Economic Rent Analysis of Timber Estate Log Production in Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

III METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan

III. METODOLOGI PENELITIAN

APLIKASI MODEL ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI

IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

372 ZIRAA AH, Volume 41 Nomor 3, Oktober 2016 Halaman ISSN ELEKTRONIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

ANALISI KELAYAKAN FINANSIAL USAHA AGROINDUSTRI TAHU STUDI KASUS DI KELURAHAN LABUH BARU BARAT KECAMATAN PAYUNG SEKAKI KOTA PEKANBARU

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

BAB 2 DASAR TEORI. Studi mengenai aspek teknis dan produksi ini sifatnya sangat strategis, sebab

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia

Analisis kelayakan finansial perluasan tambak budidaya udang vaname di Cantigi Indramayu

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

Bab IV Pengembangan Model

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

Kelayakan Finansial Budidaya Jamur Tiram di Desa Sugihan, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

III. METODE PENELITIAN

PERHITUNGAN VALUE AT RISK (VaR) DENGAN SIMULASI MONTE CARLO (STUDI KASUS SAHAM PT. XL ACIATA.Tbk)

ANALISIS FINANSIAL PENGOLAHAN SURIMI DENGAN SKALA MODERN DAN SEMI MODERN. Financial Analysis of Surimi Processing by Modern and Semi-Modern Scale

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014

KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI PABRIK KELAPA SAWIT DI KABUPATEN ACEH UTARA. Asrida Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Almuslim ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

KELAYAKAN PENGUSAHAAN PALA DI JAWA BARAT

BAB II LANDASAN TEORI. Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau

PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Studi pada karyawan tetap PT PG Tulangan Sidoarjo)

JIIA, VOLUME 5 No. 2, MEI 2017

Gambar 2. Letak Geografis Kota Tangerang

STUDI KELAYAKAN FINANSIAL PUPUK ORGANIK RESIDU BIOGAS DARI DIVERSIFIKASI USAHA TERNAK

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

KELAYAKAN INDUSTRI KERUPUK JAMUR TIRAM DI KABUPATEN BOGOR ABSTRACT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

Oleh : Debrina Puspita Andriani Teknik Industri Universitas Brawijaya /

KAJIAN KELAYAKAN FINANSIAL PENGEMBANGAN ANGKUTAN WISATA DI KOTA DENPASAR

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB 2 LANDASAN TEORI

3 METODE PENELITIAN. Gambar 5 Peta lokasi penelitian. PETA PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH JAYA. Lokasi sampel. Lokasi Penelitian

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond

PENGARUH GAJI, UPAH, DAN TUNJANGAN KARYAWAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. XYZ

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg

Bab 2 Landasan Teori

JIIA, VOLUME 4 No. 1, JANUARI 2016

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGEMBANGAN JENIS DIPTEROKARPA DENGAN SISTEM TEBANG PILIH TANAM INDONESIA & S.

1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud, Tujuan, Manfaat dan Sasaran 1.3. Ruang Lingkup Kegiatan 1.4. Sistematika Penulisan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Pengumpulan Data 3.3 Pengolahan dan Analisis Data Analisis catch per unit effort

ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN UMUM BUS ANTAR KOTA REGULER DI TERMINAL ARJOSARI

BAB II MATERI PENUNJANG. 2.1 Keuangan Opsi

JIIA, VOLUME 2 No. 2, APRIL Yunica Safitri, Zainal Abidin, Novi Rosanti ABSTRACT

ANALISIS ECONOMIC ENGINEERING PADA INVESTASI HOTEL GRAND CENTRAL KOTA PEKANBARU. Arifal Hidayat

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI

20 Peneliian ini berujuan merumuskan sraegi pada model pengelolaan yang cocok unuk keberlanjuan perikanan angkap di daerah ersebu. Daa yang diambil be

BAB 2 LANDASAN TEORI

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH)

JIIA, VOLUME 5 No. 2, MEI 2017

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja

Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga - Bogor

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL BUDIDAYA IKAN NILA WANAYASA PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA MEKARSARI

Transkripsi:

ANALISIS PUNGUTAN RENTE EKONOMI KAYU BULAT HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI INDONESIA Economic Ren Analysis of Timber Esae Log Producion in Indonesia Oleh/By: Transoo Handadhari, Achmad Sumiro, Sofyan P. Warsio dan/and Sri Widodo Absrac The low of governmen revenues from log produced of imber esaes is caused by he slow of imber esae developmen as well as he weakness of economic ren sysem implemenaion. Policy o decrease he use of naural fores logs, and o develop imber esaes in he fuure, should consider o review he economic ren sysem. Absrak Rendahnya perolehan punguan kayu bula huan anaman indusri, di samping karena lambanya pembangunan huan anaman, juga dikarenakan sisem pemunguan rene ekonomi yang lemah. Kebijakan pengurangan produksi kayu bula huan alam, dan rencana pembangunan huan anaman ke depan mendorong perlunya dilakukan perbaikan sisem punguan rene ekonomi kayu bula huan anaman. Kaa Kunci (Keywords): huan anaman (imber esae), keunungan usaha (profiabiliy), punguan kayu bula (log charges) dan rene ekonomi (economic ren). I. LATAR BELAKANG Huan Indonesia seluas 120,35 jua hekar aau sekiar 62,6% dari luas daraan Indonesia, elah mengalami deforesasi dan degradasi yang cukup besar. Deforesasi mencapai sekiar 1,6 jua hekar per ahun pada periode 1985-1997, dan meningka menjadi 2,83 jua hekar per ahun pada periode 1997-2000 anara lain akiba erjadinya kebakaran huan dan lahan seluas 9,7 jua hekar ahun 1997. Keersediaan volume kayu egak (sanding sock) semua jenis di huan produksi (HP, HPT, HPK) berdiameer di aas 50 cm yang pada ahun 1995 diaksir mencapai angka 8.851,7 jua meer kubik, dianaranya erdapa 2.059,9 jua m 3 kayu jenis komersiil, pada ahun 2000 dinyaakan 1

menurun menjadi 3,95 miliar m 3 unuk seluruh sok kayu egak semua jenis di huan produksi berdiameer 50 cm ke aas, menurun cukup ajam sebesar 55,38% (Dijen Inag, 1994; Badan Planologi Kehuanan dan Perkebunan, 2000; Handadhari, 2000). Selanjunya, unuk merehabiliasi huan rusak, sera memperahankan dan meningkakan penyediaan bahan baku kayu bula, pemerinah mulai ahun 1985-an mengembangkan huan anaman melalui sisem hak pengusahaan huan anaman indusri (HPHTI), dikukuhkan berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1990. Namun, berdasarkan daa Dijen Pengusahaan Huan (1997) program pembangunan HTI mulai ahun 1984 sampai 1996 di aas baru mampu membangun huan anaman sekiar 1,2 jua ha dari oal arge seluas 6,25 jua hekar yang dieapkan unuk dibangun sampai dengan ahun 2000. Berdasarkan daa Direkora Bina Pengembangan Huan Tanaman (2001), sampai dengan Agusus 2001 realisasi anaman HTI baru mencapai angka seluas 1.987.628 hekar. Tidak berhasilnya pencapaian arge pembangunan HTI sera rendahnya produksi kayu bula asal HTI yang masih berflukuasi sebesar 4,83 jua m 3 pada ahun 1999/2000, urun menjadi 3,78 jua m 3 pada ahun 2000, naik menjadi sebesar 5,6 jua m 3 pada ahun 2001, 4,16 jua meer kubik ahun 2002 (Direkora Bina Produksi Kehuanan, 2002), menyebabkan konribusinya erhadap pasokan indusri pengolahan kayu ahun 2001 baru sebesar 1,5% dari oal pasokan kayu bula yang ercaa (ITTO, 2001). Punguan erhadap kayu bula HPHTI dieapkan dalam benuk provisi sumberdaya huan (PSDH) dengan arif sekiar Rp. 3.500,- per m 3 jumlahnya juga relaif sanga kecil. Reribusi daerah dan punguan-punguan erhadap produksi log eks HPHTI bervariasi anara Rp. 1.000,- per m 3 (Sumsel) sampai sebesar raa-raa Rp. 5.520,- per m 3 (Kalim), dengan raa-raa erimbang Rp. 1.743,91,- per m 3. Pembaasan produksi kayu bula huan alam akiba elah berkurangnya poensi egakan sera rencana pengembangan luas huan anaman mendorong dilakukannya perbaikan sisem punguan yang mampu memberikan pendapaan pemerinah secara proporsiaonal. Peneliian ini dimaksudkan unuk mengeahui ingka keunungan usaha rill HPHTI dan permasalahan-permasalahannya sebagai bahan perimbangan peneapan punguan rene ekonomi kayu bula produksi HPHTI yang lebih rasional, dan pedoman pengembangan huan anaman lebih lanju. 2

II. METODE PENELITIAN A. Sasaran Peneliian Peneliian dilakukan pada pengusahaan HPHTI jenis anaman akasia di seluruh Indonesia dengan beberapa sampel dieapkan pada HPHTI wilayah Riau, Jambi, Kalsel, Kalim sebanyak 9 uni sampel HPHTI yang memiliki ingka manajemen yang baik, yang dipanen pada ahun 2002. B. Jenis Daa Daa yang diambil berupa daa luas huan anaman, hasil produksi kayu bula, angka riil pembiayaan dan penjualan hasil produksi, jenis dan jumlah punguan. C. Meode Analisis Uji analisis erhadap punguan produk kayu bula HPHTI dilakukan dengan menganalisis perolehan keunungan pengusaha huan anaman yang wajar, sebagai bahan memperimbangkan besarnya perolehan punguan rene ekonomi milik pemerinah sera kebijakan peneapan punguan rene ekonomi pada pengusahaan huan anaman, sebagai beriku. (1) Menghiung dan Menganalisis Perolehan Keunungan Bersih Pengusahaan Huan Tanaman 1.1 Meneapkan Formula Perhiungan Nilai Bersih Pengusahaan Huan Tanaman Langkah penghiungan nilai perolehan bersih pengusahaan huan anaman dilakukan dengan menghiung seluruh beban inpu pembiayaan dan perolehan hasil pengusahaan berdasarkan srukur dan aa wakunya masing-masing selama waku daur anaman sampai dengan penjualan hasil produksi kayu bula dengan cara menggunakan compounding formula. Maka berdasarkan asumsi bahwa: 1) Penghasilan riil dari usaha huan anaman diperoleh pada masa anam sampai akhir daur; 2) Blok ebangan merupakan peak/anakpeak/bagian dari sau uni pengusahaan huan anaman; 3

3) Masing-masing blok aau peak/anak peak anaman memiliki luas yang dapa berbeda-beda; 4) Masing-masing blok aau peak/anak peak anaman memiliki anaman seumur dan idak selalu sejenis; 5) Volume raa-raa per hekar masing-masing egakan seumur dalam sau blok/peak/anak peak relaif sama; 6) Panenan kayu bula dilakukan dengan sisem ebang habis; 7) Biaya manajemen umum pengusahaan huan anaman seiap ahun relaif eap; 8) Seluruh pajak dan punguan ermasuk dalam pembiayaan pengusahaan huan anaman, dieapkan penggunaan formula sebagai beriku (Handadhari, 2003). NRh r r ( r ) + 1 I (1 + i) { ( l * A / L) = S = = S k l * ( j= 0 (1 + i) Vj) ( r ) + 1 + r = S C j (1 + i) ( r ) + 1 }... (1) di mana: NR h = Jumlah perolehan bersih pengusahaan huan anaman di lahan kawasan huan oleh pihak III yang diperoleh pada ahun ebang (Rp/ m 3 ). I = Pendapaan pengusahaan huan anaman pada ahun ke, mulai dari ebang penjarangan sampai panen pada akhir daur (Rp.). l = Luas lahan ebangan (hekar). L = Luas seluruh areal huan anaman (hekar). A = Biaya manajemen seiap ahun, merupakan biaya raa-raa unuk seluruh kegiaan pengelolaan huan anaman (Rp.). C j = Toal biaya pengeluaran masing-masing jenis kegiaan j pada ahun ke, melipui biaya persiapan, pengadaan bibi, penanaman, pemeliharaan, perlindungan, penebangan, pengangkuan dan penjualan hasil, sera biaya-biaya pembayaran punguan (Rp). i = Tingka bunga efekif bank (%). r = Umur ebang (ahun). S = Waku dimulainya persiapan penanaman, 1 aau 2 ahun erganung proyek. = Waku pelaksanaan proyek, sejak dimulainya persiapan ahun ke s sampai umur ebangan ( = -s, 0, 1, 2, 3..., r). V = Volume raa-raa kayu egak pada umur ebang (m³/hekar). 4

1.2 Analisis Keunungan Bersih Secara eoriis besarnya keunungan bersih pengusahaan huan anaman (Kh) diperoleh dengan mengurangkan jumlah nilai perolehan koor pengusahaan huan anaman dengan jumlah punguan rene ekonomi (PSDH maupun reribusi daerah) yang dibayarkan kepada pemerinah. Namun dalam peneliian ini pembayaran PSDH dan beban rene ekonomi lainnya elah masuk ke dalam srukur pembiayaan pengusahaan kayu bula, sehingga keunungan bersih pengusahaan kayu bula oleh pihak III ersebu sepenuhnya sama dengan nilai NR h (Kh = NR h ). Keunungan bersih selanjunya diperbandingkan dengan nilai kelayakan usaha menggunakan kaidah invesasi ekonomi berdasarkan krieria invesasi manfaa dan biaya (Gregory, 1987; Sumiro, 2000), yakni: Ne Presen Value (NPV); Benefi Cos Raio (B/C); dan Inernal Rae of Reurn (IRR). Berdasarkan nilai bersih ahun ke-0 pembiayaan (coss) dan pendapaan (benefis) pada ingka discoun rae i: C PV (cos s) =......... (2) n = 0 (1 + i) B PV ( benefis) =......... (3) n = 0 (1 + i) maka, (a) NPV = P V (benefi) - P V (cos) = B C n n = 0 (1 + i) = 0 (1 + i) = B C n = 0 (1 + i)... (4) PV ( Benefis) (b) B / C Raio =... (5) PV ( Coss) 5

di mana: (c) IRR adalah suku bunga i yang dihasilkan apabila PV (Benefis) sama dengan PV (Coss), aau NPV sama dengan Nol (NPV = 0). n B C NPV = = 0... (6) (1 + i) = 0 PV (Coss) = Nilai bersih pada ahun ke-0 aas seluruh pembiayaan yang erjadi pada ahun ke- berdasarkan discoun rae erenu i. PV (Benefis) = Nilai bersih pada ahun ke-0 aas seluruh pendapaan yang erjadi pada ahun ke- berdasarkan discoun rae erenu i. NPV = Perbedaan anara discouned revenues dan discouned expendiures pada ahun ke-0 berdasarkan ingka discoun rae erenu i. B/C = Perbandingan anara discouned revenues dan discouned expendiures pada pada ahun ke-0 berdasarkan ingka discoun rae erenu i. i = Tingka bunga efekif bank yang berlaku; dalam hal lain adalah Inernal Rae of Reurn (IRR) yang diperoleh apabila NPV= 0, yakni ingka suku bunga yang menggambarkan layak aau idak layaknya suau kegiaan ekonomi pengusahaan kayu bula dilakukan. B = Penghasilan pengusahaan kayu bula pada ahun ke. C = Pembiayaan pengusahaan kayu bula pada ahun ke. = Tahun kegiaan pengusahaan kayu bula (0, 1, 2,.. n). Tercaa ingka suku bunga raa-raa (nominal ineres rae) (R) ahun 1990-2002 adalah 19,39% per ahun, dan ingka inflasi (F/f) raa-raa sebesar 13,50%. Berdasarkan hal ersebu, suku bunga riil (real ineres rae) dapa dihiung dengan rumus (Boungiorno, 1987) sebagai beriku. R F i =... (7) 1 + f i = real ineres rae = 5,19%. 6

(2) Analisis Rene Ekonomi Kayu Bula Teoriis, jumlah rene ekonomi yang diperoleh pemerinah merupakan punguan PSDH dan punguan maupun beban pembiayaan pembangunan lainnya yang dibayarkan oleh pengusaha huan anaman yang seharusnya merupakan ugas dan anggung jawab pemerinah. Unuk pengusahaan HPHTI punguan rene ekonomi khususnya diwujudkan dalam benuk punguan PSDH yang dieapkan pemerinah dan punguan daerah berupa reribusi daerah erhadap volume produksi kayu. Daa punguan reribusi daerah yang arifnya berbeda-beda anar daerah besera punguan PSDH dihiung berdasarkan raaraa erimbang pada masing-masing sampel pengusahaan HPHTI yang diperoleh. 2.1 Analisis Rasio Rene Ekonomi dengan Nilai Keunungan berdasarkan Keunungan Konversi Pengusahaan Kayu Bula Dalam hal seluruh punguan pemerinah elah dimasukkan dalam srukur pembiayaan pembuaan huan anaman, maka nilai keunungan konversi (CR) adalah sama dengan nilai perolehan bersih pengusahaan kayu bula huan anaman (NR h ) diambah besarnya arif PSDH maupun reribusi daerah yang dibayarkan. Selanjunya berdasarkan asumsi bahwa: 1) Sebagian besar aau seluruh biaya dan modal menjadi anggungan pengusaha huan anaman; 2) Tidak selalu diperoleh keunungan dalam usaha huan anaman ersebu; 3) Resiko kegagalan dan kerugian sepenuhnya menjadi anggungan pengusaha huan anaman; 4) Keberhasilan membua huan anaman elah memberikan keunungan ekologis bagi pemerinah; 5) Perlu pembagian yang adil aas hasil keunungan, maka secara eoriis perlu dilakukan uji perhiungan besarnya perolehan pemerinah yang dikenakan erhadap pengusahaan huan anaman dalam beberapa skenario. Skenario dilakukan dalam peneapan besarnya rasio sebesar anara rene ekonomi yang diperoleh pemerinah dengan keunungan pengusaha dieapkan sebagai beriku. (1) Rene Ekonomi : Keunungan Pengusaha = 40 : 60 7

Diasumsikan merupakan nilai disribusi perolehan penghasilan dari pengusahaan hasil huan kayu bula huan alam yang elah memberikan insenif invesasi bagi pengusaha kayu bula. (2) Rene Ekonomi : Keunungan Pengusaha = 50 : 50 Diasumsikan merupakan nilai disribusi perolehan penghasilan dari pengusahaan hasil huan kayu bula huan alam yang wajar dan modera. III. HASIL ANALISIS A. Analisis Nilai Penghasilan Pengusahaan Kayu Bula dan Rene Ekonomi Milik Pemerinah Berdasarkan sampel biaya produksi kayu bula huan anaman sisem HPHTI yang dianalisis dari daa primer diperoleh hasil sebagai beriku. (1) Nilai Penghasilan Pengusahaan Kayu Bula Sisem HPHTI 1.1 Srukur dan Taa Waku Pembiayaan Srukur pembiayaan HPHTI erdiri aas pembiayaan manajemen, pengadaan bibi, persiapan lapangan, penanaman, pemeliharaan, penebangan kayu, pengangkuan hasil kayu, dan biaya lain-lain. Punguan rene ekonomi pemerinah khususnya diwujudkan dalam benuk punguan PSDH dan reribusi daerah erhadap produksi kayu bula. Pajak-pajak, ermasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan punguan langsung perusahaan dimasukkan ke dalam srukur biaya manajemen aaupun biaya lain-lain. Pembiayaan pembuaan huan anaman jenis akasia (Acasia mangium) dimulai pada ahun ke 1 sampai dengan umur daur ahun ke 8. Pembiayaan ahun ke 1 khususnya dilakukan unuk pengadaan bibi dan persiapan lapangan. Pemeliharaan anaman dilakukan pada ahun perama seelah anam sampai dengan ahun ke 5. Penebangan dan pengangkuan hasil, sera pembayaran punguan rene ekonomi dan lainnya dilakukan pada ahun seelah pemanenan. 1.2 Nilai Inpu Biaya Produksi pada Harga Sekarang Raa-raa kumulaif inpu oal biaya lapangan pada ahun-ahun bersangkuan unuk pembuaan anaman akasia sampai dengan umur masak ebang selama daur 8 ahun sebesar Rp 9.614.668,- per hekar aau raa-raa Rp 57.955,65- per m 3 dalam posisi 8

egak di lapangan. Biaya unuk kegiaan penebangan kayu bula pada ahun ke 8 bervariasi erganung jumlah hasil produksinya per hekar. Diperoleh raa-raa kumulaif biaya ebang sebesar Rp 16.601,12,- per m 3, dan biaya raa-raa angkuan menuju lokasi konsumen raa-raa sebesar Rp 70.716,70,- per m 3. Jumlah seluruh biaya sampai lokasi konsumen yang dikeluarkan mulai ahun 1 sampai dengan ahun ke 8 ersebu berdasarkan nilai komponding (compounding value) pada ingka bunga riil 5,19% pada saa ahun panen adalah sebesar Rp 162.043,64 per m 3. 1.3 Nilai Oupu Perolehan Pengusahaan Kayu Bula pada Harga Sekarang Perolehan pengusahaan kayu bula sisem HPHTI diwujudkan dalam jumlah produksi kayu bula per hekar dan sauan harga jual yang dapa dicapai. Sebagai conoh, PT RAPP di Riau memiliki kemampuan memproduksi kayu bula eringgi sebesar raa-raa 232 m 3 per hekar, sedangkan PT Inhuani III di Tanah Lau Kalimanan Selaan hanya mampu menghasilkan produk kayu bula raa-raa 50 m 3 per hekar. Raa-raa kumulaif erimbang produksi kayu bula HPHTI adalah sebesar 165,89 m 3 per hekar. Harga kayu bula jenis akasia yang diproduksi umumnya bervariasi pada seiap daerah penghasil, yakni anara Rp 150.000,- sampai Rp 266.615,- per m 3 di lokasi konsumen kayu bula, dan raa-raa erimbang penerimaan HPHTI per hekar Rp 34.979,09 ribu aau Rp 210.857,13 per m 3. 1.4 Nilai Keunungan Pengusahaan Kayu Bula pada Harga Sekarang Berdasarkan perhiungan menggunakan rumus NRh/nilai kompounding pengusahaan huan anaman pada ingka bunga riil sebesar 5,19% per ahun, diperoleh nilai raaraa kumulaif keunungan dari penjualan kayu bula di lokasi konsumen sebesar Rp 59,75 ribu per m 3, aau 36,87% dari oal biaya yang dikeluarkan, sera 25,9% dari nilai harga jual kayu bula Rp 221.787,2 per m 3 di lokasi konsumen. Terinci pada Tabel 1. T 9

Tabel 1. Hasil Analisa Finansial Keunungan Pengusahaan Kayu Bula Sisem HPHTI Tahun 2001/2002 (x Rp.1.000,-) pada Tingka Bunga Efekif 5,19% No Perusahaan Luas Tebangan (Ha) Raa-raa Produksi Kayu per Ha (m3/ha) r = s A B C D E I (1 + i) ( r ) + 1 r = s A ( lx ) (1 + i) L ( r ) + 1 r ( r ) + 1 C j (1 + i) lx V j NR h = s 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Keerangan 1. PT. Inhuani III (Kaleng) 2. PT ITCI HM (Kalim) 3. PT HRB (Kalsel) 4. PT MHP (Sumsel) 5. PT Kirana Rimba (Kalsel) 6. PT TRH (Kalim) 7. PT WKS (Jambi) 8. PT Arara Abadi (Riau) 9. PT RAPP (Riau) 1.000,00 50,00 7.889,25 1.353,94 7.361,68 50,00-16,53 1. NR h merupakan nilai keunungan 1.619,44 114,00 26.981,24 400,76 10.872,04 114,00 137,79 bersih pengusahaan kayu bula 13.000,00 150,00 31.294,03 113,50 15.963,50 150,00 101,45 Huan Tanaman sisem HPHTI 14.500,00 150,00 31.557,00 1.482,64 22.542,12 150,00 50,21 (Rp.1.000,-/m3) 500,00 72,00 16.662,10 583,85 11.096,28 72,00 69,19 2. Biaya manajemen dan Biaya lain-lain 6.273,09 91,18 22.054,72 132,58 13.060,52 91,18 97,19 konsan 4.864,00 152,00 42.628,75 2.287,17 20.216,56 152,00 132,40 9.800,00 179,00 50.137,13 2.925,54 32.326,13 179,00 83,16 16.519,00 232,00 52.712,81 18.608,86 23.894,32 232,00 44,01 Raa-raa kumulaif 7.563,95 165,90 36.794,51 5.483,54 21.397,88 165,90 59,75 Sumber: Olahan Daa Lapangan, 2002. 10

Berdasarkan kajian angka-angka sampel HPHTI ersebu, fakor uama yang menyebabkan unung aau ruginya pengusahaan kayu bula huan anaman ersebu adalah jumlah produksi kayu bula (m 3 per hekar) yang dihasilkan dan harga jual kayu bula di lokasi konsumen, di samping hal-hal lainnya khususnya menyangku efisiensi manajemen perusahaan. Adanya hubungan anara produsen kayu bula HTI dengan konsumen yang umumnya berupa pabrik pulp & paper yang menyebabkan adanya ikaan konrak pembelian dan peneapan harga yang layak membanu perusahaan HTI memperoleh laba. Kenyaaan lapangan menunjukkan bahwa perusahaan HPHTI yang idak memiliki ikaan pasar yang kua dengan indusri perkayuan cenderung berpoensi merugi karena harga jual egakan kayu akasia di lapangan relaif rendah, erlebih lagi apabila jumlah produksi kayu per hekar juga rendah, di bawah 100 m 3 per hekar. (2) Punguan Rene Ekonomi pada Pengusahaan Kayu Bula Sisem HPHTI Punguan rene ekonomi pada pengusahaan kayu bula HPHTI berupa PSDH dan punguan reribusi daerah. Jumlah punguan PSDH relaif kecil yakni raa-raa kumulaif erimbang sebesar Rp 3.590,46,- per m 3. Kecilnya jumlah punguan PSDH ersebu berkaian dengan rendahnya harga paokan penjualan kayu bula eks HTI yang erakhir dieapkan melalui SK Meneri Perindusrian dan Perdagangan Nomor 510/MPP/Kep/6/2002, yakni Rp 27.800,- per m 3 unuk jenis Acasia mangium dan Rp 17.000,- per m 3 unuk jenis Albisia (sengon). Padahal harga lapangan jenis akasia, 11

meskipun masih relaif rendah, adalah sekiar Rp 75.000,- per m 3, sedangkan harga kayu sengon di lapangan agak lebih rendah sediki. Besarnya reribusi daerah erhadap produksi kayu bula eks HPHTI bervariasi anara Rp 1.000,- per m 3 (PT MHP-Sumsel) sampai sebesar raa-raa Rp 5.520,- per m 3 (PT TRH-Kalim), dengan raa-raa erimbang Rp 1.743,91,- per m 3. Rasio nilai perhiungan punguan rene ekonomi kayu bula erhadap nilai keunungan pengusahaan HPHTI ahun 2002 erhiung 8,58 : 91,42. Hasil perhiungan rasio ersebu menunjukkan bahwa pemerinah pemerinah memungu rene ekonomi kayu bula huan anaman HPHTI erlalu kecil. Apabila pembagian keunungan bersih pengusahaan HPHTI 50 : 50 dianggap modera, maka erdapa poensi unuk menaikkan jumlah punguan sebesar Rp 27.069,39,- per m 3 produksi kayu bula akasia pada ahun 2002 ersebu. Namun, kebijakan menaikkan punguan rene masih sanga erganung hasil analisis finansial keunungan pengusaha, dan kebijakan insenif/susidif yang perlu diberikan erhadap pengusaha huan anaman. B. Analisis Keunungan Finansial Pengusahaan Kayu Bula Sisem HPHTI Analisis keunungan finansial pengusahaan kayu bula sisem HPHTI dengan menggunakan analisis krieria invesasi menghasilkan angka-angka sebagai beriku. (1) Analisis B/C Raio (B/CR) Hasil perhiungan analisis B/C Raio (B/CR) yang dilakukan erhadap pengusahaan kayu bula HPHTI menunjukkan bahwa dengan menggunakan ingka bunga efekif sebesar 5,19%, raa-raa kumulaif nilai B/CR ercapai sebesar 1,258 sediki lebih besar dari angka 1 (sau), memberikan kesimpulan semenara bahwa pengusahaan kayu bula HPHTI ergolong memiliki keunungan yang cukup, layak usaha, kecuali HPHTI PT Inhuani III yang memiliki ingka B/CR 0,947. (2) Analisis Ne Presen Value (NPV) Hasil perhiungan Ne Presen Value (NPV) yang dilakukan erhadap pengusahaan kayu bula HPHTI menunjukkan bahwa dengan menggunakan discoun rae ingka bunga riil sebesar 5,19%, nilai NPV erhiung raa-raa sebesar 8.186,61 (dalam rupiah) per m 3 produksi kayu bula lebih besar dari angka 0 (nol). 12

Dari seluruh sampel, PT Inhuani III memiliki NPV negaif sebesar -412,54, idak layak usaha. Simulasi menggunakan discoun rae sebesar ingka bunga nominal 19,39% bahkan menunjukkan nilai NPV pengusahaan kayu bula HPHTI ersebu diperoleh sebesar 316,58 (minus). Dari perhiungan NPV pada ingka bunga diskono 5,19% perusahaan HPHTI yang mampu meraih nilai NPV posiif (Rp) adalah HPHTI PT ITCI sebesar 9.037,49; PT HRB sebesar 8.731,30; PT MHP sebesar 4.376,45; PT Kirana Rimba sebesar 2.887,92; PT TRH sebesar 5.131,42; PT WKS 11.744,54; PT Arara Abadi sebesar 9.117,04 dan PT RAPP sebesar 6.745,97 per m 3 produksi kayu bula. (3) Analisis Inernal Rae of Reurn (IRR) Hasil perhiungan analisis invesasi menunjukkan bahwa nilai raa-raa kumulaif Inernal Rae of Reurn (IRR) yang diperoleh pengusahaan kayu bula seluruh sampel HPHTI adalah sebesar 18%. Angka IRR raa-raa ersebu berada jauh di aas bunga efekif raa-raa 5,19% yang digunakan dalam peneliian ini. Dari seluruh sampel yang dielii, PT Inhuani III ercaa memiliki angka IRR sebesar 1%, berada jauh di bawah ingka bunga riil 5,19% yang berlaku. Perusahaan HPHTI lainnya memiliki angka IRR di aas ingka bunga efekif 5,19%. Resume hasil perhiungan analisis keunungan finansial pengusahaan kayu bula sisem HPHTI dengan menggunakan analisis krieria invesasi seperi pada Tabel 2. Tabel 2. Resume Hasil Perhiungan Raa-raa Kumulaif Keunungan Pengusahaan Hasil Huan Kayu Bula Sisem HPHTI Tahun 2002 berdasarkan Meode Analisis Krieria Invesasi (Invesaion Crieria Mehods) Nilai Analisis Keunungan Tingka Bunga B/CR NPV *) IRR (%) 5,19% 1,258 8.186,61 18% Sumber: Olahan Daa Lapangan Tahun 2002. Keerangan *) dalam ribuan rupiah 13

Berdasarkan hasil perhiungan yang diperoleh dari beberapa analisis keunungan yang dilakukan, pengusahaan kayu bula sisem HPHTI pada dasarnya dinilai layak usaha. Di sisi lain jumlah punguan rene ekonomi pemerinah yang dieapkan berdasarkan cara ad valorem charge dalam benuk PSDH maupun ambahan punguan reribusi daerah di beberapa kabupaen/koa relaif sanga kecil dibandingkan ingka harga jual kayu bula di lapangan. IV. KESIMPULAN A. Dari HPHTI sampel, jenis anaman Acasia mangium dan daur 8 ahun, diperoleh hasil analisis bahwa dengan menggunakan fakor diskon 5,19% per ahun pengusahaan HPHTI ahun pemanenan 2002 memiliki keunungan usaha yang cukup baik, yakni Rp 59,75 ribu per m 3 aau sekiar 36,87% dari biaya produksi yang dikeluarkan. B. Berdasarkan analisis keunungan menggunakan krieria invesasi dengan diskon fakor ingka bunga riil 5,19% raa-raa kumulaif nilai B/CR ercapai sebesar 1,258 lebih besar dari angka 1 (sau) aau layak usaha. Nilai NPV pada ingka diskon 5,19% erhiung raa-raa sebesar 8.186,61 (dalam rupiah) per m 3 produksi kayu bula, menyimpulkan bahwa pengusahaan kayu bula HPHTI masih layak usaha. Raa-raa kumulaif nilai IRR yang diperoleh dari pengusahaan kayu bula seluruh sampel HPHTI adalah sebesar 18%. Angka IRR raa-raa ersebu memang nampak lebih kecil dibandingkan ingka bunga nominal raa-raa yakni 19,39%, namun masih jauh di aas raa-raa bunga riil 5,19% yang digunakan. Pengusahaan HPHTI ahun panen 2002 ersebu dianggap layak usaha. C. Tingka keunungan HPHTI ersebu sanga dipengaruhi oleh inggi rendahnya produksi kayu bula, yang dalam peneliian ini ercaa hanya mencapai raa-raa sebesar 165,89 m 3 per hekar, sera harga penerimaan kayu bula di lokasi konsumen yang bervariasi anara Rp 150.000,- sampai Rp 266.615,-per m 3. Harga jual eringgi kayu bula HPHTI diperoleh oleh perusahaan huan anaman yang memiliki keerkaian usaha dengan konsumen indusri pengolahan kayu, khususnya pulp & paper. 14

D. Nilai jumlah punguan PSDH dan punguan daerah raa-raa sebesar Rp 5.611,22,- per m 3 relaif kecil erhadap nilai keunungan usaha sebesar Rp 59,75 ribu per m 3 pada ingka bunga riil 5,19% ersebu. Terhiung rasio besarnya punguan rene ekonomi erhadap keunungan perusahaan sebesar 8,58 : 91,42. Apabila digunakan rasio yang wajar adalah 50 : 50 dianggap modera, maka erdapa poensi menaikkan jumlah punguan sebesar Rp 27.069,39,- per m 3 pada ahun 2002 ersebu. E. Kebijakan menaikkan punguan rene ekonomi kayu bula HPHTI disesuaikan dengan kebijakan insenif/subsidif yang perlu diberikan erhadap pengusaha huan anaman. Punguan reribusi daerah di samping idak memiliki dasar perhiungan yang epa dan idak seragam, dianggap berpoensi memberakan sehingga menjadi fakor yang perlu diinjau ulang disesuaikan dengan perauran yang berlaku dan efekivias pelayanan pemerinah. DAFTAR PUSTAKA Badan Planologi Kehuanan dan Perkebunan. 2000. Rekalkulasi Areal Huan Produksi, Huan Lindung dan Kawasan Konservasi Tahap-1. Pusa Daa dan Perpeaan, Badan Planologi Kehuanan dan Perkebunan., Jakara, 2000. Direkora Bina Pengembangan Huan Tanaman. 2001. Dafar Realisasi Pembangunan Huan Tanaman sampai dengan Desember 2001. Jakara, Desember 2001. -------------------. 2002. Dafar Realisasi Pembangunan Huan Tanaman sampai dengan Desember 2002. Jakara, Desember 2002. Direkora Jenderal Bina Produksi Kehuanan. 2002. Realisasi Produksi Kayu Bula Nasional (m3) 5 Tahun Terakhir (1998/99 2002). Jakara. Direkora Jenderal Invenarisasi dan Taa Guna Huan. 1994. Foresed and No Foresed Area in Indonesia in 1994. Jakara. Direkora Jenderal Pengusahaan Huan. 1997. Daa Perkembangan Luas Huan Tanaman Indusri Sampai Dengan Tahun 1996. Jakara. Gregory, G. Robinson. 1987. Resource Economics for Foresers. John Wiley & ons, Inc. New York. 15

Handadhari, Transoo. 2000. Faamorgana Kayu Bula. Majalah Tropis, Edisi November 2000, Jakara. ---------------------------. 2003. Ekonomi Sumberdaya Huan. Dika Kuliah Ilmu Ekonomi Sumberdaya Huan unuk Program Pascasarjana Universias Lambung Mangkura. Banjarbaru. 2003 ITTO. 2001. Toward a Susainable Fores Managemen Sraegy for Indonesia. Jakara. Joseph Buongiorno. 1987. Fores Managemen and Economics. Madison, USA. 1997. Sumiro, Achmad. 2000. Analisa Invesasi Penanaman Huan. Bahan Kuliah Ekonomi Kehuanan. Yayasan Pembina Fakulas Kehuanan UGM, Yogyakara. 16