KEMUNDURAN MUTU IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) PASCA PANEN PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING RIJAN ZAKARIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEMUNDURAN MUTU IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) PASCA PANEN PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING RIJAN ZAKARIA"

Transkripsi

1 KEMUNDURAN MUTU IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) PASCA PANEN PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING RIJAN ZAKARIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 RINGKASAN RIJAN ZAKARIA. C Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling. Dibimbing oleh NURJANAH dan TATI NURHAYATI Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang tinggi dan dapat dicerna dengan mudah oleh manusia. Pada umumnya ikan mempunyai kandungan kolesterol rendah dan asam lemak berantai ganda dengan jumlah yang besar. Komposisi kimia ikan tergantung dari spesies ikan, umur, habitat, dan pakan. Salah satu contoh spesies ikan yang memiliki kandungan protein yang tinggi, yaitu ikan gurami. Ikan gurami memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebab ikan ini memiliki rasa daging yang enak, mempunyai kandungan gizi tinggi yang bermanfaat untuk pertumbuhan maupun pembentukan energi. Biasanya ikan gurami banyak dijual di pasaran dalam keadaan segar baik dalam kondisi masih hidup ataupun yang sudah mati. Kesegaran ikan gurami dapat dipertahankan dengan penyimpanan suhu chilling. Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan fase post mortem ikan gurami dengan berbagai umur panen, yakni umur 2,5 tahun (A); 1,5 tahun (B); dan umur 8 bulan (C) sebagai patokan untuk uji objektif. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan gurami menggunakan uji subjektif (organoleptik) dan objektif (TVB, TPC, ph, assay aktivitas enzim katepsin dan konsentrasi protein katepsin). Uji organoleptik dilakukan pada 14 titik dengan selang pengamatan setiap 6 jam sekali. Uji TVB, TPC, ph, assay aktivitas enzim katepsin dan konsentrasi protein katepsin dilakukan pada fase pre-rigor, rigor, post rigor dan deteriorasi. Ikan gurami A, B, dan C memiliki berat total dan panjang total secara berturut-turut, yakni: 995,45 g ± 1,85 g, cm, 697,65 g ± 1,24, cm; 345,55 g ± 1,42, cm. Rendemen gurami adalah kepala %; tulang %; jeroan 6-8 %; insang 1-2 %; sirip 3-5 % dan sisik 4 %. Komposisi kimia ikan gurami adalah kadar air 72,96-75,48 %; abu 0,95-1,03 %; lemak 2,20-2,79 % dan protein 18,71-20,67 %. Ikan gurami A mencapai fase pre rigor, rigor mortis, post rigor, dan deteriorasi secara berturut-turut adalah pada jam ke-0, 36, 228, dan 324. Ikan gurami B pada jam ke 0, 30, 198 dan 268 sedangkan ikan C, yakni jam ke 0, 24, 180, dan 234. Ikan gurami A mengalami kemunduran mutu lebih lambat dibandingkan dengan ikan gurami B dan C. Nilai organoleptik ikan gurami selama penyimpanan berselang antara 2-9. Ikan gurami memiliki nilai log TPC antara 3,079-9,176 CFU/ml, ph antara 5,92-6,87, TVB antara 7,28-32,42 mg N/100 g, aktivitas enzim katepsin antara 0,233-1,733 U/ml dan konsentrasi protein enzim katepsin antara 0,457-0,253 mg/ml. Hasil ANOVA α=0,05 menunjukkan perbedaan umur panen dari ketiga ikan gurami memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju kemunduran mutu ikan terkait pada uji objektif yang meliputi uji TPC, ph, TVB, dan aktivitas spesifik enzim katepsin.

3 KEMUNDURAN MUTU IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) PASCA PANEN PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING Oleh: RIJAN ZAKARIA C Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

4 Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomor pokok : KEMUNDURAN MUTU IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) PASCA PANEN PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING : Rijan Zakaria : C Disetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Ir. Nurjanah, MS Dr. Tati Nurhayati S.Pi M.Si NIP NIP Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP Tanggal lulus :

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, September 2008 Rijan Zakaria C

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling. Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada: 1. Ayah dan ibu tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis. 2. Ibu Ir. Nurjanah M.S dan Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku komisi pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 3. Bapak Ir. Dadi R Sukarsa dan Ibu Ir. Wini Trilaksani M.Si selaku dewan penguji atas segala masukan dan kritikan yang membangun demi penyempurnaan penulisan skripsi ini. 4. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim M.Si selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan dorongan semangatnya kepada penulis. 5. Bapak Ir Agoes M Jacoeb selaku komisi pendidikan THP atas kesabaran, saran, dukungan yang telah diberikan pada penulis 6. Keluarga kakakku tercinta Yudi Astuti, Budi Netti, Saefudin Nurmiati, Adi Nurhidayah dan adikku Ajad atas kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis. 6. Ibu Ema (Laboran THP), Ibu Ika dan Ibu Dewi (PAU) serta Pak Wahyu (FKH) yang telah memberikan banyak sekali pembelajaran kepada penulis. 7. Seluruh staf dosen dan TU THP (Pak Jamhuri, Pak Tatang, Pak Ade, Mba Heni, Mas Mail, Bu Yati, Mas Zaki, Mas Ipul, dan Umi mamah), terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis

7 8. Keluarga besar Wiliyanto dan Keluarga besar Malik di Pulau Panggung Enim. Doa dan dukungannya selama ini sangat berarti buatku, terima kasih banyak. 9. Sahabat sekaligus saudara terbaik saya Nurman Hidayat dan keluarga besar Bapak Rachmat Lubis atas doa, semangat, dukungan nya selama ini. 10. Teman-teman satu bimbingan: Theta, Kudil, Opick, Wahyu, Erlangga Terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya kepada penulis selama melaksanakan penelitian. 11. Teman-teman satu kost-an (Yudha, Gilang, Derry, Opik, Bozonk, Wawan) Terima kasih sudah bisa menjadi sahabat-sahabat terbaik buat penulis. 12. Sahabat-sahabatku: Pu-Rie, Theta, Alim, Anez, Bang Yayan, Ijal, Afey, Galih, Dede, Al-Saloon Crew, An-Nur Crew, anak-anak lab Om Benk dan anak-anak THP 41. Terima kasih atas kebersamaan, bantuan, semangat dan doa nya. 13. Kakak-kakak kelasku (THP 40 dan THP 39) dan adik-adik kelasku (THP 42 dan THP 43) atas semangat dan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan seminar dan sidang. 14. Ayunda Panda Hilton atas motivasi, doa, senyuman dan canda tawa yang telah diberikan kepada penulis 15. Kak Deden, Kak Aris Tenjo, Kak Merry Apriyanti, Kak Dian Purbasari, Nina, Irfan, Rustam, Uu, Idmar dan Idris atas segala bantuan dan semangat nya 16. Kak Dzulkifli Atas semua bantuan baik materil dan moril, waktu, kesabaran, semangat dan doa nya 17. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, 28 juli 2008 Rijan zakaria C

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Oktober 1986 di Pulau Panggung Enim-Palembang. Penulis adalah anak ke-5 dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Hasanulkarim dan Ibu Umi Habibah. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1992 di SDN 2 Pulau Panggung Enim dan diselesaikan pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Tanjung Agung ( ) dan SMA Negeri 1 Unggulan Muara enim ( ). Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah, penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) dan tergabung dalam Ikatan Keluarga Mahasiswa Bumi Sriwijaya (IKAMUSI) dari tahun 2004 hingga sekarang. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten dosen mata kuliah Toksikologi Hasil Perairan (2007), Kimia Industri Hasil Perairan (2007), dan Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan (2008). Penulis juga aktif dalam penulisan karya ilmiah pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) IXX di Universitas Muhamaddiyah malang (2006), PIMNAS XX di Universitas lampung (2007) dan PIMNAS XXI di Universitas Sebelas Maret Semarang (2008) Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling, dibimbing oleh Ibu Ir. Nurjanah M.S dan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Mutu Ikan Proses Kemunduran Mutu Perubahan pre-rigor mortis Perubahan rigor mortis Perubahan karena aktivitas enzim Perubahan karena aktivitas bakteri Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan Metode Pengukuran Kesegaran Ikan Proses Pendinginan Enzim Katepsin Peranan Enzim Katepsin dalam Kemunduran Mutu Ikan METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian pendahuluan Penelitian utama Pengamatan Rendemen Uji organoleptik (SNI ) Total plate count (TPC) (Fardiaz 1987) Analisis Proksimat (a). Kadar air (AOAC 1995) (b). Kadar abu (AOAC 1995) (c). Kadar protein (AOAC 1995) (d). Kadar lemak (AOAC 1995)... 27

10 3.4.5 ph (Apriyantono et al. 1989) Total volatile base (TVB) (AOAC 1995) Assay Aktivitas Katepsin (Dinu et al. 2002) Pengukuran Konsentrasi Protein Katepsin (Bradford 1976) Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Ukuran dan rendemen ikan gurami (Osphronemus gouramy) Penentuan fase post mortem ikan gurami (Osphronemus gouramy) Penelitian Utama Hasil analisis proksimat ikan gurami (Osphronemus gouramy ) (a). Kadar air (b). Kadar abu (c). Kadar protein (d). Kadar lemak Nilai organoleptik Nilai TPC (Total Plate Count) Nilai ph Nilai TVB (Total Volatile Base) Aktivitas spesifik enzim katepsin Hubungan antar parameter kesegaran ikan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 65

11 DAFTAR TABEL No Teks Halaman 1. Ciri-ciri ikan segar dan tidak segar Spesifikasi persyaratan mutu ikan basah Pengelompokkan mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhannya Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan mutu ikan Potensi lamanya penyimpanan ikan dengan es Enzim proteolitik yang berhubungan dengan lisosom otot ikan Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,1-1,0 mg/ml Fase post mortem ikan gurami (Osphronemus gouramy) A pada penyimpanan suhu chilling Fase post mortem ikan gurami (Osphronemus gouramy) B pada penyimpanan suhu chilling Fase post mortem ikan gurami (Osphronemus gouramy) C pada penyimpanan suhu chilling Hasil analisis proksimat ikan gurami (Osphronemus gouramy) dengan berbagai umur panen Nilai ph terendah berbagai jenis ikan pada fase post mortem Aktivitas katepsin, konsentrasi protein katepsin, dan aktivitas spesifik katepsin ikan gurami pada berbagai umur panen selama penyimpanan suhu chilling... 54

12 DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1. Ikan gurami (Osphronemus gouramy) Akibat dari terhentinya sirkulasi darah dalam jaringan otot (Lawrie 1985) Kerangka penelitian pendahuluan Kerangka penelitian utama Persentase rendemen ikan gurami A Persentase rendemen ikan gurami B Persentase rendemen ikan gurami C Kadar air ikan gurami dengan berbagai umur panen Kadar abu ikan gurami dengan berbagai umur panen Kadar protein ikan gurami dengan berbagai umur panen Kadar lemak ikan gurami dengan berbagai umur panen Rata-rata nilai organoleptik dari ikan gurami dengan berbagai umur panen pada penyimpanan suhu chilling Nilai log TPC dari ikan gurami dengan berbagai umur panen pada penyimpanan suhu chilling Nilai log ph dari ikan gurami dengan berbagai umur panen pada penyimpanan suhu chilling Proses glikolisis pada daging ikan (Eskin 1990) Nilai log TVB dari ikan gurami dengan berbagai umur panen pada penyimpanan suhu chilling Aktivitas spesifik enzim katepsin ikan gurami pada berbagai umur panen selama penyimpanan suhu chilling Hubungan antar parameter kesegaran ikan gurami A Hubungan antar parameter kesegaran ikan gurami B Hubungan antar parameter kesegaran ikan gurami C... 59

13 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Score sheet uji orgoneltik ikan segar (SNI ) Data mentah panjang, berat dan rendemen ikan gurami a Data mentah nilai organoleptik ikan gurami pre-rigor b Data mentah nilai organoleptik ikan gurami fase rigor c Data mentah nilai organoleptik ikan guarmi fase post rigor d Data mentah nilai organoleptik ikan guarmi fase busuk Data mentah nilai TPC ikan gurami pada tiap fase Hasil uji ragam (anova) nilai TPC Hasil uji ragam (anova) nilai ph Hasil uji ragam (anova) nilai TVB Hasil uji ragam (anova) nilai aktivitas katepsin Hasil uji ragam (anova) nilai konsentrasi protein katepsin a. Data mentah nilai ph, TVB, Assay aktivitas katepsin dan konsentrasi protein katepsin ikan gurami b. Persamaan linear konsentrasi protein enzim katepsin... 81

14 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah perairan Indonesia sangat luas dan mengandung sumberdaya perikanan darat dan perikanan laut yang sangat besar. Potensi produksi perikanan darat Indonesia cukup besar kenaikannya selama kurun waktu antara tahun yaitu dari ton/tahun menjadi ton/tahun dan untuk potensi produksi ikan gurami antara kurun waktu , yaitu ton/tahun hingga ton/tahun (Ditjen Perikanan Tangkap, DKP 2007). Adapun keunggulan dari hasil perikanan, yakni ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup tinggi dan juga dapat dicerna dengan mudah oleh manusia. Hal ini dikarenakan susunan komponen protein ikan hampir sama dengan susunan komponen protein pada manusia. Selain itu juga, pada umumnya ikan mempunyai kandungan kolesterol rendah dan asam lemak yang berantai ganda dengan jumlah yang besar. Komposisi kimia ikan tergantung pada spesies, umur, habitat dan pakan. Salah satu contoh spesies ikan yang memiliki nilai gizi yang tinggi, yaitu ikan gurami Ikan gurami merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan ini memiliki labirin dan secara taksonomi termasuk famili Osphronemidae. Ikan gurami termasuk komoditas yang banyak dikembangkan oleh para petani. Hal ini dikarenakan permintaan pasar cukup tinggi karena rasa dagingnya yang enak, pemeliharaan mudah, serta harga yang relatif stabil. Selain itu, ikan gurami merupakan bahan pangan yang mempunyai kandungan gizi tinggi yang bermanfaat bagi manusia terutama untuk pertumbuhan maupun pembentukan energi. Biasanya ikan gurami banyak dijual di pasaran dalam keadaan segar baik dalam kondisi masih hidup ataupun yang sudah mati (Jangkaru 1998). Namun demikian, ikan segar memiliki kelemahan, yaitu mudah mengalami kerusakan atau kemunduran mutu (highly perishable food). Proses kemunduran mutu ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Kecepatan proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak

15 berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia. Faktor luar yang paling berpengaruh terhadap kemunduran mutu ikan adalah penggunaan alat tangkap dan penanganan pascapanen yang dilakukan oleh para nelayan. Alat tangkap yang baik adalah yang dapat menekan tingkat stres pada ikan dan mengurangi gerakan ikan (merontaronta) sebelum mati. Penanganan yang baik adalah menggunakan sistem rantai dingin serta mengutamakan sanitasi dan higiene untuk mempertahankan mutu mengingat perairan Indonesia merupakan perairan tropis sebagai tempat yang baik untuk pertumbuhan mikroba pembusuk. Jika tidak mendapatkan penanganan yang baik maka akan mengalami kemunduran mutu dengan cepat. Mutu ikan dapat terus dipertahankan jika ikan tersebut ditangani dengan hati-hati, cepat, bersih, dan disimpan dalam ruangan dengan suhu yang dingin (C3Q: cool, clean, carefull n quick). Salah satu faktor internal yang sangat penting dan erat hubungannya dengan mutu ikan adalah tingkat kesegaran ikan tersebut. Ikan dalam keadaan masih segar memiliki mutu yang baik sehingga nilai jualnya tinggi, sebaliknya jika ikan kurang segar memilki mutu yang rendah sehingga harganya rendah (Murniyati dan Sunarman 2000). Kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan melainkan dipertahankan. Agar tingkat kesegaran ikan dapat dipertahankan maka diperlukan teknik-teknik penanganan yang tepat. Salah satu teknik penanganan ikan yang paling umum dilakukan untuk menjaga kesegaran ikan adalah penggunaan suhu rendah atau disebut juga teknik pendinginan ikan. Teknik pendinginan ini biasanya diterapkan pada tahap pasca panen setelah penangkapan, pengolahan, distribusi, dan konsumsi. Adapun keuntungan penerapan suhu rendah pada ikan dapat memperpanjang daya awetnya mencapai satu sampai empat minggu, serta mempertahankan tingkat kesegaran ikan dan nilai gizinya. Selain itu, pada kondisi suhu rendah pertumbuhan bakteri pembusuk dan proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu menjadi lebih lambat (FAO 1995). Oleh karena itulah penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses kemunduran mutu ikan gurami selama penyimpanan suhu chilling agar dapat dijadikan acuan data oleh masyarakat luas.

16 1.2 Tujuan Penelitian ini memiliki tujuan umum yaitu untuk mengetahui pola kemunduran mutu ikan gurami dan memiliki tujuan khusus sebagai berikut: (1). mengetahui tingkat kesegaran ikan gurami pada penyimpanan suhu chilling secara subjektif dan objektif (TVB, TPC, dan ph) pada beberapa umur panen; (2). mengetahui komposisi kimia (proksimat), karakteristik, dan rendemen ikan gurami pada beberapa umur panen; (3). mengetahui aktivitas katepsin dan konsentrasi protein enzim katepsin dari ikan gurami pada beberapa umur panen.

17 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Gurami Ikan gurami merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina ( Chakroff 1976). Ikan ini termasuk salah satu ikan labyrinthici dan secara taksonomi termasuk famili Osphronemidae. Adapun klasifikasi ikan gurami menurut Saanin (1984)(adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Osteichtyes Ordo : Teleostei Subordo : Labyrinthici Famili : Anabantidae Genus : Osphronemus Spesies : Osphronemus gouramy, Lac. ( Gambar 1) Gambar 1. Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Secara morfologi, ikan ini memiliki bentuk badan agak panjang, pipih dan tertutup sisik yang berukuran besar serta terlihat kasar dan kuat, terdapat garis lateral tunggal, lengkap dan tidak terputus, bersisik stenoid serta memiliki gigi pada rahang bawah. Sirip ekor membulat. Jari-jari lemah pertama sirip perut merupakan benang panjang yang berfungsi sebagai alat peraba. Tinggi badan 2,0-2,1 kali dari panjang standar. Pada ikan muda terdapat garis-garis tegak berwarna hitam berjumlah 8 sampai dengan 10 buah dan pada daerah pangkal ekor terdapat titik hitam bulat. Bagian kepala gurami muda berbentuk lancip dan

18 akan menjadi tumpul bila sudah besar. Mulutnya kecil dengan bibir bawah sedikit menonjol dibandingkan bibir atas dan dapat disembulkan. (Jangkaru 1998). Ikan gurami mempunyai alat pernafasan tambahan berupa labirin yang berbentuk selaput, berkelok-kelok dan merupakan penonjolan tepi atas insang pertama (Sitanggang 1992). Pada selaput ini terdapat pembuluh darah kapiler sehingga memungkinkan gurami untuk mengambil oksigen langsung dari udara dalam pernafasan nya. Adanya alat ini memungkinkan gurami untuk dapat hidup dengan baik pada air yang tenang dan kurang oksigen (Puspowardoyo dan Djarijah 1992). Di alam aslinya ikan gurami termasuk ikan yang mendiami daerah perairan yang tenang dan tergenang, seperti rawa, waduk, situ dan danau (Susanto 1987). Temperatur yang ideal untuk pertumbuhan ikan gurami adalah C, ph 7-8 (Puspowardoyo dan Djarijah 1992). Ikan gurami adalah salah satu komoditas yang banyak dikembangkan oleh para petani hal ini disebabkan oleh permintaan pasar cukup tinggi, pemeliharaan mudah serta harga yang relatif stabil (Sitanggang 1992). 2.2 Mutu Ikan Khusus bagi produk makanan yang mudah dan cepat membusuk, seperti ikan basah yang baru ditangkap, pengertian mutu sebenarnya identik dengan kesegaran. Ikan segar mempunyai dua pengertian, yang pertama merupakan ikan yang baru saja ditangkap, tidak disimpan atau diawetkan. Kedua, ikan yang mutunya masih baik, disimpan atau diawetkan dan mempunyai mutu yang tidak berubah serta belum mengalami kemunduran, baik secara kimia, fisika, maupun biologi walaupun sudah mengalami penyimpanan, misalnya ikan-ikan yang dibekukan (FAO 1995 a, Yunizal dan Wibowo 1998, Dassow 1963). Kesegaran akan bisa dicapai bila dalam penanganan ikan berlangsung dengan baik. Ikan yang masih segar berarti belum mengalami perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, maupun fisikawi yang dapat menyebabkan kerusakan berat pada daging ikan (Irawan 1995). Ikan segar memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Stansby 1963): (a). daging ikan elastis, tidak mudah lepas dari tulang belakangnya; (b). aroma atau baunya segar dan lunak seperti bau rumput laut;

19 (c). mata berwarna cerah dan bersih, menonjol penuh serta transparan; (d). insang berwarna merah cerah; (e). kulit mengkilat dan berwarna cerah. Untuk mempertahankan mutu ikan segar, bahan baku harus secepatnya diolah. Apabila terpaksa harus menunggu proses lebih lanjut maka ikan harus disimpan dengan es atau air dingin (0 o C sampai dengan 5 o C), saniter dan higienis (SNI ) Tingkat kesegaran ikan memberikan kontribusi utama terhadap mutu produk hasil perikanan. Untuk semua produk, kesegaran ikan sangat penting bagi mutu dari produk akhir yang dihasilkan. Secara umum ada 2 metode utama yang biasa digunakan untuk menilai tingkat kesegaran dan mutu ikan, yaitu metode sensori (subjektif) dan non-sensori (objektif) (Robb 2002). Mutu mengandung arti nilai-nilai tertentu yang diinginkan pada suatu materi, produk atau jasa, seperti hasil pertanian pada umumnya. Hasil perikanan memiliki paling kurang beberapa aspek mutu antara lain aspek bio-teknis, aspek sanitasi dan higiene, aspek industrial, dan lain-lain. Mutu ikan merupakan nilainilai tertentu yang diinginkan dari ikan (Ilyas 1983). Hal-hal lain yang membentuk mutu komoditas meliputi unsur-unsur mutu yang terlihat dan tersembunyi serta dapat diukur dan yang tidak dapat diukur (Soekarto 1990). Unsur mutu terdiri dari 3 kategori (Soekarto 1990), yaitu: (a) sifat mutu, yaitu sifat yang dapat langsung diukur secara obyektif atau subyektif ; (b) parameter mutu, yaitu besaran yang mencirikan sifat mutu produk; (c) faktor mutu, yaitu hal-hal yang tidak dapat diukur atau diamati secara langsung namun mempengaruhi mutu, seperti varietas, faktor genetik, dan asal daerah. Perbedaan ciri-ciri ikan segar dan tidak segar dapat dilihat pada Tabel 1.

20 Tabel 1. Ciri-ciri ikan segar dan tidak segar Parameter Kondisi Segar Kondisi Tidak Segar Mata Pupil hitam menonjol dengan kornea jernih, bola mata cembung dan cemerlang atau cerah. Pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung, dan keruh. Insang Tekstur daging Keadaan kulit dan lendir Keadaan perut dan sayatan daging Warna merah cemerlang atau merah tua tanpa adanya lendir, tidak tercium bau yang menyimpang (off odor). Elastis dan jika ditekan tidak ada bekas jari, serta padat dan kompak. Warna sesuai dengan aslinya dan cemerlang, lendir dipermukaan jernih dan transparan dan baunya segar khas menurut jenisnya. Perut tidak pecah masih utuh dan warna sayatan daging cemerlang jika ikan dibelah daging melekat kuat pada tulang terutama rusuknya. Warna merah coklat sampai keabu-abuan, bau menyengat, lendir tebal. Daging kehilangan elastisitasnya atau lunak dan jika ditekan dengan jari maka bekas tekanannya lama hilang. Warnanya sudah pudar dan memucat, lendir tebal dan menggumpal serta lengket, warnanya berubah seperti putih susu. Perut sobek, warna sayatan daging kurang cemerlang dan terdapat warna merah sepanjang tulang belakang serta jika dibelah daging mudah lepas. Bau Spesifik menurut jenisnya, dan segar seperti bau rumput laut, pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung dan keruh Bau menusuk seperti asam asetat dan lama kelamaan berubah menjadi bau busuk yang menusuk hidung. Sumber: FAO (1995) Kesegaran ikan dapat digolongkan ke dalam empat kelas mutu (Hadiwiyoto 1993), yaitu: (1). Ikan yang kesegarannya masih baik sekali (sangat prima) Ikan pada kondisi ini merupakan ikan yang baru saja ditangkap dan baru saja mengalami kematian. Semua organ tubuhnya baik daging, mata, maupun insangnya masih benar-benar dalam keadaan segar.

21 (2). Ikan yang kesegarannya masih baik (prima) Pada kondisi ini, ikan masih dalam keadaan segar namun tidak sesegar seperti kondisi pertama. Ciri-cirinya adalah bola mata yang agak cerah, kornea agak keruh, warna insang agak kusam, warna daging masih cemerlang namun lunak bila ditekan. (3). Ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang) Ikan pada kondisi ini organ tubuhnya sudah banyak mengalami perubahan, bola mata agak cekung, kornea agak keruh, warna insang mulai berubah menjadi merah muda, warna sayatan daging mulai pudar dan daging lembek. (4). Ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk). Pada kondisi ini ikan sudah tidak layak lagi dikonsumsi. Ciri-cirinya adalah daging sudah lunak, sayatan daging tidak cemerlang lagi, bola mata cekung, insang berubah jadi berwarna coklat tua, sisik mudah lepas dan sudah menyebarkan bau busuk. Spesifikasi persyaratan mutu ikan segar (SNI ) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu ikan basah Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu a). Organoleptik Nilai min. 7 b). Cemaran mikroba 1). ALT/gr, maks 2). Escherichia coli 3). Vibrio cholerae *) koloni/g APM/g Per 25 gram Keterangan : ALT = Angka Lempeng Total APM = Angka Paling Memungkinkan 5 x 10 5 <3 negatif 2.3 Proses Kemunduran Mutu Ikan Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimia, enzimatis dan mikrobiologi yang berkaitan dengan kemunduran mutu. Proses kemunduran mutu ikan terdiri dari empat tahap, yaitu: hiperaemia (pre-rigor), rigor mortis, autolisis dan penyerangan oleh bakteri (Zaitsev et al. 1969). Secara umum proses terjadinya kemunduran mutu ikan terdiri dari tiga tahap, yaitu pre-rigor, rigor mortis, dan post-rigor.

22 2.3.1 Perubahan pre-rigor Perubahan pre-rigor atau sering dikenal dengan istilah hiperaemia merupakan fase yang terjadi pada ikan yang baru mengalami kematian yang ditandai dengan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri (Junianto 2003). Lendir-lendir yang terlepas tesebut membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap keadaan yang tidak menyenangkan. Jumlah lendir yang terlepas dan menyelimuti tubuh dapat sangat banyak hingga mencapai 1-2,5 % dari berat tubuhnya (Murniyati dan Sunarman 2000) Perubahan rigor mortis Perubahan rigor mortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia yang kompleks di dalam otot ikan sesudah kematiannya. Setelah ikan mati, sirkulasi darah berhenti suplai oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat. Perubahan ini menyebabkan ph tubuh ikan menurun, diikuti pula dengan penurunan jumlah adenosin trifosfat (ATP) serta ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan kekenyalannya. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah rigor mortis (Junianto 2003). Rigor mortis terjadi pada saat-saat siklus kontraksi-relaksasi antara miosin dan aktin di dalam miofibril terhenti dan terbentuknya aktomiosin yang permanen. Rigor mortis dianggap penting dalam industri perikanan, selain dapat memperlambat pembusukan oleh mikroba juga dikenal oleh konsumen sebagai petunjuk bahwa ikan masih dalam keadaan masih sangat segar (Eskin 1990). Penguraian ATP berkaitan erat dengan terjadinya rigor mortis. Pada saat ATP mulai mengalami penurunan, rigor mortis pun mulai terjadi dan mencapai kejang penuh (full-rigor) ketika ATP sekitar 1 µmol/g. Energi pada jaringan otot ikan diperoleh secara anaerobik dari pemecahan glikogen. Glikolisis (penguraian glukosa) menghasilkan ATP dan asam laktat. Akumulasi asam laktat selain menurunkan ph otot, juga diikuti oleh peristiwa rigor mortis (Eskin 1990). Pada fase rigor mortis ini, ph tubuh ikan menurun menjadi 6,2-6,6 dari mula-mula ph 6,9-7,2. Tinggi rendahnya ph awal ikan sangat tergantung pada

23 jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering power) pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam fosfat, TMAO, dan basa-basa menguap. Setelah fase rigor mortis berakhir dan pembusukan bakteri berlangsung maka ph daging ikan naik mendekati netral hingga 7,5-8,0 atau lebih tinggi jika pembusukan telah sangat parah. Tingkat keparahan pembusukan disebabkan oleh kadar senyawa-senyawa yang bersifat basa. Pada kondisi ini, ph ikan naik dengan perlahan-lahan dan dengan semakin banyak senyawa basa purin dan pirimidin yang terbentuk akan semakin mempercepat kenaikan ph ikan (Junianto 2003) Proses perubahan karena aktivitas enzim Enzim merupakan protein yang bertindak sebagai katalisator organik dalam kegiatan penguraian senyawa dalam jaringan tubuh ikan. Selagi ikan hidup, sistem enzim selalu terkendali guna mempertahankan kesetimbangan antara kegiatan penguraian dan sintesis sehingga menjamin kegiatan yang efektif tubuh ikan dalam lingkungannya. Penyediaan tenaga untuk menjamin kesetimbangan itu diperoleh dari oksidasi makanan yang dimakan ikan dan menghasikan adenosine trifosfat (ATP) yang kaya akan energi (Ilyas 1983). Perubahan enzimatik berhubungan dengan tingkat kesegaran ikan dan perubahan mutu oleh bakteri. Dalam beberapa jenis ikan (cumi-cumi, herring), perubahan enzimatik terjadi paling awal dan mendominasi pembusukan ikan yang disimpan pada suhu dingin. Autolisis berperan dalam bermacam-macam tingkat pembusukan secara keseluruhan dan sebagai media pertumbuhan bakteri (FAO 1995). Autolisis dimulai bersamaan dengan menurunnya ph. Mula-mula, protein dipecah menjadi molekul-molekul makro yang menyebabkan peningkatan dehidrasi protein dan molekul-molekulnya pecah menjadi pepton, polipeptida dan akhirnya menjadi asam amino. Di samping itu dihasilkan pula sejumlah kecil pirimidin dan purin basa yang dibebaskan pada waktu asam nukleat memecah. Bersamaan dengan itu, hidrolisis lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol (Murniyati dan Sunarman 2000).

24 2.3.4 Proses perubahan karena aktivitas bakteri Daging ikan yang baru ditangkap masih steril karena memiliki sistem kekebalan yang mencegah bakteri tumbuh pada daging ikan. Setelah ikan mati, sistem kekebalan tersebut tidak berfungsi lagi dan bakteri dapat berkembang biak dengan bebas. Jumlah mikroorganisme yang menyerang sangat terbatas dan pertumbuhan bakteri sebagian besar berlangsung di permukaan. Proses pembusukan terjadi akibat adanya enzim yang dihasilkan bakteri yang merusak bahan gizi pada daging ikan (FAO 1995). Aktivitas bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan biokimiawi dan fisikawi yang pada akhirnya menjurus pada kerusakan secara menyeluruh yang disebut sebagai busuk (Lan et al. 2007). Jumlah bakteri yang terdapat pada tubuh ikan ada hubungannya dengan kondisi perairan tempat ikan tersebut hidup. Bakteri yang umumnya ditemukan pada ikan adalah bakteri Pseudomonas, Alcaligenes, Sarcina, Vibrio, Flavobacterium, Serratia dan Bacillus. Pengelompokan mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhannya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pengelompokan mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhannya Kelompok Suhu Pertumbuhan Mikroorganisme Minimum Optimum Maksimum Psikorofil Psikrotrof Mesofil Thermofil Thermotrof Sumber : Lan et al. (2007) Proses kemunduran mutu kesegaran ikan akan terus berlangsung apabila tidak segera dihambat. Cepat lambatnya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan. Gambar 2 menjelaskan tentang proses kemunduran mutu ikan setelah mati.

25 Ikan mati Sirkulasi darah terhenti Sistem syaraf dan hormon terhenti Suplai vitamin, antioksidan, dll terhenti Suplai oksigen terhenti Keseimbangan osmotik Akumulasi bakteri Penurunan suhu Potensial redoks menurun Pemadatan lemak Respirasi terhenti (glikogen --- CO 2 ) Glikolisis terjadi (glikogen --- as. laktat) Penguraian fosfat Berenergi tinggi Penurunan ph Pemunculan rigor mortis Protein melepaskan Ca 2+ dan mengikat K + Denaturasi protein Pembebasan dan pengaktifan katepsin Oksidasi lemak dan ketengikan Akumulasi metabolit, pemicu flavor, dll Perubahan warna Penguraian protein Pertumbuh an bakteri Gambar 2. Akibat dari terhentinya sirkulasi darah dalam jaringan otot (Lawrie 1985)

26 2.3.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan Proses kemunduran mutu ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Cepat lambatnya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia. Adapun faktor internal yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan (Junianto 2003), yaitu: (a). Jenis ikan. Jenis ikan pelagis cenderung lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibanding ikan demersal dan ikan air tawar cenderung lebih cepat mencapai kemunduran mutu dibanding ikan air laut. (b) Umur dan ukuran ikan. Ikan dewasa dengan ukuran yang besar lebih lama mengalami kemunduran mutu daripada ikan kecil. (c) Kandungan lemak. Ikan yang mengandung lemak tinggi cenderung lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibanding ikan-ikan berlemak rendah. (d) Kondisi fisikal ikan. Kondisi fisik yang lemah sebelum ditangkap karena kurang bergizi makanannya, baru menelurkan dan sebagainya akan berpengaruh terhadap waktu memasuki tahap rigor. (e) Karakteristik kulit dan bentuk tubuh. Ikan yang memiliki kulit yang tebal akan cenderung lebih lama laju kemunduran mutunya dibanding ikan yang memiliki kulit yang tipis, begitu juga dengan ikan yang bentuk tubuhnya bulat lebih lama kemunduran mutunya dibanding ikan yang bentuknya pipih. Faktor-faktor eksternal yang paling berpengaruh terhadap kemunduran mutu ikan (Junianto 2003) adalah: (a) Penggunaan alat tangkap. Jenis da teknik penangkapan akan berpengaruh pada derajat keletihan ikan. Ikan yang berjuang keras lama menghadapi kematiannya dalam jaring sebelum ditarik ke kapal akan kehabisan banyak cadangan tenaga sehingga lebih cepat memasuki masa rigor. Alat tangkap yang baik adalah yang dapat menekan tingkat stres pada ikan dan mengurangi gerakan ikan (meronta-ronta) sebelum mati. (b) Penanganan pasca-panen yang dilakukan oleh para nelayan. Untuk memperoleh ikan yan bermutu dan daya awet panjang, pokok utama

27 dalam menangani ikan adalah bekerja cepat, cermat, bersih dan pada suhu rendah. (c) Musim. Daya simpan ikan pada musim panas yang hangat sering lebih pendek. Daya awet ikan berfluktuasi secara musiman menurut suhu. (d) Wilayah penangkapan. Perbedaan dalam wilayah penangkapan dapat juga berpengaruh terhadap daya awet. (e) Suhu air saat ikan ditangkap. Air yang bersuhu tinggi apalagi ikan agak lama tinggal dalam air sebelum diangkat dapat mempercepat proses penurunan mutunya. 2.4 Metode Pengukuran Kesegaran Ikan Tingkat kesegaran adalah tolok ukur untuk membedakan ikan yang bermutu baik dan buruk. Ikan dikatakan masih segar jika perubahan-perubahan biokimia, mikrobiologi, dan fisika yang terjadi belum menyebabkan perubahan sifat-sifat ikan pada waktu masih hidup. Berdasarkan tingkat kesegarannya ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas, yaitu ikan yang kesegarannya masih baik sekali (sangat prima), ikan yang kesegarannya masih baik (prima), ikan yang kesegerannya sudah mulai mundur (sedang), dan ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk) (Hadiwiyoto 1993). Ikan yang telah busuk bukan saja tidak enak, tetapi juga membahayakan kesehatan bila dimakan. Oleh karena itu, kita harus memperhatikan mutu ikan yang akan dikonsumsi. Pemeriksaan mutu dapat dilakukan dengan tiga cara (Murniyati dan Sunarman 2000) yaitu: (a). pemeriksaan organoleptik atau sensorik; (b). pemeriksaan di laboratorium (secara fisik, kimia, dan mikrobiologis); (c). menggunakan alat-alat seperti freshness measure, electric freshness tester. Analisis yang biasa digunakan untuk mengevaluasi kesegaran ikan adalah analisis organoleptik. Cara ini sangat cepat, murah dan praktis untuk dikerjakan, tetapi ketelitiannya sangat tergantung pada tingkat kepandaian orang yang melaksanakannya. Cara organoleptik adalah cara penilaian dengan hanya mempergunakan indera manusia, sehingga cara organoleptik dapat juga disebut cara sensorik (SNI ). Pengukuran mutu secara sensorik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu sampel yang diuji, metode penilaian, dan panelis. Penentuan

28 mutu ikan dengan metode sensoris menimbulkan kesulitan-kesulitan, seperti tingkat kepercayaan khusus pada panelis, keharusan panelis untuk selalu siap menilai setiap saat penilaian dibutuhkan, serta lamanya waktu yang dibutuhkan (Hanna 1992). Pemeriksaan kesegaran ikan di laboratorium dilakukan untuk menentukan mutu ikan dengan lebih teliti dan secara obyektif. Metode yang digunakan harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu waktu yang relatif singkat, penilaian yang singkat, biaya yang murah, dan menghasilkan nilai yang dapat diulang serta memiliki korelasi dengan nilai pengamatan secara sensorik (Hanna 1992). Metode yang sering digunakan adalah mengukur total basa yang menguap (Total Volatile Base, TVB), dan menghitung jumlah bakteri (Total Plate Count, TPC) (Murniyati dan Sunarman 2000). Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa volatil yang terbentuk karena penguraian asam-asam amino yang terdapat pada daging ikan (Hadiwiyoto 1993). Nilai TVB maksimum untuk ikan segar, yaitu 30 mg N/100g (Direktorat Jendral Perikanan 2007). Selain itu, kelebihan yang timbul dalam penggunaan metode TVB adalah nilai yang tidak meningkat banyak selama tahap awal dari proses penguraian dan hanya meningkat banyak secara nyata sebagai hasil aktivitas mikroba pada tahap lebih lanjut dari proses kemunduran mutu ikan (Hanna 1992). Pengujian bakteri yang terdapat pada daging ikan dapat dilakukan dengan metode TPC, yaitu perhitungan jumlah bakteri yang ditumbuhkan pada suatu media pertumbuhan (media agar) dan diinkubasi selama 24 jam. Batas maksimum bakteri untuk ikan segar yaitu 5x10 5 koloni/gram (SNI ) Pemeriksaan lebih rinci untuk menentukan derajat kesegaran ikan yang belum menampakkan tanda-tanda pembusukan atau ikan-ikan yang relatif masih segar dilakukan dengan metode pengukuran nilai K (K-Value). Nilai K dihitung berdasarkan jumlah ATP dan hasil-hasil uraiannya atau senyawa-senyawa turunannya. Nilai-K dianggap sebagai indeks mutu kesegaran ikan yang lebih baik dibandingkan dengan TMA, TVB, maupun TPC. Nilai-K mulai digunakan oleh Saito dan Arai pada tahun 1957 yang kemudian rumusnya dimodifikasi oleh Uchiyama et al. pada tahun 1970 dan Karube et al. pada tahun 1984 (Murniyati 2000) dengan rumus sebagai berikut:

29 K = I + Hx ATP + ADP + IMP + I + X100% Hx Keterangan : ATP = Adenosine Triphosphate ADP = Adenosine Diphosphate IMP = Inosine Monophosphate I = Inosine Hx = Hipoxantine Setelah ikan mati (keadaan relaksasi), fosfat berenergi tinggi (ATP) diperoleh dari penguraian kreatin fosfat. Kreatin fosfat menyumbang group fosfatnya kepada ADP untuk memproduksi ATP (Eskin 1990). Kreatinfosfotransferase ADP + Kreatin Fosfat ATP + Kreatin Ketika kandungan kreatin fosfat dan ATP mencapai titik yang sama, adenosine triphosphate (ATP) mulai mengalami penguraian (hidrolisis) menjadi ADP dan menghasilkan energi. Hidrolisis ATP menjadi ADP dengan bantuan enzim ATPase terjadi berdasarkan reaksi sebagai berikut (Eskin 1990): ATPase ATP + H 2 O ADP + H 3 PO 4 Degradasi ATP yang terjadi setelah ikan mati dipengaruhi oleh aktivitas enzim. Degradasi ATP merupakan reaksi autolisis yang disebabkan oleh enzim yang ada secara alami pada daging ikan. Pada ikan mati, ATP akan cepat berubah menjadi AMP oleh enzim miokinase. Perubahan AMP menjadi IMP dipengaruhi oleh enzim deaminase dan IMP menjadi inosine dipengaruhi oleh enzim fosfatase (Eskin 1990). Defosforilasi dari IMP menjadi inosin relatif lambat, tetapi inosin sangat cepat berubah menjadi hipoksantin. Pada tahap awal, hipoksantin terbentuk secara autolisis, namun pada tahap kemunduran mutu ikan selanjutnya aktivitas bakteri juga berperan dalam menambah jumlah hipoksantin (Hanna 1992). 2.5 Proses Pendinginan Pendinginan merupakan suatu proses pengawetan ikan dengan suhu rendah, yaitu antara -1 C sampai 5 C. Pendinginan disebut chilling yang mempunyai

30 tujuan utama untuk menghambat proses kemunduran mutu ikan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dan proses kimia maupun fisis sehingga ikan tetap dalam kondisi segar sampai jangka waktu yang cukup lama (Gelman et al. 2004). Perkembangbiakan bakteri pada ikan sangat dipengaruhi oleh suhu. Semakin rendah suhu yang digunakan, pertumbuhan bakteri semakin dihambat. Bakteri dapat tumbuh dalam deret suhu yang besar, yaitu dari 0-45 o C. Proses pendinginan yang diberikan pada saat proses pembusukan sudah mulai kurang efektif dalam hubungannya dengan pencegahan pertumbuhan mikroorganisme dan akan memberikan hasil yang kurang memuaskan (Ilyas 1983). Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan mutu ikan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri, dan mutu ikan Suhu Kegiatan Bakteri Mutu Ikan 25 C sampai 10 C Luar biasa cepat Cepat menurun, daya awet sangat pendek (3-10 jam) 10 C sampai 2 C Pertumbuhan bakteri kurang cepat 2 C sampai -1 C Pertumbuhan bakteri jauh berkurang -1 C Kegiatan bakteri dapat ditekan Mutu menurun kurang cepat, daya awet pendek (2-5 hari) Penurunan mutu agak dihambat, daya awet wajar (3-10 hari) Sebagai ikan basah, penurunan suhu minimum sehingga daya awet maksimum 5-20 hari -2 C sampai -10 C Kegiatan bakteri ditekan menjadi tidak aktif -18 C dan lebih rendah Sumber: Ilyas (1983). Ditekan minimum, bakteri tersisa tidak aktif Penurunan mutu minimum, tekstur dan rasa ikan rendah, daya awet panjang 7-30 hari Mutu ikan beku lebih baik, daya awet sampai setahun Penyimpanan ikan pada suhu dingin dalam lemari es (refrigerator) hanya mampu memperpanjang umur simpan ikan hingga beberapa hari, sedangkan dalam lemari pembeku (freezer) akan memperpanjang masa simpan hingga berbulan-bulan tergantung suhu yang digunakan (Pandit et al. 2007). Penyimpanan ikan pada suhu rendah harus dilakukan secepat mungkin segera setelah ikan ditangkap dari habitatnya sehingga suhu ikan cukup rendah

31 dan proses kemunduran mutu dapat dihambat. Ikan yang disimpan harus dalam keadaan bersih, terseleksi sehingga mutu awal tinggi. Sistem rantai dingin harus diterapkan untuk mempertahankan ikan dalam kondisi dingin sampai ikan siap untuk diolah (Gelman et al. 2004). Cara termudah, praktis, dan tidak membutuhkan biaya besar adalah menggunakan es. Es yang digunakan untuk mendinginkan ikan harus terbuat dari air yang bersih dan disimpan di tempat yang bersih pula. Es untuk mendinginkan harus berupa hancuran es untuk menghindari luka-luka atau memar pada ikan. Selain itu dengan menggunakan hancuran es maka kontak langsung antara es dengan ikan menjadi lebih baik dan proses terjadinya penurunan suhu pun menjadi lebih cepat (Ilyas 1983). Lamanya penyimpanan ikan dengan es dijabarkan pada Tabel 5. Tabel 5. Potensi lamanya penyimpanan ikan dengan es Jenis Ikan Masa simpan (hari) Tilapia Mas 35 Catfish Kakap merah 20 Mackarel 7-9 Herring 2-5 Cod Sumber: Konagoya (1990). Peranan es dapat dikatakan paling dominan dalam menghasilkan suhu dingin untuk menjaga kesegaran ikan. Oleh sebab itu pada saat ikan didinginkan, penurunan suhu terjadi ketika es-es itu mencair, dan mencairnya es karena adanya panas yang timbul dari ikan yang didinginkan. Air yang berasal dari cairnya es akan menghanyutkan substansi-substansi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme sehingga pertumbuhan bakteri pembusuk menjadi terhambat dan secara langsung dapat memperpanjang kesegaran ikan sampai jangka waktu yang cukup lama. Bahkan bila ikan-ikan itu tetap disimpan dalam suhu antara 0-2,5 C kondisinya akan tetap segar dan terjamin mutunya (Ilyas 1983).

32 2.6 Enzim Katepsin Katepsin merupakan salah satu enzim proteolitik yang ditemukan pada jaringan hewan termasuk ikan yang dapat menghidrolisis protein menjadi polipeptida. Katepsin banyak ditemukan dalam jaringan otot ikan. Pada jaringan otot ikan, katepsin dan enzim penghidrolisis lainnya ditempatkan dalam organel subselluler atau disebut lisosom dan dibagi dalam dua tempat, yakni pada serabut otot dan matriks ekstraselluler (Shahidi dan Botta 1994). Katepsin dikenal sebagai famili dari endopeptidase dan atau eksopeptidase. Banyak katepsin yang memiliki ph optimal asam walaupun beberapa aktif pada ph netral. Katepsin A yang mula-mula digambarkan sebagai enzim yang memisahkan karbobenzoksi-l-glu-l-tyr, sekarang dikenal dengan nama karboksipeptidase A dan mampu memisahkan residu secara sekuen dari karboksil terminal peptida, seperti glukagon. Katepsin A yang termasuk jenis eksopeptidase memiliki ph optimum 5-6, serta inaktif oleh panas dan alkali. Pada Tabel 6 dapat dilihat secara lengkap berbagai jenis katepsin yang terdapat dalam lisosom otot ikan. Tabel 6. Enzim proteolitik yang berhubungan dengan lisosom otot ikan Enzim Famili Aktivitas Proses dan asal enzim Katepsin B Sistein Endopeptidase Dimurnikan dari otot berbagai spesies ikan, identifikasi pada berbagai spesies Katepsin H Sistein Endopeptidase Identifikasi pada otot ikan salmon Katepsin J Sistein Endopeptidase - Katepsin L Sistein Endopeptidase Identifikasi pada otot ikan salmon dan mackarel Dipeptidil peptidase I (katepsin C) Dipeptidil petidase II Katepsin D γ-glutamil karboksipeptidase Karboksipeptidase A (katepsin A dan I) Sistein Eksopeptidase Identifikasi dari otot berbagai spesies ikan Sistein Eksopeptidase - Aspartat Endopeptidase Dimurnikan dan diidentifikasi dari otot berbagai spesies ikan Aspartat Endopeptidase - Serin Eksopeptidase Dimurnikan dari berbagai spesies ikan dan diidentifikasi pada otot berbagai spesies Katepsin S Sistein Eksopeptidase Diidentifikasi pada otot mackarel Sumber: Goll et al. ( 1989) diacu dalam Shahidi dan Botta (1994)

33 Katepsin H merupakan endopeptidase dengan aktivitas aminopeptidase yang aktif pada ph netral. Seperti katepsin B1, enzim ini menghidrolisis benzoil-d, L arginin-β-naphthylamide (BANA) tetapi berbeda pada struktur glikoproteinnya, aktif pada ph netral, stabil terhadap panas dan menunjukkan aktivitas molekuler dengan substrat miosin. Katepsin L merupakan jenis protease lain yang hampir sama dengan B1 tetapi berbeda dalam hal ketidakmampuan untuk menghidrolisis BANA dan sangat aktif dalam mendegradasi protein miofibril. Aktivitas molekuler dari katepsin L dengan substrat miosin adalah 10 kali lebih besar dari pada ketepsin B. Katepsin L telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi pada otot mackarel. Katepsin L dapat mendegradasi miofibril, termasuk aktin, miosin dan tropomiosin pada ph 6,5 dan secara khusus aktif untuk troponin serta dalam pemindahan Ca dari ATPase miofibril pada ph netral. Selain itu ada juga katepsin S yang memiliki sifat sama seperti katepsin L tetapi berbeda pada kemampuan dalam memisahkan metilcoumarilamide dan diduga terdapat dalam mackarel (Shahidi dan Botta 1994). 2.7 Peranan Katepsin dalam Kemunduran Mutu Ikan Katepsin merupakan salah satu enzim yang berperan penting dalam proses kemunduran mutu ikan selama post mortem. Ketika ikan mati (fase pre rigor), maka kondisi menjadi anaerob dan ATP terurai oleh enzim yang terdapat dalam tubuh ikan dengan melepaskan energi. Proses ini kemudian diikuti dengan peristiwa glikolisis yang akan menguraikan glikogen menjadi asam laktat. Pembentukan asam laktat menyebabkan terjadinya penurunan ph, dan jaringan otot tidak mampu mempertahankan kekenyalannya. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah rigor mortis. Nilai ph yang semakin menurun mengakibatkan katepsin yang terdapat dalam jaringan otot menjadi aktif (Afrianto dan Liviawaty 1989). Pembebasan dan aktivasi katepsin selanjutnya akan menyebabkan terjadinya penguraian protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Hal ini menimbulkan terjadinya akumulasi metabolit dan pembentukan senyawasenyawa basa volatil yang berakibat terhadap kenaikan ph dan peningkatan jumlah bakteri karena senyawa-senyawa basa tersebut merupakan media yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT) TUGAS PENDAHULUAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G 311 09 003 KELOMPOK : IV (EMPAT) LABORATORIUM PENGAWASAN

Lebih terperinci

AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE DARI DAGING IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskall) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU IKAN.

AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE DARI DAGING IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskall) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU IKAN. 1 AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE DARI DAGING IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskall) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU IKAN Rustamaji DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Suhu Optimum Ekstraksi Inhibitor Katepsin Penentuan suhu optimum ekstraksi inhibitor katepsin bertujuan untuk mengetahui suhu optimum untuk pemisahan antara kompleks

Lebih terperinci

0 C. Ikan dimatikan dengan cara menusuk pada kepala bagian medula oblongata yang menyebabkan ikan langsung mati.

0 C. Ikan dimatikan dengan cara menusuk pada kepala bagian medula oblongata yang menyebabkan ikan langsung mati. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah penentuan fase kemunduran mutu (post mortem) pada ikan bandeng. Penentuan fase post mortem pada ikan bandeng

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

KEMUNDURAN MUTU IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING DENGAN PERLAKUAN CARA MATI. Oleh: Rahadian Hardja Utama C

KEMUNDURAN MUTU IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING DENGAN PERLAKUAN CARA MATI. Oleh: Rahadian Hardja Utama C KEMUNDURAN MUTU IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING DENGAN PERLAKUAN CARA MATI Oleh: Rahadian Hardja Utama C34103042 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN Oleh : Eddy Afrianto Evi Liviawaty i DAFTAR ISI PENDAHULUAN PROSES PENURUNAN KESEGARAN IKAN PENDINGINAN IKAN TEKNIK PENDINGINAN KEBUTUHAN ES PENGGUNAAN ES

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.)

PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) Oleh : Dwi Sartika C34104025 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subani dan Barus (1989), ikan lolosi merah (C. chrysozona) termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subani dan Barus (1989), ikan lolosi merah (C. chrysozona) termasuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Lolosi Merah (C. chrysozona) Menurut Subani dan Barus (1989), ikan lolosi merah (C. chrysozona) termasuk dalam family ikan caesiodidae yang erat

Lebih terperinci

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. dhinie_surilayani@yahoo.com Ikan = perishable food Mengandung komponen gizi: Lemak, Protein, Karbohidrat, dan Air Disukai Mikroba Mudah Rusak di Suhu Kamar Setelah ikan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) (www.ag.auburn.edu /fish/image_gallery/data/media/13/milk.

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) (www.ag.auburn.edu /fish/image_gallery/data/media/13/milk. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) Ikan bandeng atau milkfish termasuk ikan yang sudah lama dikenal di Indonesia. Ikan bandeng termasuk jenis ikan pelagis

Lebih terperinci

BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN. 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan

BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN. 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar LAMPIRAN 61 62 Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar Nama Panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian. Berilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Layang (Decapterus sp.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Layang (Decapterus sp.) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Layang (Decapterus sp.) Ikan layang merupakan salah satu hasil perikanan lepas pantai yang terdapat di Indonesia. Ikan ini termasuk jenis pemakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 12 September 2011 mengenai perubahan fisik, kimia dan fungsional pada daging. Pada praktikum kali ini dilaksanakan pengamatan perubahan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM. Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM. Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056 KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM. Oleh : Melly Dianti C

PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM. Oleh : Melly Dianti C PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM Oleh : Melly Dianti C03400066 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN DARI KERANG MAS NGUR (Atactodea striata) Oleh : DIAN PURBASARI C

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN DARI KERANG MAS NGUR (Atactodea striata) Oleh : DIAN PURBASARI C PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN DARI KERANG MAS NGUR (Atactodea striata) Oleh : DIAN PURBASARI C34103001 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN.

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN. PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN Nurmeilita Taher Staf Pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR. Riyantono 1 Indah Wahyuni Abida 2 Akhmad Farid 2 1 Alumni Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo 2 Dosen Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang

Lebih terperinci

ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN. Oleh: Dhias Wicaksono C

ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN. Oleh: Dhias Wicaksono C ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN Oleh: Dhias Wicaksono C34104028 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ASESMEN RISIKO HISTAMIN IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEGAR BERBAGAI MUTU EKSPOR PADA PROSES PEMBONGKARAN (TRANSIT)

ASESMEN RISIKO HISTAMIN IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEGAR BERBAGAI MUTU EKSPOR PADA PROSES PEMBONGKARAN (TRANSIT) ASESMEN RISIKO HISTAMIN IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEGAR BERBAGAI MUTU EKSPOR PADA PROSES PEMBONGKARAN (TRANSIT) Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

11 Volume 5. Nomor 2. Tahun 2011 ISSN

11 Volume 5. Nomor 2. Tahun 2011 ISSN AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan 11 Volume. Nomor 2. Tahun 2011 ISSN 1978-162 KEMUNDURAN MUTU IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) PASCA KEMATIAN PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING Water Space Usement of Floating

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE PADA KULIT IKAN BANDENG (Chanos chanos, Forskal) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU MOHAMMAD IRFAN C

AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE PADA KULIT IKAN BANDENG (Chanos chanos, Forskal) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU MOHAMMAD IRFAN C AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE PADA KULIT IKAN BANDENG (Chanos chanos, Forskal) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU MOHAMMAD IRFAN C34051397 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

Harryara Sitanggang

Harryara Sitanggang IV. Hasil Pengamatan & Pembahasan Penanganan pasca panen bukan hanya berlaku untuk produk pangan yang berasal dari tumbuhan atau biasa disebut produk nabati. Pemanenan dari komoditas hewani juga perlu

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Penggolongan hasil perikanan laut berdasarkan jenis dan tempat kehidupannya Golongan demersal: ikan yg dapat diperoleh dari lautan yang dalam. Mis.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil.

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil. LAMPIRAN 59 60 Lampiran Tahapan Penelitian Serbuk kitosan komersil ekor karkas ayam segar Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Pembuatan larutan kitosan (0,5 %; %;,5%) Pemotongan Proses perendaman Penirisan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN. Oleh : Muhammad Nabil C

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN. Oleh : Muhammad Nabil C PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN Oleh : Muhammad Nabil C03400041 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Klasifikasi Ikan Cakalang Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas memiliki ukuran tubuh yang relatif besar, panjang tubuh sekitar 25cm dan

Lebih terperinci

APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN

APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN Indra Jaya 1) dan Dewi Kartika Ramadhan 2) Abstract This paper describes an attempt to introduce acoustic method as an alternative for measuring fish freshness.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan Kebersihan terdiri dari dua aspek yang saling berkaitan yaitu sanitasi dan higienitas. Sanitasi adalah suatu usaha untuk mengawasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG SEBAGAI MATRIKS PENYANGGA PADA IMOBILISASI ENZIM PROTEASE. Skripsi

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG SEBAGAI MATRIKS PENYANGGA PADA IMOBILISASI ENZIM PROTEASE. Skripsi PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG SEBAGAI MATRIKS PENYANGGA PADA IMOBILISASI ENZIM PROTEASE Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) adalah salah satu komoditas budidaya air tawar yang tergolong dalam famili ikan Labirin (Anabantidae).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MUTU IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commersonii) DI KECAMATAN MANGGAR, KABUPATEN BELITUNG TIMUR. Oleh : Tri Septiarini C

KARAKTERISTIK MUTU IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commersonii) DI KECAMATAN MANGGAR, KABUPATEN BELITUNG TIMUR. Oleh : Tri Septiarini C KARAKTERISTIK MUTU IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commersonii) DI KECAMATAN MANGGAR, KABUPATEN BELITUNG TIMUR Oleh : Tri Septiarini C34104008 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng ( Chanos chanos Forskal)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng ( Chanos chanos Forskal) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau yang potensial dikembangkan. Jenis ikan ini mampu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KARAGENAN DAN KITOSAN DALAM PEMBUATAN BAKSO IKAN KURISI (Nemipterus nematophorus) PADA PENYIMPANAN SUHU DINGIN DAN BEKU

PEMANFAATAN KARAGENAN DAN KITOSAN DALAM PEMBUATAN BAKSO IKAN KURISI (Nemipterus nematophorus) PADA PENYIMPANAN SUHU DINGIN DAN BEKU PEMANFAATAN KARAGENAN DAN KITOSAN DALAM PEMBUATAN BAKSO IKAN KURISI (Nemipterus nematophorus) PADA PENYIMPANAN SUHU DINGIN DAN BEKU Oleh : Ira Wiraswanti C34103051 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Ikan Bandeng Tipe ikan bandeng yang ditemukan di Indonesia memiliki ciri adanya perpanjangan sirip dorsal dan pektoral. Tipe ikan dengan perpanjangan ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Alqur an merupakan sumber utama dan pertama dari ajaran-ajaran agama

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Alqur an merupakan sumber utama dan pertama dari ajaran-ajaran agama BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan dan Manfaatnya dalam Alqur an Alqur an merupakan sumber utama dan pertama dari ajaran-ajaran agama islam. Isinya mengandung segala sesuatu yang diperlukan bagi kepentingan

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa) UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa) Oleh : Tyas Triyanto Prabowo C34104037 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MUTU ORGANOLEPTIK IKAN LAYANG

KARAKTERISTIK MUTU ORGANOLEPTIK IKAN LAYANG Jurnal Perikanan dan Kelautan EFEKTIVITAS KONSENTRASI BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU ORGANOLEPTIK IKAN LAYANG (Decapterus sp.) Segar SELAMA PENYIMPANAN RUANG 1,2 Raflin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Makanan sebagai sumber zat gizi yaitu karbohidrat, lemak,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kemunduran mutu ikan sebelumnya (IFFI-1). Kedua instrumen ini

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kemunduran mutu ikan sebelumnya (IFFI-1). Kedua instrumen ini 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Modifikasi Alat IFFI-2 merupakan modifikasi dari instrumen pendeteksi kesegaran atau kemunduran mutu ikan sebelumnya (IFFI-1). Kedua instrumen ini mengaplikasikan metode spektroskopi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nike adalah schooling dari juvenil ikan Awaous melanocephalus, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nike adalah schooling dari juvenil ikan Awaous melanocephalus, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nike (Awaous melanocephalus) Ikan nike adalah schooling dari juvenil ikan Awaous melanocephalus, dan banyak terdapat di Perairan Gorontalo. Klasifikasi ikan nike menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Layur (Trichiurus sp.) Ikan layur (Trichiurus sp.) menurut taksonominya diklasifikasikan sebagai berikut (Saanin 1984) Phyllum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Class

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI Oleh : Rendra Eka A 1. Kemunduran mutu ikan segar secara sensori umumnya diukur dengan metode sensori

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan simba (Gnathanodon speciosus) merupakan salah satu jenis ikan permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan simba (Gnathanodon speciosus) merupakan salah satu jenis ikan permukaan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Simba Ikan simba (Gnathanodon speciosus) merupakan salah satu jenis ikan permukaan dan termasuk karnivora. Ikan ini sangat digemari oleh masyarakat karena rasanya yang enak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui waktu pelelehan es dan proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dari ikan kembung adalah : : Tunicata (Urochordata) : Scomber kanangurta

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dari ikan kembung adalah : : Tunicata (Urochordata) : Scomber kanangurta TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Ikan Sistematika dari ikan kembung adalah : Phylum Sub phylum Class Sub class Ordo Sub ordo Family Genus Species : Chordata : Tunicata (Urochordata) : Osteichthyes : Sarcopterygii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Kementerian

Lebih terperinci

Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah

Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah Nikè:Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.Volume II, Nomor 4, Desember 2014 Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah Herlila Tamuu, Rita Marsuci Harmain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan gizi menuntut dikembangkannya berbagai industri pangan. Salah satu sektor yang turut berperan penting dalam ketersediaan bahan pangan

Lebih terperinci

Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng

Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng LAMPIRAN 86 65 88 Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng Sumber: UPTD PPP Sadeng, 2007 89 66 Lampiran 3 Peta informasi lokasi penempatan rumpon laut dalam Sumber: UPTD PPP Sadeng, 2009

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelangsungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh nilai atau kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak, karbohidrat, mineral, serta

Lebih terperinci

FISIK DAN KIMIA SERTA MUTU ORGANOLEPTIK PADA WORTEL

FISIK DAN KIMIA SERTA MUTU ORGANOLEPTIK PADA WORTEL KANDUNGAN β-karoten, SIFAT FISIK DAN KIMIA SERTA MUTU ORGANOLEPTIK PADA WORTEL (Daucus carota L.) ORGANIK DAN NON-ORGANIK SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN ASTARI APRIANTINI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERUPUK IKAN SAPU-SAPU (Hyposarcus pardalis) Oleh : Iis Istanti C

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERUPUK IKAN SAPU-SAPU (Hyposarcus pardalis) Oleh : Iis Istanti C PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERUPUK IKAN SAPU-SAPU (Hyposarcus pardalis) Oleh : Iis Istanti C34101028 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG

EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG Oleh : Rizki Andriyanti C34050241 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU. Ria Mariana Mustafa

STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU. Ria Mariana Mustafa STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU Ria Mariana Mustafa PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN RIA MARIANA

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DAN KARAGENAN PADA PRODUK SABUN CAIR. Oleh : Hangga Damai Putra Gandasasmita C

PEMANFAATAN KITOSAN DAN KARAGENAN PADA PRODUK SABUN CAIR. Oleh : Hangga Damai Putra Gandasasmita C PEMANFAATAN KITOSAN DAN KARAGENAN PADA PRODUK SABUN CAIR Oleh : Hangga Damai Putra Gandasasmita C34104075 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH Nurjanah Dwi 2, Ariyanti 1, Tati Nurhayati 2 dan Asadatun Abdullah 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT MUTU UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) SEGAR PADA PENYIMPANAN SUHU KAMAR

KAJIAN SIFAT MUTU UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) SEGAR PADA PENYIMPANAN SUHU KAMAR Berkala Perikanan Terubuk, Juli 2006, hlm.121-125 Vol. 33 No. 2 ISSN 0126-4265 KAJIAN SIFAT MUTU UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) SEGAR PADA PENYIMPANAN SUHU KAMAR Rahman Karnila, Suparmi 1), Mei

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PROTEIN DAN ASAM AMINO KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DARI SITU GEDE,BOGOR AKIBAT PROSES PENGUKUSAN PURWATI NINGSIH C

KARAKTERISTIK PROTEIN DAN ASAM AMINO KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DARI SITU GEDE,BOGOR AKIBAT PROSES PENGUKUSAN PURWATI NINGSIH C KARAKTERISTIK PROTEIN DAN ASAM AMINO KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DARI SITU GEDE,BOGOR AKIBAT PROSES PENGUKUSAN PURWATI NINGSIH C34050182 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The objective of this research was to determine the differences

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state). Tiga perempat dari luas wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km² berupa laut. Garis

Lebih terperinci

PEMBUATAN NORI SECARA TRADISIONAL DARI RUMPUT LAUT JENIS Glacilaria sp. Oleh : M.Teddy.S C Skripsi

PEMBUATAN NORI SECARA TRADISIONAL DARI RUMPUT LAUT JENIS Glacilaria sp. Oleh : M.Teddy.S C Skripsi PEMBUATAN NORI SECARA TRADISIONAL DARI RUMPUT LAUT JENIS Glacilaria sp Oleh : M.Teddy.S C34101062 Skripsi PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KANDUNGAN SENYAWA FITOKIMIA, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LAMUN Syringodium isoetifolium NABILA UKHTY

KANDUNGAN SENYAWA FITOKIMIA, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LAMUN Syringodium isoetifolium NABILA UKHTY KANDUNGAN SENYAWA FITOKIMIA, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LAMUN Syringodium isoetifolium NABILA UKHTY DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP MUTU FILLET IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius hyphopthalmus) SEGAR SELAMA PENYIMPANAN SUHU KAMAR Oleh Noviantari 1), Mirna Ilza 2), N. Ira

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Baku Kerang Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai ciri-ciri: cangkang terdiri dari dua belahan atau katup yang dapat membuka dan menutup dengan

Lebih terperinci