V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA"

Transkripsi

1 V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA Pada bab V ini dikemukakan secara ringkas gambaran umum ekonomi kelapa sawit dan karet Indonesia meliputi beberapa variabel utama yaitu perkembangan luas areal panen, produksi, ekspor, impor, dan harga komoditi kelapa sawit dan karet. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber maka dapat disajikan secara ringkas keadaan dari variabel utama ekonomi kelapa sawit dan karet indonesia Perkembangan Luas Areal Perkebunan Ditinjau dari aspek luas areal, subsektor tanaman perkebunan mengalami pertumbuhan yang sangat konsisten dari tahun ke tahun. Menurut Ditjenbun (2007a) pertumbuhan luas areal perkebunan Indonesia selama periode sebesar 1.86 persen, dimana pada tahun 2001 luas areal perkebunan juta hektar menjadi juta ha atau mengalami pertumbuhan sebesar 4.14 persen dari tahun 2005 ke tahun Budidaya perkebunan kelapa sawit dan karet di Indonesia menurut pengusahaannya terdiri atas 3 jenis yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perkebunan Besar Swata (PBS). Pengusahaan perkebunan kelapa sawit Indonesia pada awalnya hanya dilakukan oleh Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS), sedangkan masyarakat di sekitar kebun hanya sebagai buruh perkebunan. Berbeda dengan pengusahaan perkebunan karet luas areal perkebunan karet didominasi oleh perkebunan rakyat yaitu mencapai 85 persen dari total lahan perkebunan karet. Perkebunan rakyat tersebut, sebagian besar dikembangkan secara swadaya murni,

2 78 dan hanya sekitar sembilan persen dibangun melalui proyek PIR, PRPTE, UPP Berbantuan, Partial, dan Swadaya Berbantuan (Deptan, 2005b). Adapun Pola Pengusahaan Inti Rakyat (PIR) dilakukan pemerintah mulai tahun Tabel 3. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Menurut Bentuk Pengusahaannya Tahun Tahun Luas (Ha) PR PBN PBS Total Luas Luas Luas (Ha) (Ha) (Ha) Ptbh (%) Keterangan: PR = Perkebunan Rakyat PBN= Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta Sumber: Ditjenbun, Budidaya tanaman kelapa sawit tahun 1967 hanya dilakukan oleh perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta masing masing seluas hektar dan hektar. Pada akhir tahun 1992, perkebunan rakyat sudah mampu memberikan peran yang lebih besar dari perkebunan besar negara dengan persentase luas areal persen dari luas total 6.77 juta hektar. Sumatera mendominasi ketiga jenis pengusahaan, sedangkan Kalimantan dan Sulawesi menjadi lokasi pengembangan perkebunan swasta dan perkebunan rakyat.

3 79 Selama periode 10 tahun terakhir, seperti terlihat dalam Tabel 3, telah terjadi peningkatan luas areal kelapa sawit lebih 3 juta ha dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 6.89 persen per tahun. Pada tahun 2006 mencapai tingkat pertumbuhan luas areal yang tertinggi yaitu sebesar persen. Dilihat dari perkembangannya pada tahun 1999 luas areal perkebunan rakyat terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Sementara luas areal perkebunan negara meningkat sampai tahun 2003, pada tahun menurun dan kembali meningkat pada tahun Namun demikian posisi perkebunan negara sejak tahun 1999 sampai 2008 berada pada posisi ketiga dengan luas areal hektar (8.67 persen) dan perkebunan besar swasta menempati urutan pertama dengan luas areal 3.49 juta hektar (49.90 persen). Peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit tersebut tidak terlepas dari beberapa kebijakan sektoral terkait untuk memacu pertumbuhan produksi dan ekspor, seperti kebijakan tingkat suku bunga, kemudahan memperoleh kredit yang berkaitan dengan dengan iklim investasi pada perkebunan kelapa sawit. Indonesia merupakan negara dengan areal tanaman karet terluas di dunia Pada tahun 2002, luas perkebunan karet Indonesia mencapai 3.32 juta ha, disusul Thailand, Malaysia, China, India, dan Vietnam, dengan luas perkebunan masingmasing secara berurutan 1.96 juta ha, 1.54 juta ha, 0.61 juta ha, 0.56 juta ha, dan 0.32 juta ha (Ditjenbun, 2005b). Jumlah areal tanam masih bisa ditingkatkan lagi dengan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani yang sesuai untuk perkebunan karet dan belum dimanfaatkan secara intensif, untuk keperluan meningkatkan pendapatannya. Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi

4 80 karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk keperluan meningkatkan pendapatannya. Tabel 4. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Karet Indonesia Menurut Bentuk Pengusahaannya Tahun PR PBN PBS Total Tahun Luas Luas Luas Luas (Ha) (Ha) (Ha) Ptbh (%) (6.19) (0.82) (0.79) (0.85) (0.85) Keterangan: PR = Perkebunan Rakyat PBN= Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta Sumber: Ditjenbun, Selama periode 10 tahun terakhir, seperti terlihat dalam Tabel 4, telah terjadi penurunan luas areal karet lebih 125 ribu hektar dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3.27 persen per tahun. Pada tahun 2000 terjadi penurunan luas areal tertinggi sebesar 6.19 persen dan sampai tahun 2004 terus mengalami penurunan. Hal ini mungkin disebabkan oleh perkebunan rakyat mengganti komoditi karet menjadi kelapa sawit karena harga minyak sawit (CPO) terus meningkat.

5 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Peningkatan produksi kelapa sawit, karet terjadi karena pengembangan tanaman melalui pola PIR, UPP berbantuan, dan swadaya masyarakat yang sudah memasuki usia menghasilkan. Dari segi produksi kelapa sawit Indonesia pada tahun 2008 menempati posisi pertama menggeser posisi Malaysia dan produksi karet Indonesia menempati posisi kedua setelah Thailand. Tabel 5. Perkembangan Produksi Crude Palm Oil Indonesia Menurut Bentuk Pengusahaannya Tahun Tahun Produksi (ton) PR PBN PBS Produksi (ton) Produksi (ton) Produksi Total Keterangan: PR = Perkebunan Rakyat PBN= Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta Sumber: Ditjenbun, Sejalan dengan perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit pada periode , diikuti oleh produksi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) cenderung semakin meningkat. Produksi di tahun 1999 hanya 6.45 juta ton CPO menjadi juta ton pada tahun Dengan komposisi perkebunan rakyat 6.92 juta ton, perkebunan besar negara 1.94 juta ton dan perkebunan besar swasta 8.68 juta ton. Dari Tabel 5 terlihat terjadinya kecenderungan peningkatan

6 82 pangsa produksi perkebunan rakyat dari persen pada tahun 1999 menjadi persen pada tahun Hal ini karena perkembangan luas areal perkebunan rakyat. Sedangkan pangsa produksi perkebunan besar negara memperlihatkan kecenderungan yang semakin menurun dari persen pada tahun 1999 menjadi persen pada tahun 2008 dan pangsa produksi pada perkebunan besar swasta memperlihatkan kecenderungan yang menurun dari persen pada tahun 1999 menjadi persen pada tahun Kondisi di atas menunjukkan bahwa terjadi perbedaan produktivitas kelapa sawit antar bentuk pengusahaan perkebunan. Pada tahun 1999, produktivitas tertinggi dihasilkan oleh perkebunan negara, yaitu 2.55 ton/ha, kemudian diikuti oleh perkebunan besar swasta yaitu 1.55 ton/ha dan perkebunan rakyat sebesar 1.48 ton/ha. Tabel 6. Perkembangan Produksi Karet Alam Indonesia Menurut Bentuk Pengusahaannya Tahun Tahun Produksi (ton) PR PBN PBS Produksi (ton) Produksi (ton) Produksi Total Keterangan: PR = Perkebunan Rakyat PBN= Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta Sumber: Ditjenbun, 2009.

7 83 Tingginya produktivitas pada perkebunan negara diduga karena, manajemen produksi yang relatif lebih baik, umumnya umur tanaman berada pada tahap produksi. Sedangkan pada perkebunan rakyat dimama umur tanaman relatif lebih muda dan manajemen produksi yang kurang baik. Produksi karet Indonesia memiliki peranan cukup besar dalam perkaretan dunia. Deptan (2005b) menyatakan bahwa pada tahun 2002 diperoleh produksi karet Indonesia sebesar 1.63 juta ton yang menempati peringkat kedua di dunia, setelah Thailand dengan produksi sekitar 2.35 juta ton. Posisi selanjutnya ditempati India (0.63 juta ton), Malaysia (0.62 juta ton), China (0.45 juta ton), dan Vietnam (0.29 juta ton). Dengan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan menjadi penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan ekspor. Perkembangan produksi karet Indonesia seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6, mengalami peningkatan produksi dari 1.60 juta ton pada tahun 1999 menjadi 2.75 juta ton pada tahun 2008, dengan pangsa produksi perkebunan rakyat sebesar 79 persen, perkebunan besar negara sebesar persen, dan perkebunan besar swasta sebesar persen. Adapun laju pertumbuhan produksi selama 10 tahun terakhir adalah 7.09 persen per tahun. Kondisi di bawah ini menunjukkan bahwa terjadi perbedaan produktivitas karet antar bentuk pengusahaan perkebunan. Pada tahun 1999, produktivitas tertinggi dihasilkan oleh perkebunan negara, yaitu 0.83 ton/ha, kemudian diikuti oleh perkebunan besar swasta yaitu 0.75 ton/ha dan perkebunan rakyat sebesar 0.39 ton/ha. Namun pada tahun 2008 mengalami peningkatan produktivitas

8 84 menjadi 1.20 ton/ha untuk perkebunan negara, 1.14 ton/ha untuk perkebunan besar swasta dan 0.78 ton/ha untuk perkebunan rakyat. Sama seperti perkebunan kelapa sawit, produktivitas pada perkebunan karet yang diusahakan oleh perkebunan negara lebih tinggi diduga karena, manajemen produksi yang relatif lebih baik, umumnya umur tanaman yang relatif lebih tua dan berada pada tahap produksi. Sedangkan pada perkebunan rakyat disebabkan oleh umur tanaman relatif lebih muda dan manajemen produksi yang kurang baik Perkembangan Ekspor dan Impor Ekspor komoditas perkebunan selama ini dari segi nilai ekspor mengalami peningkatan yang cukup besar walaupun tidak selalu signifikan dengan peningkatan volume ekspor sehubungan dengan adanya fluktuasi harga. Dalam hal impor komoditas primer perkebunan, yang memprihatinkan adalah masih relatif tingginya impor beberapa komoditas yang sesungguhnya masih memiliki potensi/peluang pengembangannya. Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit (CPO) dunia dengan luas perkebunan kelapa sawit terbesar pula tetapi dalam keadaan mendesak Indonesia juga mengimpor minyak sawit. Negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia adalah Eropa Barat, India, Pakistan, Cina, dan Jepang. Produk yang diekspor adalah minyak olahan tahap awal seperti RBD palm oil, CPO, dan beberapa produk oleokimia. Secara umum, ekspor minyak sawit Indonesia tahun meningkat. Pada tahun 1999 volume ekspor minyak sawit atau CPO sebesar 3.29 juta ton senilai juta US$ menjadi juta ton senilai juta US$ pada

9 85 tahun Sedangkan minyak inti sawit atau PKO sebesar ton senilai juta US$ menjadi ton senilai juta US$ pada tahun 2005 seperti terlihat dalam Tabel 7. Tabel 7. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor Crude Palm Oil dan Palm Kernel Oil Indonesia Tahun Tahun Minyak Kelapa Sawit (CPO) Volume (ton) Nilai (000 US$) Ekspor Minyak Inti Sawit (PKO) Volume (ton) Nilai (000 US$) Impor Minyak Kelapa Sawit Minyak Inti Sawit (CPO) (PKO) Nilai Nilai Volume Volume (000 (000 (ton) (ton) US$) US$) Sumber: Ditjenbun, Impor minyak sawit umumnya dalam bentuk fraksi cair (olein) dari Malaysia. Impor ini biasanya terjadi pada waktu harga dunia tinggi dimana di Indonesia terjadi rush export. Dalam keadaan demikian biasanya pemerintah menggunakan mekanisme pajak ekspor untuk menjamin pasokan dalam negeri yang pernah mencapai 40 persen. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya hasil perkebunan. Salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor adalah karet dan barang karet. Adapun pertumbuhan ekspor karet dan barang karet pada periode mencapai sekitar 65 persen.

10 86 Negara Produsen utama dunia adalah Thailand, Indonesia, Malaysia, India, dan China. Indonesia merupakan produsen karet no 2 (dua) terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2.55 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand (produksi sebesar 2.97 juta ton) dan Indonesia memiliki luas lahan karet terbesar di dunia dengan luas lahan mencapai 3.4 juta hektar di tahun 2007 (Parhusip, 2008). Tabel 8. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor Karet Alam Indonesia Tahun Tahun Ekspor Impor Volume (ton) Nilai (000 US$) Volume (ton) Nilai (000 US$) Sumber: Ditjenbun, Dengan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan menjadi salah satu penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan ekspor karet. Strategi optimalisasi ekspor karet dinilai tepat mengingat harganya yang cukup tinggi di pasar dunia dan kemampuan pasar dalam negeri untuk mengolah karet menjadi barang industri masih rendah. Volume ekspor karet alam Indonesia sejak tahun 1996 hingga 2000 mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 1996 ekspor karet alam Indonesia adalah sekitar 1.5 juta ton kemudian menurun pada tahun 1997 dan naik kembali pada tahun 1998 hampir mendekati 1.6 juta ton. Setelah itu terus menurun, hingga pada tahun 2000 ekspor karet alam Indonesia

11 87 berada di bawah 1.4 juta ton. Penurunan volume ekspor yang terjadi sejak tahun 1998 ini sangat erat kaitannya dengan penurunan harga karet di pasaran dunia sejak periode tersebut. Volume ekspor karet pada tahun 2002 mencapai 1.49 juta ton dengan nilai US$ juta. Penurunan volume ekspor karet alam Indonesia yang tejadi selama tahun disertai dengan penurunan harga karet alam di pasar dunia berdampak secara langsung terhadap perolehan devisa negara yang diperoleh dari komoditas ini. Devisa yang dihasilkan dari karet alam mengalami penurunan yang sangat nyata dari US$ juta pada tahun 1996 hingga menjadi US$ 849 juta pada tahun 1999 dan kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi US$ juta (Deptan, 2005b). Pertumbuhan ekspor karet alam Indonesia selama periode adalah sekitar 7.96 persen. Pertumbuhan ekspor karet alam Indonesia cenderung stabil, sedangkan nilai ekspornya berfluktuatif karena terkait dengan harga ekspor karet. Harga ekspor karet Indonesia sangat bergantung pada harga karet alam dunia, penawaran dan permintaan serta daya saing ekspor karet alam Indonesia dibandingkan dengan ekspor dari negara-negara pengekspor lainnya. Sementara itu volume impor karet alam ke Indonesia relatif sangat kecil, dan terbatas dalam bentuk lateks pekat yang dibutuhkan oleh industri barang jadi lateks dalam negeri (Deptan, 2007b) Perkembangan Konsumsi Domestik Minyak sawit (CPO) memiliki pasar yang sangat prospektif dimasa-masa mendatang. Potensi pasar tersebut terlatak pada keragaman kegunaan dari minyak sawit tersebut antara lain sebagai bahan baku industri pangan, dapat pula

12 88 digunakan sebagai bahan baku non pangan seperti oleochemical, biodisel atau biofuel, dan lainnya. Di Indonesia CPO banyak terserap untuk industri minyak goreng sedangkan untuk industri lain masih kecil. Pada Gambar 13 menunjukkan bahwa selama periode tahun 1990-an produksi CPO Indonesia sebagain besar dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan industri domestik, yaitu industri minyak goreng. Namun sejak tahun 2000 sebagian besar produksi CPO Indonesia diekspor ke luar negeri. Kondisi tahun 2008, alokasi CPO untuk pemenuhan konsumsi domestik hanya persen dari total produksi CPO Indonesia. Produksi (Ton) Ekspor(Ton) Konsumsi Domestik (Ton) Sumber: Ditjenbun 2009a Gambar 13. Perkembangan Produksi, Ekspor dan Konsumsi CPO Domestik Tahun Karet alam digunakan sebagai bahan baku industri memiliki potensi pengembangan yang cukup baik dalam jangka panjang karena pertumbuhan konsumsi karet alam China dan negara berkembang lainnya (Parhusip, 2008).

13 89 Pada Gambar 14 menunjukkan bahwa kondisi perkaretan Indonesia menunjukkan hampir 85 persen dari total produksi karet nasional ditujukan untuk ekspor dengan negara tujuan utama USA, China, Singapura, Jepang, dan Jerman sedangkan sisanya diserap oleh industri dalam negeri. Konsumsi karet alam domestik masih tergolong rendah dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi setiap tahunnya. Konsumsi karet dalam negeri hanya mencapai 414 ribu ton dari total produksi mencapai 2751 ribu ton. Karet alam dalam negeri digunakan untuk keperluan bahan baku oleh industri ban, sarung tangan, dan alat-alat kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan industri dalam negeri menyerap produksi karet alam masih rendah dan relatif stagnan. Industri ban dominan menyerap pasokan karet dalam negeri yaitu mencapai 55 persen dari total konsumsi industri karet nasional. Produksi (Ton) Ekspor (ton) Konsumsi Domestik (ton) Sumber: Ditjenbun 2009a Gambar 14. Perkembangan Produksi, Ekspor dan Konsumsi Domestik Karet Alam Tahun Perkembangan Harga Crude Palm Oil dan Karet Alam Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit (CPO) dunia, namun sampai saat ini belum mampu menjadi negara acuan (referensi) harga CPO dunia.

14 90 Harga CPO domestik masih mengacu pada pasar fisik Rotterdam dan pasar berjangka/derivatif di Kuala Lumpur (MDEX) sebagai harga pasar CPO dunia (Agustira dan Angga, 2010) Harga CPO di pasar domestik dan pasar dunia menunjukkan kecenderungan semakin menaik. Pergerakan harga CPO dunia di trasmisikan ke pasar domestik (border price dan whole price) melalui mekanisme pasar. Pergerakan harga CPO domestik searah dengan perkembangan CPO di pasar dunia seperti ditunjukkan dalam Gambar 15. Pergerakan harga CPO mempunyai siklus bisnis (business cycle) sekitar 5-6 tahun. Selain siklus bisnis harga CPO juga memiliki fluktuasi musiman dalam istilah teknis disebut sebagai seasonality cycle. Pola harga CPO biasanya pada bulan Januari biasanya paling tinggi kemudian turun melandai pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei, penurunan paling tajam terjadi pada Mei sampai Agustus dan naik sampai dengan bulan Januari (Buana, 2001) HCPO (Rp/Kg) WCPOP (US$/Ton) Sumber: Bank Indonesia 2009 Gambar 15. Perkembangan Harga CPO di Pasar Domestik dan Pasar Dunia Tahun

15 91 Trend harga yang terus menaik tidak terlepas dari berkembangnya pasar CPO, termasuk pasar baru diterimanya produk hasil diversifikasi berbasis kelapa sawit. Dengan kata lain CPO memiliki prospek ke depan. Harga karet alam di pasar dunia sangat berfuktuasi. Harga karet alam pernah mencapai titik terendah pada bulan November 2001 mencapai US$ 0.46 cent/kg (Ditjenbun, 2007b). Jumlah ekspor karet alam Indonesia cenderung stabil sedangkan nilai ekspornya yang fluktuatif karena terkait dengan harga ekspor. Harga ekspor karet Indonesia sangat bergantung pada harga karet dunia, penawaran dan permintaan seperti pada Gambar 16. Harga Karet alam yang sangat fluktuatif mendorong negara-negara produsen utama karet alam yakni Thailand, Indonesia, dan Malaysia melakukan kerjasama tripartite di bidang produksi dan pemasaran karet alam. Seiring dengan terbentuknya kerja sama tripartite ini harga karet alam dunia mulai merangkak naik. Hal ini merupakan daya tarik bagi pelaku bisnis di bidang agribisnis karet Indonesia. HRET (Rp/Kg) WRETP (US$/Ton) Sumber: Bank Indonesia 2009 Gambar 16. Perkembangan Harga Karet Alam di Pasar Domestik dan Pasar Dunia Tahun

16 Kebijakan Ekonomi pada Subsektor Tanaman Perkebunan Indonesia Berkembangnya subsektor perkebunan kelapa sawit dan karet di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR Bun dan dalam pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta. Dalam rangka mempercepat pembangunan perkebunan terutama yang terkait dengan upaya peremajaan perkebunan rakyat dan meningkatkan peran perkebunan dalam ekonomi nasional, maka sejak tahun 2006 sampai tahun 2010 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan subsidi bunga investasi untuk program Revitalisasi Perkebunan kelapa sawit, karet, dan kakao, seluas 2 juta ha dengan bunga 10 persen flat per tahun. (Ditjebun, 2007b) Kebijakan Ekonomi pada Komoditas Kelapa Sawit Kebijakan pemerintah di bidang perkebunan kelapa sawit, bertujuan memacu peningkatan luas areal perkebunan. Sejalan dengan peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit ini diharapkan produksinya juga dapat meningkat sehingga dapat mengantisipasi gejolak-gejolak harga minyak goreng dalam negeri dan dapat dijadikan sebagai komoditi andalan ekspor nasional. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang mendukung usaha peningkatan luas areal perkebunan. Kebijakan pemerintah melalui pemberian Kredit Liquiditas Bank Indonesia (KLBI) tahun 1978, memberikan keleluasaan kepada pihak swasta

17 93 nasional menanamkan investasinya telah mendorong peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit. Selanjutnya kebijakan pemerintah di bidang regulasi perdagangan tahun 1978 dikeluarkan dua tahap, melalui Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi), tahap pertama: No. 251/Kpts/OM/5/1978, No 15/M/SK/5/1978 dan No.23/KPB/V/1978 yang ditetapkan pada tanggal 2 Mei 1978, tahap kedua: No.275/KPB/XII/78, No.764/Kpts/Um/12/1978, dan No.252/M/SK/12/1978 yang ditetapkan tanggal 16 Desember Adapun tujuan kebijakan tersebut untuk menjamin kestabilan harga minyak goreng dan kelangsungan pasokan bahan baku CPO kepada Industri minyak goreng domestik sehubungan dengan terjadinya krisis kopra akhir tahun 1970-an. Dengan menetapkan patokan harga jual CPO yang akan dialokasikan dan didistribusikan kepada masing-masing industri minyak goreng dalam negeri dan diekspor. Kebijakan tersebut tidak efektif karena harga minyak goreng di dalam negeri tetap saja fluktuatif mengikuti harga yang terjadi di pasar dunia. Sehingga pemerintah menerapkan kebijakan larangan ekspor pada Tahun 1981, dimana ekspor CPO turun hingga 61 persen, namun pada tahun tahun berikutnya terus meningkat. Untuk menghambat ekspor yang terus meningkat karena harga CPO di pasar dunia yang sangat tinggi dan menjamin ketersediaan bahan baku untuk industri minyak goreng domestik pemerintah menerapkan kebijakan pajak ekspor minyak sawit sebesar persen pada tahun 1984 untuk produk minyak sawit

18 94 dan produk sejenisnya melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 47/KMK/001/1984. Selanjutnya pada agustus 1986 terjadi penurunan harga CPO mencapai titik terendah maka pemerintah menetapkan kebijakan pembebasan pajak atas ekspor minyak sawit dengan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 549/KMK/001/86. Pada tahun 1991 pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan paket deregulasi atas tataniaga minyak sawit meningat kondisi produksi minyak sawit mulai meningkat dengan memberikan kebebasan kepada produsen bebas menjual ke pasar domestik atau pasar dunia tanpa peraturan alokasi dan izin yang rumit. Kemudian tahun 1994 pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan No.439/KMK.017/1994 efektif berlaku 1 September 1994 dimana pemerintah menerapkan kebijakan pajak ekspor yang fleksibel untuk produk CPO dan olahannya bervariasi antara 40 hingga 60 persen. Tahun 1999 pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan penetapan tarif ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan (1) No.30/KMK.01/1999 sebesar 40 persen, (2) No. 89/KMK/017/1999 sebesar 30 persen, (3) No.360/KMK/017/1999 sebesar 10 persen. Selanjutnya tahun 2008 pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 223/PMK.011/2008 mengatur tentang penatapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dengan tarif bea keluar Kebijakan Ekonomi pada Komoditas Karet Karet alam yang diperdagangkan saat ini umumnya sudah memasuki tahapan perdagangan bebas tanpa hambatan dengan mengikuti mekanisme pasar.

19 95 Bagi negara-negara importir seperti Amerika Serikat, dan Jepang, karet alam diperdagangkan tanpa adanya hambatan baik berupa tarif maupun non tarif. Tidak adanya pembatasan perdagangan karet alam di Amerika Serikat dan Jepang karena kedua negara tersebut merupakan kosumen absolut yang tidak dapat menghasilkan atau memproduksi karet alam sendiri sehingga jika dilakukan hambatan terhadap impor karet alam akan merugikan industri dalam negerinya. Kebijakan pajak ekspor untuk komoditas karet alam pernah diterapkan oleh pemerintah pada tahun sebesar 10 persen, dan pada tahun diturunkan menjadi sebesar 5 persen. Sejak tahun 1982 pemerintah menghapus pajak ekspor atau mengenakan tarif sebesar 0 persen untuk komoditas karet alam (Limbong, 1994). Saat ini ekspor karet alam Indonesia tidak dibatasi tarif atau pajak ekspor. Sedangkan untuk komoditas karet alam yang di impor oleh Indonesia dikenakan bea masuk atau tarif impor sebesar 5 persen yang bertujuan melindungi produsen domestik. Hasil produksi karet alam Indonesia saat ini kurang bisa diserap oleh pasar domestik karena adanya pengenaan pajak pertambahan nilai. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjulan atas barang mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 2000, komoditas karet alam yang diperdagangkan di pasar domestik dikenai pajak pertambahan nilai sebesar 10 persen. Hal ini menyebabkan bagi konsumen domestik karet alam impor menjadi lebih murah dari pada karet alam yang di produksi di dalam negeri. Berbagai upaya sedang dilakukan oleh masyarakat perkaretan Indonesia untuk mengubah keputusan yang merugikan ini.

20 96 Selain kebijakan perdagangan dalam hal pajak baik ekspor maupun impor, pemerintah juga mengeluarkan keputusan yang terkait dengan upaya distorsi perdagangan karet alam melalui pembentukan International Tripartite Rubber Corporation (ITRO). Kesepakatan ini direspon dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 58/MPP/Krp/I/2002 pada tanggal 31 Januari 2002 mengenai penugasan Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) sebagai National Tripartite Rubber Corporation (NTRC).

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Permintaan terhadap karet alam dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan. Hal ini dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA 2.1. Tinjauan Umum Minyak Nabati Dunia Minyak nabati (vegetable oils) dan minyak hewani (oil and fats) merupakan bagian dari minyak

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 0 tahun terakhir terus menunjukkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Kelapa Sawit Kelapa sawit memainkan peranan penting bagi pembangunan sub sektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit memberikan manfaat dalam peningkatan pendapatan petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

VIII. SIMPULAN DAN SARAN VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN I Dari hasil analisa yang dilakukan terhadap berbagai data dan informasi yang dikumpulkan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pangsa TSR Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan sektor yang besar pengaruhnya dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu dengan negara yang

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Minyak Goreng

Tinjauan Pasar Minyak Goreng (Rp/kg) (US$/ton) Edisi : 01/MGR/01/2011 Tinjauan Pasar Minyak Goreng Informasi Utama : Tingkat harga minyak goreng curah dalam negeri pada bulan Januari 2011 mengalami peningkatan sebesar 1.3% dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN 2012-2016 Murjoko Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret email: murjoko@outlook.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan teknologi tertentu di bidang komunikasi dan informasi telah mengakibatkan menyatunya pasar

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN 5.1 Komoditas Perkebunan Komoditi perkebunan merupakan salah satu dari tanaman pertanian yang menyumbang besar pada pendapatan nasional karena nilai ekspor yang tinggi

Lebih terperinci

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari 3 dasawarsa dalam pasar minyak nabati dunia, terjadi pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara tahun 1980 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini pengembangan sektor pertanian di Indonesia masih tetap strategis.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini pengembangan sektor pertanian di Indonesia masih tetap strategis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini pengembangan sektor pertanian di Indonesia masih tetap strategis. Indonesia memiliki wilayah daratan yang sangat luas ditunjang oleh iklim tropis yang sangat cocok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, 60 BAB I PENDAHULUAN 3.1. Latar Belakang Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bila pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO Widiastuti *) Kepala Bagian Pengembangan Pasar, BAPPEBTI Pengantar redaksi: Tahun 2010, lalu, Biro Analisa Pasar, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada sektor migas saja sebab

Lebih terperinci

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Makalah Disusun Oleh : Imam Anggara 11.12.5617 11.S1SI.04 STMIK AMIKOM Yogyakarta 2012-03-16 KATA PENGANTAR Makalah ini mengangkat judul tentang Peluang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi

PENDAHULUAN Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi L PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi pada Mei 1998 telah melumpuhkan pembangunan di Indonesia terutama yang berbasis bahan baku impor. Bersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam yang dapat diandalkan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan dan industri kelapa sawit merupakan salah satu sektor usaha yang mendapat pengaruh besar dari gejolak ekonomi global, mengingat sebagian besar (sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman Deskripsi Dokumen: http://lib.ui.ac.id/opac/themes/green/detail.jsp?id=73776&lokasi=lokal

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 1 TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 I. PENDAHULUAN Pengembangan sektor agribisnis sebagai salah

Lebih terperinci

PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN

PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN Oleh : Dr. Marsuki, SE., DEA. Disampaikan pada Seminar Nasional dengan topic Sistem Pengendalian Manajemen Kemitraan Inti Plasma dalam Mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara I.PENDAHULUAN 1.1 LATARBELAKANG Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara untuk membiayai pembangunan adalah ekspor nonmigas, yang mulai diarahkan untuk menggantikan pemasukan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa

Lebih terperinci