BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN
|
|
- Ade Lie
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 50 BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN Dalam penelitian ini, keberlanjutan kelembagaan dikaji berdasarkan tingkat keseimbangan antara pelayanan-peran serta (manajemen), tingkat penerapan prinsip-prinsip good governance(demokrasi, transparansi, akuntabilitas) di Gapoktan, kekuatan jejaring kelembagaan yang terbangun dengan pihak-pihak lain di dalam maupundiluar komunitas, dan tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT di Gapoktan Jaya Tani. 6.1 Tingkat Keseimbangan Pelayanan-Peran Serta Tingkat keseimbangan pelayanan-peran serta adalah ukuran keberhasilan dalam proses manajemen oleh Gapoktan Jaya Tani. Keseimbangan pelayananperan serta mencakup pelayanan yang diberikan Gapoktan kepada setiap anggotanya dalam arti lain fungsi-fungsi sebuah Gapoktan terpenuhi, serta sejauh mana kontribusi dari setiap anggota terhadap Gapoktan. Terdapat sembilan pernyataan yang menunjukan bagaimana tingkat kesimbangan pelayanan-peran serta dan masing-masing pernyataan disediakan empat macam jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Berikut disajikan Tabel distribusi tingkat keseimbangan pelayanan-peran serta di Gapoktan Jaya Tani. Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keseimbangan Pelayanan-Peran Serta dalam Gapoktan No Tingkat Keseimbangan Pelayanan-Peran serta Jumlah Persentase(%) 1 Rendah 5 16,7 2 Tinggi 25 83,3 Total ,0 Sebagian besar petani memiliki anggapan bahwa sebagai anggota Gapoktan mereka memperoleh cukup banyak manfaat seperti lebih mudah memperoleh informasi mengenai pertanian, saprotan, dan dapat saling berdiskusi serta berbagi informasi antara sesama anggota. Secara umum tingkat keseimbangan pelayananperan serta Gapoktan Jaya Tani dapat dikatakan tinggi karena pada dasarnya Gapoktan Jaya Tani telah memenuhi fungsi-fungsinya, akan tetapi masih terdapat
2 51 fungsi yang belum terpenuhi yaitu Gapoktan belum bisa memberikan pinjaman modal usaha pertanian bagi anggota, Gapoktan juga belum mampu untuk mengakomodasi dalam pemasaran komoditas hasil pertanian anggota. Salah satu kendalanya adalah Gapoktan Jaya Tani saat ini belum dapat mengakses program pemerintah seperti program pengembangan usaha agribisnis (PUAP) berupa bantuan permodalan untuk mengembangkan pertanian berbasis agribisnis di tingkat petani, selain itu belum adanya koperasi pertanian menyebabkan pemasaran komoditas pertanian belum bisa diorganisir secara berkelompok. Baik di tingkat Gapoktan ataupun Poktan masing-masing memiliki waktu rutin untuk mengadakan pertemuan. Biasanya sebulan sekali petani mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan berbagai hal yang berhubungan dengan pertanian, terutama ketika ada bantuan dan kerjasama dari pemerintah atau pihak luar. 6.2 Tingkat Demokrasi Tingkat Demokrasi adalah ukuran bagaimana proses-proses dalam pengambilan sebuah keputusan ditetapkan melalui musyawarah diantara anggota Gapoktan. Responden diberikan tiga pernyataan yang menunjukan tingkat seberapa besar penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan suatu keputusan di Gapoktan. Masing-masing diberikan empat jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Di bawah ini disajikan Tabel tingkat penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan suatu keputusan dalam Gapoktan Jaya Tani. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Penerapan Prinsip-Prinsip Demokrasi No Demokrasi Jumlah Persentase(%) 1 Rendah 1 3,3 2 Tinggi 29 96,7 Total ,0 Tabel 18 memperlihatkan bahwa mayoritas petani (96,7 persen) merasa bahwa pengambilan suatu keputusan di Gapoktan selalu melalui proses musyawarah antar sesama anggota, keputusan yang diambil harus berdasarkan musyawarah mufakat anggota.
3 52 Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh AP (50 tahun) salah satu anggota Gapoktan dari kelompok karya tani :...kalau di sini apa-apa teh harus di musyawarahkan dulu, kalau mau mengambil keputusan harus berdasarkan persetujuan semua anggota. 6.3 Transparansi Transparansi adalah ukuran kemudahan mengakses informasi secara benar dan memadai terkait pengelolaan berbagai kegiatan di Gapoktan oleh anggota maupun pihak yang berkepentingan. Responden diberikan tiga pernyataan yang menunjukan tingkat seberapa besar penerapan prinsip-prinsip transparansi di Gapoktan. Masing-masing diberikan empat jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Dibawah ini disajikan Tabel tingkat penerapan prinsip-prinsip transparansi dalam Gapoktan Jaya Tani. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Penerapan Prinsip-Prinsip Transparansi No Transparansi Jumlah Persentase(%) 1 Rendah 10 33,3 2 Tinggi 20 66,7 Total ,0 Tabel 19 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (66,7 persen) mengetahui informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan kelompok, selain itu sebagian besar responden merasa bahwa Gapoktan Jaya Tani terbuka terhadap lembaga-lembaga yang ingin bekerjasama atau memerlukan informasi dari Gapoktan, akan tetapi masih banyak responden yang belum mengetahui keuangan keadaan keuangan kelompok karena memang di Gapoktan belum memiliki dokumen keuangan yang jelas. Hal ini sesuai dengan pernyataan pak HD ( 43 tahun):...kalau kegiatan-kegiatan kelompok setiap anggota pasti pada mengetahui, karena biasanya sebelumnya kami berkumpul untuk musyawarah, akan tetapi kalau masalah keuangan kelompok, terus terang saya tidak tahu karena belum pernah ada laporan.
4 Akuntabilitas Akuntabilitas adalah ukuran pertanggungjawaban pengurus terhadap anggota Gapoktan dan pihak terkait lainnya dilihat dari adanya laporan atau dokumen mengenai kegiatan dan keuangan. Responden diberikan empat pernyataan yang menunjukan tingkat seberapa besar penerapan prinsip-prinsip akuntabilitas di Gapoktan. Masing-masing diberikan empat jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Dibawah ini disajikan Tabel tingkat penerapan prinsip-prinsip akuntabilitas dalam Gapoktan Jaya Tani. Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Penerapan Prinsip-Prinsip Akuntabilitas dalam Gapoktan Jaya Tani No Akuntabilitas Jumlah Persentase 1 Rendah 13 43,3 2 Tinggi 17 56,7 Total ,0 Tabel 20 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (56,7%) mangatakan bahwa pengurus telah memiliki dokumen-dokumen yang berhubungan kegiatan kelompok. Namun untuk dokumen-dokumen mengenai keuangan kelompok hampir semua responden mengatakan pengurus belum memiliki laporan keuangan kelompok, selain itu laporan-laporan pertanggung jawaban umumnya belum dapat dilaporkan secara berkala. 6.5 Jejaring kelembagaan Jejaring kelembagaan adalah ukuran seberapa kuat relasi kerjasama yang terbangun antar kelembagaan didalam dan diluar komunitas (BPP, Koptan, KUD, Bank, perusahaan, pemerintah). Responden diberikan sembilan pernyataan yang menunjukan seberapa kuat relasi kerjasama yang sudah dibangun Gapoktan. Masing-masing diberikan empat jawaban. Untuk setiap jenis jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Dibawah ini disajikan Tabel tingkat kekuatan jejaring Gapoktan Jaya Tani. Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kekuatan Jejaring yang Terbangun Gapoktan Jaya Tani No Jejaring Kelembagaan Jumlah Persentase 1 Lemah 15 50,0 2 Kuat 15 50,0 Total ,0
5 54 Tabel 21 memperlihatkan bahwa komposisi responden antara yang mengatakan kuat dan lemah adalah seimbang hal ini disebabkan karena perbedaan keanggotaan kelompok tani dari responden. Beberapa program kerjasama misalnya antara PT Nutrimas dengan Gapoktan yaitu bantuan pinjaman saprodi pertanian, tidak semua Poktan anggota Gapoktan mendapat pinjaman atau kerjasama tersebut. Dari delapan Poktan yang tergabung ke dalam Gapoktan Jaya Tani saat ini hanya dua Poktan yang baru dapat bekerjasama dengan PT Nutrimas yaitu Poktan Subur Tani dan Adil Tani. Bentuk kerjasama yang dilakukan saat ini berupa pinjaman benih dan pupuk cair bagi petani, pinjaman tersebut dibayar ketika masa panen telah tiba. Jejaring kerjasama yang terlihat masih sangat lemah adalah akses terhadap permodalan dan pemasaran, salah satunya disebabkan karena di tingkat lokal belum terdapat koperasi. Gapoktan juga belum bisa mengakses lembaga permodalan diluar komunitas misalnya Bank. 6.6 Tingkat Partisipasi Kelompok dalam Program SL-PTT Konsep partisipasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep partisipasi Sherry Arstein (1969) yang lebih dikenal dengan istilah Delapan Tangga Partisipasi Arnstein. Konsep ini membagi tingkat partisipasi kedalam delapan tingkatan partisipasi yang digolongkan kedalam tiga golongan besar. Pertama adalah derajat terbawah, yaitu non participation (manipulation dan therapy), derajat menengah atau derajat semu yaitu degrees of tokenism (information, consultation, dan placation), dan terakhir adalah derajat tertinggi yaitu degrees of citizen power (partnership, delegated power, dan citizen control). Dalam subab ini dibahas tentang tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL- PTT). Dengan melakukan analisis ini maka akan diketahui derajat keterlibatatan masyarakat dalam pelaksanaan program SL-PTT. Derajat keterlibatan masyarakat tersebut diukur dari variabel-variabel tingkat kehadiran dalam pertemuan, keaktifan dalam diskusi, keterlibatan dalam kegiatan fisik dan kesepakatan untuk membayar sumbangan.
6 55 1. Analisis Tingkat Kehadiran dalam Pertemuan Dalam menganalisis tingkat kehadiran dalam pertemuan ini digunakan skala penilaian dengan mengacu pada teori Sherry Arnstein yaitu delapan tangga partisipasi masyarakat. Kedelapan tangga tersebut adalah: a) Hadir karena terpaksa; b) Hadir sekedar memenuhi undangan; c) Hadir untuk memperoleh informasi tanpa menyampaikan pendapat; d) Hadir untuk memperoleh informasi dan menyampaikan pendapat akan tetapi pendapatnya tidak diperhitungkan; e) Hadir dan memberikan pendapat namun hanya sedikit pendapat yang diperhitungkan; f) Hadir dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara; g) Hadir dan memiliki kewenangan untuk membuat keputusan; dan h) Hadir dan mampu membuat keputusan. Dari hasil penelitian, tingkat kehadiran dalam pertemuan dapat dijelaskan pada Tabel 22. Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kehadiran dalam Pertemuan No Variabel Skala Penilaian N Persentase Nx Bobot (%) bobot 1 Tingkat Hadir karena dipaksa kehadiran Hadir sekedar memenuhi dalam undangan pertemuan Hadir untuk memperoleh informasi tanpa 5 16, menyampaikan pendapat Hadir untuk memperoleh informasi dan menyampaikan pendapat akan tetapi pendapatnya tidak diperhitungkan 5 16, Hadir dan menyampaikan pendapat namun hanya sedikit 15 50, pendapat yang diperhitungkan Hadir dan mendapat pembagian tanggung 5 16, jawab yang setara Hadir dan memiliki kewenangan untuk membuat keputusan Hadir dan mampu untuk membuat keputusan Jumlah
7 56 Berdasarkan tingkat kehadiran dalam rapat pertemuan, tidak ada responden yang hadir dalam pertemuan karena terpaksa atau sekedar memenuhi undangan. Sebagian besar responden (50%) hadir dan menyampaikan pendapat dalam pertemuan akan tetapi hanya sedikit pendapat yang diperhitungkan, keputusan tetap berada pada pemegang wewenang. Hal ini menandakan bahwa masyarakat belum diberikan kepercayaan untuk mengambil sebuah keputusan. Untuk menentukan kategori tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan tabel di atas, dilakukan penghitungan sebagai berikut: Dari 1 (satu) variabel pertanyaan di atas terdapat 8 (delapan) pilihan jawaban pertanyaan dengan skor berkisar antara 1 sampai 8. Dengan demikian dari setiap individu akan diperoleh skor minimum 1, yaitu 1x1 dan skor maksimum dari setiap individu adalah 8, yaitu dari 1x8. Bila jumlah responden 30 orang, maka skor minimum untuk tingkat partisipasi masyarakat adalah 30x1=30 dan skor maksimum dari tingkat partisipasi masyarakat adalah 30x8=240. Setelah diketahui skor minimum dan maksimum maka ditemukan jarak intervalnya, yaitu (240 30)/8=26,25. Sehingga dengan menggunakan tipologi dari Arnstein maka tingkat partisipasi masyarakat adalah: Tabel 23. Jumlah Skor Tingkat Partisipasi No Tangga Tingkat Partisipasi Jumlah Skor 8 Citizen Control Delegated Power Partnership Placation Consultation Informing Therapy Manipulation Berdasarkan pada Tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam keaktifan hadir pada pertemuan adalah 140. Jumlah skor tersebut bila mengacu pada Tabel 23 termasuk dalam tingkat placation(tangga kelima dari delapan tangga Arsntein). Pada tingkat placation dapat diartikan bahwa masyarakat yang hadir dalam rapat/pertemuan tersebut sudah memiliki beberapa pengaruh. Namun demikian, ada beberapa hal yang
8 57 masih ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat didengar dan diperkenankan berpendapat, akan tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. 2. Analisis Keaktifan dalam Berdiskusi dan Mengemukakan Pendapat Untuk mengukur tingkat keaktifan dalam berdiskusi dan mengemukakan pendapat ini digunakan skala penilaian yang mengacu pada tangga partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh Sherry Arnstein (1969). Tangga partisipasi masyarakat tersebut terdiri dari 8 (delapan) tangga, yaitu: a) Berdiskusi karena dipaksa; b) Mendapat informasi dan berdiskusi ala kadarnya; c) Mendapat informasi dan tidak diberi kesempatan untuk berdiskusi; d) Mendapat informasi dan boleh berdiskusi akan tetapi hasil diskusi tidak diperhitungkan; e) Aktif berdiskusi akan tetapi hasil diskusi hanya sedikit yang diperhitungkan; f) Aktif berdiskusi dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara; g) Aktif berdiskusi dan memiliki kewenangan membuat keputusan; h) Aktif berdiskusi dan mampu membuat keputusan. Tingkat keaktifan dalam berdiskusi dan mengemukakan pendapat dapat dilihat pada Tabel 24. Berdasarkan Tabel tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam tingkat keaktifan hadir pada pertemuan adalah 138. Jumlah skor tersebut termasuk dalam tingkat placation (tangga kelima dari delapan tangga Arsntein). Pada tingkat placation dapat diartikan bahwa masyarakat yang hadir dalam rapat/pertemuan tersebut sudah memiliki beberapa pengaruh. Namun demikian, ada beberapa hal yang masih ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat didengar dan diperkenankan berpendapat, akan tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan.
9 58 Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keaktifan dalam Berdiskusi dan Mengemukakan Pendapat No Variabel Skala Penilaian N Persentase Nx Bobot (%) bobot 1 Tingkat Berdiskusi karena dipaksa keaktifan Mendapat informasi dan dalam berdiskusi sekadarnya 4 13,3 2 8 berdiskusi dan Mendapat informasi dan tidak diberi kesempatan 2 6,7 3 6 mengemuk akan berdiskusi Mendapat informasi dan pendapat boleh berdiskusi akan tetapi hasil diskusi tidak diperhitungkan Aktif berdiskusi akan tetapi hasil diskusi hanya sedikit yang 10 33, diperhitungkan Aktif berdiskusi dan mendapat pembagian tanggung jawab yang 7 23, setara Aktif berdiskusi dan memiliki kewenangan untuk membuat keputusan Aktif berdiskusi dan mampu untuk membuat 1 3,3 8 8 keputusan Jumlah Analisis Keaktifan dalam Kegiatan Fisik Dalam menganalisis keaktifan dalam kegiatan fisik ini digunakan skala penilaian yang mengacu pada 8 (delapan) tangga partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh Sherry Arnstein (1969). Tangga partisipasi masyarakat tersebut adalah: a) Terlibat karena dipaksa; b) Terlibat sekadarnya saja; c) Terlibat tanpa mendapat kesempatan untuk menyampaikan ide-ide; d)terlibat dan berkesempatan menyampaikan ide akan tetapi tidak diperhitungkan; e) Terlibat akan tetapi hanya sedikit ide yang diperhitungkan; f) Terlibat dan mendapat pembagian tanggung jawab yang sama; g) Terlibat dan memiliki memiliki kewenangan melaksanakan ide; h) Terlibat dan mampu membuat keputusan serta mampu mengakses dana dari luar. Tingkat keaktifan dalam kegiatan fisik dapat dilihat pada Tabel 25.
10 59 Tabel 25. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keaktifan dalam Kegiatan Fisik Persentase Nx No Variabel Skala Penilaian N Bobot (%) bobot 1 Tingkat Terlibat karena terpaksa keaktifan Terlibat sekadarnya saja 2 6,7 2 4 dalam Terlibat tanpa mendapat kegiatan 7 23, kesempatan berpendapat fisik Teribat dan berkesempatan 7 23, menyampaikan ide akan tetapi tidak diperhitugkan Terlibat akan tetapi hanya sedikit ide yang 10 33, diperhitungkan Terlibat dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara Terlibat dan memiliki kewenangan untuk 1 3,3 7 7 membuat keputusan Terlibat dan mampu membuat keputusan serta mampu mengakses dana dari luar Jumlah Berdasarkan Tabel 25 maka dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam tingkat keaktifan hadir pada pertemuan adalah 128. Jumlah skor tersebut termasuk dalam tingkat consultation (tangga keempat dari delapan tangga Arsntein). Pada tingkat consultation dapat diartikan bahwa masyarakat yang hadir dalam rapat/pertemuan tersebut tidak memberikan pengaruh. Keputusan tetap berada di pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat consultation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat diperkenankan berpendapat, akan tetapi mereka tidak mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. 4. Analisis Kesediaan untuk Membayar Untuk mengukur tingkat kesediaan untuk membayar ini digunakan skala penilaian yang mengacu pada tangga partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh Sherry Arnstein (1969). Tangga partisipasi masyarakat tersebut terdiri dari 8 (delapan) tangga, yaitu: a) Membayar karena dipaksa dan tidak memperhatikan
11 60 manfaatnya; b) Membayar sekadarnya dan tidak memperhatikan pemanfaatannya; c) Membayar dan tidak berkesempatan menyampaikan ide pemanfaatannya; d) Membayar dan berkesempatan menyampaikan ide, akan tetapi ide tidak diperhitungkan; e) Membayar dan berkesempatan menyampaikan ide akan tetapi hanya sedikit ide pemanfaatan dana yang dilaksanakan di lapangan; f) Membayar dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara dalam pemanfaatan dana; g) Membayar dan memiliki kewenangan melaksanakan ide pemanfaatannya; h) Membayar dan mampu membuat keputusan serta mampu mengakses dana dari luar. Tingkat kesediaan untuk membayar dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kesediaan Untuk Membayar No Variabel Skala Penilaian N Persentase Nx Bobot (%) bobot 1 Tingkat Membayar karena dipaksa dan tidak kesediaan memperhatikan manfaatnya untuk Membayar sekadarnya dan tidak membayar memperhatikan pemanfaatannya Membayar akan tetapi tidak berkesempatan menyampaikan ide 2 6,7 3 6 pemanfaatan dana Membayar dan berkesempatan menyampaikan ide akan tetapi ide pemanfaatan dana tidak 7 23, diperhitungkan Membayar akan tetapi hanya sedikit ide pemanfaatn dana yang 7 23, dilaksanakan di lapangan Membayar dan mendapat pembagian tanggung jawab yang setara dalam 8 26, pemanfaatan dana Membayar dan mampu untuk membuat keputusan serta mampu 6 20, mengakses dana dari luar Terlibat dan mampu membuat keputusan serta mampu mengakses dana dari luar Jumlah Berdasarkan Tabel 26 maka dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam kesediaan untuk membayar memiliki skor 159, jumlah skor tersebut masuk dalam kategori placation, yaitu tangga kelima dari delapan tangga tingkat partisipasi yang dikemukakan oleh Shrerry Arnstein. Pada tingkat placation dapat diartikan bahwa masyarakat bersedia untuk membayar namun
12 61 tidak memiliki pengaruh dalam pemanfaatan dananya. Masih ada beberapa hal yang ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat dapat terlibat dalam kegiatan fisik, namun mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa ide-ide mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. 5. Tingkat Partisipasi Kelompok dalam Program SL-PTT berikut ini: Dari keempat analisis di atas, maka dapat dirangkum sebagaimana Tabel 27 Tabel 27. Tingkat Partisipasi Kelompok dalam Program SL-PTT No Variabel Skor 1 Tingkat kehadiran dalam pertemuan Keaktifan dalam berdiskusi dan menyampaikan pendapat Keterlibatan dalam kegiatan fisik Kesediaan untuk membayar 159 Jumlah 565 Berdasarkan Tabel di atas, maka tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) adalah termasuk ke dalam tingkat placation, karena memiliki skor 565. Pada tingkat ini masyarakat memiliki pengaruh meskipun dalam beberapa hal masih ditentukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Tingkat Placation ini termasuk dalam derajat penghargaan atau degree of tokenisme, yaitu suatu tingkat partisipasi di mana masyarakat dapat berpartisipasi namun mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa ide-ide mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. 6.7 Keberlanjutan Kelembagaan Keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani dapat dikatakan sustain dilihat dari tingkat kesimbangan pelayanan-peran serta yang tergolong tinggi, dan prinsip-prinsip good governance berfungsi dengan baik di Gapoktan. Tabel 28 menunjukan persentase dan jumlah responden berdasarkan tingkat keberlanjutan kelembagaan.
13 62 Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Keberlanjutan Kelembagaan No Keberlanjutan Kelembagaan Jumlah Persentase 1 Unsustain 10 33,3 2 Sustain 20 66,7 Total ,0 Kategori sustain dari Gapoktan Jaya Tani ini masih berada pada level paling bawah dilihat dari tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT yang masih berada pada level placation (degree of tokenisme), artinya walaupun petani terlihat diberi ruang untuk berpartisipasi, menyampaikan ide dan berpendapat namun keputusan masih berada pada pemegang keputusan atau pengelola kegiatan. Selain itu juga Gapoktan Jaya Tani masih belum mampu mengembangkan jejaring kelembagaan terutama dengan lembaga-lembaga di luar komunitas. Kedepannya, diperlukan sebuah upaya dengan pendekatan atau strategi yang partisipatif untuk memperkuat kapasitas Gapoktan sehingga bisa akses terhadap lembaga-lembaga di luar komunitas, sedangkan di dalam komunitas perlu dibentuk sebuah koperasi pertanian sebagai sebuah solusi permodalan dan pemasaran komoditas pertanian. 6.8 Ikhtisar Keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani tergolong sustain dilihat dari tingkat kesimbangan pelayanan-peran serta yang tergolong tinggi, dan prinsip-prinsip good governance (demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas) berfungsi dengan baik di Gapoktan. Akan tetapi Gapoktan Jaya Tani masih belum mampu mengembangkan jejaring kelembagaan terutama dengan lembagalembaga di luar komunitas. Kategori sustain dari Gapoktan Jaya Tani ini masih berada pada level paling bawah dilihat dari tingkat partisipasi kelompok dalam program SL-PTT yang masih berada pada level placation (degree of tokenisme), artinya walaupun petani terlihat diberi ruang untuk berpartisipasi, menyampaikan ide dan berpendapat namun keputusan masih berada pada pemegang keputusan atau pengelola kegiatan.
TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH
45 TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH Bentuk Partisipasi Stakeholder Pada tahap awal kegiatan, bentuk partisipasi yang paling banyak dipilih oleh para stakeholder yaitu
Lebih terperinciPARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar)
PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar) Oleh: Aip Rusdiana 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3
Lebih terperinciTINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)
TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) (Studi Kasus pada Campaka Kecamatan Cigugur Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN TEORITIS
7 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kelembagaan dan Modal Sosial Kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkat aturan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pukul 20:09 WIB] 1 [diakses pada hari Rabu, 04 Mei 2011,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan saat ini, menempatkan unsur kelembagaan sebagai salah satu faktor penting untuk menjamin keberhasilan dan kesinambungan pembangunan dalam
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT
41 BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT Responden dalam penelitian ini adalah petani anggota Gapoktan Jaya Tani yang berasal dari tiga kelompok tani
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Studi Literatur. Survei Lokasi. Pengumpulan Data
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Tahapan dalam penelitian ini dimulai dari studi literatur hingga penyusunan Laporan Tugas Akhir, dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini: Studi Literatur
Lebih terperinciPARTISPASI PETANI DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) PADI NON HIBRIDA
PARTISPASI PETANI DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) PADI NON HIBRIDA (Sudi Kasus : Desa Matang Ara Jawa Kecamatan Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang, Nanggroe Aceh Darusslam)
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
62 III. METODE PENELITIAN A. Definisi dan Indikator Variabel 1. Difinisi Variabel Definisi variabel dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis data
Lebih terperinciPENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI
PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI (Oryza sativa L) JAJAR LEGOWO 4 : 1 (Studi Kasus pada Kelompoktani Gunung Harja di Desa Kalijaya Kecamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan dua hal yang amat penting, pertama adalah
Lebih terperinciPartisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan
2.1 Definisi Partisipasi Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Mubyarto dalam Ndraha (1990), partisipasi adalah kesediaan
Lebih terperinciSIDANG UJIAN TUGAS AKHIR
SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERBAIKAN LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN (STUDI KASUS : KECAMATAN RUNGKUT) Disusun Oleh: Jeffrey Arrahman Prilaksono 3608 100 077 Dosen Pembimbing:
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Burung Hantu (Tyto alba) dan Pemanfaatannya Burung hantu (Tyto alba) pertama kali dideskripsikan oleh Giovani Scopoli tahun 1769. Nama alba berkaitan dengan warnanya
Lebih terperinciDATA OLAH SPSS. Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Partisipasi Individu dalam Program SL-PTT
LAMPIRAN 70 71 DATA OLAH SPSS Hubungan Karakteristik dengan Tingkat Partisipasi Individu dalam Program SL-PTT Jenis Kelamin * Tingkat Partisipasi Crosstabulation Tingkat Partisipasi Total Informing Consultation
Lebih terperinciV. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci menjabarkan secara rinci situasi dan kondisi poktan sebagai
Lebih terperinciANALISIS KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN DAN TINGKAT PARTISIPASI KELOMPOK DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)
ANALISIS KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN DAN TINGKAT PARTISIPASI KELOMPOK DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) (Kasus: Gabungan Kelompok Tani Jaya Tani Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan,
Lebih terperinciIdentifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Air Bersih di Kelurahan Cihaurgeulis
Reka Lingkungan Teknik Lingkungan Itenas No.1 Vol. 6 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2018 Identifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Air Bersih di Kelurahan Cihaurgeulis
Lebih terperinciLaki-laki Perempuan Jumlah
30 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN KELOMPOK 5.1 Karakteristik Responden Pada bagian ini diuraikan karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,
Lebih terperinciBAB III PENDEKATAN LAPANG
17 BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di salah satu desa penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yaitu Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. ini akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan
digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Partisipasi Masyarakat Pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia, dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung pada masyarakat
Lebih terperinciBAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI
BAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI 5.1. Penggolongan dan Non- LKMS Kartini Komunitas perdesaan dalam konteks penelitian ini tidak hanya dipahami sebagai sekumpulan orang, namun juga sebagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelompok Tani Kelompoktani adalah kelembagaan petanian atau peternak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi dan sumberdaya)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Konsep Aspirasi, Kebutuhan dan Keinginan Masyarakat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Aspirasi, Kebutuhan dan Keinginan Masyarakat Kebutuhan menurut Dwiyanto dkk (2003) adalah sesuatu rasa baik itu dalam bentuk produk, jasa, pelayanan, kesenangan dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki lahan pertanian yang potensial. Lahan pertanian tersebut memiliki potensi untuk ditanami beberapa tanaman pangan yang
Lebih terperinciVI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN
VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN 6.1. Perkembangan Program PUAP Program PUAP berlangsung pada tahun 2008 Kabupaten Cianjur mendapatkan dana PUAP untuk 41 Gapoktan, sedangkan yang mendapatkan
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Wilayah Pesisir
6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Wilayah Pesisir Sampai saat ini memang belum ditemukan definisi yang pasti mengenai wilayah pesisir karena batas-batas yang ada bisa berubah sewaktu-waktu, namun ada beberapa
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran
Lebih terperinciMASYARAKAT RESTI TARYANIA
ANALISIS MODAL SOSIAL DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT RESTI TARYANIA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DEPARTEMEN DAN PENGEMBANGA SAINS AN MASYARAKAT KOMUNIKA FAKULTAS ASI DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma good governance muncul sekitar tahun 1990 atau akhir 1980-an. Paradigma tersebut muncul karena adanya anggapan dari Bank Dunia bahwa apapun dan berapapun bantuan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sub DAS Keduang, daerah hulu DAS Bengawan Solo, dengan mengambil lokasi di sembilan Desa di Kabupaten Wonogiri yang menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada
Lebih terperinciINSTRUMEN PENILAIAN GAPOKTAN BERPRESTASI
FORM 6 NO INSTRUMEN PEAN GAPOKTAN BERPRESTASI A. ASPEK ADMINISTRASI KELEMBAGAAN 2 1 Identitas calon Gapoktan berprestasi Form 1 a. Lengkap sesuai persyaratan b. Kurang lengkap sesuai persyaratan 15 c.
Lebih terperinciANALISIS TINGKAT PARTISIPASI DAN TARAF HIDUP PENERIMA PROGRAM UMKM PT ITP DI DESA LULUT, KLAPANUNGGAL, BOGOR DWI YUNI ATIK
ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI DAN TARAF HIDUP PENERIMA PROGRAM UMKM PT ITP DI DESA LULUT, KLAPANUNGGAL, BOGOR DWI YUNI ATIK DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
Lebih terperinciPENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pada bagian ini disajikan tinjauan literatur yang berkaitan dengan beberapa konsep yang digunakan pada penelitian ini. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu melihat
Lebih terperinciBAB VII PARTISIPASI KOMUNITAS TANI DAN KESIAPAN INSTITUSI DALAM PELAKSANAAN PROSES PEMBERDAYAAN
55 BAB VII PARTISIPASI KOMUNITAS TANI DAN KESIAPAN INSTITUSI DALAM PELAKSANAAN PROSES PEMBERDAYAAN 7.1 Partisipasi sebagai Kunci Pemberdayaan Partisipasi menurut Apriyanto (2008) merupakan keterlibatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan mendasar dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu bagian yang mengalami perubahan mendasar dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Lebih terperinciKERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kelembagaan Pertanian (Djogo et al, 2003) kelembagaan adalah suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Lampung Selatan merupakan salah satu dari 14 kabupaten/kota di
72 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Selatan merupakan salah satu dari 14 kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Daerah Kabupaten
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Kelompok Tani Lestari Indah di Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan, Bontang adalah:
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dari analisis data mengenai Dampak Pemberdayaan Masyarakat bagi Perempuan mengenai Pelaksanaan CSR PT. Badak NGL terhadap Anggota Perempuan Kelompok Tani Lestari
Lebih terperinciV. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN
44 V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 5.1 Profil Perempuan Peserta Program PNPM Mandiri Perkotaan Program PNPM Mandiri Perkotaan memiliki syarat keikutsertaan yang harus
Lebih terperinciPARTISIPASI PEMILIK RUMAH KOS DALAM IMPLEMENTASI PERDA KOTA SEMARANG NO. 3 TAHUN 2011 DI KELURAHAN TEMBALANG. Oleh : Mey Prastiwi, Tri Yuniningsih
PARTISIPASI PEMILIK RUMAH KOS DALAM IMPLEMENTASI PERDA KOTA SEMARANG NO. 3 TAHUN 2011 DI KELURAHAN TEMBALANG Oleh : Mey Prastiwi, Tri Yuniningsih DEPARTEMEN ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di pedesaan merupakan salah satu masalah pokok pedesaan yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No., (06) ISSN: 7-59 (0-97 Print) C88 Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh di Kelurahan Kotalama Kota Malang Irwansyah Muhammad
Lebih terperinciPEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA KOMITE PEMANTAU RISIKO PT.BANK RIAU KEPRI
PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA KOMITE PEMANTAU RISIKO PT.BANK RIAU KEPRI I. TUJUAN 1. Membantu Dewan Komisaris untuk senantiasa meningkatkan kualitas pelaksanaan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan
Lebih terperinciBAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan, dimana didalam negara kesatuan dibagi menjadi 2 bentuk, yang pertama adalah negara kesatuan dengan sistem sentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implikasi positif dari berlakunya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, diharapkan DPRD yang selanjutnya disebut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan hutan dan lahan di Indonesia telah banyak menyebabkan kerusakan lingkungan. Salah satunya adalah kritisnya sejumlah daerah aliran sungai (DAS) yang semakin
Lebih terperinciPARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN Partisipasi masyarakat dalam program agropolitan ditentukan oleh karakteristik responden. Bab ini membahas karakteristik partisipan yang dijadikan sebagai
Lebih terperinciPENGARUH LAMA TINGGAL TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN
PENGARUH LAMA TINGGAL TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN Sigit Wijaksono Architecture Department, Faculty of Engineering, Binus University Jl. K.H. Syahdan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.
Lebih terperinciHUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT
HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT Hipotesis dalam penelitian ini adalah semakin tinggi peran stakeholders dalam penyelenggaraan program agropolitan di Desa Karacak maka semakin
Lebih terperinciPEMBERDAYAAN PETANI MELALUI WADAH KOPERASI UNTUK MENCAPAI KETAHANAN PANGAN. Menteri Pertanian RI Pada : Jakarta Food Security Summit (JFSS)
PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI WADAH KOPERASI UNTUK MENCAPAI KETAHANAN PANGAN Menteri Pertanian RI Pada : Jakarta Food Security Summit (JFSS) JAKARTA, 12 13 FEBRUARI 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN KOPERASI UU
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pemaparan penelitian ini, maka diperoleh
122 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan 1. Simpulan Deskriptif Berdasarkan hasil analisis dan pemaparan penelitian ini, maka diperoleh simpulan deskriptif yang menunjukkan bahwa: 1. Kepuasan
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM KOPERASI PETANI SAWIT RAKYAT (KPSR) MANGKE JAYA. A. Sejarah Singkat Koperasi Petani Sawit Rakyat (KPSR) Mangke Jaya
BAB II GAMBARAN UMUM KOPERASI PETANI SAWIT RAKYAT (KPSR) MANGKE JAYA A. Sejarah Singkat Koperasi Petani Sawit Rakyat (KPSR) Mangke Jaya Koperasi Petani Sawit Rakyat (KPSR) Mangke Jaya beralamat di Dusun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa
Lebih terperinciBAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK EKONOMI SERTA SOSIAL CSR BERDASARKAN PELAPISAN SOSIAL
BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK EKONOMI SERTA SOSIAL CSR BERDASARKAN PELAPISAN SOSIAL.1 Karakteristik Komunitas Dampak CSR dan Bukan Dampak CSR.1.1 Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian diketahui
Lebih terperinciTranspormasi kelembagaan tani menjadi Kelembagaan Ekonomi Petani tidak terelakkan lagi, sejalan dengan tuntunan untuk melakukan penguatan organisasi
Transpormasi kelembagaan tani menjadi Kelembagaan Ekonomi Petani tidak terelakkan lagi, sejalan dengan tuntunan untuk melakukan penguatan organisasi usaha yang berbadan hukum, terbentuk organisasi pelaku
Lebih terperinciBAB II KONSEP TEORITIS. Inggris participation yang berarti pengambilan bagian, melalui pikiran atau langsung dalam bentuk fisik. 2
31 BAB II KONSEP TEORITIS A. Teori Partisipasi Masyarakat 1. Pengertian partisipasi Banyak ahli memberikan pengertian mengenai konsep partisipasi. Bila dilihat dari asal katanya, kata partisipasi berasal
Lebih terperinciVII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN
VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN 7.1. Latar Belakang Rancangan Program Kemiskinan di Desa Mambalan merupakan kemiskinan yang lebih disebabkan oleh faktor struktural daripada faktor
Lebih terperinciBAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN
BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN 6.1. Hubungan Antara Tingkat Partisipasi dengan Dampak Sosial 6.1.1. Analisis Uji Hipotesis Penelitian Hipotesis
Lebih terperinciEVALUASI KINERJA PENYULUH DAN PENENTUAN PENGEMBANGAN STRATEGI KINERJA PENYULUH PERTANIAN ORGANIK ATAS DASAR FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL KOTA BATU
P R O S I D I N G 447 EVALUASI KINERJA PENYULUH DAN PENENTUAN PENGEMBANGAN STRATEGI KINERJA PENYULUH PERTANIAN ORGANIK ATAS DASAR FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL KOTA BATU Hendro prasetyo 1 dan Tri Oktavianto
Lebih terperinciTINJAUAN ANALYTICAL SCALE OF PARTICIPATION TERHADAP PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI INDONESIA
TINJAUAN ANALYTICAL SCALE OF PARTICIPATION TERHADAP PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI INDONESIA Oleh : Johanes. D. Lahunduitang 1, Fela Warouw 2 ( 1 Staf Pengajar Universitas Sariputra
Lebih terperinciII. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kemiskinan
6 II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan dapat dikelompokkan ke dalam kemiskinan struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi bangsa Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani.
Lebih terperinciGambar 3. Peta Wilayah Desa Tlogoweru Sumber: Arsip Desa, 2015
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Lokasi Penelitian Desa Tlogoweru terletak di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, dengan perbatasan wilayah desa sebagai berikut Batas
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan
III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan
Lebih terperinciPARTISPASI PETANI DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) PADI NON HIBRIDA SKRIPSI
PARTISPASI PETANI DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) PADI NON HIBRIDA (Sudi Kasus : Desa Matang Ara Jawa Kecamatan Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang, Nanggroe Aceh Darusslam)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. material untuk sebagian masih diukur antara lain, melalui GNP (Gross National Product)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah pembangunan yang sering kita pakai merupakan salah satu istilah yang relatif masih baru. Secara relatif masih muda, belum begitu lama kita pakai dan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah. Kecamatan Bangun Rejo merupakan pemekaran
Lebih terperinciP E N I N G K A T A N K A P A S I T A S P O K T A N &
P E N I N G K A T A N K A P A S I T A S P O K T A N & D i s a m p a i k a n p a d a B i m t e k B u d i d a y a T e r n a k R u m i n a n s i a K e r j a s a m a D i n a s P e t e r n a k a n d a n K e
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DENGAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG
HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DENGAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG Relationship Between Participation of School Committee with Fulfillment
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah pembangunan yang bertumpu pada peningkatan sumber daya aparatur pemerintah sebagai kunci pokok
Lebih terperinciBAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH
67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai
Lebih terperinciMODUL KAJIAN KEBUTUHAN DAN PELUANG (KKP)
MODUL KAJIAN KEBUTUHAN DAN PELUANG (KKP) Prof. Dr. Marwoto dan Ir Farur Rozy MS Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul A Tujuan 1. Mengumpulkan dan menganalisis
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 6.1 Strategi Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembangunan desa dirinci setiap misi dan tujuan sebagai berikut : Misi 1: Misi 2: Meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance), pemerintah terus melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab. sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Koperasi Tri Dharma adalah sebuah koperasi yang memiliki anggota
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan
Lebih terperinciBAB VII REFLEKSI TEORITIK. berkaitan. Menurut buku pemberdayaan masyarakat. terdapat dua kunci yang
BAB VII REFLEKSI TEORITIK Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang saling berhubungan, saling berkaitan. Menurut buku pemberdayaan masyarakat. terdapat dua kunci yang harus dilakukan dalam pemberdayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi
Lebih terperinciBAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR
BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR Dalam pengelolaan sebuah koperasi pegawai seperti KOWAR, sangat dibutuhkan pelaku-pelaku yang memiliki kemampuan dan tanggung jawab yang besar dalam mengelola koperasi
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2012
BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA SEBAGAIMANA TELAH
Lebih terperinciMETODE KAJIAN. Tipe Dan Aras Kajian. Tipe Kajian
METODE KAJIAN Tipe Dan Aras Kajian Tipe Kajian Tipe kajian dalam kajian ini adalah tipe evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif yaitu menentukan efektivitas tindakan dan intervensi manusia (program, kebijakan,
Lebih terperinciPengaruh Status Sosial Ekonomi terhadap Partisipasi Masyarakat dalam. Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) Infrastruktur Jalan di
Pengaruh Status Sosial Ekonomi terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) Infrastruktur Jalan di Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora Oleh: Septiana Cahyaningtyas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Partisipasi berasal dari bahasa latinpartisipare yang mempunyai arti dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1 Pengertian partisipasi Partisipasi berasal dari bahasa latinpartisipare yang mempunyai arti dalam bahasa Indonesia mengambil bagian atauturut serta
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Wilayah Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur yaitu di Desa Pakusari Kecamatan Pakusari. Desa Pakusari memiliki lima Dusun yaitu Dusun
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di
63 BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil analisis kesesuaian, pengaruh proses pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende dapat dibahas
Lebih terperinciPELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT
VI PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT 6.1. Gambaran Umum Kemitraan Kemitraan antara petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes dengan PT. Medco Intidinamika berawal pada
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN
BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal pelanggan dalam penelitian ini adalah faktor yang berhubungan dengan motivasi pelanggan dalam melakukan pembelian komoditas teh atau kelapa
Lebih terperinciKata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi
BAB 4 P E N U T U P Kata Pengantar Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi Bab 4 Berisi : Gorontalo di susun sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Kesimpulan dari hasil penyusunan Gorontalo
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN PRODUKTIVITAS ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI KANIA DALAM PRODUKSI SUSU KARAMEL
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN PRODUKTIVITAS ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI KANIA DALAM PRODUKSI SUSU KARAMEL (Kasus Desa Tajur Halang Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor Jawa Barat) DEBI WIRANTI
Lebih terperinci