BAB II PENDEKATAN TEORITIS
|
|
- Veronika Liani Indradjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Program PUAP Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan program yang dinisiasi oleh Kementrian Pertanian.Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007. Program PUAP adalah bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT). Program PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani. Program PUAP memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah (1) mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah, (2) meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani, (3) memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis, (4) meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Sasaran PUAP yaitu (1) berkembangnya usaha agribisnis di desa miskin/tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa, (2) berkembangnya Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani, (3) meningkatnya kesejahteraan rumahtangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan atau penggarap) skala kecil, buruh tani; dan (4) berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan, maupun musiman.
2 5 Indikator Keberhasilan PUAP terdiri dari indikator keberhasilan output dan indikator keberhasilan outcome. Indikator keberhasilan output antara lain adalah tersalurkannya BLM PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian dan terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumberdaya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. Sedangkan indikator keberhasilan outcome antara lain, yaitu (1) meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani angota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani, (2) meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha, (3) meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (budidaya dan hilir) di perdesaan, dan (4) meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah. Indikator ketiga yaitu indikator benefit dan impact yang antara lain adalah (1) berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi desa PUAP, (2) berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani, dan (3) berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan ( Konsep Kapasitas Subagyo, dkk (2008) mengatakan bahwa kapasitas petani adalah dayadaya yang dimiliki pada pribadi petani untuk dapat menetapkan tujuan usahatani secara tepat dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara yang tepat pula. Dengan demikian kapasitas merupakan aspek-aspek yang terinternalisasi dalam diri petani yang ditunjukkan oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk menjalankan kegiatan usahatani. Dalam kegiatan usahatani agar petani dapat berhasil dalam melakukan usahatani diperlukan kapasitas petani yang tinggi agar mampu dalam mengidentifikasi potensi dan memanfaatkan peluang yang dimiliki agar usahatani yang dilakukan sesuai dengan tujuan usahatani yang telah ditetapkan dan mencapai tujuan tersebut secara tepat. Setiap individu (orang) secara alamiah selalu memiliki kapasitas yang melekat pada dirinya. Kemampuan petani untuk memenuhi kebutuhan sesuai
3 6 dengan potensi yang dimiliki merupakan suatu kapasitas petani yang tidak boleh diabaikan apabila ingin keberhasilan usaha pertanian dapat berkelanjutan. Menurut Amanah (2010) kapasitas kelompok tani dapat dilihat dari unit produksi, kerjasama kelompok, wahana belajar kelompok dan jaringan kerjasama yang dapat dilakukan oleh kelompok. Peran Gapoktan dalam pengembangan kapasitas memiliki kendala, diantaranya adalah kurangnya sumberdaya pendamping, kurangnya modal untuk pemberdayaan SDM anggota, kurangnya akses kerjasama yang dapat dibentuk dengan pihak luar Konsep Kelompok Menurut Stephen P. Robins dalam Fitri (2008) kelompok adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling bergantungan untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu. Selanjutnya Johnson dan Johnson dalam Fitri (2008), kelompok adalah dua atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face two face interaction), yang masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, masing-masing menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama. Menurut Mardikanto (1993) pengertian kelompok tani adalah sekumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri petani dewasa (pria/wanita) maupun petani taruna yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan dipimpin oleh seorang kontak tani. Pemahaman mengenai kelompok merujuk pada Amanah dkk (2010) merujuk Slamet (2002), bahwasannya kelompok merupakan himpunan dua orang atau lebih yang bergabung karena adanya kesamaan, berinteraksi melalui pola tertentu untuk tujuan bersama, dalam kurun waktu yang relatif panjang. Karakteristik kelompok dapat diamati dengan melihat kejelasan tujuan, pembagian tugas, suasana kelompok dan aktivitas di dalam kelompok.
4 7 Suatu kelompok dapat dinamakan kelompok sosial, apabila memiliki ciriciri sebagai berikut : (1) memiliki motif yang sama antara individu satu dengan yang lain yang menyebabkan interkasi/kerjasama untuk mencapai tujuan yang sama, (2) terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan antara individu satu dengan yang lain, akibat yang ditimbulkan tergantung rasa dan kecakapan individu yang terlibat, (3) adanya penugasan dan pembentukan struktur atau organisasi kelompok yang jelas dan terdiri dari peranan serta kedudukan masingmasing, (4) adanya peneguhan norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur interaksi dalam kegiatan anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama Kelompok Tani Sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 93/Kpts/OT.210/3/97. Tanggal 18 Maret 1997 kelompok tani adalah kumpulan petani yang tumbuh berdasarkan keakraban dan keserasian, serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya pertanian untuk bekerja sama meningkatkan produktivitas usaha tani dan kesejahteraan anggotanya. Pada Peraturan Menteri Pertanian No. 273/Kpts/OT.160/4/ April 2007 tentang pedoman penumbuhan dan pengembangan kelompok tani dan gabungan kelompok tani dijabarkan bahwa kelompok tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. 2.2 Kerangka Berfikir Rukun Tani merupakan salah satu gabungan kelompok tani penerima PUAP di Kabupaten Bogor. Berdasarkan laporan perkembangan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP tahun anggaran 2009 s/d Desember 2010 Kabupaten Bogor, Gapoktan Rukun Tani memiliki perkembangan BLM PUAP tertinggi, yaitu sebesar 197 persen. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan ini dilihat mulai dari pelaksanaan program PUAP yang diawali dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program.variabel kedua adalah mengenai karakteristik kelompok yang
5 8 dilihat adalah tujuan kelompok, aktivitas kelompok, pembagian tugas dan suasana kelompok. Variabel ketiga adalah mengenai ciri-ciri anggota kelompok yang dilihat dari pendidikan non formal dan kekosmopolitan. Kemudian ketiga variabel tersebut dilihat hubungannya dengan kapasitas kelompok tani yang diantaranya adalah unit produksi, kerjasama kelompok, wahana belajar dan jaringan kerja/sosial. Berikut kerangka berfikir penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini. Pelaksanaan Program PUAP (X.1 ) (X 1.1 ) Perencanaan (X 1. 2 ) Pelaksanaan (X 1. 3 ) Evaluasi Karakteristik Kelompok (X 2 ) : (X 2.1 ) Tujuan kelompok (X 2.2 ) Aktivitas kelompok (X 2.3 ) Pembagian tugas (X 2.4 ) Suasana kelompok Kapasitas Kelompok (Y): (Y 1 ) Unit produksi (Y 2 ) Kerjasama kelompok (Y 3 ) Wadah belajar (Y 4 ) Jaringan kerjasama Ciri-ciri Anggota (X 3 ) : (X 3.1 ) Pendidikan non formal (X 3. 2 ) Kekosmopolitan Keterangan : = hubungan Gambar 1 Bagan Kerangka Pemikiran Program PUAP dan Hubungannya dengan Kapasitas Kelompok Petani
6 9 2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran dapat disusun hipotesis penelitian: 1. Pelaksanaan Program PUAP (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) berhubungan nyata dengan kapasitas kelompok (unit produksi, kerjasama kelompok, wahana belajar, jaringan keerjasama). 2. Karakteristik kelompok (tujuan kelompok, aktivitas kelompok, pembagian tugas dan suasana kelompok) berhubungan nyata dengan kapasitas kelompok (unit produksi, kerjasama kelompok, wahana belajar, jaringan kerjasama). 3. Ciri ciri anggota (pendidikan non formal dan kekosmopolitan) berhubungan nyata dengan kapasitas kelompok (unit produksi, kerjasama kelompok, wahana belajar, jaringan kerjasama). 2.4 Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian ini berkaitan dengan kerangka pemikiran yaitu pelaksanaan Program PUAP, karakteristik kelompok, ciri-ciri anggota dan kapasitas kelompok yang diukur secara kuantitatif. Definisi operasional tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Program PUAP Pelaksanaan Program PUAP adalah keikutsertaan responden dalam pelaksanaan program PUAP mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi program. a. Perencanaan Pengukuran mengenai perencanaan program PUAP dilihat dari keikutsertaan responden pada tahap perencanaan program berlangsung yang dikategorikan sebagai berikut. Jika dilihat dari keikutsertaan responden dalam (1) pertemuan yang dilakukan oleh masyarakat dan aparat desa, (2) pertemuan yang dilakukan oleh PPL dan Gapoktan, (3) keikutsertaan responden dalam pertemuan
7 10 dengan pihak BP4K Kabupaten Bogor di kantor desa sebagai perwakilan dari masyarakat untuk merencanakan program, (4) keterlibatan responden dalam memberikan pendapat pada saat perencanaan program berlangsung dan (5) keikutsertaan responden dalam pembuatan proposal program. Kemudian jumlah skor yang diperoleh akan dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal, (1) rendah, jika total skor < 1, hal ini menunjukkan perencanaan tergolong rendah, (2) sedang, jika total skor 1-4, hal ini menunjukkan perencanaan tergolong sedang, (3) tinggi, jika total skor > 4, hal ini menunjukkan perencanaan tergolong tinggi. b. Pelaksanaan Pengukuran mengenai pelaksanaan program PUAP dilihat dari jawaban responden pada tahap pelaksanaan Program PUAP berlangsung yang dikategorikan sebagai berikut. Jika responden menjawab pertanyaan yang diantaranya adalah (1) apakah responden mengikuti program karena keinginan sendiri, (2) apakah responden mengerti tata cara pelaksanaan program, (3) apakah responden merasakan manfaat dari kegiatan PUAP, (4) apakah responden menggunakan bantuan untuk usaha agribisnis, (5) apakah usaha yang dikelola responden berkembang setelah mendapatkan pinjaman, (6) apakah terdapat hambatan saat pelaksanaan program berlangsung, (7) apakah terdapat pendampingan dari ketua kelompok, (8) apakah terdapat pendampingan dari PPL, (9) apakah bantuan yang dipakai digunakan untuk membuat usaha baru, (10) apakah bantuan dipakai untuk meneruskan usaha yang sudah ada. Kemudian jumlah skor yang diperoleh akan dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal, (1) rendah, jika total skor < 5, hal ini menunjukkan pelaksanaan tergolong rendah, (2) sedang, jika total skor 5-7, hal ini menunjukkan pelaksanaan tergolong sedang, (3) tinggi, jika total skor > 7, hal ini menunjukkan pelaksanaan tergolong tinggi.
8 11 c. Evaluasi Pengukuran mengenai evaluasi Program PUAP dilihat dari jawaban dari responden tersebut yang dikategorikan sebagai berikut. Jika responden menjawab pertanyaan yang diantaranya adalah (1) keikutsertaan responden dalam proses evaluasi Program PUAP, (2) keikutsertaan responden dalam membuat laporan tertulis Program PUAP, (3) keikutsertaan responden dalam membuat laporan secara lisan tentang Program PUAP, dan (4) kesempatan responden untuk membuat evaluasi Program PUAP. Kemudian jumlah skor yang diperoleh akan dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal, (1) rendah, jika total skor < 1, hal ini menunjukkan evaluasi tergolong rendah, (2) sedang, jika total skor 1-2, hal ini menunjukkan evaluasi tergolong sedang, (3) tinggi, jika total skor > 2, hal ini menunjukkan evaluasi tergolong tinggi. 2 Karakteristik kelompok dilihat dari tujuan kelompok, aktivitas kelompok pembagian tugas dan suasana kelompok. a. Tujuan kelompok adalah hal yang ingin dicapai oleh kelompok secara bersama-sama. Alat ukur tujuan kelompok ditentukan atas dasar jumlah pendapat anggota kesesuaian tujuan kelompok, yaitu (1) adanya kesamaan tujuan: anggota merasakan adanya kesamaan tujuan kelompok dengan tujuan anggota kelompok, (2) adanya kejelasan tujuan: anggota mengetahui tujuan bergabung dalam kelompok, (3) Formalisasi tujuan: anggota mengetahui tujuan dibentuknya kelompok, (4) Pencapaian tujuan: anggota mengetahui manfaat dan tujuan apa yang akan dicapai oleh anggota baik untuk anggota maupun untuk kelompoknya. Pengukuran mengenai tujuan kelompok dikategorikan sebagai berikut.
9 12 Jika responden merasakan atau tidak hal-hal tersebut di dalam kelompoknya. Kemudian jumlah skor yang diperoleh akan dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal, (1) rendah, jika total skor < 4, menunjukkan tujuan kelompok tergolong rendah, (2) sedang, jika total skor = 4, menunjukkan tujuan kelompok tergolong sedang, (3) tinggi, jika total skor > 4, menunjukkan aktivitas kelompok tergolong tinggi. b. Aktivitas kelompok adalah kegiatan yang dilakukan oleh kelompok dengan menggunakan dana PUAP. Alat ukur aktivitas kelompok ditentukan atas dasar jumlah pendapat anggota kesesuaian dengan aktivitas kelompok, diantaranya tentang pertemuan kelompok, keikutsertaan responden dalam pertemuan kelompok, berjalannya pertemuan kelompok, dan terdapat pelatihan di dalam kelompok. Pengukuran mengenai aktivitas kelompok dikategorikan sebagai berikut. Jika responden merasakan atau tidak merasakan hal-hal tersebut dalam kelompoknya. Kemudian jumlah skor yang diperoleh akan dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal, (1) rendah, jika total skor < 5, hal ini menunjukkan aktivitas kelompok tergolong rendah, (2) sedang, jika total skor 5-6, hal ini menunjukkan aktivitas kelompok tergolong sedang, (3) tinggi, jika total skor > 6, hal ini menunjukkan aktivitas kelompok tergolong tinggi. c. Pembagian tugas adalah pembagian kewajiban pada setiap anggota kelompok dalam kelompok. Indikator pembagian tugas meliputi (1) keterdapatan pembagian tugas yang jelas di dalam kelompok, (2) responden mendapatkan tugas di kelompok, (3) responden menjalankan tugas yang diberikan, (4) tugas yang diberikan sesuai dengan kemapuan dan kesepakatan anggota, (5) tugas yang diberikan dapat mempererat kelompok. Pengukuran mengenai pembagian tugas dikategorikan sebagai berikut.
10 13 Jika responden menyatakan terdapat atau tidak hal-hal tersebut di dalam kelompoknya. Kemudian jumlah skor yang diperoleh akan dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal, (1) rendah, jika total skor <2, hal ini menunjukkan pembagian tugas tergolong rendah, (2) sedang, jika total skor 2-4, hal ini menunjukkan pembagian tugas tergolong sedang, (3) tinggi, jika total skor > 4, hal ini menunjukkan pembagian tugas tergolong tinggi. d. Suasana kelompok adalah derajat untuk mencapai tingkat reaksi anggota terhadap kelompoknya, anggota merasa hangat dan adanya kesetiakawanan, saling diterima dan saling dihargai serta penuh persahabatan, merasa puas dan bersungguh-sungguh untuk tinggal di dalam kelompok. Pengukuran mengenai suasana kelompok dikategorikan sebagai berikut. Jika responden merasakan atau tidak hal-hal tersebut diatas. Kemudian jumlah skor yang diperoleh akan dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal, (1) rendah, jika total skor < 3, hal ini menunjukkan aktivitas kelompok tergolong rendah, (3) sedang, jika total skor 3-4, hal ini menunjukkan aktivitas kelompok tergolong sedang, (3) tinggi, jika total skor > 4, hal ini menunjukkan aktivitas kelompok tergolong tinggi. 3. Ciri-ciri anggota kelompok dapat dilihat dari pendidikan non formal dan kekosmopolitan anggota. a. Pendidikan non formal adalah pendidikan yang dilaksanakan secara terstruktur dan terprogram berdasarkan kebutuhan peserta didik seperti kursus. Pengukuran mengenai pendidikan non formal dikategorikan sebagai berikut. 1. Rendah (skor = 1), jika responden belum pernah mengikuti pendidikan formal selama satu tahun terakhir.
11 14 2. Sedang (skor = 2), jika responden pernah satu kali mengikuti pendidikan formal selama satu tahun terakhir. 3. Tinggi (skor = 3), jika responden pernah lebih dari satu kali mengikuti pendidikan non formal selama satu tahun terakhir. b. Kekosmopolitan anggota adalah keterbukaan anggota terhadap dunia luas dan pembaharuan. Anggota kelompok mau menerima informasi dari luar, atau teknologi baru yang datang. Kekosmopolitan pada penelitian ini dilihat dari seberapa sering responden bepergian ke luar desa, seberapa sering responden melakukan interaksi dengan orang lain yang berbeda budaya, seberapa sering responden mencari tahu tentang berita agribisnis. Pengukuran mengenai ciri-ciri dikategorikan sebagai berikut. 1. Tidak Pernah = Skor 0 2. Kadang-kadang = Skor 1 3. Sering = Skor 2 Kemudian jumlah skor yang diperoleh dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal, (1) rendah, jika total skor < 4, hal ini menunjukkan kosmopolitan anggota tergolong rendah, (2) sedang, jika total skor = 4, hal ini menunjukkan kosmopolitan anggota tergolong sedang, (3) tinggi, jika total skor > 4, hal ini menunjukkan kosmopolitan anggota tinggi. 4. Kapasitas kelompok dapat dilihat melalui unit produksi, kerjasama kelompok, wahana belajar dan jaringan kerja/sosial. a. Unit produksi adalah suatu proses kegiatan usaha dalam bidang pertanian, berorientai keuntungan dengan mengoptimalkan sumber daya, dalam berbagai bentuk unit usaha sesuai dengan kemampuan yang dikelola secara profesional. Unit produksi dilihat dari usaha yang dijalankan dikelola bersama kelompok atau pribadi, apakah usaha tersebut memberikan keuntungan, apakah terdapat sarana dan prasarana pendudkung usaha tersebut, apakah usaha tersebut dapat memperbaiki kehidupan ekonomi anggota kelompok (responden). Pengukuran mengenai unit produksi dikategorikan sebagai berikut.
12 15 Jika responden measarakan atau tidak merasakan hal-hal tersebut diatas. Kemudian jumlah skor yang diperoleh dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal, (1) rendah, jika total skor < 3, menunjukkan unit produksi tergolong rendah, (2) sedang, jika total skor 3-8, menunjukkan unit produksi tergolong sedang, (3) tinggi, jika total skor > 8, menunjukkan unit produksi tergolong tinggi. b. Kerjasama Kelompok adalah hubungan upaya yang terjalin secara timbal balik antar anggota dalam kelompok tani untuk mencapai manfaat atau keuntungan bagi kedua belah pihak. Indikator kerjasama kelompok adalah ada kerjasama dalam kelompok tani, terjalin kerjasama antar anggotanya, terjadi kerjasama antar anggota dalam kelompok tani dan antara kelompok tani tersebut dengan pihak lain. Pengukuran mengenai wahana kerjasama dikategorikan sebagai berikut. Jika responden merasakan atau tidak merasakan hal-hal tersebut diatas. Kemudian jumlah skor yang diperoleh dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal, (1) rendah, jika total skor < 4, menunjukkan wahana kerjasama tergolong rendah, (2) sedang, jika total skor 4-8, menunjukkan wahana kerjasama tergolong sedang, (3) tinggi, jika total skor > 8, menunjukkan wahana kerjasama tergolong tinggi. c. Wahana belajar adalah kelompok tani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS) serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera Pengukuran mengenai wahana belajar dikategorikan sebagai berikut. Jika responden merasakan atau tidak merasakan hal-hal tersebut diatas. Kemudian jumlah skor yang diperoleh dikategorikan dengan
13 16 menggunakan tiga skala ordinal, (1) rendah, jika total skor < 2, menunjukkan wahana belajar tergolong rendah, (2) sedang, jika total skor 2-3, menunjukkan wahana belajar tergolong sedang, (3) tinggi, jika total skor > 3, menunjukkan wahana belajar tergolong tinggi. d. Jaringan kerjasama adalah bagaimana kelompok mempunyai dan membentuk jaringan sosial atau jaringan kerja selama mereka berada dalam kelompok. Jaringan tersebut adalah lembaga penyedia saprodi usaha tani, lembaga penyedia modal, lembaga pengolahan hasil, lembaga pemasaran, dan lembaga penyuluhan. Pengukuran mengenai jaringan kerja/sosial dikategorikan sebagai berikut. Jika responden memiliki atau tidak memiliki kelima jaringan tersebut. Kemudian jumlah skor yang diperoleh dikategorikan dengan menggunakan tiga skala ordinal, (1) rendah, jika total skor < 1, menunjukkan jaringan kerja tergolong rendah, (2) sedang, jika total skor 1-3, menunjukkan jaringan kerja tergolong sedang, (3) tinggi, jika total skor > 3, menunjukkan jaringan kerja tergolong tinggi.
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Gabungan Kelompok Tani (Gapokan) PERMENTAN Nomor 16/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) menetapkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di pedesaan merupakan salah satu masalah pokok pedesaan yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan ( PUAP ) Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.
Lebih terperinciKEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN
KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN Disampaikan Pada Rakornas Gubernur Dan Bupati/Walikota DEPARTEMEN PERTANIAN Jakarta, 31 Januari 2008 1 LATAR BELAKANG Pengembangan Usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang
Lebih terperinciLaki-laki Perempuan Jumlah
30 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN KELOMPOK 5.1 Karakteristik Responden Pada bagian ini diuraikan karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa
Lebih terperinciPerkembangan Kelembagaan Petani Melalui Pemanfaatan Dana PUAP (Hasil Studi Lapang Di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara) Oleh:
Perkembangan Kelembagaan Petani Melalui Pemanfaatan Dana PUAP (Hasil Studi Lapang Di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara) Oleh: Irwanto, SST (Widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Jambi)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan pertanian yang berbasis agribisnis dimasa yang akan datang merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan untuk
Lebih terperinciKERANGKA PENDEKATAN TEORI. usaha agribisnis di pedesaan, program pengembangan usaha agribisnis pedesaan
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Program Usaha Agribisnis Pedesaan Program PUAP adalah program pemberdayaan usaha agribisnis bagi petani di pedesaan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, kemandirian,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Monitoring Monitoring (pemantauan), yang berasal dari kata Latin memperingatkan, dipandang sebagai teknik manajemen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor pertanian sampai saat ini telah banyak dilakukan di Indonesia. Selain sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pendapatan petani, sektor pertanian
Lebih terperinci5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya
5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya memiliki beberapa fungsi sistem penyuluhan yaitu: 1. Memfasilitasi
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal
Lebih terperinciBAB III PENDEKATAN LAPANG
17 BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di salah satu desa penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yaitu Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Tumbihe Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango terdiri dari Tiga (3) Lingkungan yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan usaha agribisnis di pedesaan yang selanjutnya disebut dengan PUAP adalah bagian dari pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari konteks pembangunan dan upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Selama ini sektor pertanian
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari
Lebih terperinciPRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi
PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi Oleh : Ade Permana (H34096001), Desy Kartikasari (H34096017), Devi Melianda P (H34096020), Mulyadi(H34096068)
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tugusari Kecamatan Sumberjaya
48 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tugusari Kecamatan Sumberjaya Lampung Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja). Kecamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,
Lebih terperinciABSTRACT. Hendra Saputra 1) dan Jamhari Hadipurwanta 2) ABSTRAK
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PETANI TERHADAP KEBERHASILAN PROGRAM BLM PUAP DI GAPOKTAN TRI LESTARI, KAMPUNG TRI TUNGGAL JAYA, KECAMATAN BANJAR AGUNG, KABUPATEN TULANG BAWANG Hendra Saputra 1) dan Jamhari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan tingginya tingkat kemiskinanberhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Nasution (2008), beberapa masalah pertanian yangdimaksud
Lebih terperinciEFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)
WAHANA INOVASI VOLUME 5 No.2 JULI-DES 2016 ISSN : 2089-8592 EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) Khairunnisyah Nasution Dosen Fakultas Pertanian UISU, Medan ABSTRAK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja, pengentasan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan nasional karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan sumber
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Bengkulu, Oktober 2010 Penanggung jawab Kegiatan, Dr. Wahyu Wibawa, MP.
1 2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah atas rahmat dan karunia-nya, sehingga Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaaa (PUAP) tahun 2010 ini dapat tersusun
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) BAB I PENDAHULUAN
5 2012, No.149 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TANGGAL : 1 Pebruari 2012 PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor
A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian memiliki peran
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciKEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan 2011 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembangunan ekonomi nasional terutama sebagai penyedia pangan rakyat Indonesia. Pertanian juga berkontribusi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dasar pijakan pembangunan kedepan akan mengakibatkan pertumbuhan akan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, perdebatan masalah konsep ekonomi kerakyatan terus berlangsung. Banyak pihak yang mengatakan bahwa ekonomi kerakyatan sebagai dasar pijakan pembangunan
Lebih terperinciKERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kelembagaan Pertanian (Djogo et al, 2003) kelembagaan adalah suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN TEORITIS
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kelembagaan Pertanian Kelembagaan merupakan terjemahan langsung dari istilah socialinstitution. Dimana banyak pula yang menggunakan istilah pranata
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengoptimalkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah sebuah proses perubahan sosial yang terencana di bidang pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ternyata mendorong meningkatnya permintaan dan kosumsi komoditas-komoditas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan perekonomian Indonesia secara keseluruhan ternyata mendorong meningkatnya permintaan dan kosumsi komoditas-komoditas pertanian tertentu, seperti
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PERUBAHAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 09/PERMENTAN/OT.140/2/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPEMBERDAYAAN PETANI MELALUI WADAH KOPERASI UNTUK MENCAPAI KETAHANAN PANGAN. Menteri Pertanian RI Pada : Jakarta Food Security Summit (JFSS)
PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI WADAH KOPERASI UNTUK MENCAPAI KETAHANAN PANGAN Menteri Pertanian RI Pada : Jakarta Food Security Summit (JFSS) JAKARTA, 12 13 FEBRUARI 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN KOPERASI UU
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciPETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 i ii KATA PENGANTAR Pengembangan
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN GABUNGAN KELOMPOK TANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciHUBUNGAN DINAMIKA GAPOKTAN DENGAN KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN
Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2013 Vol. 2 No.2 Hal : 93-97 ISSN 2302-6308 Available online at: http://umbidharma.org/jipp HUBUNGAN DINAMIKA GAPOKTAN DENGAN KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN
Lebih terperinciVI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA
VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI
Lebih terperinciBAB III METODE KAJIAN
21 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan ini dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Hal ini disebabkan selain provinsi tersebut adalah target sasaran wilayah program Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun
Lebih terperinciKERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
36 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Pembangunan sebagai upaya terencana untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan penduduk khususnya di negara-negara berkembang senantiasa mencurahkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentuk Bantuan Modal Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Massal
Lebih terperinciPEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,
I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kesejahteraan nasional.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang menggantungkan
Lebih terperinciKEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK
KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK Jakarta, Januari 2013 KATA PENGANTAR Pengembangan kelembagaan peternak merupakan
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) nis Perdesaan (PUAP)
PEDOMAN UMUM Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Pengembangan Usaha Agribisn nis Perdesaan (PUAP) KEMENTERIAN PERTANIAN 2010 DAFTAR ISI Peraturan Menteri Pertanian........ Daftar Isi... Daftar
Lebih terperinciKERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
69 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kerangka berpikir penelitian ini dimulai dengan pendapat Spencer dan Spencer (1993:9-10) menyatakan bahwa setiap kompetensi tampak pada individu dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya kelompok tani adalah organisasi yang memiliki fungsi sebagai media musyawarah petani. Di samping itu, organisasi ini juga memiliki peran dalam akselerasi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Dengan mengukur efektivitas suatu program, berarti dapat menilai
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Efektivitas Dengan mengukur efektivitas suatu program, berarti dapat menilai keberhasilan dari program tersebut dalam pencapaian
Lebih terperinciMurdani. Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan Lawang
- Murdani, Dampak Diklat PUAP (Pengembangan Agribisnis Perdesaan) 89 DAMPAK DIKLAT PUAP (PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISIS PERDESAAN) TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI, PERKEMBANGAN MODAL USAHA, DAN PENDAPATAN
Lebih terperinciSemakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd
BAB IPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjadikan sektor pertanian yang iiandal dalam menghadapi segala perubahan dan tantangan, perlu pembenahan berbagai aspek, salah satunya adalah faktor kualitas sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. misalkan susu dari hewan ternak, sutera dari ulat sutera, dan madu dari
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertanian sebagai sumber kehidupan yang strategis. Istilah kehidupan diartikan sebagai keinginan untuk bertahan disertai usaha untuk memperolehnya. Ketika kehidupan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORITIS
BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Efektivitas Kelompok tani Kelompok tani adalah sekumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa pria atau wanita maupun petani
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertanian, Kelompok Tani, dan Usahatani padi sawah 2.1.1 Pertanian an merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Kelompok tani merupakan kelompok belajar yang bertujuan untuk saling belajar informasi, pengalaman tentang berbagi kemajuan di bidang pertanian. Dalam kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila
Lebih terperinciBAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI
BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI 7.1 Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Keragaan adalah penampilan dari kelompok tani yang termasuk suatu lembaga,
Lebih terperinciPENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN KELOMPOK
PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN KELOMPOK KOMPETENSI DASAR: Setelah mengikuti mata latihan ini, peserta diharapkan dapat memahami tentang penumbuhkembangan kelompok, penguatan dan pembinaan kelompok pelaku
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada pembangunan. Kini pembangunan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN USAHA AGRIBINIS PEDESAAN (PUAP) DI PROVINSI BENGKULU
KODE: 26/1801.019/012/RDHP/2013 PENGEMBANGAN USAHA AGRIBINIS PEDESAAN (PUAP) DI PROVINSI BENGKULU PENELITI UTAMA Dr. Wahyu Wibawa, MP. BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2013 LEMBAR PENGESAHAN
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran untuk menguraikan nalar dan pola pikir dalam upaya menjawab tujuan penelitian. Uraian pemaparan mengenai hal yang berkaitan dan
Lebih terperinciHubungan antara Karakteristik Petani dan Dinamika Kelompok Tani dengan Keberhasilan Program PUAP
Prosiding SNaPP011: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 089-590 Hubungan antara Karakteristik Petani dan Dinamika Kelompok Tani dengan Keberhasilan Program PUAP Achmad Faqih Jurusan Agribisnis Fakultas
Lebih terperinciBAB III METODE KAJIAN
BAB III METODE KAJIAN Pengambilan data primer berupa data gapoktan dan kuesioner AHP terhadap pakar dilakukan dari tanggal 16 Maret sampai dengan 29 April 2013. Data gapoktan diambil dari gapoktan penerima
Lebih terperinciPEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN KELOMPOKTANI DAN GABUNGAN KELOMPOKTANI
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 1 PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN KELOMPOKTANI DAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)
PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciCAPAIAN KINERJA INDIKATOR INDIKATOR DAMPAK (IMPACT)
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 111 / HUK / 2009 TANGGAL : 19 OKTOBER 2009 TENTANG : INDIKATOR KINERJA PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN INDIKATOR INDIKATOR DAMPAK (IMPACT) PENINGKATAN KUALITAS
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian merupakan faktor penunjang ekonomi nasional. Program-program pembangunan yang dijalankan pada masa lalu bersifat linier dan cenderung bersifat
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR BIDANG KEGIATAN : PKM-PENELITIAN
i LAPORAN AKHIR STUDI PERBANDINGAN TINGKAT EFEKTIFITAS PENGALOKASIAN DANA PUAP TERHADAP GAPOKTAN (STUDI KASUS : Desa Cikarawang dan Desa Petir, Kabupaten Bogor) BIDANG KEGIATAN : PKM-PENELITIAN Diusulkan
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO P E R A T U R AN BUPATI P U R W O R E J O N O M OR : 40 T A H U N 2009 T E N T A N G
BUPATI PURWOREJO P E R A T U R AN BUPATI P U R W O R E J O N O M OR : 40 T A H U N 2009 T E N T A N G v P E T U N J U K T E K N I S O P E R A S IONAL PENGEMB ANG A N USAH A AGRIBIS NIS P E R D E S A AN
Lebih terperinci