5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 71 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Gambaran umum pasar di Kawasan Maluku Tengah Kota Ambon yang terdiri atas lima (5) Kecamatan, memiliki empat (4) pasar di tingkat Kecamatan yang berfungsi sebagai pusat interaksi ekonomi masyarakat. Selain pasar Mardika yang merupakan pasar pusat di Kota Ambon yang bukan hanya menjual barang kebutuhan sehari-hari, namun juga barang kebutuhan rumahtangga lainnya seperti barang elektronik, barang pecah belah dan lainnya, terdapat pula pasar Benteng, pasar Passo dan pasar Wayame (Lampiran 2a). Pasar Benteng terletak di Kecamatan Nusaniwe dan menjadi pusat penyediaan kebutuhan pangan bagi masyarakat Kecamatan Nusaniwe dan sebagian masyarakat di Kecamatan Sirimau, sementara pasar Passo merupakan pusat transaksi ekonomi masyarakat Kecamatan Sirimau, Leitimur Selatan, Teluk Ambon, bahkan bagi sebagian masyarakat Kecamatan Leihitu dan Salahutu yang secara administratif tergabung dalam Kabupaten Maluku Tengah namun secara geografis berada di pulau Ambon. Pasar Wayame yang terletak di Desa Wayame Kecamatan Teluk Ambon merupakan pusat penyediaan bahan pangan, maupun barang kebutuhan lainnya bagi masyarakat Kecamatan Teluk Ambon. Selain keempat pasar tersebut, di Kota Ambon terdapat pula pasar-pasar kecil di tingkat Desa yang hadir sebagai sarana pemenuhan kebutuhan rumahtangga sehari-hari. Pasar-pasar ini muncul akibat jauhnya tempat pemukiman warga dengan pasar di tingkat Kecamatan. Di Kawasan Maluku Tengah, terdapat pasar Piru di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), pasar Binaya di Kabupaten Maluku Tengah dan pasar Bula di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yang terletak di pusat ibukota masingmasing Kabupaten. Walau secara fungsional pasar-pasar ini hadir untuk melayani kebutuhan ekonomi masyarakat Kabupaten tersebut, namun karena jauhnya jarak beberapa desa dengan ibukota Kabupaten, serta terbatasnya sarana dan prasarana transportasi, mengakibatkan munculnya pasar-pasar yang lebih kecil di tingkat Kecamatan bahkan Desa.

2 72 Pasar-pasar tempat penelitian ini dilakukan masih tradisional dan umumnya berada di dekat pantai. Pasar-pasar tersebut sangat tidak higienis, bau dan becek, serta sampah tidak dikelola dengan baik walaupun ada uang kebersihan yang harus dibayar pedagang setiap hari. Walaupun sudah dipisahkan antara kios penjual sayuran, ikan dan daging, namun tidak jarang dijumpai penjual sayuran di antara pedagang ikan. Tidak sebandingnya kios yang tersedia dengan pedagang yang ada mengakibatkan pedagang sering menjajakan dagangannya di tepi jalan, sehingga mengganggu ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Pemandangan seperti ini sering terlihat di pasar Mardika maupun pasar Passo, sementara di pasar lainnya tidak terlihat, karena letaknya tidak di tepi jalan raya. Di pasar Piru (SBB) bahkan sering terdapat ternak peliharaan masyarakat seperti sapi dan babi yang tidak dikandangkan, sehingga terkadang harus dihalau oleh pedagang karena masuk ke dalam area pasar. Tidak jarang pula ketika datang di pagi hari untuk berdagang, pedagang menjumpai kotoran binatang-binatang tersebut di area pasar. Di pasar-pasar lokal ini juga terdapat ikan-ikan hasil olahan seperti ikan asap, ikan asin dan produk perikanan olahan lainnya, seperti udang kering, cumi kering dan lainnya. Akan tetapi, kios ikan segar letaknya berjauhan dengan ikanikan hasil olahan tersebut. Kios ikan segar biasanya terletak di bagian belakang, sementara ikan olahan lebih sering berada di bagian depan pasar. Kecuali di pasar Mardika dan pasar Passo, aktivitas jual beli di seluruh pasar yang menjadi lokasi penelitian ini biasanya akan berakhir pada pukul hingga 13.00, setelah dimulai pada pukul dini hari. Kegiatan jual beli ini biasanya hanya berlangsung setiap hari Senin hingga Sabtu, karena para penjual beristirahat pada hari Minggu. Kalaupun ada kegiatan transaksi jual beli di hari Minggu, biasanya pedagang dan pembeli hanya dalam jumlah sedikit Analisis Struktur Pasar (Market Structure) Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar.

3 73 Berikut ini akan disajikan profil pedagang pengumpul dan pedagang pengecer produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah Profil Pedagang Pengumpul dan Pedagang Pengecer Ikan Segar a Umur Umur pedagang pengumpul, maupun pedagang pengecer yang terbanyak berada pada kisaran tahun, yaitu masing-masing sebanyak 12 dan 38 orang (Tabel 16). Samuel (1997) yang dikutip Leatemia (2008) menyatakan bahwa kelompok usia produktif adalah kelompok umur tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa hampir seluruh pedagang pengumpul dan pedagang pengecer yang ada di lokasi penelitian ini produktif. Pada kategori tersebut, secara fisik dan mental responden berada pada puncak produktivitas, karena lebih terarah dalam mobilisasi energi (tenaga) dan lebih matang dalam mengontrol emosi, sehingga kapasitasnya dalam memasarkan ikan berlangsung lebih maksimal. Tabel 16 Kelompok umur pedagang pengumpul dan pedagang pengecer ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Pedagang Pengumpul Kategori Umur (tahun) Jumlah Persentase (%) Total Pedagang Pengecer Kategori Umur (tahun) Jumlah Persentase (%) Total Sumber : Data primer diolah (2011) Umumnya pedagang yang masih muda akan lebih banyak membutuhkan informasi dan pengalaman, sehubungan dengan hal-hal teknis dalam mengatur/ menjalankan usaha. Sejalan dengan itu, pada puncak produktivitas seseorang

4 74 tampak berpengalaman serta terampil, sehingga menguasai strategi berdagang. Namun pedagang yang lebih tua akan lebih mudah menurun secara fisik, sehingga mobilitas menjadi menurun yang berdampak pada produktivitas dan pendapatan. b Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan faktor penting penentu dinamika perubahan dalam populasi. Tujuan pendidikan (baik formal maupun informal) adalah untuk mengkomunikasikan kebijakan dan pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan untuk memfasilitasi partisipasi aktif dalam inovasi dan pengembangan pengetahuan baru (Lange et al., diacu dalam Rad 2012). Tabel 17 Tingkat pendidikan pedagang pengumpul dan pedagang pengecer ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Pedagang Pengumpul Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) SD (sederajat) 7 28 SMP (sederajat) SMA (sederajat) 4 16 Total Pedagang Pengecer Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) SD (sederajat) SMP (sederajat) SMA (sederajat) Universitas 1 1 Total Sumber : Data primer diolah (2011) Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan dan cara mendidik. Tingkat pendidikan juga turut berpengaruh terhadap keberhasilan suatu usaha, terutama keterampilan dalam mengelola usaha. Tingkat pendidikan yang dicapai oleh responden menyebar pada kategori pendidikan dasar hingga menengah dan umumnya berada pada pendidikan menengah pertama dan atas (Tabel 17). Seorang pedagang pengecer memiliki pendidikan formal hingga tingkat tinggi (D2) (Lampiran 7). Dalam melakukan transaksi perdagangan ikan, para pedagang tidak memerlukan kegiatan khusus yang harus diperoleh melalui disiplin ilmu tertentu. Tetapi latar belakang pendidikan menengah dapat memberikan sumbangan yang

5 75 berarti, terutama dalam kemampuan membangun hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, ekonomi dan budaya. c Pengalaman Usaha Pengalaman usaha mempengaruhi pengetahuan, sikap dan keterampilan seseorang dalam menjalankan usaha. Dengan belajar dari pengalaman, seseorang akan lebih responsif terhadap teknologi yang diterapkan dalam usahanya. Berbagai situasi, kondisi serta masalah dan solusi yang harus dihadapi seseorang ketika menggeluti usahanya, berpengaruh dalam mendewasakan diri seseorang dalam mengambil keputusan, terutama yang berhubungan dengan bagaimana mempertahankan dan mengembangkan usaha. Tabel 18 Pengalaman usaha pedagang pengumpul dan pedagang pengecer ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Pedagang Pengumpul Pengalaman Usaha (tahun) Jumlah Persentase (%) Total Pedagang Pengecer Pengalaman Usaha (tahun) Jumlah Persentase (%) Total Sumber : Data primer diolah (2011) Gray and Gray diacu dalam Salleh et al. (2012) mengatakan bahwa umur suatu usaha meningkat sejalan dengan umur pemilik usaha tersebut. Apabila seorang pengusaha mampu beroperasi dan mengembangkan usahanya lebih dari lima (5) tahun, maka dapat dikatakan usahanya berhasil. Semakin lama suatu usaha beroperasi, maka karyawannya akan semakin cakap dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan tahunan. Mohd (2011) mengatakan bahwa ada hubungan yang nyata antara umur suatu usaha dikaitkan dengan kinerja usaha tersebut.

6 76 Tabel 18 memperlihatkan persentase pedagang ikan di Kawasan Maluku Tengah berdasarkan pengalaman usaha yang ditekuni. Sebanyak 68% pedagang pengumpul sudah memiliki pengalaman usaha selama tahun dan 42% pedagang pengecer 10 tahun. Kebanyakan pedagang pengumpul memulai pekerjaannya sebagai pedagang pengecer sebelumnya. Seiring dengan pertambahan waktu serta meningkatnya pengalaman dan modal, para pedagang pengecer ini akan beralih fungsi menjadi pedagang pengumpul Derajat konsentrasi pedagang pengumpul ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Rasio kumulatif volume penjualan pedagang pengumpul diukur dengan menggunakan Cumulative Ratio (CR 4 ). Rosyidi (2009) menyatakan bahwa Cumulative Ratio atau konsentrasi pasar adalah sebuah ukuran yang menyatakan banyaknya output yang berada di tangan sejumlah produsen. Semakin sedikit jumlah produsen yang menguasai pemasaran suatu output, semakin terkonsentrasilah pasar itu. Volume Penjualan Minggu Pengamatan Pasar Bula Pasar Binaya Pasar Piru Pasar Leihitu Pasar Salahutu Pasar Passo Pasar Mardika Sumber : Data primer diolah (2011) Gambar 8 Rekapitulasi volume penjualan pedagang pengumpul di pasar ikan segar Kawasan Maluku Tengah selama periode pengamatan.

7 77 Volume penjualan pedagang pengumpul terbanyak berada di Pasar Mardika (Gambar 8, Lampiran 9). Itu berarti bahwa bagi pedagang pengumpul, Pasar Mardika merupakan pasar yang potensial karena jumlah konsumen yang berbelanja kebutuhan sehari-hari lebih banyak di pasar tersebut dibandingkan dengan pasar lainnya. Pasar ini terletak di pusat kota Ambon dan berdekatan dengan terminal angkutan umum, sehingga mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat. Tabel 19 CR volume penjualan ikan segar oleh pedagang pengumpul di pasar Kawasan Maluku Tengah Pedagang Volume Penjualan (kg) Persentase (%) CR (%) Total Sumber : Data primer diolah (2011) Pada awal minggu penelitian dilakukan, volume penjualan ikan oleh pedagang pengumpul di pasar Mardika maupun pasar lainnya di Kawasan Maluku Tengah relatif sedikit. Hal ini disebabkan oleh musim penghujan dan angin

8 78 kencang yang mengakibatkan tingginya gelombang laut di sebagian besar tempat di Provinsi Maluku, sehingga nelayan tidak bisa melaut. Dengan demikian ikan yang dijual di pasar hanya sedikit sehingga harganya mahal. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ikan di bukan musim ikan seperti ini, pedagang biasanya membeli ikan dari Cold Storage untuk kemudian dijual kembali ke konsumen. Dari pengamatan di lapangan, terlihat bahwa besar kecilnya volume penjualan ikan oleh pedagang pengumpul di suatu pasar dipengaruhi oleh musim, modal yang dimiliki pedagang pengumpul, jumlah pembeli potensial, jumlah dan jenis ikan yang dijual di pasar, dan harga ikan di pasar. Perhitungan Cumulative Ratio volume penjualan ikan oleh pedagang pengumpul pada Tabel 19 didasarkan pada data di Lampiran 15 yang menyajikan keseluruhan volume penjualan selama proses penelitian berlangsung. Perhitungan CR ini diawali dengan mentransfer volume penjualan pedagang pengumpul yang awalnya dinyatakan dalam loyang ke dalam satuan kilogram. Pengamatan yang dilakukan terhadap 25 pedagang pengumpul selama 4 (empat) bulan kemudian dibagi ke dalam 18 minggu untuk melihat dinamika angka CR pada seluruh pasar yang telah diasumsikan sebagai satu pasar besar. Tabel 19 menunjukkan CR volume penjualan ikan segar dari 25 pedagang pengumpul di pasar Kawasan Maluku Tengah. Selama periode penelitian dilakukan, umumnya empat (4) pedagang pertama menunjukkan angka CR < 40, kecuali pada minggu ke-6 (CR 4 = 41.22%) dan 11 (CR 4 = 42.68%) (Gambar 9). Hal ini mengindikasikan berarti bahwa pada kedua minggu tersebut, pasar agak terkonsentrasi, sementara pada minggu-minggu pengamatan lainnya, pasar tidak terkonsentrasi. Pasar terkonsentrasi apabila rasio empat (4) pedagang pertama sedikitnya 40% (Parker and Connor dalam Sayaka 2006). Sementara Shepherd yang dikutip Rosyidi (2009) menyatakan bahwa apabila CR 4 40, maka pasar berbentuk loose oligopoly atau oligopoli yang tidak terlalu ketat (kendur). Subanidja (2006) menyatakan beberapa ciri pasar yang berstruktur oligopoli adalah : (a) hanya ada beberapa pedagang yang mendominasi pasar, (b) ada produsen yang menawarkan barang yang sama (produk yang tidak terdiferensiasi), namun ada pula produsen yang menawarkan model atau fitur berbeda (produsen dengan diferensiasi), (c) terdapat rintangan kuat (entry barrier)

9 79 untuk masuk ke pasar oligopoli, karena investasi yang dibutuhkan cukup tinggi, (d) persaingan melalui iklan sangat kuat. Cumulative Ratio Minggu Pengamatan 1 Pedagang 2 Pedagang 3 Pedagang 4 Pedagang Sumber : Data primer diolah (2011) Gambar 9 Cumulative Ratio (CR) volume penjualan ikan segar dari empat pedagang pengumpul pertama di pasar Kawasan Maluku Tengah. Lebih lanjut dikatakan, bahwa struktur pasar ini memiliki kelebihan, yaitu penjual hanya sedikit karena besarnya investasi yang dibutuhkan untuk masuk ke pasar tersebut, jumlah penjual yang sedikit menyebabkan harga dapat dikendalikan pada tingkat tertentu dan bila terjadi perang harga, maka konsumen akan diuntungkan. Sebaliknya, produsen bisa melakukan kerja sama (kartel) yang bertujuan membatasi produksi, sehingga barang dibuat langka agar harga bisa melambung tinggi dan pada akhirnya dapat merugikan konsumen. Harga yang terlalu tinggi juga bisa mendorong inflasi serta dalam jangka waktu lama dapat mengganggu perekonomian Negara. Rosyidi (2011) mengemukakan bahwa dari cara para pedagang beroperasi di pasar, terdapat tiga (3) macam oligopoli. Yang pertama adalah oligopoli tanpa kolusi (Non-Collusive Oligopoly) yaitu pedagang yang memilih untuk tidak bekerja sama atau berkolusi dengan pedagang lainnya. Selanjutnya adalah oligopoli yang berkolusi (Collusive Oligopoly) atau yang sering disebut kartel (cartel). Kolusi ini dibuat secara formal, sehingga kartel juga disebut kolusi

10 80 formal atau formal collusion. Pada oligopoli jenis ini, sejumlah pedagang berkolusi untuk menetapkan harga tunggal yang berlaku bagi setiap pedagang. Dari kolusi ini, para pedagang mendapatkan laba masing-masing. Itulah sebabnya, model kartel ini juga disebut joint profit maximization (maksimisasi laba bersama). Kolusi oligopoli ini dinyatakan terlarang di banyak negara, termasuk Indonesia, berdasarkan UU No. 5/1999 tentang Persaingan Usaha karena memungkinkan munculnya monopoli. Jenis oligopoli yang ketiga adalah kolusi diam-diam dan kepemimpinan harga (Tacit Collusion and The Price Leadership). Tindakan ini diambil terutama sekali karena kolusi formal atau kolusi terangterangan dilarang. Di dalam kolusi diam-diam ini, semua pedagang terikat di dalam perjanjian yang amat longgar di antara sesama. Tidak ada kontrol langsung oleh siapapun juga terhadap harga yang diterapkan dan output yang dijual oleh masing-masing pedagang. Kelonggaran inilah yang membuat jenis oligopoli ini lebih diterima oleh kebanyakan pedagang di dalam pemasaran, dan itu pulalah yang menyebabkan kolusi diam-diam ini lebih banyak dijumpai dalam praktik dibandingkan dengan kartel. Rosyidi (2011) mengemukakan bahwa bentuk kolusi diam-diam yang paling populer adalah kepemimpinan harga atau price leadership. Pada jenis ini, semua pedagang dalam pemasaran menyadari ada satu di antara para pedagang ini yang menjadi pemimpin dalam menentukan harga dan yang lainnya menjadi pengikut. Ada tiga (3) macam kepemimpinan harga, yakni kepemimpinan harga oleh pedagang barometer, pedagang dominan dan oleh pedagang yang berbiaya rendah. Nelayan di Kawasan Maluku Tengah umumnya kembali dari melaut pada pagi hari, namun ada juga yang kembali pada siang hari. Apabila nelayan kembali melaut pada siang hari, maka tidak jarang pedagang membeli dan menjual kembali ikan tersebut di Cold Storage (apabila memenuhi standar), karena permintaan konsumen biasanya sudah berkurang. Besar investasi yang dibutuhkan dan tidak berfungsinya tempat pelelangan ikan juga turut memengaruhi konsentrasi pedagang pengumpul di pasar. Sayaka (2006) menemukan dalam penelitiannya bahwa besar kecilnya investasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi struktur pasar.

11 81 Rataan derajat konsentrasi pedagang pengumpul CR 4 yang menunjukkan angka 34.44% atau di bawah 40% mengindikasikan bahwa struktur pasar produk perikanan yang terbentuk di Kawasan Maluku Tengah relatif kompetitif. Charles (2001) menyatakan bahwa pasar produk perikanan tidak pernah sempurna, disebabkan oleh peran pedagang perantara yang bukan hanya membeli ikan dari nelayan, tetapi juga berfungsi sebagai lembaga pemberi pinjaman uang kepada nelayan. Itu berarti bahwa interaksi di pasar tidak dapat hanya dilihat dari interaksi permintaan dan penawaran saja, namun interaksi yang terjadi antar individu pada saluran pemasaran tersebut, apakah bersifat eksploitasi, atau simbiosis. Sebagian besar ekonom berpendapat bahwa ukuran rasio konsentrasi (CR 4 ) tidak cukup mengukur kekuatan suatu pasar. Satu pilihan yang dapat menjelaskan dengan baik tentang peran perusahaan terhadap dominasi pasar, adalah dengan menggunakan HHI yang dihitung dengan menjumlahkan kuadrat dari persentase pangsa pasar seluruh perusahaan di dalam suatu pasar. Tabel 20 Indeks Hirchman-Herfindahl selama periode penelitian Minggu Indeks Hirchman- Herfindahl Indeks Hirchman- Herfindahl Rataan Sumber : Data primer diolah (2011)

12 82 Nilai HHI selama periode penelitian kurang dari dengan rataan sebesar (Tabel 20). Menurut The U.S Department of Justice bahwa nilai HHI yang kurang dari dikatakan bahwa pasar dalam kondisi persaingan yang kompetitif, sedangkan jika nilai HHI antara dikatakan pasar dalam kondisi persaingan moderat dan dikatakan pasar dalam kondisi persaingan tidak sempurna (konsentrasi hanya pada beberapa perusahaan), jika nilai HHI lebih dari (Subanidja 2006). Dengan melihat hasil perhitungan rasio konsentrasi (CR 4 ) maupun HHI, dapat disimpulkan bahwa pasar produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah dalam kondisi persaingan kompetitif Analisis Perilaku Pasar (Market Conduct) Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Analisis perilaku pasar dalam penelitian ini menggunakan cara predatory and exclusivenary tactics, yaitu suatu strategi yang sifatnya ilegal karena bertujuan mendorong perusahaan pesaing untuk keluar dari pasar. Dalam penelitian ini analisis perilaku pasar produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah didekati dengan menggunakan pendekatan institusional dan fungsional. Pendekatan institusional meliputi analisis saluran pemasaran, sedangkan pendekatan fungsional terdiri atas analisis fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh semua institusi yang terlibat dalam setiap lembaga pemasaran yang ada Saluran Pemasaran Suatu saluran pemasaran menggambarkan urut-urutan lembaga pemasaran yang harus dilalui oleh suatu produk sejak diproduksi hingga ke konsumen akhir. Pada umumnya suatu produk mempunyai lebih dari satu macam saluran pemasaran dan dapat berbentuk sederhana ataupun rumit, tergantung dari produk tersebut. Lembaga pemasaran yang dengan cepat mampu menyalurkan produk ke konsumen, biasanya memiliki saluran pemasaran yang lebih sederhana. Kegiatan saluran pemasaran merupakan suatu tindakan ekonomi yang mendasarkan pada kemampuannya untuk membantu dalam penciptaan nilai ekonomi. Sedangkan nilai ekonomi menentukan harga barang dan jasa kepada individu-individu (Swastha 2002). Dalam sistem pemasaran produsen seringkali menggunakan perantara sebagai penyalurnya, dan perantara ini merupakan suatu kegiatan usaha

13 83 yang berdiri sendiri serta berbeda di antara produsen dan konsumen akhir atau pemakai. Nelayan sebagai produsen, pedagang pengumpul, Cold Storage (CS), pedagang pengecer dan konsumen merupakan institusi pemasaran atau badan yang menyelenggarakan kegiatan pemasaran produk perikanan, baik di Kota Ambon maupun di Kawasan Maluku Tengah. Umumnya lembaga pemasaran atau badan yang menyelenggarakan fungsi pemasaran ini terdiri atas produsen, pedagang perantara (dalam bentuk perorangan) dan pemberi kredit modal sebagai lembaga pemberi jasa. Dalam Hanafiah dan Saefuddin (1986) diungkapkan bahwa, golongan produsen adalah yang tugas utamanya menghasilkan barangbarang. Produsen ini adalah nelayan, petani ikan, dan pengolah hasil perikanan. 2 1 Nelayan Pedagang Pengumpul 3 Pedagang Pengecer Konsumen Cold Storage (CS) 4 5 Pedagang Besar Sumber : Hasil analisis data primer (2011) Gambar 10 Saluran pemasaran produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah. Selanjutnya pedagang pengumpul, CS dan pedagang pengecer merupakan perantara dalam bidang tataniaga. Sementara lembaga pemberi jasa adalah yang memberi jasa atau fasilitas untuk memperlancar fungsi tataniaga, contoh dari lembaga ini adalah bank, usaha pengangkutan dan biro iklan. Gambar 10 menunjukkan bahwa dalam pemasaran produk perikanan tersebut, terdapat saluran pemasaran tingkat satu, tingkat dua dan tingkat tiga. Menurut Kotler (1993), saluran distribusi satu tingkat adalah saluran distribusi atau rantai pemasaran yang hanya terdiri dari satu lembaga pemasaran

14 84 yaitu pedagang pengecer, sedangkan saluran distribusi dua tingkat terdiri dari pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Hanafiah dan Saefuddin (1986) menyatakan bahwa panjang pendeknya saluran pemasaran hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor antara lain, skala produksi, posisi keuangan dan cepat tidaknya produk rusak. Situasi dan kondisi yang menyebabkan sehingga masing-masing saluran pemasaran tersebut terjadi dapat dijelaskan berikut : 1 Nelayan Konsumen Saluran pemasaran ini terjadi apabila konsumen tinggal berdekatan dengan nelayan sebagai produsen. Pada saat nelayan kembali dari melaut, maka biasanya setelah menambatkan perahunya, ada sejumlah konsumen yang langsung membeli ikan di pesisir pantai. Para konsumen tersebut biasanya tidak bermata pencaharian sebagai nelayan, melainkan guru atau PNS lainnya yang bekerja di desa tersebut. Namun apabila ada nelayan yang tinggal di desa itu berhalangan melaut, maka biasanya isteri nelayan tersebut akan membeli ikan dari nelayan yang pulang melaut dan berhasil menangkap ikan. 2 Nelayan Pedagang Pengecer Konsumen Saluran pemasaran seperti ini banyak terjadi apabila pedagang pengecer tinggal berdekatan dengan nelayan atau bahkan adalah isteri, anak atau saudara perempuan si nelayan. Ikan dibawa sendiri ke pasar dan langsung dijual ke konsumen setibanya di pasar. Pada dasarnya saluran pemasaran ini dipilih nelayan ketika ikan hasil tangkapan hanya sedikit. Apabila dalam melaut, nelayan purse seine, atau pole and line hanya mendapatkan sedikit ikan, maka ikan-ikan tersebut hanya akan dibagi kepada setiap Anak Buah Kapal (ABK) yang ikut melaut sebagai ikan makan (ikan untuk dikonsumsi bersama keluarga) dan sebagian ABK akan menjual ikan tersebut untuk membiayai keperluan lainnya. Nelayan pancingpun biasanya memilih saluran pemasaran seperti ini, karena hasil tangkapan mereka sedikit. Keuntungan dari saluran pemasaran ini, nelayan akan langsung menikmati penjualan hasil tangkapannya. Pedagang pengecer yang mungkin adalah isteri,

15 85 anak perempuan atau saudara perempuan nelayan, akan langsung membeli kebutuhan pokok rumah tangga seperti beras, minyak goreng dan lainnya, ketika selesai menjual ikan. Nelayanpun biasanya hanya dibelikan satu (1) atau dua (2) bungkus rokok. 3 Nelayan Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen Saluran pemasaran tipe ini banyak kali terjadi dalam pemasaran produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah. Banyak nelayan yang beroperasi dengan alat tangkap purse seine, pole and line dan bagan memilih saluran pemasaran seperti ini, karena alat tangkap seperti ini biasanya menangkap ikan dalam jumlah banyak. Antara nelayan dengan pedagang pengumpul telah terjalin kesepakatan dan kerjasama dalam kurun waktu yang cukup lama. Ketika ketersediaan ikan di pasar dalam jumlah banyak, nelayan tidak perlu cemas akan kemungkinan ikan hasil tangkapannya tidak habis terjual. Pada saat ikan hasil tangkapan nelayan telah dibawa ke pasar, maka tanggungjawab atas ikanpun berpindah dari nelayan ke pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul selanjutnya akan menyalurkan ikan tersebut ke pedagang pengecer untuk kemudian dijual ke konsumen. Apabila jumlah ikan di pasar sudah terlalu banyak dan pedagang pengecer tidak lagi mampu menjualnya, maka ikanpun dibuang ke laut. Hal ini sering kali terjadi pada musim panen ikan. Ketika musim susah ikan, nelayan tetap harus menjual ikan hasil tangkapannya ke pedagang pengumpul tersebut, walaupun mungkin tersedia alternatif lain yang dapat memberikan keuntungan lebih bagi nelayan, seperti menjual ke pedagang pengumpul lainnya. 4 Nelayan Pedagang Pengumpul CS Pedagang Pengecer Konsumen Setelah ikan dibawa ke pasar, maka tanggung jawab nelayan atas ikan hasil tangkapannya berpindah ke tangan para pedagang pengumpul. Ketersediaan ikan yang banyak di pasar sehingga dapat menurunkan harga jual ikan dan kemampuan para pedagang pengumpul memprediksi harga membuatnya segera menyortir ikan yang memenuhi syarat untuk selanjutnya dijual ke CS. Tujuan utama pembelian ikan oleh CS adalah untuk ekspor, maka hanya jenis, ukuran dengan tingkat mutu tertentu yang diterima.

16 86 Pada dasarnya nelayan dapat saja langsung menjual ikan hasil tangkapannya ke CS ketika mengetahui ikan yang tersedia di pasar dalam jumlah banyak dan melebihi daya beli konsumen, sehingga harga jualnya sangat rendah. Namun semalaman berada di tengah laut, sering membuat nelayan tidak lagi ingin disibukkan dengan hasil tangkapannya, sehingga lebih memilih untuk menjual hasil tangkapannya kepada pedagang pengumpul. Selanjutnya pada musim ikan susah, pedagang pengecer membeli ikan dari CS untuk kembali dijual kepada konsumen. 5 Nelayan Pedagang Pengumpul CS Pedagang Besar Tujuan utama pembelian ikan oleh CS pada dasarnya adalah dikirim ke Pedagang Besar di Surabaya. Apabila telah mencapai kuota tertentu, selanjutnya ikan diekspor ke luar negeri. Kelebihan dan kekurangan dari setiap saluran pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah dirangkum secara sederhana pada Tabel 21. Tabel 21 Karakteristik, Kelebihan dan Kekurangan Setiap Jenis Saluran Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Tipe Saluran Pemasaran 1) Nelayan Konsumen Karakteristik Kelebihan Kekurangan Konsumen biasanya tinggal dekat dengan nelayan Hasil tangkapan segera terjual Harga murah 2) Nelayan Pedagang Pengecer Konsumen 3) Nelayan Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen Tangkapan sedikit. Pedagang pengecer adalah isteri, saudara atau anak perempuan si nelayan Hasil tangkapan banyak. Hubungan kerjasama antara nelayan dengan pedagang pengumpul yang telah terbangun sejak lama. Nelayan dan keluarganya dapat segera menikmati penjualan hasil tangkapan. Penjualan hasil tangkapan, seluruhnya dinikmati keluarga. Setiba di pasar, ikan menjadi tanggungjawab pedagang pengumpul. Ketika musim paceklik, nelayan mendapatkan bantuan finansial dari pedagang pengumpul. Waktu kerja isteri nelayan bertambah. Paceklik, nelayan sulit mendapat bantuan finansial Pedagang pengumpul menentukan harga. Terkadang pembayaran tidak dilaksanakan pada hari tersebut. Musim paceklik, nelayan tetap harus menjual hasil tangkapannya pada pedagang pengumpul tersebut.

17 87 Lanjutan Tabel 21 Tipe Saluran Pemasaran 4) Nelayan Pedagang Pengumpul CS Pedagang Pengecer Konsumen Karakteristik Kelebihan Kekurangan Hasil tangkapan banyak. Hubungan kerjasama antara nelayan dengan pedagang pengumpul telah terbangun sejak lama. Harga yang ditentukan CS, tergantung mutu dan jenis ikan. Ketika musim ikan, pedagang pengecer membeli ikan beku dari CS, untuk selanjutnya menjualnya ke konsumen Setiba di pasar, ikan menjadi tanggungjawab pedagang pengumpul. Ketika musim paceklik, nelayan mendapatkan bantuan finansial dari pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul yang memutuskan, apakah ikan dijual di pasar atau di CS. Pedagang pengumpul mengambil 10% dari hasil penjualan di CS. Pada musim paceklik, nelayan tetap harus menjual hasil tangkapannya pada pedagang pengumpul tersebut. 5) Nelayan Pedagang Pengumpul CS Pedagang Besar Hasil tangkapan banyak. Hubungan kerjasama antara nelayan dengan pedagang pengumpul yang telah terbangun sejak lama. Harga yang ditentukan CS, tergantung mutu dan jenis ikan. Sumber : Hasil analisis data primer (2011) Setiba di pasar, ikan menjadi tanggungjawab pedagang pengumpul. Ketika musim paceklik, nelayan mendapatkan bantuan finansial dari pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul yang memutuskan apakah ikan dijual di pasar atau di CS. Pedagang pengumpul mengambil 10% dari hasil penjualan di CS. Pada musim paceklik, nelayan tetap harus menjual hasil tangkapannya pada pedagang pengumpul tersebut Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran Tabel 22 menjelaskan tentang fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran dalam setiap saluran pemasaran produk perikanan yang tercipta di Kawasan Maluku Tengah. Fungsi pertukaran, terutama sub fungsi penjualan dilakukan oleh semua lembaga pemasaran, sedangkan sub fungsi pembelian tidak dilakukan oleh nelayan. Berbeda dengan pada saluran pemasaran lainnya, nelayan pada saluran pemasaran pertama tidak melakukan fungsi pengangkutan. Hal ini terjadi karena hasil tangkapan nelayan hanya sedikit dan pedagang pengecer biasanya adalah isteri, anak perempuan, atau keluarga dekat si nelayan.

18 88 Pada saluran kedua, pedagang pengumpul tidak melakukan fungsi pengangkutan, karena biasanya nelayanlah yang membawa hasil tangkapannya ke pasar. Nelayan hanya membawa hasil tangkapannya ke pasar dan menyerahkan hasil tangkapan tersebut ke pedagang pengumpul. Dengan memperhatikan kondisi pasar serta jenis dan ukuran ikan, pedagang pengumpul kemudian memutuskan apakah hasil tangkapan nelayan akan dijual di pasar atau ke CS. Ketika pedagang pengumpul memutuskan untuk menjual ikan hasil tangkapan nelayan ke CS, maka biaya pengangkutan ditanggung oleh pedagang pengumpul. Apabila diputuskan Tabel 22 Saluran dan Lembaga Pemasaran Fungsi-fungsi yang dilakukan lembaga pemasaran ikan segar Fungsi-Fungsi Pemasaran Pertukaran Fisik Fasilitas Jual Beli Angkut Simpan Sortasi Risiko Biaya Infor masi Pasar Saluran 1: -Nelayan * * * * Saluran 2: -Nelayan * * * * -Pedagang * * * * * * * * Pengecer Saluran 3: -Nelayan * * * * * -Pedagang * * * * * Pengumpul -Pedagang Pengecer * * * * * * * * Saluran 4: -Nelayan * * * * * -Pedagang Pengumpul * * * * * * * -CS * * * * * * -Pedagang Pengecer * * * * * * * * Saluran 5: -Nelayan * * * * * -Pedagang * * * * * * * Pengumpul -CS * * * * * * Sumber : Hasil analisis data primer (2011) untuk dijual di pasar, maka sambil memperhatikan keadaan pasar, pedagang pengumpul segera menentukan harga dan mendistribusikan ikan hasil tangkapan

19 89 nelayan kepada pedagang pengecer. Fungsi risikopun beralih dari pedagang pengumpul kepada pedagang pengecer. Ketika pasar berangsur sepi karena pembeli mulai berkurang dan ikan tidak habis terjual, maka pedagang pengecer akan menjual ikan dengan harga lebih murah, atau bahkan di bawah biaya marginal walau harus merugi, daripada dibuang. Namun apabila yang tidak habis terjual adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), tatihu (Thunnus sp) atau jenis-jenis ikan karang, maka ikan tersebut akan disimpan dalam kotak-kotak penyimpanan yang berisi es untuk selanjutnya dijual kembali pada keesokan harinya. Pada keesokan harinya para pedagang pengecer tersebut akan datang secepat mungkin untuk kembali menjual ikan yang disimpan, sebelum ikan hasil tangkapan nelayan semalam dibawa di pasar. Pada saat musim ikan dan ikan di pasar terdapat dalam jumlah banyak, tidak jarang ikan harus dibuang ke laut akibat ketidakmampuan masyarakat untuk mengonsumsinya dan sifatnya yang mudah busuk. Pedagang pengumpul harus menanggung risiko atas kondisi tersebut, apabila ikan belum dibeli oleh pedagang pengecer. Pada saat musim ikan, pedagang pengecer hanya mampu menjual 1-2 loyang (30-50 kg), sementara pada musim susah ikan, pedagang pengecer menjual hingga 3-4 loyang ( kg). Hal ini disebabkan karena pada musim ikan, harga ikan cenderung rendah, sehingga pedagang pengecer dapat membeli untuk kemudian menjualnya kembali. Namun ketika musim susah ikan, hanya sejumlah pedagang pengecer yang bermodal kuat saja yang mampu membeli ikan untuk dijual kembali kepada konsumen. Seorang pedagang pengumpul pada saat musim ikan biasanya harus mendistribusikan loyang ikan, sementara pada musim susah ikan, paling banyak hanya 50 loyang. Rataan seorang pedagang pengumpul memperoleh pendapatan Rp dengan kisaran Rp hingga Rp Berat ikan cakalang yang sering terjual di pasar adalah kg, artinya dalam satu loyang yang biasanya terdapat ekor, maka berat keseluruhannya adalah kg. Apabila ikan cakalang beratnya ± 1 kg/ekor, maka satu loyang biasanya berisi ekor dan apabila ikan cakalang beratnya 5 kg/ekor, maka biasanya terdapat 10 ekor dalam satu loyang. Untuk ikan pelagis kecil yang

20 90 ukuran per kilogramnya terdiri atas 3-5 ekor, maka satu loyang biasanya berisi ekor dengan berat keseluruhan kg. Sementara apabila 1 kg terdiri atas 6-7 ekor, maka satu loyang biasanya berisi ekor dengan berat total kg. Ikan yang dibeli oleh CS hanya jenis, ukuran dan mutu tertentu dengan harga yang cenderung stabil. Apabila pedagang pengumpul menjual ikan ke CS, maka fungsi sortasi harus dilakukannya. Fungsi penyimpanan dilakukan CS untuk kemudian akan dibeli oleh pedagang pengumpul ataupun pedagang pengecer ketika nelayan tidak mendapatkan ikan atau diekspor ke luar negeri Mekanisme Penentuan Harga Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), harga suatu barang adalah nilai pasar (nilai tukar) dari barang tersebut yang dinyatakan dalam jumlah uang. Harga merupakan suatu hal yang penting dan menarik baik bagi penjual, maupun pembeli di pasar. Bagi seorang pedagang, selisih antara harga penjualan dan biaya akan menentukan besarnya laba yang merupakan dasar bagi yang bekerja pada setiap transaksi. Sementara melalui harga, seorang konsumen dapat menunjukkan jenis, mutu dan jumlah barang yang dikehendaki dan bersedia membayarnya dengan mempertimbangkan semua jasa yang diterimanya. Sekembalinya nelayan dari menangkap ikan, maka pemilik jaring akan segera menghubungi para pedagang pengumpul dan menyampaikan informasi berupa jenis dan kuantitas ikan yang tertangkap. Karena biasanya nelayan kembali dari laut pada menjelang pagi hari (subuh), maka apabila pedagang pengumpul telah terhubungi, nelayan akan segera membawa ikan ke pasar dengan mobil pick up. Kegiatan ini berlangsung pada pukul 3, atau 4 pagi, tetapi dapat juga terjadi ketika proses jual beli di pasar berlangsung, yaitu pukul 7 pagi 12 siang, atau bahkan setelah proses tersebut selesai, tergantung dari waktu kembalinya nelayan ke darat setelah melaut. Hampir semua nelayan purse seine, pole and line dan bagan telah memiliki pedagang pengumpul di pasar dan di antaranya telah ada kesepakatan, bahwa apabila nelayan membawa ikan ke pasar, si pedagang pengumpul yang akan menjualnya ke pedagang pengecer, baik dalam kondisi musim ikan banyak ataupun kurang. Di antara nelayan dan pedagang telah

21 91 terbangun suatu ikatan kerjasama selama puluhan tahun. Hubungan kerjasama yang tidak seimbang ini mengakibatkan lemahnya akses nelayan terhadap pasar, sehingga dapat berkontribusi pada kurangnya informasi tentang harga, kurangnya kesempatan untuk berhubungan dengan pelaku-pelaku pasar lainnya, distorsi atau ketidakhadiran input dan output pasar, tingginya biaya transaksi dan pemasaran (Bienabe et al., diacu dalam Tita 2011). Hidayati (2000) mengemukakan bahwa jasa lembaga pemasaran sangat diperlukan dalam proses pemasaran, karena jauhnya jarak tempat produksi dengan konsumsi. Dengan menjual hasil ke pedagang pengumpul desa, maka harga yang diperoleh petani akan lebih tinggi dibandingkan dengan jika menjual hasil ke pedagang pengumpul dusun, namun sedikitnya jumlah produk yang dipasarkan membuat petani merasa lebih efisien, apabila menjual produknya ke pedagang pengumpul dusun. Tidak adanya alternatif tempat meminjam uang, mengakibatkan petani meminjam uang untuk keperluan modal dan kebutuhan lainnya kepada pedagang pengumpul, sehingga terjadi kesepakatan yang bersifat mengikat, walaupun tidak tertulis bahwa petani harus menjual produksi rumput lautnya ke pedagang pengumpul tersebut. Crona (2010) menyatakan bahwa hubungan antara pedagang pengumpul desa dengan nelayan skala kecil telah terbangun sejak adanya proses pemasaran. Pedagang perantara menyediakan nelayan skala kecil suatu jaringan menuju pasar eksternal yang pada akhirnya mengurangi waktu dan upaya yang dibutuhkan untuk memasarkan produknya. Pedagang perantara juga menyediakan modal dalam bentuk kredit yang berfungsi sebagai akses prioritas pengaman terhadap produk (ikan) sesaat setelah ditangkap, sehingga memastikan pasokan produk stabil. Dalam bentuk keterikatan nelayan dengan pedagang, dikenal dua bentuk modal : (1) modal yang dipinjamkan oleh pedagang untuk proses produksi, misalnya bantuan perbaikan, atau pembelian alat tangkap, dan (2) sejumlah uang untuk menopang kehidupan nelayan ketika pendapatan berkurang akibat tidak bisa melaut atau hasil tangkapan berkurang. Walaupun ikan yang akan dijual merupakan hasil tangkapan nelayan, namun nelayan tidak memiliki hak sepenuhnya atas penetapan harga, dan walaupun ada negosiasi, namun pedagang pengumpul lebih mendominasi proses

22 92 negosiasi tersebut. Selama proses penurunan loyang, pedagang pengumpul akan terus memperhatikan kondisi pasar untuk selanjutnya menentukan harga jual ke pedagang pengecer. Ketika proses tersebut selesai dan harga, serta cara pembayaran telah disetujui oleh pedagang pengumpul dan pedagang pengecer, maka pedagang pengecer akan mengangkut, atau memikul loyang yang berisi ikan ke lapak-lapak penjualannya untuk selanjutnya dijual. Cara pembayaran ikan oleh pedagang pengecer dapat dilakukan pada saat ikan diambil untuk dijual, atau setelah ikan habis terjual, tergantung dari kesepakatan bersama. Biaya transportasi ikan ke pasar ditanggung oleh nelayan, sementara pedagang pengumpul biasanya akan membeli satu-dua bungkus rokok, atau membayarkan segelas teh hangat dan sepiring nasi untuk nelayan dan anak buahnya yang membawa ikan pada saat itu. Sejumlah pedagang pengumpul lebih suka menjual ikan hasil tangkapan nelayan ke CS dari pada ke pedagang pengecer, karena selain urusannya lebih mudah, harganyapun stabil. Akan tetapi CS biasanya hanya menerima ikan cakalang dan layang dengan ukuran dan mutu tertentu. Harga ikan di pasar dapat berubah dalam hitungan jam, atau bahkan menit, tergantung dari jumlah dan mutu ikan. Pengamatan di lapangan menunjukkan ketika ikan banyak di pasar, dan hasil tangkapan nelayan tetap terus dibawa ke pasar, maka harga ikan tersebut hanya dapat sama atau lebih rendah dari harga sebelumnya, sekalipun mutunya lebih baik dari ikan yang ada di pasar. Apalagi bila ikan di pasar banyak, maka harga ikan yang baru dibawa akan lebih turun. Di pasar Mardika terdapat kurang lebih 50 orang yang berfungsi sebagai pedagang perantara dan hanya setengahnya yang memiliki ijin dari pengelola pasar. Hanya 5-8 orang pedagang pengumpul yang memegang lebih dari lima (5) jaring, dengan rata-rata satu jaring menghasilkan loyang. Setengah dari jumlah pedagang pengumpul tersebut memegang 3-5 jaring, sementara sisanya tidak sampai tiga (3) jaring. Dalam setiap kegiatan ekonomi, modal adalah unsur yang harus sangat diperhitungkan, baik modal bergerak, atau tidak bergerak. Sistem yang telah terbangun sejak lama dalam proses pemasaran produk perikanan segar mengakibatkan peran pedagang perantara tidak dapat dilihat hanya sebagai

23 93 pelengkap, yang berarti, walau tanpa kehadiran sub sistem ini, proses pemasaran akan tetap berjalan lancar. Sebagian besar pedagang pengumpul yang juga berfungsi sebagai pedagang perantara pada awalnya memulai fungsinya ini sebagai pedagang pengecer juga. Sebelum terbangun sistem seperti ini, para pedagang pengecer harus membeli ikan yang nantinya dijual ke nelayan di pinggir pantai. Itu berarti bahwa pedagang pengecer harus berada di pinggir pantai pada pagi buta. Setelah ikan dibeli, pedagang ikan harus segera ke pasar untuk kemudian menjual ikannya. Ikan dapat langsung dibayar pada saat diambil, atau setelah habis terjual, tergantung kesepakatan antara nelayan dengan pedagang. Seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi, saat ini setelah ikan hasil tangkapan nelayan didaratkan, ikan segera dibawa ke pasar. Pedagang pengumpul yang membawahi nelayan tersebut, sebelumnya telah berada di pasar untuk kemudian akan mengkoordinir penjualan ikan-ikan hasil tangkapan nelayan kepada pedagang pengecer. Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan, apakah pada saat pembelian atau setelah ikan habis terjual oleh pedagang pengecer. Pedagang pengecer produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah mempunyai beberapa cara dan strategi untuk menarik konsumen membeli ikan yang dijualnya. Cara yang lazim digunakan adalah dengan menambah satu (1), atau dua (2) ekor ikan kepada konsumen. Umumnya ikan dijual per tumpuk dengan harga Rp5 000 Rp ketika ikan banyak dan Rp ketika ikan hanya sedikit di pasar. Menurunkan harga jarang sekali dilakukan pedagang ikan, namun ketika 1-2 ekor ikan ditambahkan kepada konsumen, secara tidak sengaja pedagang telah menurunkan harga jual ikan. Weisbuch et al. (2000) dalam penelitiannya tentang organisasi pasar dan hubungannya dengan perdagangan, menemukan bahwa keloyalan pembeli terhadap pedagang di pasar ikan Marseille terbagi atas dua (2) tipe: pembeli yang loyal terhadap satu pedagang dan pembeli yang cenderung memilih pedagang secara acak. Gallegati et al. (2011) menunjukkan bahwa tingkat keloyalan tersebut semakin meningkat apabila pembeli memperoleh ikan bermutu dengan harga yang diinginkan. Penelitian yang dilakukan oleh Cirillo (2012) di Boulogne Fish Market menunjukkan bahwa keloyalan dimiliki baik penjual dan pembeli, akan

24 94 tetapi penjual lebih loyal terhadap pembeli daripada sebaliknya. Hal ini mungkin Gambar 11 Tumpukkan ikan yang masih utuh, maupun yang telah dikeluarkan kepala dan isi perutnya. Gambar 12 Tumpukkan ikan yang disusun dengan menggunakan potongan bambu. disebabkan oleh cukup besarnya agen dalam hubungannya dengan kuantitas yang diperdagangkan. Sejumlah pembeli akan secara acak mencari penjual yang dapat memuaskan keinginannya, walau ia telah memiliki beberapa pedagang yang telah loyal kepadanya. Selanjutnya disimpulkan bahwa keloyalan turut memengaruhi harga, membangkitkan dispersi harga dan diskriminasi antar agen. Gambar 11 dan 12 memperlihatkan strategi pedagang menarik konsumen untuk membeli ikannya. Gambar di sebelah kiri memperlihatkan ada dua (2) tumpuk ikan, yang setiap tumpukannya dihargai Rp5 000 oleh pedagang. Setumpuk ikan telah dibersihkan (kepala dan isi perut telah dibuang), sementara tumpukan lainnya dijual utuh lengkap dengan kepala. Ada konsumen yang lebih memilih tumpukan ikan yang telah bersih, karena waktu yang digunakan untuk membersihkan ikan dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya, namun ada juga konsumen yang memilih ikan yang masih utuh, karena selain memang menyenanginya, potongan kepala ikan dan isi perut digunakan untuk makanan ternak. Tumpukan ikan yang disusun dengan menggunakan potongan bambu (Gambar 12) bertujuan untuk menarik perhatian konsumen, karena umumnya hanya ikan yang benar-benar segar saja yang dapat disusun dengan bilah-bilah bambu. Apabila ikan yang benar-benar segar disusun tidak menggunakan

25 95 penyanggah bambu, maka ikan-ikan tersebut akan tergelincir, karena licin akibat adanya lendir yang dikeluarkan dari dalam tubuhnya, sehingga akhirnya tidak tersusun dengan rapi Analisis Keragaan Pasar (Market Performance) Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Analisis keragaan pasar ikan segar di Kawasan Maluku Tengah diukur berdasarkan efisiensi harga yang meliputi margin pemasaran Margin Pemasaran Margin pemasaran adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir (Hanafiah dan Saefuddin, 2006). Walau dipahami bahwa di Kawasan Maluku Tengah terdapat lima (5) bentuk saluran pemasaran, namun empat (4) saluran pemasaran pertama adalah yang paling lazim digunakan oleh nelayan maupun pedagang pengumpul. Hal ini disebabkan karena CS yang berfungsi sebagai tempat pengumpulan ikan untuk dikirim ke pedagang besar di Surabaya dan selanjutnya diekspor ke Luar Negeri, hanya membeli ikan dengan jenis, ukuran dan kualitas tertentu. Oleh karena itu, perhitungan margin pada Tabel 23 hanya dijabarkan berdasarkan empat (4) bentuk saluran pemasaran pertama. Dari tabel tersebut terlihat bahwa apabila saluran pemasaran pendek, maka nelayan akan menerima bagian yang lebih besar, sehingga margin pemasaran kecil. Sebaliknya, suatu saluran pemasaran yang panjang dapat mengakibatkan penerimaan nelayan menjadi kecil dan margin pemasaran menjadi besar. Hanafiah dan Saefuddin (2006) menyatakan bahwa panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor, antara lain :

26 96 Tabel 23 Perhitungan margin pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah No Uraian Nelayan Pedagang Pedagang Konsu- CS Pengumpul Pengecer men Total 1 Saluran 1 - Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/ kg) Margin Pemasaran Saluran 2 - Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/ kg) Margin Pemasaran Saluran 3 - Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/ kg) Margin Pemasaran Saluran 4 - Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/kg) Margin Pemasaran Sumber : Hasil analisis data primer (2011) a. Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk. Produsen dan pasar (konsumen) produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah ada yang letaknya berdekatan, namun tak sedikit pula yang berjauhan. b. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen, dengan demikian membutuhkan saluran pendek dan cepat. c. Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil, maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, maka hal tersebut tidak menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, sehingga saluran pemasaran yang dilalui cenderung menjadi panjang.

27 97 d. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga, karena sejumlah fungsi pemasaran dapat dilakukannya sendiri dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah. Dengan kata lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran pemasaran. 5.2 Analisis Fisherman s share Salah satu indikator yang cukup berguna untuk mengetahui efisiensi pasar produk perikanan adalah membandingkan bagian yang diterima nelayan (fishermen s share) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dan sering dinyatakan dalam persentase. Umumnya, bagian yang diterima nelayan akan menjadi lebih sedikit apabila jumlah pedagang perantara bertambah panjang. Tabel 24 Fisherman s share pemasaran ikan segar Harga di Harga di Tingkat Fishermen s Saluran Tingkat Konsumen Share Pemasaran Nelayan (Rp) (Rp) (%) Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran Sumber : Hasil analisis data primer (2011) Perhitungan Fishermen s share bertujuan untuk mengetahui besarnya bagian yang diterima nelayan sebagai produsen pada setiap saluran pemasaran yang terjadi. Share nelayan terbesar terdapat di saluran pemasaran pertama, yang terdiri dari nelayan, pedagang pengecer dan konsumen (Tabel 24). Dengan demikian terlihat bahwa semakin panjang suatu saluran pemasaran, semakin kecil share yang diperoleh nelayan sebagai produsen. Hanafiah dan Saefuddin (2006) menyatakan bahwa banyak orang berpendapat terlampau banyak pedagang perantara yang bersaing pada setiap tindakan dalam proses pemasaran adalah pemborosan dan tidak ada gunanya. Jumlah perantara yang lebih sedikit dianggap akan bekerja dengan biaya per satuan yang lebih rendah, sehingga mengurangi biaya pemasaran dan memperbesar efisiensi. Akan tetapi perlu disadari juga bahwa pengurangan

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 49 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan, sejak bulan Mei hingga Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di tujuh (7) pasar (Lampiran 2a dan 2b),

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 61 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis 4.1.1 Kota Ambon Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas Kota Ambon adalah 377 Km 2 atau 2/5 dari luas wilayah Pulau Ambon.

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pasar Ciroyom Bermartabat terletak di pusat Kota Bandung dengan alamat Jalan Ciroyom-Rajawali. Pasar Ciroyom

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi a. Letak Geografis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kota Gorontalo merupakan ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65 persen dari luas Provinsi

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

PEMASARAN IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) SEGAR DI PASAR BINAYA KOTA MASOHI

PEMASARAN IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) SEGAR DI PASAR BINAYA KOTA MASOHI PEMASARAN IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) SEGAR DI PASAR BINAYA KOTA MASOHI The Distribution Of Fresh Cakalang (Katsuwonus Pelamis) In Binaya Market, Masohi Yoisye Lopulalan *) *) Staf Pengajar FPIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ternak Sapi Potong Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kecamatan Pulubala merupakan salah satu dari 18 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo. Secara Geografis Kecamatan ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Pelabuhan Pekalongan semula merupakan pelabuhan umum. Semenjak bulan Desember 1974 pengelolaan dan asetnya diserahkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH Boks.2 PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH Pengendalian inflasi merupakan faktor kunci dalam menstimulasi kegiatan ekonomi riil yang berkembang sekaligus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA Trisnani Dwi Hapsari 1 Ringkasan Ikan

Lebih terperinci

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Boks Pola Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Pendahuluan Berdasarkan kajian dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA), diperoleh temuan bahwa kelompok komoditas yang

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan produksi dan distribusi komoditi pertanian khususnya komoditi pertanian segar seperti sayur mayur, buah, ikan dan daging memiliki peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada pertumbuhan tanaman, hewan, dan ikan. Pertanian juga berarti kegiatan pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan perantara untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan perantara untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Saluran Distribusi Pada perekonomian sekarang ini, sebagian besar produsen tidak langsung menjual barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km 2, dimana 89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pedagang di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan 81.000 km panjang garis pantai, memiliki potensi beragam sumberdaya pesisir dan laut yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi penelitian Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo

Gambar 2. Lokasi penelitian Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi 1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Pulubala merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo yang memiliki 11 desa. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan terutama diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan taraf hidup dan kesejahteran nelayan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan, dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk berkembang dan mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya kelautan dan perikanan menyebabkan munculnya suatu aktivitas atau usaha di bidang perikanan sesuai dengan kondisi lokasi dan fisiknya. Banyak penduduk

Lebih terperinci

Boks 2 MANGENTE POLA PERDAGANGAN BAWANG MERAH DI MALUKU

Boks 2 MANGENTE POLA PERDAGANGAN BAWANG MERAH DI MALUKU Boks 2 MANGENTE POLA PERDAGANGAN BAWANG MERAH DI MALUKU Boks 1 Komoditas Penyumbang Inflasi Ambon Triwulan I-2013 menjabarkan bahwa bawang putih, bawang merah, cakalang asap, dan pisang merupakan komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Pasar dan Pemasaran Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertukar barang-barang mereka. Pasar merupakan suatu yang sangat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juni 2013 di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. PPN Pekalongan berada dipantai utara

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 56 5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 5.1 Bentuk Keterlibatan Tengkulak Bentuk-bentuk keterlibatan tengkulak merupakan cara atau metode yang dilakukan oleh tengkulak untuk melibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Perusahaan melakukan kegiatan pemasaran pada saat perusahaan ingin memuaskan kebutuhannya melalui sebuah proses transaksi. Pemasaran juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori UKM Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah TINJAUAN PUSTAKA Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan penting bagi pembangunan nasional. Peranan sub sektor perikanan dalam pembangunan nasional terutama adalah menghasilkan bahan pangan protein hewani,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di sektor pertanian. Sektor

Lebih terperinci

5 PENGEMBANGAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN

5 PENGEMBANGAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN 5 PENGEMBANGAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN 5.1 Pola Distribusi Hasil Tangkapan Hampir seluruh hasil tangkapan ikan dari Nunukan didistribusikan dan dipasarkan ke daerah Tawau Malaysia. Pola pendistribusian

Lebih terperinci

Boks 2 PEMBENTUKAN HARGA, STRUKTUR PASAR DAN JALUR DISTRIBUSI KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI DI KOTA KENDARI

Boks 2 PEMBENTUKAN HARGA, STRUKTUR PASAR DAN JALUR DISTRIBUSI KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI DI KOTA KENDARI Boks 2 PEMBENTUKAN HARGA, STRUKTUR PASAR DAN JALUR DISTRIBUSI KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI DI KOTA KENDARI Perekonomian Sulawesi Tenggara terus dihadapkan pada inflasi yang cukup tinggi dan selalu berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet terpadat dan terbesar kelima dari delapan planet dalam tata surya yang digunakan sebagai tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Pemasaran merupakan semua kegiatan yang mengarahkan aliran barangbarang dari produsen kepada konsumen termasuk kegiatan operasi dan transaksi yang terlibat dalam pergerakan,

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 59 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Karakteristik konsumen di RW 11 Muara Angke Penjelasan tentang karakteristik individu konsumen yang diamati dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Usahatani Tanaman Melinjo Tanaman melinjo yang berada di Desa Plumbon Kecamatan Karagsambung ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

PROSIDING ISSN: E-ISSN: ANALISIS STRUKTUR PASAR INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA TAHUN 2015 Leni Evangalista Marliani E-Mail: 1 lenievangalista02@gmail.com Abstak Industri perbankan merupakan industri yang memiliki peranan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 11 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka ini berfungsi untuk memberikan arah bagi penelitian atau landasan yang dapat dijadikan bagian dari kerangka penelitian berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km. Total

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pupuk Bersubsidi Pupuk bersubsidi ialah pupuk yang pengadaanya dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebtuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA

PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA P E R T E M U A N 6 N I N A N U R H A S A N A H, S E, M M MONOPOLI Bahasa Yunani monos polein artinya menjual sendiri Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5360 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

pada persepsi konsumen.

pada persepsi konsumen. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada industri otomotif di Indonesia tahun 1983-2013, maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu: 1. Struktur

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Pangan merupakan kebutuhan pokok (basic need) yang paling azasi menyangkut kelangsungan kehidupan setiap

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Penentuan Daerah Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Penentuan Daerah Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Penentuan Daerah Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan di desa Banjar, Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan pertimbangan bahwa desa tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

EKONOMI INDUSTRI (Pertemuan Pertama)

EKONOMI INDUSTRI (Pertemuan Pertama) EKONOMI INDUSTRI (Pertemuan Pertama) Dosen Pengasuh: Khairul Amri, SE. M.Si Bacaan Dianjurkan: Wihana Kirana Jaya, 2008. Ekonomi Industri, BPFE-UGM Yogyakarta. Mudrajat Kuncoro, 2012. Ekonomika Aglomerasi,

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL. 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS

VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL. 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 65 VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 090210 Komoditi teh dengan kode HS 090210 merupakan teh hijau yang

Lebih terperinci