METODE PENELITIAN. ada di dunia nyata (Intriligator, 1980). Selanjutnya Labys (1973) menjelaskan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENELITIAN. ada di dunia nyata (Intriligator, 1980). Selanjutnya Labys (1973) menjelaskan"

Transkripsi

1 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Perumusan Model Model dapat diartikan sebagai suatu penjelasan dari fenomena nyata sebagai suatu sistem atau proses yang sistematis (Koutsoyiannis, 1977). Suatu model merupakan representasi atau penyederhanaan dari fenomena aktual yang ada di dunia nyata (Intriligator, 1980). Selanjutnya Labys (1973) menjelaskan bahwa model suatu komoditas merupakan penjelasan formal dari suatu pasar domestik dan industri yang mencakup masalah ekonomi, kebijakan dan kelembagaan. Model ekonometrika menggambarkan hubungan masingmasing peubah penjelas (explanatory variables) terhadap peubah endogen (dependent variables) khususnya menyangkut tanda dan besaran dari penduga parameter sesuai dengan harapan teoritis secara apriori. Model yang baik haruslah memenuhi kriteria ekonomi (theoritically meaningful), kriteria statistika yang dapat dilihat dari derajat ketapatan (goodness of fit) yang dikenal dengan koefisien determinasi (R 2 ) serta nyata secara statistik sedangkan kriteria ekonometika menetapkan apakah suatu taksiran memiliki sifat seperti unbiasedness, sufficiency, efficiency. Statistik DW adalah salah satu kriteria ekonometrika yang digunakan untuk menguji taksiran yaitu menguji validitas dari asumsi autocorrelation (Koutsoyiannis, 1977). Untuk menyederhanakan fenomena tersebut dikenal bentuk model aljabar. Model aljabar merupakan suatu model yang merepresentasikan keadaan dunia nyata atau fenomena dengan menggunakan sistem persamaan.

2 54 Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditentukan, maka model dirumuskan dalam bentuk persamaaan simultan yang terdiri atas 44 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas seperti yang terlihat pada Gambar 12 model ekonometrika industri kelapa sawit dan karet Indonesia yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari modelmodel sebelumnya yang dikembangkan oleh Susila et al. (2000) untuk kelapa sawit dan kopi. Susila et al. (1998) untuk minyak sawit. Berdasarkan Gambar 12, maka model tersebut secara sederhana dapat dibagi kedalam 4 blok yang terdiri atas: 1. Blok Indonesia 2. Blok importir utama 3. Blok dunia sebagai penghubung antara blok Indonesia dan blok importir utama 4. Blok sisa dunia, selain blok dunia, blok Indonesia dan blok importir utama Indonesia Blok Indonesia Luas Areal Tanaman Menghasilkan Harga riil domestik komoditi tanaman perkebunan (kelapa sawit dan karet) tingkat suku bunga dan upah adalah faktor yang menentukan pengusaha untuk melakukan investasi melalui ekstensifikasi. Perilaku produksi komoditi tanaman perkebunan dianalisis melalui respon areal dan produktivitasnya. Respon areal dibedakan berdasarkan kelompok pengusahaan perkebunan. Persamaan luas areal tanam dapat dirumuskan sebagai berikut:

3 55 Luas Areal TM Sisa Dunia Blok Sisa Dunia Permintaan Output Jumlah Penduduk Sisa Dunia Produksi Sisa Dunia Permintaan Industri Lain Permintaan Industri Domestik Produksi Output Konsumsi Sisa Dunia Impor Sisa Dunia Ekspor Sisa Dunia GDP Negara I Impor Konsumsi Domestik Harga Output Konsumsi Dunia Konsumsi Negara i Jumlah Penduduk Negara i Produksi Dunia Ekspor Produksi Impor Dunia Impor Negara i Nilai Tukar Negara I Harga Ekspor Ekspor Dunia Stok Dunia Nilai Tukar Produktivitas Pajak Ekspor Teknologi Harga Dunia Harga Domestik Komoditi Harga Komoditi Lain Tingkat Suku Bunga Upah TK Harga Pupuk Peubah Endogen Peubah Eksogen Luas Areal TM Blok Indonesia Blok Dunia Blok Importir Gambar 12 Model Ekonometrika Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet Indonesia 55

4 56 Luas Areal Tanam Kelapa Sawit: (P.01a) Luas Areal Tanam Karet: (P.01b) = luas areal tanam menghasilkan kelapa sawit pada perkebunan i (perkebunan rakyat=1, perkebunan negara = 2, dan perkebunan besar swasta= 3) tahun ke t (ribu ha) = luas areal tanam mengahasilkan karet tahun ke t (ribu ha), HCPOR t3 HRETR t3 = lag 3 tahun dari harga riil CPO domestik (Rp/kg), = lag 3 tahun dari harga riil karet domestik (Rp/kg), INTRR t3 = lag 3 tahun dari tingkat suku riil bunga bank (%), HPUKR t UPAHR t = harga pupuk riil pada tahun ke t (Rp/kg), = tingkat upah riil disektor pertanian tahun ke t (Rp), = teknologi yang diproksi melalui trend waktu, = lag dari,

5 57 = lag dari Produktivitas Produktivitas komoditi tanaman perkebunan dapat dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas input yang digunakan, teknologi produksi, agroklimat, dan tingkat penerimaan yang diharapkan. Dalam perumusan persamaaan produktivitas dalam penelitian ini, kualitas dan kuantitas penggunaan input diproksi melalui hargaharga input tersebut (tingkat suku bunga harga pupuk, dan tingkat upah), penerimaan diproksi melalui harga output, dan teknologi diproksi melalui trend waktu. Persamaaan produktivitas masing masing komoditi dapat ditulis sebagai berikut: Produktivitas Kelapa Sawit (CPO) (P.02a) Produktivitas Karet (P.02b) = produktivitas sawit tahun ke t (ton/ha), = produktivitas karet tahun ke t (ton/ha), = lag dari,

6 58 = lag dari Produksi Melalui pendekatan luas areal dan produktivitas, produksi masing masing komoditi dapat diperoleh dari perkalian luas areal tanam dan produktivitas. Sehingga secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Produksi Kelapa Sawit (CPO) (P.03a) Produksi Karet Alam (P.03b) QCPO t QRET t = produksi sawit tahun ke t (ribu ton), = produksi karet tahun ke t (ribu ton) Ekspor Crude Palm Oil dan Karet Alam Persamaan ekspor masingmasing komoditi tanaman perkebunan dirumuskan secara agregat tanpa membedakan negara tujuan. Hal ini dimaksudkan agar model dapat menerangkan secara maksimal perubahanperubahan yang terjadi di pasar dunia. Persamaan ekspor masingmasing komoditi adalah sebagai berikut: Ekspor Kelapa Sawit (CPO) (P.04a)

7 59 Ekspor Karet Alam (P.04b) XCPO t XRET t = ekspor CPO Indonesia pada tahun ke t (ribu ton), = ekspor karet alam Indonesia pada tahun ke t (ribu ton), XCPO t1 = lag dari XCPO t Permintaan Domestik Produksi domestik dari masingmasing komoditi tanaman perkebunan (kelapa sawit dan karet) sebahagian dialokasikan untuk konsumsi domestik sebahagian lagi untuk tujuan ekspor. Konsumsi domestik sebagian besar diserap oleh industri. Konsumsi minyak sawit (CPO) sebagian besar diserap oleh industri minyak goreng sebagian lagi diserap oleh industri oleokimia, industri margarin, industri kosmetika, dan sabun. Sedangkan konsumsi karet alam sebagian besar diserap oleh industri ban sebagian lagi oleh industri lain seperti sarung tangan, dan alatalat kesehatan. Dengan demikian permintaan domestik dari masingmasing komoditi dapat dituliskan sebagai berikut: Permintaan CPO Domestik (P.05a) Permintaan Karet Domestik (P.05b)

8 60 DDCPO t DDRET t DCPOMG t = permintaan CPO domestik tahun ke t (ribu ton), = permintaan karet alam domestik tahun ke t (ribu ton), = permintaan CPO oleh industri minyak goreng domestik tahun ke t (ribu ton), DRETIB t = permintaan karet alam oleh industri ban domestik tahun ke t (ribu ton), DCPOL t = permintaan CPO oleh industri lainnya tahun ke t (ribu ton), DRETIL t = permintaan karet alam oleh industri lainnya tahun ke t (ribu ton). Sebagai bahan baku untuk industri, permintaan terhadap komoditi (CPO dan karet) dapat diturunkan melalui fungsi permintaan turunan (derived demand) yaitu melalui fungsi keuntungan. Permintaan industri domestik terhadap masing masing komoditi dapat dirumuskan sebagai berikut: Permintaan CPO Industri Minyak Goreng Domestik (P.06a) Permintaan Industri Ban Domestik (P.06b)

9 61 HMGDRt HBANRt = harga minyak goreng sawit domestik tahun ke t (Rp/kg), = harga ban domestik tahun ke t (Rp/pcs), DCPOMGt1 = lag dari DCPOMGt, DRETIBt1 = lag dari DRETt Harga Domestik Komoditi tanaman perkebunan ini ditujukan untuk ekspor sehingga perubahan harga dunia akan berpengaruh kepada harga domestik. Harga dunia secara teoritis akan mampu merangsang kenaikan jumlah yang diekspor, hal ini disebabkan peningkatan harga ekspor di negara eksportir akan merangsang eksportir memperbesar ekspornya, sehingga kuantitas di pasar domestik menjadi berkurang dan merangsang kenaikan harga domestik. Persamaan harga domestik dari masingmasing komoditi adalah sebagai berikut: Harga CPO Domestik: (P.07a) Harga Karet Domestik: (P.07b) PCPOR t = harga ekspor CPO tahun ke t (US$/ton),

10 62 PRETR t = harga ekspor karet tahun ke t (US$/ton), ERR t = nilai tukar riil Rupiah terhadap US Dollar tahun ke t, HCPOR t1 HRETR t1 = lag dari HCPOR t (Rp/kg), = lag dari HRETR t (Rp/kg) Harga Ekspor Dalam menjaga kecukupan pasokan bahan baku industri domestik, pemerintah melakukan berbagai instrumen kebijakan di antaranya adalah pajak ekspor. Sesuai dengan teori yang diuraikan terdahulu, pemberlakuan pajak ekspor akan menyebabkan harga yang diterima oleh produsen menjadi lebih rendah dari harga dunia. Di samping dipengaruhi pajak ekspor harga ekspor masingmasing komoditi dipengaruhi oleh harga komoditi tersebut di pasar internasional/dunia, dan harga ekspor tahun sebelumnya. Oleh karena itu persamaan harga ekspor untuk setiap komoditi dapat dirumuskan sebagai berikut: Harga ekspor CPO Indonesia (P.08a) Harga ekspor karet Indonesia (P.08b) TCPO t = pajak atas ekspor CPO Indonesia tahun ke t (%),

11 63 PWCPO t = harga CPO di pasar dunia tahun ke t (cif. Rotterdam, US$/ton), PCPOR t1 PRETR t1 PWRET t = lag dari PCPOR t (US$/ton), = lag dari PRETR t (US$/ton), = harga karet di pasar dunia tahun ke t (cif. NewYork, US$/ton) Blok Importir Utama Indonesia Negara importir utama adalah negara negara yang paling banyak mengimpor CPO dan karet alam dari Indonesia dibandingkan dengan negaranegara lainnya.negara pengimpor utama CPO Indonesia adalah, India China, Belanda, Amerika Serikat, dan Jerman. Sedangkan negara pengimpor utama karet alam Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang, China, Singapore, dan Korea Republik. Dalam blok importir utama Indonesia persamaanpersamaan yang dibangun meliputi persamaan impor dan konsumsi. Walaupun tiatiap negara memiliki fenomena yang mungkin berbedabeda antara satu negara dan negara lainnya, namun dalam membentuk persamaan diasumsikan sama. Persamaan Impor dan Konsumsi Negara Pengimpor CPO Indonesia. (P.09a) (P.10a)

12 64 CPOM t CPOCt t GDP t1 = jumlah impor CPO negara n pada tahun ke t (ribu ton), = jumlah konsumsi CPO negara n pada tahun ke t(ribu ton), = pendapatan perkapita negara n pada tahun ke t (USD), CPOM t1 = lag dari CPOM t, CPOC t1 = lag dari CPOCt t, n = negara importir CPO Indonesia (India China, Belanda). Persamaan Impor dan Konsumsi Negara Pengimpor Karet Indonesia (P.09b) (P.10b) RETM t RETC t PDK t1 = jumlah impor karet negara n pada tahun ke t (ribu ton), = jumlah konsumsi karet negara n pada tahun ke t(ribu ton), = jumlah penduduk negara n pada tahun ke t (juta jiwa), RETM t1 = lag dari RETM t, RETC t1 = lag dari RETC t, n = negara importir karet alam (Amerika Serikat, Jepang, China) Blok Dunia Blok dunia merupakan penghubung antara blok Indonesia dengan blok importir terdiri atas dua persamaan struktural dan empat persamaan identitas. Persamaanpersamaan tersebut adalah sebagai berikut:

13 65 Blok Dunia Untuk Komoditi CPO Persamaan Harga CPO Dunia Persamaan Stok CPO Dunia (P.11a) (P.12a) Persamaan Produksi CPO Dunia (P.13a) Persamaan Konsumsi CPO Dunia (P.14a) Persamaan Ekspor CPO Dunia (P.15a) Persamaan Impor CPO Dunia (P.16a) WCPOPR t WCPOM t WCPOX t WCPOC t WCPOS t RWQCPO t RWCPOC t = harga CPO dunia tahun ke t (US$/ton), = jumlah impor dunia tahun ke t (ribu ton), = jumlah ekspor CPO dunia tahun ke t (ribu ton), = jumlah konsumsi CPO dunia tahun ke t (ribu ton), = jumlah stok CPO dunia tahun ke t (ribu ton), = jumlah produksi CPO sisa dunia tahun ke t (ribu ton), = jumlah konsumsi CPO sisa dunia tahun ke t (ribu ton),

14 66 RWCPOX t RWCPOM t = jumlah ekspor CPO sisa dunia tahun ke t (ribu ton), = jumlah impor CPO sisa dunia tahun ke t (ribu ton), WCPOM t1 = lag dari WCPOM t, WCPOX t1 = lag dari WCPOX t, WCPOC t1 = lag dari WCPOC t, WCPOS t1 = lag dari WCPOS t. Blok Dunia Untuk Komoditi Karet: Persamaan Harga Karet Dunia Persamaan Stok Karet Dunia (P.11b) (P.12b) Persamaan Produksi Karet Dunia (P.13b) Persamaan Konsumsi Karet Dunia (P.14b) Persamaan Ekspor Karet Dunia (P.15b) Persamaan Impor Karet Dunia (P.16b)

15 67 WRETPR t WRETM t WRETX t WRETC t WRETS t RWQRET t RWRETC t RWRETX t RWRETM t = harga karet dunia tahun ke t (US$/ton), = jumlah impor dunia tahun ke t (ribu ton), = jumlah ekspor karet dunia tahun ke t (ribu ton), = jumlah konsumsi karet dunia tahun ke t (ribu ton), = jumlah stok karet dunia tahun ke t (ribu ton), = jumlah produksi karet sisa dunia tahun ke t (ribu ton), = jumlah konsumsi karet sisa dunia tahun ke t (ribu ton), = jumlah ekspor karet sisa dunia tahun ke t (ribu ton), = jumlah impor karet sisa dunia tahun ke t (ribu ton), WRETM t1 = lag dari WRETM t, WRETX t1 = lag dari WRETX t, WRETC t1 = lag dari WRETC t, WRETS t1 = lag dari WRETS t Blok Sisa Dunia Blok sisa dunia merupakan blok yang tidak termasuk dalam blok Indonesia dan blok importir, untuk menggambarkan perilaku pasar komoditi tanaman perkebunan (CPO dan karet alam ) secara keseluruhan. Persamaan yang dibangun meliputi persamaan produksi, konsumsi, ekspor, dan impor. Blok Sisa Dunia untuk Komoditi CPO Persamaan Produksi CPO Blok Sisa Dunia (P.17a) Persamaan Konsumsi CPO Blok Sisa Dunia (P.18a)

16 68 Persamaan Ekspor CPO Blok Sisa Dunia (P.19a) Persamaan Impor CPO Blok Sisa Dunia (P.20a) RWWITA t RWPDK t = luas areal kelapa sawit sisa dunia tahun ke t (ribu ha), = jumlah penduduk sisa dunia tahun ke t (juta jiwa) RWQCPO t1 = lag dari RWQCPO, RWCPOC t1 = lag dari RWCPOC, RWCPOX t1 = lag dari RWCPOX, RWCPOM t1 = lag dari RWCPOM. Blok Sisa Dunia Untuk Komoditi Karet Persamaan Produksi Karet Blok Sisa Dunia Persamaan Konsumsi Karet Blok Sisa Dunia (P.17b) (P.18b)

17 69 Persamaan Ekspor Karet Blok Sisa Dunia (P.19b) Persamaan Impor Karet Blok Sisa Dunia (P.20b) RWRETA t RWPDK t = luas areal tanam karet sisa dunia tahun ke t(ribu ha), = jumlah penduduk sisa dunia (juta jiwa), RWQRET t1 = lag dari RWQRET, RWRETC t1 = lag dari RWRETC, RWRETX t1 = lag dari RWRETX, RWRETM t1 = lag dari RWRETM Data dan Sumber Data Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder dengan deret waktu dari tahun yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Baik dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Bank Indonesia, Bank Dunia, FAO, maupun dari informasiinformasi lain seperti jurnaljurnal perkebunan, ekonomi, dan hasil

18 70 penelitian terdahulu serta internet. Data yang digunakan merupakan data tahunan dan merupakan agregasi secara nasional Analisis Data Dalam rangka menjawab permasalahan yang muncul dan tujuan penelitian yang hendak dicapai dilakukan beberapa tahapan analisis. Adapun tahapan analisis tersebut mencakup: (1) identifikasi model, (2) metoda pendugaan model, (3) validasi model, dan (4) simulasi kebijakan ekonomi Identifikasi Model Setelah tahap perumusan model langkah selanjutnya adalah melakukan analisis untuk menduga model dalam bentuk persamaan simultan dengan melakukan identifikasi model (Koutsoyiannis, 1977). Identifikasi berhubungan dengan masalah estimasi model. Jika suatu persamaan tidak teridentifikasi (under identified) maka tidak ada teknik ekonometrika yang dapat dilakukan untuk pendugaan semua parameter. Jika persamaan teridentifikasi secara tepat (exactly identified, maka teknik yang paling tepat digunakan adalah Indirect Least Square (ILS), sedangkan jika teridentifikasi secara berlebihan (over identified) maka berbagai teknik dapat digunakan seperti Two Stage Least Square (2SLS), Three Stage Least Square (3SLS), Limited Information Maximum Likehood (LIML), dan Full Information Maximum Likehood (FIML). Identifikasi dilakukan dengan dua syarat yaitu: syarat keharusan (Order Condition) dan syarat kecukupan (rank condition). Syarat keharusan terpenuhi jika jumlah peubah predeterminan yang dikeluarkan dari persamaan yang

19 71 diperiksa lebih besar atau sama dengan jumlah peubah endogen yang dimasukkan kedalam persamaan tersebut dikurangi satu. Rumusan identifikasi model berdasarkan order condition adalah sebagai berikut: M G 1 K... (4.1) K = total peubah dalam model, yaitu peubah endogen dan peubah predetermined, M = jumlah peubah endogen dan eksogen yang termasuk dalam suatu persamaan tertentu dalam model, G = total persamaan dalam model, yaitu jumlah peubah endogen dalam model. Jika (KM) lebih besar dari (G1).maka suatu persamaan dalam model teridentifikasi berlebih, Jika (KM) sama dengan (G1) maka suatu persamaan dalam model teridentifikasi secara tepat: Jika (KM) lebih kecil dari (G1) maka suatu persamaan dalam model tidak teridentifikasi. Sementara itu, syarat kecukupan (rank condition) untuk suatu persamaan dapat diidentifikasi adalah jika dan hanya jika mungkin membentuk sekurangkurangnya satu determinan tidak nol dari (G1) susunan dari koefisienkoefisien struktural peubah yang dikeluarkan dari persamaan yang diperiksa tersebut. Dalam penelitian ini model yang telah dirumuskan terdiri atas 62 persamaaan untuk kedua komoditi yang meliputi 44 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas. Sedangkan jumlah peubah (endogen dan predetermined) adalah 138 termasuk peubah endogen lag, maka berdasarkan kriteria order

20 72 condition maka setiap persamaan struktural yang ada dalam model adalah over identified Metoda Pendugaan Model Untuk model persamaan simultan dengan kondisi setiap persamaan yang teridentifikasi terdahulu, maka pendugaan parameternya dapat menggunakan beberapa metode yang ada seperti 2SLS, 3SLS, LIML, dan FIML Pemilihan model harus disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mendapatkan koefisien peubah dari persamaan struktural secara simultan. Pendugaan parameter secara simultan akan membantu simulasi kebijakan secara tepat dan efisien. Metode 3SLS memberikan pendugaan parameter struktural yang lebih efisien secara asimptotis dibandingkan dengan metode 2SLS, karena dalam metode 3SLS digunakan informasi penuh berupa penggunaan korelasi unsur galat dalam persamaan struktural (Intriligator, 1980) tetapi 3SLS sangat sensitif terhadap perubahan spesifikasi model, di samping itu 3SLS memerlukan data sampel yang lebih besar dibandingkan dengan metode 2SLS jika semua parameter strukturalnya diduga pada waktu bersamaan. Jadi Metode yang dipilih untuk memperoleh nilai parameter dugaan pada model perkembangan ekspor komoditi tanaman perkebunan Indonesia adalah 2 SLS Estimasi nilai parameter dalam persamaanpersamaan ekonometrika tersebut dilakukan dengan menggunakan program SAS/ETS (Statistical Analysis Econometric Times Series) Uji korelasi serial dengan menggunakan DurbinWatson Statistik tidak valid model persamaan simultan jika model mengandung lagged endogenous

21 73 variables. Untuk menguji apakah model mengalami korelasi serial atau tidak digunakan Durbin h statistik (Pindick and Rubinfield, 1991). DW T h 1...(4.2) 2 1 T Var h T = angka Durbin h statistik = jumlah pengamatan contoh Var = varians dari koefisien lagges endogenous variables DW = nilai statistik Durbin Watson Jika nilai Var lebih besar dari satu, maka uji statistik Durbin h tidak valid. Jika statistik Durbin h lebih besar dari nilai kritis distribusi normal, maka model tidak mengalami korelasi Validasi Model Validasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut cukup valid untuk simulasi kebijakan atau tidak. Dalam validasi model, untuk melihat keragaman antara kondisi aktual yang akan diisimulasi dengan menggunakan RMSE (Root Mean Square Percent Error) dan UTheil (Theil s Inequqlity Coefficient) (Pindiyck dan Rubinfield, 1991) Untuk melihat keeratan arah (slope) antara yang aktual dengan yang disimulasi dengan R 2 (koefisien determinan). Makin kecil RMSE, RMSPE, U, serta makin besar R 2 maka model semakin valid untuk disimulasi. Nilai U berkisar antara 0 dan 1, jika U=0, maka pendugaaan model adalah sempurna. Sebaliknya jika U=1, maka pendugaan model naif.

22 74 Nilai statistik tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut: RMSE RMSPE= n n n s a Y 2 t Yt t 1 n t s Yt Yt a Yt a 2... (4.3)... (4.4) 1 U= n n Dimana: n s ( Y t Y a t 1 Yt a t n n s 2 ( Yt ) n t 1 t 1 ( Y 2 ) a 2 t... (4.5) s Y t = nilai simulasi dasar a Y t = nilai actual observasi n = jumlah periode simulasi Simulasi Kebijakan Ekonomi Analisis simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan terhadap peubahpeubah endogen. Analisis simulasi diterapakan pada periode karena lebih lengkap dan terjamin. Analisis ini mencakup periode yang sudah lampau, sehingga simulasi ini dinamakan simulasi historis. Dengan demikian alternatif kebijakan ekonomi yang disimulasi adalah sebagai berikut: 1. Dampak penurunan 15 persen tingkat suku bunga. Skenario ini dimaksudkan sebagai insentif pada subsektor perkebunan, khususnya kelapa sawit dan karet dalam upaya peningkatan devisa. Permasalahan

23 75 yang sering mengemuka adalah tingginya tingkat suku bunga. Sedangkan penurunan tingkat suku bunga 15 persen dianggap cukup realistik. 2. Dampak peningkatan sebesar 20 persen tingkat upah ratarata sektor perkebunan. Upah yang diterima oleh buruh di subsektor perkebunan selama ini dianggap terlalu rendah dan tidak mampu merangsang peningkatan produktivitas tenaga kerja. Tingkat upah buruh yang rendah sering dijadikan sebagai bahan unjukrasa para buruh. Peningkatan upah ini sebesar 20 persen cukup realistik untuk mengimbangi pertumbuhan ekspor industri komoditi kelapa sawit dan karet. 3. Dampak depresiasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar sebesar 40 persen, diharapkan dapat memacu kinerja perekonomian khususnya ekspor. Hal ini akan menguntungkan industri kelapa sawit dan karet. 4. Dampak kebijakan penurunan pajak ekspor sebesar 40 persen. Penurunan pajak ekspor sering menjadi dilema antara kepentingan untuk melindungi konsumen dalam negeri dan kepentingan untuk memperoleh devisa. Pajak ekspor yang selama diberlakukan seperti tahun 1984 sampai 1985 dan tahun 1994 sampai 1996 dirasakan sangat tinggi. Skenario ini mencoba mengevalusi efek dari alternatif kebijakan menurunkan pajak ekspor tersebut. 5. Kombinasi Skenario penurunan suku bunga 15 persen dan kenaikan harga pupuk sebesar 20 persen. skenario ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan beban yang diterima oleh produsen kelapa sawit dan karet dengan adanya kenaikan harga pupuk, dengan keringanan memperoleh tambahan modal melalui kredit.

24 Analisis Perubahan Kesejahteraan Indikator yang dijadikan sebagai perubahan kesejahteraan masyarakat adalah surplus produsen, surplus konsumen dan penerimaan pemerintah. Indikator perubahan kesejahteraan tersebut akan digunakan sebagai dasar evaluasi dan penentu arah kebijakan yang akan diambil. Analisis perubahan kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan formula sebagai berikut (Manurung, 1993): a. Perubahan Surplus Produsen = QPb (HPb HDs) + ½ (QPb QPs) (HDb HDs) b. Perubahan Surplus Konsumen = CDb (HDb HDs) + ½ (CDb CDs) (HDb HDs) c. Perubahan Penerimaan Devisa = QXs* (XPb XPs) QP HD CD QX XP = total produksi industri komoditi kelapa sawit (ribu ton), = harga riil industri komoditi kelapa sawit domestik ( Rp/kg), = total konsumsi industri kelapa sawit domestik (ribu ton), = total ekspor industri komoditi kelapa sawit Indonesia (ribu ton), = harga ekspor FOB riil industri komoditi kelapa sawit Indonesia (US$/ton), TX = besarnya pajak yang dikenakan pemerintah terhadap ekspor komoditi industri kelapa sawit (persen), b s = menyatakan nilai simulasi normal, = menyatakan nilai simulasi kebijakan.

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 4.1. Spesifikasi Model Model merupakan suatu penjelas dari fenomena aktual sebagai suatu sistem atau proses (Koutsoyiannis, 1977). Model ekonometrika adalah suatu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pool data 13 kabupaten dan satu kota di Kalimantan Tengah selama periode 1995-2005. Data sekunder yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Perumusan Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia Model merupakan abstraksi atau penyederhanaan dari fenomena yang terjadi. Dengan penyederhanaan itu,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahunan dengan rentang waktu penelitian dari tahun 1980 sampai 2008. Data dalam penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta dan Kementrian Keuangan. Data yang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series

IV. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series 35 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series tahunan dengan rentang waktu dari tahun 1990 sampai 2010. Data dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

31 Universitas Indonesia

31 Universitas Indonesia BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Setelah memperhatikan karakteristik permintaan kedelai di Indonesia pada bab terdahulu maka sekarang tiba saatnya untuk memodelkan faktor faktor yang mempengaruhi permintaan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN 55 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan studi pustaka, teori-teori ekonomi makro, dan kerangka logika yang digunakan, terdapat saling keterkaitan antara komponen perekonomian makro

Lebih terperinci

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER P R O S I D I N G 186 DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER Novi Haryati, Soetriono, Anik Suwandari Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun 2015

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun 2015 DAMPAK FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA : ANALISIS MODEL EKONOMETRIKA Zainuddin 1 Abstract Model systems of simultaneous equations were built to analyze the impact

Lebih terperinci

KERANGKA TEORITIS. 3.1 Keterkaitan Variabel-Variabel Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet

KERANGKA TEORITIS. 3.1 Keterkaitan Variabel-Variabel Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet III. KERANGKA TEORITIS 3.1 Keterkaitan Variabel-Variabel Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet Fenomena ekonomi dari industri komoditi kelapa sawit dan karet merupakan suatu sistem yang saling terkait

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data APBD Kabupaten/Kota dan Provinsi di Indonesia tahun 2005-2009 yang diperoleh dari Dirjen Perimbangan

Lebih terperinci

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Sebagai negara yang menganut sisitem perekonomian terbuka maka sudah barang tentu pertumbuhan ekonominya

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA 36 III. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian terdahulu menunjukkan perkembangan yang sistematis dalam penelitian kelapa sawit Indonesia. Pada awal tahun 1980-an, penelitian kelapa sawit berfokus pada bagian hulu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan statistik sebagai alat bantu untuk mengambil keputusan yang lebih baik telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan. Setiap orang, baik sadar maupun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun 2011. Data time series merupakan data

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA Pada bab V ini dikemukakan secara ringkas gambaran umum ekonomi kelapa sawit dan karet Indonesia meliputi beberapa variabel utama yaitu perkembangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dampak kebijakan moneter terhadap kinerja sektor riil

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dampak kebijakan moneter terhadap kinerja sektor riil III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dampak kebijakan moneter terhadap kinerja sektor riil mencakup wilayah Indonesia dengan basis analisis pada masing-masing sektor yang

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Rancangan Model dan Data yang Digunakan Model yang digunakan dalam studi penelitian ini mengacu pada sejumlah literatur dan sebuah penelitian yang dilakukan sebelumnya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

PENGARUH BEA KELUAR MINYAK KELAPA SAWIT MENTAH TERHADAP HARGA MINYAK GORENG DANDY DHARMAWAN

PENGARUH BEA KELUAR MINYAK KELAPA SAWIT MENTAH TERHADAP HARGA MINYAK GORENG DANDY DHARMAWAN PENGARUH BEA KELUAR MINYAK KELAPA SAWIT MENTAH TERHADAP HARGA MINYAK GORENG DANDY DHARMAWAN DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML)

BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML) BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML) 3.1 Model Persamaan Simultan Model persamaan simultan adalah suatu model yang memiliki lebih dari satu persamaan yang saling terkait. Dalam model

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI TERHADAP INDUSTRI KOMODITI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA LISTON SIRINGORINGO

DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI TERHADAP INDUSTRI KOMODITI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA LISTON SIRINGORINGO DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI TERHADAP INDUSTRI KOMODITI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA LISTON SIRINGORINGO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

Bab IV. Metode dan Model Penelitian

Bab IV. Metode dan Model Penelitian Bab IV Metode dan Model Penelitian 4.1 Spesifikasi Model Sesuai dengan tinjauan literatur, hal yang akan diteliti adalah pengaruh real exchange rate, pertumbuhan ekonomi domestik, pertumbuhan ekonomi Jepang,

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari berbagai sumber. Data deret waktu (time series) meliputi data tahunan dari

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja kantor Bank Rakyat Indonesia Cabang Bogor (nasabah Bank Rakyat Indonesia dijadikan sebagai responden).

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam

IV. METODE PENELITIAN. Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam IV. METODE PENELITIAN 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam menganalisis dampak pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap makroekonomi

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siti Nurhayati Basuki, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siti Nurhayati Basuki, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekonometrika merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang menggunakan alat analisis matematika dan statistika dalam menganalisis masalah ekonomi secara kuantitatif

Lebih terperinci

DAMPAK PENGEMBANGAN INDUSTRI BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT TERHADAP PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT DI INDONESIA ABSTRACT

DAMPAK PENGEMBANGAN INDUSTRI BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT TERHADAP PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT DI INDONESIA ABSTRACT DAMPAK PENGEMBANGAN INDUSTRI BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT TERHADAP PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT DI INDONESIA IMPACT OF PALM OIL BASED BIODIESEL INDUSTRY DEVELOPMENT ON PALM OIL

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil yang tercantum pada Tabel 6.1. Koefisien determinan (R 2 ) sebesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 0 tahun terakhir terus menunjukkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak

BAB III METODE PENELITIAN. minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa seberapa besar volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares

Lebih terperinci

Dampak Program Perluasan Areal Kelapa Sawit Terhadap Pasar Kelapa Sawit Indonesia

Dampak Program Perluasan Areal Kelapa Sawit Terhadap Pasar Kelapa Sawit Indonesia AGRISE Volume VIII No. 2 Bulan Mei 2008 ISSN: 1412-1425 Dampak Program Perluasan Areal Kelapa Sawit Terhadap Pasar Kelapa Sawit Indonesia (IMPACT OF PALM OIL AREAL EXTENTION PROGRAM TO INDONESIAN PALM

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

VIII. SIMPULAN DAN SARAN VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis simulasi beberapa alternatif kebijakan dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISA MODEL PERSAMAAN REKURSIF FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN EKSPOR CPO INDONESIA

BAB 5 ANALISA MODEL PERSAMAAN REKURSIF FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN EKSPOR CPO INDONESIA BAB 5 ANALISA MODEL PERSAMAAN REKURSIF FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN EKSPOR CPO INDONESIA Pada bagian metodologi penelitian telah dijelaskan bahwa adanya ketidaksamaan satuan antara variabel ekspor CPO dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

30 Dampak Revitalisasi Perkebunan pada Komoditas Kelapa Sawit terhadap Perekonomian Provinsi Jambi

30 Dampak Revitalisasi Perkebunan pada Komoditas Kelapa Sawit terhadap Perekonomian Provinsi Jambi DAMPAK REVITALISASI PERKEBUNAN PADA KOMODITAS KELAPA SAWIT TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI Rizki Gemala Busyra 1 Abstract In 2006 minister of agriculture policy, the Jambi province activities focused

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan

Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan Oleh: Ainul Fatwa Khoiruroh (1310100096) Pembimbing: Dr. Setiawan, M.S. JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

ESTIMASI PARAMETER PADA SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN DENGAN METODE LIMITED INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (LIML) SKRIPSI

ESTIMASI PARAMETER PADA SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN DENGAN METODE LIMITED INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (LIML) SKRIPSI ESTIMASI PARAMETER PADA SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN DENGAN METODE LIMITED INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (LIML) SKRIPSI Oleh : IPA ROMIKA J2E004230 PROGRAM STUDI STATISTIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA Hamdani 1), Ermi Tety 2), Eliza 2) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA EKSPOR CPO (CRUDE PALM OIL), PRODUKSI, DAN KONSUMSI MINYAK GORENG DI PASAR DOMESTIK

DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA EKSPOR CPO (CRUDE PALM OIL), PRODUKSI, DAN KONSUMSI MINYAK GORENG DI PASAR DOMESTIK AGRISE Volume XIII No. 2 Bulan Mei 2013 ISSN: 1412-1425 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA EKSPOR CPO (CRUDE PALM OIL), PRODUKSI, DAN KONSUMSI MINYAK GORENG DI PASAR DOMESTIK (IMPACT OF THE

Lebih terperinci

PERMINTAAN DAN PENAWARAN MINYAK GORENG SAWIT INDONESIA KHOIRU RIZQY RAMBE

PERMINTAAN DAN PENAWARAN MINYAK GORENG SAWIT INDONESIA KHOIRU RIZQY RAMBE PERMINTAAN DAN PENAWARAN MINYAK GORENG SAWIT INDONESIA KHOIRU RIZQY RAMBE DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0 12' - 8 lintang selatan dan 116 48' - 122 36' bujur timur. Luas wilayahnya 62 482.54 km². Provinsi Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data sekunder melalui

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan III. KERANGKA TEORITIS 3.1 Konsep Pemikiran Teoritis Pada pasar kopi (negara kecil), keinginan untuk memperdagangkannya adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan antara

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Hasil estimasi model dalam penelitian ini ditunjukkan secara lengkap pada Lampiran 4 sampai Lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam banyak situasi ekonomi, hubungan yang terjadi antarvariabel

BAB I PENDAHULUAN. Dalam banyak situasi ekonomi, hubungan yang terjadi antarvariabel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam banyak situasi ekonomi, hubungan yang terjadi antarvariabel ekonomi tidak hanya bersifat satu arah namun bersifat saling mempengaruhi. Dalam bahasa ekonometrika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL 6.1. Dampak Kebijakan Makroekonomi Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu penawaran uang, dan kebijakan fiskal, yaitu

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 6, Nomor 1, Juli 2015 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS RESPON PENAWARAN DAN PERMINTAAN KARET ALAM INDONESIA Agrippina Sinclair,* Djaimi Bakce,** dan Jum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih VIll. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Produksi karet alam Indonesia dipengaruhi oleh harga domestik, luas areal, upah tenaga kerja dan produksi karet alam bedakala, tetapi tidak responsif (inelastis)

Lebih terperinci

permintaan karet alam Indonesia, khususnya analisis yang lebih mendalam dengan membedakan wilayah produksi dan

permintaan karet alam Indonesia, khususnya analisis yang lebih mendalam dengan membedakan wilayah produksi dan S tudi terdahulu yang menganalisis penawaran dan permintaan karet alam Indonesia, khususnya analisis yang lebih mendalam dengan membedakan wilayah produksi dan jenis pnogusahaan masih sangat terbatas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KEBIJAKAN

VII. ANALISIS KEBIJAKAN VII. ANALISIS KEBIJAKAN 179 Secara teoritis tujuan dari suatu simulasi kebijakan adalah untuk menganalisis dampak dari berbagai alternatif kebijakan dengan jalan mengubah dari salah satu atau beberapa

Lebih terperinci

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN 5.1. Analisis Umum Pendugaan Model Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini mengalami beberapa modifikasi karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian Suherwin (2012), tentang harga Crude Palm Oil dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga CPO dunia. Tujuan umum penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER PADA MODEL SIMULTAN. Oleh: M. Rondhi, Ph.D

PENDUGAAN PARAMETER PADA MODEL SIMULTAN. Oleh: M. Rondhi, Ph.D PENDUGAAN PARAMETER PADA MODEL SIMULTAN Oleh: M. Rondhi, Ph.D Standar Kompetensi Kompetensi dasar Metode Pembelajaran : Mahasiswa dapat menganalisis model simultan : 1. Mahasiswa menjelaskan contoh perekonomian

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Sampel, Sumber Data dan Pengumpulan Data Penelitian kali ini akan mempergunakan pendekatan teori dan penelitian secara empiris. Teori-teori yang dipergunakan diperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, 60 BAB I PENDAHULUAN 3.1. Latar Belakang Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bila pada

Lebih terperinci

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : 1306105133 ABSTRAK Kebutuhan sehari-hari masyarakat di era globalisasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil estimasi dan pembahasan dalam penelitian ini akan dibagi dalam tiga pemaparan umum yaitu pemaparan secara statistik yang meliputi pembahasan mengenai hasil dari uji statistik

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN 6.1. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Pupuk dan Sektor Pertanian Kriteria pertama yang harus dipenuhi dalam analisis ini adalah adanya kesesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci