BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini mengingat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

HUBUNGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL:

THE ECONOMICS OF MARRIAGE & DIVORCE

THE ECONOMICS OF MARRIAGE & DIVORCE. Minggu-11 Page 1

BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi penerimaan Pajak di Indonesia, semakin tinggi pula kualitas

BAB I PENDAHULUAN. konsep strategi yang cocok untuk menghadapi persaingan baik itu mengikuti marketing

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam sektor energi wajib dilaksanakan secara sebaik-baiknya. Jika

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dilakukan penelitian, langkah pertama yang harus dilakukan oleh

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana (surplus spending unit) kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Analisis Pengaruh Kupedes Terhadap Performance

lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung dalam pelaksanaan otonomi daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal, antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

Model Potensial Gravitasi Hansen untuk Menentukan Pertumbuhan Populasi Daerah

ANALISIS REGRESI. Catatan Freddy

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yaitu tentang peranan pelatihan yang dapat

BABl PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dengan tingkat

OVERVIEW 1/40

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen sebagai variabel

BAB III METODE PENELITIAN. SMK Negeri I Gorontalo. Penetapan lokasi tersebut berdasarkan pada

ε adalah error random yang diasumsikan independen, m X ) adalah fungsi

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri sendiri ataupun yang ditimbulkan dari luar. karyawan. Masalah stress kerja di dalam organisasi menjadi gejala yang

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, penulis memilih lokasi di SMA Negeri 1 Boliyohuto khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman yang semakin berkembang ini, dunia usaha dan industri

PEMODELAN KARAKTERISTIK TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN LOG LINEAR

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian kuantitatif, dengan

BAB III METODELOGI PENELITIAN. metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 4.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN JAYAPURA

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi

METODE PENELITIAN. dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 2 Tahun Pelajaran

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA

Dua cara melakukan proyeksi risiko : 1. Probabilitas di mana risiko adalah nyata 2. Konsekuensi masalah yang berhubungan dengan risiko

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan lokasi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

REGRESI DAN KORELASI LINEAR SEDERHANA. Regresi Linear

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Metode dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Penggunaan metode eksperimen ini

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil

BABY. S!MPULAN DA:"i SARAN. Rumah sakit adalah bentuk organisasi pengelolaan jasa pelayanan

KORELASI DAN REGRESI LINIER. Debrina Puspita Andriani /

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal

Kritikan Terhadap Varians Sebagai Alat Ukur

Menggugat Kinerja Profesor

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Hubungan Model Kurva Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga di Provinsi Sulawesi Selatan dengan Elastisitasnya

METODE PENELITIAN. digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel X (celebrity

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dalam upayanya memperoleh pendapatan akan melakukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN USAHA INDUSTRI KEMPLANG RUMAH TANGGA BERBAHAN BAKU UTAMA SAGU DAN IKAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. penerapan Customer Relationship Management pada tanggal 30 Juni 2011.

Configural Frequency Analysis untuk Melihat Penyimpangan pada Model Log Linear

MOHAMMAD ABDUL MUKHYI, SE., MM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum melakukan penelitian, langkah yang dilakukan oleh penulis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemodelan persamaan struktural atau Structural Equation Modeling

METODE PENELITIAN. Penentuan lokasi dilakukan secara tertuju (purposive) karena sungai ini termasuk

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 3: MERANCANG JARINGAN SUPPLY CHAIN

VALUASI EKONOMI: KERANGKA KONSEPTUAL. Disiapkan oleh Arianto A. Patunru Untuk Program Pelatihan Analisis Biaya-Manfaat LPEM-FEUI, 2004

BAB III METODE PENELITIAN. berjumlah empat kelas terdiri dari 131 siswa. Sampel penelitian ini terdiri dari satu kelas yang diambil dengan

SEARAH (DC) Rangkaian Arus Searah (DC) 7

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351)

UJI NORMALITAS X 2. Z p i O i E i (p i x N) Interval SD

untuk mencapai durasi 30 bulan banyak aktivitas yang harus dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN METODE MAMDANI DALAM MENGHITUNG TINGKAT INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITI (Studi Kasus pada Data Inflasi Indonesia)

PENGARUH PENGUMUMAN DIVIDEN TERHADAP FLUKTUASI HARGA SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA

EVALUASI TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN FIRST ORDER CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori Galton berkembang menjadi analisis regresi yang dapat digunakan sebagai alat

PowerPoint Slides by Yana Rohmana Education University of Indonesian

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upah mash menjad salah satu persoalan yang selalu menjad sorotan terutama d negara-negara berkembang sepert Indonesa. Hal n mengngat bahwa upah merupakan komponen terbesar dar pendapatan seseorang sehngga tngkat upah merupakan salah satu ndkator yang dapat mencermnkan kesejahteraan masyarakat dar suatu negara. Salah satu upaya yang harus dlakukan adalah perlunya kajan krts atas penghdupan buruh yang selama n mash menjad persoalan ketenagakerjaan d Indonesa, khususnya pemenuhan upah buruh yang drasakan mash rendah. Persoalan upah n juga mash menjad perhatan yang serus d antara banyak phak sepert pekerja sebaga penerma upah, pengusaha sebaga phak pembayar upah, dan pemerntah sebaga regulator. Begtu pentngnya persoalan upah dalam hubungan ketenagakerjaan, maka kebjakan-kebjakan yang mengatur soal pengupahan harus benar-benar mencermnkan konds pengupahan yang adl. Bag pekerja atau phak penerma upah yang memberkan jasanya kepada pengusaha, upah merupakan penghaslan yang akan dgunakan untuk memenuh segala kebutuhan hdupnya dan keluarganya. Selan tu upah juga mempunya art sebaga motvas kerja. Bekerja dengan mendapatkan upah merupakan status smbol pekerja dalam kedudukannya sebaga anggota masyarakat. Setap tndakan yang bermotf ekonom, semua phak yang terlbat d dalam aktvtas tersebut, akan selalu berusaha untuk memaksmalkan manfaat sesua dengan kepentngan masng-masng. Pekerja msalnya, akan berupaya untuk mendapatkan manfaat yang setngg-tnggnya dar nteraks kegatan ekonom mereka dengan berusaha untuk memperoleh upah sebaga balas jasa

2 dar curahan waktu yang dgunakan untuk bekerja setngg mungkn. Sedangkan pengusaha akan berupaya menekan baya produks seefsen mungkn yang dapat mereka lakukan untuk memperoleh laba yang optmal, dmana menekan baya produks salah satunya melalu penekanan terhadap baya tenagakerja berupa penurunan upah. Sejalan dengan fenomena d atas, Mannng (1994) menympulkan bahwa stud mengena upah d Indonesa mash kurang memada. Meskpun dsadar pentngnya data upah untuk analss ekonom, perencanaan dan kesejahteraan. Selama ekonom orde baru, sangat sedkt stud mengena upah dan sampa saat n pun stud tentang upah n mash sangat mnm, apalag d level daerah. Stud mengena pasar tenagakerja umumnya hanya tertark pada kuanttas dan kualtas tetap bukan pada harga atau upah (Setadj, 2002). Kalaupun ada peneltan tentang upah, umumnya hanya fokus d level mkro yang hanya melhat kesenjangan upah secara gender atau hanya melhat pengaruh tngkat penddkan terhadap perolehan upah. Sementara tu, dspartas upah merupakan suatu kenscayaan yang perlu kajan lebh lanjut. Masalah dspartas upah n mrupakan subyek yang besar dan pentng bak perbedaan upah antar tngkat penddkan, antar daerah, antar gender maupun antar sektor. Peneltan akan berfokus pada dspartas upah antara sektor pertanan dan sektor ndustr khususnya ndustr pengolahan. 1.2. Pasar Kerja d Sulawes Selatan Pasar kerja d Sulawes selatan merupakan cermnan suatu perekonoman dualstk yang dtanda oleh lapangan kerja d sektor modern yang relatf kecl dan sektor tradsonal atau nformal yang sangat besar, yang mencermnkan adanya surplus tenagakerja. Sebaga wlayah agrars, sektor pertanan memegang peranan yang cukup pentng dalam kehdupan perekonoman masyarakat

3 Sulawes Selatan, khususnya masyarakat yang tnggal d wlayah perdesaan. Hngga saat n sebagan besar penduduk Sulawes Selatan mash tnggal d perdesaan dan mayortas menggantungkan hdup mereka pada sektor pertanan, yatu sebaga buruh tan (lhat Gambar 1.1). buruh tan sebaga salah satu komponen pada sektor pertanan, mempunya kontrbus yang cukup besar dalam menentukan keberhaslan sektor n. Namun pada kenyataannya, keberhaslan sektor pertanan tdak selalu dkut oleh menngkatnya kesejahteraan buruh tan. Hal tersebut dsebabkan mash rendahnya upah buruh tan d Sulawes Selatan, sementara d ss lan harga barang-barang untuk memenuh kebutuhan hdup sehar-har semakn tngg. Kurangnya pemahaman akan dnamka perubahan pasar kerja dalam suatu perekonoman dualstk dapat menyulut perdebatan dalam merancang suatu kebjakan terhadap pasar kerja (labor market) yang ada. Sektor modern yang dtanda dengan upah rata-rata yang lebh tngg dan konds lngkungan kerja yang juga jauh lebh bak jka dbandngkan dengan upah yang dperoleh mereka yang bekerja sebaga pekerja sektor tradsonal atau nformal sepert pekerja sektor pertanan d pedesaan. Selan tu pekerja sektor modern memlk kesempatan untuk memperoleh ketramplan dan akses terhadap pelathan yang bsa menempatkan mereka pada poss yang lebh bak untuk menngkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka. Sebalknya, kebanyakan pekerja d sektor tradsonal melakukan kegatan yang rendah tngkat produktvtasnya dengan upah yang lebh rendah serta tdak menentu, sehngga terjad kesenjangan produktvtas yang dcermnkan oleh upah yang mereka terma. Sebaga gambaran, data yang ada menunjukkan bahwa pendapatan buruh tan d Sulawes Selatan mash sangat rendah jka dbandngkan dengan sektor-sektor lannya terutama sektor modern, dmana buruh tan hanya memperoleh upah rata-rata Rp 2,3 juta per orang per tahun, sedangkan mereka

4 yang bekerja d seluruh sektor d luar n menerma upah rata-rata sebesar Rp 6,3 juta lebh per orang per tahun (Antara, 20 Desember, 2008). Padahal sektor pertanan merupakan penyerap tenagakerja terbanyak d daerah n (lhat Gambar 1.1) Gambar 1.1 Penduduk 15 tahun ke atas yang Bekerja selama Semnggu yang Lalu Menurut Lapangan Usaha Utama d Sulawes SelatanTahun 2006 2010 Sumber: Publkas BPS, Sulawes selatan Dalam Angka 2011

5 1.3. Dspartas Upah Antar Sektor dan Wlayah Pemahaman tentang evolus upah dan tngkat ketmpangan upah adalah pentng untuk pemahaman dnamka pasar tenagakerja. Persoalan ketmpangan upah selama tga dekade terakhr adalah salah satu topk yang palng banyak dtelt d bdang ekonom tenagakerja. Bagan pentng dar perubahan ketmpangan upah telah dkatkan dengan pertumbuhan prem upah pada jenjang penddkan tngg sejak tahun 1970-an (John Bound dan George Johnson, 1992; Lawrence F. Katz dan Kevn M Murphy, 1992). Namun, penjelasan pertumbuhan ketmpangan upah terkat dengan varabel standar modal manusa sepert pengalaman dan penddkan dbatas oleh kenyataan bahwa varabel-varabel n hanya menjelaskan sektar sepertga dar varans upah (Lemeux, 2010). Kesenjangan upah juga terjad pada sektor ekonom tradsonal yang umumnya bergerak d pedesaan. Ekonom pedesaan merupakan bagan ntegral dar perekonoman nasonal secara keseluruhan. Serng dengan waktu, telah terjad banyak perubahan, bak dar seg sosal ekonom pedesaan maupun ekonom perkotaan sebaga ekses dar strateg pembangunan yang selama n cenderung bersfat bas perkotaan. Dar seg ekonom msalnya upah tenaga kerja tdak terddk d sektor pertanan cenderung lebh rendah darpada upah tenaga kerja yang sama dluar sektor pertanan. Selan tu maraknya urbansas tenagakerja muda yang memlk penddkan dan keteramplan yang memada juga kut andl dalam tercptanya ketdaksembangan permntaan tenagakerja d sektor pertanan (Todaro, 2006).

6 Fenomena n menyebabkan rendahnya produktvtas d sektor pertanan, yang berujung pada rendahnya upah yang dperoleh pekerja sektor pertanan. Kenyataan umum menunjukkan bahwa upah buruh antar wlayah maupun antar sektor tdaklah sama. Data Internatonal Labor Organzaton (ILO) 2012 menempatkan upah negara-negara ASEAN termasuk Indonesa jauh lebh rendah jka dbandngkan dengan upah d negara-negara Barat. Dbandngkan dengan negara-negara Asa lannya yang telah maju, tngkat perolehan upah tenagakerja Indonesa mash jauh lebh rendah. Sebaga contoh, tenagakerja d Sngapura memperoleh upah rata-rata US$ 12,68 per jam dan Jepang dengan rata-rata US$ 18,32 per jam. Perbedaan n dapat terjad karena varas dalam baya hdup, tngkat nflas, dan komposs kegatan ekonom wlayah. Selan tu dspartas upah dapat juga dsebabkan oleh perbedaan kualtas sumberdaya manusa, msalnya perbedaan tngkat penddkan dan keteramplan dar tenagakerja. Evolus upah, ketmpangan upah dan hubungannya dengan penddkan telah dkaj secara luas d negara-negara maju. Hal n bsa dsmak pada beberapa stud, antara lan, Buchnsky (1994) untuk Amerka Serkat, Abade (1997), Budra dan Moro-Egde (2008) untuk Spanyol, Hartog (2001), Machado dan Mata (2001; 2005), Martns (2004) dan Andn (2007) untuk Portugal, Ferstere dan Wnter-Ebmer (1999) untuk Australa, Goslng (2000) untuk UK, Prasad (2000) dan Gernandt dan Pfeffer (2006) untuk Jerman, MacGunness (2009) untuk Irlanda, Perera dan Martns (2002), Martns dan Perera (2004), Budra dan Perera (2005) dan Preto-Rodrguez (2008) untuk beberapa negara Eropa. Lemeux (2007) mengkaj mengena pertumbuhan sekuler ketmpangan upah d Amerka Serkat dan negara ndustr maju lannya. Topk n juga serng dkaj d negara sedang berkembang. Blom (2001) dan Gonzales dan Mles (2001) yang mengkaj ketmpangan upah d Brazl dan

7 Uruguay secara berturut-turut. Patrnos (2009) mengkaj ketmpangan upah d beberapa negara Amerka Latn dan Asa Tmur. Stud lan dar negara sedang berkembang, yang mengkaj return terhadap penddkan dengan regres kuantl adalah Mwabu dan Schultz (1996) d Afrka Selatan, Grma dan Kedr (2003) d Ethopa dan Falars (2008) d Panama. 1 Pertanyaan tentang dstors d pasar tenagakerja dan rgdtas upah telah mendorong banyak perhatan d bdang ekonom. Sebagan besar peneltan sepakat bahwa rgdtas atau ketdakefsenan n dcptakan oleh serkat dan regulas yang bersfat membatas dan mencegah realokas buruh dan sumber lan kepada manfaat-manfaat palng efsennya (Fras, 2006). Sebelumnya Gottschalk dan Mofftt (1994) menunjukkan bahwa tumbuhnya ketdakstablan upah merupakan faktor besar yang menyebabkan meluasnya dstrbus pendapatan, dan penngkatan varan pendapatan sementara bsa menjelaskan satu pertga dar keseluruhan penngkatan ketmpangan pendapatan d Amerka Serkat dar tahun 1970 sampa 1980 ( Zhao, 2007). Ketmpangan upah mencermnkan struktur upah dan perbedaan kesejahteraan d antara rakyat. Evolus struktur upah member gagasan tentang bagamana dstrbus kesejahteraan bergerak dar waktu ke waktu. Penngkatan ketmpangan upah secara tdak langsung menyatakan polarsas dalam dstrbus kesejahteraan dalam masyarakat (Tanzel and Brcan, 2010). Aspek ketdakadlan dalam struktur upah antar sektor ekonom d Indonesa juga mendapat sorotan dar masyarakat akadems. Sebaga gambaran banyaknya sarjana pertanan yang bekerja d luar pertanan, padahal pertanan d negara n mash ketnggalan. Kembal masalahnya adalah pengupahan yang tdak adl antar 1 Secara lengkap dapat dlhat dalam jurnal Tansel, Ayst and Fatma Brcan. 2010. Wage nequalty and Returns to Educaton n Turkey: A Quantle Regresson Analyss

8 sektor dan tdak ddasarkan atas kontrbus rl setap sektor terhadap ekonom (InfoBank, eds November, 2012). 1.4. Dspartas Upah antar Kabupaten/Kota d Sulawes Selatan Dspartas upah regonal dketahu luas d banyak negara, dan serng menjad sumber perhatan publk. Dspartas upah adalah refleks dar kekuatan, termasuk proses pemlahan ndvdu dan perusahaan dengan karakterstk yang berbeda dan juga berpotens terhadap eksternaltas aglomeras yang mempengaruh produktvtas ndvdu sebaga fungs dar karakterstk daerah d mana mereka bekerja (Groot,et.all., 2011). Tga sumber utama dar perbedaan upah regonal yang basanya dbedakan dalam lteratur (Combes,et.all., 2008 dalam Groot,et.all., 2011): The frst s the composton of the labour market, whch s related to urbanzaton externaltes. The second set of explanatons reles on dfferences n the presence of local non-human endowments. The thrd conssts of agglomeraton economes: spatal proxmty of frms to other frms, to producers or to supplers. Beberapa peneltan yang pernah dlakukan mengungkapkan bahwa motf ekonom dan kependudukan merupakan faktor utama yang mempengaruh seseorang untuk bekerja. Meskpun demkan, tdak berart faktor-faktor lan d luar faktor ekonom dan kependudukan tdak mempunya pengaruh pada keputusan seseorang untuk bekerja. Faktor-faktor sosal budaya, pskolog dan lngkungan serng mempunya pengaruh yang cukup untuk menentukan keputusan seseorang untuk bekerja dengan jam kerja sesua dengan plhan mereka. Faktor ekonom merupakan faktor yang dpandang domnan mempengaruh seseorang berseda menyedakan waktunya untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Faktor ekonom tersebut antara lan tercermn pada tngkat upah. Tngkat upah yang dterma oleh pekerja dpengaruh oleh faktor

9 karakterstk kependudukan secara umum sepert halnya umur, jens kelamn, tempat tnggal dan status perkawnan serta tngkat penddkan. Isu-su perburuhan memlk dmens yang besar, termasuk ketmpangan upah, dmana dmens ketmpangan upah tu sendr dapat dlhat dalam bervaras cara, msalnya ketdaksetaraan pendapatan yang dsebabkan oleh karakterstk daerah, sosal-ekonom, karakterstk demograf, dan lannya, termasuk dspartas pendapatan gender. Tdak terkecual untuk wlayah Sulawes Selatan, kesenjangan upah buruh juga mash terjad. Sejalan dengan stud n, data berkut menunjukkan bahwa selama tahun 2011 kesenjangan upah tu mash terjad d Wlayah Sulawes Selatan. Tabel 1.1 Upah Tenagakerja Kabupaten/Kota d SulawesSelatanTahun 2011(RP) Kabupaten/Kota Upah Kab/Kota Upah Selayar 1.291.432 Wajo 1.555.046 Bulukumba 967.324 Sdrap 1.331.300 Bantaeng 1.145.487 Pnrang 1.271.748 Jeneponto 942.620 Enrekang 1.490.275 Takalar 1.005.886 Luwu 922.538 Gowa 1.257.238 Tana Toraja 1.580.282 Snja 1.197.076 Luwu Utara 1.041.505 Maros 1.180.406 Luwu Tmur 2.398.550 Pangkep 1.300.699 Toraja Utara 1.343.515 Barru 1.355.988 Makassar 1.928.272 Bone 995.905 Pare-Pare 1.442.754 Soppeng 1.265.276 Palopo 1.275.037 Wajo 1.555.046 Sumber: Dolah Dar Sakernas 2011 Sementara tu, ketka hanya memusatkan perhatan pada tngkat dspartas upah secara umum antar daerah Kabupaten/Kota, mungkn akan menyesatkan dar kenyataan bahwa terdapat kesenjangan yang lebh besar

10 dalam penermaan upah rl antar sektor, antar ndvdu bahkan dalam suatu daerah kabupaten/kota yang sama sekalpun. Dspartas upah n sangat dpengaruh oleh perbedaan dalam tngkat pertumbuhan ekonom dan pembangunan antar daerah, terutama pengembangan sumberdaya manusa yang dapat dlhat dar tnggnya varas dalam tngkat pertumbuhan produktvtas per tenagakerja antar daerah. Semakn tngg varas dspartas produktvtas tenagakerja yang dmlk oleh masng-masng daerah kabupaten/kota, maka varas dspartas penermaan upah tenagakerja juga akan semakn tngg. Hal n sejalan dengan Lengyel and Lukovcs (2006), yang menyatakan bahwa tercptanya pertumbuhan ekonom regon ddorong oleh produktvtas tenagakerja dan kesempatan kerja yang tngg. Pernyataan n menyratkan bahwa tenagakerja dengan produktvtas tngg akan memperoleh balasjasa berupa upah yang juga tngg. Fenomena yang terjad d Sulawes Selatan menunjukkan bahwa teor n tdak berlaku, sehngga fenomena gap nlah yang merupakan salah satu hal yang melatarbelakang peneltan n. Peneltan yang dlakukan oleh Akatga (2009) terhadap pekerja ndustr tekstl dan kult d 50 perusahaan yang terdapat pada empat provns d Jawa (DKI Jakarta, Banten,Jawa Barat dan Jawa Tengah) menunjukkan bahwa tenagakerja d sektor n hanya memperoleh upah total rata-rata sebesar Rp. 1.090.253 dengan pengeluaran rl tenagakerja/buruh sebesar Rp 1.467.896,00 2. Sementara nla rata-rata kebutuhan hdup layak adalah Rp 4.066.433,00 3. Merujuk kenyataan tersebut, maka stud upah sektor ndustr juga merupakan stud upah yang dpandang pentng mengngat ndustr 2 Upah rl merupakan ukuran daya bel pekerja. Penurunan upah rl secara langsung menurunkan tngkat kesejahteraan pekerja dan keluarganya, hal n dapat terjad karena adanya pemotongan tngkat upah atau karena laju nflas yang lebh tngg dar kenakan upah nomnal. 3 Lhat Rngkasan Eksekutf: Menuju Upah Layak, Lembaga Peneltan Akatga bekerjasama dengan Fredrch Ebert Stftung (FES) dan Textle Workers Assocaton Regonal Offce (TWARO), 2009.

11 pengolahan adalah sektor palng besar yang menggunakan sstm upah secara reguler (terkat kontrak).

12 Gambar 1.2 Kontrbus PDRB Kabupaten/Kota Menurut Lapangan Usaha d Sulawes Selatan Tahun 2009 Sumber: Publkas Bappeda kerjasama BPS, Indkator Pembangunan Kabupaten/Kota Provns Sulawes Selatan Tahun 2009.

13 Selan tu, sektor ndustr khususnya ndustr pengolahan yang hanya menyerap tenagakerja kurang lebh sepertga dar dar sektor pertanan tetap member kontrbus terhadap Produk Domestk Bruto yang jauh lebh besar jka dbandngkan dengan kontrbus sektor pertanan. Hasl peneltan yang dlakukan oleh Setadj, 2002 menunjukkan upah sektor ndustr berada 1,9 kal sampa 1,7 kal dar tahun 1977-1990. Peneltan n akan mengkaj lebh jauh dan menunjukkan bahwa terjadnya perbedaan upah tdak hanya dsebabkan oleh perbedaan karakterstk ndvdu, tetap juga karakterstk dar human captal dan juga karakterstk dar pekerjaan yang dgelut. Dengan menganalss karakterstk ndvdu dan konds soso-ekonom-demograf persoalan terkat dspartas upah terutama dspartas antara upah pekerja sektor pertanan dan non pertanan d Sulawes Selatan dharapkan bsa dungkap. Lebh lanjut peneltan n juga akan menganalss dekomposs determnan dar perbedaan upah tersebut. Hal n merupakan salah satu keterbaruan dar peneltan n mengngat peneltan sejens umumnya hanya berhent pada persoalan seberapa besar pengaruh dar karakterstk ndvdu serta karakterstk human captal terhadap tngkat upah yang dterma oleh pekerja. Selan tu peneltan yang ada umumnya berskala mkro yang hanya melhat pada satu sektor serta tdak memperhatkan dekomposs penyebab dar dspartas upah yang ada. Pertanyaan yang muncul kemudan adalah mengapa komparas dspartas upah sektor pertanan dan ndustr khususnya ndustr pengolahan n menjad pentng untuk dkaj? Beberapa alasan dapat memperkuat akan hal n, antara lan bahwa Indonesa merupakan negara agrars yang mayortas penduduknya bermata pencaharan d sektor pertanan, demkan halnya d Sulawes Selatan yang juga mash sangat bergantung pada sektor pertanan. Domnas sektor n dapat dlhat dar kontrbusnya terhadap PDRB masng-

14 masng kabupaten/kota yang rata-rata sebesar 41,41 persen, kecual Kota Makassar hanya 0,82 persen. Selan tu, sektor ndustr yang ada d daerah n mayortas dgerakkan oleh sektor pertanan, dalam artan bahwa hasl komodt sektor pertanan menjad nput bag sektor ndustr terutama untuk ndustr pengolahan. Hal lan yang menjad alasan betapa urgens peneltan upah sektor pertanan menjad menark adalah mengngat bahwa upah sektor pertanan yang tdak bersfat stabl, karena varas upah yang berfluktuas dar bulan ke bulan dan dar desa ke desa (Mazumdar dan Sawt,1986). Peneltan terkat dspartas upah n untuk kasus Indonesa telah dlakukan oleh Prmana (2006) untuk menganalss ketmpangan pendapatan antar gender dalam hal n pendapatan yang dperoleh dar upah dan untuk mengetahu apakah dspartas upah tersebut dapat djelaskan oleh faktor-faktor karakterstk ndvdu sepert penddkan dan pengalaman, lokas perkotaanpedesaan dan provns d mana ndvdu berada dan bekerja, dan berdasarkan karakterstk soso-demograf-ekonom menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan jender yang sgnfkan dalam penermaan upah d Indonesa. Profl ketdaksetaraan pendapatan berdasarkan gender tampaknya berbentuk model "U terbalk", dengan penyemptan kesenjangan penghaslan antara pra dan wanta sebaga pencapaan dar menngkatnya penddkan. Melanjutkan temuan peneltan Prmana (2006) sepert yang telah dungkapkan sebelumnya kranya mash layak untuk menjad suatu kajan. Kenyataan adanya penyemptan kesenjangan penghaslan antara pra dan wanta sebaga pencapaan dar menngkatnya penddkan, merupakan daya tark untuk mengkaj lebh jauh terutama d daerah. Kendat demkan, peneltan n akan dperluas sehngga perbedaan gender hanya merupakan salah satu varabel yang mempengaruh dekomposs dspartas upah yang terjad antar pekerja sektor pertanan dan ndustr d Sulawes Selatan. Pemlhan wlayah

15 Sulawes Selatan sebaga representas dar wlayah Tmur secara keseluruhan adalah tepat untuk kemudan dapat dlhat apakah fenomena n juga terjad. Konds sosal ekonom dan demograf wlayah Sulawes Selatan yang relatf sama juga menjad daya tark tersendr untuk kajan n. Selan tu menurut hasl peneltan KPPOD yang dsponsor oleh the Asa Foundaton pada tahun 2010 menunjukkan bahwa dar 10 kabupaten/kota yang menduduk rankng teratas secara nasonal dengan ndkator faktor tenagakerja dan produktvtas, terdapat 2 kabupaten yang berada d Sulawes Selatan. Kedua kabupaten tu adalah kabupaten Pangkajene Kepulauan (urutan II), dan kabupaten Maros ( urutan X). Data n palng tdak sudah menunjukkan bahwa tngkat dspartas produktvtas tenagakerja Sulawes Selatan adalah tngg. Fenomena n menjad menark untuk dkaj lebh jauh dalam melhat keterkatan dspartas upah antara pekerja dan antar sektor d daerah n. Analsa dspartas upah menjad pentng mengngat upah merupakan salah satu cermnan kesejahteraan. 1.5. Rumusan Masalah Persoalan dspartas upah merupakan ssu yang serng dbahas dalam ekonom ketenagakerjaan. Adanya dspartas upah serngkal memcu terjadnya demo buruh yang menuntut keadlan dalam dstrbus upah. Balas jasa tenagakerja berupa upah n sangat terkat dengan faktor karakterstk ndvdu, karakterstk modal manusa dan karakterstk dar pekerjaan tu sendr. Hal n sejalan Nakamura (1979), bahwa ada dua faktor yang berpengaruh terhadap upah yang dterma oleh pekerja, yatu karakterstk ndvdu dan karakterstk dar pasar tenagakerja. Perbedaan dalam kemampuan dan karakterstk daerah, termasuk sumberdaya manusa, dalam hal n tenagakerja yang dmlk akan

16 menyebabkan tngkat upah yang dterma pekerja juga berbeda antar regon dan antar sektor. Berdasarkan uraan d atas, maka pertanyaan yang dajukan dalam peneltan n adalah: 1. Seberapa besar dspartas tngkat upah dpengaruh oleh karakterstk ndvdu, karakterstk modal manusa dan karakterstk pekerjaan pada sektor pertanan dan ndustr? 2. Seberapa besar faktor karakterstk ndvdu, karakterstk modal manusa serta karakterstk pekerjaan dapat membedakan dekomposs determnan dspartas tngkat upah yang dterma oleh tenagakerja pada sektor pertanan dan ndustr? 1.6. Tujuan Peneltan Secara umum peneltan n bertujuan untuk: 1. Mengetahu pengaruh karakterstk ndvdu, karakterstk modal manusa, serta karakterstk pekerjaan terhadap dspartas tngkat upah pekerja antara sektor pertanan dan ndustr d daerah kabupaten/kota d wlayah Sulawes Selatan; 2. Mengetahu seberapa besar masng-masng faktor dar karakterstk ndvdu, karakterstk modal manusa, serta karakterstk pekerjaan terhadap dekomposs determnan dspartas tngkat upah antar sektor pertanan dan ndustr dan antar pekerja pada kedua sektor tersebut d daerah kabupaten/kota d wlayah Sulawes Selatan. 1.7. Manfaat Peneltan Manfaat hasl peneltan n antara lan adalah:

17 1. Secara teorts, kontrbus pentng peneltan n terhadap pengembangan lmu (teor), khususnya dalam lteratur Labor Economcs adalah mengembangkan model analss Blnder-Oaxaca untuk dekomposs determnan dspartas upah pekerja antar sektor khususnya sektor pertanan dan sektor ndustr d wlayah kabupaten/kota Sulawes Selatan. 2. Secara prakts, manfaat peneltan n, yatu: () sebaga masukan bag pemerntah pusat maupun daerah untuk memaham konds ketenagakerjaan kabupaten/kota yang ada d wlayah Sulawes Selatan, khususnya berkatan dengan karakterstk ndvdu tenagakerja, karakterstk human captal, serta karakterstk pekerjaan terhadap dspartas tngkat upah pekerja antara sektor pertanan dan ndustr khususnya ndustr pengolahan. Dengan demkan hasl peneltan n dapat dgunakan sebaga masukan bag perencana pembangunan dalam merumuskan perencanaan pembangunan bdang ketenagakerjaan terutama dalam katannya dengan evaluas dan strateg kebjakan pengupahan d Sulawes Selatan; () sebaga bahan nformas bag peneltan terkat, khususnya yang berkatan dengan sstem pengupahan dan pengembangan analss dekomposs Blnder-Oaxaca; dan () sebaga bahan nformas bag para nvestor d daerah dalam memlh lokas nvestas yang tepat.

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teor Upah Sesungguhnya ada dua masalah besar ketka berbcara tentang upah. Dengan menggunakan bahasa Rcardo 4, yatu harga alam tenagakerja (natural prce of labor), dan harga pasar tenagakerja (market prce of labor). Yang pertama adalah tngkat harga berlaku dalam jangka panjang, jka pengaruh harga terhadap penawaran memlk waktu dan kesempatan untuk mengambl efek tanpa ntervens penyebab yang mengganggu. Prnsp-prnsp yang mengatur harga alam umumnya dperlakukan secara terpsah, dan membentuk sebagan besar dalam dskus tentang teor penduduk. Ketka hukum upah dbcarakan secara sederhana, basanya yang menjad rujukan bukan pada harga alam tenagakerja, tetap lebh merujuk pada pasar upah (wage market). Sebagamana halnya dengan harga barang-barang dan jasa-jasa, harga tenagakerja atau upah, tngg rendahnya dtentukan oleh permntaan pasar dan penawaran pasar akan tenagakerja. Dengan demkan nteraks antara penawaran dan permntaan sangat menentukan tngkat upah dan pemanfaatan nput dalam hal n employment. Dpandang dar sumber daya manusa secara keseluruhan, tngkat upah dtentukan oleh kurva permntaan akan tenagakerja dan kurva penawaran tenagakerja agregat. Sejalan dengan pandangan Malthus, yang menla bahwa upah yang wajar dhubungkan dengan perubahan jumlah penduduk, maka tngkat upah sebaga harga penggunaan nput dalam hal n tenagakerja sangat dtentukan oleh penawaran tenagakerja d mana penduduk sebaga sumber utamanya. 4 Penjelasan lengkap mengena hal n dapat dlhat pada The Theory of Wages, Stuart Wood Amercan Economc Assocaton URL: http://www.jstor.org/stable/2485659

19 Ketka ada kenakan dalam jumlah penduduk, maka pada saat yang sama, penawaran tenagakerja akan mengalam penngkatan yang berujung pada tekanan tngkat upah untuk segera turun, hal yang sama juga berlaku untuk sebalknya. Setdaknya tedapat dua pandangan teor upah yang relevan dengan peneltan n. Pertama, teor upah dalam perspektf Neo-Klask atau teor upah kompettf. Kedua, teor upah non kompettf. Teor upah non kompettf berasal dar dua asums, yatu pertama, karena dpercaya adanya hubungan antara upah yang makn tngg dengan laba yang juga makn tngg, asums kedua, karena adanya prlaku yang tdak memaksmsas (Kruger dan Summers, 1987, Felds dan Wolff, 1995). Dalam perspektf non kompettf, ekonom umumnya memlh asums yang pertama dan merumuskan teor upah alternatf, msalnya teor upah efsens (Dckens dan Katz, 1987). Teor upah efsens merupakan salah satu landasan mkro ekonom kelompok Post Keynesan (McCafferty, 1990). Teor n member landasan bahwa akan selalu ada pengangguran terpaksa (nvoluntary unemployment) dan adanya ndustry fxed effect yang menyebabkan kekakuan upah, karena bak ndustr yang member upah tngg maupun yang berupah rendah ternyata tdak melakukan penyesuaan, tetap cenderung mempertahankannya (Setadj, 2002). Bukt-bukt adanya perbedaan upah, msalnya upah antarndustr dawal oleh Slchter (1950) yang menunjukkan bahwa selama 20 30 tahun struktur upah antarndustr relatf tdak berubah. Peneltan serupa dlakukan oleh Allen (1995), dengan memperpanjang jarak waktu pengamatan korelas struktur upah tersebut sampa 100 tahun. Hasl peneltan n menunjukkan bahwa pada prnspnya pengusaha cenderung untuk mempertahankan tngkat perbedaan upah, dan tdak berdasarkan pada harga pasar.

20 Sejalan dengan temuan emprk tersebut, berkembang pula teor-teor yang berusaha menjelaskan fenomena perbedaan upah antarndustr tersebut. Salah satu penjelasan mengapa sebuah ndustr berseda memberkan upah d atas harga yang seharusnya berlaku d pasar tenagakerja adalah adanya semacam bag rente ( rents sharng hypothess) antara pengusaha dan pekerja. Dalam hal n pengusaha berseda membayar upah yang lebh tngg darpada harga balas jasa tenagakerja yang berlaku dan sebaga mbalannya pekerja memberkan upaya (effort) yang lebh bak. Sebaga mplkasnya, produktvtas dan output akan menngkat (Lebensten, 1963; Pugel, 1980; Chrstofdes dan Oswald, 1992; Blanchflower et.all., 1996). Model-model yang dkembangkan oleh mereka selanjutnya dkelompokkan ke dalam apa yang dsebut dengan teor upah efsens, dengan ragamnya antara lan, model menghndar kemalasan (shrkng model), model mengurang perputaran (turnover model), model menark pekerja bermutu (selecton model) dan model mengurang ketdakadlan atau socologcal model (Lebensten, 1963; Stgltz, 1974; Shapro and Stgltz, 1984; Akerlof, 1982; Akerlof and Yellen, 1988; Kreger and Summers, 1988). Untuk menunjukkan perbedaan antara teor upah Neo-Klask dan teor upah yang berdasar pada upah efsens, dapat djelaskan sepert berkut. Pembahasan dawal dengan model Neo-Klask mengena pasar tenagakerja (Ellot, 1991). 2.1.1. Perspektf Model Upah Neo-Klask Dalam model Neo-Klask, pekerja akan melakukan maksmsas fungs utltas dengan kendala yang sesua. Max U = U(G,L) (1) Dmana G adalah jumlah barang dan jasa, sedangkan L adalah waktu luang (lesure). Model n dsebut dengan fungs utltas langsung yang memenuh asums fungs utltas yang well-behaved, dengan kendalanya adalah,

21 G = W(T-L) / P (2) Dmana W adalah upah, T adalah waktu yang terseda, dan P adalah tngkat harga. Pada pasar yang kompettf, pekerja akan menyesuakan jumlah waktu yang akan dcurahkan untuk bekerja pada tngkat upah tertentu. Selanjutnya, dengan asums pasar tenagakerja yang kompettf dan pasar output yang juga kompettf, maka pengusaha akan memaksmumkan keuntungan dengan menentukan jumlah pekerja yang akan dgunakan pada tngkat upah yang dhadap d pasar tenagakerja. Dengan demkan pengusaha akan memaksmsas keuntungan sebaga berkut; = TR TC (3) Dmana adalah keuntungan, TR adalah penermaan total = P.Q (P adalah harga dan Q adalah jumlah output yang dproduks), TC adalah baya total = W.N, dmana W adalah upah dan N adalah jumlah tenagakerja. Dengan asums bahwa hanya tenagakerja yang merupakan varabel atau Q = f(n), maksmsas fungs laba (3) dengan memlh jumlah pekerja N yang dgunakan untuk mencapa kesembangan ketka nla produk marjnal pekerja adalah sama dengan tngkat upah. Dengan demkan, fungs laba Neo-Klask terutama dalam jangka panjang, tdak meramalkan korelas upah dengan laba. Bahkan kekuatan monopol akan mendorong upah untuk turun. Maksmsas laba monopols terjad jka: MR. MP L W = 0 atau W = MR. MP L (4) Sehngga monopols cenderung memlh untuk berproduks yang lebh sedkt darpada yang dbutuhkan dbandng jka pasar kompettf, yang berdampak pada menurunnya permntaan terhadap tenagakerja sehngga juga mendorong turunnya tngkat upah (Wess, 1996). Kesmpulan yang dapat dtark dar teor n adalah teor Neo-Klask menyatakan bahwa pekerja memperoleh upah senla

22 dengan pertambahan hasl marjnalnya. Upah berfungs sebaga mbalan atas usaha kerja yang dberkan seorang pekerja terhadap pengusaha, sehngga upah yang dbayarkan oleh pengusaha akan sesua atau sama dengan produktvtas yang dberkan oleh pekerja. 2.1.2. Perspektf Teor Upah Efsens Shapro dan Stgltz (1984) serta Kreps (1990) membuat model perlaku pekerja dengan fungs utltas nstan (nstantaneous utlty) sepert berkut: U = U(w,e) (5) Dmana w adalah upah, sedangkan e adalah upaya (effort), dengan asums keduanya dapat dpsah (separable), maka U = w e. Jka e = 0, maka pekerja akan berperlaku malas, sebalknya terjad ketka e, maka pekerja mengambl skap tdak malas. Pekerja dasumskan hanya memlk tga plhan, yatu malas, tdak malas, dan menganggur, dengan fungs utltas harapan sebaga berkut: (6) (7) adalah utltas harapan jka pekerja berlaku malas, r adalah faktor dskonto, w adalah tngkat upah yang berlaku, b adalah tngkat keluar (qut rate) dar pekerjaan, q adalah probabltas termontor jka pekerja berperlaku malas, dan V u adalah utltas jka pekerja menganggur. adalah utltas harapan jka pekerja tdak malas dan e adalah upaya. Dua persamaan d atas menggambarkan perolehan atau kepuasan jka pekerja berlaku malas atau tdak malas. Selanjutnya, dar persamaan (6) dan (7) dperoleh suatu kendala yang memenuh syarat supaya pekerja tdak malas (nonshrkng constrant) sebaga berkut: w rvu + = (8)

23 Dalam model Shapro-Stgltz, pengusaha akan menyamakan nla produk margnal pekerja (F L) dengan upah yang memenuh syarat tdak malas atau nonshrkng constrant (NSC). Hal n menyebabkan perekrutan pekerja akan berhent lebh cepat dbandngkan dengan model upah yang dkemukakan oleh Neo-Klask. Menurut teor n, besarnya upah yang harus dberkan oleh pengusaha dengan memenuh syarat tdak malas adalah: w + e + e = (9) persamaan (9) menunjukkan upah w supaya memenuh NSC harus semakn besar, jka: ). Probabltas terdeteks dalam memontor karyawan, q makn kecl; ). Makn besar usaha, e; ). Makn tngg tngkat keluar, b; v). Makn tngg faktor dskonto, r ; v). Makn tngg tunjangan pengangguran, v). Makn tngg alran keluar (flow out) dar stok pengangguran atau makn mudah mendapatkan pekerjaan, a. Dengan demkan 1/a = duras harapan menjad penganggur; jka a besar sekal, maka 1/a mendekat nol. Hal n berart tdak ada hukuman bag pekerja yang malas karena setap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan dkompensas dengan pekerjaan baru. Jka harapan memperoleh pekerjaan, a + dmana adalah jumlah angkatan kerja dan L adalah jumlah yang berhasl memperoleh pekerjaan, yang ddefnskan u = (AK L)/AK adalah tngkat pengangguran karena tu model n dapat dkatkan dengan pengangguran, sehngga dperoleh; w + ( ) (b/u + r) = (10)

24 Kesmpulan dar model n adalah pemenuhan syarat tdak malas yang tdak konssten dengan asums full employment atau pengangguran alam yang berart N = L dan a menjad sangat besar. Model n meramalkan bahwa pengangguran selalu ada dan dengan demkan lebh mendekat pandangan Keynesan. Model Shapro-Stgltz menunjukkan adanya upah yang lebh tngg dbandngkan upah kesembangan Neo-Klask dengan konsekuens terjad kesembangan dengan pengangguran. Akan tetap, model n hanya bersfat konseptual dan belum dkembangkan dengan uj emprk. Selan tu model n juga belum menjelaskan fenomena varas upah antarndustr yang berkorelas dengan tngkat keuntungan. 2.2. Sstem Pengupahan Sstem pengupahan d suatu negara umumnya ddasarkan pada falsafah atau sstem masng-masng negara. Menurut Soemarsono (2003), teor yang mendasar sstem pengupahan pada dasarnya dapat dbedakan menurut dua ekstrm, yatu: (1). Berdasarkan ajaran Karl Marx mengena teor nla dan pertentangan kelas; (2). Berdasarkan pada teor pertambahan produk margnal berlandaskan asums perekonoman bebas. Sstem pengupahan dar ekstrm pertama pada umumnya dlaksanakan d negara-negara penganut paham komuns, sedangkan sstem pengupahan ekstrm kedua pada umumnya dpergunakan d negara-negara yang dgolongkan kaptals. Ajaran Karl Marx menyatakan bahwa hanya buruh yang merupakan sumber nla ekonom. Nla suatu barang tergantung nla dar jasa buruh atau jumlah waktu kerja yang dpergunakan untuk memproduks barang tersebut. Sebaga mplkas dar pandangan n adalah:

25 a. Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dalokaskan untuk seluruh proses produks barang tersebut. b. Jumlah jam kerja yang dkorbankan untuk memproduks suatu jens barang adalah hampr sama. Oleh sebab tu harga d beberapa tempat menjad hampr sama. c. Seluruh pendapatan nasonal dcptakan oleh buruh, jad dengan demkan hanya buruh yang berhak memperoleh seluruh pendapatan nasonal tersebut. Dengan demkan, sstem pengupahan berdasarkan pandangan Karl Marx adalah sebaga berkut: a. Jens dan jumlah kebutuhan konsums tap-tap orang adalah hampr sama. Mengngat nla (harga) setap barang yang hampr sama, maka upah tap pekerja juga dperkrakan adalah sama. b. Sstem pengupahan tdak memberkan nsentf yang sangat perlu untuk menjamn penngkatan produktvtas kerja dan pendapatan nasonal. c. Sstem kontrol yang sangat ketat dperlukan untuk menjamn setap orang betul-betul mau bekerja menurut kemampuannya. Berkatan dengan hal n maka pengusaha akan mempekerjakan tenagakerja sedemkan rupa sehngga nla pertambahan hasl marjnal seorang pekerja adalah sama dengan upah yang dterma tenagakerja tersebut. Dengan demkan tngkat upah yang dbayarkan oleh pengusaha adalah: W = WMPPL + MPPL. P, dmana; W adalah tngkat upah yang dbayarkan oleh pengusaha terhadap tenagakerja; P adalah harga jual barang hasl produks dalam rupah per unt barang; WMPPL adalah margnal physcal product of labor atau pertambahan hasl marjnal pekerja yang dukur dalam unt barang per unt waktu;

26 MPPL adalah volume of margnal physcal product of labor atau nla pertambahan hasl margnal pekerja. Dalam teor Neo-Klask menyatakan bahwa karyawan memperoleh upah senla dengan pertambahan hasl marjnalnya. Upah berfungs sebaga mbalan atas jasa usaha kerja yang dberkan seorang pekerja terhadap pengusaha. Pengusaha membayar upah sesua atau sama dengan produktvtas yang dberkan. Dalam perekonoman pasar bebas tradsonal cr-cr utamanya adalah penonjolan kedaulatan konsumen, utltas atau kepuasan ndvdual dan prnsp maksmalsas keuntungan, persangan sempurna dan efsens ekonom dengan produsen dan konsumen yang atomstk yakn, tdak ada satupun konsumen dan atau produsen yang mempunya pengaruh atau kekuatan yang cukup besar untuk mendkte harga-harga nput maupun output produks. Tngkat penyerapan tenagakerja dan harga (tngkat upah) dtentukan secara bersamaan atau sekalgus oleh segenap harga output dan faktor-faktor produks dalam suatu perekonoman yang beroperas melalu permbangan kekuatan-kekuatan permntaan dan penawaran (Todaro, 2006). Dengan demkan produsen memnta lebh banyak tenagakerja sepanjang nla produk margnal yang dhaslkan oleh pertambahan satu unt tenagakerja (yatu produk marjnal atau tambahan secara fsk dkalkan dengan harga pasar atas produk yang dhaslkan oleh tenagakerja tersebut) melebh bayanya yakn tngkat upah. Dengan asums bahwa the Law of Dmnshng Margnal Product berlaku dan harga produk dtentukan sepenuhnya oleh mekansme pasar, maka nla produk marjnal tenagakerja tersebut akan memlk kemrngan yang negatf. Sedangkan pada ss penawaran, setap ndvdu dasumskan selalu berpegang teguh pada prnsp maksmalsas kepuasan. Kenakan tngkat upah akan setara dengan penngkatan opportunty cost. Seandanya tngkat upah

27 mengalam kenakan, maka penawaran tenagakerja (dar para pekerja tu sendr) akan menngkat. Motvas untuk bekerja mereka bertambah karena adanya mng-mng upah yang lebh tngg darpada sebelumnya. Korelas tersebut dtunjukkan oleh kemrngan postf atas kurva penawaran tenagakerja, yang dapat dlhat dar grafk berkut; Gambar 2.1 Hubungan Tngkat Upah dan Penyerapan Tenagakerja Wage W 2 D L F G W e W 1 Penyerapan TK L e Grafk tersebut menunjukkan bahwa upah kesembangan W e (pasar tenagakerja sama dengan besarnya tenagakerja yang dmnta oleh pengusaha). Pada tngkat upah yang lebh tngg, sepert pada W 2, penawaran tenagakerja melebh permntaan sehngga persangan d antara ndvdu dalam memperebutkan pekerjaan akan mendorong turunnya tngkat upah mendekat atau tepat pada ttk kesembangannya. Sebalknya pada ttk yang lebh rendah (W 1 ), jumlah total tenagakerja yang akan dmnta oleh produsen dengan sendrnya melebh kuanttas penawaran yang ada sehngga terjadlah persangan dantara pengusaha atau produsen dalam memperebutkan

28 tenagakerja. Hal tersebut akan mendorong kenakan tngkat upah mendekat atau ke ttk kesembangan W e. Pada ttk W e jumlah kesempatan kerja adalah L e. Pada ttk L e nlah terjad full employment, yang berart bahwa pada tngkat upah kesembangan tersebut, semua orang yang mengngnkan pekerjaan akan memperoleh pekerjaan, sehngga sama sekal tdak ada pengangguran. 2.3 Teor Penyamaan Upah Dsadar atau tdak, tngkat kepuasan maupun ketdakpuasan masngmasng pekerja atas suatu pekerjaan tdaklah sama, maka dapat dpaham terjadnya kemungknan perbedaan tngkat upah yang mencermnkan adanya perbedaan preferens terhadap setap jens pekerjaan. Kemungknan perbedaan tngkat upah yang mencermnkan adanya perbedaan preferens terhadap jens pekerjaan nlah yang serng dsebut teor penyamaan tngkat upah. Selanjutnya 5 : The theory of equalzng dfferences asserts that workers receve compensatng wage premums when they accept jobs wth undesrable non wage characterstcs, holdng the worker s characterstcs constant. Serngkal seseorang mau mengorbankan rasa tdak sukanya terhadap suatu pekerjaan dem memperoleh mbalan yang tngg, atau sebalknya kadang seorang pekerja mau menerma pekerjaan yang member upah rendah, padahal da dapat memperoleh pekerjaan yang member upah lebh tngg, hanya karena menyuka pekerjaan tersebut. Dengan demkan setap pekerjaan memlk penawaran dan permntaan tersendr yang menentukan tngkat upah serta jumlah pekerja yang bsa dserap. 5 Dalam Charles Brown, Equalzng Dfferences n The Labor Market: The Quarterly Journal of Economcs (1980) 94 (1): 113-134. do: 10.2307/1884607

29 Gambar 2.2 berkut menjelaskan proses penyamaan upah. Dasumskan bahwa hanya ada dua jens pekerjaan yang terseda d pasar kerja. W 1 /W 2 adalah raso tngkat upah pada kedua jens pekerjaan yang ada, sedangkan sumbu horzontal mengukur raso employment atau penyerapan tenaga kerja oleh kedua jens pekerjaan tersebut. Kurva permntaan tenaga kerja berbentuk downward slopng yang berart bahwa semakn rendah tngkat upah, maka pekerja yang akan dserap akan lebh banyak. Hal sebalknya berlaku untuk kurva penawaran tenaga kerja, yatu upward slopng yang artnya semakn banyak tenaga kerja yang dbutuhkan oleh perusahaan, maka tngkat upah yang harus dbayarkan akan semakn besar. Raso Upah(W 1 /W 2 ) Gambar 2.2 Proses Penyamaan Upah D S E S D Raso RK Q 1 /Q 2 Asums yang lan dalam analss n adalah semua pekerja bsa melakukan kedua pekerjaan yang dtawarkan tersebut. Bentuk kurva penawaran yang upward slopng juga dkarenakan adanya perbedaan preferens d kalangan pekerja atas dua jens pekerjaan yang terseda. Jka para pekerja tdak memlk preferens sama sekal, maka bentuk kurva penawarannya menjad datar. Semakn curam atau semakn besar sudut kurva penawaran tersebut, semakn

30 besar kecenderungan para pekerja untuk memlh salah satu pekerjaan ketmbang yang lan. Dalam stuas n, kesembangan akan terjad pada ttk E (perpotongan antar DD dan SS). Keadaan n mencptakan suatu raso upah relatf, msalnya 1,4 dan raso penyerapan tenaga kerja msalnya 0,8. Hal n menunjukkan bahwa dalam konds kesembangan, tngkat upah pekerjaan jens pertama adalah 40% lebh tngg darpada upah yang dberkan oleh pekerjaan jens kedua. Dalam kasus n, teor penyamaan upah member nformas bahwa tngkat upah yang relatf tngg harus dtawarkan oleh pekerjaan jens pertama dem memperoleh tenaga kerja sesua yang dbutuhkannya. Akan tetap kenyataan konds ketenagakerjaan kta tdaklah sepert tu. Dalam kenyataan serngkal pekerja menerma pekerjaan yang kurang dsukanya dengan tngkat upah yang juga rendah. Hal n terjad karena persoalannya tdak hanya terletak pada faktor preferens pekerja semata, tap faktor lan juga kut ambl andl, katakan msalnya faktor keahlan dan keterbatasan lapangan kerja yang ada. Keadaan yang demkan membuat pasar tenaga kerja menjad semakn kompettf dan memerlukan sumber daya manusa yang profesonal, loyal dan memlk ntegrtas. Komplekstas masalah ketenagakerjaan d Indonesa sudah mengarah pada persoalan yang sfatnya multdmens sehngga memerlukan cara solus yang juga multdmens. Dalam katan n, mash sangat relevan untuk dperhatkan strateg yang pernah dajukan oleh Ms ILO (1995), yatu strateg dan kebjakan yang membuat proses pertumbuhan ekonom lebh memperhatkan aspek ketenagakerjaan dan tndakan yang dbutuhkan untuk mendapatkan lapangan pekerjaan tambahan melalu program-program pencptaan lapangan kerja secara langsung.

31 2.4. Defns upah Upah adalah segala macam pembayaran yang tmbul dar kontrak kerja, terlepas dar jens pekerjaan dan denomnasnya. Upah menunjukkan penghaslan yang dterma oleh pekerja sebaga mbalan atas pekerjaan yang dlakukannya. Dewan Peneltan Pengupahan Nasonal mendefnskan upah sebaga berkut: Upah alah suatu penermaan kerja untuk berfungs sebaga jamnan kelangsungan kehdupan yang layak bag kemanusaan dan produks yang dnyatakan menurut suatu persetujuan Undang-undang dan Peraturan dan dbayarkan atas dasar suatu perjanjan kerja antara pember kerja dengan penerma kerja. Dar pengertan d atas dapat dartkan bahwa upah merupakan penghargaan dar tenaga kerja atau karyawan yang dmanfestaskan sebaga hasl produks yang berwujud uang, atau suatu jasa yang danggap sama dengan tu, tanpa suatu jamnan yang past dalam tap-tap mnggu atau bulan. Sstem pengupahan d Indonesa pada umumnya ddasarkan kepada tngkat fungs upah, yatu menjamn kehdupan yang layak bag pekerja dan keluarganya, mencermnkan mbalan atas hasl kerja seseorang dan menyedakan nsentf untuk mendorong pertumbuhan produktvtas. 2.5. Teor Dualsme Arthur Lews Pada dasarnya konsep teor n muncul sebaga upaya untuk melhat hubungan antara sektor pertanan dan ndustr dalam perekonoman yang terjad antara daerah perkotaan dan pedesaan dengan memasukkan proses urbansas yang terjad d kota dan desa pada tahap awal pembangunan kaptals d Eropa. Karena tu, pembahasan teor n lebh pada proses pembangunan yang terjad antara daerah kota dan desa, dkut oleh proses urbansas antara kedua tempat tersebut. Selan tu, teor n juga mengulas model nvestas dan sstem

32 penetapan upah pada sstem modern yang juga berpengaruh pada arus urbansas yang ada. Selanjutnya Lews mengasumskan bahwa perekonoman suatu negara pada dasarnya terbag menjad dua yatu; Pertama. Perekonoman tradsonal yang berbass pertanan merupakan sektor pedesaan subssten yang mengalam surplus tenagakerja. Surplus tersebut erat katannya dengan bass utama perekonoman tradsonal. Konds masyarakat berada pada konds subssten yang dtanda dengan margnal productvty of labor sama dengan nol (MPL=0) dan tngkat upah rl yang sangat rendah. Konds n menunjukkan bahwa penambahan tenagakerja justru akan mengurang total produks yang ada, sebalknya pengurangan tenagakerja tdak akan mengurang total produks yang ada. Dengan demkan, nla upah rl dtentukan oleh nla rata-rata produk margnal, dan bukan produk margnal dar tenagakerja tu sendr. Kedua. Perekonoman ndustr perkotaan modern dengan tngkat produktvtas yang tngg. Nla margnal terutama tenagakerja, bernla postf yang berart bahwa penambahan tenagakerja pada sektor ndustr akan menngkatkan tngkat produks. Dengan demkan, ndustr perkotaan mash dapat menyedakan lapangan kerja bag penduduk desa dengan tngkat upah rata-rata 30 persen lebh tngg. Hal n kemudan menjad daya tark bag penduduk desa dalam melakukan urbansas. Karena tu daerah perkotaan merupakan tempat tujuan bag para pencar kerja dar daerah pedesaan dan menjad tempat penampungan tenagakerja yang dtransfer dar sektor subssten. Hubungan antara upah, jumlah tenagakerja dapat djelaskan dengan menggunakan model persamaan ekonometrk sederhana mengena dnamka pasar tenagakerja yang terdr dar:

33 D P d P P N F W, Q...2.4.1 S P S P N F W...2.4.2 N D P N N... 2.4.3 S P P Persamaan 2.4.1 adalah permntaan tenagakerja yang merupakan suatu fungs negatf dar tngkat upah ( W ) ( F W P > 0), dan postf terhadap volume produks pertanan (Q P ) ( F ' 0 ). d Q P p ' S S Persamaan 2.4.2 adalah penawaran tenagakerja N yang merupakan fungs postf dar tngkat upah F ' W W P. Persamaan 2.4.3 mencermnkan kesembangan d pasar tenagakerja, yang menghaslkan tngkat upah dan jumlah tenagakerja tertentu. Nla produk marjnal adalah nol, artnya fungs produks d sektor pertanan (sepert yang dperlhatkan oleh persamaan 2.4.3) telah mencapa tngkat dmnshng return, semakn banyak orang yang bekerja d sektor pertanan, semakn rendah produktvtas marjnal tenagakerjanya (Q P /N P ) atau total produks yang dhaslkan d sektor tersebut ( F q" 0). P QP P Q F N... 2.4.4 Dalam konds sepert n, pengurangan jumlah tenagakerja tdak akan mengurang jumlah output d sektor tersebut, karena propors tenagakerja terlalu banyak dbandngkan dengan propors nput lan sepert tanah dan kaptal. Akbat over supply tenagakerja n, maka upah atau tngkat pendapatan d sektor pertanan menjad sangat rendah. P

34 Gambar 2.4 Kelebhan Tenagakerja d Pedesaan W P (Rp) S (0) N P S (1) N P W 2 W 1 0 N P1 N P2 D N P N P Sebalknya d perkotaan, sektor ndustr mengalam kekurangan tenagakerja. Sesua perlaku rasonal pengusaha, yakn mencar keuntungan maksmal, konds pasar tenagakerja sepert n membuat produktvtas tenagakerja d sektor ndustr sangat tngg dan nla produk marjnal dar tenagakerja adalah postf, yang menunjukkan bahwa fungs produksnya belum mencapa ttk maksmal. Tnggnya produktvtas marjnal d sektor ndustr membuat upah rl per pekerja sektor ndustr juga tngg. Perbedaan tngkat upah nlah yang kemudan mendorong terjadnya pergeseran tenagakerja dar sektor pertanan d pedesaan ke sektor ndustr d perkotaan. Dengan demkan, model Lews n lebh dtujukan pada terjadnya proses transfer tenagakerja serta pertumbuhan output dan penngkatan penyerapan tenagakerja d sektor modern. Transfer tenagakerja dan pertumbuhan kesempatan kerja dmungknkan karena adanya perluasan output pada sektor modern. Adapun kecepatan terjadnya perluasan output dtentukan oleh tngkat nvestas d bdang ndustr dan akumulas modal secara keseluruhan d sektor

35 modern. Penngkatan nvestas dmungknkan karena adanya kelebhan keuntungan sektor modern dar selsh upah, dengan asums bahwa kaptals tersebut berseda melakukan nvestas kembal dar seluruh keuntungannya. Dengan asums tngkat upah d sektor ndustr adalah konstan dan jumlahnya dtetapkan melebh tngkat rata-rata upah d sektor pertanan subssten tradsonal, dmana tngkat upah d perkotaan mnmal 30 persen lebh tngg dar rata-rata pendapatan d pedesaan sehngga memaksa para pekerja untuk berpndah ke daerah perkotaan. Proses pertumbuhan yang berkelanjutan (self-sustanng growth) d sektor modern dan perluasan tenagakerja dasumskan terjad terus-menerus sampa surplus labor d pedesaan habs dserap d dalam sektor ndustr. Selanjutnya tambahan pekerja dapat dtark dar sektor pertanan dengan baya yang lebh tngg karena hal n akan menyebabkan berkurangnya produks makanan karena penurunan raso tenagakerja-tanah berart bahwa produk margnal dar tenagakerja pedesaan tdak lag sama dengan nol. Kemudan kurva penawaran tenagakerja tersebut berslope postf karena tngkat upah mengalam penngkatan secara terus-menerus. Faktor produks tenaga kerja danggap memlk sfat mobltas, karena secara umum dapat dkatakan bahwa pekerja memlk kecenderungan mencar tempat bekerja yang dapat memberkan mbalan jasa terbesar. Dengan demkan, mereka berpotens untuk berpndah dar satu lokas kerja atau tempat lan yang menjanjkan mbalan jasa yang lebh besar atau menawarkan tngkat upah yang lebh tngg. Meskpun demkan, mobltas tenaga kerja dperkrakan tdak setngg mobltas modal. Dalam banyak kasus msalnya, serng dtemukan pekerja tetap bertahan d suatu tempat kerja meskpun ada peluang untuk bekerja d tempat lan yang memberkan mbalan jasa lebh besar. Dalam hal n faktor kenyamanan lngkungan kerja serta hubungan kerja yang bak d dalam perusahaan mungkn

36 lebh menentukan dbandngkan dengan faktor besarnya mbalan kerja (Mulyad, 2003). Upah tenaga kerja yang tngg dapat memperbak knerja perekonoman suatu regon sehngga dapat memperbak kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, bak kualtas maupun kuanttasnya. 2.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruh Dspartas Upah Dalam konds pasar persangan sempurna, upah d pasar tenagakerja akan secara fleksbel menyesuakan kesembangan antara permntaan dan penawaran tenagakerja. Mesk demkan, serngkal upah tdak berlaku secara fleksbel melakukan penyesuaan ketka terjad ketdaksembangan antara permntaan dan penawaran tenagakerja (Mankw, 2003). Kekakuan upah n dapat dsebabkan oleh adanya ntervens pemerntah terhadap upah, kekuatan serkat pekerja atau kelambanan pengusaha dalam merespon perubahan pasar tenagakerja. Namun demkan secara umum konsep upah selama n selalu dkatkan dengan standar dar karakterstk ndvddu pekerja, karakterstk human captal, karakterstk daerah serta karakterstk dar pekerjaan tu sendr. 2.6.1. Umur Tenagakerja Perbedaan umur antar pekerja secara umum berpengaruh sgnfkan terhadap penermaan upah. Tenagakerja usa produktf (15 65 tahun) akan menerma upah yang trendnya terus menngkat hngga melewat batas usa produktf, kemudan setelah tu trendnya akan menjad negatf ketka pekerja sudah memasuk usa pensun. Peneltan terkat hal n telah dlakukan oleh Ehrenberg dan Smth (1988). Dengan menggunakan data Bro Sensus Amerka tahun 1984, mereka menemukan dua hal, yatu: 1) semakn tngg tngkat penddkan semakn tngg tngkat upah, dan 2) perbedaan dalam tngkat upah akan semakn besar pada pekerja-pekerja yang lebh tua. Hal n dsebabkan oleh kemampuan belajar pekerja yang berpenddkan lebh tngg relatf lebh bak,