Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Reflektor Gelombang 1 balok

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal

Persamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal

Pengantar Gelombang Nonlinier 1. Ekspansi Asimtotik. Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal

Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Pengantar Metode Perturbasi Bab 4. Ekspansi Asimtotik pada Persamaan Diferensial Biasa

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI-INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS

DASAR LAUT SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

Galat & Analisisnya. FTI-Universitas Yarsi

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

Triyana Muliawati, S.Si., M.Si.

BANK SOAL METODE KOMPUTASI

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

1 Pendahuluan pdp 2. 4 Persamaan Difusi Prinsip Maksimum Fungsi Green Metoda separasi variable, recall...

Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi

PAM 573 Persamaan Diferensial Parsial Topik: Metode Beda Hingga pada Turunan Fungsi

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI- INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30)

PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN GELOMBANG AIR DANGKAL LINIER 1D MENGGUNAKAN METODE VOLUME HINGGA SKRIPSI OLEH LIA IZZATUN NIKMAH NIM.

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

Reflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok

PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit

Modul Praktikum Analisis Numerik

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

NOISE TERMS PADA SOLUSI DERET DEKOMPOSISI ADOMIAN DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ABSTRACT

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

CONTOH SOLUSI UTS ANUM

BAB I ARTI PENTING ANALISIS NUMERIK

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan

Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral

BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR

METODE FINITEDIFFERENCE INTERVAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN PANAS

PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN ADVEKSI DIFUSI 2-D UNTUK TRANSFER POLUTAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DUFORT FRANKEL

ASPEK STABILITAS DAN KONSISTENSI METODA DALAM PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA DENGAN MENGGUNAKAN METODA PREDIKTOR- KOREKTOR ORDE 4

Bab II Teori Pendukung

III PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3

BAB II STUDI PUSTAKA. Propagated wave area. Shallow water. Area of study. Gambar II-1. Ilustrasi Tsunami

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

BAB II LANDASAN TEORI

PEMBUKTIAN RUMUS BENTUK TUTUP BEDA MUNDUR BERDASARKAN DERET TAYLOR

Program Studi Pendidikan Matematika UNTIRTA. 10 Maret 2010

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar :

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR HOMOGEN DENGAN KOEFISIEN KONSTAN MENGGUNAKAN METODE ADAMS BASHFORTH MOULTON

PENYELESAIAN NUMERIK GELOMBANG AIR DANGKAL LINEAR ID DENGAN METODE LAX-FRIEDRICHS SKRIPSI OLEH ROWAIHUL JANNAH NIM

Hendra Gunawan. 26 Februari 2014

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah

LAPORAN AKHIR MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI

Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi dengan Metode Pemisahan Variabel

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TAHUN ANGGARAN 2016 SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN AIR DANGKAL PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG MELALUI MEDIA BERPORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

2.1 Pelinieran Model Matematik dengan Ekspansi Deret Taylor

PEMBUKTIAN BENTUK TUTUP RUMUS BEDA MAJU BERDASARKAN DERET TAYLOR

Analisa Numerik. Teknik Sipil. 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah. 3x 2 x 3 + 2x 2 x + 1, f (n) (c) = n!

Deret Binomial. Ayundyah Kesumawati. June 25, Prodi Statistika FMIPA-UII. Ayundyah (UII) Deret Binomial June 25, / 14

Penerapan Metode Beda Hingga pada Model Matematika Aliran Banjir dari Persamaan Saint Venant

II. TINJAUAN PUSTAKA. iterasi Picard di dalam persamaan diferensial orde pertama, perlu diketahui

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi

Transkripsi:

Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik multiple-scale. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation) Persamaan air dangkal terdiri dari persamaan yang menyatakan hukum kekekalan massa dan persamaan yang menyatakan hukum kekekalan momentum. Kedua persamaan inilah yang mengaturaliran fluida. Sesuai dengan namanya, persamaan air dangkal hanya berlaku untuk medium fluida (air) yang dangkal. Pengertian air dangkal di sini berarti bahwa gelombang air yang diamati memiliki panjang gelombang yang cukup besar jika dibandingkan dengan kedalamannya. Apabila suatu domain air kedalamannya kurang dari sepersepuluh panjang gelombangnya maka domain tersebut tergolong ke dalam air yang dangkal atau h λ 1. Persamaan air 10 dangkal juga sering digunakan untuk mempelajari gelombang tsunami dan gelombang di atmosfir. Perhatikan lapisan fluida di atas dasar tidak rata z = h(x). Aliran fluida di 6

sini memenuhi persamaan air dangkal linier (SWE linier), yaitu η t = (h(x)u) x (2.1.1) u t = gη x dengan η(x, t) menyatakan simpangan permukaan air dari kondisi setimbang, u(x, t) menyatakan kecepatan partikel air dalam arah horizontal, dan g percepatan gravitasi. Gambar 2.1: Komponen-komponen persamaan SWE linier Persamaan air dangkal linier (2.1.1) dapat dituliskan ke dalam bentuk lain. Perhatikan persamaan (2.1.1), apabila persamaan pertama pada (2.1.1) diturunkan terhadap t dan persamaan kedua pada (2.1.1) diturunkan terhadap x, kemudian dengan mengeliminasi u tx dengan cara mensubtitusikan u tx = gη xx ke dalam persamaan η tt dapat diperoleh bentuk lain dari persamaan gelombang, yaitu η tt = g(h(x)η x ) x. (2.1.2) Demikian juga sebaliknya apabila persamaan pertama pada (2.1.1) diturunkan terhadap x dan persamaan kedua pada (2.1.1) diturunkan terhadap t, kemudian dengan mengeliminasi η tx dengan cara mensubtitusikan η tx = [h(x)u] xx ke dalam persamaan u tt dapat diperoleh persamaan gelombang dalam ekspresi yang berbeda, yaitu u tt = g(h(x)u) xx (2.1.3) 7

Dengan demikian persamaan SWE linier (2.1.1) ekivalen dengan persamaan gelombang (2.1.2) dan (2.1.3). 2.2 Metode Ekspansi Asimtotik Multiple-scale Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai metode ekspansi asimtotik dan variasinya yaitu Multiple-Scale Asymptotic Expansion untuk menyelesaikan persamaan diferensial. Selain itu, akan dijelaskan pula tentang perbedaan solusi yang dihasilkan keduanya yang merupakan alasan mengapa ekspansi asimtotik multiple-scale lebih baik daripada ekspansi asimtotik yang biasa pada contoh kasus yang diberikan. Definisi: 1. Fungsi-fungsi φ 1,φ 2,... membentuk barisan asimtotik, saat ε 0jikadan hanya jika φ n = o(φ m ) (2.2.1) saat ε 0untuksemuam dan n yang memenuhi m<n 2. Jika φ 1,φ 2,... adalah sebuah barisan asimtotik, maka f(ε) mempunyai suatu ekspansi asimtotik ke-n, yang berhubungan dengan barisan asimtotik sebelumnya, jika dan hanya jika m f = a k φ k (ε)+o(φ m ) untuk m =1,..., n (2.2.2) k=1 saat ε 0, dimana a k bebas terhadap ε. Dalam hal ini, dituliskan sebagai f a 1 φ 1 (ε)+a 2 φ 2 (ε)+... + a n φ n (ε) (2.2.3) saat ε 0. φ k disebut sebagai skala, atau ukuran, atau fungsi basis. Penyelesaian suatu persamaan diferensial dengan menggunakan metode ekspansi asimtotik diawali dengan mengasumsikan bahwa solusinya merupakan deret y 0,y 1,... dan diformulasikan sebagai y(ˆt) y 0 (ˆt)+εy 1 (ˆt)+ (2.2.4) 8

Berikut ini akan diberikan sebuah contoh masalah sederhana dimana metode asimtotik biasa gagal. Misalkan diberikan sebuah persamaan diferensial y + εy + y = 0 (2.2.5) dengan syarat awal y(0) = 0 dan y (0) = 1 (2.2.6) Selanjutnya akan dicari y(ˆt) yang memenuhi persamaan diferensial di atas. Dengan mensubtitusikan (2.2.3) ke dalam persamaan di atas, akan dihasilkan solusi y(ˆt) sin ˆt 1 2 εˆt sin ˆt. (2.2.7) Sebagai pembanding solusi eksak persamaan diferensial (2.2.4) adalah y(ˆt) = 1 1 ε2 /4 e εˆt/2 sin (ˆt 1 ε 2 /4) (2.2.8) Gambar 2.2: Kurva solusi eksak dan kurva solusi hasil ekspansi asimtotik dengan nilai ε =10 1. Perhatikan Gambar 2.2, solusi eksak dan solusi (2.2.6) hanya ekivalen untuk nilai ˆt yang kecil, tetapi untuk nilai ˆt yang cukup besar perbedaannya sangat besar. Dari kedua kurva solusi yang diberikan terlihat bahwa solusi eksak menuju nol saat t, sedangkan solusi hasil ekspansi asimtotik semakin menjauhi solusi eksak saat t. Ini menunjukkan bahwa ekspansi asimtotik tidak cocok untuk menyelesaikan 9

persamaan diferensial (2.2.4). Sebagai gantinya akan diterapkan metode Ekspansi Asimtotik Multiple-scale yang akan disajikan berikut ini. Perbedaan antara metode ekspansi asimtotik multiple-scale dengan metode ekspansi asimtotik biasa adalah pada metode ini variabel bebasnya menjadi dua buah yaitu variabel cepat dan lambat t = ˆt, dan t = εˆt (2.2.9) dengan penambahan variabel waktu ini, maka turunannya pun berubah menjadi d dˆt = t + ε t. (2.2.10) Hasil subtitusi persamaan di atas ke (2.2.4) dan (2.2.5) memberikan ( 2 t +2ε t t + ε 2 2 t )y + ε( t + ε t)y + y = 0 (2.2.11) dengan syarat awal y(0, 0) = 0 dan ( t + ε t)y(0, 0) = 1 (2.2.12) Sehingga ekspansinya menjadi adalah y(t, t) y 0 (t, t)+εy 1 (t, t)+ (2.2.13) Kemudian dengan mensubtitusikan ekspansi di atas ke (2.2.4) dan jika hanya melibatkan suku berorde O(1) dan O(ε), diperoleh ( 2 t +2ε t t + ε 2 2 t )(y 0 + εy 1 )+ε( t + ε t)(y 0 + εy 1 )+(y 0 + εy 1 ) = 0 (2.2.14) Persamaan di atas dapat dipisahkan berdasarkan suku-suku ε. Pertama, untuk orde O(1) : ( 2 t +1)y 0 = 0, dengan y 0 (0, 0) = 0, t y 0 (0, 0) = 1 dan solusi umumnya adalah y 0 (t, t) =a 0 ( t)sint + b 0 ( t)cost (2.2.15) Syarat awal y 0 (0, 0) = 0 dan t y 0 (0, 0) = 1 memberikan b 0 (0) = 0 dan a 0 (0) = 1. 10

Untuk mencari a 0 ( t) danb 0 ( t) digunakan komponen-komponen dari persamaan (2.2.13) yang berorde O(ε). Selanjutnya, dengan mensubtitusi (2.2.14) ke dalam persamaan O(ε) diperoleh 2 y 1 t 2 + y 1 =(2b 0 + b 0 )sint (2a 0 + a 0 )cost (2.2.16) Perhatikan bahwa ruas kanan (2.2.15) memuat suku-suku dengan frekuensi yang sama dengan solusi homogennya. Ini berarti bahwa akan terjadi resonansi, y 1 (t) untuk t. Agar dapat memperoleh solusi yang berhingga maka haruslah ruas kanan dari (2.2.15) menjadi nol, atau 2a 0 + a 0 = 0 (2.2.17) 2b 0 + b 0 = 0 (2.2.18) Kemudian dengan menggunakan hasil yang diperoleh pada pembahasan sebelumnya, yaitu a 0 (0) = 1 dan b 0 (0) = 0, maka kedua persamaan di atas mempunyai solusi a 0 ( t) =e t/2, b 0 ( t) =0. (2.2.19) Gambar 2.3: Kurva solusi eksak dan kurva solusi hasil metode ekspansi asimtotik multiple-scale dengan nilai ε =10 1. Jadi dengan ekspansi multiple-scale, solusi untuk persamaan diferensial (2.2.4) dengan syarat (2.2.5) adalah y e εˆt/2 sin ˆt. (2.2.20) 11

Perhatikan bahwa (2.2.20) hanya merupakan solusi berorde O(1) saja, tetapi sudah menghasilkan solusi hampiran yang cukup baik (lihat Gambar 2.2). Dengan demikian metode ekspansi asimtotik multiple-scale memberikan solusi hampiran yang jauh lebih baik dibandingkan dengan metode ekspansi asimtotik yang biasa. 2.3 Metode Beda Hingga (Finite Difference) Metode beda hingga (finite difference) merupakan salah satu metode untuk mengetahui karakteristik dari solusi persamaan differensial dengan teknik komputasi. Hal ini disebabkan karena banyak persamaan diferensial yang solusi eksaknya sukar dicari atau sebagai perbandingan untuk memeriksa kebenaran solusi eksaknya. Pada dasarnya metode ini mendekati suatu fungsi satu peubah u(x), dimana x = jδx, dengan nilai u j, j =1, 2,... dan Δx adalah lebar selang dari x (grid). u j u(x j ) Kemudian dari dua buah expansi deret Taylor masing-masing untuk u(x + Δx) dan u(x Δx) : u(x +Δx) =u(x)+u (x)δx + 1 2 u (x)(δx) 2 + 1 6 u (x)(δx) 3 + O(Δx) 4 u(x Δx) =u(x) u (x)δx + 1 2 u (x)(δx) 2 1 6 u (x)(δx) 3 + O(Δx) 4 diperoleh tiga buah hampiran untuk turunan pertama u (jδx) yaitu: 1. Hampiran Beda Mundur u (jδx) u j u j 1 Δx + O(Δx) (2.3.1) 2. Hampiran Beda Maju u (jδx) u j+1 u j Δx + O(Δx) (2.3.2) 12

Gambar 2.4: (a) Skema diagram beda mundur, FTBS (forward time backward space) (b) Skema diagram meda maju, FTFS (forward time forward space) (c) Skema diagram beda pusat, FTCS (forward time center space) 3. Hampiran Beda Pusat u (jδx) u j+1 u j 1 2Δx + O(Δx 2 ) (2.3.3) dengan akurasi masing-masing sebesar O(Δx), O(Δx) dano(δx 2 ). Selanjutnya, diperoleh hampiran beda pusat untuk turunan kedua, yaitu : dengan akurasi O(Δx 2 ). u (jδx) u j+1 2u j + u j 1 (Δx) 2 + O(Δx 2 ) (2.3.4) 13

Hal serupa berlaku pula untuk fungsi dua peubah u(x, t), pilih x = jδx dan t = nδt dengan t, n =1, 2,... sehingga u(x, t) dapat dituliskan sebagai u(x j,t n ) u n j. Maka hampiran beda maju untuk u t u dan adalah x u t un+1 j (jδx, nδt) u n j Δt + O(Δt) (2.3.5) u x (jδx, nδt) un j+1 u n j Δx + O(Δx) (2.3.6) Hal yang sama berlaku untuk hampiran beda mundur dan beda pusat, rumusnya dapat dituliskan seperti pada (2.3.1-2.3.4) baik untuk peubah x ataupun t. Dalam menggunakan metode beda hingga ada tiga hal yang harus diperhatikan agar solusi yang dihasilkan dapat diterima atau tidak, antara lain: kestabilan persamaan beda, kekonsistenan persamaan beda, dan kekonvergenan persamaan beda. Penjelasan mengenai masing-masing hal akan dijelaskan pada bagian yang terpisah berikut ini. 2.4 Kekonsistenan dan Kekonvergenan Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai konsep dari kekonsistenan dan kekonvergenan dari pendekatan metode beda hingga yang kemudian dilanjutkan dengan konsep kestabilan. Pendekatan dengan metode beda hingga memiliki dua jenis error, yaitu Global Truncation Error danlocal Truncation Error. Truncation error adalah error yang terdapat pada solusi hasil pendekatan numerik yang biasa diwakili oleh O(Δx) atau sejenisnya. Error seperti yang pada persamaan (2.3.1-6) termasuk ke dalam local truncation error. Sedangkan global truncation error merupakan error yang muncul pada solusi dari suatu persamaan diferensial sebagai efek kumulatif dari local truncation error. Error seperti ini sangat berpengaruh pada kestabilan, kekonsistenan, dan kekonvergenan dari skema suatu numerik, dalam pembahasan ini skema persamaan beda. 14

Kekonsistenan dan kestabilan secara tidak langsung mengarah pada kekonvergenan seperti yang telah didefinisikan oleh Lax. Kekonsistenan berarti bahwa, selama grid dari persamaan beda hingga (Δt, Δx 0), truncation error menuju nol. Dengan kata lain, model persamaan beda hingga yang digunakan mendekati persamaan diferensial partialnya atau perbedaan atara keduanya mendekati nol. Misalkan untuk persamaan difusi u t = u xx, u(x, 0) = φ(x) (2.4.1) dengan menggunakan skema beda maju untuk u t dan beda pusat untuk u xx,maka persamaan bedanya adalah u n+1 j u n j Δt = un j+1 2un j + un j 1 (Δx) 2 (2.4.2) Perhatikan truncation error untuk persamaan difusi (2.4.1) (u t u xx ) un+1 j u n j Δt + un j+1 2un j + un j 1 (Δx) 2 T.E (2.4.3) Jika TE (Truncation Error) menuju nol saat Δt, Δx 0 maka persamaan beda hingga yang digunakan konsisten dengan model persamaan diferensial parsialnya. Sebuah skema beda hingga dikatakan konvergen jika û n j u n j 0 (2.4.4) saat Δt, Δx 0. Di sini. merupakan norm, yang menyatakan selisih antara solusi eksak û(x, t) dengan solusi hasil komputasi u n j pada titik j, n. Terkadang syarat konvergen hanya dipenuhi untuk Δx dan Δt tertentu saja sedangkan untuk Δx dan Δt lainnya skema beda hingga menjadi tidak konvergen. Keadaan seperti ini sering disebut sebagai konvergen bersyarat. 2.5 Analisa Kestabilan von Neumann Metode beda hingga tidak menghasilkan sebuah fungsi û(x) sebagai aproksimasi dari fungsi u(x). Akan tetapi metode ini menghasilkan deretan nilai-nilai u j di setiap 15

titik x j. Deretan nilai-nilai inilah yang membentuk solusi aproksimasi dari fungsi u(x) dan grafik inilah yang selanjutnya disebut solusi numerik. Agar solusi yang dihasilkan tidak tumbuh secara eksponensial dibutuhkan suatu skema persamaan beda yang stabil. Hal ini bisa dilihat dari analisis kestabilan von Neumann, sebuah metode yang menentukan syarat kestabilan suatu masalah nilai batas dan masalah nilai awal. Hal yang harus diperhatikan bahwa analisis kestabilan von Neumann ini bersifat lokal, yang berarti metode ini mengasumsikan bahwa koefisien dari persamaan beda dianggap konstan dalam waktu dan ruang. Berdasarkan asumsi ini, solusi pada setiap titik dapat diformulasikan sebagai u n j = ρn e ikδxj (2.5.1) dimana k adalah bilangan gelombang di ruang dan ρ adalah suatu bilangan kompleks yang biasa disebut sebagai amplification factor. Nilai mutlak amplification factor harus selalu kurang atau sama dengan satu, ρ 1, agar kriteria kestabilan untuk skema yang digunakan terpenuhi. Kemudian dengan mensubtitusikan (2.4.1) ke dalam persamaan beda akan menghasilkan pasangan nilai Δx dan Δt yang memenuhi kriteria kestabilan ρ 1+O(Δt) (2.5.2) untuk setiap k dan nilai Δt yang kecil. Suku tambahan O(Δt) pada persamaan (2.4.2) hanya berlaku untuk masalah di mana solusi eksaknya bertambah sejalan dengan waktu. 16