BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa hal yang menjadi landasan dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika, antara lain tentang Fungsi, Fungsi Genap, Fungsi Ganjil, Limit, Turunan, Turunan Fungsi Trigonometri dan Fungsi Hiperbolik, Persamaan Diferensial, Persamaan Diferensial Biasa, Integral Tentu, Integral Parsial, Teorema Nilai Rata-Rata Integral, Persamaan Diferensial Parsial, Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas, Masalah Sturm- Liouville dan Fungsi Eigen, Orthogonal Fungsi Eigen, Metode Separasi Variabel, Deret Fourier, Sifat-Sifat Perambatan Panas. Berikut ini penjelasannya. A. Fungsi Definisi.1 Fungsi (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 76): Sebuah fungsi f adalah suatu aturan korespondensi yang menghubungkan setiap objek x dalam satu himpunan, yang disebut daerah asal, dengan sebuah nilai tunggal f(x) dari suatu himpunan kedua yag disebut daerah hasil. Contoh.1: A = {(1, 1), (, 4), (3, 6), (4, 7), (5, 8)} B = {(1, 6), (, 7), (, 8), (3, 9), (4, 10)} C = {(1, 4), (, 5), (3, 6)} Berdasarkan Definisi (.1), himpunan A dan C merupakan fungsi, sedangkan himpunan B bukan merupakan fungsi. Hal ini dikarenakan setiap domain di 6
himpunan A memasangkan tepat satu dengan sebuah nilai tunggal di kodomain. Begitu juga untuk himpunan C, namun hal yang berbeda untuk satu nilai domain pada himpunan B yang mempunyai dua anggota di kodomain. Sehingga hal tersebut tidak sesuai dengan definisi fungsi. Selanjutnya akan dibahas tentang fungsi genap dan fungsi ganjil, berikut ini penjelasannya. Definisi. Fungsi Genap (Walter A. Strauss, 199 : 110): Sebuah fungsi genap adalah fungsi yang dapat dinyatakan seperti Persamaan (.1) f( x) = f(x) (.1) artinya bahwa grafik y = f(x) akan simetris terhadap sumbu y. Definisi.3 Fungsi Ganjil (Walter A. Strauss, 199 : 110): Sebuah fungsi ganjil adalah fungsi yang dapat dinyatakan seperti Persamaan (.) f( x) = f(x). (.) artinya bahwa grafik y = f(x) akan simetris terhadap titik asal. Contoh.: f(x) = x 3 (.3) f(x) = x 016 (.4) f(x) = sin(4x) (.5) 7
f(x) = cos(14x) (.6) f(x) = 0. (.7) Berdasarkan Definisi (.3), Persamaan (.3) pada Contoh (.) merupakan fungsi ganjil, karena f( x) = ( x) 3 = x 3 = f(x). Persamaan (.5) juga merupakan fungsi ganjil, karena f( x) = sin( 4x) = sin(4x) = f(x). Persamaan (.4) dan Persamaan (.6) merupakan fungsi genap, karena f( x) = ( x) 016 = x 016 = f(x) dan f( x) = cos( 14x) = cos(14x) = f(x). Persamaan (.7) merupakan fungsi genap sekaligus fungsi ganjil karena f( x) = f(x) = 0. B. Limit Definisi.4 Limit : (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 118): Diberikan lim x c f(x) = L yang artinya untuk setiap ε > 0 yang nilainya sangat kecil, terdapat δ > 0, sedemikian sehingga f(x) L < ε dengan syarat 0 < x c < δ atau dengan kata lain 0 < x c < δ f(x) L < ε. Contoh.3: Akan dibuktikan bahwa lim x 3x = 5. x x Analisis pendahuluan: Akan ditentukan nilai dari δ, sedemikian sehingga 8
0 < x < δ x 3x x 5 < ε sehingga x 3x x (x + 1)(x ) 5 < ε 5 < ε x (x + 1) 5 < ε x 4 < ε (x ) < ε x < ε x < ε (.8) Berdasarkan Persamaan (.8) diperoleh nilai dari δ = ε. Bukti baku: Andaikan nilai dari ε > 0, dan dipilih nilai dari δ = ε, sehingga didapatkan x 3x x (x + 1)(x ) 5 = 5 = x + 1 5 x = (x ) = x < δ = ε (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 10). 9
C. Turunan Misalkan P merupakan titik tetap yang terletak pada kurva y = f(x) dan Q merupakan titik yang berdekatan dengan P yang melalui y = f(x) seperti tampak pada Gambar (.1). y x Gambar.1 Ilustrasi Garis singgung Kemiringan garis yang melalui titik P dan Q pada Gambar (.1) adalah m = f (x) = f(x) x m = f (x) = f(x + h) f(x) (x + h) x m = f (x) = f(x + h) f(x) h (.9) Apabila nilai P dekat dengan Q, maka nilai limit dari h 0, sehingga Persamaan (.9) dapat dituliskan f f(x + h) f(x) (x) = lim. h 0 h 10
Definisi.5 Turunan (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 163): Turunan pertama fungsi f(x) dinotasikan f (x) yang nilainya pada sembarang x adalah dengan syarat nilai limit dari f(x) ada. f (x) = lim h 0 f(x + h) f(x) h Notasi dari turunan disimbolkan dengan notasi Leibniz dy, d y dx dx, d3 y dx3... atau notasi prima y, y", y, atau bisa dinotasikan sebagai D x y, D x y, D x 3 y,. atau f (x), f"(x), f (x). Contoh.4: Akan ditentukan turunan pertama dari f(x) = 4x 14. Menurut Definisi (.5), sehingga f (x) = lim h 0 (4(x + h) 14) (4x 14) h f (x) = lim h 0 (4x + 4h 14) (4x 14) h f (x) = lim h 0 4x + 4h 14 4x + 14 h f 4h (x) = lim h 0 h = 4. Jadi, turunan pertama dari f(x) adalah 4. 11
D. Turunan Fungsi Trigonometri dan Hiperbolik Teorema.1 Turunan Fungsi Sin (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 :18): Jika f(x) = sin x, maka f (x) = cos x. Bukti: Berdasarkan Definisi (.5), sehingga f (x) = lim h 0 f(x + h) f(x) h f (x) = lim h 0 sin(x + h) sin x h f (x) = lim h 0 sin x cos h + cos x sin h sin x h f (x) = lim ( sin x ( 1 cos h ) + cos x ( sin h h 0 h h )) f (x) = ( sin x) (lim ( 1 cos h )) + (cos x) (lim ( sin h h 0 h h 0 h )) f (x) = ( sin x). 0 + (cos x). 1 = cos x Terbukti. Teorema. Turunan Fungsi Cos (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 :18): Jika f(x) = cos x, maka f (x) = sin x. 1
Bukti: Berdasarkan Definisi (.5), sehingga f (x) = lim h 0 f(x + h) f(x) h f (x) = lim h 0 cos(x + h) cos x h f (x) = lim h 0 cos x cos h sin x sin h cos x h f (x) = lim ( cos x ( 1 cos h ) sin x ( sin h h 0 h h )) f (x) = ( cos x) (lim ( 1 cos h )) (sin x) (lim ( sin h h 0 h h 0 h )) f (x) = ( cos x). 0 (sin x). 1 = sin x Terbukti. Teorema.3 Turunan Fungsi Sinh (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 541): Jika f(x) = sinh x, maka f (x) = cosh x. Bukti: Bentuk lain dari sinh x adalah ex e x, sehingga f(x) = ex e x 13
f(x) = ex e x f(x) = ex e x f(x) = 1 ex 1 e x f (x) = 1 ex + 1 e x f (x) = ex + e x f (x) = cosh x Terbukti. Teorema.4 Turunan Fungsi Cosh (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 541): Jika f(x) = cosh x, maka f (x) = sinh x. Bukti: Bentuk lain dari cosh x, adalah ex +e x, sehingga f(x) = ex + e x f(x) = ex + e x 14
f(x) = 1 ex + 1 e x f (x) = 1 ex 1 e x f (x) = ex e x f (x) = sinh x Terbukti. Berikutnya akan dibahas tentang integral tentu. Integral tentu pada BAB III digunakan untuk menentukan luasan perambatan panas pada suatu interval tertutup, berikut penjelasannya. E. Integral Tentu Diberikan sebuah fungsi pada interval [a, b] kemudian dipartisi terhadap sumbu x sebanyak n seperti tampak pada Gambar (.) berikut ini. x 1 x x n Titik Partisi x 0 x 1 x.... x n 1 x n = b Titik Sampel Partisi x 1 x.... x n Gambar. Partisi Sumbu x 15
Pada Gambar (.) merupakan partisi sumbu x dengan titik titik partisi a = x 0 < x 1 < x < < x n 1 < x n = b. Apabila disketsakan pada sumbu x dan sumbu y, diperoleh bentuk partisi berupa persegi panjang, maka jumlahan semua persegi panjang dengan banyaknya partisi n disebut Jumlahan Riemann. Pada Prinsipnya konsep Integral merupakan Jumlahan Riemann. Langkah-langkah penyelesaian sebagai berikut ini. 1. Partisi fungsi f(x) menjadi beberapa bagian misalkan banyak partisi n, dalam hal ini semakin banyak partisinya semakin bagus, karena nilainya akan mendekati nilai eksak atau dengan kata lain errornya sangat kecil.. Apabila kita akan menentukan hasil dari f(x) pada interval [a,b], maka tentukan jarak di setiap partisinya x i = x i x i 1, dengan i = 1,,3. n. 3. Setelah itu tentukan nilai dari f(x i ). 4. Kemudian gunakan konsep jumlahan luas persegi panjang yaitu n i=1 f(x i )( x i ) (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010:363). Definisi.6 Integral Tentu (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010: 363): Andaikan f suatu fungsi yang didefinisikan pada selang tertutup [a,b]. Jika n lim f(x i ) x i P 0 i=1 b ada, kita katakan f adalah terintegralkan pada [a,b]. Lebih lanjut f(x) dx a disebut integral tentu (atau integral Riemann) f dari a ke b, diberikan oleh 16
b n f(x)dx = lim f(x i ) x i. P 0 a i=1 Contoh.5: Akan ditentukan luas daerah f(x) = x + pada interval [ 1,]. Apabila grafik f(x) = x + disketsakan dalam koordinat kartesius, maka tampak pada Gambar (.3). y f(x) = x + 1 O x Gambar.3 Fungsi f(x) = x + dipartisi sebanyak n Apabila pada interval [ 1,] dipartisi sebanyak n bagian, maka diperoleh jarak antar partisi x i = ( 1) n = 3 n dengan x i = x i x i 1, i = 1,,3, n. Dengan partisi pada interval [a, b] adalah a = x 0 < x 1 < x < x 3 < x n 1 < x n = b. 17
x 0 = 1 x 1 = 1 + x = 1 + ( 3 n ) x = 1 + x = 1 + ( 3 n ) x 3 = 1 + 3 x = 1 + 3 ( 3 n )... x n 1 = 1 + (n 1) x = 1 + (n 1) ( 3 n ) x n = 1 + n x = 1 + n ( 3 n ) = karena x i merupakan titik-titik di ujung sebelah kanan di setiap partisinya, sehingga diperoleh x i = x i = 1 + i ( 3 n ) dan f(x i ) = x i + = ( 1 + i ( 3 ) ) + = 1 + i n (3 ). Oleh karena itu diperoleh n n (x + ) dx = lim f(x i ) x i P 0 1 i=1 n = lim (1 + i (3 P 0 n )) (3 n ) i=1 18
n n = lim (( ( 3 P 0 n ) ) + (( 9 n) i)) i=1 i=1 = lim (( 3 n n ) n + ( 9 n) (1 + + 3 + + n)) = lim (( 3 n n ) n + ( 9 + 1) n) (n(n )) = lim n (3 + 9 (1 + 1 n )) = 3 + 9 = 7 1. Jadi, hasil dari (x + ) dx = 7 1 satuan luas. 1 Teorema.5 Teorema Dasar Kalkulus (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 37): Misalkan f kontinu pada interval [a, b] dan misalkan F antiturunan dari f, sehingga b f(x)dx = F(b) F(a). a Bukti: Misalkan P: a = x 0 < x 1 < x < x 3 < < x n 1 < x n = b adalah partisi pada interval [a, b], sehingga 19
F(b) F(a) = (F(x n ) F(x n 1 )) + (F(x n 1 ) F(x n )) + + (F(x ) F(x 1 )) + (F(x 1 ) F(x 0 )) n F(b) F(a) = (F(x i ) F(x i 1 )). i=1 Menurut Teorema nilai rata-rata turunan F pada selang [x i 1, x i ] adalah F(x i ) F(x i 1 ) = F (x i )(x i 1, x i ) = f(x i ) x i Sehingga diperoleh F(b) F(a) = (f(x i ) x i ). n i=1 Apabila partisinya diambil sangat kecil P 0, maka n b F(b) F(a) = lim (f(x P 0 i ) x i ) = f(x)dx. i=1 a Terbukti. Contoh.6: π Akan ditentukan hasil dari cos((n 1)x)dx. 0 Berdasarkan Teorema (.5), sehingga diperoleh π 1 cos((n 1)x)dx = ( n 1 ) sin((n 1)x)] 0 0 π 0
π 1 cos((n 1)x)dx = (( ) sin((n 1)π)) 0 n 1 0 π 1 cos((n 1)x)dx = (( n 1 ) sin((n 1)π)) = ( 1 n 1 ). 0 = 0 0 π Jadi, hasil dari cos((n 1)x)dx 0 = 0. F. Integral Parsial Misalkan f(x) = u(x)v(x), maka turunan pertama dari f(x) adalah f (x) = u (x)v(x) + u(x)v (x). (.10) Apabila Persamaan (.10) diintegralkan, maka f (x) dx = (u (x)v(x) + u(x)v (x))dx u(x)v(x) = (u (x)v(x)) dx + (u(x)v (x)) dx (u(x)v (x)) dx = u(x)v(x) (u (x)v(x)) dx (.11) karena dv = v (x)dx dan du = u (x)dx, sehingga Persamaan (.11) menjadi u(x)dv = u(x)v(x) v(x)du. (.1) Persamaan (.1) merupakan rumus integral parsial (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 579). 1
Contoh.7: Akan ditentukan hasil dari e x sin 4x dx. Berdasarkan Persamaan (.1), sehingga diperoleh e x sin 4x dx = 1 4 ex cos 4x + 1 4 ex cos xdx + c e x sin 4x dx = 1 4 ex cos 4x + 1 4 (1 4 ex sin 4x 1 4 ex sin 4x) + c e x sin 4x dx = 1 4 ex cos 4x + 1 16 ex sin 4x 1 16 ex sin 4x + c 17 16 ex sin 4x dx = 4 16 ex cos 4x + 1 16 ex sin 4x + c e x sin 4x dx = 4 17 ex cos 4x + 1 17 ex sin 4x + c e x sin 4x dx = 1 17 ex ( 4cos 4x + sin 4x) + c. Jadi, hasil dari e x sin 4x dx = 1 17 ex ( 4cos 4x + sin 4x) + c. G. Teorema Nilai Rata-Rata Integral Teorema ini digunakan untuk membuktikan bahwa dalam suatu perambatan panas pada suatu interval tertutup, dan proses perambatan panasnya diasumsikan kontinu, maka terdapat minimal satu titik yang terdapat dalam interval tertutup tersebut.
Teorema.6 Teorema Nilai Rata-Rata Integral (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 387): Jika fungsi f kontinu pada interval [a, b], maka terdapat suatu bilangan c yang terletak diantara a dan b, sedemikian sehingga b f(t) dt = f(c)(b a). a Bukti: Andaikan didefinisikan suatu fungsi G(x) sebagai berikut x G(x) = f(t)dt a, a x b Berdasarkan teorema nilai rata-rata turunan yang mengatakan bahwa andaikan didefinisikan G(x), maka terdapat nilai c pada interval (a, b), sehingga G(b) G(a) = G (c)(b a) b f(t)dt 0 = G (c)(b a) a (.13) x a karena G (x) = D x ( f(t)dt). Hal ini akan berakibat nilai dari G (c) = f(c), sehingga Persamaan (.13) menjadi f(c) = b a f(t)dt b a Terbukti. 3
H. Persamaan Diferensial Definisi.7 Persamaan Diferensial (Ross,L.S, 1984:3): Persamaan Diferensial adalah persamaan yang memuat turunan-turunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu atau lebih variabel bebas. Secara umum Persamaan Diferensial dibedakan menjadi dua, yaitu Persamaan Diferensial Biasa(PDB) dan Persamaan Diferensial Parsial(PDP). Definisi.8 Persamaan Diferensial Biasa (Ross, L.S, 1984:4): Persamaan diferensial biasa (PDB) adalah persamaan yang memuat turunanturunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu variabel bebas. Definisi.9 Persamaan Diferensial Parsial (Ross, L.S, 1984:4): Persamaan Diferensial parsial (PDP) adalah persamaan yang memuat turunan-turunan parsial dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap lebih dari satu variabel bebas. Persamaan Diferensial Parsial biasanya dinotasikan dengan u untuk turunan pertama fungsi atas variabel tak bebas u terhadap variabel bebas x. Untuk turunan parsial kedua, ketiga sampai turunan ke n berturut-turut dinotasikan x sebagai u, 3 u, 4 u, n u x x 3 x 4 xn. Persamaan Diferensial Parsial juga dapat dinotasikan u xx, u untuk turunan kedua fungsi atas u terhadap x. Contoh.8: 4
dy + 5y = ex dx (.14) dx dt + dy dt = x + y (.15) u t = u (.16) c x u x = u t u t (.17) Berdasarkan Contoh (.8), sesuai dengan Definisi (.8) dan Definisi (.9) tentang Persamaan Diferensial biasa dan Persamaan Diferensial Parsial, dapat disimpulkan bahwa Persamaan (.14) dan Persamaan (.15) merupakan Persamaan Diferensial biasa. Hal itu karena Persamaan (.14) terdapat satu variabel bebas yaitu x, dan satu variabel tak bebas yaitu y, sedangkan Persamaan (.15) terdapat satu variabel bebas yaitu t, dan ada dua variabel tak bebas yaitu x, y. Persamaan (.16) dan Persamaan (.17) merupakan Persamaan Diferensial parsial, karena Persamaan (.16) terdapat dua variabel bebas yaitu x, t dan satu variabel tak bebas u. Untuk Persamaan (.17) terdapat dua variabel bebas yaitu x, t dan satu varibel tak bebas u. Selanjutnya akan dibahas tentang persamaan Diferensial parsial (PDP). Definisi.10 (James W.B & Ruel V. Churchill 1993:4): Bentuk umum Persamaan Diferensial parsial linear orde adalah 5
Au xx + Bu yy + Cu xy + Du x + Eu y + Fu = G (.18) dengan u = u(x, y), dimana A, B, C,.... G merupakan konstanta atau fungsi dalam x dan y. Apabila nilai dari G = 0, maka Persamaan (.18) dikatakan sebagai persamaan Diferensial parsial homogen. Jika nilai G 0, maka Persamaan (.18) dikatakan Persamaan Diferensial parsial nonhomogen. Selanjutnya akan dibahas tentang Prinsip Superposisi. Teorema.7 Prinsip Superposisi (Dennis G Zill, 005:130): Jika y 1, y, y 3, y k adalah solusi dari Persamaan Diferensial homogen berorde n dari Persamaan (.17) pada interval I, maka kombinasi linearnya adalah y = c 1 y 1 (x) + c y (x) + c 3 y 3 (x) + + c k y k (x) dimana c i untuk i = 1,,.... k adalah konstanta, juga solusi dalam interval I. Bukti : Misalkan L didefinisikan sebagai operator Diferensial dan y 1 (x),y (x), y 3 (x), y k (x) adalah solusi dari persamaan homogen, sehingga L(y(x)) = 0. Jika didefinisikan y = c 1 y 1 (x) + c y (x) + c 3 y 3 (x) + + c k y k (x), maka linearitas dari L adalah L(y) = L(c 1 y 1 (x) + c y (x) + c 3 y 3 (x) + + c k y k (x)) L(y) = c 1 L(y 1 (x)) + c L( y (x)) + c 3 L(y 3 (x)) + + c k L(y k (x)) 6
karena nilai dari L(y(x)) = 0, maka L(y) = c 1. 0 + c. 0 + c 3. 0 + + c k. 0 = 0 (Terbukti). I. Solusi Persamaan Diferensial Parsial 1. Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas Untuk ilustrasi yang lebih mudah, dalam hal ini diambil tinjauan sebuah batang logam dengan panjang l yang dipanasi dengan suhu tertentu. Misalkan u(x, 0) menyatakan suhu pada posisi x saat waktu t sama dengan nol dan 0 < x < l, sehingga suhu saat t = 0 untuk setiap posisi dikatakan masalah nilai awal. Secara umum syarat batas dibedakan menjadi tiga yaitu syarat batas Dirichlet, syarat Neumann, dan syarat batas Robin atau Campuran dari syarat batas Dirichlet dan Neumann. Syarat batas Dirichlet adalah syarat batas yang kedua ujung batang logam dipertahankan nol derajat, dalam hal ini yang digunakan untuk mempertahankan suhunya nol derajat adalah benda yang bersifat isolator. Misalkan u(x, t) merupakan suhu pada posisi x saat waktu ke t. Apabila syarat batas Dirichlet dituliskan dalam bentuk notasi matematika, maka u(0, t) = u(l, t) = 0 dengan t > 0. Syarat batas Neumann adalah syarat batas yang perubahan suhu di kedua ujung batang logam dipertahankan 0 derajat. Misalkan u(x,t) x merupakan perubahan suhu terhadap posisi. Apabila syarat batas Neumann dituliskan dalam notasi matematika, maka u(0,t) x = u(l,t) x = 0 dengan t > 0. 7
Syarat batas Robin adalah syarat batas yang perubahan suhu pada posisi x = 0 dipertahankan nol derajat, sedangkan suhu pada posisi x = l dipertahankan nol derajat. Apabila dituliskan dalam notasi matematika, maka u(0,t) x = u(l, t) = 0 dengan t > 0. Syarat batas Robin disebut juga syarat batas campuran. Hal ini dikarenakan, syarat batas Robin merupakan kombinasi linear dari dari syarat batas Dirichlet dan Neumann (Dean G. Duffy, 003 : 648).. Masalah Sturm-Liouville dan Fungsi Eigen Definisi.11 Masalah Sturm-Liouville (Dean G. Duffy, 003:501): Diberikan Persamaan Diferensial linear berorde berikut ini d dx dy [p(x) ] + [q(x) + λr(x)]y = 0 dx p(x) d y dx + p (x) dy dx + [q(x) + λr(x)]y = 0, untuk a x b (.19) dengan syarat batas αy(a) + βy (a) = 0 dan γy(a) + δy (b) = 0. Dalam hal ini nilai dari p(x), q(x), dan r(x) merupakan fungsi bilangan real atas x, λ adalah suatu parameter. Nilai dari α, β, γ, δ merupakan suatu konstanta real, sedangkan nilai dari p(x) dan r(x) merupakan suatu fungsi yang kontinu dan positif yang terletak pada interval a x b, sehingga Persamaan (.19) disebut sebagai Masalah Sturm-Liouville. Ketika p(x) atau r(x) hilang di salah satu ujung interval [a, b] atau pada interval tak terbatas, masalah ini merupakan masalah Sturm-Liouville tunggal. Dengan mempertimbangkan solusi untuk masalah reguler Sturm-Liouville, diperoleh 8
solusi y = 0 untuk semua nilai λ. Namun, solusi nontrivial ada jika diambil nilai tertentu, nilai ini disebut nilai karakteristik atau nilai eigen. Nilai yang sesuai solusi nontrivial adalah disebut fungsi karakteristik atau fungsi eigen. (Dean G. Duffy, 003 : 50). Selanjutnya, akan ditentukan akar-akar karakteristik dari Persamaan (.19). Secara umum, akar-akar karakteristik dari suatu persamaan diferensial linear homogen orde dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Akar-akar karakteristik riil berbeda Misalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (.19) adalah a dan b, maka solusi umum dari Persamaan (.19) adalah y = c 1 e ax + c e bx = c 1 cosh(ax) + c sinh (bx).. Akar-akar karakteristik riil kembar Misalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (.19) suatu akar riil kembar yaitu a, maka solusi umum dari Persamaan (.19) adalah y = c 1 e ax + c xe ax. 3. Akar-akar karakteristik bilangan kompleks Misalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (.19) adalah a + ib dan a ib, maka solusi umum dari Persamaan (.19) adalah y = c 1 cos(bx) + c sin(bx) (Ross,L.S, 1984 :16). 9
Contoh.9: Akan ditentukan solusi umum dari Masalah Sturm-Liouville pada Persamaan (.0) X"(x) k X(x) = 0. (.0) Persamaan karakteristik pada Persamaan (.0) adalah m k = 0 (m k)(m + k) = 0 m 1, = ±k sehingga solusi umum Persamaan (.0) adalah X(x) = c 3 e kx + c 4 e kx X(x) = ( c 1 + c ) e kx + ( c 1 c ) e kx X(x) = ( c 1 ) ekx + ( c ) ekx + + ( c 1 ) e kx ( c ) e kx X(x) = ( c 1 ) ekx + ( c 1 ) e kx + ( c ) ekx ( c ) e kx X(x) = c 1 ( ekx + e kx ) + c ( ekx e kx ) X(x) = c 1 cosh(kx) + c sinh(kx). Jadi, solusi umum dari Persamaan (.0) adalah 30
X(x) = c 1 cosh(kx) + c sinh(kx). Contoh.10: Akan ditentukan solusi umum dari Masalah Sturm-Liouville pada Persamaan (.1) X"(x) kx (x) + k X(x) = 0. (.1) Persamaan karakteristik dari Persamaan (.1) adalah m km + k = 0 (m k) = 0 m 1, = k Jadi, solusi umum dari Persamaan (.1) adalah X(x) = c 1 e kx + c xe kx. Contoh.11: Akan ditentukan solusi umum dari Masalah Sturm-Liouville pada Persamaan (.) X"(x) + k X(x) = 0. (.) Persamaan karakteristik dari Persamaan (.) adalah m + k = 0 m = ± k 31
m 1, = ±ki sehingga solusi umum Persamaan (.) adalah X(x) = c 3 e kxi + c 4 e kxi X(x) = c 3 (cos(kx) + i sin(kx)) + c 4 (cos(kx) i sin(kx)) X(x) = c 3 cos(kx) + ic 3 sin(kx) + c 4 cos(kx) c 4 i sin(kx) X(x) = c 3 cos(kx) + c 4 cos(kx) + ic 3 sin(kx) c 4 i sin(kx) X(x) = (c 3 + c 4 )cos(kx) + i(c 3 c 4 ) sin(kx) X(x) = c 1 cos(kx) + c sin(kx) Jadi, solusi umum dari Persamaan (.) adalah X(x) = c 1 cos(kx) + c sin(kx). 3. Ortogonal Fungsi Eigen Diberikan fungsi f(x) yang terdefinisi pada interval a < x < b. Kita dapat menuliskan f(x) dalam bentuk fungsi eigen y n (x), sehingga f(x) = c n y n (x). n=1 (.3) Setelah itu kalikan Persamaan (.3) dengan r(x)y m (x) dengan m adalah bilangan bulat dan integralkan Persamaan (.3)dengan batas bawah a dan batas atas b. Persamaan (.3) dapat dituliskan menjadi 3
b b r(x)f(x)y m (x)dx = c n r(x) y n (x)y m (x)dx a n=1 a (.4) Bentuk Orthogonal yang berada di ruas kanan di Persamaan (.4) nilainya akan sama dengan 0, kecuali nilai m = n, sehingga Persamaan (.4) menjadi b b r(x)f(x)y m (x)dx = c m r(x) y m (x)y m (x)dx a a c m = b a r(x)f(x)y m(x)dx b r(x) y m (x)dx a (.5) kemudian Persamaan (.5) disebut sebagai Koefisien Fourier secara umum (Dennis & Michael, 009:401). 4. Metode Separasi Variabel Metode Separasi Variabel merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah persamaan Diferensial parsial. Pada prinsipnya metode ini adalah mengkonversikan masalah persamaan Diferensial parsial ke dalam persaman Diferensial biasa.langkah-langkah penyelesaian(dean G. Duffy, 003 : 574): 1. Subtitusi fungsi dari solusi Persamaan diferesial parsial dan pisahkan fungsi yang memuat satu variabel diruas yang berbeda dengan operasi setiap fungsinya adalah perkalian.. Ambil konstanta pemisah, misalkan λ dengan λ merupakan bilangan riil. 3. Pisahkan masing-masing variabel, sehingga diperoleh Persamaan diferensial biasa. 33
4. Berdasarkan langkah 3, pisahkan menjadi 3 kemungkinan, yaitu nilai λ < 0, λ = 0 dan λ > 0 dengan mengambil subtitusi pada syarat batas. 5. Berdasarkan langkah 4 tentukan nilai eigen dan fungsi eigen. 6. Selesaikan masalah persamaan diferensial biasa untuk variabel yang lain dengan menggunakan nilai eigen yang diperoleh pada langkah 5. 7. Gunakan prinsip superposisi untuk memperoleh solusi umum persamaan diferensial linear homogen orde. Contoh.1: u t = u (.6) c x. dengan syarat batas Dirichlet u(0, t) = u(l, t) = 0. Langkah penyelesaian: 1. Ambil subtitusi fungsi dari solusi Persamaan diferesial parsial dan pisahkan fungsi yang memuat satu variabel diruas yang berbeda dengan operasi setiap fungsinya adalah perkalian. Ambil substitusi u(x, t) = X(x)T(t), sehingga diperoleh u t = X(x)T"(t) dan u x = X"(x)T(t), kemudian hasilnya disubtitusikan ke Persamaan (.6), maka diperoleh u t = u c x 34
X(x)T"(t) = c (X"(x)T(t)) (.7). Ambil konstanta pemisah, misalkan λ dengan λ merupakan bilangan riil. Sehingga, Persamaan (.7) menjadi X(x)T"(t) = c (X"(x)T(t)) = λ. (.8) 3. Pisahkan masing-masing variabel, sehingga menjadi Persamaan diferensial biasa. T"(t) c T(t) = X"(x) X(x) = λ. (.9) Berdasarkan Persamaan (.9), sehingga diperoleh Masalah Sturm-Liouville X"(x) X(x) = λ (.30) T"(t) c T(t) = λ. (.31) 4. Berdasarkan langkah 3, pisahkan menjadi 3 kemungkinan, yaitu nilai λ < 0, λ = 0 dan λ > 0 dengan mengambil subtitusi pada syarat batas. Kemungkinan 1: untuk nilai λ = k < 0, sehingga Persamaan (.30) menjadi X"(x) k X(x) = 0. (.3) Solusi umum Persamaan (.3) adalah X(x) = c 1 cosh(kx) + c sinh(kx). Syarat batas X(0) = 0 X(x) = C 1 cosh(kx) + C sinh (kx) 35
X(0) = C 1 cosh(k. 0) + C sinh (k. 0) 0 = C 1. 1 + C. 0 C 1 = 0 syarat batas X(l) = 0 X(x) = C 1 cosh(kx) + C sinh (kx) X(l) = 0. cosh(kl) + C sinh (kl) 0 = C karena C 1 = C = 0, sehingga untuk nilai λ = k < 0 diperoleh solusi trivial. Kemungkinan : untuk nilai λ = 0, sehingga Persamaan (.30) menjadi X"(x) = 0. (.33) Apabila kedua ruas pada Persamaan (.33) diintegralkan, maka diperoleh X"(x)dx = 0 dx X (x) = c X (x)dx = c dx X(x) = c 1 + c x. Syarat batas X(0) = 0 X(x) = C 1 + C x X(0) = C 1 + C. 0 C 1 = 0 syarat batas X(l) = 0 X(x) = C 1 + C x 36
X(l) = 0 + C. l C = 0 karena C 1 = C = 0, sehingga untuk nilai λ = 0 diperoleh solusi trivial. Kemungkinan 3: untuk nilai λ = k > 0, sehingga Persamaan (.30) menjadi X"(x) + k X(x) = 0. (.34) Solusi umum Persamaan (.34) adalah X(x) = c 1 cos(kx) + c sin(kx) syarat batas X(0) = 0 X(x) = C 1 cos (kx) + C sin (kx) X(0) = C 1 cos (k. 0) + C sin (k. 0) 0 = C 1. 1 + C. 0 C 1 = 0 syarat batas X(l) = 0 X(x) = C 1 cos (kx) + C sin (kx) X(l) = 0. cos (kl) + C sin (kl) 0 = C sin(kl). Agar diperoleh solusi nontrivial, maka nilai C 0. Tetapi nilai dari sin(kl) = 0 kl = nπ, n = 1,,3. (.35) 37
5. Berdasarkan langkah 4, tentukan nilai eigen dan fungsi eigen. Nilai dari k pada Persamaan (.35) bergantung dengan n, sehingga k = k n. Oleh karena itu Persamaan (.35) dapat dituliskan k n l = nπ, n = 1,,3. k n = nπ l, n = 1,,3. Karena nilai dari X(x) = C 1 cos (kx) + C sin (kx), dengan C 1 = 0, sehingga X(x) = C sin (kx). Nilai dari k bergantung pada n, hal tersebut berakibat nilai dari X(x) juga bergantung pada n. Jadi, fungsi eigen dari Persamaan (.34) adalah X n (x) = C sin ( nπ l x) dengan n = 1,,3,4. (.36) 6. Selesaikan masalah persamaan diferensial biasa untuk variabel yang lain dengan menggunakan nilai eigen yang diperoleh pada langkah 5. Selanjutnya akan ditentukan solusi dari Persamaan T"(t) c T(t) = λ. (.37) Mengingat nilai λ yang memenuhi adalah λ = k > 0 dan nilai k bergantung pada n. Hal itu berakibat nilai dari T(t) juga bergantung pada n, sehingga λ n = k n = ( nπ l ), n = 1,,3. Persamaan (.37) dapat dituliskan menjadi T"(t) + c k T(t) = 0 38
dan diperoleh solusi dari Persamaan (.37) adalah T(t) = C 3 cos(ckt) + C 4 sin(ckt) T n (t) = (C 3 ) n cos ( nπct l ) + (C 4 ) n sin ( nπct ) l (.38) 7. Gunakan prinsip superposisi untuk memperoleh solusi umum persamaan diferensial linear homogen orde. Berdasarkan Persamaan (.36) dan Persamaan (.38) nilai dari X(x), T(t) bergantung pada n, sehingga nilai dari u(x, t) juga bergantung pada n. Oleh karena itu, u(x, t) = X(x). T(t) dapat dituliskan menjadi u n (x, t) = ((C 3 ) n cos ( nπct l ) + (C 4 ) n sin ( nπct )) (C l sin ( nπ l x)) (.39) dengan n = 1,,3 Apabila Persamaan (.39) diubah dengan menggunakan prinsip superposisi, maka didapatkan u(x, t) = ((C 3 ) n cos ( nπct ) + (C l 4 ) n sin ( nπct )) (C l sin ( nπ l x)) n=1 (Walter A. Strauss, 199 : 83). 5. Deret Fourier Definisi.1 Deret Fourier ( Dennis G Zill & Warren Wright 013: 47): Deret fourier pada fungsi f yang terdefinisi pada interval ( p, p)adalah dengan f(x) = a 0 + (a ncos ( nπx p ) + b nsin ( nπx p )) n=1 39
p a 0 = 1 p f(x)dx a n = 1 p b n = 1 p p p f(x)cos (nπx p ) dx p p f(x)sin (nπx p ) dx p Contoh.13: x, jika 1 < x < 0 Akan ditentukan deret Fourier dari f(x) = { x, jika 0 < x < 1. Berdasarkan Definisi (.1) tentang deret Fourier, sehingga diperoleh nilai dari 0 a 0 = 1 1 ( xdx + xdx) = 1 x ] 1 0 0 1 a n = 1 1 ( xcos(nπx)dx + xcos(nπx)dx) 1 0 1 0 1 + 1 1 x ] = 1 0 a n = x n sin(nπx) 1 0 n cos(nπx)] + x 1 n sin(nπx) + 1 1 n cos(nπx)] 0 a n = (nπ) (( 1)n 1) 0 b n = 1 1 ( xsin(nπx)dx + xsin(nπx)dx) = 0 1 0 1 40
b n = x n cos(nπx) 1 n sin(nπx)] 1 Jadi, deret Fourier dari f(x) adalah 0 + x n sin(nπx) + 1 1 n cos(nπx)] = 0 0 f(x) = a 0 + (a ncos ( nπx p ) + b nsin ( nπx p )) n=1 f(x) = 1 + ( (nπ) (( 1)n 1)cos(nπx)) n=1 f(x) = 1 4 π ( cos(nπx) n ) n=1,3,5 (Mayer Humi & William B. Miller, 199:80). J. Sifat-Sifat Perambatan Panas Menurut Holman(010:6), dalam proses perambatan panas terdapat beberapa sifat yang perlu diperhatikan, diantaranya. 1. Panas hanya mengalir dari suhu yang tinggi menuju suhu yang rendah.. Kecepatan perambatan panas dipengaruhi oleh konduksi bahan penyusunnya. 3. Ketebalan batang logam, panjang batang logam, luas penampang, dan volume penampang. 41