RESEARCH UNEJ

ANALISIS MARKET RESEARCH UNEJ 1. Kegiatan selama liburan Bantu orang tua:3 Ya, kalo aku sih ya diem aja dirumah soalnya dirumah juga kan ada ibu punya took jadi bisa bantu-bantu (D,P,Aktif, Jalan-jalan:5 Kalo traveling, mungkin naik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi dan Analisis Data Tes Pemecahan Masalah dan Wawancara Subjek dengan Gaya Kognitif Field Dependent 1. Deskripsi dan Analisis Data Tes Pemecahan Masalah dan Wawancara

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

BAB V PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN COMMUNITY RELATIONS PROGRAM PLTMH

BAB V PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN COMMUNITY RELATIONS PROGRAM PLTMH 46 BAB V PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN COMMUNITY RELATIONS PROGRAM PLTMH Selain PLTMH, beberapa rumah tangga di Lebak Picung mendapatkan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

Lebih terperinci

No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin Pendidikan terakhir : Pekerjaan :

No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin Pendidikan terakhir : Pekerjaan : PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM STUDI KUALITATIF PERILAKU BUANG AIR BESAR PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TIDAK MEMILIKI JAMBAN KELUARGA DI KECAMATAN SUKARESMI KABUPATEN GARUT 2009 Informan : Ibu rumah tangga No.

Lebih terperinci

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja 156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PAKET C DI PKBM NEGERI 17

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PAKET C DI PKBM NEGERI 17 54 BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PAKET C DI PKBM NEGERI 17 5.1 Faktor Individu Sesuai dengan pemaparan pada metodologi, yang menjadi responden pada penelitian ini adalah warga belajar

Lebih terperinci

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 48 PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan strategi bertahan hidup pada rumah

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar)

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar) PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar) Oleh: Aip Rusdiana 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci menjabarkan secara rinci situasi dan kondisi poktan sebagai

Lebih terperinci

Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan

Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia 14 Desember 2015 PROGRAM PENGUATAN PARTISIPASI PEREMPUAN

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah Penelitian dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih dan Cihaurbeuti. Tiga kecamatan ini berada di daerah Kabupaten Ciamis sebelah utara yang berbatasan

Lebih terperinci

BAB VI REPRESENTASI SOSIAL PEMUDA TANI

BAB VI REPRESENTASI SOSIAL PEMUDA TANI 55 BAB VI REPRESENTASI SOSIAL PEMUDA TANI Representasi sosial pemuda tani dilihat melalui dua dimensi yakni (1) dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja dan (2) dimensi lahan. Dimensi pola pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang OMK (Orang Muda Katolik) merupakan sebuah wadah yang dapat menghimpun para pemuda Katolik untuk terus melayani Tuhan dan sesama, sebagai sebuah komunitas keagamaan.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

6 KOMUNIKASI PARTISIPATIF PEREMPUAN KEPALA KELUARGA DALAM PEKKA

6 KOMUNIKASI PARTISIPATIF PEREMPUAN KEPALA KELUARGA DALAM PEKKA 59 6 KOMUNIKASI PARTISIPATIF PEREMPUAN KEPALA KELUARGA DALAM PEKKA Program PEKKA di Desa Dayah Tanoh dilaksanakan secara partisipatif dengan sasarannya adalah perempuan kepala keluarga. Dalam tesis ini,

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program

Lebih terperinci

BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK EKONOMI SERTA SOSIAL CSR BERDASARKAN PELAPISAN SOSIAL

BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK EKONOMI SERTA SOSIAL CSR BERDASARKAN PELAPISAN SOSIAL BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK EKONOMI SERTA SOSIAL CSR BERDASARKAN PELAPISAN SOSIAL.1 Karakteristik Komunitas Dampak CSR dan Bukan Dampak CSR.1.1 Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian diketahui

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Informasi yang Dimiliki Masyarakat Migran Di Permukiman Liar Mengenai Adanya Fasilitas Kesehatan Gratis Atau Bersubsidi Salah satu program pemerintah untuk menunjang kesehatan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Program PUAP Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan program yang dinisiasi oleh Kementrian Pertanian.Menteri Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Tumbihe Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango terdiri dari Tiga (3) Lingkungan yaitu

Lebih terperinci

Wawancara. Pertanyaan 1: Siapakah yang mengelola perpustakaan saat ini? (pustakawan/ pustakawan guru/ tenaga honorer) dan berapa jumlahnya?

Wawancara. Pertanyaan 1: Siapakah yang mengelola perpustakaan saat ini? (pustakawan/ pustakawan guru/ tenaga honorer) dan berapa jumlahnya? LAMPIRAN 1 : Hasil Wawancara Wawancara Pertanyaan 1: Siapakah yang mengelola perpustakaan saat ini? (pustakawan/ pustakawan guru/ tenaga honorer) dan berapa jumlahnya? Hay (206) Bja (215) oleh Mas Dodi,

Lebih terperinci

BAB VI CITRA PERUSAHAAN

BAB VI CITRA PERUSAHAAN 77 BAB VI CITRA PERUSAHAAN 6.. Karakteristik Responden Responden merupakan peserta TML 2 yang berasal dari mahasiswa se- Kabupaten Kudus sebanyak 72 orang yang terdiri dari 3 orang laki-laki dan 42 orang

Lebih terperinci

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH DI DESA CIARUTEUN ILIR

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH DI DESA CIARUTEUN ILIR 39 SIKAP MASYARAKAT TERHADAP IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH DI DESA CIARUTEUN ILIR Sikap masyarakat terhadap implementasi otonomi daerah merupakan kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH

TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH 45 TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH Bentuk Partisipasi Stakeholder Pada tahap awal kegiatan, bentuk partisipasi yang paling banyak dipilih oleh para stakeholder yaitu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.

Lampiran 1. Peta Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. LAMPIRAN 93 94 Lampiran 1. Peta Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Lampiran 2. Kuisioner Penelitian DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

Diarsi Eka Yani. ABSTRAK

Diarsi Eka Yani. ABSTRAK KETERKAITAN PERSEPSI ANGGOTA KELOMPOK TANI DENGAN PERAN KELOMPOK TANI DALAM PEROLEHAN KREDIT USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok) Diarsi Eka Yani

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN

BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN 6.1. Hubungan Antara Tingkat Partisipasi dengan Dampak Sosial 6.1.1. Analisis Uji Hipotesis Penelitian Hipotesis

Lebih terperinci

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan 51 BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Harga pasaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat

Lebih terperinci

BAB VI. HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk.

BAB VI. HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk. 45 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk. 6.1. Faktor Individu Responden Penelitian Faktor individu dalam penelitian

Lebih terperinci

Syarifah Maihani Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim

Syarifah Maihani Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim 50-54 PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DALAM UPAYA MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN DAN PENDIDIKAN BAGI KELUARGA SANGAT MISKIN (KSM) DI DESA PAYA CUT KECAMATAN PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN Syarifah Maihani

Lebih terperinci

BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN

BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN 6.1 Struktur Kepemilikan Lahan sebelum Program Reforma Agraria Menurut penjelasan beberapa tokoh Desa Pamagersari, dahulu lahan eks-hgu merupakan perkebunan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 17 TAHUN 2003 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN 140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Gandus terletak di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Kecamatan Gandus merupakan salah satu kawasan agropolitan di mana

Lebih terperinci

.000 WALIKOTA BANJARBARU

.000 WALIKOTA BANJARBARU SALINAN.000 WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA BANJARBARU DENGAN

Lebih terperinci

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY 7.1. Karakteristik Responden 7.1.1. Tingkat Umur Tingkat umur responden berkisar antara 40-60 tahun.

Lebih terperinci

72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN

72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN 72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN 7.1. PENYUSUNAN STRATEGI PROGRAM Rancangan strategi program pemberdayaan dilakukan melalui diskusi kelompok terfokus (FGD) pada tanggal 24 Desember 2007, jam 09.30

Lebih terperinci

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI Nyimas Martha Olfiana, Adjie Pamungkas Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris, hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki luas lahan dan agroklimat yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai usaha

Lebih terperinci

LEMBAR HASIL WAWANCARA (INFORMAN)

LEMBAR HASIL WAWANCARA (INFORMAN) LEMBAR HASIL WAWANCARA (INFORMAN) Inisial Nama : MA Jenis Kelamin : Laki-Laki Umur Pendidikan Pekerjaan : 45 Tahun : SMA : Tidak Ada No. Variabel / Pertanyaan Informan Kemudahan Memperoleh Narkoba 1 Apakah

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. penyebaran angket, wawancara, dan observasi. Peneyebaran angket yang penulis

BAB III PENYAJIAN DATA. penyebaran angket, wawancara, dan observasi. Peneyebaran angket yang penulis BAB III PENYAJIAN DATA Dalam bab ini disajikan data yang diperoleh dari lokasi penelitian melalui penyebaran angket, wawancara, dan observasi. Peneyebaran angket yang penulis lakukan dengan cara mengajukan

Lebih terperinci