V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan struktural dan dua persamaan identitas. Model dianalisis dengan menggunakan data time series dari tahun 1990 sampai tahun 2009 yang merupakan data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Pendugaan model perdagangan ikan tuna Indonesia memberikan hasil dugaan yang cukup baik secara ekonomi, statistika dan ekonometrika. Hampir semua variabel eksogen yang dimasukkan dalam persamaan struktural mempunyai parameter dugaan yang tandanya sesuai dengan teori pendukung meskipun pengaruhnya ada yang tidak signifikan pada tingkat kepercayaan antara 90 persen sampai 99 persen. Beberapa peubah penjelas yang parameter dugaannya tidak sesuai dengan harapan dapat dijelaskan secara logis dan sesuai dengan keadaan nyata di lapangan. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) hasil pendugaan model menunjukkan bahwa nilainya berkisar antara 0,80 sampai 0.99, sehingga secara umum variabel-variabel eksogennya mampu menjelaskan variabel endogen dengan baik. Oleh karena itu hasil pendugaan model cukup representatif untuk menggambarkan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional. Hasil pengolahan data faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional secara lengkap disajikan pada sub bab berikut Pembahasan Hasil Pendugaan Model Model pada penelitian faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan struktural dan dua persamaan identitas yang terdiri dari persamaan produksi ikan tuna, persamaan permintaan domestik, persamaan ekspor ikan tuna yang merupakan selisih dari produksi ikan tuna dengan konsumsi domestik, persamaan harga domestik. Selain itu, persamaan permintaan ekspor dari Amerika Serikat, persamaan permintaan ekspor dari Jepang dan persamaan permintaan ekspor dari Uni Eropa dijumlahkan menjadi persamaan permintaan ekspor setelah ditambah

2 58 dengan impor dari negara-negara lain yang dimasukkan sebagai Rest of the World (ROW) Produksi Ikan Tuna Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi produksi ikan tuna Indonesia disajikan pada Tabel 5. Hasil pendugaan parameter pada persamaan produksi ikan tuna dijelaskan oleh variabel Interest Rate, Jumlah Kapal, Tenagakerja, Produksi ikan tuna tahun lalu, dan Kebijakan yang merupakan dummy variabel dengan nilai KBJK=0 untuk tahun dimana tidak ada kebijakan pemerintah Indonesia dalam ekspor ikan tuna, dan KBJK=1 untuk tahun dimana ada kebijakan pemerintah Indonesia dalam rangka ekspor ikan tuna sebesar 99,72 persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan, namun kurang respon terhadap perubahan peubah-peubah penjelasnya. Tabel 5. Hasil Pendugaan Parameter Produksi Ikan Tuna Persamaan/Peubah Notasi Koefisien Prob Elastisitas Jangka Pendek Elastisitas Jangka Panjang Produksi Ikan tuna QT t - - Intersept Interest Rate/ Suku Bunga Riil IR t -4313,96 0,0539 * -0,017-0,84 Jumlah Kapal JK t 54, ,056 * 0,056 2,696 Tenagakerja TK t 3, ,5312 3,25 Produksi Ikan tuna tahun yang lalu Trend sebagai proxy perkembangan tekhnologi Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam rangka mendorong perkembangan produksi ikan tuna Indonesia Adjusted R-squared 0, QT_1 t 0, ,097 * 0,005 0,005 T1 t ,8 <0,001 *** - - KBJK t ,7 0,00013 *** - - *** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen * = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen

3 59 Variabel trend sebagai proxy perkembangan tingkat tekhnologi (T1 t ) dan variabel kebijakan pemerintah (KBJK t ) signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen, variabel Interest Rate(IR t ) dan produksi tahun yang lalu (QT_1 t ), jumlah kapal (JK t ) signifikan pada tingkat kepercayaan 10 persen, sementara koefisien variabel yang lain yaitu tenagakerja (TK t ) tidak signifikan. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa suku bunga riil berpengaruh secara negatif untuk investor untuk menanamkan investasinya pada proses penangkapan ikan tuna, Jika suku bunga naik, maka investor akan lebih memilih untuk tetap membiarkan uangnya diinvestasikan pada perbankan daripada mengambil resiko untuk menginvestasikannya pada penangkapan ikan tuna. Demikian juga suku bunga pinjaman yang tinggi akan membuat para investor yang menggunakan jasa perbankan untuk pembiayaan usaha penangkapan ikan tuna akan berpikir dua kali untuk meminjam modal dan menginvestasikannya pada penangkapan ikan tuna. Sebaliknya, jumlah kapal dan tenagakerja yang terlibat pada usaha penangkapan ikan tuna, dan produksi ikan tuna tahun lalu akan meningkatkan hasil tangkapan ikan tuna yang secara langsung akan meningkatkan produksi ikan tuna Indonesia. Meningkatnya tangkapan tahun lalu akan menjadi harapan positif bagi para investor dan pekerja penangkapan ikan tuna, sehingga mendorong mereka untuk melakukan proses penangkapan sehingga akan meningkatkan hasil tangkapan ikan tuna yang artinya akan meningkatkan produksi ikan tuna Indonesia, sedangkan sebaliknya bila produksi ikan tuna tahun lalu tidak menjanjikan, akan memengaruhi para investor dan pekerja pada penangkapan ikan tuna mencari peluang usaha lainnya daripada berharap pada penangkapan ikan tuna yang hasilnya tahun lalu tidak menjanjikan. Kebijakan pemerintah Indonesia yang memperjuangkan nasib ekspor ikan tuna Indonesia juga membawa pengaruh positif pada ekspor ikan tuna Indonesia ke pasar internasional. Pemerintah Indonesia telah mulai memperhatikan sektor perikanan sebagai salah satu sektor yang mempunyai potensi yang besar untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, dan melakukan penjajakan menjalin hubungan dengan negara pengimpor baik secara bilateral maupun secara kelompok. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi ceteris paribus.

4 Permintaan Domestik Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi permintaan domestik disajikan pada Tabel 6. Hasil pendugaan parameter pada persamaan permintaan domestik dijelaskan oleh variabel Harga ikan tuna domestik, Harga Substitusi, Pendapatan Nasional (GNP riil Indonesia), Jumlah penduduk, Trend yang menunjukkan selera masyarakat dalam mengkonsumsi ikan tuna, dapat menjelaskan permintaan ikan tuna domestik sebesar 97,16 persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan. Tabel 6. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Ikan tuna Domestik Persamaan/Peubah Notasi Koefisien Prob Elastisitas Permintaan Domestik QDT t Intersept Harga Ikan tuna Domestik PT t Harga Udang Pudang t Pendapatan Nasional GNP t *** Populasi POP t ** Trend yang menunjukkan preference masyarakat domestik Indonesia Adjusted R-squared T2 t *** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen * = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen Hasil pendugaan menunjukkan bahwa harga ikan tuna domestik berpengaruh secara negatif pada permintaan ikan tuna domestik. Bila harga ikan tuna domestik naik, maka akan menurunkan permintaan domestik, sebaliknya jika harga ikan tuna turun maka akan meningkatkan permintaan ikan tuna domestik. Sebaliknya, harga udang justru mempunyai pengaruh positif pada permintaan ikan tuna domestik. Dengan mempertahankan asumsi ceteris paribus, saat harga udang naik, maka akan menurunkan harga relatif ikan tuna, dan hal ini akan meningkatkan permintaan ikan tuna domestik, dan saat harga udang turun, maka masyarakat akan lebih memilih untuk mengkonsumsi udang sebagai sumber

5 61 protein pengganti ikan tuna, dan akan menaikkan harga relatif ikan tuna terhadap barang substitusinya yaitu udang, dan menurunkan permintaan tuna domestik. Terlihat jelas bahwa pola konsumsi masyarakat Indonesia masih tergantung pada harga komoditas pangan. Pendapatan Nasional (GNP riil) dan populasi merupakan parameter yang memberikan pengaruh positif bagi permintaan ikan tuna domestik. Kenaikan pendapatan riil terbukti akan menaikkan permintaan ikan tuna domestik, dan kenaikan jumlah penduduk juga akan meningkatkan konsumsi dan meningkatkan permintaan terhadap ikan tuna domestik. Permintaan ikan tuna domestik adalah merupakan parameter yang didahulukan pada penelitian ini, sehingga ekspor ikan tuna Indonesia merupakan sisa dari produksi ikan tuna dikurangi permintaan ikan tuna domestik. Meskipun meningkatkan ekspor ikan tuna menjadi proyek penting bagi pemerintah melalui KKP RI dan Kementerian Perdagangan RI dewasa ini, namun konsumsi ikan tuna domestik tetap menjadi prioritas utama saat ini karena kebaikan protein yang terkandung pada produk ikan segar akan meningkatkan kualitas generasi bangsa kita agar dapat bersaing dengan dunia internasional menyambut pasar bebas. Budaya makan ikan di negara kita saat ini masih berada sangat jauh di bawah konsumsi negara-negara maju dan negara berkembang lainnya meskipun telah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sangat ironis bila melihat kenyataan bahwa negara penghasil ikan yang sangat besar seperti negara kita namun konsumsi ikan masyarakatnya masih tergolong rendah. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi ceteris paribus Harga Ikan tuna Domestik Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi harga ikan tuna domestik disajikan pada Tabel 7. Hasil pendugaan parameter pada persamaan harga ikan tuna domestik dijelaskan oleh variabel Produksi Ikan tuna domestik, Harga Ikan tuna Internasional, dan Permintaan Ikan tuna Domestik, yang dapat menjelaskan permintaan ikan tuna domestik sebesar 84,18 persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan.

6 62 Tabel 7. Hasil Pendugaan Parameter Harga Ikan tuna Domestik Persamaan/Peubah Notasi Koefisien Prob Elastisitas Harga Ikan tuna Domestik Intersept PT t - C Produksi Ikan tuna QT t -6.78E *** Harga Ikan tuna Internasional Permintaan Ikan tuna Domestik PX t *** QDT t 5.62E * Adjusted R-squared *** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen * = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen Hasil pendugaan menunjukkan bahwa produksi ikan tuna berpengaruh secara negatif pada harga ikan tuna domestik. Apabila produksi ikan tuna domestik naik, maka akan menurunkan harga ikan tuna domestik, sebaliknya jika produksi ikan tuna turun maka akan meningkatkan harga ikan tuna domestik. Sebaliknya, harga ikan tuna internasional memberikan pengaruh positif pada harga ikan tuna domestik. Harga ikan tuna domestik akan naik bila harga ikan tuna internasional mengalami kenaikan, dan harga ikan tuna domestik akan mengalami penyesuaian menurun bila harga ikan tuna internasional mengalami penurunan. Permintaan ikan tuna domestik memberikan pengaruh yang positif pada parameter harga ikan tuna domestik. Saat permintaan domestik meningkat, maka akan meningkatkan harga ikan tuna domestik sesuai hukum permintaan yang menyebutkan harga akan meningkat saat permintaan meningkat. Demikian sebaliknya penurunan permintaan domestik akan menurunkan harga ikan tuna domestik. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi ceteris paribus.

7 Permintaan Ekspor dari Amerika Serikat Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat disajikan pada Tabel 8. Hasil pendugaan parameter pada persamaan permintaan domestik dijelaskan oleh variabel harga ikan tuna Indonesia di pasar Amerika Serikat, Harga Salmon sebagai substitusi Ikan tuna, Harga ikan tuna Thailand di pasar Amerika Serikat, GNP Amerika Serikat, Populasi Amerika Serikat, Tarif yang dikenakan terhadap ikan tuna Indonesia di pasar Amerika Serikat, Konsumsi Ikan tuna perkapita di Amerika Serikat, Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat terhadap ikan tuna Indonesia, serta variabel Trend yang menggambarkan selera konsumsi ikan tuna masyarakat Amerika Serikat, dapat menjelaskan permintaan ekspor Amerika Serikat sebesar 85,82 persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa Harga Ikan tuna Indonesia di Amerika Serikat berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor ikan tuna dari Amerika Serikat. Kenaikan harga ikan tuna akan menurunkan permintaan ekspor ikan tuna Amerika Serikat. Harga salmon sebagai substitusi ikan tuna di Amerika Serikat berhubungan positif dengan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia. Kenaikan harga salmon akan menaikkan permintaan ikan tuna Indonesia, karena masyarakat Amerika Serikat akan memilih mengkonsumsi ikan tuna sebagai pengganti salmon. Harga ikan tuna Thailand sebagai negara eksportir kompetitor membawa pengaruh positif bagi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar Amerika Serikat. Ada kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan tuna dari pemasok yang memberikan harga yang lebih bersaing. Nilai tukar riil Rupiah terhadap dolar mempunyai hubungan positif dengan permintaan ekspor ikan tuna segar Indonesia dari Amerika Serikat. Penguatan rupiah terhadap dolar atau apresiasi akan menurunkan permintaan ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat dan depresiasi Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat justru akan meningkatkan permintaan ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat.

8 64 Tabel 8. Hasil Pendugaan Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari AS. Persamaan/Peubah Notasi Koefisien Prob Elastisitas Total Permintaan Ekspor dari Amerika Serikat Intersept Harga Ikan tuna Indonesia di Amerika Serikat XTAS t C PTAS t -2057,92 0, *** -0,110 Harga ikan Salmon PSUBSTAS t 13536,16 0, *** 0,491 Harga Ikan tuna Thailand di pasar Amerika Serikat Nilai Tukar Riil Amerika Serikat Gross National Product Amerika Serikat Jumlah penduduk Amerika Serikat Tarif Amerika Serikat yang dikenakan pada ikan tuna Indonesia Konsumsi Ikan tuna per kapita di Amerika Serikat Kebijakan pemerintah Amerika Serikat terhadap ekspor ikan tuna dari Indonesia PTHAIAS t 11361,1 0,0076 ** 0,614 ERRIILAS t 3, ,0445 ** 0,131 GNPAS t -25,6482 0,0071 ** -1,605 POP t 0, ,1352 0,159 TRFAS t -4673,52 0,0004 *** -0,282 KONSAS t 3992,162 0,0987 * 0,585 KBJKAS t -2388,86 0,6609 Trend TAS t 10792,24 0,0264 ** 0,735 Adjusted R-squared 0, *** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen * = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen Pendapatan Domestik Amerika Serikat justru memberikan pengaruh negatif pada permintaan ekspor ikan tuna Amerika Serikat terhadap ikan tuna Indonesia, berkebalikan dengan teori, kenaikan GNP Amerika Serikat menurunkan permintaan ekspor ikan tuna asal Indonesia, dan sebaliknya penurunan GNP Amerika Serikat akan menaikkan permintaan konsumsi ikan

9 65 tuna, yang akan meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di Amerika Serikat. Elastisitas yang bernilai mutlak >1 menunjukkan bahwa permintaan ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat adalah inelastis terhadap GNP Amerika Serikat. Ikan salmon sebagai substitusi ikan tuna dan negara Thailand sebagai pengekspor ikan tuna kompetitor ikan tuna Indonesia ditenggarai menjadi penyebab ikan tuna Indonesia sebagai barang inferior relatif terhadap ikan salmon dan terhadap ikan tuna impor asal Thailand. Kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat, tak terkecuali pada ekspor ikan tuna asal Indonesia memberikan hubungan yang negatif pada permintaan ekspor ikan tuna Indonesia. Kebijakan yang diterapkan menyangkut tarif dan quota untuk melindungi ikan tuna produksi dalam negeri Amerika Serikat dan negara-negara yang mempunyai hubungan dagang khusus dengan Amerika Serikat, serta kebijakan menyangkut pembatasan dari sisi persyaratan kualitas dan higinitas membutuhkan usaha yang lebih giat lagi dari pemerintah dan pelaku penangkapan serta pengekspor ikan tuna untuk lebih meningkatkan kualitas ikan tuna Indonesia agar dapat lebih bersaing di pasar ekspor Amerika Serikat. Variabel Trend yang menggambargan selera konsumen di Amerika Serikat juga menunjukkan adanya peningkatan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari tahun ke tahun. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi ceteris paribus Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Ekspor dari Uni Eropa Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari Uni Eropa disajikan pada Tabel 9. Hasil pendugaan parameter pada persamaan permintaan domestik dijelaskan oleh variabel harga ikan tuna Indonesia di pasar Uni Eropa, Harga Salmon sebagai substitusi Ikan tuna, Harga ikan tuna Thailand di pasar Uni Eropa, GNP Uni Eropa, Populasi Uni Eropa, Tarif yang dikenakan terhadap ikan tuna Indonesia di pasar Uni Eropa, Konsumsi Ikan tuna perkapita di Uni Eropa, Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Uni Eropa terhadap ikan tuna Indonesia, serta Trend yang menggambarkan selera konsumsi ikan tuna masyarakat Uni Eropa, dapat

10 66 menjelaskan permintaan ekspor Uni Eropa sebesar 83,18 persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan. Tabel 9. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari UE. Persamaan/Peubah Notasi Koefisien Prob Elastisitas Total Permintaan Ekspor dari Uni Eropa Intersept Harga Ikan tuna Indonesia di Uni Eropa Harga Salmon sebagai substitusi Ikan tuna Harga Ikan tuna Thailand di pasar Uni Eropa Gross National Product Uni Eropa Jumlah penduduk Uni Eropa Tarif Uni Eropa yang dikenakan pada ikan tuna Indonesia Konsumsi Ikan tuna per kapita di Uni Eropa Kebijakan pemerintah Uni Eropa terhadap ekspor ikan tuna dari Indonesia XTUE t C -0, PTUE t ,7 0, *** -0,412 PSUBSTUE t 7529,841 0,00641 *** 0,221 PTHAIUE t 80645,93 0,0015 *** 2,043 GNPUE t 0, ,0018 *** 5,859 POPUE t 0, <0,001 ** 0,296 TRFUE t ,7 0,0273 ** -2,778 KONSUE t 9042,561 0,0395 ** 1,816 KBJKUE t ,9 0,0154 ** Trend TUE t 50540,31 0 5,401 Adjusted R-squared 0, *** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen * = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen Variabel harga ikan tuna Indonesia di Uni Eropa (PTUE t ), Harga ikan tuna Thailand di Uni Eropa (PTHAIUE t ), Pendapatan Regional Uni Eropa (GNPUE t ), jumlah penduduk Uni Eropa (POPUE t ), dan tren yang menggambarkan selera

11 67 konsumsi ikan tuna Indonesia (preference) di Uni Eropa (TUE t ) signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen. Variabel tarif yang diterapkan di Uni Eropa terhadap ikan tuna Indonesia (TRFUE t ), Konsumsi Ikan tuna Masyarakat Uni Eropa perkapita pertahun (KONSUE t ) dan kebijakan pemerintah Uni Eropa terhadap impor ikan tuna Indonesia(KBJKUE t ) Hasil pendugaan menunjukkan bahwa Harga Ikan tuna Indonesia di Uni Eropa berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor ikan tuna dari Uni Eropa. Kenaikan harga ikan tuna akan menurunkan permintaan ekspor ikan tuna Uni Eropa. Harga salmon sebagai substitusi ikan tuna di Uni Eropa berhubungan positif dengan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia. Kenaikan harga salmon akan menaikkan permintaan ikan tuna Indonesia, karena masyarakat Uni Eropa akan memilih mengkonsumsi ikan tuna sebagai pengganti salmon. Harga ikan tuna Thailand sebagai negara eksportir kompetitor membawa pengaruh positif bagi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar Uni Eropa. Ada kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan tuna dari pemasok yang memberikan harga yang lebih bersaing. Pendapatan Domestik Uni Eropa justru memberikan pengaruh positif pada permintaan ekspor ikan tuna Uni Eropa terhadap ikan tuna Indonesia, kenaikan GNP Uni Eropa justru meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna asal Indonesia. Jumlah penduduk Uni Eropa yang meningkat akan menaikkan permintaan konsumsi ikan ikan tuna, yang akan meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di Uni Eropa. Kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh pemerintah Uni Eropa, tak terkecuali pada ekspor ikan tuna asal Indonesia memberikan hubungan yang negatif pada permintaan ekspor ikan tuna Indonesia. Kebijakan yang diterapkan menyangkut tarif dan quota untuk melindungi ikan tuna produksi dalam negeri Uni Eropa dan negara-negara yang mempunyai hubungan dagang khusus dengan Uni Eropa, serta kebijakan menyangkut pembatasan dari sisi persyaratan kualitas dan higinitas membutuhkan usaha yang lebih giat lagi dari pemerintah dan pelaku penangkapan serta pengekspor ikan tuna untuk lebih meningkatkan kualitas ikan tuna Indonesia agar dapat lebih bersaing di pasar ekspor Uni Eropa. Variabel Trend yang menggambargan selera konsumen di Uni Eropa juga menunjukkan adanya peningkatan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari tahun ke tahun.

12 68 Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi ceteris paribus Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Ekspor dari Jepang. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari Jepang disajikan pada Tabel 10. Hasil pendugaan parameter pada persamaan permintaan domestik dijelaskan oleh variabel harga ikan tuna Indonesia di pasar Jepang, Harga Salmon sebagai substitusi Ikan tuna, Harga ikan tuna Thailand di pasar Jepang, GNP Jepang, Populasi Jepang, Tarif yang dikenakan terhadap ikan tuna Indonesia di pasar Jepang, Konsumsi Ikan tuna perkapita di Jepang, Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Jepang terhadap ikan tuna Indonesia, serta Trend yang menggambarkan selera konsumsi ikan tuna masyarakat Jepang, dapat menjelaskan permintaan ekspor Jepang sebesar 83,18 persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa Harga Ikan tuna Indonesia di Jepang berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor ikan tuna dari Jepang. Kenaikan harga ikan tuna akan menurunkan permintaan ekspor ikan tuna Jepang. Harga salmon yang dipilih sebagai ikan yang dapat mensubstitusi ikan tuna karena sama-sama dapat dikonsumsi sebagai sashimi makanan favorit di Jepang, berhubungan positif dengan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia. Kenaikan harga salmon akan menaikkan permintaan ikan tuna Indonesia, karena masyarakat Jepang akan memilih mengkonsumsi ikan tuna sebagai pengganti salmon. Harga ikan tuna Thailand sebagai negara eksportir kompetitor membawa pengaruh positif bagi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar Jepang. Ada kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan tuna dari pemasok yang memberikan harga yang lebih bersaing. Pendapatan Domestik Jepang justru memberikan pengaruh positif pada permintaan ekspor ikan tuna Jepang terhadap ikan tuna Indonesia, kenaikan GNP Jepang meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna asal Indonesia. Jumlah penduduk Jepang yang meningkat akan menaikkan permintaan konsumsi ikan tuna, yang akan meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di Jepang.

13 69 Tabel 10. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Jepang. Persamaan/Peubah Notasi Koefisien Prob Elastisitas Total Permintaan Ekspor dari Jepang XTJ t Intersept C Harga Ikan tuna Indonesia di Jepang Harga Salmon sebagai substitusi Ikan tuna Harga Ikan tuna Thailand di pasar Jepang Nilai Tukar Riil Jepang Gross National Product Jepang Jumlah penduduk Jepang Tarif Jepang yang dikenakan pada ikan tuna Indonesia Konsumsi Ikan tuna per kapita di Jepang Kebijakan pemerintah Jepang terhadap ekspor ikan tuna dari Indonesia PTJ t * PSUBSTJ t * PTHAIJ t * ERRIILJ t *** GNPJ t POPJ t * TRFJ t ** KONSJ t KBJKJ t Trend TJ t * Adjusted R-squared 0, *** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen * = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen Kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh pemerintah Jepang, tidak terkecuali pada ekspor ikan tuna asal Indonesia memberikan hubungan yang negatif pada permintaan ekspor ikan tuna Indonesia. Kebijakan yang diterapkan menyangkut tarif dan quota untuk melindungi ikan tuna produksi dalam negeri Jepang dan negara-negara yang mempunyai hubungan dagang khusus dengan Jepang, serta kebijakan menyangkut pembatasan dari sisi persyaratan kualitas dan higinitas membutuhkan usaha yang lebih giat lagi dari pemerintah dan pelaku

14 70 penangkapan serta pengekspor ikan tuna untuk lebih meningkatkan kualitas ikan tuna Indonesia agar dapat lebih bersaing di pasar ekspor Jepang. Variabel Trend yang menggambarkan selera konsumen di Jepang juga menunjukkan adanya peningkatan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari tahun ke tahun. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi ceteris paribus Validasi Model Validasi model merupakan tahapan yang digunakan untuk mengetahui apakah model cukup valid untuk selanjutnya dilakukan simulasi alternatif kebijakan. Validasi model dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis sejauh mana model hasil penelitian dapat mewakili dunia nyata. Kriteria statistik untuk validasi nilai pendugaan model ekonometrika menggunakan beberarapa indikator, dalam penelitian ini yang digunakan adalah Root Means Squares Percent Error (RMSPE) untuk mengukur seberapa dekat nilai masing-masing peubah endogen hasil pendugaan mengikuti nilai data aktualnya pada periode pengamatan. Selain RMSPE digunakan Theils Inequality Coefficient (U) yang idealnya mendekati nol karena jika nilainya satu maka model dapat dikatakan naif. Validasi model faktorfaktor yang memengaruhi perdagangan ikan tuna Indonesia di pasar internasional dilakukan dengan simulasi dasar (baseline) untuk periode sampel pengamatan penelitian tahun terhadap nilai aktualnya. Hasil validasi model faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional, seperti yang disajikan pada Tabel 11 memperlihatkan dari seluruh persamaan, terdapat enam persamaan ( 85,71 persen) yang memiliki nilai RMSPE di bawah 30 persen. Artinya nilai prediksi masih dapat mengikuti kecenderungan data historisnya dengan baik. Dan secara umum semua persamaan (100 persen) memiliki nilai U Theil di bawah 0,3 sehingga dapat diartikan simulasi model yang digunakan pada analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional mengikuti data aktualnya dengan baik sehingga dapat dilakukan simulasi pada tahap selanjutnya.

15 71 Hasil validasi model faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional pasar internasional secara lengkap disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Validasi Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia di Pasar Internasional. No. Peubah Notasi Produksi Ikan tuna Indonesia Permintaan Ikan tuna Domestik Total Ekspor Ikan tuna Indonesia Harga Ikan tuna Domestik Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Uni Eropa Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Jepang Durbin Watson Statistik RMSPE QT t 2,42 1,2991 0, QDT t 2,32 6,9348 0, XT t 2,29 5,7111 0, PT t 2,48 3,4367 0, XTAS t 2,68 4,7144 0, XTUE t 1,71 9,1132 0, XTJ t 2,32 45,3243 0, Tingkat autokorelasi dapat dilihat dari hasil statistik Durbin-Watson yang pada penelitian ini bernilai 1,71-2,68. Hal ini menunjukkan bahwa model faktorfaktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional tidak memiliki masalah autokorelasi. Masalah autokorelasi dalam suatu model ekonometrik timbul apabila nilai dari statistik Durbin-Watson berada dibawah 1,21 dan diatas 2,79. Pada interval 2,35-2,79 tidak dapat disimpulkan ada atau tidaknya autokorelasi (Makridakis et al., 1995) Hasil dan Pembahasan Simulasi Model Untuk melihat dampak perubahan kebijakan maupun fenomena yang ada saat ini terhadap peubah-peubah endogen dalam sistem persamaan dilakukan beberapa simulasi perubahan variabel eksogen karena perubahan tersebut dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif atau bahkan mungkin tidak U

16 72 membawa dampak sama sekali terhadap masing-masing peubah endogen. Evaluasi perubahan dilakukan untuk membandingkan dampak yang ditimbulkan dalam ekspor ikan tuna Indonesia. Simulasi kebijakan yang dilakukan pada model faktor-faktor yang mempengarui permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional adalah: (1) Dampak penambahan jumlah kapal penangkap sebesar 25 persen, (2) Dampak penurunan suku bunga sebesar 2,5 persen, (3) Dampak penghapusan tarif impor oleh pemerintah Jepang, (4) Dampak penurunan harga Ikan tuna Indonesia di negara Amerika Serikat sebesar sepuluh persen Dampak kenaikan jumlah kapal penangkap sebesar 25 persen. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah menargetkan Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar di asia pada tahun Langkah utama yang digulirkan adalah membangun minapolitan di 11 WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan). Di dalamnya ada program penambahan kapal penangkap ikan berbobot 30 ton ke atas pada 2011 atau kenaikan sebesar 25 persen dari rata-rata jumlah kapal pada periode penelitiam Kapal ini akan dimiliki oleh koperasi atau kelompok nelayan. Kebijakan pemerintah untuk mendorong peningkatan hasil penangkapan ikan tuna Indonesia disimulasikan dengan kenaikan jumlah kapal pengangkap yang disediakan pemerintah dan disalurkan melalui koperasi nelayan sebesar sepuluh persen. Simulasi tersebut dipandang cukup relevan untuk mencerminkan usaha kuat pemerintah dalam rangka mendorong kemajuan usaha penangkapan ikan tuna sehingga dapat diketahui bagaimana dampaknya terhadap permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar Internasional. Hasil simulasi disajikan pada Tabel 12. Kenaikan jumlah kapal penangkap ikan tuna sebesar 1000 kapal atau 25 persen dari rata-rata jumlah kapal periode penelitian menyebabkan produksi ikan tuna Indonesia mengalami peningkatan sebesar 6,50 persen. Naiknya produksi ikan tuna Indonesia menyebabkan terjadinya penurunan harga tuna domestik sebesar 0,28 persen, dan penurunan harga tuna domestik tersebut akan meningkatkan permintaan ikan tuna domestik sebesar 8,03 persen, hal ini sejalan

17 73 dengan target pemerintah dalam meningkatkan konsumsi ikan masyarakat Indonesia yang masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain, bahkan di Asia. Peningkatan produksi ikan tuna Indonesia juga meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna segar Indonesia ke AS sebesar 4,19 persen, ke Jepang sebesar 3,69 persen, dan ke UE sebesar 0,19 persen. Tabel 12. Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Kenaikan Jumlah Kapal, Tahun Peubah PT t (Harga Ikan tuna Domestik) QDT t (Permintaan Ikan tuna Domestik) QT t (Produksi Ikan tuna Indonesia) XT t (Total Ekspor Ikan tuna Indonesia) XTAS t (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat) XTJ t (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Jepang) XTUE t (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Uni Eropa) Nilai Dasar Nilai Simulasi Kebijakan Unit Perubahan persen 3,501 3,491-0, , , ,69 8, , ,75 6, , ,00 5, ,7 6466,68 4, , ,50 3, , ,28 182,50 0, Dampak Kebijakan Penurunan Tingkat Suku Bunga oleh Bank Indonesia Suku bunga investasi yang menjadi salah satu faktor yang memengaruhi produksi ikan tuna Indonesia merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dapat dilakukan atau dikendalikan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka mendorong investasi di bidang produksi dan ekspor ikan tuna segar Indonesia. Kebijakan pemerintah di bidang moneter yang disimulasikan dengan menurunkan suku bunga sebesar 2,5 persen dipandang cukup relevan untuk melihat bagaimana dampak penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia terhadap

18 74 permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar Internasional. Hasil simulasi disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Dampak Penurunan Tingkat Suku Bunga oleh Bank Indonesia. Peubah Nilai Dasar Nilai Simulasi Kebijakan Unit Perubahan persen PTt (Harga Ikan tuna Domestik) 3,501 3,496-0,005-0,14 QDT t (Permintaan Ikan tuna Domestik) QT t (Produksi Ikan tuna Indonesia) XT t (Total Ekspor Ikan tuna Indonesia) XTAS t (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat) XTJ t (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Jepang) XTUE t (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Uni Eropa) , ,615 1, , ,350 2, , ,710 3, , ,518 2, , ,639 1, , ,2 1077,420 1,10 Penurunan suku bunga investasi sebesar 2,5 persen akan berpengaruh meningkatkan produksi ikan tuna Indonesia sebesar 2,69 persen. Produksi ikan tuna yang memerlukan investasi sangat besar untuk biaya tangkap, pendaratan, cold storage, pengepakan, dan penyimpanan stok di kapal penangkap sebelum ikan tuna diturunkan di pelabuhan sangat bergantung pada suku bunga dalam rangka pemodalan dan keputusan investasi, sehingga terlihat bahwa penurunan suku bunga investasi memberikan dampak langsung terhadap kenaikan produksi ikan tuna Indonesia. Kenaikan produksi ikan tuna Indonesia ternyata meningkatkan pula total ekspor ikan tuna segar Indonesia sebesar 3,59 persen. Total ekspor ikan tuna Indonesia yang merupakan agregat permintaan ekspor ikan tuna segar ke Jepang, AS, UE dan ROW meningkat 3,59 persen karena peningkatan permintaan AS

19 75 yang meningkat 2,66 persen, permintaan Jepang yang meningkat 1,02 persen, dan permintaan UE yang meningkat sebesar 1,10 persen Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor Ikan Tuna Indonesia oleh Pemerintah Jepang. Kebijakan pemerintah Indonesia dalam membina hubungan baik dengan pihak Jepang sebagai negara pengimpor ikan tuna Indonesia terbesar saat ini membuahkan hasil yang menggembirakan dalam hal penurunan tarif impor ikan tuna yang dibebankan pemerintah Jepang terhadap ikan tuna Indonesia. Negosiasi yang dilakukan oleh kementerian terkait yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan berkolaborasi dengan Kementerian Perdagangan terus dilanjutkan dalam rangka mempererat kerjasama perdagangan dengan Jepang dan mendapat pembebasan tarif sehingga mendapatkan tarif 0 persen. Simulasi tersebut dipandang cukup relevan untuk mencerminkan usaha pemerintah dalam rangka mendukung ekspor ikan tuna Indonesia. Sehingga dapat diketahui bagaimana dampaknya terhadap permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar Internasional. Hasil simulasi disajikan pada Tabel 14. Kerjasama yang terjalin antara Jepang dan Indonesia merupakan kerjasama yang saling menguntungkan mengingat terus meningkatnya konsumsi ikan tuna masyarakat Jepang dan pihak Jepang memerlukan pasokan ikan tuna segar berkualitas, sementara di sisi lain hasil produksi ikan tuna Indonesia yang tidak terkonsumsi di dalam negeri Indonesia memerlukan pasar internasional yang sampai saat ini masih didominasi oleh tiga negara pengimpor utama yang Jepang masih menjadi pemimpin dalam hal nilai dan volume impornya. Pembebasan tarif yang disimulasikan diterapkan oleh negara Jepang, akan menaikkan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di negara Jepang sebesar 8,97 persen, merupakan jumlah yang sangat positif bagi perkembangan ekspor ikan tuna Indonesia. Dengan bertambahnya permintaan ekspor dari negara Jepang, karena total ekspor merupakan penjumlahan ekspor ke negara Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa, maka terlihat terjadi penurunan sebesar 1,87 persen di Uni Eropa, dan sebesar 2,21 persen di Amerika Serikat, meskipun secara agregat total ekspor ikan tuna Indonesia mengalami kenaikan sebesar 14,17 persen. Kenaikan ekspor memberikan harapan positif bagi para pelaku usaha penangkapan ikan

20 76 tuna, sehingga mampu menaikkan produksi ikan tuna sebesar 2,44 persen. Namun kenaikan permintaan ekspor menyebabkan kenaikan harga ikan tuna domestik cukup tinggi yaitu sebesar 15,05 persen, sehingga menurunkan permintaan ikan tuna domestik sebesar 9,62 persen. Tabel 14. Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Dampak Penghapusan Tarif Impor Ikan Tuna Indonesia oleh Pemerintah Jepang. Peubah Nilai Dasar Nilai Simulasi Kebijakan Perubahan Unit persen PT t (Harga Ikan tuna Domestik) 3,501 4,028 0,527 15,05 QDT t (Permintaan Ikan tuna Domestik) , ,525-9,62 QT t (Produksi Ikan tuna Indonesia) , ,100 2,44 XT t (Total Ekspor Ikan tuna Indonesia) ,600 14,17 XTAS t (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat) ,7-3413,330-2,21 XTJ t (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Jepang) , ,97 XTUE t (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Uni Eropa) 98262, , ,87 Dalam rangka mempertahankan agar stabilitas pangan bermutu bagi konsumsi domestik tetap terjaga, maka perlu adanya kebijakan pembatasan oleh pemerintah Indonesia agar para eksportir ikan tuna tetap memprioritaskan untuk mencukupi kebutuhan domestik sebelum memenuhi permintaan ekspor ikan tuna dari pasar internasional, sehingga untuk tetap mampu memenuhi permintaan ekspor yang meningkat, perlu dipikirkan tekhnologi dan kebijakan lanjutan untuk meningkatkan produksi ikan tuna Indonesia secara maksimal dengan tetap menjaga kelestarian laut Indonesia, sehingga tetap dapat mencukupi kebutuhan domestik dan permintaan ekspor ikan tuna di tahun-tahun mendatang.

21 Dampak Penurunan Harga Ekspor Ikan Tuna Indonesia di Negara Amerika Serikat Sebesar 10 persen. Krisis berkepanjangan di negara Amerika Serikat akhir-akhir ini ternyata telah berhasil memicu terjadinya perubahan terhadap permintaan komoditas dari negara tersebut sehingga menurunkan harga komoditi di Amerika Serikat dan diprediksi akan terus turun untuk tahun depan karena krisis global belum akan membaik. Untuk itu simulasi penurunan harga ikan tuna Indonesia di Amerika Serikat perlu dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh penurunan harga ikan tuna Indonesia di Amerika Serikat tersebut terhadap permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional. Hasil simulasinya ditampilkan pada Tabel 15. Tabel 15. Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Dampak penurunan harga ekspor ikan tuna Indonesia di negara Amerika Serikat sebesar 10 persen. Nilai Perubahan Peubah Nilai Dasar Simulasi Kebijakan Unit persen PT t (Harga Ikan tuna Domestik) 3,501 3,498-0,0031-0,09 QDT t (Permintaan Ikan tuna Domestik) , ,47 1,37 QT t (Produksi Ikan tuna Indonesia) , ,9-0,13 XT t (Total Ekspor Ikan tuna Indonesia) ,4-1,59 XTAS t (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat) ,97 16,05 XTJ t (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Jepang) , ,57 XTUE t (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Uni Eropa) 98262, , ,57-0,12. Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa penurunan harga ikan tuna Indonesia di negara Amerika Serikat sebesar 10 persen berpengaruh juga terhadap

22 78 penurunan harga domestik yang selalu mengikuti perkembangan harga ikan tuna dunia sebesar 0,09 persen. Turunnya harga ikan tuna domestik akan menyebabkan penurunan produksi ikan tuna sebesar 1,37 persen karena ekspektasi negatif dari para pelaku usaha penangkapan ikan tuna akibat penurunan harga. Penurunan harga domestik menaikkan permintaan ikan tuna domestik sebesar 1,37 persen, hal ini sesuai dengan hukum permintaan yang menyatakan bahwa permintaan akan meningkat saat harga komoditas turun, searah dengan meningkatnya permintaan ikan tuna Indonesia di negara Amerika Serikat. Setelah melihat hasil simulasi penurunan harga ikan tuna Indonesia di Amerika Serikat sebesar 10 persen, diharapkan para pelaku usaha tuna dalam negeri dapat lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi dampak penurunan harga ikan tuna di Amerika Serikat tersebut, sehingga dapat dijaga jangan sampai terjadi penurunan produksi hasil tangkapan yang akan menurunkan total ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional.

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari berbagai sumber. Data deret waktu (time series) meliputi data tahunan dari

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN seperti tertuang pada beberapa peraturan pemerintah yaitu Keppres No 117 tahun 1999 tentang prosedur permohonan PMDM dan PMA, Permen KP No 50 tahun 2011 tentang petunjuk teknis penggunaan dana alokasi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN P R O S I D I N G 113 DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT Erlangga Esa Buana 1 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya E-mail: erlanggaesa@gmail.com PENDAHULUAN Indonesia

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KEBIJAKAN

VII. ANALISIS KEBIJAKAN VII. ANALISIS KEBIJAKAN 179 Secara teoritis tujuan dari suatu simulasi kebijakan adalah untuk menganalisis dampak dari berbagai alternatif kebijakan dengan jalan mengubah dari salah satu atau beberapa

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Perumusan Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia Model merupakan abstraksi atau penyederhanaan dari fenomena yang terjadi. Dengan penyederhanaan itu,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan komparatif komoditi

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP, V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP, selisih tingkat suku bunga, selisih inflasi dan selisih neraca pembayaran terhadap kurs

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil estimasi dan pembahasan dalam penelitian ini akan dibagi dalam tiga pemaparan umum yaitu pemaparan secara statistik yang meliputi pembahasan mengenai hasil dari uji statistik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 80 BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Sampel Data Penelitian ini menggunakan data panel seimbang dengan jumlah sampel perusahaan sebanyak 60 perusahaan yang secara konsisren terhadap di Bursa Efek Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam hubungan dengan penelitian ini, maka beberapa teori yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yangn memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 dan non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Harga mata uang suatu negara dalam harga mata uang negara lain disebut kurs atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan perekonomian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor. Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM

Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor. Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM Perekonomian empat sektor adalah perekonomian yg terdiri dari sektor RT, Perusahaan, pemerintah dan sektor LN. Perekonomian empat sektor

Lebih terperinci

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Sebagai negara yang menganut sisitem perekonomian terbuka maka sudah barang tentu pertumbuhan ekonominya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam negeri biasa sering dikenal sebagai kurs atau nilai tukar. Menurut Bergen, nilai tukar mata uang

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1 Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai 2008, diperoleh hasil regresi sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penganut sistem perekonomian terbuka yang tidak terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil yang tercantum pada Tabel 6.1. Koefisien determinan (R 2 ) sebesar

Lebih terperinci

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN 5.1. Analisis Umum Pendugaan Model Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini mengalami beberapa modifikasi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami 44 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia Menurut Laporan Perekonomian Indonesia dari Bank Indonesia (2003-2007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

Bab IV. Metode dan Model Penelitian

Bab IV. Metode dan Model Penelitian Bab IV Metode dan Model Penelitian 4.1 Spesifikasi Model Sesuai dengan tinjauan literatur, hal yang akan diteliti adalah pengaruh real exchange rate, pertumbuhan ekonomi domestik, pertumbuhan ekonomi Jepang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan parameter persamaan struktural dalam model ekonometrika perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara ke arah yang lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH Krisis finansial global yang dipicu oleh krisis perumahan di AS (sub prime mortgage) sejak pertengahan

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Integrasi Pasar (keterpaduan pasar) Komoditi Kakao di Pasar Spot Makassar dan Bursa Berjangka NYBOT Analisis integrasi pasar digunakan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral, kebijakan moneter yang dijalankan di Indonesia adalah dengan cara menetapkan kisaran BI Rate yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya bagi para pelaku ekonomi. Dewasa ini pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data APBD Kabupaten/Kota dan Provinsi di Indonesia tahun 2005-2009 yang diperoleh dari Dirjen Perimbangan

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA 101 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan gula Indonesia dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara dapat mempengaruhi kinerja perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara dapat mempengaruhi kinerja perusahaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian suatu negara dapat mempengaruhi kinerja perusahaan, Osoro dan Ogeto (2014) dalam Makori (2015). Kinerja perusahaan sangat bergantung kepada informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. oleh para peneliti terdahulu, penelitian terdahulu digunakan untuk mendukung

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. oleh para peneliti terdahulu, penelitian terdahulu digunakan untuk mendukung 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini memuat berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu, penelitian terdahulu digunakan untuk

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan III. KERANGKA TEORITIS 3.1 Konsep Pemikiran Teoritis Pada pasar kopi (negara kecil), keinginan untuk memperdagangkannya adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang besar di sektor perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan memiliki

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN 6.1. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Pupuk dan Sektor Pertanian Kriteria pertama yang harus dipenuhi dalam analisis ini adalah adanya kesesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tinggi rendahnya nilai mata uang ditentukan oleh besar kecilnya jumlah penawaran dan permintaan terhadap mata uang tersebut (Hadiwinata, 2004:163). Kurs

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied I. METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied Descriptive Reasearch), yaitu penelitian yang dilakukan dengan maksud

Lebih terperinci

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis simulasi beberapa alternatif kebijakan dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman serta sebagai lembaga perantara interaksi antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai mata uang Rupiah dan perbandingan dengan nilai mata uang acuan internasional yaitu Dollar Amerika, merupakan salah satu gambaran pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun 2011. Data time series merupakan data

Lebih terperinci

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak TEORI EKONOMI MAKRO Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Estimasi Parameter Model Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Timur adalah dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Jumlah Uang Beredar Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) atau broad money merupakan merupakan kewajiban sistem moneter (bank sentral)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kondisi global menghadapi tekanan yang berat dari krisis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kondisi global menghadapi tekanan yang berat dari krisis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi global menghadapi tekanan yang berat dari krisis keuangan Eropa dan krisis keuangan Amerika Serikat. Krisis ekonomi global yang terjadi berturut-turut tersebut

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Hasil estimasi model dalam penelitian ini ditunjukkan secara lengkap pada Lampiran 4 sampai Lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus atau inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010. 100 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Rusia adalah salah satu negara produksi energi paling utama di dunia, dan negara paling penting bagi tujuan-tujuan pengamanan suplai energi Eropa. Eropa juga merupakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Estimasi Variabel Dependen PDRB Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA SKRIPSI ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa dokumen-dokumen yang terkait dengan judul penelitian, diantaranya

Lebih terperinci

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1990Q1 1991Q1 1992Q1 1993Q1 1994Q1 1995Q1 1996Q1 1997Q1 1998Q1 1999Q1 2000Q1 2001Q1 2002Q1 2003Q1 2004Q1 2005Q1 2006Q1 2007Q1 2008Q1 2009Q1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator penting

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai ekonomis. Hal ini dikarenakan adanya permintaan yang timbul karena adanya kepentingan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Maret 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

Studi Awal terhadap Dampak Krisis Global pada Ekonomi Nusa Tenggara Barat

Studi Awal terhadap Dampak Krisis Global pada Ekonomi Nusa Tenggara Barat Boks 1 Studi Awal terhadap Dampak Krisis Global pada Ekonomi Nusa Tenggara Barat Kondisi Umum Krisis pasar keuangan di Amerika Serikat sejak Agustus 2007 hingga kini telah berkembang menjadi resesi ekonomi

Lebih terperinci

Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA

Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA Makroekonomi Perekonomian Terbuka : Konsep Dasar Perekonomian Tertutup dan Terbuka Perekonomian tertutup adalah perekonomian yang tidak berinteraksi dengan perekonomian lain

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 75 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah Penerimaan pemerintah terdiri dari PAD dan dana perimbangan. PAD terdiri dari pajak, retribusi, laba BUMD, dan lain-lain

Lebih terperinci