Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan merupakan daerah bagian paling selatan dari pulau Sulawesi yang terhampar luas di sepanjang koordinat 0 o 12 8 o Lintang Selatan dan 116 o o 36 Bujur Timur dengan Makassar atau Ujungpandang sebagai ibukotanya. Wilayah ini memiliki batasan-batasan secara administrasi, diantaranya yaitu pada bagian utara, wilayah ini dibatasi dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat, pada bagian timur dibatasi dengan Sulawesi Tenggara, pada bagian barat dibatasi dengan Selat Makassar, dan pada bagian selatan dibatasi dengan Laut Flores. Gambar 4. Peta dasar sulawesi selatan (sumber : Bakosurtanal) Luas peta dasar Provinsi Sulawesi Selatan yang diperoleh dari proses perhitungan menggunakan Arcview berbeda dengan luas wilayah sebenarnya. Luas peta dasar Sulawesi Selatan yang diperoleh dari proses perhitungan yaitu sebesar 62,875 km 2 sedangkan luas wilayah Sulawesi Selatan sebenarnya adalah ,64 km 2 atau 42% dari luas seluruh pulau Sulawesi dan 4,1% dari luas seluruh Indonesia (Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan 2004). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa bagian dari wilayah Provinsi Sulawesi Selatan yang tidak terdapat pada peta dasar khususnya pulau-pulau kecil yang terdapat pada bagian pinggir wilayah Sulawesi Selatan. Provinsi ini memiliki 21 kabupaten secara administrasinya (Kabupaten Bantaeng, Barru, Bone, Bulukumba, Enrekang, Gowa, Jeneponto, Kodya Barru, Luwu, Majene, Mamuju, Maros, Pangkajene Kepulauan, Pinrang, Polewali Mamasa, Selayar, Sindengreng Rappang, Sinjai, Soppeng, Tana Toraja, Takalar, Wajo) sebelum terjadi pemekaran wilayah pada tahun Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya Kabupaten Luas ha km 2 % Bantaeng ,7 Barru ,1 Bone ,1 Bulukumba ,8 Enrekang ,8 Gowa ,9 Jeneponto ,2 Luwu ,1 Majene ,7 Mamuju ,3 Maros ,6 Pangkajene Kep ,6 Pinrang ,0 Polewali Mamasa ,6 Selayar ,9 Sindenreng Rappang ,0 Sinjai ,3 Soppeng ,2 Takalar ,0 Tana Toraja ,3 Wajo ,8 TOTAL Bila ditinjau dari aspek luas wilayahnya maka kabupaten yang memiliki area paling luas adalah kabupaten Luwu dengan luas wilayah sebesar km 2 atau 29,1 % dari luas wilayah Sulawesi Selatan (gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa daerah Kabupaten Luwu memiliki potensi untuk pengembangan tanaman cengkeh yang cukup besar bila ditinjau dari luas wilayahnya, namun demikian hal tersebut perlu didukung dengan potensi kesesuaian lahan yang sesuai untuk tanaman cengkeh dan penggunaan lahan yang dapat dikonversi untuk perkebunan cengkeh serta akses yang terdapat pada wilayah tersebut. Selain itu, terdapat pula beberapa kabupaten yang memiliki luas area yang cukup besar sehingga berpotensi untuk pengembangan cengkeh, seperti Kabupaten Mamuju, Polewali Mamasa, Bone, dan Tana Toraja. Luasan lahan sebenarnya bukan merupakan hal yang utama dalam penentuan untuk pengembangan tanaman cengkeh namun luas lahan yang besar dapat mendukung upaya pengembangan perkebunan cengkeh. Pada luas lahan yang tidak terlalu besar, namun bila pada lahan tersebut memiliki potensi kesesuaian lahan yang sesuai untuk tanaman cengkeh dan pada lahan tersebut dapat dikonversi menjadi area perkebunan cengkeh, maka pada lahan tersebut dapat dijadikan sebagai daerah untuk pengembangan tanaman cengkeh dan memiliki kemungkinan untuk menjadi daerah centra cengkeh di Sulawesi

2 25 Selatan. Oleh karena itu, sebaiknya dalam penentuan area untuk pengembangan perkebunan, selain aspek luas wilayah perlu didukung pula dengan potensi kesesuaian lahan untuk tanaman cengkeh dan penggunaan lahan yang dapat dikonversi menjadi area perkebunan cengkeh serta kelayakan dalam berinvestasi di lahan tersebut Iklim Provinsi Sulawesi Selatan memiliki curah hujan rata-rata tahunan sekitar mm/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran curah hujan di Sulawesi Selatan cukup beragam, mulai dari daerah yang memiliki curah hujan rendah seperti di daerah sekitar pos hujan Malanroe, Kabupaten Soppeng hingga daerah dengan curah hujan tinggi seperti di daerah sekitar pos hujan Malino, Kabupaten Gowa. Rendah dan tingginya curah hujan di wilayah ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu topografinya. Hal ini didukung dengan pernyataan yang menyatakan bahwa pola umum curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh faktor geografisnya, diantaranya yaitu curah hujan yang terdapat di Indonesia semakin bertambah dengan meningkatnya ketinggian tempat (Kadarsah 2009). Daerah di sekitar pos hujan Malanroe, Kabupaten Soppeng memiliki ketinggian yang rendah sehingga curah hujan yang terjadi juga rendah sedangkan pos hujan Malino, Gowa memiliki ketinggian yang tinggi karena adanya Gunung Lompobatang sehingga pada daerah tersebut curah hujannya juga tinggi. CH (mm) Grafik CH dan Suhu rata-rata di Sulawesi Selatan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Waktu (bulan) Gambar 5. CH dan suhu rata-rata bulanan di Sulawesi Selatan tahun (sumber data : BMKG) Curah hujan rata-rata per bulan yang terjadi pada wilayah Sulawesi Selatan pada umumnya memiliki pola curah hujan monsun. Tipe curah hujan ini bersifat unimodial (satu puncak musim hujan, DJF musim hujan, JJA musim kemarau). Bulan-bulan lainnya disebut sebagai musim peralihan. Maju atau mundurnya musim hujan dan musim kemarau Suhu (oc) CH Suhu sangat di pengaruh oleh berbagai fenomena meteorologi diantaranya El Nino, dan La Nina (Kadarsah 2009). Pola curah hujan yang diperoleh dari hasil perhitungan ini dapat dibuktikan dengan hasil dari disertasi Dr. Edvin Aldrian dalam Kadarsah (2009) yang terdapat pada Gambar 6. Gambar tersebut menjelaskan bahwa Sulawesi Selatan termasuk ke dalam wilayah A yang memiliki pola hujan monsun yang berbentuk huruf U (kiri bawah). Gambar 6. Pola curah hujan Indonesia (sumber : Kadarsah 2009) Suhu rata-rata tahunan yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan berkisar antara 22 o C hingga 28 o C. Perbedaan suhu ini disebabkan oleh topografi yang terdapat di Sulawesi Selatan. Suhu di pegunungan akan lebih rendah dibandingkan dengan suhu di pesisir pantai. Pola suhu udara yang terdapat pada Gambar 5 menunjukkan bahwa pada bulan Desember dan Januari yang memiliki nilai curah hujan yang tinggi, suhu udara yang terjadi cukup rendah sedangkan pada bulan Agustus-Oktober yang memiliki curah hujan yang rendah memiliki suhu udara yang tinggi Tanah Karakteristik tanah yang akan dikaji dalam penelitian adalah kedalaman tanah dan kelerengan lahan. Kedalaman tanah yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan cukup beragam, mulai dari kedalaman tanah di bawah 50 cm hingga di atas 200 cm. Selain itu, kelerengan lahan yang terdapat di provinsi ini juga cukup beragam, mulai dari daerah dengan kelerengan 0 % hingga 70 %. Hal ini menunjukkan bahwa topografi yang terdapat di Sulawesi Selatan juga cukup beragam, yaitu mulai dari dataran yang datar hingga bukit dan pegunungan Penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Selatan merupakan suatu provinsi yang belum terlalu pesat dalam

3 26 hal pengembangan kota. Hal ini ditunjukkan dengan sangat kecilnya pemukiman, kawasan industri, dan masih banyak daerah kawasan hutan serta semak belukar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa daerah provinsi Sulawesi Selatan masih memiliki lahan-lahan yang masih dapat dioptimalkan dengan cara mengkorversikan lahan yang belum dioptimalkan menjadi lahan produktif seperti perkebunan khususnya dalam hal ini perkebunan cengkeh. 4.2 Identifikasi Identifikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengkategorian wilayah Sulawesi Selatan berdasarkan persyaratan dari setiap parameter yang digunakan dalam mengkaji tingkat kesesuaian lahan cengkeh Identifikasi Kesesuaian Iklim Peta kesesuaian iklim yang terdapat pada Gambar 7 menunjukkan bahwa penyebaran iklim yang cocok untuk tanaman cengkeh di Sulawesi Selatan cukup beragam. Kesesuaian iklim tersebut meliputi kesesuaian iklim S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), dan S3 (sesuai marginal) namun kesesuaian iklim yang dominan terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan adalah kesesuaian iklim S2 dengan luas wilayah sebesar km 2 atau 70 % dari luas Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini dapat diketahui pada Gambar 7, dengan simbol warna hijau yang tersebar luas di bagian utara dan selatan. Wilayah kesesuaian iklim lainnya yang ditunjukkan pada Gambar 7 yaitu kesesuaian S1 dengan simbol warna biru dan kesesuaian S3 dengan simbol warna kuning. Luasan wilayah ini tidak sebesar luas wilayah S2. Luas S1 yang terdapat pada daerah ini sebesar km 2 dan luas S3 sebesar 1132 km 2. Kesesuaian iklim yang terdapat pada wilayah Sulawesi Selatan dapat dikatakan baik karena tidak terdapat lahan N. Gambar 7. Peta kesesuaian iklim Tabel 5. menjelaskan tentang nilai luasan wilayah kabupaten berdasarkan kesesuaian iklimnya. Kabupaten yang memiliki luas wilayah S1 paling besar berdasarkan kesesuaian iklimnya adalah Kabupaten Bone dengan luas lahan S1 sebesar km 2 atau 67% dari luas kabupatennya atau 4,7% dari luas Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa di wilayah Kabupaten Bone memiliki potensi besar untuk ditanami cengkeh berdasarkan iklimnya. Kabupaten lainnya yang sangat berpotensi besar dalam memiliki luasan lahan yang sangat sesuai (S1) adalah Kabupaten Luwu dan Wajo. Kabupaten Wajo merupakan kabupaten yang memiliki iklim yang paling baik bila dikaji berdasarkan kesesuaian iklim tanaman cengkeh karena sebesar km 2 atau 93% dari total luas kabupatennya merupakan lahan S1. Tabel 5. juga menunjukkan bahwa kabupaten yang memiliki potensi kesesuaian lahan dengan tingkat S2 (cukup sesuai) paling luas bila dikaji dalam lingkup luas seluruh Provinsi Sulawesi Selatan adalah Kabupaten Luwu dengan luas sebesar km 2 atau 85% dari total luas Kabupten Luwu atau

4 27 24,6% dari luas Sulawesi Selatan, akan tetapi bila dikaji dalam ruang lingkup luas per kabupatennya maka kabupaten yang paling luas memiliki potensi kesesuaian lahan dengan tingkat S2 berdasaran kesesuaian iklimnya adalah Kabupaten Sinjai yaitu dengan luas sebesar 831 km 2 atau 96% dari luas Kabupaten Sinjai sebenarnya. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah Sinjai dapat dikatakan cocok ditumbuhi tanaman cengkeh bila dikaji dari aspek iklimnya. Total luas Sulawesi Selatan yang diperoleh dari peta kesesuaian iklim menunjukkan bahwa terdapat 996 km 2 wilayah yang tidak memiliki data curah hujan ataupun suhu udara. Tabel 9. Luas wilayah berdasarkan kesesuaian iklim di tiap kabupaten Sulawesi Selatan Kabupaten Luas (km 2 ) S1 S2 S3 N Bantaeng Barru Bone Bulukumba Enrekang Gowa Jeneponto Luwu Majene Mamuju Maros Pangkajene Kep Pinrang Polewali Mamasa Selayar Sindenreng Rappang Sinjai Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo Total Identifikasi Kesesuaian Curah Hujan Tingkat kesesuaian curah hujan yang terdapat di lahan Provinsi Sulawesi Selatan cukup beragam, mulai dari S1 (sangat sesuai) hingga N (tidak cocok). Djaenudin et al. (2003) menyatakan bahwa tanaman cengkeh sangat sesuai ditanam pada lahan yang memiliki tingkat curah hujan tahunan sekitar mm/tahun. Berdasarkan peta kesesuaian curah hujan yang tertera pada Lampiran 6, maka dapat dikatakan bahwa pada wilayah Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki kriteria kesesuaian curah hujan dengan tingkat sangat sesuai tersebar di wilayah bagian tengah Provinsi ini, tepatnya terdapat pada lahan di Kabupaten Enrekang, Wajo, Pinrang, Soppeng, Sindenreng Rappang, Selayar, dan sebagian di Kabupaten Luwu, Tana Toraja, Majene, Gowa, Barru, Bone, Bulukumba, Bantaeng, Takalar, dan Polewali Mamasa. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah kesesuaian yang sangat sesuai di Provinsi Sulawesi Selatan cukup menyebar di berbagai wilayah kabupaten sehingga bila dikaji menurut aspek kesesuaian curah hujannya maka wilayah yang cocok untuk ditumbuhi tanaman cengkeh cukup menyebar luas di sepanjang Provinsi Sulawesi Selatan. Faktor curah hujan merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhannya (Ruhnayat 2002). Wilayah yang memiliki curah hujan yang rendah tidak akan cocok ditumbuhi tanaman cengkeh karena iklim yang sangat kering tidak disenangi oleh tanaman ini dan dapat menyebabkan kematian terutama pada tanaman muda (1-2 tahun). Curah hujan yang sedikit akan berdampak buruk pada tanaman cengkeh karena dapat menyebabkan ketersediaan air di dalam tanah menjadi berkurang sehingga pada tanaman muda yang belum memiliki sistem perakaran yang begitu berkembang dan dangkal, belum dapat memanfaatkan air tanah yang dalam. Selain itu, wilayah yang memiliki curah hujan yang tinggi, seperti di bagian kecil Kabupaten Bone tidak dapat ditumbuhi tanaman ini karena iklim yang sangat basah dapat menyebabkan penggenangan akar dan pembusukkan akar sehingga dapat menyebabkan kematian terutama pada tanaman dewasa. Curah hujan yang tinggi juga dapat menyebabkan hama dan penyakit berkembang pada lahan cengkeh sehingga hal ini dapat merugikan petani Identifikasi Kesesuaian Suhu Udara Kajian menurut kesesuaian suhu udara di Provinsi Sulawesi Selatan maka dapat dikatakan bahwa tanaman cengkeh dapat tumbuh dengan baik hampir di seluruh wilayah ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan peta kesesuaian suhu udara yang terdapat pada Lampiran 7. Suhu udara yang baik untuk ditanami tanaman cengkeh berkisar antara o C karena pada dasarnya tanaman cengkeh ini sangat sensitif dengan suhu udara yang terlalu rendah ataupun tinggi (Hadiwijaya 1984 dalam Ruhnayat, A. dan P. Wahid 1997). Tanaman cengkeh ini termasuk ke dalam kategori tanaman yang manja dalam arti memerlukan lingkungan yang khusus dan pemeliharaan yang intensif. Wilayah yang memiliki suhu rendah kurang cocok untuk ditumbuhi tanaman cengkeh karena produktivitas yang akan dihasilkan akan sangat minim akibat dari bakal bunga yang

5 28 sedikit muncul pada suhu rendah sedangkan wilayah yang memiliki suhu tinggi dapat menyebabkan kekeringan dan stress pada tanaman cengkeh Identifikasi Kesesuaian Tanah Tabel 10. Luas wilayah berdasarkan kesesuaian tanah di tiap kabupaten Sulawesi Selatan Kabupaten Luas (km 2 ) S1 S2 S3 N Bantaeng Barru Bone Bulukumba Enrekang Gowa Jeneponto Luwu Majene Mamuju Maros Pangkajene Kep Pinrang Polewali Mamasa Selayar Sindenreng Rappang Sinjai Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo Total Kabupaten yang memiliki nilai kesesuaian N yang paling luas adalah Kabupaten Luwu yaitu dengan nilai sebesar km 2 atau 6% dari luas Provinsi Sulawesi Selatan atau 20% dari luas Kabupaten Luwu. Wilayah kabupeten lainnya yang juga memiliki nilai kesesuaian tanah N adalah Kabupaten Mamuju, dengan nilai sebesar km 2. Kedua kabupaten tersebut masih memiliki kemungkinan untuk dijadikan lahan sesuai dengan menggunakan teknologi. Selain itu, kedua wilayah tersebut juga memiliki luas wilayah yang besar sehingga bila terdapat wilayah yang kurang sesuai untuk tanaman cengkeh berdasarkan aspek tanahnya maka masih terdapat luas lahan lainnya yang cukup besar dan berpotensi untuk ditanami cengkeh. Luas wilayah kesesuaian tanah bila dikaji dari lingkup luas tiap kabupatennya maka kabupaten yang memiliki luas kesesuaian tanah S1 paling besar yaitu Kabupaten Wajo dengan luas 744 km 2 atau 31 % dari total luas kabupatennya, sedangkan kabupaten yang memiliki luas kesesuaian tanah S2 paling besar yaitu Kabupaten Bulukumba dengan luas sebesar km 2 atau 97% dari luas total kabupatennya walaupun bila dikaji dari lingkup total luas provinsinya lebih besar Kabupaten Luwu. Luas kesesuaian tanah S3 terbesar terdapat pada Kabupaten Bone yaitu dengan nilai sebesar 497 km 2 atau 11% dari luas kabupatennya dan luas kesesuaian tanah N terbesar terdapat pada Kabupaten Majene dengan 37% dari luas kabupatennya atau 396 km 2. Peta kesesuaian tanah untuk tanaman cengkeh menunjukkan bahwa pada wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki kesesuaian tanah paling dominan adalah wilayah dengan potensi lahan S2. Hal ini ditunjukkan dengan warna coklat muda pada Gambar 8 (Lampiran 11) yaitu dengan luas wilayah sebesar km 2 atau 66 % dari luas Sulawesi Selatan. Wilayah lainnya seperti S1, S3 dan N juga cukup tersebar, namun wilayah yang dimiliki tidak sebesar wilayah S2. Wilayah ini ditandai dengan warna coklat tua, kuning, dn orange. Luas wilayah S1 di Sulawesi Selatan berdasarkan kesesuaian tanahnya yaitu sebesar km 2, luas S3 nya sebesar 761 km 2, dan luas N sebesar km 2.

6 29 Gambar 8. Peta kesesuaian tanah Identifikasi Kesesuaian Kedalaman Tanah Faktor kedalaman tanah merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman cengkeh. Menurut Djaenudin et al. (2003), kedalaman tanah yang sangat sesuai (S1) untuk ditumbuhi tanaman cengkeh minimal 100 cm. Kedalaman tersebut baik untuk pertumbuhan akar tanaman cengkeh, selain akar tidak akan tergenang ketika musim hujan, pergerakan akar dalam mencari unsur hara juga dapat bebas bergerak. Berdasarkan peta kesesuaian kedalaman tanah yang terlampir pada Lampiran 9, maka dapat diketahui daerah yang sesuai untuk ditumbuhi tanaman cengkeh berdasarkan aspek kesesuaian kedalaman tanahnya adalah wilayah di sekitar kabupaten Luwu, Wajo, Bone, Mamuju, Sindenreng Rappang, Soppeng, Pinrang, Takalar, Barru, dan Maros. Faktor ini cukup mempegaruhi pertumbuhan tanaman cengkeh terutama ketika tanaman masih berusia muda. Tanaman yang muda masih melakukan pertumbuhan khususnya dengan akar yang semakin memanjang dan menguat Identifikasi Kesesuaian Kelerengan Faktor kelerengan lahan pada tanaman cengkeh tidak terlalu besar dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitasnya namun faktor ini merupakan salah satu pendukung dalam keberhasilan produksi cengkeh. Menurut Hadiwidjaya (1983), tanah yang miring lebih baik daripada tanah yang datar. Hal ini disebabkan karena pada lahan yang miring, drainase akan berjalan dengan baik dan kemungkinan untuk tergenang air sangat kecil sehingga kebusukan pada akar dapat diatasi. Kelerengan yang sangat sesuai untuk tanaman cengkeh menurut Djaenudin et al. berkisar di bawah 3%. Kelerengan yang tidak terlalu besar ini juga menghindari terjadinya erosi. Berdasarkan gambar yang terdapat pada Lampiran 10, maka dapat diketahui bahwa wilayah yang sangat sesuai (S1) untuk ditanami cengkeh bila ditinjau dari kelerengannya hampir tersebar di seluruh bagian Provinsi Sulawesi Selatan Identifikasi Kesesuaian Agroklimat Kesesuaian agroklimat yaitu kesesuaian lahan berdasarkan penumpangsusunan faktor iklim dan tanah. Faktor iklim dan tanah saling mempengaruhi proses pertumbuhan serta produksi dari tanaman cengkeh sehingga kedua faktor tersebut perlu dipertimbangkan dalam penentuan wilayah tanaman cengkeh. Wilayah yang memiliki kesesuaian tanah sangat sesuai untuk tanaman cengkeh namun tidak sesuai dalam kesesuaian iklimnya maka pada wilayah tersebut belum tentu tanaman cengkeh dapat berproduksi optimal.

7 30 Grafik Kesesuaian Agroklimat dengan Luas Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Luas (km2) Luas S1 Luas S2 Luas S3 Luas Kabupaten Bantaeng Barru Bone Bulukumba Enrekang Gowa Jeneponto Luwu Majene Mamuju Maros Kabupaten Pangkajene Kep. Pinrang Polewali Mamasa Selayar Sindenreng Rappang Sinjai Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo Gambar 9. Perbandingan luas kesesuaian S1, S2, S3, dan n dengan luas tiap kabupaten di provinsi sulawesi selatan Gambar 10. Peta kesesuaian agroklimat Peta kesesuaian agroklimat tanaman cengkeh yang terdapat pada Gambar 10 dan Tabel 7 menunjukkan bahwa wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki potensi untuk ditanami tanaman cengkeh berdasarkan aspek agroklimatnya memiliki luas lahan sebesar 61,826 km 2 atau 98% dari total wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, dengan luas S1 sebesar km 2 atau 4,8%, luas S2 sebesar km 2 atau 86%, luas S3 sebesar km 2 atau 7,5%.

8 31 Wilayah yang sangat sesuai (S1) untuk tanaman cengkeh di Provinsi Sulawesi Selatan cukup sedikit. Wilayah tersebut terdapat pada beberapa kabupaten, diantaranya yaitu Kabupaten Luwu, Bone, Sindenreng Rappang, Barru, Polewali Mamasa, Enrekang, Pinrang, Wajo, dan Soppeng. Luas S1 terbesar yang terdapat pada Provinsi Sulawesi Selatan berada pada wilayah Kabupaten Wajo yaitu dengan luas wilayah sebesar 682 km 2 atau 28% dari luas kabupatennya atau 1% dari luas Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa pada wilayah Kabupaten Wajo terdapat potensi lahan yang cukup besar untuk pengembangan tanaman cengkeh. Penyebaran kesesuaian agroklimat ini dapat dilihat pada Gambar 10 dengan petunjuk warna hijau tua melambangkan lahan S1, hijau muda untuk lahan S2, dan putih untuk lahan S3. Kesesuaian yang paling dominan berdasarkan agroklimat tanaman cengkeh adalah kesesuaian lahan S2. Hal ini menunjukkan bahwa pada wilayah Provinsi Sulawesi Selatan cukup sesuai untuk ditanami tanaman cengkeh berdasarkan aspek agroklimatnya (iklim dan tanah). Tabel 11. Luas wilayah berdasarkan kesesuaian agroklimat di tiap kabupaten Sulawesi Selatan Kabupaten Luas (km2) S1 S2 S3 N Bantaeng Barru Bone Bulukumba Enrekang Gowa Jeneponto Luwu Majene Mamuju Maros Pangkajene Kep Pinrang Polewali Mamasa Selayar Sindenreng Rappang Sinjai Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo kurang optimal dalam penggunaannya dapat dikonversi menjadi area perkebunan cengkeh. Lahan-lahan yang dapat dikonversi menjadi lahan perkebunan cengkeh adalah hutan non konservatif, ladang, tanah terbuka, perkebunan, dan semak belukar sedangkan lahan yang tidak dapat dikonversi adalah pemukiman, tambak, tubuh air, sawah, dan hutan konservatif. Gambar 11. merupakan peta hasil penumpangsusunan peta agroklimat dengan peta penutupan lahan. Peta tersebut menjelaskan bahwa potensi lahan untuk ekstensifikasi tanaman cengkeh yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan masih cukup besar bila dikaji dari lahan yang dapat dikonversi. Warna hijau menunjukkan lahan yang dapat dikonversi untuk lahan perkebunan cengkeh sedangkan warna merah menunjukkan lahan yang tidak dapat dikonversi dan warna orange untuk daerah kawasan hutan. Daerah kawasan hutan ini dipisah dari kategori konversi dan non-konversi karena pada peta penutupan lahan yang digunakan pada penelitian ini, klasifikasi hutannya masih sangat umum atau kurang detail dalam penentuan jumlah lahan yang dapat dikonversi dengan yang tidak dapat dikonversi sehingga luasan hutan yang ada akan dikurangi luasan hutan konservasi berdasarkan yang diperoleh dari literatur Identifikasi Kesesuaian Penutupan Lahan Kesesuaian penggunaan lahan pada penelitian ini dilakukan untuk upaya ekstensifikasi atau pembukaan area baru untuk tanaman cengkeh sehingga lahan-lahan yang

9 32 Gambar 11. Peta potensi lahan pengembangan tanaman cengkeh di Provinsi Sulawesi Selatan Gambar 12. Grafik Perbandingan Luas Kesesuaian Agroklimat yang belum dikonversi dengan yang telah dikonversi lahan Berdasarkan Gambar 12 maka dapat diketahui bahwa perbedaan antara lahan yang belum diklasifikasi dengan lahan yang telah diklasifikasi berdasarkan kesesuaian lahan untuk dikonversi cukup berbeda. Hal ini disebabkan kawasan hutan yang masih belum diketahui penentuan konversinya memiliki luas yang cukup besar di tiap kabupatennya. Namun demikian, pada wilayah di sekitar Provinsi Sulawesi Selatan masih memiliki potensi yang besar dalam upaya ekstensifikasi perkebunan cengkeh. Luas lahan di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki potensi untuk ektensifikasi perkebunan cengkeh (berupa ladang, kebun, tanah terbuka, dan semak belukar) yaitu sebesar km 2. Luas tersebut terbagi menjadi tiga bagian yaitu luas S1 sebesar km 2, luas S2 sebesar km 2, dan luas S3 sebesar 990 km 2. Luas tersebut belum termasuk lahan hutan yang masih memiliki potensi untuk dapat dikonversi. Permasalahan yang terdapat pada penelitian ini adalah data penutupan lahan hutan yang terklasifikasi masih umum yaitu hanya jenis hutan dan hutan mangrove, sedangkan bila klasifikasinya berupa hutan lindung, suaka alam, dan hutan produksi akan memiliki nilai yang lebih akurat.

10 33 Hasil pengolahan dari data penutupan lahan menunjukkan bahwa luas penggunaan hutan yang terdapat pada Sulawesi Selatan berjumlah km 2. Hal ini menunjukkan bahwa pada lahan hutan tersebut masih terdapat potensi untuk dikonversi karena masih memiliki kemungkinan ada lahan hutan produksi di dalamnya. Menurut Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan dalam anonim (2009) menyatakan bahwa luas wilayah hutan lindung dan suaka alam yang terdapat pada wilayah tersebut sebesar km 2. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa luas hutan yang masih memiliki potensi untuk dikonversi menjadi lahan perkebunan cengkeh di Sulawesi Selatan sebesar km Identifikasi Kelayakan Ekonomi Kajian kelayakan ekonomi yang digunakan pada penelitian ini menggunakan batasan analisis kelayakan investasi dengan tiga indikator, diantaranya yaitu NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), dan BCR (Benefit Cost Ratio). Suatu usaha dikatakan layak untuk dilakukan investasi apabila nilai NPV > 0, IRR > tingkat discount rate, dan BCR > 1. Berdasarkan hasil perhitungan, penilaian kelayakan investasi untuk perkebunan cengkeh pada lahan S1 (sangat sesuai) memiliki nilai yang sangat baik yaitu nilai NPV sebesar Rp , IRR sebesar 30,1 %, dan BCR sebesar 2,16 (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa apabila pada saat ini, lahan kesesuaian S1 ditanami tanaman cengkeh pada lahan satu hektar dan suku bunga pinjaman yang berlaku sebesar 15,5 % maka keuntungan yang akan didapat pada 30 tahun mendatang bernilai Rp pada nilai uang saat ini. Usaha perkebunan ini masih dapat dikatakan layak karena nilai IRR (30,1%) melebihi nilai suku bunga pinjaman yang berlaku saat ini (15,5%). Nilai BCR yang dihasilkan pada lahan S1 bernilai 2,16. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1 satuan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan benefit sebesar 2,16. Tabel 12. Nilai ekonomi pada tiap kesesuaian lahan tanaman cengkeh di Provinsi Sulawesi Selatan Kesesuaian lahan Indikator Ekonomi NPV IRR BCR S1 Rp ,1 % 2,16 S2 Rp ,0 % 1,73 S3 Rp ,9 % 1,12 Cengkeh yang akan ditanami pada lahan kesesuaian S2 juga masih dapat dikatakan baik, akan tetapi tidak sebaik pada lahan S1. Keuntungan yang dapat diperoleh per hektarnya bila usaha ini dilakukan adalah Rp pada nilai sekarangnya. Nilai ini merupakan 63% dari total keuntungan S1. Nilai suku bunga maksimal yang terdapat pada lahan ini juga dikatakan baik karena nilai IRR (24,0% ) yang dihasilkan lahan S2 melebihi nilai suku bunga pinjaman bank. Cengkeh yang ditanam pada lahan kesesuaian S3 masih dikatakan cukup baik namun hasil yang diperoleh tidak sebaik dan keuntungan yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan cengkeh yang ditanam di lahan S1 dan S2. Faktor pembatas yang dimiliki lahan ini lebih besar dibandingkan lahan S1 dan S2 sehingga hasil yang diperoleh juga lebih kecil, yaitu keuntungan maksimal yang akan diperoleh pada masa produktif tanaman cengkeh ini (NPV) sebesar Rp dan perkebunan ini termasuk kategori kurang layak digunakan karena nilai IRR yang dihasilkan sebesar 5,9% dan nilai ini dibawah nilai suku bunga pinjaman bank yang berlaku. Gambar 13. menggambarkan tentang ketersediaan jalan yang menjadi hal penting dalam pengembangan tanaman cengkeh. Warna merah yang terdapat pada peta tersebut menjelaskan bahwa ketersediaan panjang jalan per luas kabupatennya di daerah utara Provinsi Sulawesi Selatan kurang baik, sedangkan pada wilayah bagian Selatan Provinsi ini lebih sangat baik. Peta tersebut menjelaskan bahwa wilayah yang memiliki panjang jalan yang baik terdapat pada area di sekitar Kabupaten Sinjai, Jeneponto, Gowa, dan Takalar. Wilayah-wilayah yang termasuk ke dalam kriteria agroklimat tanaman cengkeh harus diimbangi dengan panjang jalan yang ada pada kabupaten tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa prioritas pengembangan cengkeh yang baik berdasarkan aspek kemudahan dalam akses jalannya lebih baik dilakukan pada daerah bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan.

11 34 Gambar 13.Peta aksesibilitas jalan Gambar 14. Peta kabupaten prioritas pengembangan cengkeh di Provinsi Sulawesi Selatan Wilayah Prioritas Lahan Pengembangan Cengkeh Gambar 14. menunjukkan bahwa wilayah prioritas pengembangan cengkeh dominan berada pada bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah-wilayah tersebut memiliki akses jalan yang cukup baik dibandingkan dengan wilayah kabupaten lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa mobilisasi yang terdapat pada wilayah-wilayah di bagian selatan

12 35 Provinsi Sulawesi Selatan cukup baik sehingga bila dilakukan usaha pengembangan tanaman cengkeh di wilayah tersebut dapat menguntungkan petani khususnya dalam proses pemasaran cengkeh. Faktor pendukung lainnya yang dapat digunakan dalam proses penentuan lahan pengembangan cengkeh yaitu letak pelabuhan. Pelabuhan merupakan suatu media perantara antara petani cengkeh dengan pembeli sehingga berhasil atau tidaknya pemasaran cengkeh salah satunya ditentukan dengan keberadaan pelabuhan. Wilayah yang dekat dengan pelabuhan akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan wilayah yang jauh dari pelabuhan karena dapat menghemat biaya transportasi pemasaran cengkeh. Wilayah-wilayah yang menjadi prioritas lahan pengembangan tanaman cengkeh di Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan aspek agroklimat, penutupan lahan, akses jalan, dan kedekatan dari pelabuhannya dapat dilihat pada Tabel 13. Penentuan prioritas lahan pengembangan tanaman cengkeh tersebut didasarkan pada hasil perhitungan yang dapat dilihat pada bab metodologi. Wilayah yang memiliki prioritas lahan tinggi untuk dilakukan pengembangan cengkeh menunjukkan bahwa pada lahan tersebut sangat baik untuk dilakukan investasi budidaya cengkeh. Wilayah-wilayah tersebut terdapat di enam kabupaten di Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Barru, Bone, Bulukumba, Jeneponto, Sinjai, dan Wajo. Tabel 13. Nilai luas wilayah kesesuaian agroklimat dan penutupan lahan beserta akses pendukung di tiap kabupaten Kabupaten Luas (km 2 ) S1 S2 S3 N Hutan Akses Jalan Pelabuhan Prioritas Pengembangan Bantaeng baik ada Sedang Barru cukup ada Tinggi Bone cukup ada Tinggi Bulukumba baik ada Tinggi Enrekang cukup tidak Sedang Gowa baik tidak Sedang Jeneponto sangat baik ada Tinggi Luwu no data kurang ada Sedang Majene no data kurang tidak Rendah Mamuju no data kurang ada Sedang Maros cukup ada Sedang Pangkajene Kep cukup ada Sedang Pinrang kurang ada Sedang Polewali Mamasa no data kurang ada Sedang Selayar cukup ada Sedang Sindenreng Rappang kurang tidak Rendah Sinjai sangat baik ada Tinggi Soppeng cukup tidak Sedang Takalar sangat baik tidak Sedang Tana Toraja cukup tidak Rendah Wajo cukup ada Tinggi Total

13 36 Gambar 15. Produksi cengkeh di setiap kabupaten Sulawesi Selatan Wilayah-wilayah prioritas lahan pengembangan cengkeh yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian dibandingkan dengan kondisi produksi cengkeh yang terdapat pada tiap kabupatennya. Wilayah yang memiliki prioritas lahan tinggi dalam pengembangan cengkeh seperti Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bone, dan Barru diikuti dengan kondisi produksi cengkeh yang tinggi pula di lapangannya. Hal ini menunjukkan bahwa hasil prioritas lahan yang dihasilkan pada penelitian ini didukung dengan kondisi di lapangan yang cukup baik. Proses investasi dalam mengembangkan cengkeh memerlukan beberapa hal yang perlu diperhatikan atau dapat dilakukan dengan beberapa strategi, seperti berikut ini : 1. Pilih lahan yang sesuai Penentuan dalam memilih lahan tersebut harus didasarkan pada aspek kesesuaian agroklimatnya. Utamakan wilayah yang memiliki lahan S1 ataupun S2. 2. Pilih lahan yang dapat dikonversi Pemilihan tesebut bertujuan agar potensi lahan yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal yaitu dengan merealisasikannya menjadi lahan perkebunan cengkeh. Lahanlahan yang dapat dikonversi sebaiknya dipilih wilayah yang sudah berusia tua dan kurang produktif. 3. Pilih lahan yang memiliki fasilitas pelabuhan dan akses jalan yang baik Akses jalan dan fasilitas pelabuhan merupakan beberapa faktor yang penting dalam usaha pengembangan tanaman cengkeh. Kemudahan dalam akses jalan dan adanya pelabuhan dapat memudahkan petani cengkeh dalam memasarkan hasil panennya sehingga hal ini dapat menguntungkan petani cengkeh.

PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA (INDONESIAN NUTRITION ASSOCIATION) PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA (INDONESIAN NUTRITION ASSOCIATION) PROVINSI SULAWESI SELATAN rektur RS. Kab/Kota Se-Sulsel (daftar terlampir) dalam kegiatan Akreditasi Pelayanan RS dan khususnya yang Pelayanan Kesehatan, : Gedung Fajar, Graha Pena Makassar Narasumber : 1. DR. Minarto, MPS ( DPP

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah BAB V SIMPULAN DAN SARAN 1.1 Simpulan 5.1.1 Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Berdasarkan analisis rasio ketergantungan daerah, semua pemerintah daerah di Pulau Sulawesi, memiliki

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN

BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN PENDAHULUAN Dalam mendorong ekonomi kerakyatan, Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan mengembangkan Gerakan Pembangunan

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN AGUSTUS 2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 65/1/73/Th. VIII, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN AGUSTUS 2014 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Sulawesi Selatan pada Agustus 2014 mencapai 3.715.801

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH TINGKAT I SULAWESI TENGAH DAN DAERAH TINGKAT I SULAWESI TENGGARA DENGAN MENGUBAH UNDANG- UNDANG NO 47 PRP TAHUN

Lebih terperinci

Tinjauan Ekonomi. Keuangan Daerah

Tinjauan Ekonomi. Keuangan Daerah KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN Tinjauan Ekonomi & Keuangan Daerah Provinsi SULAWESI Selatan Peta Sulawesi Selatan 2 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Daerah

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Koreksi Bias Data Curah Hujan dan Suhu Luaran Model RegCM3 Data luaran RegCM3 merupakan hasil simulasi kondisi iklim yang memiliki resolusi spasial yang

Lebih terperinci

KERAGAAN SUMBERDAYA LAHAN, PEMANFAATAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN BERBAGAI DAERAH DI SULAWESI SELATAN

KERAGAAN SUMBERDAYA LAHAN, PEMANFAATAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN BERBAGAI DAERAH DI SULAWESI SELATAN KERAGAAN SUMBERDAYA LAHAN, PEMANFAATAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN BERBAGAI DAERAH DI SULAWESI SELATAN M. Basir Nappu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

V. PERPETAAN HUTAN A. Peta Dasar (RBI, TOP) A.1. Pengadaan dan Distribusi Peta Dasar Skala 1: dan Skala 1: s/d Desember 2007

V. PERPETAAN HUTAN A. Peta Dasar (RBI, TOP) A.1. Pengadaan dan Distribusi Peta Dasar Skala 1: dan Skala 1: s/d Desember 2007 V. PERPETAAN HUTAN A. Peta Dasar (RBI, TOP) A.1. Pengadaan dan Distribusi Peta Dasar Skala 1:50.000 dan Skala 1:25.000 s/d Desember 2007 NO. JENIS PETA SKALA TAHUN KEADAAN PETA (LEMBAR) JUMLAH PENGADAAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 5.1.1 Letak, kondisi geografis, dan topografi Kabupaten Bangli terletak di tengah-tengah pulau Bali, dan menjadi satusatunya kabupaten yang tidak

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 71 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan dan Tingkat Perkembangan Wilayah Adanya ketimpangan (disparitas) pembangunan antarwilayah di Indonesia salah satunya ditandai dengan adanya wilayah-wilayah

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar 26 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar Desa Tulung Balak dengan luas 15 ha yang terletak pada wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang MPS Kabupaten Bantaeng 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi di Indonesia memang tertinggal cukup jauh dari negara-negara tetangga, apalagi dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura yang memiliki komitmen

Lebih terperinci

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FPIPS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FPIPS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FPIPS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Pulau Sulawesi, merupakan pulau yang terpisah dari Kepulauan Sunda Besar bila ditilik dari kehidupan flora dan fauna oleh karena garis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN DINAS PERKEBUNAN Jalan Perkebunan No. 7 Makassar Tujuan Penyelenggaraan Perkebunan 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia

PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK adalah terkenal sebagai penghasil utama jagung di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

Laporan Pembayaran Iuran Kehutanan DR Bulan Januari Tahun 2015 BPPHP Wilayah XV Makassar

Laporan Pembayaran Iuran Kehutanan DR Bulan Januari Tahun 2015 BPPHP Wilayah XV Makassar Laporan Iuran Kehutanan DR Bulan Tahun 2015 BPPHP Wilayah XV Makassar No LHP/LP/DKB/LHC SPP DR Realisasi Kekurangan Tagihan Tgl Bank A SULAWESI SELATAN I BANTAENG II BARRU III BONE IV BULUKUMBA V ENREKANG

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

DAFTAR PENERIMA SURAT KELOMPOK V

DAFTAR PENERIMA SURAT KELOMPOK V DAFTAR PENERIMA SURAT KELOMPOK V Lampiran I Surat No. B.41/S.KT.03/2018 Tanggal: 19 Februari 2018 Kementerian/Lembaga 1. Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 2. Sekretaris Jenderal

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM PERKEBUNAN

KEADAAN UMUM PERKEBUNAN KEADAAN UMUM PERKEBUNAN Sejarah Kebun Pada awalnya PT Rumpun Sari Antan I adalah milik perusahaan asing asal Inggris yaitu NV Handel Mij Ja Wattie & Co. Ltd. yang berkantor di Tanah Abang, Jakarta. Tanaman

Lebih terperinci

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Sub Direktorat Basis Data Lahan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian 2014

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik 6 kelompok tani di Kelurahan Tejosari Kecamatan Metro Timur Kota

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 41 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1.Profil Umum Provinsi Sulawesi Selatan 4.1.1 Keadaan Fisik Provinsi Sulawesi Selatan yang beribukota di Makassar terletak antara 0 0 12 8 0 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Kecamatan Mangarabombang merupakan salah satu Kecamatan yang berada di wilayah pesisir Kabupaten Takalar. Secara geografis, kecamatan Mangara Bombang berada pada posisi

Lebih terperinci

Lampiran Surat No : KL /BIII.1/1022/2017. Kepada Yth :

Lampiran Surat No : KL /BIII.1/1022/2017. Kepada Yth : Lampiran Surat No : KL.01.01.01/BIII.1/1022/2017 Kepada Yth : Provinsi Papua Barat 1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat 2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Raja Ampat 3. Kepala Dinas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. LKPJ Gubernur Sulawesi Selatan Tahun

BAB I PENDAHULUAN. LKPJ Gubernur Sulawesi Selatan Tahun BAB I PENDAHULUAN LKPJ Tahun 2011 ini merupakan LKPJ tahun keempat dari pelaksanaan RPJMD Sulawesi Selatan tahun 2008-2013. Berangkat dari keinginan Pemerintah agar Sulawesi Selatan sebagai Provinsi sepuluh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Sulawesi Selatan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Sulawesi Selatan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Sulawesi Selatan Tahun 2013 sebanyak 980.604 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Sulawesi Selatan Tahun 2013 sebanyak 118 Perusahaan Jumlah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

POTENSI IKLIM, SUMBER DAYA LAHAN DAN POLA TANAM DI SULAWESI SELATAN

POTENSI IKLIM, SUMBER DAYA LAHAN DAN POLA TANAM DI SULAWESI SELATAN POTENSI IKLIM, SUMBER DAYA LAHAN DAN POLA TANAM DI SULAWESI SELATAN Herniwati dan Syafruddin Kadir Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Abstrak. Potensi sumber daya iklim dan lahan perlu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

LAPORAN HARIAN INFOPERKARA SELASA 13 JANUARI 2015 JAM 10 WITA

LAPORAN HARIAN INFOPERKARA SELASA 13 JANUARI 2015 JAM 10 WITA LAPORAN HARIAN INFOPERKARA SELASA 13 JANUARI 215 JAM 1 WITA MONITOR UPLOAD DATA SAKTER Tinggi Agama Makassar 1. Agama Bantaeng 2. Agama Barru 3. Agama Bulukumba 4. Agama Enrekang 5. Agama Jeneponto -->

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN 4.. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten PPU secara geografis terletak pada posisi 6 o 9 3-6 o 56 35 Bujur Timur dan o 48 9 - o 36 37 Lintang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nilai Indeks Williamson PDRB per. (fi/ fi)/(yi- ỳ)^2. Kabupaten/K ota PDRB (000) (fi/ fi) (yi-ỳ) (yi-ỳ)^2.

Lampiran 1. Nilai Indeks Williamson PDRB per. (fi/ fi)/(yi- ỳ)^2. Kabupaten/K ota PDRB (000) (fi/ fi) (yi-ỳ) (yi-ỳ)^2. Lampiran 1. Nilai Indeks Williamson 2004 Kabupaten/K ota PDRB (000) 2004 PDRB per Jumlah kapita Penduduk (fi/ fi) (yi-ỳ) (yi-ỳ)^2 (fi/ fi)/(yi- ỳ)^2 Selayar 317.241 111.458 2,8463 0,0151-0,9043 0,8178

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

LAPORAN HARIAN INFOPERKARA RABU 20 MEI 2015 JAM 10 WITA

LAPORAN HARIAN INFOPERKARA RABU 20 MEI 2015 JAM 10 WITA LAPORAN HARIAN INFOPERKARA RABU 2 MEI 215 JAM 1 WITA MONITOR UPLOAD DATA SAKTER Pengadilan Tinggi Agama Makassar 1. Pengadilan Agama Bantaeng 2. Pengadilan Agama Barru 3. Pengadilan Agama Bulukumba 4.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam adalah kegiatan agro-industri dengan hasil kokon atau benang sutera, terdiri dari kegiatan budidaya tanaman

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014

Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 16/02/73/Th. I, 16 Februari 2015 Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes)dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

Lampiran Surat Nomor : 331/KN.320/J/07/2016 Tanggal : 14 Juli 2016

Lampiran Surat Nomor : 331/KN.320/J/07/2016 Tanggal : 14 Juli 2016 Provinsi Bali 1. Kabupaten Badung 2. Kabupaten Bangli 3. Kabupaten Buleleng 4. Kabupaten Gianyar 5. Kabupaten Jembrana 6. Kabupaten Karangasem 7. Kabupaten Klungkung 8. Kabupaten Tabanan 9. Kota Denpasar

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadan Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian Pada tahun 2003 Desa Salilama dimekarkan menjadi tiga desa, dimana Salilama bagian selatan berdiri menjadi

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENGATURAN RUANG LINGKUP TUGAS INSPEKTUR PEMBANTU WILAYAH I, II, III, DAN IV PADA INSPEKTORAT PROVINSI SULAWESI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

, ,56 99, , ,05 96,70

, ,56 99, , ,05 96,70 LAPORAN KONSOLIDASI PER PROGRAM/KEGIATAN/SUB.KEGIATAN/GROUP TAHUN ANGGARAN 2016 DANA DEKON DAN TUGAS PEMBANTUAN LINGKUP DITJEN PERKEBUNAN, P2HP DAN PSP Posisi : DESEMBER 2016 Sasaran Fisik Sasaran Keuangan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Geografis Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten di pesisir timur Propinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 174 km dari Kota Makassar. Mempunyai garis

Lebih terperinci

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT 5.1 Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut Keberhasilan suatu kegiatan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh faktor lahan perairan, oleh

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Pulau Untung Jawa berada pada posisi ,21 Lintang Selatan dan

V. GAMBARAN UMUM. Pulau Untung Jawa berada pada posisi ,21 Lintang Selatan dan V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Untung Jawa berada pada posisi 05 0 58 45,21 Lintang Selatan dan 106 0 42 11,07 Bujur Timur. Wilayah Kelurahan Pulau Untung Jawa adalah salah satu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1964 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 1964 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH TINGKAT I SULAWESI TENGAH DAN DAERAH TINGKAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga PENDAHULUAN Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil beras di luar Pulau Jawa, yang berperan penting dalam upayah pelestarian swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi

Lebih terperinci

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai. 6 KAT i = KAT i-1 + (CH-ETp) Hingga kandungan air tanah sama dengan kapasitas lapang yang berarti kondisi air tanah terus mencapai kondisi kapasitas lapang. Dengan keterangan : I = indeks bahang KL =Kapasitas

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

BERHASILKAH GARAM BERYODIUM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENURUNAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI INDONESIA?

BERHASILKAH GARAM BERYODIUM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENURUNAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI INDONESIA? BERHASILKAH GARAM BERYODIUM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENURUNAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI INDONESIA? Atmarita (Pengamat Garam beryodium) I. PENDAHULUAN Garam beryodium sudah ada sebelum

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015

STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015 STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015 Disampaikan Oleh DR. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, MSi, MH (GUBERNUR SULAWESI SELATAN) Biro Bina Perekonomian Setda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017 BMKG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM 1 BMKG OUTLINE Analisis dan Prediksi Angin, Monsun, Analisis OLR Analisis

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1964 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 1964 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH TINGKAT I SULAWESI TENGAH DAN DAERAH TINGKAT I SULAWESI TENGGARA

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

Belanja ( x Rp ) 28,459,972, ,459,972, ,351,299,600 A PELAYANAN ADMINISTRASI PERKANTORAN

Belanja ( x Rp ) 28,459,972, ,459,972, ,351,299,600 A PELAYANAN ADMINISTRASI PERKANTORAN PROVINSI : SULAWESI SELATAN SKPD : DINAS PERKEBUNAN PERIODE : DESEMBER 2013 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A. 2013 LAPORAN REALISASI (FISIK DAN KEUANGAN ) ANGGARAN KINERJA

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

Kesenjangan Sektor Riil dan Keuangan di Sulsel

Kesenjangan Sektor Riil dan Keuangan di Sulsel Pokok Pikiran: Marsuki Kesenjangan Sektor Riil dan Keuangan di Sulsel Disampaikan pada Seminar Nasional (LP2M Unhas, Yayasan Bakti dan SMERU Reseach Institute) Gedung IPTEKS UNHAS, 9 Mei 2018 Pertumbuhan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI & PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR (UNM)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI & PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR (UNM) Nomor : 165/UN36.26/LL/2017 24 Agustus 2017 Lampiran : empat lampiran Perihal : PLPG Tahun 2017 Kepada Yth : 1. Kepala LPMP Provinsi PSG Rayon UNM 2. Kepala Dinas Provinsi PSG Rayon UNM 3. Kepala Dinas

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. Wonogiri (Jawa Tengah) : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur)

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. Wonogiri (Jawa Tengah) : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur) III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis 1. Batas Administrasi Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari koridor tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang Pantai Selatan

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI & PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR (UNM)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI & PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR (UNM) Nomor : 6131/UN36/LL/2017 17 Nopember 2017 Lampiran : empat Perihal : Panggilan PLPG Tahun 2017 Kepada Yth : 1. Kepala LPMP Provinsi PSG Rayon UNM 2. Kepala Dinas Provinsi PSG Rayon UNM 3. Kepala Dinas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kendala tersebut sehingga pendapatan nelayan dan petani tambak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. karena kendala tersebut sehingga pendapatan nelayan dan petani tambak menjadi BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Persoalan kemiskinan masih menjadi masalah yang butuh perhatian semua pihak. Kemiskinan yang diartikan sebagai ketidakberdayaan untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan

Lebih terperinci