Implikasi Ukuran Maksimum Sambungan pada JJ-SNS sebagai Komponen SQUID Berdasarkan Model Ginzburg-Landau Termodifikasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Implikasi Ukuran Maksimum Sambungan pada JJ-SNS sebagai Komponen SQUID Berdasarkan Model Ginzburg-Landau Termodifikasi"

Transkripsi

1 Implikai Ukuran Makimum Sambungan pada JJ-SS ebagai Komponen SQUID Berdaarkan Model Ginzburg-Landau Termodifikai Hari Wiodo 1, 2, *), Arif Hidayat 1), Pekik urwantoro 2), Agung Bambang Setio Utomo 2), Eny Latifah 1) 1 FMIPA Univerita egeri Malang, Jl. Semarang 5, Malang * hari.wiodo.fmipa@um.ac.id 2 FMIPA Univerita Gadjah Mada, Jl. Bulakumur, Yogyakarta Abtract Dinamika vortek pada Joephon Junction-Superconductor ormal Superconductor (JJ-SS) telah dikaji berdaarkan peramaan TDGL termodifikai. Lebar ambungan divariai untuk mengetahui ukuran makimumnya agar vortek dapat hadir di dalam JJ-SS ketika dikenai parameter ekternal eperti medan magnet ekternal dan atau rapat aru ekternal. Vortek dapat hadir di dalam JJ-SS jika lebar ambungannya kurang dari dua kali diameter vortek. Lebar ambungan ini menjadi yarat tambahan bagi SQUID (Superconducting QUantum Interference Device) ketika JJ-SS terebut digunakan ebagai komponen utama penyuun SQUID. Syarat terebut menjamin adanya evolui vortek di dalam SQUID, berapapun bearnya medan magnet ekternal yang akan diukur, ketika padanya dialirkan rapat aru ekternal yang lebih bear ama dengan rapat aru kriti SQUID. Beda potenial yang muncul di kedua ujung SQUID karena adanya evolui vortek menjadi daar dari prinip kerja SQUID. Keyword: JJ-SS, SQUID, vortek 1. PEDAHULUA Penggunaan uperkonduktor tipe-ii pada ambungan Joephon/Joephon Junction (JJ), yaitu uperkonduktor identik yang diambungkan oleh iolator tipi (JJ-SIS) atau bahan normal tipi (JJ-SS), dapat meningkatkan unjuk kerja komponen ini. Vortek dapat hadir di dalam JJ. Kehadirannya dapat dipicu oleh medan magnet ekternal H, rapat aru ekternal J atau keduanya. Evolui vortek di dalam JJ menghailkan diipai energi yang dilepakan dalam bentuk beda potenial reitif V [1]. Beda potenial inilah yang menjadi kunci bagi prinip kerja SQUID [2]. Evolui vortek di dalam JJ-SS telah menarik perhatian beberapa peneliti. Chapman dkk memperkenalkan model Ginzburg-Landau termodifikai untuk mempelajari ekiteni vortek di dalam JJ-SS [3]. Model ini juga dapat digunakan untuk menjelakan peran bahan normal ebagai pinning bagi vortek di dalam uatu uperkonduktor tipe II [4]. Pengaruh variai tetapan Ginzbur-Landau terhadap ekiteni vortek di dalam JJ-SS juga telah dipelajari oleh Du dan Remki dengan menggunakan model terebut [5]. amun demikian, kajian pengaruh ukuran ambungan pada JJ-SS terhadap evolui vortek dan implikainya pada SQUID maih tetap terbuka. 2. MODEL GIZBURG-LADAU TERMODIFIKASI Model Ginzburg-Landau termodifikai telah berhail menjelakan gejala uperkonduktivita pada uatu ampel yang terdiri dari bahan nonuperkonduktor (normal) dan uperkonduktor. Peramaan TDGL termodifikai dalam bentuk ternormaliai dengan tera potenial litrik nol memiliki ungkapan berbentuk [5] t = ( ia) 2 + (1 T)(1 2 ) dan t A = J J untuk, (1) t = ( ia) 2 m n n () (1 T) dan t A = J /m n J/ n untuk n. (2) Pada peramaan (1) dan (2), J = (1 T)( A) 2 adalah rapat aru uper, adalah bahan uperkonduktor, n adalah bahan normal, = n exp(i ) adalah parameter benahan (order parameter) dengan n adalah kerapatan elektron uper dan adalah fae parameter benahan, A adalah potenial vektor magnet, J = 2 A adalah rapat aru total, T adalah temperatur SQUID, m n adalah maa elektron pada bahan normal, n adalah permeabilita bahan normal, n () adalah koefiien ekpani Landau untuk bahan normal pada temperatur nol. Peramaan (1) dan (2) dapat direnormaliai dengan cara menggantikan

2 variabel-variablenya ebagai berikut:, t t/( /D), /(,GL ()(1 T) 1/2 ), n n /( 2 2 (),GL (1 T)), A A/( H c2 () ), /(e H c2 () / ), T T/T c, J J/(H c2 ()/ ), 2 m n m n /m, n n /, n () n ()/ (). 3. METODE PEELITIA Sitem fii yang dipilih ditunjukkan pada Gambar 1. JJ-SS memiliki ukuran L x L y = 6 4. Sambungan Ω n terletak ditengahtengahnya dengan ukuran L x L y = 1 4. Karena itu, uperkonduktor di ebelah kiri, Ω L, dan kanan, Ω R, dari ambungan berukuran S S ama, yaitu L x L y =2,5 4. Kedua uperkonduktor terebut adalah uperkonduktor identik yang terbuat dari niobium ( = 1,3) dengan konduktivita normal =1. JJ-SS ini bertemperatur T =. Pada temperatur ini, ambungannya berifat non-uperkonduktif. Parameter yang terkait dengan ambungan ini, yaitu m n, n () dan n pada peramaan (1) dan (2), berturut-turut dipilih bernilai m n = 1m, n ()= 1 () dan n =1. Awalnya, item fii ini berada dalam keadaan Meiner, yaitu = 1 dan A =. Sekarang, JJ-SS ini diletakkan dalam ruang hampa udara dan medan magnet ekternal H =,99H c2 () ˆk dikenakan padanya. Selain itu, tidak ada aru ekternal yang dialirkan padanya. Untuk maalah berikutnya, aru ekternal dialirkan pada JJ-SS terebut. Beda potenial yang muncul di antara titik A dan B dihitung dengan 1 L ( ) x L V t y L ( d t A) dx dy [6]. Syarat bata bagi dan A untuk keadaan terebut adalah ebagai berikut. Syarat bata bagi untuk antar muka uperkonduktor-vakum menggunakan ( ia) n = dan untuk antar muka uperkonduktor-normal menggunakan ( ia) = m n ( ia) n. Syarat bata bagi A ketika H dan J e = untuk bata uperkonduktor-vakum adalah A = H. Untuk H dan J e, yarat bata bagi A untuk bata uperkonduktor-vakum adalah A = {H z + (J e L y /2 2 )} ˆk untuk ii ata dan A = {H z (J e L y /2 2 )} ˆk untuk ii bawah. Sedangkan ii kiri dan kanan, yarat batanya tetap menggunakan A = H. Selain itu, yarat bata bagi A dan untuk antar muka uperkonduktor-normal menggunakan ketentuan [ ] =, [A] = dan [ A] n=. Dikretiai peramaan TDGL termodifikai, peramaan (1) dan (2), menggunakan metode beda hingga dengan metode Euler digunakan untuk dikritiai variabel waktu. Metode U- [7] digunakan untuk menjaga invarian tera dibawah dikritiai dengan variabel penghubung U ; i, j exp( i A ; i, jh ) untuk = x, y [7-11]. Ukuran grid komputai dipilih x y = 6 4 dengan ukuran el grid atuan adalah h x h y =,1,1. Lebar langkah waktunya dipilih t =,1 agar memenuhi yarat tabilita t < h 2 /2 2 dengan h = h x = h y [12]. Gambar 1. Sitem fii dari JJ-SS ukuran L x L y dengan ambungan ukuran L x L y yang diletakkan dalam ruang hampa udara dan dikenai H = H z ˆk dan J = Je î. 4. HASIL DA PEMBAHASA 4.1. Ekiteni Vortek dalam Sambungan Rapat aru uper J dan rapat aru litrik J n berperan penting terhadap penembuan vortek-vortek ke dalam JJ-SS. Rapat aru litrik J n menghailkan rapat aru krining, rapat aru litrik J n yang berotai berlawanan arah dengan arah putaran jarum jam di ii-ii JJ-SS, untuk menahan tekanan medan magnet induki pada t =,4, Gambar 2. Karena ambungan lebih enitif terhadap medan magnet ekternal H dari pada kedua uperkonduktor di kanan dan kirinya, rapat aru krining ini tidak mampu lagi menahan tekanan medan magnet induki di ii ata dan bawah dari ambungan. Karena itu, ia melolokan ejumlah fluk magnet dari kedua ii terebut pada t v = 2,9. Ternyata, rapat aru uper J maih mampu berotai berlawanan arah putaran jarum jam untuk melokaliir fluk magnet terebut untuk membentuk vortek. Setelah itu, rapat aru krining di ii-ii ambungan berotai earah

3 putaran jarum jam. Sebaliknya, rapat aru krining di ii-ii uperkonduktor di kiri dan kanan ambungan berotai berlawanan arah dengan arah putaran jarum jam. Sementara itu, rapat aru uper di ii-ii ambungan dan uperkonduktor di kiri dan kanan ambungan berotai berlawanan arah dengan arah rotai aru krining. Karena itu, rapat aru totalnya bernilai nol di ii-ii terebut. rata-rata rapat aru upernya, J, meningkat ecara cepat pada aat awalnya. Proe penembuan vortek dalam ambungan nampaknya menahan peningkatan terebut. Kemudian, kurva ini menurun relatif cepat ampai t v = 2,9 dan kemudian melambat ampai diperoleh nilai etimbangnya. Rapat aru uper J maih mampu melokaliir fluk magnet yang menembu ambungan dengan lebar kurang dari diameter vortek. Gambar 4 (b) menunjukkan kurva kerapatan elektron uper yang diperoleh dari ayatan kontur n, Gambar 4 (a), di y =,9 Gambar 2. Keadaan awal dan akhir dari J, J, J n bagi JJ- SS (T =, L x = 1, =1,3) ukuran 6 4 ketika meminimiai energi beba G[ ; A;;,99H c2 () ˆk ]. Gambar 4. Keadaan etimbang dari n dan kurva ayatan n di y =,9 dan y = 2 bagi JJ-SS (T =, L x = 1, =1,3) ukuran 6 4 untuk H =,99H c2 () ˆk. dan y = 2. Kurva n di y =,9 terebut melalui vortek yang terletak di ambungan (non-uperkonduktor). Di daerah vortek terebut, kurva ini dapat diwakili oleh peramaan Gambar 3. Evolui medan vektor J, J, J n di Ω n bagi JJ- SS SS (T =, L x = 1, =1,3) ukuran 6 elama meminimiai G[ ; A;;,99H c2 () ˆk ]. Evolui vortek pada ambungan eperti itu menghailkan rata-rata rapat aru uper, rapat aru normal dan rapat aru total eperti ditunjukkan pada Gambar 3. Kurva rata-rata rapat aru total J dan rata-rata rapat aru normal J n menurun ecara cepat ampai t v = 2,9 dimana vortek telah menembu ambungan kemudian menurun ecara lambat ampai diperoleh nilai etimbangnya. Kurva n n = 1,5838 x 4 19,6 x ,197 x 2 187,8 x + 152,33 untuk 2,52 x/x 3,48 dengan R 2 =,9999. Kurva ini meluruh dari nilai makimumnya di daerah luar vortek menuju nilai nol di puat vortek. Kurva n di y = 2 tidak melalui vortek yang terletak di ambungan. Kurva terebut dapat diwakili oleh peramaan n n =,737 x 4 8,4439 x ,182 x 2 83,13 x + 68,5 untuk 2,52 x/x 3,48 dengan R 2 =,9999. Kurva ini juga meluruh dari nilai makimumnya

4 di ii ambungan menuju nilai minimumnya yang tidak nol di puat ambungan. Artinya, elektron uper dapat terbentuk di eluruh bagian ambungan. Karena itu, rapat aru uper J maih dapat bekerja untuk menjaga vortek tetap terkuantiai di ambungan. J n di ii ata dan bawah ambungan tidak mampu lagi membatai medan magnet induki yang menembu ke dalam ambungan. Rapat aru krining di ii ata dan bawah ambungan bernilai nol, Gambar 5 (a). Dilain pihak, elektron uper hanya mampu menembu ambungan ejauh dari ii kiri dan kanannya, Gambar 5 (b) ehingga rapat aru uper J hanya dapat mengalir pada daerah itu. Akibatnya, rapat aru uper terebut juga tidak mampu lagi berotai melokaliir medan magnet induki yang menembu ambungan. Gambar 5. Keadaan etimbang dari medan vektor J, J, J n bagi JJ-SS (T =, untuk untuk H =,99H c2 () ˆk. L x = 3, =1,3) ukuran 6 4 Rapat aru uper J tidak mampu lagi bekerja untuk menjaga vortek tetap terkuantiai di dalam ambungan yang lebarnya lebih dari dua kali diameter vortek. Tinjau kembali item fii JJ-SS ukuran L x L y = 6 4 eperti telah dijelakan di bagian awal. Sekarang lebar ambungan terebut ditingkatkan menjadi L x = 3 dengan tidak merubah ukuran JJ-SS terebut. Ketika medan magnet ekternal H =,99H c2 () ˆk dikenakan pada JJ-SS ini, rapat aru krining Gambar 6. Evolui votek-antivortek di n (b) dan beda potenial yang dihailkannya (a) bagi JJ-SS (T =, L x = 3, =1,3) ukuran 6 4 untuk H = dan J e =,3J î Beda Potenial Reitif Evolui vortek di dalam ambungan n menghailkan beda potenial reitif yang berfluktuai ecara periodik. Tinjau item

5 fii pada Gambar 1 untuk J e =,3J dan H z =. Aliran rapat aru ekternal J e =,3J î memicu evolui vortek dan antivortek (polaritanya berlawanan dengan vortek) di dalam JJ-SS. Beda tekanan magnet di ii ata dan bawah JJ-SS karena adanya J e mendorong vortek dan antivortek bergerak dari daerah tekanan magnet tinggi menuju daerah tekanan magnet rendah. Medan litrik E yang dihailkan oleh pergerakan vortek dan antivortek menyebabkan J e melepakan energi ebear E J e yang dikonverikan dalam bentuk beda potenial reitif V yang berfluktuai ecara periodik. Tinjau kurva V untuk J e =,8J yang berbentuk inuoida dengan periode,8 = 3 pada Gambar 6 (a). Satu periode dari kurva V terebut terkait dengan proe anihilai atu paang vortek-antivortek di dalam ambungan, Gambar 6 (b). Awalnya, aat t =,1, tidak ada vortek-antivortek di n. Saat itu, rapat aru uper J di dalam ambungan mengalir melintai ambungan dengan nilai makimumnya. Sebaliknya, rapat aru normal J n mengalir melintai ambungan dengan nilai minimumnya. Keadaan ini menghaikan nilai V minimum. Saat t 1 =,9, vortek-antivortek telah mauk dari ii ata dan bawah ambungan. Medan vektor J berirkulai berlawanan arah putaran jarum jam melingkungi puat vortek dan berlaku ebaliknya untuk antivortek. Akibatnya, bearnya J yang mengalir melintai ambungan mulai melemah di antara vortek dan antivortek. Bahkan, J di belakang vortek dan antivortek mengalir melawan arah dari J e. Sebaliknya, J n yang mengalir melintai ambungan emakin kuat. Keadaan ini menyebabkan kurva V mengalami peningkatan. Setelah terjadi anihilai paangan vortek-antivortek, J di eluruh bagian ambungan mengalir melawan rapat aru ekternal pada t 2 = 1,6. Pada aat itu, J n jutru mengalir melintai ambungan dengan nilai makimumnya. Keadaan ini menghailkan kurva V yang makimum. Setelah itu, J di ekitar tepi ata dan bawah ambungan kembali mengalir melintai ambungan earah dengan J e aat t 3 = 1,9 untuk merepon tekanan medan magnet induki. Pada aat ini, rapat aru normalnya mulai melemah yang menghailkan penurunan kurva V. Akhirnya, J di eluruh bagian ambungan kembali mengalir melintai ambungan aat t 4 = 2,6 dan mencapai nilai makimumnya pada t = 3,1 yang ama dengan t =,1. Sebaliknya, bearnya J n, yang mengalir melintai ambungan earah dengan J e, teru menurun dan mencapai nilai minimumnya pada t = 3,1 yang ama dengan t =,1. Keadaan ini menghaikan kurva V yang minimum. Keadaan ini teru berlangung ecara berulang dengan periode,8 = 3. Prinip kerja SQUID didaarkan pada beda potenial di kedua ujungnya yang merupakan hail interfereni beda potenial dari dua JJ- SS identik ebagai komponen utama penyuun SQUID [1]. Syarat agar SQUID dapat digunakan untuk mengukur medan magnet ekternal adalah rapat aru ekternal yang dialirkan haru lebih bear ama dengan rapat aru kriti SQUID. Seperti telah diuraikan ebelumnya, vortek dapat hadir di dalam JJ-SS jika lebar ambungannya kurang dari dua kali diameter vortek. Karena itu, lebar ambungan ini menjadi yarat tambahan bagi SQUID agar dapat bekerja dengan baik. Syarat terebut menjamin adanya evolui vortek di dalam SQUID berapapun bearnya medan magnet ekternal yang akan diukur. 5. KESIMPULA Ukuran makimum ambungan pada JJ- SS ebagai komponen utama penyuun SQUID memberikan yarat tambahan bagi SQUID agar dapat bekerja dengan baik. Syarat tambahan itu adalah lebar ambungan dari JJ- SS-nya haru kurang dari dua kali diameter vortek. Syarat ini menjamin adanya evolui vortek di dalam SQUID, berapapun bearnya medan magnet ekternal yang akan diukur, ketika padanya dialirkan rapat aru ekternal yang lebih bear ama dengan rapat aru kriti SQUID. Beda potenial yang muncul di kedua ujung SQUID karena adanya evolui vortek menjadi daar dari prinip kerja SQUID. 6. UCAPA TERIMA KASIH Terima kaih kepada DP2M DIRJE DIKTI KEMDIKBUD yang telah memberikan dukungan dana penelitian. 7. REFERESI [1] H. Wiodo, A. Hidayat, P. urwantoro, A.B.S. Utomo, E. Latifah, Influence of Vortex- Antivortex Annihilation on the Potential Curve for Joephon Junction Baed on The Modified Time Dependent Ginzburg-Landau Equation,

6 Advance in Phyic Theorie and Application 27, (214) [2] H. Wiodo, A. Hidayat, P. urwantoro, A.B.S. Utomo, E. Latifah, Peran Vortek Pada Prinip Kerja SQUID Berdaarkan Model Ginzburg-Landau Termodifikai, Akan dipreentaikan pada I t ational Reearch Sympoium UM pada 9-1 Oktober 214 di Univ. egeri Malang. [3] S.J. Chapman, Q. Du, dan M.D. Gunzburger,, A Ginzburg-Landau Type Model of Superconducting/ormal Junction Including Joephon Junction, Europ Journal of Applied Mathematic 6, (1995). [4] Q. Du, M.D. Gunzburger, J.S. Peteron, Computational Simulation of Type II Superconductivity Including Pinning Phenomena, Phyical Review B 51, (1995) [5] Q. Du, dan J. Remki, Limiting Model for Joephon Junction and Superconducting Weak Link, Journal of Mathematical Analyi and Application 266, (22) [6] M. Machida dan H. Kaburaki, umerical imulation of flux-pinning dynamic for a defect in a type-ii uperconductor, Phyical Review B 5, 2, (1994). [7] W.D. Gropp, H.G. Kaper, G.K. Leaf, D.M. Levine, M. Palumbo, V.M. Vinokur, umerical Simulation of Vortek Dynamic in Type-II Superconductor, Journal of Computational Phyic 123, (1996). [8] D.Y. Vodolazov dan F.M. Peeter, Rearrangement of the vortex lattice due to intabilitie of vortex flow, Phyical Review B 76, (27). [9] J. Barba-Ortega, A. Becerra, J.A. Aguiar, Two Dimenional Vortek Structure in a Superconductor Slab at Low Temperature, Phyica C 47, (21). [1] C. Bolech, G.C. Bucaglia, A. Lopez, umerical Simulation of Vortek Array in Thin Superconducting Film, Phyical Review B 52, R15719-R15722 (1995). [11] E. Sardella, A.L. Malvezzi, P.. Liboa- Filho, Temperature-dependent Vortek Motion in a Square Meocopic Superconducting Cylinder: Ginzburg- Landau Calculation. Phyical Review B 74, (26). [12] T. Winiecki dan C.S. Adam, A Fat Semi- Implicit Finite-Difference Method for the TDGL Equation, Journal of Computational Phyic 179, (22).

KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG

KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG Reza Rosyida, Fuad Anwar, Darmanto Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

NORMALISASI PERSAMAAN TDGL SEBAGAI PARAMETER DAN FUNGSI TEMPERATUR

NORMALISASI PERSAMAAN TDGL SEBAGAI PARAMETER DAN FUNGSI TEMPERATUR NORMALISASI PERSAMAAN TDGL SEBAGAI PARAMETER DAN FUNGSI TEMPERATUR Hari Wisodo 1,2, Pekik Nurwantoro 1, Agung Bambang Setio Utomo 1 1 Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta, Indonesia 2 Jurusan Fisika FMIPA

Lebih terperinci

Pengaruh Rapat Arus Eksternal terhadap Gerakan Vortex Tunggal dalam Superkonduktor Tipe II

Pengaruh Rapat Arus Eksternal terhadap Gerakan Vortex Tunggal dalam Superkonduktor Tipe II Pengaruh Rapat Arus Eksternal terhadap Gerakan Vortex Tunggal dalam Superkonduktor Tipe II Hari Wisodo 1,2, Pekik Nurwantoro 1, Agung Bambang Setio Utomo 1 1 Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta, Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan dijelaskan ciri pokok superkonduktor yang

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan dijelaskan ciri pokok superkonduktor yang BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dijelakan ciri pokok uperkonduktor yang dipandang dari ifat magnetik dan ifat tranport litrik ecara terpiah erta perbedaannya dibandingkan konduktor (logam). Untuk

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. Umum Karena keederhanaanya,kontruki yang kuat dan karakteritik kerjanya yang baik,motor induki merupakan motor ac yang paling banyak digunakan.penamaannya beraal dari kenyataan

Lebih terperinci

BAB II Dioda dan Rangkaian Dioda

BAB II Dioda dan Rangkaian Dioda BAB II Dioda dan Rangkaian Dioda 2.1. Pendahuluan Dioda adalah komponen elektronika yang teruun dari bahan emikonduktor tipe-p dan tipe-n ehingga mempunyai ifat dari bahan emikonduktor ebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN

BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN 5.1. Proe Fluidiai Salah atu faktor yang berpengaruh dalam proe fluidiai adalah kecepatan ga fluidiai (uap pengering). Dalam perancangan ini, peramaan empirik yang digunakan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIK SISTEM FISIK

MODEL MATEMATIK SISTEM FISIK MODEL MATEMATIK SISTEM FISIK PEMODELAN MATEMATIK Model Matematik Gambaran matematik dari karakteritik dinamik uatu item. Beberapa item dinamik eperti mekanika, litrik, pana, hidraulik, ekonomi, biologi

Lebih terperinci

FIsika KARAKTERISTIK GELOMBANG. K e l a s. Kurikulum A. Pengertian Gelombang

FIsika KARAKTERISTIK GELOMBANG. K e l a s. Kurikulum A. Pengertian Gelombang Kurikulum 2013 FIika K e l a XI KARAKTERISTIK GELOMBANG Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian gelombang dan jeni-jeninya.

Lebih terperinci

MODUL 2 SISTEM KENDALI KECEPATAN

MODUL 2 SISTEM KENDALI KECEPATAN MODUL SISTEM KENDALI KECEPATAN Kurniawan Praetya Nugroho (804005) Aiten: Muhammad Luthfan Tanggal Percobaan: 30/09/06 EL35-Praktikum Sitem Kendali Laboratorium Sitem Kendali dan Komputer STEI ITB Abtrak

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA BAB MOTOR NDUKS TGA FASA.1 Umum Motor induki merupakan motor aru bolak balik (AC) yang paling lua digunakan dan dapat dijumpai dalam etiap aplikai indutri maupun rumah tangga. Penamaannya beraal dari kenyataan

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1 Umum Motor litrik merupakan beban litrik yang paling banyak digunakan di dunia, Motor induki tiga faa adalah uatu mein litrik yang mengubah energi litrik menjadi energi

Lebih terperinci

BAB II TEGANGAN TINGGI IMPULS

BAB II TEGANGAN TINGGI IMPULS BAB II TEGANGAN TINGGI IMPULS 2. TEGANGAN IMPULS Tegangan Impul (impule voltage) adalah tegangan yang naik dalam waktu ingkat ekali kemudian diuul dengan penurunan yang relatif lambat menuju nol. Ada tiga

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI BAB VIII DESAIN SISEM ENDALI MELALUI ANGGAPAN FREUENSI Dalam bab ini akan diuraikan langkah-langkah peranangan dan kompenai dari item kendali linier maukan-tunggal keluaran-tunggal yang tidak berubah dengan

Lebih terperinci

SET 2 KINEMATIKA - DINAMIKA: GERAK LURUS & MELINGKAR. Gerak adalah perubahan kedudukan suatu benda terhadap titik acuannya.

SET 2 KINEMATIKA - DINAMIKA: GERAK LURUS & MELINGKAR. Gerak adalah perubahan kedudukan suatu benda terhadap titik acuannya. MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA FISIKA SET KINEMATIKA - DINAMIKA: GERAK LURUS & MELINGKAR a. Gerak Gerak adalah perubahan kedudukan uatu benda terhadap titik acuannya. B. Gerak Luru

Lebih terperinci

ANALISIS PENGONTROL TEGANGAN TIGA FASA TERKENDALI PENUH DENGAN BEBAN RESISTIF INDUKTIF MENGGUNAKAN PROGRAM PSpice

ANALISIS PENGONTROL TEGANGAN TIGA FASA TERKENDALI PENUH DENGAN BEBAN RESISTIF INDUKTIF MENGGUNAKAN PROGRAM PSpice NLISIS PENGONTROL TEGNGN TIG FS TERKENDLI PENUH DENGN BEBN RESISTIF INDUKTIF MENGGUNKN PROGRM PSpice Heber Charli Wibiono Lumban Batu, Syamul mien Konentrai Teknik Energi Litrik, Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

PERTEMUAN 3 PENYELESAIAN PERSOALAN PROGRAM LINIER

PERTEMUAN 3 PENYELESAIAN PERSOALAN PROGRAM LINIER PERTEMUAN PENYELESAIAN PERSOALAN PROGRAM LINIER Setelah dapat membuat Model Matematika (merumukan) peroalan Program Linier, maka untuk menentukan penyeleaian Peroalan Program Linier dapat menggunakan metode,

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik yang putaran rotornya

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik yang putaran rotornya BAB MOTOR NDUKS TGA PHASA.1 Umum Motor induki adalah motor litrik aru bolak-balik yang putaran rotornya tidak ama dengan putaran medan tator, dengan kata lain putaran rotor dengan putaran medan pada tator

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 88 BAB IV HASIL PEELITIA DA PEMBAHASA Dalam bab ini dipaparkan; a) hail penelitian, b) pembahaan. A. Hail Penelitian 1. Dekripi Data Dekripi hail penelitian yang diperoleh dari pengumpulan data menggunakan

Lebih terperinci

MANIPULASI MEDAN MAGNETIK PADA IKATAN KIMIA UNTUK SUATU MOLEKUL BUATAN. Oleh Muh. Tawil * & Dominggus Tahya Abstrak

MANIPULASI MEDAN MAGNETIK PADA IKATAN KIMIA UNTUK SUATU MOLEKUL BUATAN. Oleh Muh. Tawil * & Dominggus Tahya Abstrak MANIPULASI MEDAN MAGNETIK PADA IKATAN KIMIA UNTUK SUATU MOLEKUL BUATAN Oleh Muh. Tawil * & Dominggu Tahya Abtrak Penerapan medan magnet dalam metode S-UHF dapat digunakan untuk mendekripikan kekuatan ikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman yang cepat seperti sekarang ini, perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman yang cepat seperti sekarang ini, perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan jaman yang cepat eperti ekarang ini, peruahaan dituntut untuk memberikan laporan keuangan yang benar dan akurat. Laporan keuangan terebut

Lebih terperinci

PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN BESAR TAHANAN ROTOR YANG BERBEDA

PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN BESAR TAHANAN ROTOR YANG BERBEDA BAB IV. PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN BESAR TAHANAN ROTOR YANG BERBEDA Bab ini membaha tentang pengujian pengaruh bear tahanan rotor terhadap tori dan efiieni motor induki. Hail yang diinginkan adalah

Lebih terperinci

DAYA LAYAN UJI GEOLISTRIK UNTUK MENDAPATKAN SUMBER AIR TANAH

DAYA LAYAN UJI GEOLISTRIK UNTUK MENDAPATKAN SUMBER AIR TANAH Konfereni Naional Teknik Sipil Univerita Tarumanagara, 26-27 Oktober 207 DAYA LAYAN UJI GEOLISTRIK UNTUK MENDAPATKAN SUMBER AIR TANAH I Wayan Redana, I Nengah Simpen 2, dan Kadek Suardika 3 Program Studi

Lebih terperinci

BAB VIII METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR

BAB VIII METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR 6 BAB VIII METODA TEMPAT EDUDUAN AAR Dekripi : Bab ini memberikan gambaran ecara umum mengenai diagram tempat kedudukan akar dan ringkaan aturan umum untuk menggambarkan tempat kedudukan akar erta contohcontoh

Lebih terperinci

TOPIK: ENERGI DAN TRANSFER ENERGI

TOPIK: ENERGI DAN TRANSFER ENERGI TOPIK: ENERGI DN TRNSFER ENERGI SOL-SOL KONSEP: 1 Ketika ebuah partikel berotai (berputar terhadap uatu umbu putar tertentu) dalam uatu lingkaran, ebuah gaya bekerja padanya mengarah menuju puat rotai.

Lebih terperinci

Penentuan Parameter-Parameter Karakteristik Sel Surya untuk Kondisi Gelap dan Kondisi Penyinaran dari Kurva Karakteristik Arus-Tegangan (I-V)

Penentuan Parameter-Parameter Karakteristik Sel Surya untuk Kondisi Gelap dan Kondisi Penyinaran dari Kurva Karakteristik Arus-Tegangan (I-V) Penentuan Parameter-Parameter Karakteritik Sel Surya untuk Kondii Gelap dan Kondii Penyinaran dari Kurva Karakteritik Aru-Tegangan (-) A. Suhandi, Y. R. Tayubi, Hikmat, A. Eliyana Juruan Pendidikan Fiika

Lebih terperinci

SISTEM PENGENDALI ARUS START MOTOR INDUKSI PHASA TIGA DENGAN VARIASI BEBAN

SISTEM PENGENDALI ARUS START MOTOR INDUKSI PHASA TIGA DENGAN VARIASI BEBAN Sitem Pengendali Aru Start Motor Induki Phaa Tiga dengan Variai Beban SISTEM PENGENDALI ARUS START MOTOR INDUKSI PHASA TIGA DENGAN VARIASI BEBAN Oleh : Yunita, ) Hendro Tjahjono ) ) Teknik Elektro UMSB

Lebih terperinci

ROOT LOCUS. 5.1 Pendahuluan. Bab V:

ROOT LOCUS. 5.1 Pendahuluan. Bab V: Bab V: ROOT LOCUS Root Locu yang menggambarkan pergeeran letak pole-pole lup tertutup item dengan berubahnya nilai penguatan lup terbuka item yb memberikan gambaran lengkap tentang perubahan karakteritik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Superkonduktor merupakan bahan yang unik dibandingkan dengan bahan lain, yakni terkait sifat kelistrikan dan kemagnetannya. Bahan superkonduktor diketahui

Lebih terperinci

Disain Arus Vortex sebagai Gerbang Logika Dasar

Disain Arus Vortex sebagai Gerbang Logika Dasar Disain Arus Vortex sebagai Gerbang Logika Dasar Hari Wisodo 1,2, Pekik Nurwantoro 1, Agung Bambang Setio Utomo 1 1 Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta, Indonesia 2 Jurusan Fisika FMIPA UM, Malang, Indonesia,

Lebih terperinci

Korelasi antara tortuositas maksimum dan porositas medium berpori dengan model material berbentuk kubus

Korelasi antara tortuositas maksimum dan porositas medium berpori dengan model material berbentuk kubus eminar Naional Quantum #25 (2018) 2477-1511 (8pp) Paper eminar.uad.ac.id/index.php/quantum Korelai antara tortuoita imum dan poroita medium berpori dengan model material berbentuk kubu FW Ramadhan, Viridi,

Lebih terperinci

Modul 3 Akuisisi data gravitasi

Modul 3 Akuisisi data gravitasi Modul 3 Akuiii data gravitai 1. Lua Daerah Survey Lua daerah urvey dieuaikan dengan target yang diinginkan. Bila target anomaly berukuran lokal (cukup kecil), maka daerah urvey tidak perlu terlalu lua,

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN BELITAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI TIGA FASA PADA SAAT PENGGUNAAN TAP CHANGER (Aplikasi pada PT.MORAWA ELEKTRIK TRANSBUANA)

STUDI PERBANDINGAN BELITAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI TIGA FASA PADA SAAT PENGGUNAAN TAP CHANGER (Aplikasi pada PT.MORAWA ELEKTRIK TRANSBUANA) STUDI PERBADIGA BELITA TRASFORMATOR DISTRIBUSI TIGA FASA PADA SAAT PEGGUAA TAP CHAGER (Aplikai pada PT.MORAWA ELEKTRIK TRASBUAA) Bayu T. Sianipar, Ir. Panuur S.M. L.Tobing Konentrai Teknik Energi Litrik,

Lebih terperinci

W = F. s. Dengan kata lain usaha yang dilakukan Fatur sama dengan nol. Kompetensi Dasar

W = F. s. Dengan kata lain usaha yang dilakukan Fatur sama dengan nol. Kompetensi Dasar Kompeteni Daar Dengan kata lain uaha yang dilakukan Fatur ama dengan nol. Menganalii konep energi, uaha, hubungan uaha dan perubahan energi, dan hukum kekekalan energi untuk menyeleaikan permaalahan gerak

Lebih terperinci

PERILAKU HIDRAULIK FLAP GATE PADA ALIRAN BEBAS DAN ALIRAN TENGGELAM ABSTRAK

PERILAKU HIDRAULIK FLAP GATE PADA ALIRAN BEBAS DAN ALIRAN TENGGELAM ABSTRAK Konfereni Naional Teknik Sipil (KoNTekS ) Sanur-Bali, - Juni PERILAKU HIDRAULIK FLAP GATE PADA ALIRAN BEBAS DAN ALIRAN TENGGELAM Zufrimar, Budi Wignyoukarto dan Itiarto Program Studi Teknik Sipil, STT-Payakumbuh,

Lebih terperinci

TRANSPOR SEDIMEN: DEGRADASI DASAR SUNGAI

TRANSPOR SEDIMEN: DEGRADASI DASAR SUNGAI Univerita Gadja Mada TRANSPOR SEDIMEN: DEGRADASI DASAR SUNGAI SOAL A Suatu ungai (tampang dianggap berbentuk egiempat) dengan lebar B = 5 m. Di uatu tempat di ungai tb, terdapat daar ungai yang berupa

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN MATEMATIS DAN SISTEM PENGENDALI

BAB 3 PEMODELAN MATEMATIS DAN SISTEM PENGENDALI 26 BAB 3 PEMODELAN MATEMATIS DAN SISTEM PENGENDALI Pada tei ini akan dilakukan pemodelan matemati peramaan lingkar tertutup dari item pembangkit litrik tenaga nuklir. Pemodelan matemati dibentuk dari pemodelan

Lebih terperinci

Transformasi Laplace dalam Mekatronika

Transformasi Laplace dalam Mekatronika Tranformai Laplace dalam Mekatronika Oleh: Purwadi Raharjo Apakah tranformai Laplace itu dan apa perlunya mempelajarinya? Acapkali pertanyaan ini muncul dari eorang pemula, apalagi begitu mendengar namanya

Lebih terperinci

Evaluasi Hasil Pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca di Jawa Barat Menggunakan Analisis Data Curah Hujan

Evaluasi Hasil Pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca di Jawa Barat Menggunakan Analisis Data Curah Hujan Evaluai Hail Pelakanaan Teknologi Modifikai Cuaca di Jawa Barat Menggunakan Analii Data Curah Hujan Budi Haroyo 1, Untung Haryanto 1, Tri Handoko Seto 1, Sunu Tikno 1, Tukiyat 1, Samul Bahri 1 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

ABSTRACT. The Study of the Ginzburg-Landau Model on Mesoscopic Superconductors and Its Potential Application on SQUID

ABSTRACT. The Study of the Ginzburg-Landau Model on Mesoscopic Superconductors and Its Potential Application on SQUID ABSTRACT The Study of the Ginzburg-Landau Model on Mesoscopic Superconductors and Its Potential Application on SQUID By HARI WISODO 08/276721/SPA/00219 The role of vortex and anti vortex on the application

Lebih terperinci

SIMULASI KARAKTERISTIK MOTOR INDUKSI TIGA FASA BERBASIS PROGRAM MATLAB

SIMULASI KARAKTERISTIK MOTOR INDUKSI TIGA FASA BERBASIS PROGRAM MATLAB 36 SIULASI KAAKTEISTIK OTO INDUKSI TIGA FASA BEBASIS POGA ATLAB Yandri Juruan Teknik Elektro, Fakulta Teknik Univerita Tanjungpura E-mail : yandri_4@yahoo.co.id Abtract otor uki angat lazim digunakan pada

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA II.1. KONSTRUKSI MOTOR INDUKSI SATU PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA II.1. KONSTRUKSI MOTOR INDUKSI SATU PHASA BAB MOTOR NDUKS SATU HASA.. KONSTRUKS MOTOR NDUKS SATU HASA Kontruki motor induki atu phaa hampir ama dengan motor induki phaa banyak, yaitu terdiri dari dua bagian utama yaitu tator dan rotor. Keduanya

Lebih terperinci

SIMULASI SISTEM PEGAS MASSA

SIMULASI SISTEM PEGAS MASSA SIMULASI SISTEM PEGAS MASSA TESIS Diajukan guna melengkapi tuga akhir dan memenuhi alah atu yarat untuk menyeleaikan Program Studi Magiter Matematika dan mencapai gelar Magiter Sain oleh DWI CANDRA VITALOKA

Lebih terperinci

BAB XV PEMBIASAN CAHAYA

BAB XV PEMBIASAN CAHAYA 243 BAB XV PEMBIASAN CAHAYA. Apakah yang dimakud dengan pembiaan cahaya? 2. Apakah yang dimakud indek bia? 3. Bagaimana iat-iat pembiaan cahaya? 4. Bagaimana pembentukan dan iat bayangan pada lena? 5.

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA BAB MOTOR NDUKS TGA PHASA.1 Umum Motor induki merupakan motor aru bolak balik ( AC ) yang paling lua digunakan dan dapat dijumpai dalam etiap aplikai indutri maupun rumah tangga. Penamaannya beraal dari

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor-motor pada dasarnya digunakan sebagai sumber beban untuk

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor-motor pada dasarnya digunakan sebagai sumber beban untuk BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA.1. Secara Umum Motor-motor pada daarnya digunakan ebagai umber beban untuk menjalankan alat-alat tertentu atau membantu manuia dalam menjalankan pekejaannya ehari-hari,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Deain Penelitian yaitu: Pengertian deain penelitian menurut chuman dalam Nazir (999 : 99), Deain penelitian adalah emua proe yang diperlukan dalam perencanaan dan pelakanaan

Lebih terperinci

BAB III PENGERTIAN SUSUT DAYA DAN ENERGI

BAB III PENGERTIAN SUSUT DAYA DAN ENERGI BAB III PENGERTIAN SUSUT DAYA DAN ENERGI 3.1 UMUM Parameter yang digunakan dalam mengukur tingkat penyaluran/penyampaian tenaga litrik dari penyedia tenaga litrik ke konumen adalah efiieni, efiieni yang

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN Tuga Akhir BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Pada proe perhitungan dibutuhkan data-data yang beraal dari data operai. Hal ini dilakukan karena data operai merupakan data performance harian

Lebih terperinci

Metode Penentuan Parameter Kelistrikan Sel Surya Organik Single Heterojunction

Metode Penentuan Parameter Kelistrikan Sel Surya Organik Single Heterojunction Metode Penentuan Parameter Kelitrikan Sel Surya Organik Single Heterojunction Setianto 1*, Awad H.S. 1, Kuwat T. 2, M.F. oyid 2 1 Departemen Fiika-FMIPA, Univerita Padjadjaran l. aya atinangor KM. 21,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jeni Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang akan dilakukan merupakan metode ekperimen dengan deain Pottet-Only Control Deign. Adapun pola deain penelitian

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Teknik Instrumentasi dan Kendali. Permodelan Sistem

Laporan Praktikum Teknik Instrumentasi dan Kendali. Permodelan Sistem Laporan Praktikum Teknik Intrumentai dan Kendali Permodelan Sitem iuun Oleh : Nama :. Yudi Irwanto 0500456. Intan Nafiah 0500436 Prodi : Elektronika Intrumentai SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR BAAN TENAGA

Lebih terperinci

Analisa Kendali Radar Penjejak Pesawat Terbang dengan Metode Root Locus

Analisa Kendali Radar Penjejak Pesawat Terbang dengan Metode Root Locus ISBN: 978-60-7399-0- Analia Kendali Radar Penjejak Peawat Terbang dengan Metode Root Locu Roalina ) & Pancatatva Heti Gunawan ) ) Program Studi Teknik Elektro Fakulta Teknik ) Program Studi Teknik Mein

Lebih terperinci

Perancangan IIR Hilbert Transformers Menggunakan Prosesor Sinyal Digital TMS320C542

Perancangan IIR Hilbert Transformers Menggunakan Prosesor Sinyal Digital TMS320C542 Perancangan IIR Hilbert ranformer Menggunakan Proeor Sinyal Digital MS0C54 Endra Juruan Sitem Komputer Univerita Bina Nuantara, Jakarta 480, email : endraoey@binu.ac.id Abtract Pada makalah ini akan dirancang

Lebih terperinci

Kajian Solusi Numerik Metode Runge-Kutta Nystrom Orde Empat Dalam Menyelesaikan Persamaan Diferensial Linier Homogen Orde Dua

Kajian Solusi Numerik Metode Runge-Kutta Nystrom Orde Empat Dalam Menyelesaikan Persamaan Diferensial Linier Homogen Orde Dua Jurnal Gradien Vol. No. Juli 0 : -70 Kajian Solui Numerik Metode Runge-Kutta Nytrom Empat Dalam Menyeleaikan Peramaan Diferenial Linier Homogen Dua Zulfia Memi Mayaari, Yulian Fauzi, Cici Ratna Putri Jelita

Lebih terperinci

ANALISA VARIASI BENTUK BILGE KEELS SEBAGAI ALAT PASIF UNTUK MEREDAM GERAK ROTASI DARI STRUKTUR PONTOON

ANALISA VARIASI BENTUK BILGE KEELS SEBAGAI ALAT PASIF UNTUK MEREDAM GERAK ROTASI DARI STRUKTUR PONTOON ANALISA VARIASI BENTUK BILGE KEELS SEBAGAI ALAT PASIF UNTUK MEREDAM GERAK ROTASI DARI STRUKTUR PONTOON Emma Patricia Bangun 1, Chien Ming Wang 2 1 Departemen Teknik Sipil, Univerita Sumatera Utara, Jl.

Lebih terperinci

ELEKTROMAGNETIKA I. Modul 07 GELOMBANG DATAR PADA BAHAN

ELEKTROMAGNETIKA I. Modul 07 GELOMBANG DATAR PADA BAHAN LKTROMAGNTIKA I Modul 7 GLOMBANG DATAR PADA BAAN 1 LKTROMAGNTIKA I Materi : 7.1 Pendahuluan 7. Review Gel Datar Serbaama di udara 7.3 Gelombang Datar Serbaama di dielektrik 7.4 Gelombang Datar Serbaama

Lebih terperinci

Bab 5. Migrasi Pre-Stack Domain Kedalaman. (Pre-stack Depth Migration - PSDM) Adanya struktur geologi yang kompleks, dalam hal ini perubahan kecepatan

Bab 5. Migrasi Pre-Stack Domain Kedalaman. (Pre-stack Depth Migration - PSDM) Adanya struktur geologi yang kompleks, dalam hal ini perubahan kecepatan Bab 5 Migrai Pre-Stack Domain Kedalaman (Pre-tack Depth Migration - PSDM) Adanya truktur geologi yang komplek, dalam hal ini perubahan kecepatan dalam arah lateral memerlukan teknik terendiri dalam pengolahan

Lebih terperinci

SISTEM KIPAS ANGIN MENGGUNAKAN BLUETOOTH

SISTEM KIPAS ANGIN MENGGUNAKAN BLUETOOTH SISTEM KIPAS ANGIN MENGGUNAKAN BLUETOOTH Benny Raharjo *), Munawar Agu Riyadi, and Achmad Hidayatno Departemen Teknik Elektro, Fakulta Teknik, Univerita Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, SH, Kampu UNDIP

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TEGANGAN INJEKSI TERHADAP KINERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

ANALISIS PENGARUH TEGANGAN INJEKSI TERHADAP KINERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU) ANALISIS PENGARUH TEGANGAN INJEKSI TERHADAP KINERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN (Aplikai pada Laboratorium Konveri Energi Litrik FT-USU) Tondy Zulfadly Ritonga, Syamul Amien Konentrai Teknik

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TUNING PARAMETER KONTROLER PD MENGGUNAKAN METODE TRIAL AND ERROR DENGAN ANALISA GAIN PADA MOTOR SERVO AC

PERBANDINGAN TUNING PARAMETER KONTROLER PD MENGGUNAKAN METODE TRIAL AND ERROR DENGAN ANALISA GAIN PADA MOTOR SERVO AC , Inovtek, Volume 6, Nomor, April 26, hlm. - 5 PERBANDINGAN TUNING PARAMETER ONTROLER PD MENGGUNAAN METODE TRIAL AND ERROR DENGAN ANALISA GAIN PADA MOTOR SERVO AC Abdul Hadi PoliteknikNegeriBengkali Jl.

Lebih terperinci

Simulasi Springback pada Laser Beam Bending dan Rotary Draw Bending untuk Pipa AISI 304L

Simulasi Springback pada Laser Beam Bending dan Rotary Draw Bending untuk Pipa AISI 304L F108 Simulai Springback pada Laer Beam dan Rotary Draw untuk Pipa AISI 304L Adnan Syadidan, Ma Irfan P. Hidayat, dan Wikan Jatimurti Departemen Teknik Material, Fakulta Teknologi Indutri, Intitut Teknologi

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Matrik Alih

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Matrik Alih Intitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Matrik Alih Materi Contoh Soal Ringkaan Latihan Aemen Materi Contoh Soal Ringkaan Latihan Aemen Pengantar Dalam Peramaan Ruang Keadaan berdimeni n, teradapat

Lebih terperinci

TEORI ANTRIAN. Pertemuan Ke-12. Riani Lubis. Universitas Komputer Indonesia

TEORI ANTRIAN. Pertemuan Ke-12. Riani Lubis. Universitas Komputer Indonesia TEORI ANTRIAN MATA KULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-12 Riani Lubi Juruan Teknik Informatika Univerita Komputer Indoneia Pendahuluan (1) Pertamakali dipublikaikan pada tahun 1909 oleh Agner Kraup Erlang

Lebih terperinci

TOPIK: HUKUM GERAK NEWTON. Sebuah bola karet dijatuhkan ke atas lantai. Gaya apakah yang menyebabkan bola itu memantul?

TOPIK: HUKUM GERAK NEWTON. Sebuah bola karet dijatuhkan ke atas lantai. Gaya apakah yang menyebabkan bola itu memantul? SOAL-SOAL KONSEP TOPIK: HUKUM GERAK NEWTON Sebuah bla karet dijatuhkan ke ata lantai. Gaya apakah yang menyebabkan bla itu memantul? Mlekul-mlekul pada lantai melawan/menlak bla aat menumbuk lantai dan

Lebih terperinci

STATISTIK FERMI - DIRAC

STATISTIK FERMI - DIRAC STATISTIK ERMI - DIRAC Diuun untuk memenuhi tuga mata kuliah iika Statitik DISUSUN OLEH : KELOMPOK VII DISUSUN OLEH : KELOMPOK VII 1. 06101011006 MUHAMMAD URQON. 0610101100 EVELINA ASTRA PATRIOT 3. 06101011037

Lebih terperinci

PEMILIHAN OP-AMP PADA PERANCANGAN TAPIS LOLOS PITA ORDE-DUA DENGAN TOPOLOGI MFB (MULTIPLE FEEDBACK) F. Dalu Setiaji. Intisari

PEMILIHAN OP-AMP PADA PERANCANGAN TAPIS LOLOS PITA ORDE-DUA DENGAN TOPOLOGI MFB (MULTIPLE FEEDBACK) F. Dalu Setiaji. Intisari PEMILIHN OP-MP PD PENCNGN TPIS LOLOS PIT ODE-DU DENGN TOPOLOGI MFB MULTIPLE FEEDBCK PEMILIHN OP-MP PD PENCNGN TPIS LOLOS PIT ODE-DU DENGN TOPOLOGI MFB MULTIPLE FEEDBCK Program Studi Teknik Elektro Fakulta

Lebih terperinci

Fisika adalah ilmu yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala fisis, dan kejadian-kejadian yang berlaku di alam ini.

Fisika adalah ilmu yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala fisis, dan kejadian-kejadian yang berlaku di alam ini. Fiika adalah ilmu yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala fii, dan kejadian-kejadian yang berlaku di alam ini. Kajian-kajian dalam bidang fiika banyak melibatkan pengukuran bearanbearan fiika.

Lebih terperinci

Analisis Hemat Energi Pada Inverter Sebagai Pengatur Kecepatan Motor Induksi 3 Fasa

Analisis Hemat Energi Pada Inverter Sebagai Pengatur Kecepatan Motor Induksi 3 Fasa ELEKTRIKA Volume 01, Nomor 01, September 017 ISSN: 597-796 Analii Hemat Energi Pada Inverter Sebagai Pengatur Kecepatan Motor Induki 3 Faa Bambang Prio Hartono dan Eko Nurcahyo Program Teknik Litrik Diploma

Lebih terperinci

Penentuan Jalur Terpendek Distribusi Barang di Pulau Jawa

Penentuan Jalur Terpendek Distribusi Barang di Pulau Jawa Penentuan Jalur Terpendek Ditribui Barang di Pulau Jawa Stanley Santoo /13512086 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Intitut Teknologi Bandung, Jl. Ganeha 10 Bandung

Lebih terperinci

Gambar 1. Skematis Absorber Bertalam-jamak dengan Sistem Aliran Gas dan Cairannya

Gambar 1. Skematis Absorber Bertalam-jamak dengan Sistem Aliran Gas dan Cairannya Daar Teori Perhitungan Jumlah THP: BSORBER BERTLM -JMK G BEROPERSI SECR Counter-Current Counter-current Multi-tage borption (Tray aborber) Di dalam Menara brober Bertalam (tray aborber), berlangung operai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Persada

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Persada 0 III. METODE PENELITIAN A. Populai dan Sampel Penelitian Populai dalam penelitian ini adalah emua iwa kela XI IPA SMA Perada Bandar Lampung tahun ajaran 0/0 yang berjumlah 07 iwa dan terebar dalam 3 kela.

Lebih terperinci

Analisis Tegangan dan Regangan

Analisis Tegangan dan Regangan Repect, Profeionalim, & Entrepreneurhip Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : 3 SKS Analii Tegangan dan Regangan Pertemuan 1, 13 Repect, Profeionalim, & Entrepreneurhip TIU : Mahaiwa dapat menganalii

Lebih terperinci

POTENSIOMETER. Metode potensiometer adalah suatu metode yang membandingkan dalam keadaan setimbang dari suatu rangkaian jembatan. Pengukuran tahanan

POTENSIOMETER. Metode potensiometer adalah suatu metode yang membandingkan dalam keadaan setimbang dari suatu rangkaian jembatan. Pengukuran tahanan POTNSOMT Metode poteniometer adalah uatu metode yang membandingkan dalam keadaan etimbang dari uatu rangkaian jembatan Pengukuran tahanan S t t G angkah kerja :. Atur heotat ehingga aru tetap, ehingga

Lebih terperinci

X. ANTENA. Z 0 : Impedansi karakteristik saluran. Transformator. Gbr.X-1 : Rangkaian ekivalen dari suatu antena pancar.

X. ANTENA. Z 0 : Impedansi karakteristik saluran. Transformator. Gbr.X-1 : Rangkaian ekivalen dari suatu antena pancar. X. ANTENA X.1 PENDAHULUAN Dalam hubungan radio, baik pada pemancar maupun pada penerima elalu dijumpai antena. Antena adalah uatu item / truktur tranii antara gelombang yang dibimbing ( guided wave ) dan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BETON Sifat Fisik dan Mekanik

TEKNOLOGI BETON Sifat Fisik dan Mekanik TEKNOLOGI BETON Sifat Fiik dan Mekanik Beton, ejak dulu dikenal ebagai material dengan kekuatan tekan yang memadai, mudah dibentuk, mudah diproduki ecara lokal, relatif kaku, dan ekonomi. Agar menghailkan

Lebih terperinci

Kata engineer awam, desain balok beton itu cukup hitung dimensi dan jumlah tulangannya

Kata engineer awam, desain balok beton itu cukup hitung dimensi dan jumlah tulangannya Kata engineer awam, deain balok beton itu cukup hitung dimeni dan jumlah tulangannya aja. Eit itu memang benar menurut mereka. Tapi, ebagai orang yang lebih mengerti truktur, apakah kita langung g mengiyakan?

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat matematika menjadi angat penting artinya, bahkan dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB TINJAUAN KEPUSTAKAAN.1 Perenanaan Geometrik Jalan Perenanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perenanaan jalan yang difokukan pada perenanaan bentuk fiik jalan ehingga dihailkan jalan yang dapat

Lebih terperinci

Motor Asinkron. Oleh: Sudaryatno Sudirham

Motor Asinkron. Oleh: Sudaryatno Sudirham Motor Ainkron Oleh: Sudaryatno Sudirham. Kontruki Dan Cara Kerja Motor merupakan piranti konveri dari energi elektrik ke energi mekanik. Salah atu jeni yang banyak dipakai adalah motor ainkron atau motor

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KONTROL KOMPRESSOR AC BERBASISKAN PC

PERANCANGAN SISTEM KONTROL KOMPRESSOR AC BERBASISKAN PC PERANCANGAN SISTEM KONTROL KOMPRESSOR AC BERBASISKAN PC Makalah Seminar Tuga Akhir SATIYONO MARSUKAT PUTRO LF300553 Juruan Teknik Elektro Fakulta teknik Univerita Diponegoro Semarang 003 ABSTRAK Implementai

Lebih terperinci

BAB III NERACA ZAT DALAM SISTIM YANG MELIBATKAN REAKSI KIMIA

BAB III NERACA ZAT DALAM SISTIM YANG MELIBATKAN REAKSI KIMIA BAB III EACA ZAT DALAM SISTIM YAG MELIBATKA EAKSI KIMIA Pada Bab II telah dibaha neraca zat dalam yang melibatkan atu atau multi unit tanpa reaki. Pada Bab ini akan dibaha neraca zat yang melibatkan reaki

Lebih terperinci

Pengertian tentang distribusi normal dan distribusi-t

Pengertian tentang distribusi normal dan distribusi-t Juruan Teknik Sipil Fakulta Teknik Sipil dan Perencanaan 8 Univerita Mercu Buana MODUL 8 STATISTIKA DAN PROBABILITAS 8.1 MATERI KULIAH : Pengertian umum ditribui normal. 8. POKOK BAHASAN :. Pengertian

Lebih terperinci

BAB XIV CAHAYA DAN PEMANTULANYA

BAB XIV CAHAYA DAN PEMANTULANYA 227 BAB XIV CAHAYA DAN PEMANTULANYA. Apakah cahaya terebut? 2. Bagaimana ifat perambatan cahaya? 3. Bagaimana ifat pemantulan cahaya? 4. Bagaimana pembentukan dan ifat bayangan pada cermin? 5. Bagaimana

Lebih terperinci

Induksi Elektromagnetik. Untuk mempermudah memahami materi ini, perhatikan peta konsep berikut ini. Induksi Elektromagnetik.

Induksi Elektromagnetik. Untuk mempermudah memahami materi ini, perhatikan peta konsep berikut ini. Induksi Elektromagnetik. Bab 13 Induki Elektromagnetik Pada uatu malam, ketika Ani edang belajar IPA. Tiba-tiba ayah Ani mendekat ambil bertanya keada Ani. Aa bedanya aru litrik yang ditimbulkan oleh ebuah baterai dengan aru litrik

Lebih terperinci

Kesalahan Akibat Deferensiasi Numerik pada Sinyal Pengukuran Getaran dengan Metode Beda Maju, Mundur dan Tengah

Kesalahan Akibat Deferensiasi Numerik pada Sinyal Pengukuran Getaran dengan Metode Beda Maju, Mundur dan Tengah Kealahan Akibat Defereniai Numerik pada Sinyal Pengukuran Getaran dengan Metode Beda Maju, Mundur Tengah Zainal Abidin Fandi Purnama Lab. Dinamika Puat Rekayaa Indutri, ITB, Bandung E-mail: za@dynamic.pauir.itb.ac.id

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 11 FISIKA

Antiremed Kelas 11 FISIKA Antiremed Kela 11 FISIKA Gerak Harmoni Sederhana - Latihan Soal Doc Name: AR11FIS0401 Verion : 01-07 halaman 1 01. Dalam getaran harmonik, percepatan getaran (A) elalu ebanding dengan impangannya tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan uatu truktur bangunan haru memenuhi peraturanperaturan ang berlaku untuk mendapatkan uatu truktur bangunan ang aman ecara kontruki. Struktur bangunan

Lebih terperinci

PERANCANGAN MOTOR INDUKSI SATU FASA JENIS ROTOR SANGKAR (SQIRREL CAGE)

PERANCANGAN MOTOR INDUKSI SATU FASA JENIS ROTOR SANGKAR (SQIRREL CAGE) Abtrak MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERANCANGAN MOTOR INDUKSI SATU FASA JENIS ROTOR SANGKAR (SQIRREL CAGE) Anton Suila L2F 399366 Juruan Teknik Elektro Fakulta Teknik Univeita Diponegoro Sermarang 2004

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor induksi merupakan motor arus bolak balik (AC) yang paling luas

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor induksi merupakan motor arus bolak balik (AC) yang paling luas BAB MOTOR NDUKS TGA PHASA. Umum Motor induki merupakan motor aru bolak balik (AC) yang paling lua digunakan dan dapat dijumpai dalam etiap aplikai indutri maupun rumah tangga. Penamaannya beraal dari kenyataan

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham. Analisis Keadaan Mantap Rangkaian Sistem Tenaga

Sudaryatno Sudirham. Analisis Keadaan Mantap Rangkaian Sistem Tenaga Sudaryatno Sudirham Analii Keadaan Mantap angkaian Sitem Tenaga ii BAB 4 Motor Ainkron 4.. Kontruki Dan Cara Kerja Motor merupakan piranti konveri dari energi elektrik ke energi mekanik. Salah a atu jeni

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN BALOK INDUK PORTAL MELINTANG

BAB VII PERENCANAAN BALOK INDUK PORTAL MELINTANG GROUP BAB VII PERENANAAN BALOK INDUK PORTAL MELINTANG 7. Perenanaan Balok Induk Portal Melintang Perenanaan balok induk meliputi perhitungan tulangan utama, tulangan geer/ engkang, tulangan badan, dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. penelitian quasi experimental. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi

METODE PENELITIAN. penelitian quasi experimental. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian quai experimental. Deain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak

Lebih terperinci

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN PEMBUMIAN

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN PEMBUMIAN BAB II IMPEDANI UJA MENAA DAN PEMBUMIAN II. Umum Pada aluran tranmii, kawat-kawat penghantar ditopang oleh menara yang bentuknya dieuaikan dengan konfigurai aluran tranmii terebut. Jeni-jeni bangunan penopang

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. 2. Tinjauan Pustaka

1. Pendahuluan. 2. Tinjauan Pustaka 1. Pendahuluan Komunikai merupakan kebutuhan paling menonjol pada kehidupan manuia. Pada awal perkembangannya ebuah pean diampaikan ecara langung kepada komunikan. Namun maalah mulai muncul ketika jarak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A III METODOLOGI PENELITIAN A. Jeni Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, di mana penelitian langung dilakukan di lapangan yang berifat kuantitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

FISIKA. Sesi INDUKSI ELEKTROMAGNETIK A. FLUKS MAGNETIK ( Ф )

FISIKA. Sesi INDUKSI ELEKTROMAGNETIK A. FLUKS MAGNETIK ( Ф ) FSKA KELAS X PA - KURKULUM GABUNGAN 08 Sei NGAN NDUKS ELEKTROMAGNETK nduki elektromagnetik adalah gejala terjadinya GGL induki ada enghantar karena erubahan fluk magnetik yang melingkuinya. A. FLUKS MAGNETK

Lebih terperinci

BAB II KORONA PADA SALURAN TRANSMISI

BAB II KORONA PADA SALURAN TRANSMISI BAB II KORONA PADA SALURAN TRANSMISI II.1 Tegangan Tranmii dan Rugi-Rugi Daya Tranmii merupakan bagian dari item tenaga litrik yang berperan dalam menyalurkan energi litrik dari puat pembangkit ke gardu

Lebih terperinci

awalnya bergerak hanya pada bidang RT/RW net. Pada awalnya cakupan daerah dari sekarang cakupan daerah dari perusahaan ini telah mencapai Sentul.

awalnya bergerak hanya pada bidang RT/RW net. Pada awalnya cakupan daerah dari sekarang cakupan daerah dari perusahaan ini telah mencapai Sentul. BAB 3 ANALISA SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Latar Belakang Peruahaan CV Innovation Network berdiri pada tahun 2006 di Jakarta. Peruahaan ini pada awalnya bergerak hanya pada bidang RT/RW net. Pada awalnya cakupan

Lebih terperinci

Cahaya tampak adalah bagian spektrum yang mempunyai panjang gelombang antara lebih kurang 400 nanometer (nm) dan 800 nm (dalam udara).

Cahaya tampak adalah bagian spektrum yang mempunyai panjang gelombang antara lebih kurang 400 nanometer (nm) dan 800 nm (dalam udara). CAHAYA Ada teori Partikel oleh Iaac Newton (1642-1727) dalam Hypothei of Light pada 1675 bahwa cahaya terdiri dari partikel halu (corpucle) yang memancar ke emua arah dari umbernya. Teori Gelombang oleh

Lebih terperinci