BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU, LINGKUNGAN SOSIAL DAN PSIKOLOGI RESPONDEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU, LINGKUNGAN SOSIAL DAN PSIKOLOGI RESPONDEN"

Transkripsi

1 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU, LINGKUNGAN SOSIAL DAN PSIKOLOGI RESPONDEN 4.1 Gambaran Umum Lokasi SDN 04 Dramaga terletak di jalan Sawah baru RT 01/ 08 Desa Babakan Dramaga, Bogor, Jawa Barat. SD N Babakan Dramaga 04 berdiri pada tahun 1977 dengan luas tanah m 2. SDN 04 Babakan Dramaga berada dekat dengan instansi pendidikan lainnya yaitu SMPN1 Dramaga dan kampus Institut Pertanian Bogor. Jarak SDN 04 Dramaga dengan pusat pemerintahan kecamatan adalah ±4 km dari ibu kabupaten berjarak ± 35 km, dari ibu kota provinsi ± 125 km. sedangkan dari ibu kota Negara berjarak ± 75 km. SDN 04 Dramaga memiliki 18 kelas, setiap tingkat (kelas 1-6) terdiri dari tiga kelas. Jumlah guru SDN 04 Dramaga ada 22 orang yang 75 persennya telah bergelar sarjana dan sisanya (25 persen) bergelar diploma II (D-II) Beberapa prestasi yang telah diraih SDN 04 Dramaga pada tahun terakhir ini antara lain juara 1 olympiade matematika regional Bogor Barat (2008), juara harapan I drama pupuh SD kesenian daerah tingkat kabupaten (2008), juara harapan I Atletik SD Putera tingkat Kabupaten Bogor (2008), juara I gladi Tangkas Puteri Kwaran Dramaga (2008) dan gladi tangkas putera Kwaran Dramaga (2008). Berbagai upaya peningkatan mutu telah dilakukan SD N Babakan Dramaga 04, baik yang bersifat akademis maupun nonakademis. Adapun kegiatan yang mengarah pada peningkatan mutu antara lain sebagai berikut: a. Menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTPS) sesuai dengan ramburambu yang ada dengan melibatkan berbagai komponen pendidikan; b. Meningkatkan standar kelulusan secara bertahap sebagai salah satu parameter peningkatan kualitas lulusan; c. Mengirim guru untuk mengikuti berbagai pelatihan baik tingkat kecamatan, kabupaten, maupun provinsi sebagai upaya menambah wawasan dan memperbaiki kualitas kegiatan belajar mengajar;

2 d. Melakukan perbaikan dalam pengolahan manajemen sekolah dengan lebih tertib administrasi dan melakukan pembagian tugas yang sesuai dengan kemampuan individu; e. Menerapkan efisiensi dan manajemen terbuka/ transparan dalam pengolahan keuangan; f. Mengirimkan siswa dan guru untuk mengikuti berbagai lomba yang diadakan baik di tingkat gugus, kecamatan, kabupaten maupun provinsi dan g. Melakukan pembinaan dan monitoring secara berkala untuk meningkatkan dan memperbaiki layanan pendidikan di kelas. 4.2 Karakteristik Individu Responden Karakteristik responden adalah karakteristik yang dimiliki oleh setiap responden secara personal. Karakteristik individu memiliki sifat yang unik dan berbeda antara responden yang satu dengan responden lainnya. Responden dalam penelitian ini sendiri adalah siswa kelas IV,V dan VI yang masing-masing kelas diambil sebanyak 20 persen per tingkatnya. Karakteristik individu yang dimiliki dalam penelitian ini dibedakan menjadi umur, uang saku dan waktu luang. Karakteristik responden menurut umur tersaji pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Umur di SDN 04 Dramaga Umur Jumlah Persentase 10 tahun 39 55, tahun 31 44,3 Tabel 2 memperlihatkan jumlah responden pada rentang umur 0-10 tahun berjumlah 39 tahun dan yang berada pada rentang umur tahun berjumlah 31 orang. Dengan kata lain responden pada penelitian ini 55,7 persen berumur 0-10 tahun dan 44,3 persen berumur tahun. Diliat dari waktu luang dan uang saku, terlihat bahwa responden memiliki nilai skor untuk waktu luang sebesar 63,47 dan nilai skor 32, 43 untuk nilai skor

3 uang saku. Sehingga dapat dikatakan bahwa responden pada penelitian ini memiliki waktu luang yang tergolong sedang dan jumlah uang jajan yang rendah. Waktu luang yang dimiliki oleh responden tergolong sedang karena kegiatan anak dalam sehari tidak terlalu banyak hanya dihabiskan di sekolah dan satu sampai dua jam untuk kegiatan ekstrakulikuler dan mengerjakan tugas/pekerjaan rumah (PR). Rendahnya uang saku responden dikarenakan sebagian besar responden berasal dari keluarga menengah kebawah sehingga uang saku yang diberikan oleh orang tuanya tidaklah terlalu banyak. Nilai skor untuk waktu luang dan uang saku dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Rataan Skor Waktu Luang dan Uang Saku Responden di SDN 04 Dramaga Karakteristik individu Rataan Skor Waktu luang 63,47 Uang saku 32,43 Keterangan: 0,01-30,33 = rendah ; 33,34-66,66 = sedang ; 66, = tinggi 4.3. Lingkungan Sosial Responden Dikaitkan dengan lingkungan sosial anak, terdapat beberapa indikator yang turut mempengaruhi terpaan media dan belajar kognitif antara lain guru, teman sekolah, tetangga dan teman sepermainan serta kelurga. Interaksi anak dengan lingkungan sosial tergolong sedang. Hal ini terlihat dari besarnya nilai rataan skor sekolah (65,76), tetangga/ teman sepermainan (55,78) dan keluarga (68,77) yang kesemuanya termasuk dalam rataan skor tinggi. Tingginya nilai rataan skor untuk keluarga didukung oleh kondisi dimana keluarga merupakan bagian lingkungan sosial yang terdekat bagi anak. Interaksi dengan sekolah juga tergolong sedang, karena berdasarkan wawancara dengan beberapa anak dalam satu hari anak dapat menghabiskan waktunya 3-6 jam di sekolah dan 2-3 jam per hari dihabiskan bersama tetangga/ teman sepermainan.

4 Rataan skor pendapat anak mengenai lingkungan sosialnya tersaji pada Tabel 4 berikut. Tabel 4.Rataan Skor Pendapat Anak Mengenai Lingkungan Sosial di SDN 04 Dramaga Karakteristik Lingkungan Sosial Rataan skor Guru dan teman sekolah 65,76 Tetangga dan teman sepermainan 55,78 Keluarga 68,77 Total Rataan skor 64,44 Keterangan: 0,01-30,33 = rendah ; 33,34-66,66 = sedang ; 66, = tinggi 4.4. Psikologi Responden Aktivitas belajar kognitif tidak dapat dilepaskan pula dari faktor psikologi yang meliputi sikap, bakat, minat dan motivasi. Jika dilihat secara psikologi, psikologi responden dalam hubungannya dengan belajar kognitif tergolong sedang. Hal ini terlihat dari rataan skor faktor psikologi yang hanya 59,41. Jika dihat per indikator maka diperoleh hasil responden memiliki sikap yang tergolong tinggi terhadap belajar kognitif yang terlihat dari rataan skor yang bernilai 67,38. Selain itu jika dilihat dari indikator bakat maka, responden cenderung memiliki bakat yang tergolong sedang dengan rataan skor yaitu 50,95. Responden juga memiliki minat yang tergolong sedang terhadap belajar kognitif, terlihat dari rataan skor yang bernilai 46,43. Sedangkan faktor psikologi yang paling tinggi dimiliki oleh responden adalah motivasi dengan rataan skor 72,41. Rataan skor pendapat anak mengenai faktor psikologi tersaji pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Rataan Skor Pendapat Anak Mengenai Lingkungan Sosial di SDN 04 Dramaga Faktor psikologi Rataan Skor Sikap 67,38 Bakat 50,95 Minat 46,43 Motivasi 72,86 Total rataan skor 59,41 Keterangan: 0,01-30,33 = rendah ; 33,34-66,66 = sedang ; 66, = tinggi

5 BAB V HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK 5.1 Terpan Media Televisi pada Anak Terpaan media (media exposure) televisi adalah, frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan media televisi pada seseorang dalam satu hari. Frekuensi menonton televisi yaitu berapa kali seorang anak menonton televisi per harinya. Sedangkan durasi menonton televisi yaitu jumlah jam anak menonton acara/program tertentu di televisi. Terpaan media pada anak tergolong tinggi, terlihat pada nilai rataan skor terpaan media yang bernilai 77,27. Jika dilihat dari frekuensi, frekuensi menonton pada anak tergolong tinggi terlihat dari nilai skor frekuensi menonton yang bernilai 97,83. Jika dilihat dari durasi, durasi menonton televisi pada anak tergolong tinggi terlihat dari nilai skor durasi menonton yang bernilai 98,74. Namun jika dilihat dari pilihan pesan, diperoleh rataan skor yang bernilai 27,50. Angka ini menunjukan bahwa kecenderungan anak untuk memilih acara yang bersifat informatif tergolong rendah. Rataan skor untuk frekuensi dan durasi menonton televisi dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Rataan Skor Terpaan Media di SDN 04 Dramaga Terpaan Media Rataan Skor Frekuensi 97,83 Durasi 98,74 Pilihan pesan 27,50 Jumlah rataan skor 77,27 Keterangan: 0,01-30,33 = rendah ; 33,34-66,66 = sedang ; 66, = tinggi 5.2 Hubungan Karakteristik Individu, Lingkungan Sosial dengan Terpaan Media Televisi Karakteristik individu dan lingkungan sosial turut mempengaruhi terpaan media televisi itu sendiri. Karakteristik individu meliputi umur, waktu luang dan uang saku sedangkan lingkungan sosial meliputi keluarga, sekolah dan tetangga/ teman

6 sepermainan. Hubungan karakteristik individu, tersebut dan lingkungan sosial dengan terpaan media televisi tersaji pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Hubungan Karakteristik Individu, Lingkungan Sosial dengan Terpaan Media Televisi Variabel Terpaan Media Televisi (T hitung SEM ) Karakteristik individu 2,10* Umur 0,40 Uang saku 0,20 Waktu Luang 0,24 Lingkungan sosial 2,63* Keluarga 0,96 Tetangga/teman sepermainan 0,23 Sekolah/teman sekolah 0,67 Keterangan: *Berhubungan signifikan pada p<0,05 (T tabel =1,96) Hubungan Karakteristik Individu dengan Terpaan Media Terdapat hubungan signifikan antara karakteristik individu dan terpaan media. Hal ini dibuktikan dengan nilai T hitung (2,10) yang lebih besar daripada T tabel 0,05 (1,96). Sedangkan jika diliat dari hubunga korelasi antara indikator terlihat bahwa terdapat hubungan lurus antara karakteristik individu dan terpaan media Hubungan Umur dengan Terpaan Media Pada kasus SDN 04 Dramaga diperoleh hasil kooefisien korelasi yang bernilai positif antara umur dengan terpaan media yaitu 0,4. Dengan kata lain semakin rendah umur seseorang maka semakin rendah pula frekuensi dan durasi seseorang menonton suatu program untuk memenuhi kebutuhan kognitifnya. Pada anak, motivasi untuk menonton televisi untuk memenuhi kebutuhan kognitif masih rendah. Hal itu karena anak-anak umumnya menonton televisi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan akan hiburan semata. Hal serupa dinyatakan oleh Testiandini (2006) yaitu bahwa jika diliat dari sisi umur, semakin rendah umur responden maka semakin semakin rendah pula motivasi menonton televisi untuk memenuhi kebutuhan kognitif.

7 Hubungan Uang Saku dengan Terpaan Media Pada kasus SDN 04 Dramaga, responden memiliki uang saku yang tergolong rendah. Oleh karena itu terlihat anak cenderung tidak memiliki uang lebih untuk disisikan guna memperoleh kesenangan lainnya seperti bermain Playstation atau intenet. Dengan kata lain semakin rendah uang saku seseorang maka semakin tinggi terpaan media televisi pada orang tersebut. Hal serupa dikatakan oleh Bajjari dalam Testiandini (2006) yang menyatakan bahwa jika dilihat dari sisi uang saku semakin tinggi uang saku ternyata semakin seseorang menyisihkan televisi karena kesenangan non media yang lebih luas. Hal berbeda terlihat pada nilai korelasi antara uang saku dengan terpaan televisi yang bernilai positif yaitu 0,20. Nilai tersebut menyatakan sebaliknya bahwa semakin tinggi uang jajan maka semakin tinggi pula terpaan media televisi yang terjadi pada anak tersebut. Perbedaan perhitungan ini dimungkinkan terjadi karena nilai korelasi tingkat hubungan antara uang saku dengan terpaan media televisi yang tidaklah tinggi atau dengan kata lain tidak memiliki keterhubungan yang kuat (tidak high significant). Hal ini karena pada anak Sekolah Dasar umunya uang jajan lebih sering digunakan untuk membeli makanan atau mainan daripada mencari hiburan lain selain televisi. Selain itu umunya anak Sekolah Dasar belum memiliki ketertarikan yang banyak pada media hiburan lain seperti Playstation ataupun internet Hubungan Waktu Luang dengan Terpaan Media Pada kasus SDN 04 Dramaga ini terlihat bahwa korelasi antara waktu luang dengan terpaan media bernilai positif yaitu 0,24. Dapat dijelaskan bahwa anak-anak umunya belum memiliki banyak kegiatan dalam satu harinya sehingga waktu luang yang mereka miliki kebanyakan dipergunakan untuk menonton televisi. Dengan kata lain semakin banyak waktu luang seseorang maka semakin tinggi terpaan media pada orang tersebut. Hal serupa juga dikatakan oleh Testiandini (2006) yang menyatakan kan bahwa semakin banyak waktu luang seseorang semakin tingi pula kecenderungan seseorang menonton televisi. Waktu luang orang yang pekerjaannya banyak cenderung digunakan untuk beristirahat bukan untuk menonton televisi. Sebaliknya

8 orang yang waktu kerjanya lebih sedikit mungkin lebih banyak meluangkan waktunya untuk menonton televisi. Indikator karakteristik individu yang paling mempengaruhi terpaan media televisi adalah umur. Pada Tabel 7 terlihat bahwa nilai korelasi antara umur dan terpaan media televisi adalah 0,40 lebih tinggi dari pada nilai korelasi antara waktu luang dengan terpaan media televisi (0,24) dan nilai korelasi antara uang saku dengan terpaan media televisi (0,20). Tingginya pengaruh umur terhadap terpaan media televisi dibandingkan dengan indikator lain (waktu luang dan uang saku) terlihat dimana umur menentukan pilihan acara yang akan ditonton. Anak umur SD umumnya akan lebih memilih acara yang memiliki unsur hiburan daripada acara yang bersifat informatif. Sehingga jika dalam satu hari tersebut televisi banyak menampilkan acara yang berunsur hiburan maka anak akan meluangkan banyak waktu untuk menonton televisi. Jika dalam satu hari televisi tidak banyak menampilkan acara yang bersifat menghibur, maka anak cenderung enggan menonton televisi. Hal ini akan mempengaruhi tinggi/rendahnya terpaan media televisi pada anak. Indikator waktu luang tidak lebih tinggi mempengaruhi terpaan media televisi dibandingkan indikator umur karena umumnya anak SD memiliki waktu luang yang cukup banyak dan walaupun anak tersebut sibuk dengan kegiatan lainnya seperti sekolah dan les, anak tersebut akan tetap menyempatkan dirinya untuk menonton televisi. Indikator uang saku tidak tinggi mempengaruhi terpaan media televisi dibandingkan indikator umur dan waktu luang karena uang saku yang dimiliki oleh anak SD kadang tidak terlalu mempengaruhi terpaan media televisi karena uang saku yang dimiliki oleh anak umumnya tidak dipergunakan untuk menikmati media lain selain televisi, namun kebanyakan uang saku anak SD digunakan untuk membeli makanan atau mainan Hubungan Lingkungan Sosial dengan Terpaan Media Terdapat hubungan signifikan antara lingkungan sosial dengan terpaan media. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai T hitung (2,63) yang lebih besar dari pada T tabel 0,05

9 (1,96). Sedangkan jika diliat dari koofesien korelasi terlihat bahwa terdapat hubungan positif antara indikator lingkungan sosial dengan terpaan media. Dengan kata lain semakin tinggi pengaruh lingkungan sosial maka semakin tinggi pula terpaan media televisi yang terjadi pada seseorang Hubungan Keluarga dengan Terpaan Media Hasil penelitian di SDN 04 Dramaga terlihat kofesian hubungan antara keluarga dengan terpaan televisi bernilai positif yaitu 0,96,. Jadi semakin sering suatu keluarga menonton televisi maka semakin sering pula anak menonton televisi. Dengan kata lain semakin tinggi keluarga mendukung (sering menonton/menganjurkan) terpaan media televisi maka semakin tinggi pula terpaan media televisi pada anak. Hal serupa dikatakan oleh Kurniasih (2006) yang menyatakan bahwa ketika menonton televisi, biasanya anak didampingi oleh orang tua atau keluarga. Oleh karena itu terpaan media televisi pada anak tidak dapat dilepaskan dari peran orang tua Hubungan Teman Sepermainan/Tetangga dengan Terpaan Media Hasil penelitian di SDN 04 Dramaga memperlihatkan bahwa kofesian hubungan antara keluarga dengan terpaan televisi bernilai positif yaitu 0,23. Hal ini dapat dijelaskan dimana semakin sering teman mengajak menonton dan menceritakan kembali jalan cerita maka semakin tinggi pula kemungkinan seorang anak untuk menonton televisi sehingga berpengaruh pada tingginya terpaan media pada anak. Hal serupa dinyatakan Kurniasih (2006) yaitu bahwa lingkungan teman juga dapat menyebabkan seseorang untuk tertarik menonton tayangan tertentu misalnya melalui cerita-cerita dengan teman sepermainan Hubungan Sekolah dengan Terpaan Media Lingkungan sekolah pun tak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan terpaan media televisi. Terdapat korelasi yang bersifat positif antara sekolah dan terpaan media yaitu 0,67. Angka ini menjelaskan bahwa jika lingkungan sekolah mendukung atau menganjurkan program tertentu maka siswa cenderung akan menonton program

10 tersebut. Dengan kata lain tingginya ajuran/dukungan guru terhadap suatu program di televisi akan meningkatkan terpaan media televisi pada anak tersebut. Hal ini dikarenakan pada umumnya anak-anak cenderung untuk mengikuti apa yang dikatakan guurunya karena menganggap guru mengetahui banyak hal. Diantara faktor lingkungan sosial berupa keluarga, sekolah dan tetangga/teman sepermainan yang paling mempengaruhi terpaan media televisi adalah keluarga. Pada Tabel 7, nilai korelasi antara keluraga dan terpaan media televisi adalah 0,96 lebih tinggi dari pada nilai korelasi antara sekolah dengan terpaan media televisi (0,67) dan nilai korelasi antara tetangga/teman sepermainan dengan terpaan media televisi (0,23). Tingginya nilai korelasi indikator keluarga dibandingkan dengan indikator lain (tetangga dan sekolah) disebabkan karena keluarga adalah lingkungan yang paling dekat dengan anak. Banyaknya waktu yang dihabiskan bersama keluarga lebih banyak dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan di sekolah maupun bersama tetangga/teman sepermainnya. Selain itu keluarga merupakan bagian lingkungan sosial yang paling sering menonton bersama dengan anak. Oleh karena itulah keluarga lebih mampu untuk mengontrol terpaan media televisi dibandingan lingkungan sekolah maupun tetangga/ teman sepermainan. Selain itu, anak SD cenderung masih sangat menuruti perkataan orang tua/keluarganya. Faktor kedua yang cukup tinggi mempengaruhi terpaan media televisi adalah lingkungan sekolah karena waktu yang dihabiskan anak di sekolah juga cukup tinggi. Di sekolah anak berinteraksi dengan guru dan teman sekolahnya yang turut mempengaruhi terpaan media televisi. Urutan ke-tiga yang mempengaruhi terpaan media televisi adalah tetangga/teman sepermainan. Hal ini karena waktu yang dihabiskan anak bersama tetangga atau teman sepermainan tidaklah sebanyak waktu yang dihabiskan anak bersama keluarga guru dan teman sekolah. Dalam satu hari, sebagian anak hanya menghabiskan waktu bersama tetangga/ teman sepermainana hanya 2-3 jam perhari. Diantara faktor-faktor diatas seperti karakteristik individu dan lingkungan sosial faktor yang paling mempengaruhi terpaan media televisi pada anak Sekolah

11 Dasar adalah adalah lingkungan sosial. Hal ini terlihat dari besarnya T-hitung hubungan lingkungan sosial dengan terpaan media dibandingkan dengan hubungan karakteristik individu dengan terpaan media yaitu 2,63 dibandingakan 2,05. Besarnya T- hitung hubungan terpaan media dengan belajar kognitif dikarenakan karena pada anak, peran orang tua, sekolah serta teman sepermainan masih sangatlah kuat. Kegiatan-kegiatan mereka sehari tidak dapat dilepaskan dari ketiga pihak tersebut yaitu orang tua, guru dan teman sepermainan. Dalam lingkungan keluarga, anak umur Sekolah Dasar masih sangat diperhatikan oleh orang tuanya ketika menonton, orang tua pun kadang menemani anaknya saat menonton serta memilihkan tayangan yang diperbolehkan untuk ditonton. Sedangkan sosok seorang guru bagi anak merupakan sosok serba tahu bahkan tak jarang anak-anak lebih mempercayai perkataan yang disampaikan gurunya di sekolah daripada apa yang disampaikan orang tuanya. Selain seperti dijelaskan sebelunya kebiasaan yang cukup tinggi pada anak untuk menceritakan kembali tayangan yang sedang in bersama teman sekolah atau sepermainnya juga meningkatkan kecenderungan anak untuk menonton tayangan tersebut. Pengaruh lingkungan sosial terhadap terpaan media televisi mengalahkan faktor pengaruh karakteristik individu itu sendiri misalnya waktu luang. Karena suatu tayangan sedang sering menjadi bahan perbincangan bersama teman sekolah atau sepermainnya, maka walaupun anak tersebut tidak memiliki waktu yang cukup untuk menonton,anak tersebut akan cenderung berusaha untuk menonton acara tersebut. Bahkan dalam Hidup (2008) dikatakan bahwa beberapa orang siswa sebuah sekolah bergantian bolos dari sekolah demi menonton sebuah tayangan opera sabun di televisi. 5.3 Belajar Kognitif pada Anak Belajar kognitif adalah proses untuk mengetahui atau mengelolah dan menggunakan pengetahuan. Banyaknya materi acara yang dikuasai/ dipahami oleh anak yaitu jumlah keseluruhan materi yang diperoleh anak Sekolah Dasar dari satu acara/ program tertentu yang ditontonnya. Tambahan pengetahuan yang didapat yaitu peningkatan pengetahuan dari pengetahuan awal ke pengetahuan sekarang.

12 Belajar kognitif pada anak tergolong rendah terlihat pada rataan skor belajar kognitif yang hanya bernilai 29,61. Jika dilihat dari tingkat penguasaan materi/ pemahaman, penguasaan materi/pemahaman menonton pada anak tergolong rendah terlihat dari nilai skor penguasaan materi/pemahaman yang bernilai 32,67. Jika dilihat dari penambahan pengetahuan pada anak setelah memonton televisi juga tergolong rendah terlihat dari nilai skor penambahan pengetahuan yang hanya bernilai 26,56. Rataan skor untuk penguasaan materi/pemahaman dan tambahan pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Rataan Skor Belajar Kognitif di SDN 04 Dramaga Belajar kognitif Rataan Skor Penguasaan materi/pemahaman 32,67 Penambahan 26,56 Total Rataan skor 29,61 Keterangan: 0,01-30,33 = rendah ; 33,34-66,66 = sedang ; 66, = tinggi 5.4. Hubungan Lingkungan Sosial, Faktor Psikologi dan Terpaan Media dengan Belajar Kognitif Hubungan lingkungan sosial dengan belajar kognitif, faktor psikologi dengan belajar kognitif dan terpaan media dengan belajar kognitif pada anak tersaji pada Tabel 9 berikut ini.

13 Tabel 9. Hubungan Lingkungan Sosial, Faktor Psikologi dan Terpaan Media dengan Belajar Kognitif Variabel Belajar Kognitif (T hitung SEM ) Lingkungan social -2,03* Keluarga -0,22 Tetangga/ teman sepermainan -0,04 Sekolah -0,45 Faktor Psikologi -0,24 - Terpaan Media -2,10* Frekuensi -0,15 Durasi -0,54 Pilihan pesan -3,52 Keterangan: *berhubungan signifikan pada p<0.05 (T- tabel = 1,96) Hubungan Lingkungan Sosial dengan Belajar Kognitif Lingkungan sosial memiliki hubungan signifikan dengan belajar kognitif. Hal ini dibuktikan dengan nilai T hitung (2,03) yang lebih besar daripada T tabel 0,05 (1, 96) sedangkan jika diliat dari koofesien korelasi terlihat bahwa terdapat hubungan negatif antara lingkungan sosial dan belajar kognitif Hubungan Keluarga dengan Belajar Kognitif Tabel 10 memperlihatkan nilai korelasi antara keluarga dengan belajar kognitif bernilai negatif yaitu -0,22. Hal ini menunjukan bahwa walaupun keluarga mendukung kegiatan belajar kognitif anak tidak selalu mau bersemangat mengikuti belajar kognitif. Rendahnya belajar kognitif pada anak tersebut dapat disebabkan karena kondisi kesehatan yang tidak mendukung sehingga anak memiliki semangat yang rendah untuk belajar kognitif. Hal serupa disebutkan juga oleh Syah (2003) yang menyatakan bahwa aspek fisiologi yaitu kondisi jasmani dapat mempengaruhi semangat dan intensitas anak dalam mengikuti kegiatan belajar.

14 Hubungan Teman Sepermainan/ Tetangga dengan Belajar Kognitif Tabel 10 memperlihatkan nilai korelasi antara teman/ tetangga dengan belajar kognitif bernilai negatif yaitu -0,04. Dapat dikatakan bahwa dorongan dari teman atau tetangga untuk belajar tidak selalu memberikan dampak meningkatnya kegiatan belajar siswa terutama dalam hal kognitif. Rendahnya belajar kognitif pada anak tersebut dapat pula disebabkan karena kondisi kesehatan yang tidak mendukung sehingga anak memiliki semangat yang rendah untuk belajar kognitif. Hal serupa disebutkan juga oleh Syah (2003) yang menyatakan bahwa aspek fisiologi yaitu kondisi jasmani dapat mempengaruhi semangat dan intensitas anak dalam mengikuti kegiatan belajar Hubungan Sekolah dengan Belajar Kognitif Penelitian di SDN 4 Dramaga memperlihatkan nilai korelasi antara sekolah dengan belajar kognitif bernilai negatif yaitu -0,45 sehingga dapat dikatakan semangat guru yang tinggi tidak menimbulkan semangat yang tinggi pula pada siswanya. Namun hal berbeda dinyatakan Syah (2003) yaitu bahwa lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. Para guru yang selalu menunjukan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa. Perbedaan ini terjadi karena adanya faktor lain yang mempengaruhi belajar kognitif pada anak seperti faktor kesehatan. Kondisi kesehatan yang tidak mendukung menyebabkan anak tidak memiliki semangat untuk belajar kognitif. Faktor kesehatan ini juga disebutkan dalam Syah (2003) yang menyatakan bahwa aspek fisiologi yaitu kondisi jasmani, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas anak dalam mengikuti kegiatan belajar. Faktor lingkungan sosial yang paling mempengaruhi belajar kognitif adalah sekolah. Pada Tabel 10 terlihat bahwa nilai korelasi antara sekolah dan belajar kognitif adalah 0,45 lebih tinggi dari pada nilai korelasi antara keluarga dengan belajar kognitif (0,22) dan nilai korelasi antara tetangga/teman sepermainan dengan

15 belajar kognitif (0,04). Tingginya hubungan korelasi antara sekolah dengan belajar kognitif didukung oleh kebiasaan beberapa guru yang sering menghubungkan antara materi pelajaran/kehidupan sehari-hari dengan tayangan televisi yang sering di tonton oleh anak. Kebiasan menghubungkan antara materi pelajaran/ kehidupan sehari-hari dengan tayangan yang ditonton anak masih tergolong jarang dilakukan oleh orang tua apalagi oleh tetangga/teman sepermainan. Oleh karena itu korelasi antara keluarga dan tetangga/teman sepermainan dengan belajar kognitif tidak lebih kuat dibandingkan korelasi sekolah dengan belajar kognitif Hubungan Faktor Psikologi dengan Belajar Kognitif Pada kasus SDN 4 Dramga diperoleh data bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara faktor psikologi dan belajar kognitif. Hal ini dibuktikan dengan nilai T hitung (0,24) yang lebih kecil daripada T tabel 0,05 (1, 96). Hal ini bertentangan dengan pendapat Syah (2003) yang menyatakan bahwa sikap, bakat, minat dan motivasi mempengaruhi belajar kognitif. Syah (2003) juga menyatakan kan bahwa sikap positif, terutama terhadap mata pelajaran merupakan awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut sedangkan bakat dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar bidang-bidang tertentu. Bakat dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar bidang-bidang tertentu. Dalam perspektif psikologi kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi siswa adalah motivasi intrinsik karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain. Sikap positif terhadap pelajaran tidak selalu mempengaruhi mudahnya suatu pelajaran diterima oleh siswa. Siswa yang awalnya memiliki sikap negatif namun karena siswa tersebut berusaha untuk menyukai pelajaran tersebut dan terus belajar maka pelajaran tersebut akan tetap dapat diterima bahkan mendapatkan nilai yang baik. Sebaliknya siswa yang awalnya bersikap positif terhadap suatu pelajar tidak menjamin nilainya untuk pelajaran tersebut pasti baik. Sikap positif jika tidak didukung oleh belajar giat maka tidak menjamin prestasi siswa tersebut akan baik pula.

16 Begitu juga dengan bakat, umumnya siswa yang berbakat dibidang tertentu akan memperoleh prestasi di bidang tersebut. Namun jika siswa yang sebelumnya tidak berbakat tapi terus berlatih tidak menutup kemungkinan siswa tersebut juga dapat berprestasi bahkan melebihi siswa yang berbakat. Sebaliknya siswa yang berbakat namun bakatnya tersebut tidak terus diasah maka dapat saja prestasinya kalah tidak sebaik siswa yang tidak berbakat namun terus berusaha mengasah bakatnya. Jika diliat dari sisi motivasi, umumnya siswa yang memiliki motivasi yang tinggi akan memiliki prestasi yang baik namun hal tersebut perlu juga didukung dengan kondisi kesehatan yang baik. Jadi walaupun motivasi belajar siswa tinggi namun jika tidak didukung oleh kondisi kesehatan yang baik tidak akan menjamin prestasi yang baik pula. Kondisi kesehatan yang tidak mendukung menyebabkan anak tidak memiliki semangat untuk belajar kognitif. Faktor kesehatan ini juga disebutkan dalam Syah (2003) yang menyatakan bahwa aspek fisiologi yaitu kondisi jasmani, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas anak dalam mengikuti kegiatan belajar. 5.6 Hubungan Terpaan Media dengan Belajar Kognitif Terdapat hubungan signifikan antara lingkungan sosial dan belajar kognitif. Hal ini dibuktikan dengan nilai T hitung (2,10) yang lebih besar daripada T tabel 0,05 (1, 96). Sedangkan nilai korelasi antara indikator (frekuensi, durasi dan pilihan pesan) dengan belajar kognitif adalah negatif yaitu -0,15 untuk frekuensi, -0,54 untuk durasi dan -3,52 untuk pilihan pesan. Dapat dikatakan bahwa jika terpaan media televisi tinggi maka belajar kognitif menurun. Hal ini dapat dijelaskan bahwa umumnya anak pada usia SD menonton televisi hanya sekedar untuk mendapatkan hiburan semata dan menyampingkan pemenuhan kebutuhan kognitif seperti disebutkan oleh Testiandini (2006) yang menyatakan bahwa jika diliat dari sisi umur, semakin rendah umur responden maka semakin semakin rendah pula motivasi menonton televisi untuk memenuhi kebutuhan kognitif. Siregar (2001) dalam Testiandini (2006), isi siaran televisi dibagi menjadi dua yaitu faktual dan fiksional. Isi berita faktual memiliki fungsi primer dari materi

17 faktual adalah sebagai media informalsional dan fungsi hiburan hanya bersifat sukender maka pada sosial (informasional) sedangkan pada isi beri fiksional fungsi primer dari materi fiksional adalah psikologi (menghibur) dan fungsi informasional hanya bersifat sukender. Anak umur SD umumnya akan lebih memilih menonton suatu acara yang isinya yang bersifat fiksional daripada yang bersifat faktual. Sehingga dapat dikatakan bahwa isi pesan acara yang paling banyak mereka tangkap adalah pesan yang menghibur dan sedikit sekali pesan yang bersifat informatif. Anak cenderung hanya menonton acara televisi yang menghibur seperti film kartun dan film anak lainnya. Jarang sekali anak yang suka menonton acara televisi yang bersifat informatif seperti berita. Hal ini sejalan dengan Hoffman (199) dalam Testiandini (2006) yang menyatakan bahwa salah satu fungsi televisi adalah hiburan, fungsi ini memang dibutuhkan oleh masyarakat, karena kalau tidak menghibur umumnya sebuah tayangan tidak akan ditonton. Diantara faktor-faktor diatas seperti lingkungan sosial, faktor psikologi dan terpaan media, faktor yang paling mempengaruhi belajar kognitif pada anak Sekolah dasar adalah terpaan media. Hal ini terlihat dari paling besarnya T- hitung terpaan media dibandingkan dengan lingkungan sosial dan faktor psikologi yaitu 2,10. Jika diliat perindikator maka pilihan pesanlah yang paling mempengaruhi perilaku belajar pada anak Sekolah Dasar dengan nilai korelasi -3,52. Angka ini lebih besar lebih besar dari dan nilai korelasi durasi dengan belajar kognitif yaitu -0,54 dan nilai korelasi frekuensi dengan belajar kognitif yang hanya -15. Tingginya nilai korelasi pilihan pesan didukung karena anak SD cenderung untuk memilih pesan televisi yang bersifat menghibur daripada yang bersifat informatif sehingga kurang mendukung belajar kognitif pada anak. Besarnya T- hitung hubungan terpaan media dengan belajar kognitif daripada T- hitung hubungan faktor lain dengan belajar kognitif adalah karena televisi saat ini sangat sulit dipisahkan dari anak Sekolah Dasar. Menurut Hidup (2008) disebutkan bahwa seorang anak dapat menghabiskan tiga sampai empat jam perharinya untuk duduk menonton televisi bahkan tak sedikit anak yang menonton televisi lima sampai enam jam perhari atau lebih pada hari-hari tertentu, seperti Sabtu dan Minggu.

18 Dengan kata lain waktu tersebut hampir menyaingin bahkan melebihi waktu yang anak habiskan di sekolah ataupun bersama teman sepermainannya. Hal ini pun terjadi pada responden peneletian ini umumnya responden menonton televisi lebih dari lima jam sehari. Waktu mereka menonton televisi adalah sehabis pulang sekolah sampai malam. Bahkan beberapa responden sering menonton beberapa program acara di televisi yang tayang pada pukul WIB ke atas sehingga ini juga mengurangi waktu tidur anak dan menggangu kegiatan esok harinya seperti mengantuk di sekolah. Thamrin (2008) bahkan menyatakan bahwa televisi telah menjadi kotak tandingan bagi sekolah berdasarkan perbandingan antara waktu menonton televisi dengan waktu belajar anak di sekolah. Berdasarkan data UNICEF 2007 para bocah di Indonesia terpekur rata-rata lima jam sehari di depan layar kaca atau total hingga jam setahun. Angka ini, menurut UNICEF, jauh lebih gemuk ketimbang jumlah belajar mereka yang jam setahun di sekolah. Tingginya terpaan media televisi dibandingkan dengan waktu belajar juga terjadi pada anak SDN04 Dramaga, seperti disebutkan sebelumnya bahwa umunya anak SDN04 Dramaga menonton televisi hampir lebih dari 5 jam dalam sehari. Padahal seperti disebutkan juga oleh Thamrin (2008) anak-anak seharusnya hanya menonton televisi selama 1,5 jam per hari atau paling lama dua jam per hari. Itu juga tidak terus-menerus, dibagi-bagi, misalnya satu jam setelah pulang sekolah, dan satu jam lagi setelah mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) di malam hari. Hal ini diperparah dengan kecenderungan anak SD anak SD untuk memilih pesan televisi yang bersifat menghibur daripada yang bersifat informatif Perilaku anak menonton televisi secara berlebihan seperti disebutkan sebelumnya juga menyita waktu anak khususnya untuk belajar, apalagi untuk anak umur SD yang umumnya menonton televisi hanya sebagai hiburan tanpa memperhatikan kebutuhan kognitif. Dengan kata lain tingginya terpaan televisi pada anak Sekolah Dasar telah menyebabkan penurunan tingkat belajar kognitif pada anak tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu media massa elektronik yang paling digemari saat ini adalah televisi. Di zaman sekarang ini televisi bukanlah barang yang langka dan hanya dimiliki oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat)

HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat) HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat) Oleh : VIORA TORIZA I34063121 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 04 Kelurahan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Televisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Televisi Istanto (1995) menyatakan sejarah perkembangan televisi diawali pada tahun 1884, seorang mahasiswa di Berlin menciptakan sebuah

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pengaruh Tayangan Kekerasan Dalam Film Kartun Terhadap. Perilaku Agresif Anak Di SDN 108 Bukit Raya Pekanbaru

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pengaruh Tayangan Kekerasan Dalam Film Kartun Terhadap. Perilaku Agresif Anak Di SDN 108 Bukit Raya Pekanbaru BAB III PENYAJIAN DATA A. Pengaruh Tayangan Kekerasan Dalam Film Kartun Terhadap Perilaku Agresif Anak Di SDN 108 Bukit Raya Pekanbaru Dalam penyajian data pada BAB III ini, penulis akan menjabarkan data

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat)

HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat) HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat) Oleh : VIORA TORIZA I34063121 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 62 BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Terpaan Tayangan Jika Aku Menjadi Berdasarkan hasil full enumeration survey, diketahui sebanyak 113 (49,6 persen)

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Bagian ini memaparkan tentang kesimpulan secara keseluruhan pembahasan

BAB VI PENUTUP. Bagian ini memaparkan tentang kesimpulan secara keseluruhan pembahasan BAB VI PENUTUP Bagian ini memaparkan tentang kesimpulan secara keseluruhan pembahasan yang diperoleh setelah melakukan analisis dan interpretasi terhadap hasil penelitian, serta berisi pula saran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempercepat modernisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempercepat modernisasi di segala BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempercepat modernisasi di segala bidang. Berbagai perkembangan itu semakin kuat sejalan dengan tuntutan reformasi

Lebih terperinci

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan faktor yang diduga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB VI EMPATI REMAJA TERHADAP KEMISKINAN SEBAGAI AKIBAT TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI

BAB VI EMPATI REMAJA TERHADAP KEMISKINAN SEBAGAI AKIBAT TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI 71 BAB VI EMPATI REMAJA TERHADAP KEMISKINAN SEBAGAI AKIBAT TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI 6.1 Empati Remaja terhadap Kemiskinan Sebagai Akibat Terpaan Tayangan Jika Aku Menjadi Data sebaran responden

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 40 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Identitas Responden Sebelumnya akan dijelaskan dahulu karakteristik responden yang meliputi usia, jumlah anak yang dimiliki, dan pendidikan terakhir.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON FTV BERTEMAKAN CINTA DAN INTENSITAS

BAB II GAMBARAN UMUM RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON FTV BERTEMAKAN CINTA DAN INTENSITAS BAB II GAMBARAN UMUM RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON FTV BERTEMAKAN CINTA DAN INTENSITAS KOMUNIKASI ORANG TUA & ANAK DENGAN PERILAKU PACARAN REMAJA Pada masa perkembangan teknologi seperti

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU MENONTON DAN KEPUASAN MENONTON REPORTASE INVESTIGASI

HUBUNGAN PERILAKU MENONTON DAN KEPUASAN MENONTON REPORTASE INVESTIGASI 69 HUBUNGAN PERILAKU MENONTON DAN KEPUASAN MENONTON REPORTASE INVESTIGASI merupakan terpenuhinya kebutuhan individu. dapat diperoleh setelah seseorang melakukan sesuatu yang dapat mendukung dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Seorang siswa mempunyai tugas utama yaitu belajar. Belajar

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Seorang siswa mempunyai tugas utama yaitu belajar. Belajar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa adalah peserta didik yang duduk di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Seorang siswa mempunyai tugas utama yaitu belajar. Belajar merupakan proses

Lebih terperinci

Keterangan: ** berhubungan sangat nyata pada (p <0,01) * berhubungan nyata pada (p <0,05)

Keterangan: ** berhubungan sangat nyata pada (p <0,01) * berhubungan nyata pada (p <0,05) 59 BAB VIII FAKTOR-FAKTOR YA G BERHUBU GA DE GA PERSEPSI KHALAYAK TE TA G PROGRAM ACARA REALITY SHOW JIKA AKU ME JADI 8.1. Hubungan Faktor Intrinsik Khalayak dengan Persepsi Khalayak tentang Program Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan anak untuk optimalisasi bagi perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan anak untuk optimalisasi bagi perkembangannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Anak adalah anugerah, rezeki, amanah dan kekayaan yang paling berharga bagi orangtua dan keluarganya. Suatu kebahagian bagi orangtua yang selalu berharap agar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Tabel 1. Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Jenis kelamin - Tempat tinggal -

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Tabel 1. Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Jenis kelamin  - Tempat tinggal  - HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Karakteristik siswa adalah ciri-ciri yang melekat pada diri siswa, yang terdiri dari jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan orang tua, pendidikan

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA

BAB III PENYAJIAN DATA BAB III PENYAJIAN DATA Dalam bab ini penulis akan menyajikan data yang telah diperoleh dengan menganalisa hasil wawancara dan observasi dengan responden dan menganalisa dokumen yang terdapat di Panti Asuhan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI UMUM PROGRAM DAN SMA NEGERI 1 DRAMAGA

BAB IV DESKRIPSI UMUM PROGRAM DAN SMA NEGERI 1 DRAMAGA 52 BAB IV DESKRIPSI UMUM PROGRAM DAN SMA NEGERI 1 DRAMAGA 4.1 Profil Tayangan Jika Aku Menjadi Jika Aku Menjadi adalah salah satu program Trans TV yang menayangkan informasi tentang lika-liku kehidupan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON. Kurt Lewin dalam Azwar (1998) merumuskan suatu model perilaku yang

BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON. Kurt Lewin dalam Azwar (1998) merumuskan suatu model perilaku yang BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON Motivasi menonton menurut McQuail ada empat jenis, yaitu motivasi informasi, identitas pribadi, integrasi dan interaksi sosial, dan motivasi hiburan.

Lebih terperinci

BAB VI KETERDEDAHA KHALAYAK MAHASISWA TERHADAP PROGRAM REALITY SHOW JIKA AKU ME JADI

BAB VI KETERDEDAHA KHALAYAK MAHASISWA TERHADAP PROGRAM REALITY SHOW JIKA AKU ME JADI 49 BAB VI KETERDEDAHA KHALAYAK MAHASISWA TERHADAP PROGRAM REALITY SHOW JIKA AKU ME JADI Keterdedahan program JAM adalah sejauh mana program JAM ditonton oleh khalayak. Keterdedahan ini dilihat dari cara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Hampir setiap rumah memiliki televisi. Tidak jarang kegiatan lainnya

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Hampir setiap rumah memiliki televisi. Tidak jarang kegiatan lainnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Televisi kini telah menjadi salah satu bagian yang penting dalam keluarga. Hampir setiap rumah memiliki televisi. Tidak jarang kegiatan lainnya pun dilakukan sambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang dalam bidang teknologi dan informasi, hampir semua masyarakat baik yang berada di daerah pekotaan maupun yang

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT LITERASI MEDIA DAN PEMBEKALAN AL ISLAM BERBAGI, BERKREASI DAN EDUKASI DI BULAN SUCI Team Pelaksana : Krisna Mulawarman, S.Sos., M.Sn Wulan Widyasari, S.Sos., MA Ayu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain survei deskriptif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan berbagai kebutuhan mereka, salah satu industri yang berperan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan berbagai kebutuhan mereka, salah satu industri yang berperan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri media massa telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sekarang ini orang dihadapkan kepada berbagai macam media massa yang sesuai dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. elektronik yang hampir selalu ada di setiap rumah adalah televisi. Televisi

BAB I PENDAHULUAN. elektronik yang hampir selalu ada di setiap rumah adalah televisi. Televisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi sekarang ini memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia, diantaranya adalah memudahkan penyebaran informasi dan komunikasi melalui

Lebih terperinci

Modul ke: Produksi Berita TV. Daya Pengaruh Siaran TV. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting.

Modul ke: Produksi Berita TV. Daya Pengaruh Siaran TV. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting. Modul ke: 11 Syaifuddin, Fakultas Ilmu Komunikasi Produksi Berita TV Daya Pengaruh Siaran TV S.Sos, M.Si Program Studi Broadcasting http://www.mercubuana.ac.id Daya Pengaruh Siaran TV Televisi saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Ibu menjadi tokoh sentral dalam keluarga. Seorang manajer dalam mengatur keuangan, menyediakan makanan, memperhatikan kesehatan anggota keluarga dan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diuraikan pada bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan : 1. Kebiasaan Menonton Program Hard News

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diuraikan pada bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan : 1. Kebiasaan Menonton Program Hard News 123 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan : 1. Kebiasaan Menonton Program Hard News

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa pada era informasi ini seakan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Media massa memberikan arti yang sangat penting bagi masyarakat. Masyarakat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keterdedahan Berita Kriminal di Televisi Keterdedahan berita kriminal di televisi merupakan beragam penerimaan khalayak remaja terhadap siaran berita kriminal di televisi, meliputi

Lebih terperinci

RESUME PRAKTEK PENELITIAN KOMUNIKASI HUBUNGAN INTENSITAS MENONTON PROGRAM KUTHANE DEWE DENGAN TINGKAT PEMAHAMAN ISI BERITA YANG DIDAPAT

RESUME PRAKTEK PENELITIAN KOMUNIKASI HUBUNGAN INTENSITAS MENONTON PROGRAM KUTHANE DEWE DENGAN TINGKAT PEMAHAMAN ISI BERITA YANG DIDAPAT RICKY YUNIAR WILDAN D2C605137 RESUME PRAKTEK PENELITIAN KOMUNIKASI HUBUNGAN INTENSITAS MENONTON PROGRAM KUTHANE DEWE DENGAN TINGKAT PEMAHAMAN ISI BERITA YANG DIDAPAT Di era informasi ini, kebutuhan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan orang lain. Kehidupan manusia mempunyai fase yang panjang, yang di dalamnya selalu mengalami

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Hasil analisis yang ditemukan pada penelitikan pengaruh intensitas

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Hasil analisis yang ditemukan pada penelitikan pengaruh intensitas BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil analisis yang ditemukan pada penelitikan pengaruh intensitas menonton program Berita 5 di Simpang 5TV terhadap tingkat pengetahuan kebudayaan pada remaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat

I. PENDAHULUAN. sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu negara dengan kemajuan teknologi yang pesat, indonesia tidak terlepas dari arus informasi global yang diperlukan untuk mengetahui fenomenafenomena

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. bagaimana hubungan intensitas menonton acara on the spot di tarns 7 terhadap

BAB III PENYAJIAN DATA. bagaimana hubungan intensitas menonton acara on the spot di tarns 7 terhadap BAB III PENYAJIAN DATA A. Hubungan Intensitas Menonton Acara on the Spot di trans 7 Terhadap Tingkat Ilmu Pengetahuan Umum di Kalangan Siswa-Siswi Kelas 2 SMPN 23 Pekanbaru. Penyajian data berikut ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tindakan kelas melalui model pembelajaran langsung dengan permainan balok pecahan pada mata pelajaran matematika materi pecahan ini

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 50 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik individu yang dimiliki responden yang berbeda satu sama lain. Responden dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keluarga serta perhatian orang tua yang akan dibutuhkan anak ketika di dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari keluarga serta perhatian orang tua yang akan dibutuhkan anak ketika di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang anak pertama kali mendapatkan pendidikan di dalam lingkungan keluarga. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang sangat besar pengaruhnya bagi pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu media elektronik yang paling digemari saat ini adalah televisi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu media elektronik yang paling digemari saat ini adalah televisi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu media elektronik yang paling digemari saat ini adalah televisi. Di zaman sekarang ini televisi bukanlah barang yang langka dan hanya dimiliki oleh kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan salah satu media massa yang paling banyak digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan salah satu media massa yang paling banyak digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Televisi merupakan salah satu media massa yang paling banyak digunakan oleh penduduk Indonesia untuk mengakses informasi dan hiburan. Media televisi tidak lagi dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi merupakan salah satu alat media massa yang paling digemari oleh masyarakat. Karena televisi telah ada di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Televisi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waktu Menonton Televisi Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi untuk anak 10.5 menit/jam dalam satu minggu dan 12 menit/jam pada akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan kegiatan yang dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan kegiatan yang dibutuhkan dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan kegiatan yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Komunikasi mempunyai peran penting bagi manusia untuk berinteraksi dan saling berhubungan

Lebih terperinci

PENGARUH TERPAAN TAYANGAN PROGRAM ACARA WARNA TRANS7 TERHADAP SIKAP PENONTON

PENGARUH TERPAAN TAYANGAN PROGRAM ACARA WARNA TRANS7 TERHADAP SIKAP PENONTON PENGARUH TERPAAN TAYANGAN PROGRAM ACARA WARNA TRANS7 TERHADAP SIKAP PENONTON (Studi Eksplanatif Kuantitatif mengenai Pengaruh Terpaan Tayangan Program Acara Warna TRANS7 Episode Seputar Fashion dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi sudah menjadi kebutuhan setiap manusia untuk mencapai suatu tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. Informasi sudah menjadi kebutuhan setiap manusia untuk mencapai suatu tujuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi sudah menjadi kebutuhan setiap manusia untuk mencapai suatu tujuan. Karena melalui informasi, manusia dapat mengetahui peristiwa yang sedang dan telah terjadi

Lebih terperinci

PERILAKU RER/IAJA TAHAP AWAL DALAM MENONTON TELEVISI DAN UNGANNYA DENGAN PENGGUNAAN WAKTU MEREKA UNTUK KEGIATAN SEmRI-NARI

PERILAKU RER/IAJA TAHAP AWAL DALAM MENONTON TELEVISI DAN UNGANNYA DENGAN PENGGUNAAN WAKTU MEREKA UNTUK KEGIATAN SEmRI-NARI PERILAKU RER/IAJA TAHAP AWAL DALAM MENONTON TELEVISI DAN UNGANNYA DENGAN PENGGUNAAN WAKTU MEREKA UNTUK KEGIATAN SEmRI-NARI (Kasus Siswa SMP abupaten Bogor Oleh: NURVEPA A 27.1530 JXXUSAN ILMU-ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

PERILAKU RER/IAJA TAHAP AWAL DALAM MENONTON TELEVISI DAN UNGANNYA DENGAN PENGGUNAAN WAKTU MEREKA UNTUK KEGIATAN SEmRI-NARI

PERILAKU RER/IAJA TAHAP AWAL DALAM MENONTON TELEVISI DAN UNGANNYA DENGAN PENGGUNAAN WAKTU MEREKA UNTUK KEGIATAN SEmRI-NARI PERILAKU RER/IAJA TAHAP AWAL DALAM MENONTON TELEVISI DAN UNGANNYA DENGAN PENGGUNAAN WAKTU MEREKA UNTUK KEGIATAN SEmRI-NARI (Kasus Siswa SMP abupaten Bogor Oleh: NURVEPA A 27.1530 JXXUSAN ILMU-ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah metode tradisional yang data penelitiannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 43 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di Pendidikan Anak Usia Dini Bhayangkari 26 Kota Bengkulu dengan dua siklus. Pada setiap siklus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia di dunia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan tatanan kehidupan sosial manusia

Lebih terperinci

KUESIONER. Tayangan Sinetron India dan Pemenuhan Kebutuhan akan Hiburan

KUESIONER. Tayangan Sinetron India dan Pemenuhan Kebutuhan akan Hiburan 100 KUESIONER Tayangan Sinetron India dan Pemenuhan Kebutuhan akan Hiburan (Studi Korelasional Pengaruh Sinetron India terhadap Pemenuhan Kebutuhan Hiburan pada Ibu Rumah Tangga di Dusun V, Graha Tanjung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sekarang ini media massa sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat modern, media massa mempunyai peran yang signifikan sebagai bagian

Lebih terperinci

1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu?

1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu? Lampiran 1 Kerangka Wawancara Anamnesa Dimensi Cohesion Separateness/Togetherness 1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun televisi ini berkembang karena masyarakat luas haus akan hiburan

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun televisi ini berkembang karena masyarakat luas haus akan hiburan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pertelevisian di Indonesia saat ini sangatlah pesat, salah satu buktinya adalah banyak stasiun televisi yang bermunculan. Stasiun televisi

Lebih terperinci

KETERDEDAHAN IKLAN LAYANAN MASYARAKAT KELUARGA BERENCANA VERSI SHIREEN SUNGKAR DAN TEUKU WISNU

KETERDEDAHAN IKLAN LAYANAN MASYARAKAT KELUARGA BERENCANA VERSI SHIREEN SUNGKAR DAN TEUKU WISNU KETERDEDAHAN IKLAN LAYANAN MASYARAKAT KELUARGA BERENCANA VERSI SHIREEN SUNGKAR DAN TEUKU WISNU Keterdedahan adalah terkenanya khalayak terhadap satu atau beberapa pesan dari media televisi. Dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi sosial, peran ideal komunikasi sebagai media penyiaran publik

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi sosial, peran ideal komunikasi sebagai media penyiaran publik BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Televisi sebagai media massa bukan hanya sekedar media penyampai pesan dari sumber pada komunikannya, tetapi lebih dari itu, televisi juga mempunyai aspek politis didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAUAN. Televisi merupakan sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan

BAB I PENDAHULAUAN. Televisi merupakan sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan BAB I PENDAHULAUAN 1.1 Latar Belakang Televisi merupakan sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang perilaku tanggung

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang perilaku tanggung 20 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang perilaku tanggung jawab siswa di Madrasah Aliysah Muhamadiyah Molowahu Kabupaten

Lebih terperinci

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK Oleh : Lukman Aryo Wibowo, S.Pd.I. 1 Siapa yang tidak kenal dengan televisi atau TV? Hampir semua orang kenal dengan televisi, bahkan mungkin bisa dibilang akrab

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Gambaran Tayangan Berita Liputan 6 Siang di SCTV

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Gambaran Tayangan Berita Liputan 6 Siang di SCTV BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Tayangan Berita Liputan 6 Siang di SCTV Tayangan Berita Liputan 6 Siang merupakan salah satu program berita di SCTV. Liputan 6 Siang tayang pada pukul 12.00 12.30 WIB,

Lebih terperinci

Hubungan antara Intensitas Menonton Televisi dan Tingkat Pengawasan Orang Tua (Parental Mediation) dengan Perilaku Kekerasan Oleh Anak

Hubungan antara Intensitas Menonton Televisi dan Tingkat Pengawasan Orang Tua (Parental Mediation) dengan Perilaku Kekerasan Oleh Anak Hubungan antara Intensitas Menonton Televisi dan Tingkat Pengawasan Orang Tua (Parental Mediation) dengan Perilaku Kekerasan Oleh Anak Summary Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman saat ini telah ditandai adanya proses Globalisasi. kemudian berkembang menjadi teknologi dan informasi.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman saat ini telah ditandai adanya proses Globalisasi. kemudian berkembang menjadi teknologi dan informasi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman saat ini telah ditandai adanya proses Globalisasi. Proses globalisasi lahir dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kemudian berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kompetisi program televisi yang dibuat oleh stasiun televisi menjadi sebuah perlombaan untuk mengambil simpati atau minat para audiens untuk melihat dan menyaksikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi dapat dipahami sebagai proses penyampaian pesan, ide, atau informasi kepada orang lain dengan menggunakan sarana-sarana tertentu guna untuk mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi kini semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi kini semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi kini semakin pesat. Terjadi juga dengan sebagian orang, yang selalu membuat tren-tren terbarunya. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi yang kian canggih,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi yang kian canggih, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi yang kian canggih, bentuk, pola, dan peralatan komunikasi juga mengalami perubahan secara signifikan. Komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi

Lebih terperinci

BAB VII OPINI KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS TRANS TV DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VII OPINI KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS TRANS TV DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB VII OPINI KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS TRANS TV DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Opini Khalayak Langsung Acara Musik Derings Opini responden sebagai khalayak langsung acara musik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan olahraga sepak bola dan bulutangkis. Peminat olahraga hoki

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan olahraga sepak bola dan bulutangkis. Peminat olahraga hoki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga hoki merupakan salah satu cabang permainan bola kecil yang dapat dimainkan baik oleh pria maupun wanita. Cabang olahraga hoki mulai berkembang di sejumlah

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU 68 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU 6.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Efek Komunikasi dalam Pemasaran Lanting Ubi Kayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Televisi menampilkan gambar yang menarik dan menghibur, gambar televisi terkadang

Lebih terperinci

2 orang tua mempunyai pengaruh lebih positif dari pada pengaruh televisi (Wong, 2000) Pada kenyataanya anak-anak meluangkan lebih banyak waktu untuk m

2 orang tua mempunyai pengaruh lebih positif dari pada pengaruh televisi (Wong, 2000) Pada kenyataanya anak-anak meluangkan lebih banyak waktu untuk m BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa anak adalah masa di Sekolah Dasar dan merupakan masa untuk mempelajari dasar-dasar pengetahuan umum dan teknik-teknik. Ini merupakan suatu masa dimana anak bisa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan 4.1.1 Pelaksanaan Tindakan Siklus I A. Tahap Perencanaan Setelah diperoleh informasi pada waktu observasi, maka peneliti melakukan diskusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dimulai dari yang paling sederhana (komunikasi antar pribadi) hingga yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dimulai dari yang paling sederhana (komunikasi antar pribadi) hingga yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah usaha penyampaian pesan antar manusia. Penyampaian pesan tersebut dimulai dari yang paling sederhana (komunikasi antar pribadi) hingga yang kompleks

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Gandus terletak di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Kecamatan Gandus merupakan salah satu kawasan agropolitan di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tingkat kesukaan atau afektif merupakan salah satu komponen proses komunikasi massa yaitu efek. Efek adalah hasil yang dicapai dari usaha penyampaian pernyataan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dalam kehidupan bermasyarakat adalah interaksi atau komunikasi. Komunikasi memiliki peran yang sangat pnting pada era sekarang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pengambilan Contoh 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian mengenai perilaku penggunaan internet ini menggunakan desain cross sectional study dengan metode survey. Penelitian ini dilakukan di Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Penelitian ini membuktikan bahwa keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kedisiplinan anak dalam melaksanakan norma-norma sekolah, dalam hal ini adalah

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam proses perkembangan peserta didik. Pendidikan juga sebagai sebuah upaya untuk mempersiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah suatu hal yang keberadaannya sangat penting untuk saling berhubungan dengan orang lain. Seseorang yang memiliki komunikasi yang baik, ia akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam jenis program televisi yang dihadirkan ke hadapan penonton di seluruh Indonesia melalui layar kaca setiap harinya, membuat setiap stasiun televisi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan masyarakat. Media massa memberikan arti yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan masyarakat. Media massa memberikan arti yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Media massapada era informas iini seakan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Media massa memberikan arti yang sangat penting bagi masyarakat. Masyarakat

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN Program Tayangan Sepakbola Liga Inggris Terhadap Tindakan Menonton Di Kalangan Babes (Studi Korelasional Antara Program Tayangan Sepak Bola Liga Inggris Terhadap Tindakan Menonton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya pendidikan, manusia dapat merubah tingkah lakunya menjadi pribadi yang bermartabat

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN TUGAS RUMAH DENGAN HASIL BELAJAR IPS MATERI KOPERASI PADA SISWA KELAS IV SDN 14/1 SUNGAI BAUNG SKRIPSI

HUBUNGAN PEMBERIAN TUGAS RUMAH DENGAN HASIL BELAJAR IPS MATERI KOPERASI PADA SISWA KELAS IV SDN 14/1 SUNGAI BAUNG SKRIPSI HUBUNGAN PEMBERIAN TUGAS RUMAH DENGAN HASIL BELAJAR IPS MATERI KOPERASI PADA SISWA KELAS IV SDN 14/1 SUNGAI BAUNG SKRIPSI Oleh: AGUS HARDIANSAH NIM A1D109038 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK PADA KELUARGA BURUH BATIK DI DESA SEPACAR KECAMATAN TIRTO KABUPATEN PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK PADA KELUARGA BURUH BATIK DI DESA SEPACAR KECAMATAN TIRTO KABUPATEN PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK PADA KELUARGA BURUH BATIK DI DESA SEPACAR KECAMATAN TIRTO KABUPATEN PEKALONGAN Dari data-data yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditemukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sugihartono dkk, 2007:3-4), Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. Sugihartono dkk, 2007:3-4), Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan juga untuk mendidik generasi penerus untuk dapat melanjutkan pembangunan bangsa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi merupakan media penerima suara dan gambar bergerak yang dapat menjangkau khalayak dalam jumlah besar dan dalam waktu yang bersamaan. Penggunaan elemen

Lebih terperinci

ANGKET. A. Identitas Responden 1.Nama :... 2.Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

ANGKET. A. Identitas Responden 1.Nama :... 2.Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan 76 ANGKET Petunjuk Pengisian: Jawablah pertanyaan yang diajukan dengan mengisi titik-titik atau dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang anda pilih. No Kuesioner:... enumerator)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan salah satu unsur utama dalam segala kegiatan kehidupan manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Komunikasi sangat erat kaitannya dengan segala

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN LAMPIRAN KUESIONER KEMANDIRIAN Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan berbagai kemungkinan jawaban. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN TINGKAT KETERDEDAHAN

BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN TINGKAT KETERDEDAHAN 47 BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN TINGKAT KETERDEDAHAN 6.1 Keterdedahan Rubin (2005) mengartikan terpaan media sebagai suatu aktivitas khalayak dalam memanfaatkan atau menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm. viii. 1 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: Lkis, 2001),

BAB I PENDAHULUAN. hlm. viii. 1 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: Lkis, 2001), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena modern yang terjadi di awal millennium ketiga ini yang lebih popular dengan sebutan globalisasi memberikan perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak akan lepas

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak akan lepas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak akan lepas dari pendidikan, karena pendidikan berfungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak kalangan. Perdebatan mengenai batasan antara nilai-nilai moral

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak kalangan. Perdebatan mengenai batasan antara nilai-nilai moral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Topik mengenai masalah seksualitas, erotika dan pornografi belakangan ini kembali menarik perhatian dan menjadi bahan perbincangan oleh banyak kalangan. Perdebatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Karakteristik Responden Menurut Usia. responden adalah 9 tahun dan tertinggi 15 tahun. Selanjutnya distribusi

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Karakteristik Responden Menurut Usia. responden adalah 9 tahun dan tertinggi 15 tahun. Selanjutnya distribusi BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Karakteristik Responden 1. Karakteristik Responden Menurut Usia Karakteristik responden menurut usia diperoleh data usia terendah responden adalah 9 tahun dan tertinggi

Lebih terperinci