KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH Nurjanah Dwi 2, Ariyanti 1, Tati Nurhayati 2 dan Asadatun Abdullah 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan observasi langsung di industri rumah tangga pengupasan rajungan untuk mengetahui karakteristik daging rajungan industri rumah tangga melalui pengukuran panjang dan bobot rajungan, penentuan rendemen rajungan, uji organoleptik rajungan segar dan daging rajungan industri rumah tangga, analisis TPC daging rajungan, analisis kandungan gizi daging rajungan. Karakteristik organoleptik rajungan pada 3 kondisi (udara terbuka, air tawar dan air tawar < 10 o C) dilakukan secara subyektif setiap 3 jam selama 24 jam. Nilai organoleptik daging rajungan matang sebesar 8,11 dengan nilai TPC sebesar 4,2 x 10 5 koloni/gram dan telah memenuhi SNI Persentase nilai rendemen yang tertinggi adalah pada cangkang sebesar 25,88%, sedangkan total rendemen daging sebesar 25,28%. Kandungan gizi rajungan sebelum dan setelah pengolahan dengan perebusan tidak berbeda nyata dengan kandungan segarnya Rajungan yang paling cepat mengalami kemunduran mutu organoleptik adalah pada kondisi udara terbuka, fase rigor mortis berlangsung selama 8 jam. Penanganan yang paling cocok bagi rajungan sebagai bahan mentah industri rumah tangga adalah pada kondisi udara terbuka, dimana didapatkan tekstur daging yang paling baik, meskipun kemunduran mutu rajungan segar terjadi sangat cepat. Oleh karenanya diperlukan proses penanganan dan pengolahan yang cepat agar dihasilkan mutu daging rajungan rebus yang baik. Kata kunci: karakteristik, industri rumah tangga, rajungan PENDAHULUAN Perusahaan pengekspor rajungan kaleng ada yang mengambil bahan baku berupa daging rajungan rebus (fresh meat crabs) dari mini plant dan ada juga yang mengambil daging rajungan hasil olahan dari industri rumah tangga melalui pengumpul. Secara umum karakteristik dapat diartikan, sifat khas pada suatu bahan atau produk, baik secara fisik, kimiawi, dan biologi. Asal bahan baku, cara penanganan dan pengolahan, serta perlakuan yang berbeda pada suatu bahan dapat menghasilkan karakteristik yang berbeda pula. Karakteristik fisik daging rajungan dapat dilihat secara organoleptik dengan panca indera seperti penampakan, tekstur dan aromanya. Sedangkan karakteristik kimia daging rajungan diantaranya dapat tercermin pada kandungan gizi yang terdapat di dalamnya. Karakteristik biologis diantaranya dapat tercermin dari kandungan mikrobiologi pada bahan baku yang digunakan dalam pengolahan. Industri rumah tangga pengupasan rajungan merupakan unit usaha perorangan yang menghasilkan daging rajungan rebus yang selanjutnya dijual kepada pengumpul. Pengolahan rajungan di industri rumah tangga berupa pemasakan dan pengambilan daging (picking) dilakukan dengan cara yang sangat sederhana serta kurang saniter dan higienis. Baik dan buruknya penanganan dan pengolahan akan mempengaruhi karakteristik hasil akhir daging rajungan sebagai bahan makanan atau bahan baku untuk pengolahan lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan agar dapat diperoleh data dan informasi karakteristik daging rajungan yang dihasilkan dari industri rumah tangga secara lengkap dan sistematis. METODOLOGI Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat peralatan uji mikrobiologi, proksimat dan organoleptik, Sedangkan bahan-bahan yang digunakan 1 Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor 2 Departemen Dalam Negeri 348

2 Jaring kejer Seminar Nasional Perikanan Indonesia 2009 diantaranya: rajungan (Portunus pelagicus) ukuran tangkap, dengan bobot antara gram/ekor, ukuran panjang karapas antara 3,5-6,3 cm dan lebarnya antara 8,2-14 cm., Plate Count Agar (PCA), es batu serta bahan-bahan lain yang digunakan dalam pengujian proksimat. Metode Penelitian Penelitian terbagi menjadi dua tahap, yaitu: (1) observasi untuk mengetahui upaya penangkapan dan penanganan rajungan yang dilakukan nelayan setempat, upaya penanganan dan pengolahan rajungan selama di industri rumah tangga, penanganan rajungan di pengumpul daging rajungan rebus. Pengukuran panjang, lebar dan bobot rajungan, serta menghitung rendemen daging rajungan rebus di industri rumah tangga, pengujian pada titik pengamatan, yaitu setelah penangkapan (P1) dan setelah pengolahan di industri rumah tangga (P2), yang meliputi uji organoleptik, uji mikroba (TPC), dan uji proksimat (AOAC 1995). (2) Pengamatan kemunduran mutu organoleptik terhadap rajungan hidup selama 24 jam pada 3 kondisi yang berbeda, yaitu di udara terbuka, di air tawar, dan di air tawar suhu <10 o C. Pengamatan organoleptik dilakukan secara subyektif oleh penulis setiap 3 jam. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum penangkapan rajungan di Desa Gegunung Wetan Pada umumnya alat tangkap rajungan rajungan ada 2 macam, yaitu bubu dan jaring kejer (DKP Kabupaten Rembang 2006). Nelayan penangkap rajungan di daerah Rembang hampir setiap hari melaut, karena rajungan merupakan komoditas yang tidak mengenal musim. Namun musim puncak tangkapan terbanyak yaitu Oktober sampai Januari. Bubu adalah semacam perangkap yang memudahkan ikan untuk masuk dan menyulitkan ikan untuk keluar. Rajungan dapat terperangkap masuk ke dalam bubu karena tertarik oleh umpan didalamnya. Bubu dapat dioperasikan pada kedalaman antara 5-70 meter, hasil yang didapat antara 1-25 kg tergantung musim tangkap. Jaring kejer tergolong bottom gillnet, yaitu jaring yang dipasang pada dasar atau dekat dasar. Rajungan dapat tertangkap dengan jaring kejer karena kaki-kakinya terjerat jaring. Jaring kejer dapat dioperasikan pada kedalaman 1-7 meter, hasil tangkapan yang didapat 0,5-1 kg rajungan, atau jika musim tangkap antara 5-20 kg. Setelah penangkapan rajungan, tidak dilakukan sortasi, pencucian dan penerapan sistem rantai dingin. Hasil tangkapan rajungan dijual kepada kepada tengkulak, industri rumah tangga pengupasan rajungan, maupun mini plant. Alur distribusi rajungan setelah penangkapan dapat dilihat pada Gambar 1. Penangkapan Bubu Industri Rumah Tangga Tengkulak Pengumpul Mini plant Perusahaan Pengalengan rajungan Gambar 1. Alur distribusi rajungan setelah penangkapan Keadaan umum industri rumah tangga pengupasan rajungan 349

3 Industri rumah tangga pengupasan rajungan merupakan usaha rumah tangga yang menghasilkan produk daging rajungan matang (fresh meat crabs), yang selanjutnya dijual ke pengumpul daging rajungan untuk dikirimkan ke perusahaan pengekspor rajungan sebagai bahan baku rajungan kaleng pasteurisasi. Usaha ini merupakan milik perorangan yang mempunyai beberapa orang pekerja, yang sebagian besar pekerjanya merupakan kerabat maupun tetangga pemilik industri rumah tangga tersebut. Bahan baku berupa rajungan segar yang masuk ke industri rumah tangga tersuplai langsung dari nelayan penangkap rajungan maupun tengkulak yang secara rutin menyetor rajungan. Industri rumah tangga tidak terikat oleh pengumpul daging rajungan, maupun perusahaan pengekspor rajungan, sehingga proses penanganan dan pengolahan rajungan yang terjadi di sana tanpa adanya pengawasan dari pihak manapun. Segala proses produksi di industri rumah tangga berlangsung dengan cara yang sangat sederhana, sanitasi lingkungan, peralatan dan pekerja tak terjaga, serta tanpa aturan baku apapun. Proses penanganan dan pengolahan rajungan selama di industri rumah tangga secara urut adalah penerimaan rajungan segar, penimbangan, perebusan ± menit, pendinginan selama ± menit, sortasi bagian, pencucian, pengambilan daging (picking), pengemasan, pengesan dan pengiriman daging rajungan ke pengumpul. Tahapan yang paling banyak menyebabkan daging rajungan mengalami perubahan mutu adalah tahap pengambilan daging dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau kecil stainlessteel. Pada saat proses pengambilan daging dapat terjadi kontaminasi silang yang berasal dari pekerja, peralatan dan lingkungan pengolahan. Kebersihan sarana pengolahan dan lingkungannya mempengaruhi mutu dan keamanan produk pangan. Sarana pengolahan dan lingkungannya yang kotor dapat mencemari pangan, baik bahaya fisik, kimia maupun biologis (Rahayu 2002). Oleh karenanya sebaiknya proses pengambilan daging rajungan dilakukan di ruangan khusus yang bersih, digunakan peralatan yang bersih, dikerjakan oleh pekerja yang higiene. Hal ini dapat berguna dalam mencegah terjadinya rekontaminasi pada produk daging rajungan. Selain itu perlu diterapkan rantai dingin selama proses pengambilan daging berlangsung, dimana adanya rantai dingin dapat menghambat aktivitas mikroba sehingga kemunduran mutu daging rajungan dapat diperlambat.pemisahan daging rajungan di industri rumah tangga berdasarkan bagian tubuh dan spesifikasi masingmasing yaitu jumbo (besar dan kecil), daging besar (back fin), reguler kembang (flower meat), daging kecil (reguler/lump), kaki besar (claw fingers) dan kaki kecil (claw meat). Keadaan Umum Pengumpul Daging Rajungan Rebus Daging rajungan hasil pengupasan dari industri rumah tangga biasanya dijual kepada pengumpul daging rajungan. Salah satu pengumpul rajungan di Rembang adalah UD Udang Sari. Setiap pengumpul daging rajungan memiliki buyer tersendiri yaitu perusahaan pengekspor rajungan kaleng pasteurisasi. Buyer UD Udang Sari adalah PT Rex Canning di Pasuruan Jawa Timur dimana perusahaan tersebut berhak menentukan kriteria terhadap produk daging rajungan yang layak diterima dan berhak melakukan peninjauan sewaktu-waktu. Proses penanganan daging rajungan selama di pengumpul adalah penerimaan daging rajungan, sortasi, penimbangan, pengemasan ke dalam toples, pengemasan ke dalam blong pendingin, dan pendistribusian. Spesifikasi dan harga daging rajungan di UD Udang Sari Kabupaten Rembang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan spesifikasi daging rajungan dan harga (per-kg) No. Jenis daging Spesifikasi dan ukuran Harga (per-kg) 1 Jumbo besar daging dari abdomen yang Rp sampai berhubungan langsung dengan kaki Rp renang. Jumbo besar berukuran 4 gram 350

4 2 Jumbo kecil daging dari abdomen yang berhubungan langsung dengan kaki renang. Jumbo kecil berukuran 4 gram 3 Daging besar (backfin) 4 Reguler kembang (flower) 5 Daging kecil (lump/reguler) 6 Kaki besar (claw finger) 7 Kaki kecil (claw meat) daging pecahan jumbo yang berukuran <2 gram daging dari sekat ruas thorax yang dibentuk seperti bunga daging pecahan reguler kembang (flower) daging dari kaki capit daging dari semua kaki, kecuali capit Rp sampai Rp Rp sampai Rp Rp sampai Rp Rp sampai Rp Rp Rp sampai Rp Karakteristik Daging Rajungan Industri Rumah Tangga Karakteristik daging rajungan yang diteliti dalam penelitian ini meliputi karakteristik panjang dan bobot, rendemen, nilai organoleptik daging rajungan rebus, nilai TPC daging rajungan rebus, kandungan gizi daging rajungan. Panjang dan bobot rajungan Berdasarkan hasil pengukuran yang tertera pada Tabel 7 menunjukkan bahwa rajungan yang masuk sebagai bahan mentah industri rumah tangga di Desa Gegunung Wetan memiliki bobot total rata-rata 114,8 g, rata-rata panjang dan lebar berturut-turut 5,33 cm dan 11,63 cm. Rajungan dapat mencapai ukuran panjang 15 cm dan lebar sampai 30 cm (Ensiklopedia Indonesia diacu dalam Elyuna 2005). Hal ini berarti rajungan yang ditangkap saat ini jauh lebih kecil dibandingkan ukuran yang ada. Makin turunnya ukuran tangkapan rajungan diduga disebabkan populasi komoditas rajungan di alam terganggu perkembangannya, karena sampai saat ini di Kabupaten Rembang seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan hasil tangkapan dari laut. Rendemen Rajungan yang diolah di industri rumah tangga memiliki nilai rendemen tertinggi untuk bagian cangkang (kulit) sebesar 25,88 %, lalu bagian daging sebesar 25,28 % yang terdiri dari 9,18 % claw meat, 9,05 % daging jumbo, dan 7,05 % daging reguler. Persentase bagian jeroan dan telur sebesar 11,18 %, karapas sebesar 8,82 %, dan insang sebesar 2,93 %. Nilai organoleptik daging rajungan rebus Pada penilaian organoleptik daging rajungan rebus digunakan score sheet penilaian sensori daging rajungan. Kriteria pengujian sensori meliputi penampakan, bau dan tekstur. Penampakan diukur dari segi ada tidaknya pengotor, warna diukur dari cemerlang atau kusam, sedangkan bau (aroma) diukur dari ketajaman dan kesegaran bau khas rajungan. Pengujian dilakukan pada setiap jenis daging rajungan matang yaitu jumbo, daging besar (backfin), reguler kembang (flower meat), daging kecil (reguler), kaki besar (claw fingers), dan kaki kecil (claw meat). Tabel 2 menyajikan rata-rata nilai organoleptik daging rajungan rebus. Tabel 2. Rata-rata nilai organoleptik daging rajungan rebus No Tahapan proses penanganan Waktu Nilai organoleptik 1 Setelah penangkapan rajungan 4 jam setelah 9 penangkapan 2 Setelah pengambilan daging (picking) di industri rumah tangga 3 jam setelah perebusan 8,11± 0,08 351

5 Penurunan mutu sensori tersebut diduga disebabkan oleh penanganan daging rajungan yang kurang saniter dan higienis. Proses penurunan mutu daging rajungan disebabkan oleh kegiatan mikroorganisme yang menjadi kontaminan pada produk daging rajungan. Aktivitas mikroba dapat menguraikan komponen-komponen pada daging rajungan, sehingga menyebabkan rusaknya struktur jaringan daging dan teksturnya menjadi lebih lunak. Selain itu, hasil penguraian senyawa mikromolekul pada daging seperti asam amino bebas, peptida, asam laktat, gula pereduksi, akan menghasilkan metabolit-metabolit penyebab bau busuk (Hadiwiyoto 1993). Nilai TPC daging rajungan rebus Nilai total bakteri (TPC) menggambarkan kemunduran mutu secara mikrobiologis dari suatu produk. Tabel 3 menunjukkan rata-rata total nilai bakteri pada setiap tahapan penanganan rajungan sampai menjadi produk daging rajungan rebus (fresh meat crabs). Tabel 3. Nilai rata-rata total bakteri rajungan (Portunus pelgicus) pada setiap tahapan proses penanganan No Tahapan proses penanganan Rata-rataTPC(koloni/gram) 1 Setelah penangkapan 4,5 x Setelah pengambilan daging di industri 4,2 x 10 5 rumah tangga Pada daging rajungan mentah setelah penangkapan didapatkan nilai ratarata TPC sebesar 4,5x10 4 koloni/g. Tumbuhnya bakteri pada tangkapan kepiting segar mencerminkan keadaan lingkungan hidup kepiting dan menunjukkan kualitas dan kuantitas yang berbeda tergantung akan musim, kualitas, lokasi geografis (Cockey dan Chai 1983). Standar mikrobiologi untuk daging kepiting segar nilai APC (An Aerobic Plate Count) maksimum adalah 1x10 5 koloni/gram (Cockey 1983). Hal ini berarti setelah penangkapa, rajungan masih dalam kondisi segar. Nilai TPC daging rajungan matang setelah proses pengambilan daging (picking) di industri rumah tangga adalah sebesar 4,2 x 10 5 koloni/gram. Pada daging rajungan yang telah diolah dengan pemanasan, seharusnya jumlah bakteri menurun. Perebusan merupakan suatu proses pengawetan, yaitu untuk mencegah autolisis, dan juga dapat mematikan beberapa jenis mikroorganisme (Gaman dan Sherrington 1992). Jumlah total bakteri pada daging rajungan matang yang makin meningkat diduga disebabkan oleh rekontaminasi selama proses pengolahan dan penanganan. Berdasarkan rata-rata nilai total bakteri daging rajungan, diketahui bahwa secara mikrobiologis daging rajungan yang diolah di industri rumah tangga memenuhi persyaratan spesifikasi persyataran mutu daging rajungan rebus dingin berdasarkan SNI , yaitu memiliki nilai rata-rata total bakteri di bawah maksimum (5 x 10 5 koloni/g). Kandungan gizi daging rajungan Uji proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia dalam tubuh rajungan secara kasar (crude) baik pada rajungan segar maupun yang sudah diolah. Hasil pengujian proksimat rajungan disajikan pada Tabel 10. Tabel 3. Hasil pengujian proksimat rajungan (Portunus pelagicus) Kandungan Daging rajungan segar Daging rajungan betina matang gizi Jantan (%) Betina (%) Sedang bereproduksi (%) Kondisi biasa (%) Air 80,59 79,11 77,68 76,41 Abu 2,54 2,39 2,22 2,25 Protein 14,58 14,49 19,83 20,13 Lemak 0,09 0,07 0,07 0,07 352

6 Persentase kandungan protein dan lemak pada daging rajungan jantan lebih tinggi daripada rajungan betina. Adanya variasi komposisi kimia dapat terjadi antar spesies, antar individu dalam suatu spesies dan antara bagian tubuh satu dengan yang lain (Suzuki 1981). Variasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu umur, laju metabolisme, pergerakan ikan, makanan serta kondisi bertelur. Pada rajungan yang sedang bereproduksi persentase kandungan proteinnya lebih rendah dibandingkan rajungan dalam kondisi biasa. Pada kondisi bertelur kandungan nutrisi lebih terkonsentrasi digunakan untuk keperluan reproduksi dibandingkan untuk pertumbuhan tubuh, sehingga kandungan protein dalam otot cenderung menurun. Persentase kadar air rajungan matang mengalami penurunan dibandingkan rajungan mentah. Penurunan kadar air dipengaruhi oleh faktor pemasakan yang menyebabkan cairan dari dalam daging rajungan merembes keluar (terjadi drip). Air yang keluar dari dalam produk ikut membawa komponen gizi yang lain seperti vitamin C, riboflavin, tiamin, karoten, niasin, vitamin B6, Co, Mg, Cu, P, asam amino (Haris 1989). Persentase kadar air pada daging rajungan jantan lebih tinggi dibandingkan rajungan betina. Ketersediaan air dalam tubuh rajungan jantan lebih banyak diduga karena kebutuhan air yang lebih besar dalam tubuhnya. Kandungan air tubuh tergantung pada proporsi jaringan otot yang ada dalam tubuh, biasanya pada jantan lebih banyak dibandingkan pada betina (Almatsier 1999). Kadar abu pada daging rajungan matang lebih rendah apabila dibandingkan daging rajungan mentah. Hal ini diduga disebabkan kandungan bahan anorganik pada daging rajungan ikut terbawa bersama air yang keluar dari daging selama perebusan. Kandungan mineral pada rajungan adalah C, Fe, Mg, P, K, S, Cu, Mg, dan Se ( 2006). Karakteristik daging rajungan di pengumpul daging rajungan rebus Berdasarkan pengujian organoleptik dan pengujian mikroba (TPC) terhadap sampel daging rajungan yang ada di pengumpul, diperoleh rata-rata nilai organoleptik terhadap parameter tekstur, penampakan, dan bau daging rajungan sebesar 7,20 dengan nilai TPC sebesar 3,8 x 10 6 koloni/gram. Secara organoleptik daging rajungan yang ada di pengumpul memenuhi standar spesifikasi mutu daging rajungan rebus dingin berdasarkan SNI Namun nilai rata-rata total bakteri daging rajungan di pengumpul daging rajungan rebus berada di atas nilai maksimum yang dipersyaratkan, karena nilai total bakteri >5 x 10 5 koloni/g. Hal ini diduga disebabkan kondisi penanganan rajungan yang ada di pengumpul kurang saniter dan higienis dari segi peralatan, pekerja, dan lingkungan sarana penanganan. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya kontaminasi bakteri pada daging rajungan dan meningkatkan kandungan TPC-nya. Pengamatan Kemunduran Mutu Organoleptik Rajungan Penelitian ini bertujuan membandingkan kemunduran mutu rajungan pada kondisi media dan suhu yang berbeda, sehingga dapat menghasilkan informasi bagi penanganan bahan baku rajungan segar yang akan diolah di industri rumah tangga. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada 3 kondisi yaitu udara terbuka, air tawar dan air<10 o C didapatkan hasil bahwa fase pre rigor pada 3 kondisi tersebut berlangsung selama 2 jam, fase rigor selama 8 jam (udara terbuka), 10 jam (air tawar), dan 13 jam (air tawar <10 o C). Fase post rigor masing masing setelah mati berlangsung selama 11 jam (udara terbuka), 12 jam (air tawar), setelah mati 25 jam (air tawar <10 o C). Fase rigor pada rajungan ditandai kaki dan ruas-ruas kaki sulit digerakkan (kaku), serta antara ruas tubuh dan kaki juga sulit digerakkan. Pada bagian di balik karapas mulai ada bercak coklat suram, daging rajungan kompak dan kenyal. Pada fase rigor mortis terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat sehingga terjadi penurunan ph, diikuti penurunan jumlah ATP serta ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan kekenyalannnya sehingga tubuh ikan menjadi kaku (Junianto 2003). 353

7 Penanganan yang terbaik pada rajungan sebagai bahan mentah pengolahan daging rajungan rebus (fresh meat crabs) adalah di udara terbuka, karena mempunyai tekstur daging yang baik. Sementara itu kemunduran mutu organoleptik rajungan di udara terbuka mengalami kemunduran mutu yang paling cepat diantara 2 perlakuan lainnya. KESIMPULAN Penangkapan rajungan di Desa Gegunung Wetan dilakukan dengan 2 macam alat tangkap yaitu bubu dan jaring kejer. Pasca penangkapan tidak dilakukan sortasi, pencucian, serta tanpa adanya penanganan dengan rantai dingin. Hasil tangkapan langsung dijual kepada industri rumah tangga, mini plant, dan tengkulak. Semua proses penanganan dan pengolahan rajungan selama di industri rumah tangga dilakukan secara sederhana, dengan sanitasi dan higiene peralatan, lingkungan dan pekerja yang tak terjaga sehingga dimungkinkan dapat menjadi kontaminan terhadap produk daging rajungan yang dihasilkan. Daging rajungan yang dihasilkan di industri rumah tangga telah memenuhi SNI dari segi organoleptik dan mikrobiologis, dengan nilai TPC sebesar 4,5 x 10 4 koloni/g dan nilai rata-rata organoleptik sebesar 8,11. Panjang rata-rata rajungan yang diolah di industri rumah tangga sebesar 5,33 cm, lebar sebesar 11,63 cm dan berat sebesar 114,8 gram. Rendemen tertinggi dari pengolahan rajungan sebagai daging rajungan rebus adalah cangkang rajungan yaitu sebanyak 25,88%, sedangkan rendemen daging terbesar adalah jenis claw meat sebesar 9,18%. Daging rajungan setelah diolah di industri rumah tangga memiliki perubahan nilai gizi yaitu peningkatan persentase protein, serta penurunan persentase kadar air dan abu. Berdasarkan pengamatan karakteristik organoleptik rajungan selama 24 jam didapatkan bahwa kemunduran mutu secara organoleptik rajungan pada kondisi udara terbuka lebih cepat, dibandingkan pada kondisi air tawar dan air tawar <10 o C. Penanganan yang terbaik diterapkan pada rajungan sebagai bahan mentah rajungan yang diolah di industri rumah tangga adalah di udara terbuka SARAN Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan sanitasi dan higiene serta penerapan rantai dingin selama proses penanganan rajungan harus diterapkan di industri rumah tangga maupun di pengumpul. Selain itu perlu penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik proses kemunduran mutu rajungan secara mikrobiologis dan biokimiawi. DAFTAR PUSTAKA Almatsier S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Panebar Swadaya. Cockey RR, Chai T Microbiology of crustacea processing: crabs. Dalam: Microbiology of Marine Food Products. Ward DR, Hackney C. Eds. New York: AVI Publishing Company Hadiwiyoto Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid 1. Teknik Pendinginan Ikan. Jakarta: CV Paripurna [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang Statistik Produksi Perikanan Kabupaten Rembang. Direktorat Jenderal Perikanan DSN Standar Nasional Indonesia Daging Rajungan Rebus Dingin. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional Gaman PM dan Sherrington KB Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gardjito M, Naruki S, Murdiati A dan Sardjono, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Nutrition Data Nutrition Raw Blue Swimming Crabs. nutritiondata.com. [20 November 2006] Junianto Teknik Penanganan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya. 354

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rajungan (Portunus pelagicus) Rajungan (Portunus pelagicus) disebut juga blue swimmimg crab atau kepiting berenang merupakan salah satu jenis crustacea (berkulit keras) yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut SNI 01-3719-1995, minuman sari buah ( fruit juice) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus) Rajungan adalah salah satu anggota filum crustacea yang memiliki tubuh beruas-ruas. Klasifikasi rajungan (Portunus pelagicus)

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

Jurnal Agrisistem, Juni 2007, Vol. 3 No. 1 ISSN 1858-4330

Jurnal Agrisistem, Juni 2007, Vol. 3 No. 1 ISSN 1858-4330 STUDI PENGARUH PERIODE TERANG DAN GELAP BULAN TERHADAP RENDEMEN DAN KADAR AIR DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L) YANG DI PROSES PADA MINI PLANT PANAIKANG KABUPATEN MAROS STUDY OF LIGHT AND DARK MOON

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau. maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau. maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok bagi manusia yang dibutuhkan setiap waktu sehingga harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar produk

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie basah merupakan salah satu bahan pangan yang digemari masyarakat Indonesia. Hal itu terbukti dengan tingginya produksi mie basah yaitu mencapai 500-1500 kg mie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah suatu kegiatan perekonomian yang memanfaatkan sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan menggunakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT) TUGAS PENDAHULUAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G 311 09 003 KELOMPOK : IV (EMPAT) LABORATORIUM PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%,

Lebih terperinci

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Penggolongan hasil perikanan laut berdasarkan jenis dan tempat kehidupannya Golongan demersal: ikan yg dapat diperoleh dari lautan yang dalam. Mis.

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangga merupakan komoditas buah yang mudah rusak. Kerusakan buah mangga dapat disebabkan karena ketidak hati-hatian

Lebih terperinci

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The objective of this research was to determine the differences

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Makanan sebagai sumber zat gizi yaitu karbohidrat, lemak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan bahan pangan. Kandungan gizi yang ada pada ikan sangatlah

Lebih terperinci

ECONOMI VALUE ADDED OF BLUE SWIMMING CRAB (Portunus pelagicus) PROCESSING AT CV. LAUT DELI BELAWAN NORTH SUMATERA

ECONOMI VALUE ADDED OF BLUE SWIMMING CRAB (Portunus pelagicus) PROCESSING AT CV. LAUT DELI BELAWAN NORTH SUMATERA ECONOMI VALUE ADDED OF BLUE SWIMMING CRAB (Portunus pelagicus) PROCESSING AT CV. LAUT DELI BELAWAN NORTH SUMATERA Angel Zesikha Purba 1), Lamun Bathara 2), dan Darwis AN 2) Angelzesikha09@gmail.com Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata 4. PEMBAHASAN Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat dengan bantuan mikroba yaitu Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN

APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN Indra Jaya 1) dan Dewi Kartika Ramadhan 2) Abstract This paper describes an attempt to introduce acoustic method as an alternative for measuring fish freshness.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFAATAN UDANG (Peanaeus sp.) DAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) RUCAH SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PAKAN IKAN

POTENSI PEMANFAATAN UDANG (Peanaeus sp.) DAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) RUCAH SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PAKAN IKAN POTENSI PEMANFAATAN UDANG (Peanaeus sp.) DAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) RUCAH SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PAKAN IKAN ppp 18 Caesar Mahendra*, Luthfi Assadad dan Naila Zulfia Loka Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan pangan hewani (daging, telur, dan susu) dari waktu ke waktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup,

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010. Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT MUTU UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) SEGAR PADA PENYIMPANAN SUHU KAMAR

KAJIAN SIFAT MUTU UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) SEGAR PADA PENYIMPANAN SUHU KAMAR Berkala Perikanan Terubuk, Juli 2006, hlm.121-125 Vol. 33 No. 2 ISSN 0126-4265 KAJIAN SIFAT MUTU UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) SEGAR PADA PENYIMPANAN SUHU KAMAR Rahman Karnila, Suparmi 1), Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan yang halal dan baik, seperti makan daging, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan

BAB I PENDAHULUAN. makanan yang halal dan baik, seperti makan daging, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki luas wilayah perairan yang lebih besar dari pada luas daratan. Besarnya luas wilayah perairan yang dimiliki Indonesia, membuat negara ini kaya akan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Baku Kerang Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai ciri-ciri: cangkang terdiri dari dua belahan atau katup yang dapat membuka dan menutup dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Ikan nila banyak digemari oleh masyarakat karena dagingnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo

Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo 1.2 Rimin Lasimpala, 2 Asri Silvana aiu 2 Lukman Mile

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia, di Indonesia banyak sekali makanan siap saji yang dijual di pasaran utamanya adalah makanan olahan daging.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Data Identifikasi Rajungan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Data Identifikasi Rajungan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Data Identifikasi Rajungan Rajungan yang diolah di mini plant pengolahan rajungan tentunya sangat banyak setiap harinya bahkan mencapai puluhan ton untuk mini plant di Kecamatan

Lebih terperinci

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR Ridawati Marpaung 1 Asmaida Abstract Penelitian ini bertujuan melakukan analisis organoleptik dari hasil olahan sosis ikan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh

Lebih terperinci

BBP4BKP. Pengolahan Pindang Ikan Air Tawar. Unit Eselon I Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

BBP4BKP. Pengolahan Pindang Ikan Air Tawar. Unit Eselon I Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan BBP4BKP Pengolahan Pindang Ikan Air Tawar Kontak Person Dra Theresia Dwi Suryaningrum, MS theresiadwi@yahoo.com Syamdidi SPi, MAppSc didibangka@yahoo.com Unit Eselon I Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam penanganan pasca panen (pembekuan) untuk hasil perikanan, yang merupakan milik Bapak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Kementerian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i PENGESAHAN ii PRAKATA iii DEDIKASI iv RIWAYAT HIDUP PENULIS v ABSTRAK vi ABSTRACT vii DAFTAR ISI viii DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

PENGOLAHAN PASTA LAOR (Eunice viridis) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI GARAM

PENGOLAHAN PASTA LAOR (Eunice viridis) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI GARAM PENGOLAHAN PASTA LAOR (Eunice viridis) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI GARAM Komariah Tampubolon 1), Djoko Purnomo 1), Masbantar Sangadji ) Abstrak Di wilayah Maluku, cacing laut atau laor (Eunice viridis)

Lebih terperinci

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP MUTU FILLET IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius hyphopthalmus) SEGAR SELAMA PENYIMPANAN SUHU KAMAR Oleh Noviantari 1), Mirna Ilza 2), N. Ira

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR. Riyantono 1 Indah Wahyuni Abida 2 Akhmad Farid 2 1 Alumni Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo 2 Dosen Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Industri Ikan Asap Selais Industri rumah tangga ikan asap selais (O. hypophthalmus) terletak di Daerah Teluk Petai, Kampar, Riau. Industri ini terletak di pinggiran

Lebih terperinci

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE Disusun Oleh: Mukaromah K3310058 Nuryanto K3310060 Sita Untari K3310079 Uswatun Hasanah K3310081 Pendidikan Kimia A PROGAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Djoko Poernomo*, Sugeng Heri Suseno*, Agus Wijatmoko**

PENDAHULUAN. Djoko Poernomo*, Sugeng Heri Suseno*, Agus Wijatmoko** Pemanfaatan Asam Cuka, Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) dan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) untuk Mengurangi Bau Amis Petis Ikan Layang (Decapterus spp.) Djoko Poernomo*, Sugeng Heri Suseno*, Agus

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh Samudera

BABI PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh Samudera BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh Samudera Indonesia d~n Samudera Pasifik dengan Iuas wi/ayah yang sangat besar, kaya akan sumber peri kanan,

Lebih terperinci

Pengaruh Lama Pengasapan Yang Berbeda Terhadap Mutu Organoleptik dan Kadar Air pada Ikan Tongkol (Euthynnus affinis ) Asap

Pengaruh Lama Pengasapan Yang Berbeda Terhadap Mutu Organoleptik dan Kadar Air pada Ikan Tongkol (Euthynnus affinis ) Asap Pengaruh Lama Pengasapan Yang Berbeda Terhadap Mutu Organoleptik dan Kadar Air pada Ikan Tongkol (Euthynnus affinis ) Asap 1,2 Kiflin Towadi, 2 Rita Marsuci Harmain, 2 Faiza A. Dali 1 Towadifish@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi

Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

Terasi udang SNI 2716:2016

Terasi udang SNI 2716:2016 Standar Nasional Indonesia ICS 67.120.30 Terasi udang Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Anggota Rantai Pasokan Anggota rantai pasokan meliputi semua perusahan dan organisasi yang berhubungan langsung dengan perusahaan baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

PEMBUATAN ABON MANDAI SEBAGAI ALTERNATIF TAMBAHAN PENDAPATAN MASYARAKAT

PEMBUATAN ABON MANDAI SEBAGAI ALTERNATIF TAMBAHAN PENDAPATAN MASYARAKAT PEMBUATAN ABON MANDAI SEBAGAI ALTERNATIF TAMBAHAN PENDAPATAN MASYARAKAT Uswatun Chasanah dan Hikma Ellya Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur hikmapolihasnur@gmail.com ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 12 September 2011 mengenai perubahan fisik, kimia dan fungsional pada daging. Pada praktikum kali ini dilaksanakan pengamatan perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia bahkan dunia. Kondisi geografis yang berlekuk mengakibatkan Kalimantan memiliki banyak aliran sungai (Nurudin,

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci