KOMPARASI METODE PERAMALAN AUTOMATIC CLUSTERING TECHNIQUE AND FUZZY LOGICAL RELATIONSHIPS DENGAN SINGLE EXPONENTIAL SMOOTHING

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 LANDASAN TEORI

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

Jurnal EKSPONENSIAL Volume 5, Nomor 2, Nopember 2014 ISSN

APLIKASI METODE DOUBLE EXPONENTIAL SMOOTHING BROWN DAN HOLT UNTUK MERAMALKAN TOTAL PENDAPATAN BEA DAN CUKAI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

Perbandingan Metode Winter Eksponensial Smoothing dan Metode Event Based untuk Menentukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : ; e-issn :

SISTEM INFORMASI PERAMALAN STOK BARANG DI CV. ANNORA ASIA MENGGUNAKAN METODE DOUBLE EXPONENTIAL SMOOTHING

PREDIKSI BEBAN LISTRIK MENGGUNAKAN KERNEL RIDGE REGRESSION DENGAN PERTIMBANGAN DUMP POWER DAN ENERGY NOT SERVED

*Corresponding Author:

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK.

BAB 2 TINJAUAN TEORI

Perancangan Sistem Peramalan Penjualan Barang Pada UD Achmad Jaya Dengan Metode Triple Exponential Smoothing

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa

PENENTUAN KONSTANTA PEMULUSAN YANG MEMINIMALKAN MAPE DAN MAD MENGGUNAKAN DATA SEKUNDER BEA DAN CUKAI KPPBC TMP C CILACAP

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SISTEM PREDIKSI PENJUALAN GAMIS TOKO QITAZ MENGGUNAKAN METODE SINGLE EXPONENTIAL SMOOTHING. Oleh: Salman Alfarisi

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pemulusan Eksponensial dengan Metode Holt Winter Additive Damped

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

LANDASAN TEORI. Untuk membantu tercapainya suatu keputusan yang efisien, diperlukan adanya

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam

ANALISIS PERAMALAN INDEKS HARGA SAHAM KOSPI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INTERVENSI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

IMPLEMENTASI METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING ADDITIVE UNTUK PREDIKSI PENJUALAN ALAT TULIS KANTOR (ATK) PADA X STATIONERY

Oleh: TANTI MEGASARI Dosen Pembimbing : Dra. Nuri Wahyuningsih, MKes

Analisis Model dan Contoh Numerik

Minggu 4 RATA-RATA BERGERAK DAN EXPONENTIAL SMOOTHING. Peramalan Data Time Series

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI INVENTORY DAN PREDIKSI JUMLAH PENJUALAN BARANG (STUDI KASUS KOPEGTEL MOJOKERTO)

Abstrak Hampir seluruh aktivitas manusia di berbagai belahan bumi sangat bergantung terhadap ketersediaan air bersih.

PENAKSIRAN PARAMETER MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE INTEGRATED (VARI) DENGAN METODE MLE DAN PENERAPANNYA PADA DATA INDEKS HARGA KONSUMEN

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

KOMPARASI METODE ANFIS DAN FUZZY TIME SERIES KASUS PERAMALAN JUMLAH WISATAWAN AUSTRALIA KE BALI

PERAMALAN FUNGSI TRANSFER SINGLE INPUT INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN TERHADAP SAHAM NEGARA TERDEKAT

(T.6) PENDEKATAN INDEKS SIKLUS PADA METODE DEKOMPOSISI MULTIPLIKATIF

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

KARAKTERISTIK UMUR PRODUK PADA MODEL WEIBULL. Sudarno Staf Pengajar Program Studi Statistika FMIPA UNDIP

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON*

Pemodelan Indeks Harga Konsumen Kelompok Bahan Makanan menggunakan Metode Intervensi dan Regresi Spline ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN

Exponential smoothing

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-108

Peramalan Inflasi Nasional Berdasarkan Faktor Ekonomi Makro Menggunakan Pendekatan Time Series Klasik dan ANFIS

PERHITUNGAN VALUE AT RISK (VaR) DENGAN SIMULASI MONTE CARLO (STUDI KASUS SAHAM PT. XL ACIATA.Tbk)

SISTEM PERAMALAN MENGGUNAKAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOTHING UNTUK STOK BAHAN SPARE PART MOTOR DI GARUDA MOTOR JAJAG

APLIKASI METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI DATA INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI INDONESIA

PROYEKSI BISNIS. Dadad Zainal, S.E., M.Kom Fakultas Ekonomi Universitas Wiyana Mukti

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Sebelumnya

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai

Proyeksi Penduduk Provinsi Riau Menggunakan Metode Campuran

SISTEM INFORMASI PERAMALAN PERSEDIAAN OBAT PADA APOTIK SIDOARJO DENGAN METODE WINTER

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Disini tujuan akhir yang ingin dicapai penulis adalah pembuatan suatu aplikasi

BAB III METODE PENELITIAN

KLASIFIKASI DOKUMEN TUGAS AKHIR MENGGUNAKAN ALGORITMA K-MEANS. Wulan Fatin Nasyuha¹, Husaini 2 dan Mursyidah 3 ABSTRAK

Pemodelan Produksi Minyak dan Gas Bumi pada Platform MK di PT X Menggunakan Metode ARIMA, Neural Network, dan Hibrida ARIMA-Neural Network

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

Metode Regresi Linier

Kata kunci: Deret waktu, Heteroskedastisitas, IGARCH, Peramalan. Keywords: Time Series, Heteroscedasticity, IGARCH, Forecasting.

FORECASTING & ARIMA. Dwi Martani. 1/26/2010 Statistik untuk Bisnis 9 1

ANALISIS PERAMALAN PENJUALAN PRODUK KERIPIK PISANG KEMASAN BUNGKUS (Studi Kasus : Home Industry Arwana Food Tembilahan)

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PERAMALAN HARGA EMAS DENGAN METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL WINTER

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau

BAB 2 DASAR TEORI. Studi mengenai aspek teknis dan produksi ini sifatnya sangat strategis, sebab

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

Keywords: Forecasting, Exponential Smoothing

Transkripsi:

Komparasi Meode Peramalan (Beik E.) KOMPARASI METODE PERAMALAN AUTOMATIC CLUSTERING TECHNIQUE AND FUZZY LOGICAL RELATIONSHIPS DENGAN SINGLE EXPONENTIAL SMOOTHING Beik Endaryai 1, Rober Kurniawan 2 1,2 Jurusan Kompuasi Saisik Sekolah Tinggi Ilmu Saisik (STIS) Jakara Email: 1 beyendaryai@yahoo.co.id, 2 roberk@sis.ac.id Absrac Auomaic clusering echnique and fuzzy logical relaionships(acflr) is one of he forecasing mehod ha used o predic ime series daa ha can be applied in any daa. Several previous sudies said ha his mehod has a good accuracy. Therefore, his sudy aims o compare he ACFLR mehods wih single exponenial smoohing mehod and apply i o simulaion daa wih uniform disribuion. The performance of he mehod is measured based on MSE and MAPE. The resuls of he comparison of he mehods showed ha ACFLR has a higher forecasing accuracy han single exponenial smoohing. This is evidenced by he value of MSE and MAPE of ACFLR is lower han single exponenial smoohing. Keywords: Fuzzy, Forecasing, Auomaic Clusering-Fuzzy Logic Relaionships, Single Exponenial Smoohing 1. Pendahuluan Selama ini elah banyak berkembang meode peramalan dalam saisika, salah saunya adalah meode exponenial smoohing. Menuru Makridakis, exponenial smoohing merupakan prosedur perbaikan yang dilakukan erus-menerus pada peramalan erhadap objek pengamaan erbaru [4]. Menuru Raharja dkk, meode ersebu merupakan meode peramalan yang sering digunakan, karena memiliki kinerja yang baik, dimana meode ini memiliki nilai parameer dan pengaruh yang besar erhadap peramalan [5]. Akan eapi, meode ersebu belum mampu melakukan peramalan apabila daa masa lalu yang ersedia berbenuk linguisik. Unuk mengaasi hal ersebu, banyak penelii yang mengusulkan suau meode dengan menggunakan konsep sof compuing. Menuru Zadeh, sof compuing merupakan segolongan meode yang mampu mengolah daa dengan baik walaupun di dalamnya erdapa keidakpasian, keidakakuraan, maupun kebenaran parsial [7]. Pada dekade erakhir, konsep sof compuing banyak digunakan unuk memecahkan masalah dalam berbagai bidang ermasuk masalah peramalan. Hal ini seiring dengan banyaknya bidang yang membuuhkan peramalan yang akura. Unuk memperoleh peramalan yang akura, perlu dilakukan erlebih dahulu pemodelan daa unuk meliha karakerisik dari suau daa. Biasanya pemodelan dan peramalan daa dilakukan pada daa runun waku (ime series). Salah sau meode pemodelan ime series yang menggunakan konsep sof compuing adalah fuzzy ime series. Meode yang perama kali diperkenalkan oleh Song, dkk [6] ersebu mampu menangani daa yang idak lengkap dan berbenuk linguisik. Akan eapi, Lee, dkk (2007) menyaakan bahwa hasil peramalan menggunakan meode ersebu masih memiliki nilai MSE yang relaif besar sehingga meode peramalan yang sudah ada erus dikembangkan unuk mendapakan ingka akurasi yang lebih inggi. Oleh karena iu, pada ahun 2009 Chen, dkk memperkenalkan meode modifikasi dari fuzzy ime series yang 93

Media Saisika, Vol. 8 No. 2, Desember 2015: 93-101 dikenal dengan Auomaic Clusering Technique and Fuzzy Logical Relaionship (ACFLR). ACFLR merupakan salah sau meode dengan konsep fuzzy logic yang digunakan unuk pemodelan daa ime series. Pada beberapa peneliian sebelumnya menunjukkan bahwa meode ini menghasilkan Mean Square Error (MSE) yang paling minimum dianara Song and Chissom s mehod, Sullivian and Woodall s mehod, Chen s mehod, dan Huang s mehod. Selain iu, Kurniawan (2011) dalam peneliiannya juga menyimpulkan bahwa meode ACFLR memiliki keepaan peramalan yang lebih baik dibandingkan dengan ARIMA. Oleh karena iu, dalam peneliian ini penelii ingin membandingkan meode ACFLR dengan meode single exponenial smoohing berdasarkan keakuraan prediksinya. Dalam implemenasinya, peneliian ini akan menggunakan daa simulasi yang dibangkikan berdasarkan disribusi uniform. 2. Tinjauan Pusaka 2.1 Single Exponenial Smoohing Meode single exponenial smoohing digunakan unuk peramalan jangka pendek. Menuru Makridarkis (1999), model single exponenial smoohing mengasumsikan bahwa daa beflukuasi di sekiar nilai mean yang eap, anpa rend aau pola perumbuhan konsisen. Konsana smoohing berkisar anara 0 dan 1. Nilai yang mendekai 1 memberikan penekanan erbesar pada nilai saa ini, sedangkan nilai yang deka dengan 0 memberikan penekanan pada iik daa sebelumnya. Benuk umum yang digunakan unuk menghiung ramalan adalah: F + 1 = αx + (1 α) F (1) dimana F + 1 adalah nilai ramalan unuk periode berikunya (+1), α adalah konsana pemulusan, X adalah nilai X yang sebenarnya pada periode, dan F adalah peramalan unuk periode. 2.2 Fuzzy Logic Fuzzy secara bahasa dapa diarikan samar, dengan kaa lain logika fuzzy adalah logika yang samar. Pada logika fuzzy suau nilai dapa bernilai rue dan false secara bersamaan. Tingka rue aau false nilai dalam logika fuzzy erganung pada bobo keanggoaan yang dimilikinya. Logika fuzzy memiliki deraja keanggoaan dalam renang 0 (nol) hingga 1 (sau), berbeda dengan logika digial yang hanya memiliki dua keanggoaan 0 aau 1 saja pada sau waku. Logika fuzzy sering digunakan unuk mengekspresikan suau nilai yang dierjemahkan dalam bahasa (linguisic). Misalnya, besarnya laju kendaraan yang diekspresikan dengan sanga cepa, cepa, agak cepa, pelan, agak pelan, dan sanga pelan. Menuru Kusumadewi, logika fuzzy dapa dianggap sebagai koak hiam yang berhubungan anara ruang inpu menuju ruang oupu [3]. Koak hiam ersebu berisi cara aau meode yang dapa digunakan unuk mengolah daa inpu menjadi oupu dalam benuk informasi yang baik.conoh konsep logika fuzzy adalah penumpang aksi berkaa pada sopir aksi seberapa cepa laju kendaraan yang diinginkan, sopir aksi akan mengaur pijakan gas aksinya. 2.3 Auomaic Clusering Technique Algorima ini digunakan unuk menenukan inerval. Menuru Chen, e al. [1], langkah-langkah dalam algorima auomaic clusering adalah sebagai beriku: 94

Komparasi Meode Peramalan (Beik E.) Langkah 1: Mengurukan daa numericsecara ascending. Diasumsikan idak ada daa yang bernilai sama (duplicae) dan akan diampilkan seperi d 1, d 2,..., d n. Berdasarkan uruan daa ersebu, kemudian dihiung beda raa-raanya (average_dif). Beda raa-raa dihiung dari beda raa-raa anara dua daa yang bersebelahan. Beda raa-raa (average_dif) dihiung dengan menggunakan rumus beriku: average_dif= n 1 i=0 (d i+1 d ) i (n 1) Langkah 2: Mengambil daa uruan perama dari daa yang elah diurukan ke dalam pengelompokkan yang sudah ada. Berdasarkan nilai average_dif, dienukan apakah daa perama yang elah diurukan ersebu dapa dileakkan dalam kluser yang ada aau dileakkan dalam kluser baru dengan prinsip sebagai beriku: Prinsip 1: Mengasumsikan bahwa kluser yang ada adalah kluser perama dan di dalamnya hanya ada sau daa d 1 dan d 2 adalah daa yang berdekaan dengan d 1, diampilkan sebagai { d 1 }, d 2,..., d n. Jika d 2 - d 1 average_dif maka d 2 dileakkan pada kluser yang ada dimana erdapa d 1. Selanjunya membua kluser baru unuk d 2 dan kluser yang memua d 2 ersebu menjadi kluser yang ada. Prinsip 2: Mengasumsikan kluser yang ada bukan kluser perama dan hanya ada sau d j di kluser yang ada dan d k adalah daa yang berdekaan dengan d j. Menganggap bahwa d j adalah daa erbesar di kluser yang berada di aas kluser yang ada, diampilkan sebagai { d 1,... },..., {..., d i }, { d j }, d k,..., d n. Jika d k d j average_dif dan d k d j d j d 1 maka d k dileakkan pada kluser dimana erdapa d j. Selanjunya membua kluser baru unuk d k dan biarkan kluser ersebu erdapa pada kluser yang ada. Prinsip 3: Mengasumsikan kluser yang ada bukan kluser perama dan ada lebih dari sau daa pada kluser yang ada. Menganggap bahwa d i adalah daa erbesar pada kluser yang ada dan d j adalah kluser erdeka dengan d i, diampilkan sebagai { d i,...},..., {...}, {..., d i }, d j,..., d n. Jika d j d i average_dif dan d j d i cluser_dif maka d j dileakkan pada kluser dimana erdapa d i. Selanjunya membua kluser baru dimana d j ermasuk dalam kluser yang ada. Perbedaan raa-raa anara seiap pasangan daa yang berdekaan dalam kluser dinyaakan dengan cluser_dif. n 1 cluser_dif = i=0 (c i+1 c ) i (n 1) dengan c 1, c 2,..., c n merupakan daa dalam kluser yang ada. Langkah 3: Berdasarkan pengelompokkan yang dihasilkan dari langkah 2, selanjunya menyesuaikan isi dari kluser ersebu berdasarkan prinsip-prinsip beriku ini: 1. Jika kluser memiliki lebih dari dua daa, maka amankan daa erkecil dan erbesar, kemudian hapus daa yang lainnya. 2. Jika kluser epa memiliki dua daa, maka jangan diubah. (2) (3) 95

Media Saisika, Vol. 8 No. 2, Desember 2015: 93-101 3. Jika kluser hanya memiliki sau daa d q, maka leakkan nilai d q average_dif dan d q + average_dif ke dalam kluser dan menghapus d q dari kluser ini. Jika siuasi beriku erjadi, maka: a. Jika siuasi erjadi pada kluser perama, maka hapus nilai d q average_dif. b. Jika siuasi erjadi pada kluser erakhir, hapus nilai d q + average_dif. c. Jika nilai d q average_dif lebih kecil dari nilai erkecil dalam kluser diaasnya, maka indakan berdasarkan prinsip 3 dibaalkan. Langkah 4 : Mengasumsikan bahwa hasil kluser yang didapakan dari langkah 3 diampilkan sebagai beriku: {d 1, d 2 }, {d 3, d 4 }, {d 5, d 6 },...,, {d n-1, d n } Selanjunya, menransformasikan kluser-kluser ersebu ke dalam inerval yang bersebelahan dengan sub langkah beriku: 1. Menransformasikan kluser perama{d 1, d 2 }dalam inerval [ d 1, d 2aaa ]. 2. Jika inerval yang ada [ d 1, d 2aaa ] dan kluser yang ada adalah {d 1, d 2 }, maka: a. Jika d j d k, maka {d 1, d 2 } dalam kluser yang ada diransformasi ke dalam inerval [ d 1, d 2aaa ] dan kluser selanjunya {d m, d n } menjadi kluser yang ada. b. Jika d j <d k, maka ransformasikan {d k, d l } dalam inerval [ d k, d laaa ]. Selanjunya, [ d k, d laaa ] menjadi inerval dan kluser berikunya {d m, d n } menjadi klusernya. Jika nilai dalam inerval adalah [ d i, d jaaa ] dan nilai klusernya adalah {d k }, maka ransformasikan inerval [ d i, d jaaa ] ke dalam [ d i, d kaaa ]. Kemudian [ d i, d kaaa ] menjadi inerval dan kluser berikunya menjadi kluser yang ada. 3. Melakukan pemeriksaan berulang erhadap inerval yang ada hingga semua kluser diransformasikan menjadi inerval. Langkah 5: Unuk seiap inerval yang diperoleh dari langkah 4, kemudian bagi seiap inerval ersebu dalam p sub inerval dimana p 1. 2.4 Auomaic Clusering Tecnique And Fuzzy Logical Relaionships Seelah mendapakan inerval dengan menggunakan auomaic clusering echnique, selanjunya nilai peramalan dapa dihiung menggunakan algorima sebagai beriku: Langkah 1: Menghiung iik engah seiap inerval dengan menggunakan algorima clusering di aas. Langkah 2: Mengasumsikan erdapa inerval u 1, u 2, hingga u n, kemudian mendefinisikan seiap fuzzy se A i, dimana 1 i n, sebagai beriku: A 1 = 1 + 0,5 + 0 + + 0 + 0 u 1 u 2 u 3 u 6 u 7 A 2 = 0,5 + 1 + 0,5 + + 0 + 0 u 1 u 2 u 3 u 6 u 7 A 3 = 0 + 0,5 + 1 + + 0 + 0 u 1 u 2 u 3 u 6 u 7 A 7 = 0 + 0 + 0 + + 0,5 + 1 u 1 u 2 u 3 u 6 u 7 96

Komparasi Meode Peramalan (Beik E.) Langkah 3: Fuzzify seiap daa dalam fuzzy se. Jika daa ermasuk dalam u i dimana 1 i n, maka daa ersebu di-fuzzify dalam A i. Langkah 4: Membua hubungan logika fuzzy berdasarkan daa yang didapakan pada langkah 3. Jika daa er-fuzzy dari ahun dan +1 adalah A j dan A k, maka selanjunya membua hubungan logika fuzzy, bagi hubungan logika fuzzy dalam kelompok hubungan logika fuzzy, dimana ia mempunyai keadaan sekarang yang sama dileakkan dalam grup yang sama. Langkah 5: Menghiung angka ramalan dari daa dengan prinsip sebagai beriku: 1. Jika daa er-fuzzy dari periode adalah A j dan hanya erdapa sau hubungan logika fuzzy dalam grupnya dimana keadaan sekarang adalah A j A k, maka daa yang diramalkan dari periode (+1) adalah m k, dimana m k adalah iik engah dari inerval u k, dan nilai keanggoaan maksimum dari fuzzy se A k erjadi pada inerval u k. 2. Jika daa er-fuzzy dari periode adalah A j dan erdapa hubungan logika fuzzy pada grup relasi logika fungsi dimana keadaan sekarangnya adalah A j, maka daa akual dari periode +1 dihiung dengan rumus beriku: x 1 x m k1 + x 2 x m k2 + + x p x m kp x 1 + x 2 + + x p (4) dimana x 1 menyaakan jumlah hubungan logika fuzzy dalam grup hubungan logika fuzzy. m k1, m k2,..., dan m kp adalah iik engah dari inerval u k1, u k2,..., dan u kp, dan nilai keanggoaan maksimum dari fuzzy se A k1, A k2,..., A kp erjadi pada inerval u k1, u k2,..., dan u kp. 3. Jika daa akual er-fuzzy dari periode adalah A j dan erdapa sebuah sebuah hubungan logika fuzzy dalam grup hubungan logika fuzzy dimana keadaan sekarangnya adalah A j #, dimana simbol # menyaakan nilai yang idak dikeahui, maka daa eramalkan dari periode +1 adalah m j, dimana m j adalah iik engah dari inerval u j dan nilai keanggoaan maksimum dari fuzzy se A j erjadi pada u j. 2.5 Mean Square Error (MSE) dan Mean Absolue Percenage Error (MAPE) Mean Squared Error (MSE) adalah nilai yang diharapkan dari kuadra error. Error menunjukkan seberapa besar perbedaan hasil esimasi dengan nilai aslinya. Beriku merupakan rumus penghiungan dari MSE: n 1 2 MSE = ( yˆ y ) (5) n = 1 dimana n adalah jumlah sampel, ŷ adalah nilai peramalan pada periode ke-, dan y adalah nilai akual pada periode ke-. Mean Absolue Percenage Error (MAPE) menghiung deviasi anara daa akual dengan nilai peramalan kemudian dihiung persen raa-raanya. Menuru Zainun dan Majid, suau model mempunyai kinerja sanga bagus jika nilai MAPE di bawah 10% dan mempunyai kinerja bagus jika nilai MAPE berada di anara 10% dan 20% [8]. MAPE dapa dihiung dengan rumus sebagai beriku: 97

Media Saisika, Vol. 8 No. 2, Desember 2015: 93-101 n 1 ( yˆ y ) MAPE = x100% (6) n = 1 y dimana n adalah jumlah sampel, ŷ adalah nilai peramalan pada periode ke-, dan y adalah nilai akual pada periode ke- 3. Meodologi Peneliian 3.1 Sumber Daa Daa yang digunakan dalam peneliian ini adalah daa simulasi yang dibangkikan berdasarkan disribusi uniform. Daa simulasi menggunakan daa berdisribusi uniform koninyu dengan nilai minimal 1 dan maksimal 1000. 3.2 Meode Peneliian Meode yang digunakan dalam peneliian ini adalah sebagai beriku: 1. Membangkikan daa berdisribusi uniform koninyu dengan nilai minimal 1 dan maksimal 1000 sejumlah 100, 200, 500, dan 1000. 2. Mengolah daa dengan ACFLR 3. Mengolah daa dengan single exponenial smoohing 4. Membandingkan kedua meode berdasarkan MSE dan MAPE 4. Pembahasan 4.1 Penerapan ACFLR Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 erliha bahwa unuk daa simulasi dengan jumlah observasi 100, nilai MSE dan MAPE erkecil berada pada sub inerval p = 5 yaiu sebesar 1091,277 dan 0,02056223. Perulangan berheni pada sub inerval p = 5 sehingga nilai peramalan yang erbaik unuk daa simulasi yang elah dibangkikan sebanyak 100 ada pada sub inerval ersebu.nilai peramalan ersebu dikaakan sanga baik karena nilai MAPE berada dianara 1-10 %. Sama halnya dengan daa simulasi yang dibangkikan sejumlah 200, nilai peramalan erbaik ada pada sub inerval 5. Begiu juga dengan daa yang dibangkikan sejumlah 500, dimana MSE erkecil berada pada sub inerval p = 5. Dengan demikian dapa dikaakan bahwa nilai peramalan erbaik pada daa simulasi sejumlah 500 berada pada sub inerval p = 5. Pada daa simulasi yang dibangkikan sejumlah 1000, nilai MSE dan MAPE erkecil bearda pada sub inerval p = 9. Hasil peramalan pada sub inerval ini dapa dikaakan sanga baik karena memiliki nilai MAPE sanga kecil yaiu sebesar 0,026576714 aau 2%. Tabel 1. MSE ACFLR pada Daa Simulasi Menuru Jumlah Observasi dan Sub Inerval MSE Daa Simulasi 100 200 500 1000 (1) (2) (3) (4) (5) p = 1 13035,0790 17474,7658 13151,0643 18416,8704 p = 2 8939,4210 12113,0898 8547,4180 12421,1192 p = 3 7342,0190 8827,0119 5898,1555 6756,9242 p = 4 3428,5670 4934,6702 5443,3189 4709,6978 p = 5 1091,2770 3172,5853 3068,6547 3227,9705 p = 6 1929,5382 p = 7 1853,0785 p = 8 1545,3680 p = 9 1304,7569 98

Komparasi Meode Peramalan (Beik E.) Tabel 2. MAPE ACFLR pada Daa Simulasi Menuru Jumlah Observasi dan Sub Inerval MAPE Daa Simulasi 100 200 500 1000 (1) (2) (3) (4) (5) p = 1 0,29459069 0,53999157 0,25628030 0,54296804 p = 2 0,21495755 0,40041408 0,16208453 0,40666209 p = 3 0,1754952 0,34942241 0,12927325 0,12945741 p = 4 0,1410288 0,13456531 0,11437667 0,18091681 p = 5 0,02056223 0,07269669 0,06817082 0,11156836 p = 6 0,03450182 p = 7 0,03625742 p = 8 0,02808764 p = 9 0,02657671 Berdasarkan Gambar 1 dan Gambar 2 dapa diliha perbedaan nilai peramalan daa simulasi sejumlah 100 anara sub inerval perama (p = 1) dengan sub inerval kelima belas (p = 5). Pada gambar 1 erliha bahwa masih banyak erjadi error sehingga nilai MSE dan MAPE pada p = 1 relaif besar. Lain halnya dengan Gambar 2, dimana pada gambar ersebu menunjukkan daa akual dan ramalan relaif sama sehingga nilai MSE dan MAPE nya kecil. Dapa diakaakan bahwa nilai peramalan pada p = 5 lebih baik dibandingkan dengan nilai peramalan pada p = 1. Berdasarkan Gambar 1 dapa diliha perbedaan nilai peramalan daa simulasi sejumlah 100 anara sub inerval perama (p = 1) dengan sub inerval kelima belas (p = 5). Pada Gambar 1 erliha bahwa masih banyak erjadi error sehingga nilai MSE dan MAPE pada p = 1 relaif besar. Lain halnya dengan Gambar 2, dimana pada gambar ersebu menunjukkan daa akual dan ramalan relaif sama sehingga nilai MSE dan MAPE nya kecil. Dapa dikaakan bahwa nilai peramalan pada p = 5 lebih baik dibandingkan dengan nilai peramalan pada p = 1. Gambar 1. Grafik Nilai Peramalan ACFLR unuk p = 1 pada n = 100 99

Media Saisika, Vol. 8 No. 2, Desember 2015: 93-101 Gambar 2. Grafik Nilai Peramalan ACFLR unuk p = 5 pada n = 100 4.2 Perbandingan Keepaan Peramalan anara AFCLR dengan Single Exponenial Smoohing Perbandingan keepaan kedua meode yaiu ACFLR dan singleexponenial smoohing dapa dilakukan dengan meliha nilai MSE dan MAPE dari masing-masing meode. Meode yang memiliki MSE dan MAPE yang lebih kecil memiliki keepaan peramalan yang lebih baik. Tabel 3. Perbandingan Nilai MSE pada Daa Simulasi dengan Meode Single Exponenial Smoohing dan ACFLR N Single Exponenial Smoohing ACFLR (1) (2) (3) 100 87448,84957 1091,2770 200 79807,57664 3172,5853 500 84475,698787 3068,6547 1000 85031,85231 1304,7569 Berdasarkan Tabel 3 dapa diliha bahwa MSE yang dihasilkan dengan menggunakan meode ACFLR pada daa simulasi relaif lebih kecil dibandingkan meode single exponenial smoohing. Hal ini berari bahwa meode ACFLR memiliki keepaan peramalan yang lebih akura dibandingkan dengan meode single exponenial smoohing. Berdasarkan Tabel 4 dapa diliha bahwa MAPE yang dihasilkan dengan menggunakan meode ACFLR pada daa simulasi relaif lebih kecil dibandingkan meode single exponenial smoohing. Hal ini berari bahwa meode ACFLR memiliki keepaan peramalan yang lebih akura dibandingkan dengan meode single exponenial smoohing. 100

Komparasi Meode Peramalan (Beik E.) Tabel 4. Perbandingan Nilai MAPE pada Daa Simulasi dengan Meode Single Exponenial Smoohing dan ACFLR. N Single Exponenial Smoohing ACFLR (1) (2) (3) 100 108,72190 0,02056223 200 99,43176 0,07269669 500 145,78030 0,06817082 1000 192,28260 0,02657671 5. Kesimpulan Pada peneliian ini dapa diambil kesimpulan bahwa meode ACFLR memiliki keepaan peramalan yang lebih baik dibanding dengan single exponenial smoohing. Hal ini dibukikan oleh nilai MSE dan MAPE yang dihasilkan ACFLR lebih kecil dibandingkan MSE dan MAPE yang dihasilkan oleh single exponenial smoohing. DAFTAR PUSTAKA 1. Chen, Wang, dan Pan, Forecasing Enrollmens Using Auomaic Clusering Techniques and Fuzzy Logical Relaionships, Expers Sysem wih Applicaions, 2009, 36: 11070-11076,. 2. Kurniawan, R., Meode Auomaic Clusering- Fuzzy Logic Relaionships unuk Peramalan Daa Univariae [Tesis], Insiu Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2011 3. Kusumadewi dan Purnomo, Aplikasi Logika Fuzzy dan Pendukung Kepuusan. Graha Ilmu, Yogyakara, 2003. 4. Makridakis S., Wheelwrigh S.C, dan McGee V.E, Jilid 1 edisi kedua, erjemahan Unung S. Andriyano dan Abdul Basih. Meode dan Aplikasi Peramalan. Erlangga, Jakara, 1999. 5. Raharja, Alda, dkk, Penerapan Meode Exponenial Smoohingunuk Peramalan Penggunaan Waku Telepon Dip.Telkomsel DIVRE3 Surabaya. SISFO Jurnal Sisem Informasi, 1-9. 28 Mare 2015. hps://www.academia.edu/5477647/its-undergraduae- 14344-paperpdf, 2010. 6. Song dan Chissom, Fuzzy Time Series and is models. Fuzzy Ses and Sysems, 1993, Vol. 54: 269-277. 7. Zadeh, L.A, Prof,Fuzzy Ses. Universiy of California, California, 1965. 8. Zainun, N. Y. dan Majid, M. Z. A, Low Cos House Demand Predicor, Universias Teknologi Malaysia, 2003. 101