VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu"

Transkripsi

1 VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL 6.1. Dampak Kebijakan Makroekonomi Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu penawaran uang, dan kebijakan fiskal, yaitu pengeluaran pemerintah. Dampak penawaran uang dan pengeluaran pemerintah disajikan pada Gambar 28. Gambar 28 menunjukkan peningkatan penawaran uang akan menurunkan suku bunga, sebaliknya peningkatan pengeluaran pemerintah meningkatkan melalui produk domestik bruto dan tingkat harga umum (indeks harga). Perubahan suku bunga selanjutnya mempengaruhi perekonomian, deforestasi dan degradasi hutan. Hasil simulasi dampaknya disajikan untuk masing-masing blok, yang terdiri dari: (1) blok makroekonomi, (2) blok deforestasi, dan (3) blok degradasi hutan. Penawaran Uang ( - ) Suku Bunga Nominal Indeks Harga Penerimaan Pajak ( - ) Suku Bunga ( - ) Riel ( - ) ( - ) Rp/USD Pengeluaran Pemerintah Investasi Konsumsi Ekspor Bersih ( - ) Produk Domestik Bruto Gambar 28. Diagram Dampak Kebijakan Makroekonomi terhadap Perekonomian

2 Blok Makroekonomi Hasil simulasi skenario dampak perubahan kebijakan makroekonomi disajikan pada Tabel 16. Dari Tabel 16 diketahui bahwa secara empiris model memprediksi kenaikan penawaran uang (MS) sebesar 23.12% menurunkan suku bunga nominal (r) sebesar 10.47% 32, suku bunga riil (R) %, dan paritas suku bunga (UIP=R-R US ), %. Model memprediksi penurunan R menyebabkan nilai tukar (e) meningkat (terdepresiasi) sebesar 20.30%. Simulasi model menunjukkan bahwa hasil akhir peningkatan penawaran uang sebesar 23.12% adalah meningkatkan penerimaan pajak (T), pengeluaran pemerintah (G) dan investasi (I) berturut-turut sebesar 3.57%, 2.63% dan 2.63%, serta ekspor bersih (NX) 33, konsumsi ( C) dan produk domestik bruto (PDB) berturut-turut 45.16%, 0.28% dan 2.29%. Peningkatan PDB sebesar 2.29% menyebabkan permintaan tenaga kerja meningkat 0.51%, indeks harga meningkat 0,61%, dan jumlah pengangguran menurun 8.16%. Sebaliknya sesuai teori peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 17.56% menaikkan suku bunga nominal (r ) sebesar 3.03%, suku bunga riel (R) 15.53%, dan paritas suku bunga (UIP), 72.92%. Peningkatan R menyebabkan nilai tukar Rupiah (e) menurun (terapresiasi) sebesar 0.60%. Hasil akhir peningkatan pengeluaran pemerintah 17.56% adalah meningkatkan T dan I berturut-turut sebesar 2.01% dan 1.0%, dan sebaliknya menurunkan NX dan C berturut-turut sebesar 10.89% dan 0.08%. Nilai PDB meningkat 1.39%, yang menyebabkan permintaan tenaga kerja meningkat 0.36%, indeks harga meningkat 0.37%, dan jumlah pengangguran menurun 5.74%. 32 Jika output riel tetap, ekspansi moneter jangka pendek menurunkan suku bunga dan nilai tukar overshoot depresiasi jangka panjangnya, sebaliknya jika output riel merespon permintaan agregat, perubahan suku bunga dan nilai tukar akan tertekan (Dornbusch,1976). Namun depresiasi mata uang tidak selalu menyebabkan ekspansi output (Amato et al, 2005). 33 Penurunan suku bunga mendepresiasi nilai tukar. Baek et al (2006) menunjukkan tidak terdapat bukti yang kuat berlakunya teori kurva J dari perdagangan produk pertanian Amerika Serikat dengan Jepang, Kanada dan Meksiko tapi terdapat bukti yang kuat dari perdagangan produk nonpertanian dengan negara maju (Jepang dan Kanada) dan dari perdagangan dengan negara berkembang (Meksiko). Rey (2006) menunjukkan hasil yang berbeda mengenai pengaruh volatilitas nilai tukar terhadap ekspor: empat negara (Algeria, Egypt, Tunisia, and Turkey) berhubungan negatif dan dua negara (Israel and Morocco) berhubungan positif. Mckenzie (1998) menyatakan dampak volatilitas nilai tukar berbeda antar sektor barang yang diperdagangkan. Kasus ekspor hasil hutan Amerika Serikat menunjukkan kebijakan mata uang yang stabil dalam jangka panjang mempromosikan ekspor hasil hutan meskipun dalam jangka pendek beberapa hasil hutan memperoleh manfaat dari volatilitas nilai tukar jangka pendek (Sun dan Zhang, 2003). Klein dan Shambaugh (2006) menunjukkan pengaruh signifikan nilai tukar tetap dalam perdagangan bilateral antara a base country dan a pegging country. Dengan kata lain, bukti empiris menunjukkan nilai tukar mempengaruhi ekspor, yang berarti juga ekspor bersih. Penelitian ini menunjukkan ekspor bersih juga dipengaruhi oleh PDB dan harga minyak mentah.

3 Tabel 16. Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi terhadap Perekonomian Blok Makroekonomi Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi No. Peubah Endogen Nilai Dasar MS G Naik Naik 23.12% 17.96% (%) (%) 1 Suku Bunga Nominal (%) Suku Bunga Riil ( %) Paritas Suku Bunga ( %) Nilai Tukar (Rp/USD) Penerimaan Pajak (Rp miliar) Pengeluaran Pemerintah (Rp miliar) Investasi Swasta (Rp miliar) Ekspor Bersih (Rp miliar) Konsumsi Rumah Tangga (Rp miliar) PDB ( Rp miliar) Indeks Harga Konsumen Permintaan Tenaga Kerja ( juta jiwa) Jumlah Pengangguran (juta jiwa) Keterangan: MS = Penawaran Uang ; G = Pengeluaran Pemerintah ; PDB = Produk Domestik Bruto Blok Deforestasi Dampak peningkatan penawaran uang (23.12%) dan pengeluaran pemerintah (17.96%) mempengaruhi deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan padi. Pengaruh keduanya dapat melalui saluran suku bunga dan saluran nilai tukar. Saluran suku bunga dapat mempengaruhi secara langsung sebagai harga input kapital, sedangkan pengaruh nilai tukar secara tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap harga input dan output tradable. Dalam penelitian ini, pengaruh nilai tukar dianalisis hanya dalam kaitannya dengan suku bunga 34 dan peubah makroekonomi yang lain. 34 Menurut Frankel (1986), penurunan penawaran uang nominal adalah penurunan penawaran uang riel jangka pendek, yang menyebabkan kenaikan suku bunga riel sehingga menurunkan harga riel komoditas, dan hasil penelitian Reziti (2005) menunjukan variabilitas harga produk pertanian berkaitan dengan fluktuasi produk domestik bruto (PDB) riel. Penelitian ini menganalisis pengaruh langsung perubahan suku bunga riel terhadap penawaran dan permintaan komoditas serta pengaruh

4 112 Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa peningkatan penawaran uang sebesar 23.12% menurunkan suku bunga riel sebesar 53.63%. Sedangkan peningkatan pengeluaran pemerintah 17.96% meningkatkan suku bunga riel sebesar 15.53%. Bagaimana dampaknya terhadap tingkat deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan padi disajikan pada Tabel 17. Dari Tabel 17 diketahui bahwa secara keseluruhan dampak penurunan suku bunga menyebabkan total deforestasi (untuk areal HTI, sawit, karet dan padi) meningkat sebesar 9.08%, terutama untuk areal karet (35.70%) dan padi (35.54%), sedangkan untuk areal HTI dan sawit menurun. Tingkat deforestasi untuk areal HTI dan sawit berturut-turut menurun sebesar 0.03 % dan 1.83%. Dari model diketahui bahwa penurunan tingkat deforestasi untuk areal HTI dan sawit menunjukkan pengaruh penurunan suku bunga lebih lemah dibanding pengaruh kenaikan harga input kayu HTI untuk kasus areal HTI, dan harga buah sawit untuk kasus areal sawit. Dalam model, kayu HTI diperlakukan sebagai input produksi pulp, dan buah sawit sebagai input produksi minyak sawit. Penurunan suku bunga menyebabkan harga kayu HTI dan sawit meningkat berturut-turut sebesar 0.17% dan 1.39%. Karena pengaruh penurunan suku bunga terhadap deforestasi areal HTI dan sawit lebih lemah dibanding pengaruh kenaikan harga input kayu HTI dan sawit, sebagai konsekuensinya tingkat deforestasi keduanya menurun. Sebaliknya dari Tabel 17 diketahui bahwa kenaikan suku bunga (15.53%) sebagai dampak peningkatan pengeluaran pemerintah (17.96%) menurunkan secara keseluruhan tingkat deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan padi sebesar 3.27%. Tingkat deforestasi untuk areal HTI yang menurun menunjukkan pengaruh kenaikan suku bunga lebih kuat dibanding pengaruh penurunan harga kayu HTI (0.06). Tingkat deforestasi untuk areal sawit yang menurun menunjukkan langsung PDB riel terhadap permintaan, di samping menganalisis pengaruh langsung suku bunga terhadap tingkat deforestasi. Pengaruh suku bunga terhadap harga komoditas bergantung pada respon permintaan dan penawaran, sedangkan pengaruh PDB cenderung secara positif terhadap harga komoditas.

5 penurunannya lebih disebabkan oleh kenaikan suku bunga, dan harga buah sawit yang meningkat (0.33%). Sedangkan penurunan tingkat deforestasi untuk areal karet lebih disebabkan oleh pengaruh kenaikan suku bunga, karena harganya meningkat (0.34%). Tingkat deforestasi padi lebih disebabkan oleh kenaikan suku bunga dan penurunan harganya (0.40%). Tabel 17. Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi terhadap Deforestasi Blok Deforestasi Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi MS G No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik 23.1% Naik 18.0% 113 A Deforestasi untuk Areal HTI (%) (%) 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) Penawaran Kayu HTI (ribu m3) Permintaan Kayu HTI (ribu m3) Harga Kayu HTI (Rp ribu /m3) B Deforestasi untuk Areal Sawit 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) Penawaran Buah Sawit (ribu ton) Permintaan Buah Sawit (ribu ton) Harga Buah Sawit (Rp/kg) C Deforestasi untuk Areal Karet 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) Penawaran Karet (ribu ton) Permintaan Karet DN (ribu ton) Penawaran Ekspor Karet (ribu ton) Harga Karet Dalam Negeri (Rp/kg) D Deforestasi untuk Areal Padi 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) Penawaran GKG (ribu ton) Permintaan GKG (ribu ton) Harga GKG (Rp/kg) E Total Deforestasi (ribu ha) Keterangan: MS = Penawaran Uang ; G = Pengeluaran Pemerintah ; DN = Dalam Negeri; GKG = Gabah Kering Giling

6 Blok Degradasi Hutan Degradasi hutan alam areal HPH disebabkan oleh prasyarat dan prinsip pengelolaan hutan secara berkelanjutan tidak dipraktekkan di lapangan. Prasyarat yang dimaksudkan yaitu kejelasan property rights atas hutan yang dikelola, dan penegakan hukum atas property rights. Prasyarat yang lainnya yaitu harga kayu hutan alam tidak terdistorsi, dalam pengertian mencerminkan harga keekonomian kayu. Sedangkan prinsip yang dimaksudkan adalah bagaimana pengelolaan dilakukan sehingga ekosistem hutan tidak terdegradasi sempurna, misalnya menerapkan reduce impact logging dalam penebangan. Biaya yang dikeluarkan untuk mempraktekkan prasyarat dan prinsip pengelolaan tersebut umumnya diabaikan salah satunya karena suku bunga yang relatif tinggi 35. Penurunan suku bunga dihipotesiskan akan menurunkan degradasi hutan areal HPH. Tabel 18 menyajikan skenario dampak perubahan kebijakan makroekonomi terhadap degradasi hutan alam areal HPH. Dari Tabel 18 diketahui bahwa penurunan suku bunga riel dapat menurunkan degradasi. Model memprediksi penurunan suku bunga riel sebesar % dapat menurunkan tingkat deforestasi areal HPH sebesar % (dari rataan per tahun berkurang ribu ha menjadi rataan per tahun bertambah 77.9 ribu ha). Di sisi lain, penurunan suku bunga akan menaikkan penawaran kayu ilegal sebesar 2.71%, dan kayu legal 2.10%. Permintaan kayu oleh industri kayu gergajian meningkat sebesar %, dan industri kayu lapis 7.93%. Model memprediksi kenaikan penawaran kayu (legal dan ilegal) menyebabkan harga kayu hutan alam menurun sebesar 2.84%. Sebaliknya dari Tabel 18 diketahui bahwa model memprediksi dampak peningkatan pengeluaran pemerintah (17.96%) yang menyebabkan kenaikan suku 35 Aspek kelembagaan dapat juga berpengaruh namun dalam penelitian ini diasumsikan eksogen. Mendelsohn (1994): poorlydefined property rights menjadi pendorong terjadinya deforestrasi; umumnya dimulai dari degradasi hutan sebelum deforestasi terjadi. Pelaksanaan otonomi daerah mendorong perambahan hutan yang menyebabkan deforestrasi (Prasetyo et.al, 2008). Harga nonrenewable resources dapat tidak meningkat jika terdapat inovasi teknologi di sisi permintaan dan penawaran yang dapat mengkompensasi pengaruh stok (Lin dan Wagner, 2007). Tidak terdapat hubungan jangka panjang antara harga kayu dan stok (Huhtala et al, 2000). Renewable resources memiliki peran terbatas dalam model-model pertumbuhan ekonomi (Brown, 2000). Dengan kata lain, biaya untuk pemanfaatan sumberdaya alam cenderung tertekan.

7 115 bunga sebesar 15.53% dapat menaikkan tingkat degradasi hutan areal HPH sebesar 31.74% (dari rataan per tahun berkurang ribu ha meningkat menjadi ribu ha). Di lain pihak, kenaikan suku bunga menurunkan penawaran kayu ilegal sebesar 0.77%, dan kayu legal 0.58%. Sedangkan permintaan kayu oleh industri kayu gergajian menurun sebesar 2.80%, dan industri kayu lapis 1.15%. Model memprediksi penurunan penawaran kayu (legal dan ilegal) menyebabkan harga kayu hutan alam meningkat sebesar 0.78%. Tabel 18. Sekenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi terhadap Degradasi Hutan Blok Degradasi Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi No. Peubah Endogen Nilai Dasar MS G Naik Naik 23.12% 17.96% (%) (%) 1 Degradasi HA Areal Alam HPH( ribu ha) Penawaran Kayu Ilegal (ribu m3) Penawaran Kayu HA (ribu m3) Permintaan Kayu HA oleh IKG (ribu m3) Permintaan Kayu HA oleh IKL (ribu m3) Harga Kayu Hutan Alam (Rp/m3) Keterangan: MS = Penawaran Uang ; G = Pengeluaran Pemerintah; HA=Hutan Alam ; IKG = Industri Kayu Gergajian; IKL = Industri Kayu Lapis Dampak Faktor Eksternal Faktor eksternal yang dianalisis adalah harga minyak mentah dunia, dan suku bunga rujukan Amerika Serikat. Dampak faktor eksternal terhadap perekonomian disajikan pada Gambar 29. Gambar 29 menunjukkan peningkatan harga minyak mentah dunia akan menaikkan pengeluaran pemerintah, dan pengeluaran pemerintah selanjutnya mempengaruhi produk domestik bruto (PDB). Selain mempengaruhi pengeluaran pemerintah, harga minyak mentah dunia juga

8 116 mempengaruhi ekspor bersih. Sedangkan suku bunga Amerika Serikat mempengaruhi perekonomian melalui paritas suku bunga (UIP) 36. Pariras suku bunga selanjutnya mempengaruhi nilai tukar, dan nilai tukar mempengaruhi ekspor bersih, yang akhirnya mempengaruhi PDB. Hasil simulasi dampaknya disajikan untuk masing-masing blok, yang terdiri dari: (1) blok makroekonomi, (2) blok deforestasi, dan (3) blok degradasi hutan. Suku Bunga Amerika Serikat Suku Bunga Nominal Indeks Harga Harga Minyak Dunia Pengeluaran Pemerintah Suku Bunga Riel ( - ) Paritas Suku Bunga Produk Domestik Bruto ( - ) ( - ) Ekspor Bersih ( - ) Rp/USD Gambar 29. Diagram Dampak Faktor Eksternal terhadap Perekonomian Blok Makroekonomi Simulasi terhadap harga minyak mentah dunia (oil P ) dilakukan untuk menganalisis dampak kenaikan harganya rataan per tahun ( ) sebesar 7.0%, dan rataan lompatan kenaikan harganya sebesar 200% (tahun 1970-an, 233.3%; 1980an, 166.7%, dan 2000an, 200%. Sedangkan simulasi terhadap suku bunga rujukan Amerika Serikat (R US ) dilakukan untuk menganalisis dampak 36 Koefisien dugaan UIP sering di bawah -3 (Andrews et al, 2004 dalam Amato et al (2005), dan penelitian ini adalah Bukti empiris menunjukkan kontraksi moneter menyebabkan apresiasi, peningkatan risk premium menyebabkan depresiasi nilai riel (Amato et al, 2005). Selaras Amato et al, penelitian ini menunjukkan ekspansi moneter menyebabkan depresiasi.

9 117 kenaikannya sebesar 1%, dan kenaikannya berdasarkan rataan per tahun periode sebesar 5.0%. Dampak kenaikan harga minyak dan suku bunga Amerika Serikat secara berurutan disajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20. Dari Tabel 19 diketahui bahwa model memprediksi kenaikan oil P sesuai dengan hipotesis akan menaikan pengeluaran pemerintah dan menurunkan ekspor bersih. Dengan kenaikan oil P sebesar 7%, pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 0.80%, dan ekspor bersih menurun sebesar 2.63%. Sedangkan lompatan kenaikan harga minyak sebesar 200%, model memprediksi pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 22.99%, dan ekspor bersih menurun sebesar 75.30%. Dampak kenaikan oil P cenderung menurunkan suku bunga. Kenaikan harga minyak sebesar 7% menurunkan suku bunga riel sebesar 0.05%, dan kenaikannya sebesar 200% menurunkan 1.35%. Hal ini menunjukkan bahwa net effect antara kenaikan pengeluaran pemerintah dan penurunan ekspor bersih cenderung menurunkan PDB. Dampak kenaikan harga minyak sebesar 7% terhadap PDB belum terlihat, namun dampak lompatan kenaikan hanganya sebesar 200% menyebabkan PDB menurun sebesar 0.09%. Konsekuensinya, kenaikan harga minyak mentah dunia cenderung menimbulkan jumlah pengangguran bertambah. Dari Tabel 19 diketahui bahwa model memprediksi kenaikan harga minyak sebesar 7% menyebabkan jumlah pengangguran bertambah sebesar 0.05%, dan kenaikannya sebesar 200% menyebabkan jumlah pengangguran bertambah sebesar 1.51%. Sedangkan dari Tabel 20 diketahui bahwa model memprediksi kenaikan suku bunga Amerika Serikat menurunkan paritas suku bunga, dan konsekuensinya nilai tukar Rupiah meningkat (terdepresiasi). Kenaikannya sebesar 1% menyebabkan nilai tukar Rupiah terdepresiasi sebesar 0.16%, dan kenaikannya sebesar 5%

10 118 menyebabkan nilai tukar Rupiah terdepresiasi sebesar 0.78%. Depresiasi nilai tukar rupiah tersebut menyebabkan ekspor bersih meningkat berturut-turut sebesar 0.23% dan 1.15%. Suku bunga riel dalam negeri meningkat sebesar 0.09% jika suku bunga Amerikat Serikat meningkat 1%, dan meningkat 0.47% jika suku bunga Amerikat Serikat meningkat 5%. Model memprediksi hasil akhir kenaikan suku bunga Amerika Serikat adalah penerimaan pajak, pengeluaran pemerintah, investasi, dan PDB meningkat. Kenaikan suku bunga rujukan Amerika Serikat sebesar 1% menyebabkan penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah meningkat sekitar 0.01%, sedangkan investasi dan PDB juga meningkat sekitar 0.01%. Kenaikan suku bunga rujukan Amerika Serikat sebesar 5% menyebabkan penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah meningkat lebih tinggi berturut-turut sekitar 0.06% dan 0.04%, sedangkan investasi dan PDB meningkat berturut-turut sekitar 0.03% dan 0.04%. Konsumsi menurun karena pengaruh kenaikan suku bunga lebih kuat dibanding kenaikan sebagai konsekuensi asumsi pendapatan dibelanjakan yang eksogen. Indeks harga meningkat sebesar 0.002% jika kenaikan suku bunga Amerika Serikat meningkat sebesar 1%, dan jika meningkat 5%, indeks harga meningkat sebesar 0.01%. Permintaan tenaga kerja meningkat sebesar 0.002% jika kenaikan suku bunga Amerika Serikat meningkat sebesar 1%, dan jika meningkat sebesar 5%, permintaan tenaga kerja meningkat sebesar 0.01%, yang menyebabkan jumlah pengangguran berkurang berturut-turut sebesar 0.04% dan 0.18%.

11 Tabel 19. Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah Dunia terhadap Perekonomian Blok Makroekonomi Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Dunia 119 oil P No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik* 7.0% Naik** 200.0% (%) (%) 1 Suku Bunga Nominal (%) Suku Bunga Riil ( %) Paritas Suku Bunga ( %) Nilai Tukar (Rp/USD) Penerimaan Pajak (Rp miliar) Pengeluaran Pemerintah (Rp miliar) Investasi Swasta (Rp miliar) Ekspor Bersih (Rp miliar) Konsumsi Rumah Tangga (Rp miliar) PDB ( Rp miliar) Indeks Harga Konsumen Permintaan Tenaga Kerja ( juta jiwa) Jumlah Pengangguran (juta jiwa) Keterangan: * Rataan kenaikan periode ; ** Rataan lompatan kenaikan tahun an (233.3% ; USD 3 ke USD 10 per barel), 1980an (166.7%; USD 15 ke USD 40 per barel) dan 2000an (200%; dari USD 30 ke USD 90 per barel). oil P = Harga Minyak Mentah Dunia

12 120 Tabel 20. Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat terhadap Perekonomian Blok Makroekonomi Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik 1.0% Naik 5.0% (%) (%) 1 Suku Bunga Nominal (%) Suku Bunga Riil ( %) Paritas Suku Bunga ( %) Nilai Tukar (Rp/USD) Penerimaan Pajak (Rp miliar) Pengeluaran Pemerintah (Rp miliar) Investasi Swasta (Rp miliar) Ekspor Bersih (Rp miliar) Konsumsi Rumah Tangga (Rp miliar) PDB ( Rp miliar) Indeks Harga Konsumen Permintaan Tenaga Kerja ( juta jiwa) Jumlah Pengangguran (juta jiwa) Keterangan: R US = Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat (Federal Fund Rate) R US Blok Deforestasi Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa kenaikan harga minyak sebesar 7.0% menurunkan suku bunga riel dalam negeri sebesar 0.05%, dan jika kenaikannya 200%, menurunkan 1.35%. Sedangkan kenaikan suku bunga Amerika Serikat sebesar 1% menaikkan suku bunga riil dalam negeri sebesar 0.09%, dan jika kenaikannya 5% menaikkan 0.47%. Bagaimana dampaknya terhadap deforestasi disajikan pada Tabel 21 dan Tabel 22. Dari Tabel 21 dan Tabel 22 dapat diketahui bahwa perubahan suku bunga riel dalam negeri karena perubahan harga minyak mentah dunia maupun suku bunga rujukan Amerika Serikat lebih berdampak terhadap tingkat deforestasi untuk

13 121 areal karet dan padi dibanding untuk areal HTI dan sawit. Sebagai contoh, kenaikan harga minyak sebesar 7.0% menyebabkan tingkat deforestasi untuk areal HTI dan sawit meningkat sangat kecil sehingga dapat diabaikan, sementara tingkat deforestasi untuk areal karet meningkat sebesar 0.03%, dan padi sebesar 0.06%. Lompatan kenaikan harga minyak sebesar 200% menyebabkan tingkat deforestasi untuk areal HTI dan sawit menurun berturut-turut 0.24% dan 0.08%, sementara untuk areal karet dan padi meningkat berturut-turut 0.94% dan 1.37%. Penurunan tingkat deforestasi untuk areal HTI disebabkan oleh pengaruh kenaikan harga kayu HTI (0.03%), sedangkan penurunan untuk areal sawit lebih disebabkan oleh kenaikan harga kayu HTI (persaingan lahan); sementara harga buah sawit menurun (0.03%). Peningkatan tingkat deforestasi untuk areal karet lebih disebabkan oleh pengaruh penurunan suku bunga riel; sementara harganya menurun (0.2%). Sedangkan peningkatan tingkat deforestasi untuk areal padi karena penurunan suku bunga riel dan kenaikan harganya (0.03%). Dari Tabel 22 diketahui bahwa kenaikan suku bunga riel akibat kenaikan suku bunga Amerika Serikat sebesar 1% menyebabkan tingkat deforestasi untuk areal karet dan padi menurun sekitar 0.06%, dan kenaikan suku bunga Amerika Serikat sebesar 5% berturut-turut menurunkan sebesar 0.32% dan 0.36%. Kenaikan suku bunga Amerika Serikat sebesar 1% tidak menyebabkan tingkat deforestasi untuk areal HTI dan sawit berubah, dan kenaikannya sebesar 5% hanya meningkatkan tingkat deforestasi untuk areal HTI yakni 0.03%, karena harganya tidak meningkat.

14 122 Tabel 21. Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah Dunia terhadap Deforestasi Hutan Alam Blok Deforestasi Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah Dunia oil P No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik* 7.0% Naik** 200.0% A Deforestasi untuk Areal HTI (%) (%) 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) Penawaran Kayu HTI (ribu m3) Permintaan Kayu HTI (ribu m3) Harga Kayu HTI (Rp ribu /m3) B Deforestasi untuk Areal Sawit 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) Penawaran Buah Sawit (ribu ton) Permintaan Buah Sawit (ribu ton) Harga Buah Sawit (Rp/kg) C Deforestasi untuk Areal Karet 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) Penawaran Karet (ribu ton) Permintaan Karet DN (ribu ton) Penawaran Ekspor Karet (ribu ton) Harga Karet Dalam Negeri (Rp/kg) D Deforestasi untuk Areal Padi 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) Penawaran GKG (ribu ton) Permintaan GKG (ribu ton) Harga GKG (Rp/kg) E Total Deforestasi (ribu ha) Keterangan: * dan ** periksa tabel sebelumnya; oil P = Harga Minyak Mentah Dunia ; DN = Dalam Negeri; GKG = Gabah Kering Giling

15 Tabel 22. Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat terhadap Deforestasi Hutan Alam Blok Deforestasi Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Amerika Serikat R US No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik* 1.0% Naik** 5.0% 123 A Deforestasi untuk Areal HTI (%) (%) 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) Penawaran Kayu HTI (ribu m3) Permintaan Kayu HTI (ribu m3) Harga Kayu HTI (Rp ribu /m3) B Deforestasi untuk Areal Sawit 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) Penawaran Buah Sawit (ribu ton) Permintaan Buah Sawit (ribu ton) Harga Buah Sawit (Rp/kg) C Deforestasi untuk Areal Karet 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) Penawaran Karet (ribu ton) Permintaan Karet DN (ribu ton) Penawaran Ekspor Karet (ribu ton) Harga Karet Dalam Negeri (Rp/kg) D Deforestasi untuk Areal Padi 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) Penawaran GKG (ribu ton) Permintaan GKG (ribu ton) Harga GKG (Rp/kg) E Total Deforestasi (ribu ha) Keterangan: * dan ** periksa tabel sebelumnya; oil P = Harga Minyak Mentah Dunia ; DN = Dalam Negeri; GKG = Gabah Kering Giling Blok Degradasi Hutan Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa kenaikan harga minyak sebesar 7.0% menurunkan suku bunga riel sebesar 0.05%, dan jika kenaikannya 200%, menurunkan 1.36%. Sedangkan kenaikan suku bunga Amerika Serikat sebesar 1% menaikkan suku bunga riil sebesar 0.09%, dan jika kenaikannya 5%

16 124 menaikkan 0.47%. Bagaimana dampaknya terhadap degradasi hutan areal HPH disajikan pada Tabel 23 dan Tabel 24. Dari Tabel 23 dan Tabel 24 diketahui bahwa model memprediksi, kenaikan harga minyak mentah dunia sebesar 7.0% dan 200% menurunkan tingkat degradasi areal HPH berturut-turut sebesar 0.1 dan 2.9%, sedangkan kenaikan suku bunga Amerika Serikat sebesar 1% dan 5% menaikkan tingkat degradasi areal HPH berturut-turut sebesar 0.2% dan 1.0%. Selain suku bunga, hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa sertifikasi hutan yang diminta oleh pasar internasional mendorong perusahaan HPH menerapkan prasyarat dan prinsip pengelolaan hutan secara berkelanjutan, terutama yang terintegrasi dengan industri kayu lapis. Saat ini luas areal hutan di Indonesia (sebagian besar areal HPH) yang telah tersertifikasi dengan skema internasional mencapai ribu ha. Tabel 23. Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah Dunia terhadap Degradasi Hutan Alam Areal HPH Blok Degradasi Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah Dunia oil P No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik 7.0% Naik 200.0% (%) (%) 1 Degradasi HA Areal Alam HPH( ribu ha) Penawaran Kayu Ilegal (ribu m3) Penawaran Kayu HA (ribu m3) Permintaan Kayu HA oleh IKG (ribu m3) Permintaan Kayu HA oleh IKL (ribu m3) Harga Kayu Hutan Alam (Rp/m3) Keterangan: oil P =Harga Minyak Mentah Dunia; HA=Hutan Alam ; IKG = Industri Kayu Gergajian; IKL = Industri Kayu Lapis

17 Tabel 24. Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat terhadap Degradasi Hutan Alam Areal HPH Blok Degradasi 125 Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Amerika Serikat R US No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik 1.0% Naik 5.0% (%) (%) 1 Degradasi HA Areal Alam HPH( ribu ha) Penawaran Kayu Ilegal (ribu m3) Penawaran Kayu HA (ribu m3) Permintaan Kayu HA oleh IKG (ribu m3) Permintaan Kayu HA oleh IKL (ribu m3) Harga Kayu Hutan Alam (Rp/m3) Keterangan: R US =Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat (Federal Fund Rate); HA=Hutan Alam ; IKG = Industri Kayu Gergajian; IKL = Industri Kayu Lapis

18

V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model.

V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model. V. EVALUASI MODEL BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model. Pembahasan dibedakan untuk masing-masing blok, yang terdiri dari: (1) blok makroekonomi, (2) blok deforestasi, dan (3) blok

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 6.1 Kesimpulan Perubahan iklim diperkirakan memberikan dampak pada perekonomian dan sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan iklim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 87 VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 7.1 Dinamika Respon Business Cycle Indonesia terhadap Guncangan Domestik 7.1.1 Guncangan Penawaran (Output) Guncangan penawaran dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam perdagangan internasional tidak lepas dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Apalagi adanya keterbukaan dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH Krisis finansial global yang dipicu oleh krisis perumahan di AS (sub prime mortgage) sejak pertengahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman serta sebagai lembaga perantara interaksi antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat diperlukan terutama untuk negara-negara yang memiliki bentuk perekonomian terbuka.

Lebih terperinci

Diterima 3 Januari 2012, disetujui 7 Juni 2012 ABSTRACT. Keywords: Macroeconomic policy, external factor, natural forest, degradation, deforestation

Diterima 3 Januari 2012, disetujui 7 Juni 2012 ABSTRACT. Keywords: Macroeconomic policy, external factor, natural forest, degradation, deforestation DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL EKONOMI TERHADAP LAJU DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ALAM: STUDI KASUS DEFORESTASI UNTUK PERLUASAN AREAL TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN SERTA HUTAN TANAMAN

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur perekonomian bercorak agraris yang rentan terhadap goncangan kestabilan kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan estimasi yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji Impulse Response Function menunjukkan variabel nilai

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Harga mata uang suatu negara dalam harga mata uang negara lain disebut kurs atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 69 VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 6.1 Dinamika Respon Business Cycle Indonesia terhadap Guncangan Eksternal Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk menganalisis

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Uang merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian diseluruh dunia. Bagi seorang ekonom, uang adalah persediaan aset yang dapat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada hambatan. Hal tersebut memberi kemudahan bagi berbagai negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada hambatan. Hal tersebut memberi kemudahan bagi berbagai negara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi membuat perekonomian di berbagai negara menjadi terbuka. Keluar masuknya barang atau jasa lintas negara menjadi semakin mudah dan hampir tidak ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang. dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang. dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penganut sistem perekonomian terbuka yang tidak terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara lain di sekitarnya. Biasanya bentuk kerjasama atau interaksi itu berbentuk perdagangan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam negeri biasa sering dikenal sebagai kurs atau nilai tukar. Menurut Bergen, nilai tukar mata uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal 2.2 Harga Minyak Mentah Dunia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal 2.2 Harga Minyak Mentah Dunia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal Pasar modal adalah pasar dari berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang (obligasi) maupun modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN 7.1. Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output Perubahan-perubahan dalam faktor eksternal maupun kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang tidak berbeda jauh dengan negara sedang berkembang lainnya. Karakteristik perekonomian tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, tingkat suku bunga dunia, nilai dollar dalam rupiah, rasio belanja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia menuntut berbagai prasyarat untuk mencapai keberhasilannya. Salah satunya adalah keterlibatan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

SEBUAH TEORI MAKROEKONOMI PEREKONOMIAN TERBUKA

SEBUAH TEORI MAKROEKONOMI PEREKONOMIAN TERBUKA SEBUAH TEORI MAKROEKONOMI PEREKONOMIAN TERBUKA Adalah perekonomian yang berinteraksi secara terbuka dengan perekonomian-perekonomian lainnya di seluruh dunia. Variabel yang terkait dalam perekonomian:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara ke arah yang lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Uang mempermudah manusia untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dengan cara melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT Data untuk membangun model ekonomi sebagaimana diuraikan pada Bab IV dianalisis untuk mendapatkan konfirmasi mengenai kualitas model yang dibangun,

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR. Triwulan IV

SURVEI PERSEPSI PASAR. Triwulan IV SURVEI 1 PERSEPSI PASAR Triwulan IV - 2005 Kondisi ekonomi makro triwulan I-2006 diperkirakan masih sama dengan kondisi ekonomi pada triwulan IV-2005 Kondisi ekonomi 2006 yang diperkirakan membaik, dianggap

Lebih terperinci

Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA

Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA Makroekonomi Perekonomian Terbuka : Konsep Dasar Perekonomian Tertutup dan Terbuka Perekonomian tertutup adalah perekonomian yang tidak berinteraksi dengan perekonomian lain

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan III 2007 Kondisi ekonomi makro pada triwulan IV 2007 diperkirakan relatif sama dengan realisasi triwulan IV 2006. Kondisi ekonomi makro pada 2007 diperkirakan lebih baik

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri Judul : Pengaruh Kurs dan Impor Terhadap Produk Domestik Bruto Melalui Utang Luar Negeri di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Nur Hamimah Nim : 1306105143 ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. a. Korelasi (hubungan) antar variabel independen : signifikansi sebesar < Artinya setiap kenaikan inflasi

BAB V PENUTUP. a. Korelasi (hubungan) antar variabel independen : signifikansi sebesar < Artinya setiap kenaikan inflasi 101 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Korelasi (hubungan) antar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung 27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Nasional Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung besarnya pendapatan nasional atau produksi nasional setiap tahunnya, yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. deforestasi dan degradasi hutan. Model yang dibangun diharapkan dapat menjelaskan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. deforestasi dan degradasi hutan. Model yang dibangun diharapkan dapat menjelaskan III. KERANGKA PEMIKIRAN BAB III menjelaskan kerangka pemikiran membangun model ekonomi deforestasi dan degradasi hutan. Model yang dibangun diharapkan dapat menjelaskan pengaruh kebijakan makroekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut, yaitu: 1. Perkembangan Indeks Harga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Makroekonomi Makroekonomi adalah teori dasar kedua dalam ilmu ekonomi, setelah mikroekonomi. Teori mikroekonomi menganalisis mengenai kegiatan di dalam perekonomian dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

Kondisi Paritas Internasional

Kondisi Paritas Internasional Kondisi Paritas Internasional Kondisi Paritas Internasional merupakan sejumlah kondisi keseimbangan di pasar valuta asing terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kurs suatu mata uang Kondisi paritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN P R O S I D I N G 113 DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT Erlangga Esa Buana 1 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya E-mail: erlanggaesa@gmail.com PENDAHULUAN Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

Pengaruh Pasar Terhadap Industri Kehutanan Nasional

Pengaruh Pasar Terhadap Industri Kehutanan Nasional Pengaruh Pasar Terhadap Industri Kehutanan Nasional Herry Suhermanto *) I Pendahuluan Hutan merupakan elemen alam yang dapat diperbaharui (renewable). Oleh karenanya, pemerintah memandang hutan sebagai

Lebih terperinci

Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor. Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM

Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor. Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM Perekonomian empat sektor adalah perekonomian yg terdiri dari sektor RT, Perusahaan, pemerintah dan sektor LN. Perekonomian empat sektor

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

Perkiraan Kondisi Ekonomi Makro Triwulan IV Perkiraan Tw. I Perkiraan Kondisi Ekonomi Realisasi

Perkiraan Kondisi Ekonomi Makro Triwulan IV Perkiraan Tw. I Perkiraan Kondisi Ekonomi Realisasi SURVEI 1 PERSEPSI PASAR Triwulan III - 2005 Kondisi ekonomi makro triwulan IV-2005 dan keseluruhan diperkirakan memburuk, dengan tingkat inflasi dan pengangguran yang meningkat Responden optimis kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Permintaan uang mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Permintaan uang mempunyai peranan yang sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permintaan uang mempunyai peranan yang sangat penting bagi otoritas kebijakan moneter dalam menentukan kebijakan yang tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi. Analisis

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Literatur terbaru meneliti hubungan antara guncangan minyak dan output

I. PENDAHULUAN. Literatur terbaru meneliti hubungan antara guncangan minyak dan output I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literatur terbaru meneliti hubungan antara guncangan minyak dan output ekonomi makro berputar di sekitar dua jalan utama penelitian. Jalan pertama untuk mengukur dampak

Lebih terperinci