I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam adalah kegiatan agro-industri dengan hasil kokon atau benang sutera, terdiri dari kegiatan budidaya tanaman murbei, pengadaan telur ulat sutera, budidaya ulat sutera dan pengolahan kokon. Persuteraan Alam merupakan kegiatan perhutanan sosial yang ditujukan untuk : peningkatan ekonomi kerakyatan, perluasan kesempatan usaha dan kerja, pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat utamanya disekitar kawasan hutan di wilayah hulu melalui usaha pembudidayaan ulat sutera. Budidaya ulat sutera erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan dengan usaha budidaya murbei sebagai pakan ulat sutera. Disamping sebagai pakan ulat, tanaman murbei juga dapat berfungsi sebagai perlindungan tanah dari erosi tanah dan degradasi lahan. Potensi pengembangan usaha persuteraan masih sangat terbuka lebar. Banyak faktor yang mendukung dalam usaha pengembangan persuteraan alam ini, antara lain tanaman murbei yang produksi utamanya berupa daun sebagai pakan ulat sutera sangat mudah untuk dikembangkan, kegiatan pemeliharaan ulat sutera sendiri yang tidak memerlukan tingkat pengetahuan tinggi serta prospek pengembangan di masa mendatang yang sangat menjanjikan. Ada beberapa wilayah pengembangan persuteraan alam di Sulawesi Selatan meliputi Kabupaten Tana Toraja, Enrekang, Wajo, Soppeng, Sidrap, Barru, Gowa, Sinjai, Bulukumba, Takalar, Luwu timur, Luwu Utara, serta usaha ini pada umumnya dikerjakan oleh keluarga petani secara sambilan.

2 Adapun tanaman murbei yang dikembangkan masyarakat di Kec. Tompobulu, Kabupaten Gowa antara lain : M. chathyana, M indica, M nigra, dan M multicaulis. Penanaman tanaman murbei bisa dilakukan pada semua jenis tanah, tetapi untuk berhasilnya usaha tersebut perlu memiliki kriteria areal tanah yang ideal antara lain : tanah gembur, subur, dekat dengan sumber air, bukan merupakan areal tergenang air waktu musim hujan dan dapat tumbuh di daerah dataran rendah dan dataran tinggi. Usaha budidaya ulat sutera di daerah ini pada umumnya dilakukan secara tradisional. Pemeliharaan ulat sutera dilakukan di bagunan semi permanen, sehingga pemeliharaan bisa dilakukan oleh anak-anak ataupun orang dewasa, tetapi realitas yang terjadi saat ini kegiatan budidaya ulat sutera mengalami banyak kendala. Kendala utama yang dihadapi oleh para petani saat ini adalah masalah pasar kokon yang harganya tidak menentu, dan keterbatasan permodalan. Oleh karena itu perlu ada upaya untuk memberdayakan para petani dan menambah wawasan pola berpikirnya. Salah satu upaya yang bisa ditempuh yaitu peningkatan kemampuan modal usaha tani melalui koperasi tani dan bantuan pemerintah pusat dan daerah serta lembaga keuangan berupa KUR. Untuk peningkatan daya saing produksi kokon yang berkualitas untuk petani sutera. Kelembagaan yang ada dapat dibagi menjadi dua, yaitu kelembagaan formal dan kelembagaan informal. Kelembagaan formal adalah kelembagaan sebagai suatu organisasi, contohnya : Departemen Kehutanan, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, dan lain-lain (Khan, 1998). Kelembagaan informal sebagai suatu aturan main, contohnya : Kelembagaan kepemilikan lahan.

3 Kelembagaan pemeliharaan ulat, contohnya : Kelompok Tani. Pelaksanaan pembangunan kehutanan di bidang Persuteraan Alam sampai sejauh ini masih belum optimal mengingat produksi benang dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan industri pertenunan dalam negeri, dan kualitas benang yang dihasilkan masih rendah. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan seksama dengan judul Analisis Kelembagaan Kelompok Tani Persuteraan Alam di Desa Rappolemba, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa.. B. Tujuan dan Kegunaan Penelitan ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kelembagaan kelompok tani dalam pelaksanaan usaha persuteraan alam di Desa Rappolemba, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa. 2. Mengetahui faktor penghambat dan pendorong bagi usaha sutera di Desa Rappolemba, Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa. Hasil dari penelitian ini berguna sebagai bahan informasi bagi lembaga yang terkait dalam mengambil langkah-langkah kebijakan pengembangan Persuteraan Alam khususnya di Desa Rappolemba, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa

4 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kelembagaan Persuteraan Alam yang ada di Desa Rappolemba meliputi kelembagaan kepemilikan lahan, pemeliharaan tanaman murbei secara bergotong royong, dan kelembagaan formal (BPA, dan Dinas Kehutanan). 2. Faktor penghambat yang dihadapi dalam usaha persuteraan alam antara lain meliputi, fluktuasi harga kokon dan jaminan pasar yang tidak menentu, jarak lokasi pemeliharaan yang jauh dari tempat pemasaran, tenaga penyuluh persuteraan alam di kabupaten sangat terbatas, alat pemeliharaan yang masih tradisional dan sudah tua, serta bahan pendukung yang masih kurang dalam pemeliharaan. 3. Strategi yang pertama dilakukan untuk melemahkan kekuatan penghambat pada penulisan ini dengan menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah dan pengusaha sutera, aksi yang dilakukan pemerintah memberikan bantuan (rumah ulat, mesin-mesin bersifat tradisional dan pengeringan kokon), adanya pengawasan pemerintah dalam penentuan harga kokon. Strategi yang kedua dilakukan mengumpulkan kokon lebih banyak untuk mengurangi pengeluaran biaya transportasi kemudian aksi yang dilakukan melakukan pemintalan kokon menjadi benang untuk menambah pendapatan hasil yang besar. Strategi yang ketiga memberdayakan kembali tenaga penyuluh yang berada di Dinas Kehutanan kemudian aksi yang dilakukan mendorong pembentukan kelompok instansi terkait (klaster), propinsi dan kabupaten, serta memberikan pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan. Strategi yang keempat

5 penggantian alat yang lebih modern guna meningkatkan produktivitas dan pendukung, aksi yang dilakukan melakukan permintaan alat yang lebih modern kepada Dinas Kehutanan dan penambahan bahan pendukung untuk meningkatkan kesehatan ulat. B. Saran Adapun saran-saran yang dapat disampaikan dari penelitian ini: 1. Perlu adanya kerjasama antara kelembagaan kelompok tani sutera dengan kelembagaan formal pemerintah untuk mendorong peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengolahan sutera. 2. Peningkatan penyuluhan kehutanan dalam bidang persuteraan alam, serta peningkatan modal dan peralatan petani sutera untuk meningkatkan produksi pemeliharaan ulat