BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI. Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING) (MRP) BAB - 8

3 BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. berharga bagi yang menerimanya. Tafri (2001:8).

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 Landasan Teori

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAHAN AJAR : Manajemen Operasional Agribisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dan menurut Rangkuti (2007) Persediaan bahan baku adalah:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN LITERATUR. dengan tahun 2016 yang berkaitan tentang pengendalian bahan baku.

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ. Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODOLOGI. Jenis data Data Cara pengumpulan Sumber data 1. Jenis dan jumlah produk yang dihasilkan

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

Pengelolaan Persediaan

BAB X MANAJEMEN PERSEDIAAN

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB V ANALISA HASIL. Berdasarkan data permintaan produk Dolly aktual yang didapat (permintaan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. penggerakan, dan pengendalian aktivitas organisasi atau perusahaan bisnis atau jasa

TUGAS AKHIR ANALISA PERSEDIAAN MATERIAL PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEKS PASAR TRADISIONAL DAN PLASA LAMONGAN. Oleh : Arinda Yudhit Bandripta

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Pengukuran waktu ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk

Bab 1. Pendahuluan. Keadaan perekonomian di Indonesia telah mengalami banyak perubahan.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB II. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

PENERAPAN MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU CARDED FIBER PADA PT. HILON INDONESIA- BALI.

BAB II LANDASAN TEORI. melaksanakan kegiatan utama suatu perusahaan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

K E L O M P O K S O Y A : I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N

Material Requirements Planning (MRP)

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI

MRP. Master Production. Bill of. Lead. Inventory. planning programs. Purchasing MODUL 11 JIT DAN MRP

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

Jurnal String Vol.1 No.2 Tahun 2016 ISSN : PENENTUAN TEKNIK PEMESANAN MATERIAL PADA PROYEK STEEL STRUCTURE MENGGUNAKAN WINQSB

Ekonomi & Bisnis Manajemen

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

RENCANA INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE)

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan 2.1.1 Definisi Dan Fungsi Persediaan Persediaan adalah sumberdaya menganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi pangan pada sistem rumah tangga. Menurut A.H Nasution (2003), dalam sistem manufaktur, persediaan terdiri dari 3 bentuk sebagai berikut: Bahan Baku, yaitu yang merupakan input awal dari proses transformasi menjadi produk jadi Barang setengah jadi, yaitu yang merupakan bentuk peralihan antara bahan baku dengan produk setengah jadi Barang Jadi, yaitu yang merupakan hasil akhir proses transformasi yang siap dipasarkan kepada konsumen. Gambar 2.1 Proses Transformasi Produksi

12 2.1.2 Masalah Persediaan Dalam Sistem Manufaktur Masalah persediaan dalam sistem manufaktur lebih rumit bila dibandingkan dengan masalah pada sistem non manufaktur. Pada sistem manufaktur, ada hubungan langsung antara tingkat persediaan, jadwal produksi dan permintaan konsumen. Oleh karena itu, perencanaan dan pengendalian persediaannya harus terintegrasi dengan peramalan permintaa, jadwal induk produksi, dan pengendalian produksi. Selain kondisi di atas, sistem manufaktur memili 3 bentuk persediaan, yaitu persediaan bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi. Masalah utama persediaan bahan baku adalah menentukan berapa jumlah pemesanan yang ekonomis yang akan menjawab persoalan berapa jumlah bahan baku dan kapan bahan baku itu dipesan sehingga dapat meminimasi biaya pesan dan biaya simpan. 2.1.3 Faktor-faktor Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Untuk mengetahui kebijakan tingkat persediaan barang yang optimal perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi. Menurut A.H Nasution (2003), faktor-faktor tersebut antara lain : Biaya persediaan barang ( Inventory Costs ) Biaya yang berkaitan dengan pemilikan barang dapat dibedakan sebagai berikut : a. Holding costs atau Carrying costs

13 Biaya yang dikeluarkan karena memelihara barang atau opportunity costs karena melakukan investasi dalam barang dan bukan investasi lainnya. b. Ordering costs Biaya yang dikeluarkan untuk memesan barang dari supplier untuk mengganti barang yang telah dijual. c. Stock Out costs Biaya yang timbul karena kehabisan barang pada saat diperlukan. Sejauh mana permintaan barang oleh konsumen dapat diketahui. Jika permintaan barang dapat diketahui, maka perusahaan dapat menentukan berapa kebutuhan barang dalam suatu periode. Kebutuhan barang dalam periode inilah yang harus dapat dipenuhi oleh perusahaan. Lama penyerahan barang antara saat dipesan dengan barang tiba, atau disebut sebagai lead time atau delivery time. Terdapat atau tidak kemungkinan untuk menunda pemenuhan pesanan dari konsumen atau disebut sebagai backlogging. Kemungkinan diperolehnya diskon untuk pembelian dalam jumlah besar. Kebijaksanaan perusahaan untuk menyimpan barang dalam jumlah besar atau kecil memiliki untung ruginya masing-masing. Jika perusahaan melakukan pembelian barang dalam jumlah besar, maka perusahaan akan menerima diskon, dapat mengantisipasi lonjakan pesanan dari konsumen, dan dapat menghindari kehabisan bahan baku ( stock out ) dengan konsekuensi meningkatnya biaya penyimpanan atau holding costs. Sedangkan jika perusahaan hanya memiliki persediaan dalam jumlah kecil, maka biaya

14 penyimpanan akan relatif kecil dengan konsekuensi perusahaan harus melakukan pemesanan bahan baku lebih sering guna memenuhi permintaan konsumen. 2.1.4 Model Sistem Persediaan Melalui model sistem persediaan maka akan dapat dijawab dua hal penting yang berkaitan dengan masalah-masalah persediaan dalam realitas yang rumit, yaitu berapa banyak harus dipesan dan kapan ( berapa kali ) melakukan pesanan sehingga biaya persediaan dapat diminimalkan. Model Basic Economic Order Quantity Menurut Drs. Julian Yamit (1999) model ini merupakan model yang tertua dan paling sederhana, pertama kali diperkenalkan oleh Ford W Harris pada tahun 1915. model ini diturunkan dengan menggunakan beberapa asumsi, yaitu : o Permintaan diketahui secara pasti dan konstan. o Biaya yang relevan untuk perhitungan adalah ordering costs dan carrying costs. o Tidak ada shortage. o Lead time diketahui dan konstan. o Sekali pesan sekali terima. o Tidak ada potongan harga walaupun memesan dalam jumlah besar. Dengan asumsi di atas, maka masalah biaya persediaan barang akan ditentukan oleh berapa banyak barang yang dipesan, biaya pesanan, dan biaya

15 penyimpanan serta pemeliharaan dari barang tersebut. Ordering costs atau biaya pesanan untuk setiap kali pesan barang jumlahnya adalah tetap, terlepas dari jumlah unit barang yang dipesan. Sedangkan carrying costs merupakan biaya penyimpanan dan pemeliharaan barang selama satu tahun. Besarnya carrying costs umumnya dinyatakan dengan suatu nilai persentase tertentu dari harga persediaan barang yang disimpan. Alternatifnya, carrying costs dihitung dari nilai rata-rata persediaan barang. Perilaku dari ordering costs dan carrying costs tergantung dari kuantitas barang yang dipesan atau tergantung dari tingkat persediaan barang. Jika kuantitas barang yang dipesan besar sehingga tingkat persediaan barang yang ada juga besar, maka ordering costs akan berkurang tetapi carrying costs akan meningkat. Sebaliknya, jika kuantitas barang yang dipesan kecil sehingga tingkat persediaan barang yang ada juga kecil, maka ordering costs akan relatif besar dan carrying costs kecil. Dengan demikian terdapat pertimbangan untung rugi antara ordering costs dan carrying costs yang ditentukan oleh tingkat barang yang dipesan atau tingkat persediaan barang yang ada. Gambar di bawah ini menjelaskan siklus pengendalian persediaan yang sesuai dengan asumsi model ini. Suatu volume pesanan (Q) diterima dan digunakan pada tingkat yang konstan. Jika persediaan berkurang sampai reorder point (R) maka pesanan selanjutnya segera ditempatkan, jadi tidak perlu menunggu persediaan habis karena penyerahan barang perlu waktu yang disebut lead time. Setiap pesanan diterima seluruhnya sekali pada saat persediaan habis,

16 sehingga tidak ada stock out. Siklus ini berulang dengan volume pesanan, lead time, dan reorder point yang sama. Gambar 2.2 Siklus Model Basic Economic Order Quantity Hubungan antara unsur-unsur biaya persediaan dengan volume pesanan ditunjukkan oleh gambar berikut ini, Karena antara ordering cost dengan carrying cost berbanding terbalik, maka jumlah dari keduanya menghasilkan kurva total inventory cost yang cembung ( convex ). Besarnya carrying cost per tahun adalah rata-rata tingkat persediaan barang dikalikan dengan biaya pemeliharaan dan penyimpanan per unit barang dalam setahun.sedangkan besarnya ordering cost per tahun adalah jumlah pesanan dalam setahun dikalikan dengan biaya pesanan untuk setiap kali pesan barang. Jadi, total biaya persediaan barang per tahun adalah jumlah dari carrying cost dan ordering cost.

17 Gambar 2.3 Kurva Biaya Persediaan Economic Order Quantity (EOQ) = 2 x Co x S Cc S Frekuensi pesan dalam 1 tahun (m) = EOQ Interval pemesanan (t) = Hari kerja/thn m Re-Order Point (ROP) = S x L Hari kerja/thn Total carrying cost adalah perkalian antara carrying cost per unit per periode waktu, Cc, dengan rata-rata persediaan yang dimiliki. Karena permintaan konstan, maka Total carrying cost = EOQ Cc 2

18 Total ordering cost adalah perkalian antara ordering cost per pesanan, Co, dengan frekuensi pemesanan per periode waktu yang diamati. Karena permintaan diketahui dengan pasti dan konstan, maka Total ordering cost = Co S EOQ Karena diasumsikan tidak ada shortage ( tidak ada shortage cost ), maka total inventory cost, TC, adalah gabungan dari Total carrying cost dan Total ordering S Co EOQ Cc + + EOQ 2 cost. TC = ( ) S P 2.2 Peramalan 2.2.1 Definisi Peramalan Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan di masa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa. Peramalan tidak terlalu dibutuhkan dalam kondisi permintaan pasar yang stabil, karena perubahan permintaannya relatif kecil. Tetapi peramalan akan sangat dibutuhkan bila kondisi permintaan pasar bersifat komplek dan dinamis. Dalam kondisi pasar bebas, permintaan pasar lebih banyak bersifat komplek, dan dinamis karena permintaan tersebut akan tergantung dari keadaan sosial, ekonomi, politik, aspek teknologi, produk pesaing dan produk subtitusi. Oleh karena itu, peramalan yang akurat merupakan informasi yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan manajemen.

19 2.2.2 Jenis-jenis peramalan Berdasarkan horison waktu, peramalan dapat dibedakan atas : 1. Peramalan Jangka Panjang Yaitu yang mencangkup waktu lebih besar dari 24 bulan, misalnya peramalan yang diperlukan dalam kaitannya dengan penanaman modal dan perencanaan fasilitas. 2. Peramalan Jangka Menengah Yaitu antara 3-24 bulan, misalnya untuk perencanaan penjualan, perencanaan dan anggaran produksi. 3. Peramalan Jangka Pendek Yaitu untuk jangka waktu yang kurang dari 3 bulan, misalnya peramalan dalam hubungannya dengan perencanaan pembelian material, penjadwalan kerja dan penugasan. 2.2.3 Karakteristik Peramalan Yang Baik Menurut A.H Nasution (2003),bol peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara lain akurasi biaya dan kemudahan. Penjelasan dari kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut : Akurasi. Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasaan dan kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan

20 relatif kecil. Peramalan yang terlalu rendah akan mengakibatkan kekurangan persediaan, sehingga permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi segera, akibatnya adalah perusahaan dimungkinkan kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan penjualan. Peramalan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan, sehingga banyak modal yang terserap sia-sia. Keakuratan dari hasil peramalan ini berperan penting dalam menyeimbangkan persediaan yang ideal (meminimasi penumpukan persediaan dan memaksimasi tingkat pelayanan). Biaya. Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode peramalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi berapa banyak data yang dibutuhkan, bagaimana pengolahan datanya (manual atau komputerisasi), bagaimana penyimpanan datanya dan siapa tenaga ahili yang diperbantukan. Pemilihan metode peramalan harus disesuaikan dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang ingin didapat, misalnya item-item yang penting akan diramalkan dengan metode yang canggih dan mahal, sedangkan item-item yang kurang penting bisa diramalkan dengan metode yang sederhana dan murah. Prinsip ini merupakan adopsi dari Hukum Pareto (Analisa ABC). Kemudahan. Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat dan mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi

21 perusahaan. Adalah percuma memakai metode yang canggih, tetapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem perusahaan karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun peralatan teknologi. 2.2.4 Beberapa Sifat Hasil Peramalan Dalam membuat peramalan atau menerapkan hasil suatu peramalan, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu : 1. Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramal hanya bisa mengurangi ketidakpastian yang akan terjadi, tetapi tidak dapat menghilangkan ketidakpastian tersebut. 2. Peramalan seharusnya memberikan informasi tentang berapa ukuran kesalahan, artinya karena peramalan pasti mengandung kesalahan, maka penting untuk menginformasikan seberapa besar kesalahan yang mungkin terjadi. 3. Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan jangka panjang. Hal ini disebabkan karena pada peramalan jangka pendek, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan relatif masih konstan, sedangkan semakin panjang periode peramalan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi peramalan.

22 2.2.5 Pola Data Menurut Dr.T.Tani Handoko, M.B.A (1998) pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis antara lain yaitu : a. Pola Horisontal atau stationary ( H ) Pola data ini terjadi apabila nilai data observasi berfluktuasi disekitar nilai rata rata yang konstan. Dengan demikian dapat dikatakan pola ini sebagai stationary pada rata-rata hitungannya (mean). Pola data horisontal ini juga sering disebut Average Demand for The Period. Gambar 2.4 Pola Data Horisontal b. Pola Musiman arau Seasonal ( S ) Pola data ini terjadi apabila data observasinya dipengaruhi oleh faktor musiman (musim dingin, semi, panas, gugur) seperti harian ( hari besar : Natal, Valentine, dll), mingguan, bulanan atau tahunan (tahun baru) tertentu. Pola data musiman ini juga sering disebut Seasonal Element. Gambar 2.5 Pola Data Musiman

23 c. Pola Siklis atau Cyclical ( C ) Pola data ini terjadi apabila data observasinya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis (Business Cycle), pola ini dapat terlihat seperti pada penjualan produk seperti kendaraan bermotor atau peralatan elektronik. Pola data siklis ini juga sering disebut Cyclical Element. Gambar 2.6 Pola Data Siklis d. Pola Trend ( T ) Pola data ini terjadi apabila data observasinya mengalami kenaikan atau penurunan sekular jangka panjang didalam datanya. Pola data trend ini sering disebut Trend Linier. Gambar 2.7 Pola Data Trend

24 2.2.6 Metode Peramalan Metode yang dapat digunakan pada peramalan ada banyak, antara lain : 1. Metode rata-rata bergerak (Moving Average) Menurut Elsayed A.Elsayed dan Thomas O.Boucher (2000) salah satu cara untuk mengubah pengaruh data masa lalu terhadap nilai tengah sebagai ramalan adalah dengan menentukan sejak awal berapa jumlah nilai observasi masa lalu yang akan dimasukkan untuk menghitung nilai tengah. Untuk menggambarkan prosedur ini digunakan rata-rata bergerak (Moving Average) karena setiap muncul nilai observasi baru, nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling tua dan memasukkan nilai observasi yang baru karena setiap muncul nilai observasi yang paling tua dan memasukkan nilai observasi yang terbaru. Rata-rata bergerak ini kemudian akan menjadi ramalan untuk periode mendatang. Perhatikan bahwa jumlah titik data dalam setiap rata-rata tetap konstan dan observasi yang dimasukkan adalah yang paling akhir. Diberikan N titik data dan diputuskan untuk menggunakan T observasi pada setiap rata-rata (yang disebut rata-rata bergerak periode T, atau MA (T)), atau dapat dilihat rumusnya yaitu : Waktu Rata-rata Bergerak Ramalan T X = X 1 + X 2 +... + X T T T 1 i= 1 FT + = X = Xi / T T + 1 X T 1 X 2 +... + X T + 1 = FT + = X = Xi / T T 2 + i=2

25 T + 2 X T 2 X 2 +... + X T + 2 = FT + = X = Xi / T T 1 + i=2 Dibandingkan dengan nilai tengah sederhana (dari semua data masa lalu) rata-rata bergerak (Moving Average) berorde T mempunyai karakteristik sebagai berikut : Hanya menyangkut T periode terakhir dari data yang diketahui Jumlah data dalam setiap rata-rata tidak berubah dengan berjalannya waktu. Tetapi metode ini juga mempunyai kelemahan sebagai berikut : Metode ini memerlukan penyimpanan yang lebih banyak karena semua T observasi harus disimpan, tidak hanya nilai tengahnya. Metode ini tidak dapat menanggulangi dengan baik adanya trend atau musiman, walaupun metode ini lebih baik dibanding rata-rata total. 2. Metode Single Eksponential Smoothing Menurut Makridakis, Spyros, Steven C. Wheelwrighr, Victor E. Mc Gee (1999) metode pemulusan ekponensial tunggal (Single Ekponetsial Smoothing) menambahkan parameter α dalam modelnya untuk mengurangi faktor kerandoman. Nilai prakiraan dapat dicari dengan : F ) t + 1 = α. X1 + (1 α F t Dimana : X t = data permintaan pada periode t α = faktor / kostanta pemulusan

26 F t +1 = prakiraan untuk periode t Berbeda dengan metode rata-rata bergerak yang hanya menggunakan N data periode terakhir dalam melakukan prakiraan metode pemulusan ekponensial tunggal mengikutsertakan dari semua periode. Setiap data pengamatan mempunyai kontribusi dalam penentuan nilai prakiraan periode sesudahnya. Namun, dalam perhitungannya cukup diwakili oleh data pengamatan dan hasil prakiraan periode terakhir, karena nilai prakiraan periode sebelumnya sudah mengandung nilai-nilai pengamatan sebelumnya. 3. Metode Assosiatif Menurut Roberta S.Russel dan Bernard W.Taylor (2000) assosiatif adalah sebuah teknik matematis yang menghubungkan antara satu variabel, disebut juga variabel bebas (independent variable), dengan variabel bergantung (dependant variable), berbentuk sebuah garis lurus. Bentuk umum dari metode ini adalah : y = a + bx dimana : y = variabel bergantung a = konstanta b = kemiringan garis x = variabel bebas Dalam model peramalan permintaan, variabel bergantung (y) merupakan jumlah permintaan sedangkan x sebagai variabel bebas yang menyebabkan jumlah permintaan menyerupai bentuk linear. a = y bx

27 b xy nxy = 2 2 x nx Dimana : x x = n = rata - rata dari data x y y = n = rata - rata dari data y 2.3 Master Production Schedule (MPS) Menurut Hamid Noori dan Russel Radford (2002), jadwal Produksi Induk (MPS) adalah suatu daftar jadwal produksi yang berisi tentang jumlah suatu produk atau sekumpulan produk yang akan diproduksi, biasanya berbasis mingguan, bahkan harian, 2.3.1 Fungsi MPS Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitab dengan aktivitas melakukan 4 fungsi utama, yaitu : 1) Menyediakan atau memberi input utama kepada sistem perencana kebutuhan material atau kapasitas. 2) Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (Production and Purchase Orders) untuk item-item MPS. 3) Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas.

28 2.3.2 Input MPS Menurut Hamid Noori dan Russel Radford (2002) MPS memerlukan beberapa informasi sebagai berikut : 1) Data permintaan total merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan dan pesanan-pesanan. 2) Status inventory berkaitan dengan informasi tentang on hand inventory, stok yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase orders), dan Firm Planned Orders, MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak persediaan yang tersedia dan berapa banyak yang harus dipesan. 3) Rencana produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventory, dan sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi itu. 4) Data perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang Lot sizing yang harus digunakan, stok pengaman (Safety stock), dan waktu tunggu (Lead time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item (Item Master File). 5) Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS.

29 2.3.3 Teknik Penyusunan MPS Bentuk umum dari MPS adalah sebagai berikut : Item No : Tabel Description : Lead Time : Safety Stock : On Hand : Demand Time Fences : Planning Time Fences : Period Past Due 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Forecast Actual Order Project Available Balance Available to Promise Master Scheduled Kapasitas Produksi Terpasang (KPT) Keterangan untuk tabel di atas adalah sebagai berikut : 1) Lead time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau membeli suatu item. 2) On hand adalah posisi persediaan bahan baku awal yang secara fisik tersedia dalam stok, yang merupakan kuantitas dari item yang ada dalam stok. 3) Lot size adalah kuantitas dari item yang biasanya dipesan dari pabrik atau pemasok. 4) Safety stock adalah stok tambahan dari item yang direncanakan untuk berada dalam inventory yang dijadikan sebagai stok pengaman guna mengatasi fluktuasi dalam ramalan penjualan, pesanan-pesanan pelanggan dalam waktu singkat, kebijaksanaan manajemen berkaitan dengan stabilisasi dari sistem manufakturing, dimana apabila sistem manufakturing semakin stabil kebijaksanaan stok pengaman dapat diminimumkan.

30 5) Demand Time Fence (DTF) adalah periode mendatang dari MPS, dimana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS tidak diizinkan atau tidak diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal. 6) Planning Time Fence (PTF) adalah periode mendatang dari MPS dimana dalam ini perubahan-perubahan terhadap MPS dievaluasi guna mencegah ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal yang akan menimbulkan kerugian dalam biaya. 7) Time Periods for Display adalah banyaknya periode waktu yang ditampilkan dalam format MPS. 8) Sales Plan (Sales Forecast) merupakan rencana penjualan atau peramalan penjulan item yang dijadwalkan itu. 9) Actual orders merupakan pesanan-pesanan yang diterima dan bersifat pasti. 10) Projected Available Balances (PAB) merupakan proyeksi on hand inventory dari waktu ke waktu selama horison perencanaan MPS, yang menunjukkan status inventory yang diproyeksikan pada akhir dari setiap periode waktu dalam horison perencanaan MPS. 11) Available To Promise (ATP) merupakan informasi yang sangat berguna bagi departemen pemasaran untuk mampu memberikan jawaban yang tepat terhadap penyataan pelanggaran tentang : Kapan Anda dapat mengirimkan item yang telah dipesan itu? Nilai ATP memberikan informasi tentang berapa banyak item atau produk

31 tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu tersedia untuk pesanan pelanggan sehingga berdasarkan informasi itu bagian pemasaran dapat membuat janji yang tepat pada pelanggan. 12) Master Production Schedule (MPS) merupakan jadwal produksi atau manufakturing yang diantisipasi (anticipated manufacturing schedule) untuk item tertentu. 2.4 Bill Of Material (BOM) Menurut Hamid Noori dan Russel Radford (2002),bill of material atau struktur produk adalah daftar (list) dari bahan, material, atau komponen yang dibutuhkan untuk dirakit, dicampur untuk membuat produk akhir. Atau dapat juga didefinisikan sebagai cara-cara komponen-komponen itu bergabung ke dalam suatu produk selama proses manufacturing. Struktur produk terbagi atas : Struktur standart Dimana lebih banyak subassemblies daripada produk akhir, dan lebih banyak komponen daripada subassemblies. Struktur modular Dimana lebih sedikit subassemblies daripada produk akhir. Struktur Inverted Dimana lebih sedikit subassemblies daripada produk akhir, dan lebih sedikit komponen dan bahan baku dibandingkan subassemblies.

32 2.5 Material Requirement Planning (MRP) Material Requirement Planning dikembangkan untuk membantu pengelolahan persediaan barang yang permintaannya memiliki ketergantungan. MRP adalah suatu konsep dalam manajemen produksi yang membahas cara yang tepat dalam perencanaan kebutuhan barang dalam proses produksi, sehingga barang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan yang direncanakan. 2.5.1 Tujuan MRP Secara umum sistem MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut : 1) Memindahkan persediaan MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi (master production schedule). Dengan menggunakan metode ini, pembelian atas komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan. 2) Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman MRP mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan

33 memperhatikan waktu tenggang produksi maupun pembelian komponen, sehingga memperkecil resiko tidak tersedianya bahan yang akan diproses yang mengakibatkan terganggunya rencana produksi. 3) Komitmen yang realistis Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dilakukan secara lebih realistis. Hal ini mendorongnya meningkatkan kepuasan dan kepercayaan konsumen. 4) Meningkatkan realistis MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan jadwal induk produksi. 2.5.2 Karakteristik Dasar Sistem MRP Manajemen persediaan sistem MRP memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Perhatian terhadap kapan dibutuhkan Integrasi pemikiran antara fungsi pengawasan produksin dan manajemen persediaan mengakibatkan pergeseran perhatian terhadap kapan dibutuhkan ketimbang perhatian langsung terhadap kapan melakukan pemesanan. Jika manajer operasi memiliki informasi

34 tanggal permintaan, maka pemesanan dan penjadwalan komponen untuk merakit produk merupakan masalah kapan dibutuhkan. 2. Perhatian terhadap prioritas pemesanan Adanya kesadaran bahwa semua pesanan konsumen tidak memiliki prioritas yang sama atau produk yang satu lebih penting dari produk yang lain. Hal ini memungkinkan dilakukannya penjadwalan untuk memenuhi prioritas pemesanan. 3. Penundaan pengiriman permintaan Konsekuensi dari prioritas pesanan menghasilkan konsep penundaan pengiriman yaitu menunda produksi atau pesanan terhadap item yang telah dijadwal, untuk memaksimumkan kesalahan produksi. 4. Fungsi integrasi Pengawasan produksi dan manajemen persediaan dipandang sebagai fungsi yang terintegrasi. 2.5.3 Input MRP MRP membutuhkan 5 sumber informasi utama, yaitu : 1. Master Production Schedule (MPS) MPS yang merupakan suatu pernyataan definitif tentang produk akhir apa yang direncanakan perusahaan untuk diproduksi, berapa kuantitas yang dibutuhkan, pada waktu kapan dibutuhkan, dan bilamana produk itu akan diproduksi. 2. Bill OF Material (BOM)

35 BOM merupakan daftar dari semua material, part, dan subassemblies, serta kuantitas dari masing-masing yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit produk atau parent assembly. MRP menggunakan BOM sebagai basis untuk perhitungan banyaknya setiap setiap material yang dibutuhkan untuk setiap periode waktu. 3. Item Master Item Master merupakan suatu komponen file yang berisi informasi status tentang material, parts, subassemblies, dan produk-produk yang menunjukan kuantitas on-hand, kuantitas yang dialokasikan (allocated quantity), waktu tunggu yang direncanakan (planned lead time), ukuran lot (lot size), stok pengaman, kriteria lot sizing, toleransi untuk scrap atau hasil, dan berbagai informasi penting lainnya yang berkaitan dengan suatu item. 4. Pesanan-pesanan (orders) Pesanan-pesanan (orders) akan memberitahukan tentang berapa banyak dari setiap item yang akan diperoleh sehingga akan meningkatkan stock-on-hand dimasa mendatang. Pada dasarnya terdapat dua jenis pesanan, yaitu : shop orders or work orders or manufacturing orders berupa pesanan-pesanan yang akan dibuat atau

36 diproduksi di dalam pabrik, dan purchase orders yang merupakan pesanan-pesanan pembelian suatu item dari pemasok eksternal. Kita dapat juga mengkategorikan pesanan-pesanan yang datang (incoming orders) apabila dari shop orders atau purchase orders dalam bentuk yang berbeda, yang memberitahu apakah pesananpesanan itu telah dikeluarkan (release orders) atau apakah pesanan itu masih berupa rencana yang belum dikeluarkan (planned orders). 5. Kebutuhan kebutuhan (requirements) Kebutuhan-kebutuhan (requirements) akan memberitahukan tentang berapa banyak dari masing-masing item itu dibutuhkan sehingga akan mengurangi stock-on-hand di masa mendatang. Pada dasarnya terdapat dua jenis kebutuhan, yaitu : kebutuhan internal yang biasanya digunakan dalam pabrik untuk membuat produk lain, dan kebutuhan eksternal yang akan dikirim ke luar negri berupa : pesanan pelanggan (customers orders), service parts, dan sales forecasts. Suatu catatan kebutuhan biasanya berisi informasi tentang : nomor item yang dibutuhkan, kuantitas yang dibutuhkan, waktu yang dibutuhkan, kuantitas yang telah dikeluarkan dari stock room, dan lain-lain. Pesanan pelangan juga berisi informasi tambahan seperti : nama pelanggan, alamat pengiriman, waktu penyerahan yang diinginkan oleh pelanggan, waktu yang dijanjikan untuk dikirim, dan lain-lain.

37 2.5.4 Perhitungan MRP Part No : Description : BOM UOM : On Hand : Lead Time : Order Policy : Safety Stock : Lot Size : Period Past Due 6 7 8 9 10 11 12 13 Gross Reguirement Scheduled Receipts PAB 1 Net Reguirement Plan Order Receipts Plan Order Release PAB 2 Keterangan untuk tabel diatas adalah sebagai berikut : 1. Lead Time merupakan jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP menyarankan suatu pesanan sampai item yang dipesan itu siap untuk digunakan. 2. On Hand merupakan inventory on-hand yang menunjukan kuantitas dari item yang secara fisik ada dalam stock room. 3. Lot Size merupakan kuantias pesanan (order quantity) dari item yang memberitahukan MRP berapa banyak kuantitas yang harus dipesan serta teknik lot-sizing apa yang dipakai. 4. Safety Stock merupakan stok pengaman yang ditetapkan oleh perencana MRP untuk mengatasi fluktuasi dalam permintaan (demand) atau penawaran (supply).

38 5. Gross Requirement merupakan total dari semua kebutuhan, termasuk kebutuhan yang diantisipasi (anticipated requirements) untuk setiap periode waktu. 6. Schedule Receipts adalah jumlah item yang akan diterima pada suatu periode tertentu berdasarkan pesanan yang dibuat. 7. Net Requirement adalah jumlah kebutuhan bersih dari suatu item yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan kasar pada suatu periode yang akan datang. 8. Planned Order Receipt menyatakan kuantitas pesanan pengisian kembali (pesanan manufacturing atau pesanan pembelian) yang telah direncanakan guna memenuhi kebutuhan bersih (net requirement). 9. Planned Order Release merupakan kuantitas planned order release yang ditempatkan atau dikeluarkan dalam periode tertentu, agar item yang dipesan itu akan tersedia pada saat dibutuhkan. Item yang tersedia pada saat dibutuhkan tidak lain adalah kuantitas planned order receipts yang ditetapkan menggunakan lead time offset. 2.5.5 Proses MRP Kebutuhan untuk setiap komponen yang diperlukan dalam melaksanakan MRP dihitung dengan menggunakan prosedur sebagai berikut :

39 1. Netting, yaitu jumlah menghitung kebutuhan bersih dari kebutuhan kasar dengan memperhitungkan jumlah barang yang akan diterima, jumlah persediaan yang ada, dan jumlah persediaan yang akan dialokasikan. 2. Konversi dari kebutuhan bersih menjadi kuantitas-kuantitas pemesanan. 3. Menempatkan suatu pelepasan pemesanan pada waktu yang tepat dengan cara menghitung mundur (backward schedulling) dari waktu yang dikehendaki dengan memperhitungkan waktu tenggang, agar memenuhi pesanan komponen yang bersangkutan. 4. Menjabarkan rencana produksi produk akhir ke perusahaan kasar untuk komponen-komponennya melalui daftar material. 2.6 Lot For Lot (LFL) Lot for Lot Ordering (LFL) adalah pendekatan sederhana dalam menentukan skedul pemesanan untuk setiap periode. Dalam membeli item jumlah yang dibutuhkan dapat ditentukan secara pasti untuk setiap periode, dengan demikian item diperoleh dari periode ke periode. Pendekatan ini menghilangkan biaya penyimpanan, karena persediaan nol dalam setiap periode. Dalam LFL, biaya pemesanan atau biaya persiapan dianggap berbeda untuk setiap jumlah pemesanan. Anggapan ini, cocok untuk item yang biaya simpannya besar dan biaya pemesanan kecil, seperti harga item yang tinggi atau item yang dibutuhkan hanya bersifat kadang-kadang.

40 2.7 Economic Order Quantity (EOQ) Economic Order Quantity (EOQ) atau jumlah pesanan ekonomis merupakan salah satu model yang sudah tua, diperkenalkan oleh F.W.Harris pada tahun 1914, tetapi paling banyak dikenal dalam teknik pengendalian persediaan. EOQ banyak digunakan sampai saat ini karena mudah penggunaannya, meskipun dalam penerapannya harus memperhatikan asumsi yang dipakai. Asumsi tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam. 2. Kebutuhan atau permintaan barang diketahui dan konstan. 3. Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui dan konstan. 4. Barang yang dipesan diterima dalam satu batch. 5. Harga barang tetap dan tidak tergantung dari jumlah yang dibeli (tidak ada potongan kuantitas). 6. Waktu tenggang (Lead Time) diketahui dan konstan. Perhitungan untuk EOQ adalah sebagai berikut : EOQ = 2. DS H Dimana : D = Jumlah kebutuhan barang S = Biaya pemesanan H = Biaya penyimpanan

41 2.8 Periodic Order Quantity (POQ) Periodic Order Quantity (POQ) menentukan jumlah periode permintaan. POQ menggunakan logika yang sama dengan EOQ, tetapi POQ mengubah jumlah pemesanan menjadi jumlah periode pemesanan. Hasilnya dalah interval pemesanan tetap atau jumlah interval pemesanan tetap dengan bilangan bulat (integer). Untuk menentukan jumlah pemesanan sistem POQ cukup dengan memproyeksikan jumlah kebutuhan setiap periode. Perhitungan diatas dapat diselesaikan dalam satu rumus sebagai berikut : Dimana : POQ = EOQ d EOQ = hasil Perhitungan EOQ D = Rata-rata kebutuhan Jumlah pemesanan dihitung dari akumulasi permintaan setiap interval pemesanan. 2.9 Kerangka Pemikiran Ukuran jumlah barang yang dipesan (lot size) akan berhubungan dengan biaya pemesanan ataupun biaya penyimpanan barang. Semakin rendah ukuran lot, yang berarti semakin sering melakukan pemesanan barang, akan menurunkan biaya penyimpanan, tetapi menambah biaya pemesanan. Sebaliknya, semakin tinggi ukuran lot akan mengurangi frekuensi pemesanan, yang berarti mengurangi biaya pemesanan, tetapi meningkatnya biaya penyimpanan. Untuk itu perlu dicari ukuran lot yang tepat yang dapat meminimalkan total biaya persediaan.