VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis"

Transkripsi

1 VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis simulasi beberapa alternatif kebijakan dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan industri TPT Indonesia dan meramalkannya pada periode tahun 2007 sampai Peramalan tersebut menjadi landasan untuk mengetahui perkembangan industri TPT di masa depan. Pembahasan dimulai dengan analisis hasil validasi model dan dilanjutkan dengan dampak setiap alternatif kebijakan terhadap perkembangan industri TPT Indonesia Validasi Model Ekonomi Industri TPT Indonesia Validasi model ekonometrika industri TPT dilakukan dengan simulasi dasar untuk periode sampel pengamatan tahun 1995 sampai Validasi model dilakukan untuk mengetahui kualitas model dalam menduga perilaku data aktual yang digunakan dalam model. Indikator validasi statistik yang digunakan adalah RMSPE, dimana untuk mengukur seberapa dekat nilai peubah edogen hasil pendugaan mengikuti nilai data aktualnya selama periode pengamatan.. Selain itu digunakan statistik proporsi bias (U M ), proporsi regresi (U R ), proporsi distribusi (U D ), dan juga theil s inequality coefficient (U) untuk mengevaluasi kemampuan model dalam analisis simulasi peramalan (ex-ante simulation). Hasil evaluasi berdasarkan kriteria-kriteria di atas disajikan pada Tabel 42. Dari 30 persamaan yang membentuk model, ada 28 persamaan yang memiliki nilai RMSPE di bawah 50 persen, dan 1 persamaan memiliki nilai RMSPE antara 50 persen sampai 100 persen, serta 1 persamaan memiliki nilai RMSPE di atas 100 persen. Artinya nilai prediksi dapat mengikuti kecenderungan data historisnya dengan baik. Sedangkan berdasarkan nilai U-theil, ada 28 persamaan dari total 30 persamaan yang memiliki nilai U-theil di bawah 0.2, dan

2 157 2 persamaan yang memiliki nilai U-theil di atas 0.2. Artinya bahwa simulasi model mengikuti data aktualnya dengan baik. Tabel 42. Hasil Pendugaan Validasi Model Industri TPT Indonesia di Pasar Domestik dan Dunia Peubah Mean % Error RMS % Error Corr (R) Bias (UM) Reg (UR) Dist (UD) Var (US) Covar (UC) U PTD PGD DTD DGD STD SGD HTDR HGDR XTI XTG XTA XTC MTI MTL MTA MTC HTWR HGWR XGI XGG XGC XGT MGI MGG MGA MGJ XTW MTW XGW MGW Apabila dilihat dari proporsi bias, diperoleh 30 persamaan dari total 30 persamaan yang memiliki nilai U M lebih kecil dari 0.3. Sedangkan bila dilihat dari proporsi regresi, diperoleh 27 persamaan dari total 30 persamaan yang memiliki nilai U R lebih kecil dari 0.3, dan ada 27 persamaan dari total 30 persamaan yang memiliki nilai U D lebih besar dari 0.7, sehingga dengan demikian bias (error) yang terjadi dalam simulasi model lebih banyak disebabkan oleh faktor non sistemik

3 158 atau unsystemic error. Berdasarkan semua kriteria di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun mempunyai daya ramal yang cukup valid untuk melakukan simulasi alternatif kebijakan dan non kebijakan melalui simulasi historis dan peramalan (Tabel 43). Tabel 43. Dampak Alternatif Kebijakan Ekonomi Terhadap Perubahan Nilai Rata-Rata Peubah Endogen Tahun Peubah Nilai Dasar Perubahan Akibat Simulasi (%) PTD PGD DTD DGD STD SGD HTDR HGDR XTI XTG XTA XTC MTI MTL MTA MTC HTWR HGWR XGI XGG XGC XGT MGI MGG MGA MGJ XTW MTW XGW MGW Keterangan: Simulasi 1 : Suku bunga riil bank turun sebesar 5 persen. Simulasi 2 : Depresiasi nilai tukar Rupiah/USD sebesar 15 persen Simulasi 3 : Harga riil BBM naik sebesar 8.5 persen. Simulasi 4 : Upah tenaga kerja industri tekstil dan garmen naik sebesar 14.5 persen dan 15 persen. Simulasi 5 : Liberalisasi perdagangan dengan penurunan tarif hingga nol persen. Simulasi 6 : Harga riil kapas dunia turun sebesar 5 persen. Simulasi 7 : GDP riil Indonesia naik sebesar 8 persen dan popluasi Indonesia naik sebesar 1.02 persen.

4 Hasil Peramalan Perkembangan Industri TPT Indonesia Tahun Hasil simulasi dasar ex ante (tanpa kebijakan apapun) menunjukkan bila rata-rata produksi tekstil periode tahun 2007 sampai 2010 meningkat sebesar persen dibandingkan periode tahun 1995 sampai Sedangkan ratarata produksi garmen domestik juga mengalami peningkatan sebesar persen. Keadaan ini akan mendorong peningkatan ekspor tekstil dan garmen, masing-masing sebesar dari persen dan persen. Di sisi lain impor tekstil Indonesia mengalami peningkatan sebesar 8.03 persen dan impor garmen Indonesia menurun sebesar persen. Permintaan tekstil domestik menunjukkan penurunan, yaitu sebesar persen. Sedangkan permintaan garmen domestik meningkat sebesar persen. Secara total penawaran tekstil domestik menurun sebesar persen dan penawaran garmen domestik juga menurun sebesar persen Penurunan Suku Bunga Riil Bank Sebesar 5 Persen Kebijakan menurunkan suku bunga riil bank merupakan salah satu kebijakan moneter yang sebenarnya dapat meningkatkan permintaan tekstil domestik. Industri tekstil adalah industri yang bersifat padat modal dibandingkan dengan industri garmen. Penurunan suku bunga riil bank sebesar 5 persen tidak direspons oleh produsen tekstil di Indonesia dengan menaikkan produksi tekstilnya. Produksi tekstil domestik yang menurun sebesar 0.06 persen menyebabkan ekspor tekstil Indonesia tidak berubah. Sedangkan impor tekstil Indonesia menurun sebesar persen. Secara total penawaran tekstil Indonesia meningkat sebesar 0.01 persen. Sedangkan penurunan penawaran tekstil domestik tidak merubah volatilitas harga riil tekstil domestik. Harga riil garmen domestik yang yang menurun, sebagai harga output bagi industri garmen, berkontribusi dalam meningkatkan permintaan garmen

5 160 domestik sebesar 0.01 persen. Penurunan harga riil ini juga menjadi diinsentif bagi produsen garmen domestik untuk meningkatkan produksinya, sehingga produksi garmen domestik menurun sebesar sebesar 0.01 persen. Penurunan produksi garmen pada tahap selanjutnya akan mendorong penurunan ekspor garmen Indonesia sebesar persen. Di sisi lain impor garmen meningkat sebesar 0.07 persen. Secara total, penawaran garmen domestik sedikit meningkat sebesar 0.06 persen. Penurunan suku bunga riil bank sebesar 5 persen menyebabkan masyarakat cenderung tidak melakukan saving. Hal tersebut membuat permintaan garmen meningkat sebesar persen Depresiasi Nilai Tukar Rupiah/USD Sebesar 15 Persen Nilai tukar yang tidak berfluktuatif akan membantu produsen dalam menentukan biaya dan keuntungan usaha. Nilai tukar Rp /USD banyak diramalkan pengamat ekonomi, termasuk gubernur Bank Indonesia, akan mampu mendorong daya saing ekspor Indonesia. Berdasarkan nilai tukar tertinggi selama lima tahun terakhir, maka nilai tukar Rupiah terhadap USD cenderung terdepresiasi sebesar 15 persen. Keadaan ini menjadikan TPT Indonesia lebih kompetitif di pasar dunia. Selanjutnya kebijakan ini akan meningkatkan ekspor tekstil dan garmen Indonesia, masing-masing sebesar 1.73 persen dan 3.64 persen. Secara bersama-sama pula juga menurunkan impor tekstil sebesar 0.80 persen dan meneningkatkan impor garmen sebesar 0.49 persen. Total penawaran tekstil dan garmen domestik menurun, masing-masing sebesar 4.57 persen dan persen. Penawaran tekstil domestik yang menurun menyebabkan harga tekstil domestik meningkat sebesar 0.50 persen, sehingga permintaan tekstil domestik menurun sebesar 7.52 persen.

6 Kenaikan Harga Riil BBM Sebesar 8.5 Persen BBM, terutama solar dan minyak bakar, banyak digunakan oleh industri tekstil dan garmen. Kenaikan harga riil BBM akan meningkatkan biaya produksi, sehingga dapat menurunkan produksi tekstil dan garmen domestik, masingmasing sebesar 4.97 persen dan 2.20 persen. Keadaan ini membuat ekspor tekstil Indonesia menurun sebesar 2.76 persen dan impor tekstil Indonesia menurun sebesar 0.07 persen. Penurunan produksi tekstil berkontribusi dalam menurunkan penawaran tekstil domestik sebesar 3.96 persen. Penurunan penawaran tekstil domestik ternyata membuat harga riil tekstil domestik menurun sebesar 0.38 persen. Keadaan ini membuat permintaan tekstil domestik menurun sebesar 5.67 persen. Sedangkan harga riil garmen domestik yang juga menurun sebesar 2.51 persen, akan mendorong peningkatan permintaan garmen domestik sebesar 2.08 persen. Penurunan produksi garmen domestik pada akhirnya mendorong penurunan ekspor garmen Indonesia sebesar 0.24 persen, sedangkan impornya meningkat sebesar 8.10 persen. Secara total penawaran garmen domestik menurun sebesar persen Kenaikan Upah Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Garmen, Masing- Masing Sebesar 14.5 Persen dan 15 Persen Industri tekstil dan garmen banyak menyerap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja wanita. Peningkatan upah tenaga kerja di kedua sektor tersebut akan mendorong penurunan produksi tekstil dan garmen. Produksi tekstil domestik menurun sebesar persen. Ekspor tekstil Indonesia akan menurun sebesar persen dan impor tekstil Indonesia menurun sebesar 0.34 persen. Secara total penawaran tekstil domestik menurun sebesar persen. Penurunan penawaran tekstil domestik akan menaikkan harga riil tekstil domestik sebesar 3.53 persen. Dampak selanjutnya permintaan tekstil domestik menurun sebesar persen. Bagi produksi garmen domestik, kenaikan

7 162 harga tekstil domestik akan menurunkan produksi garmen domestik sebesar persen. Ekspor garmen Indonesia pada tahap selanjutnya ikut mengalami penurunan, yaitu sebesar 0.65 persen. Impor garmen Indonesia akan meningkat sebesar persen, sehingga secara total penawaran garmen domestik menurun, sebesar persen. Harga riil garmen domestik naik sebesar persen, sebagai akibat tidak langsung dari kenaikan upah riil tenaga kerja, akan membuat permintaan garmen domestik menurun sebesar persen Penurunan Tarif Impor Tekstil dan Garmen Hingga 0 Persen Rata-rata tarif impor tekstil selama kurun waktu tiga tahun terakhir sebesar 7.75 persen, sedangkan tarif impor garmen rata-rata sebesar persen. Penurunan tarif hingga nol persen ternyata memberikan dampak pada peningkatan impor tekstil Indonesia sebesar persen. Penurunan produksi tekstil dalam negeri sebesar 0.92 persen makin memperbesar peningkatan impor tersebut dan menurunkan ekspor tekstil Indonesia sebesar 0.16 persen. Peningkatan impor tekstil Indonesia akan meningkatkan penawaran tekstil domestik sebesar persen. Peningkatan penawaran tekstil domestik ternyata menurunkan harga riil tekstil domestik sebesar 2.14 persen, sehingga permintaan tekstil domestik meningkat sebesar persen. Harga riil tekstil domestik yang menurun juga direspons oleh ekspor tekstil Indonesia yang meningkat sebesar 0.16 persen. Penurunan harga riil tekstil domestik selanjutnya meningkatkan produksi garmen domestik sebesar 0.09 persen. Penurunan tarif impor garmen hingga nol persen juga akan meningkatkan impor garmen Indonesia sebesar 76.86, sehingga secara total penawaran garmen domestik meningkat sebesar persen. Di sisi lain, harga riil garmen domestik menurun sebesar persen.

8 Penurunan Harga Riil Kapas Dunia Sebesar 5 Persen Penurunan harga riil kapas dunia sebesar 5 persen bertujuan memberikan gambaran tentang dampaknya terhadap perkembangan industri TPT Indonesia. Meskipun non kebijakan tapi memiliki arti penting di dalam proses produksi TPT. Harga riil kapas dunia yang menurun sebesar 5 persen akan meningkatkan produksi tekstil domestik sebesar persen. Hal ini mendorong peningkatan ekspor tekstil Indonesia sebesar persen. Di sisi lain impor tekstil Indonesia menurun sebesar 0.21 persen. Secara total penawaran tekstil domestik meningkat sebesar persen. Harga riil garmen domestik yang meningkat sebesar 6.97 persen akan menurunkan permintaan garmen domestik sebesar 5.63 persen. Harga riil garmen domestik yang meningkat membuat produsen garmen meningkatkan produksinya sebesar persen dan mendorong eksportasi garmen Indonesia sebesar 1.52 persen. Impor garmen Indonesia menurun sebesar persen. Secara total penawaran garmen domestik meningkat sebesar persen Kenaikan GDP Riil Indonesia Sebesar 8 Persen, dan Pertumbuhan Populasi Indonesia Naik Sebesar 1.1 Persen Kombinasi kebijakan fiskal dan non kebijakan ekonomi tersebut ternyata berdampak langsung kepada perkembangan industri TPT Indonesia. Kenaikan GDP riil Indonesia akan mendorong daya beli masyarakat semakin tinggi. Selain itu peningkatan populasi akan menjadi peluang yang dapat mendorong peningkatan produksi TPT Indonesia. Hasil simulasi menunjukkan bila kombinasi kebijakan tersebut dapat meningkatkan permintaan garmen Indonesia sebesar 9.94 persen. Di samping itu produksi garmen juga meningkat sebesar 0.08 persen, sehingga secara total penawaran garmen Indonesia meningkat sebesar 3.50 persen. Peningkatan penawaran garmen ini akan mendorong penurunan harga riil garmen domestik sebesar persen.

9 164 Peningkatan produksi garmen juga disebabkan oleh penurunan harga riil tekstil domestik sebesar 2.08 persen. Harga riil tekstil domestik yang menurun akan menstimulasi peningkatan permintaan tekstil Indonesia sebesar persen. Di sisi lain pemenuhan permintaan tekstil Indonesia lebih banyak disebabkan oleh peningkatan impor tekstil Indonesia, yaitu sebesar persen, sehingga produksi tekstil di dalam negeri menurun sebesar 0.86 persen. Secara total, penawaran tekstil Indonesia meningkat sebesar persen Kenaikan GDP Riil Amerika Serikat Sebesar 3.1 Persen, dan GDP Riil Sebesar China 8.5 Persen. Kenaikan GDP riil Amerika Serikat dan GDP riil China menjadi shock eksternal, dimana kedua negara tersebut adalah produsen TPT besar di dunia. Kenaikan GDP riil Amerika Serikat sebesar 3.1 persen dan GDP riil China sebesar 8.5 persen akan mendorong peningkatan impor tekstil Amerika Serikat sebesar 0.93 persen dan impor tekstil China sebesar 4.58 persen, sehingga total impor tekstil dunia meningkat sebesar 1.20 persen. Hal ini dapat menstimulasi peningkatan harga riil tekstil dunia sebesar 4.58 persen. Harga riil tekstil Indonesia, sebagai negara price taker, akan meningkat pula sebesar persen. Peningatan harga riil tekstil Indonesia akan direspons produsen tekstil domestik dengan menaikkan produksinya sebesar 5.77 persen. Sehingga secara total penawaran tekstil Indonesia meningkatkan sebesar persen. Sama halnya di pasar garmen dunia, peningkatan GDP riil Amerika Serikat dan GDP riil China akan meningkatkan impor garmen Amerika Serikat sebesar 0.73 persen. Ekspor garmen Indonesia juga meningkat sebesar 0.18 persen. Peningkatan ini membuat penawaran garmen Indonesia menurun sebesar 1.31 persen, sehingga harga riil garmen domestik akan meningkat sebesar persen. Dampak selanjutnya permintaan garmen Indonesia menurun sebesar persen.

10 165 Tabel 43. Lanjutan Peubah Nilai Dasar Perubahan Akibat Simulasi (%) PTD PGD DTD DGD STD SGD HTDR HGDR XTI XTG XTA XTC MTI MTL MTA MTC HTWR HGWR XGI XGG XGC XGT MGI MGG MGA MGJ XTW MTW XGW MGW Keterangan: Simulasi 8 : GDP riil USA naik 3.1 persen dan GDP riil China naik 8.5 persen. Simulasi 9 : Kombinasi 1 dan 4. Simulasi 10 : Kombinasi 2 dan 3. Simulasi 11 : Kombinasi 3 dan 6. Simulasi 12 : Kombinasi 2, 5, dan 6. Simulasi 13 : Kombinasi 2, 5, dan Kombinasi Kebijakan Penurunan Suku Bunga Riil Bank Sebesar 5 Persen Kenaikan Upah Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Garmen, Masing-Masing Sebesar 14.5 Persen dan 15 Persen. Menurunkan suku bunga riil bank akan mendorong peningkatan kinerja di sektor riil, khususnya investasi. Namun di sisi lain, upah riil tenaga kerja cenderung naik dari waktu ke waktu, karena sifat upah yang kaku. Kombinasi kebijakan tersebut cenderung menurunkan produksi tekstil domestik sebesar

11 persen dan produksi garmen domestik sebesar 9.95 persen. Penurunan produksi tekstil akan diikuti dengan penurunan ekspor tekstil Indonesia sebesar persen. Secara total penawaran tekstil domestik menurun sebesar persen. Keadaan ini mendorong peningkatan harga riil tekstil domestik sebesar 3.47 persen, sehingga pada akhirnya akan menurunkan permintaan tekstil domestik sebesar persen. Harga riil tekstil domestik yang meningkat juga disebabkan harga riil garmen yang meningkat pula sebesar persen. Oleh karena itu permintaan garmen domestik menurun sebesar persen. Harga riil tekstil domestik yang meningkat menjadi disinsentif bagi produsen garmen untuk meningkatkan produksi garmennya sebesar 9.95 persen. Produksi garmen domestik yang menurun menjadi latar belakang ekspor garmen Indonesia juga menurun sebesar 0.18 persen dan meningkatkan impor garmen Indonesia sebesar persen. Secara total penawaran garmen domestik menurun sebesar persen Kombinasi Kebijakan Depresiasi Nilai Tukar Rupiah/USD Sebesar 15 Persen dan Kenaikan Harga Riil BBM Sebesar 8.5 Persen Mendepresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD akan mendorong ekspor TPT Indonesia. Meskipun Indonesia menganut floating exchange rate, namun Bank Indonesia dapat melakukan intervensi secara tidak langsung. Sedangkan harga riil BBM adalah salah satu biaya input yang volatilitasnya dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia. Kombinasi kebijakan tersebut di atas masih memberikan dampak penurunan terhadap produksi tekstil sebesar 4.54 persen. Oleh sebab itu ekspor tekstil Indonesia juga menurun sebesar 1.08 persen dan impor tekstil Indonesia meningkat sebesar 0.86 persen. Secara total penawaran tekstil Indonesia menurun sebesar 8.19 persen. Penawaran tekstil yang menurun menstimulasi peningkatan harga riil tekstil domestik sebesar 0.50 persen. Pada gilirannya permintaan tekstil domestik menurun sebesar persen.

12 167 Depresiasi Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen masih mampu mendorong peningkatan ekspor garmen Indonesia sebesar 3.44 persen. Di sisi lain peningkatan harga riil BBM justru menurunkan produksi garmen domestik sebesar 2.22 persen, sehingga pemenuhan permintaan garmen domestik mendorong peningkatan impor garmen Indonesia sebesar 8.61 persen. Secara total penawaran garmen Indonesia menurun sebesar persen. Penurunan ini akan membuat harga riil garmen domestik meningkat sebesar 2.44 persen dan sekaligus menurunkan permintaan garmen Indonesia sebesar persen Kenaikan Harga Riil BBM Sebesar 8.5 Persen dan Penurunan Harga Riil Kapas Dunia Sebesar 5 Persen Keduanya termasuk dalam biaya input produksi TPT. Harga riil BBM mempunyai kecenderungan naik, apalagi subsidi untuk industri pun juga telah dicabut oleh pemerintah. Sedangkan kapas, Indonesia belum memproduksinya secara maksimal di dalam negeri, sehingga perubahan harga riil kapas akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan industri TPT Indonesia. Kombinasi kebijakan tersebutakan berdampak pada peningkatan produksi tekstil domestik sebesar persen. Produksi tekstil domestik yang meningkat akan mendorong kegiatan ekspor meningkat sebesar 9.25 persen. Sedangkan impor tekstil Indonesia yang juga menurun sebesar 0.28 persen. Secara total penawaran tekstil domestik meningkat sebesar persen, sedangkan permintaan tekstil domestik menurun sebesar persen. Penurunan harga riil kapas dunia mampu meningkatkan produksi garmen domestik sebesar persen. Peningkatan ini mendorong ekspor garmen Indonesia sebesar 1.32 persen dan menurunkan impor garmen Indonesia sebesar persen. Secara total penawaran garmen Indonesia meningkat sebesar persen. Peningkatan harga riil BBM, sebagai salah satu biaya input, akan meningkatkan harga riil garmen domestik sebesar 5.94 persen.

13 168 Dampak selanjutnya adalah penurunan permintaan garmen domestik sebesar 4.97 persen Kombinasi Kebijakan Mendepresiasi Nilai Tukar Rupiah/USD Sebesar 15 Persen, Menurunkan Harga Riil Kapas Dunia Sebesar 5 Persen, dan Menurunkan Tarif Impor Tekstil dan Garmen hingga 0 Persen Kombinasi kebijakan tersebut dilatarbelakangi untuk meningkatkan ekspor TPT Indonesia dalam konteks liberalisasi perdagangan. Hasil simulasi menunjukkan bila kombinasi kebijakan tersebut membuat produksi tekstil dan garmen domestik meningkat, masing-masing sebesar persen dan persen. Peningkatan produksi tekstil domestik akan mendorong peningkatan ekspor tekstil domestik sebesar persen dan juga meningkatkan impor tekstil Indonesia sebesar persen. Secara total penawaran tekstil domestik meningkat sebesar persen. Penurunan harga riil kapas dunia juga mampu menstimulasi peningkatan produksi garmen domestik sebesar persen. Keadaan ini juga berdampak pada peningkatan ekspor garmen Indonesia sebesar 5.03 persen. Selain itu penurunan tarif impor hingga nol persen akan meningkatkan impor garmen Indonesia sebesar persen. Secara total penawaran garmen Indonesia meningkat sebesar persen Kombinasi Kebijakan Mendepresiasi Nilai Tukar Rupiah/USD Sebesar 15 Persen, Kenaikan GDP Riil Indonesia Sebesar 8 Persen, Pertumbuhan Populasi Indonesia Sebesar 1.12 Persen, dan Penurunan Tarif Impor Tekstil dan Garmen hingga 0 Persen Kombinasi kebijakan fiskal, moneter, dan non kebijakan ekonomi ternyata belum mampu menaikkan produksi tekstil dan garmen domestik. Produksi tekstil domestik tidak mengalami perubahan. Namun depresiasi Rupiah terhadap USD masih mampu mendorong peningkatan ekspor tekstil Indonesia sebesar 1.46 persen. Sedangkan penurunan tarif impor hingga nol persen juga mampu

14 169 meningkatkan impor tekstil Indonesia sebesar persen. Secara total penawaran tekstil Indonesia masih meningkat sebesar persen. Hal ini membuat harga riil tekstil domestik menurun sebesar 0.69 persen. Harga riil tekstil domestik yang menurun akan menjadi disinsentif bagi produsen untuk meningkatkan produksi garmennya, produksi garmen domestik menurun sebesar persen. Di sisi lain ekspor garmen Indonesia masih positif dan meningkat sebesar 3.47 persen, sedangkan impor garmen juga meningkat sebesar persen. Secara total penawaran garmen Indonesia menurun sebesar 4.11 persen Diskusi dan Implikasi dari Simulasi Peramalan Perkembangan Industri TPT Indonesia Tahun Penurunan harga riil kapas dunia sebesar 5 persen; kombinasi kebijakan kenaikan harga riil BBM sebesar 8.5 persen dan penurunan harga riil kapas dunia sebesar 5 persen; dan kombinasi kebijakan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen, penurunan harga riil kapas dunia sebesar 5 persen, dan penurunan tarif impor hingga nol persen akan mendorong peningkatan produksi dan ekspor tekstil dan juga garmen Indonesia. Kegiatan ekspor TPT berhubungan erat dengan perolehan devisa. Dimana devisa ini sangat diperlukan untuk menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Oleh sebab itu, tujuan simulasi kebijakan diharapkan memberikan dampak positif di kedua sektor tersebut. Dampak kebijakan tersebut pada akhirnya akan dirasakan oleh produsen-produsen di daerah sentra-sentra TPT di Indonesia. Berdasarkan informasi serial online tertanggal 18 November 2005 dan 6 Januari 2006, Kota Cirebon, Jawa Barat, direncanakan akan dijadikan sebagai kawasan industri TPT terpadu, karena wilayah tersebut memiliki pelabuhan, sehingga untuk pengiriman barang termasuk ekspor ke berbagai negara di dunia akan lebih mudah dengan biaya yang lebih murah,

15 170 sehingga daya saing produk juga akan semakin kompetitif. Dengan membangun kawasan industri TPT terpadu di Cirebon, paling tidak akan menambah lapangan kerja yang diperkirakan mencapai sekitar 100 ribu orang, dan juga mempermudah proses ekspor. Di samping itu dalam rangka untuk memenuhi permintaan TPT di dalam negeri dan juga luar negeri, pemerintah Jawa Tengah telah mengembangkan sistem klaster industri TPT. Daerah sentra TPT di Jawa Tengah tersebar di Semarang, Salatiga, Batang, Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, Pemalang, dan Magelang. Upaya ini dilakukan dengan memperkuat industri yang terdapat dalam satu rantai, baik industri inti, industri terkait maupun industri pendukung untuk menghasilkan keunggulan kompetitif TPT. Sedangkan kebijakan yang justru menurunkan produksi dan ekspor di kedua sektor adalah kenaikan harga riil BBM sebesar 8.5 persen; kenaikan upah riil tenaga kerja di sektor tekstil sebesar 14.5 persen dan sektor garmen sebesar 15 persen; dan kombinasi kebijakan menurunkan suku bunga riil bank sebesar 5 persen, menaikkan upah riil tenaga kerja di sektor tekstil sebesar 14.5 persen dan sektor garmen sebesar 15 persen. Di samping kapas, upah tenaga kerja, energi atau BBM, dan tingkat bunga mempunyai porsi yang besar dalam struktur biaya industri TPT Indonesia (Tabel 44). Oleh sebab itu, peningkatan biaya-biaya tersebut akan menurunkan produksi dan juga ekspor TPT Indonesia. Tabel 44. Struktur Biaya Industri TPT Indonesia Sub Sektor No. Biaya Pemintalan Penenunan/Perajutan/ Pakaian (%) Pencelupan dan Finishing Jadi (%) (%) 1. Bahan Baku Utama dan Penolong Tenaga Kerja Energi Penyusutan Tingkat Bunga Pengeluaran Penjualan dan Administrasi Sumber: Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2005.

16 171 Kebijakan yang hanya mampu meningkatkan produksi dan ekspor di salah satu sektor adalah kebijakan menurunkan suku bunga riil bank sebesar 5 persen; depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen; penurunan tarif hingga nol persen; kenaikan GDP riil Indonesia sebesar 8.5 persen dan populasi Indonesia sebesar 1.2 persen; kenaikan GDP riil Amerika Serikat sebesar 3.1 persen dan GDP riil China sebesar 8.5 persen; kombinasi kebijakan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen dan peningkatan harga riil BBM sebesar 8.5 persen; serta kombinasi kebijakan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen, kenaikan GDP riil Indonesia sebesar 8.5 persen, populasi Indonesia sebesar 1.2 persen, dan penurunan tarif impor hingga nol persen. Industri TPT merupakan salah satu dari industri yang berisiko tinggi, sehingga bank enggan memberikan kredit. Pada umumnya bank hanya memberikan pinjaman atau kredit jangka pendek (90 persen) dan jangka menengah (10 persen) kepada industri TPT. Sementara restrukturisasi permesinan industri TPT membutuhkan bentuk pinjaman dalam jangka panjang antara 10 sampai 15 tahun. Industri tekstil bersifat padat modal dibandingkan industri garmen, sehingga permasalahan restrukturisasi lebih banyak dirasakan oleh industri tekstil. Permesinan yang sudah usang dan teknologi yang tidak modern dapat mempengaruhi produktivitas industri ini. Depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD pada dasarnya dapat mendorong peningkatan ekspor tekstil dan garmen Indonesia. Akan tetapi keadaan ini tidak diikuti oleh peningkatan produksi garmen di dalam negeri. Hal ini terjadi karena impor garmen juga mengalami peningkatan. Liberalisasi perdagangan TPT yang ditandai dengan penghapusan tarif hingga nol persen cenderung meningkatkan volume impor tekstil dan garmen Indonesia, namun tidak dengan ekspor tekstil dan garmen Indonesia. Hal ini

17 172 dikarenakan persaingan yang semakin ketat antar negara produsen TPT, terutama China dan negara-negara di Asia Selatan. Kebijakan moneter yang dilakukan dengan melakukan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD dan kombinasi kebijakan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen, kenaikan GDP riil Indonesia sebesar 8.5 persen, populasi Indonesia sebesar 1.2 persen, dan penurunan tarif impor hingga nol persen, hanya mampu mendorong kegiatan ekspor tekstil dan garmen Indonesia tanpa diikuti peningkatan produksi tekstil dan garmen di dalam negeri. Berdasarkan simulasi kebijakan yang telah dilakukan, maka harga riil kapas menjadi faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi kegiatan produksi dan ekspor TPT Indonesia. Bahkan menurut data International Trade Manufacture Federation (ITMF), 50 persen dari seluruh biaya bahan baku didominasi oleh biaya pembelian kapas. Oleh sebab itu penurunan harga riil kapas sebesar 5 persen mampu menstimulasi peningkatan produksi dan juga ekspor TPT Indonesia. Bahkan kombinasi kebijakan yang mengandung penurunan harga riil kapas dunia masih memberikan dampak yang positif bagi perkembangan industri TPT Indonesia.

ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA. Iwan Hermawan

ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA. Iwan Hermawan ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA Iwan Hermawan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan parameter persamaan struktural dalam model ekonometrika perkembangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

IV. KERANGKA ANALISIS. garmen berdasarkan perubahan ekspornya, dalam penelitian ini digunakan

IV. KERANGKA ANALISIS. garmen berdasarkan perubahan ekspornya, dalam penelitian ini digunakan IV. KERANGKA ANALISIS 4.1. Kerangka Teoritis 4.1.1. Daya Saing Ekspor Untuk mengidentifikasi daya saing negara-negara pengekspor tekstil dan garmen berdasarkan perubahan ekspornya, dalam penelitian ini

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KEBIJAKAN

VII. ANALISIS KEBIJAKAN VII. ANALISIS KEBIJAKAN 179 Secara teoritis tujuan dari suatu simulasi kebijakan adalah untuk menganalisis dampak dari berbagai alternatif kebijakan dengan jalan mengubah dari salah satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam perdagangan internasional tidak lepas dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Apalagi adanya keterbukaan dan liberalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor perdagangan di Indonesia. Istilah tekstil yang dikenal saat ini berasal dari bahasa latin, yaitu texere

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan

BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN 6.1 Validasi Model Simulasi Awal. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan simulasi model, validasi model dilakukan untuk melihat apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini. 1. Faktor-faktor penyebab deindustrialisasi dari sisi

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Sebagai negara yang menganut sisitem perekonomian terbuka maka sudah barang tentu pertumbuhan ekonominya

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL Pada bagian analisis kebijakan, terlebih dahulu akan dilakukan analisis pada model dasar, dan kemudian dilanjutkan dengan analisis penerapan skenario kebijakan yang telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus atau inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH Krisis finansial global yang dipicu oleh krisis perumahan di AS (sub prime mortgage) sejak pertengahan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara di dunia ini melakukan perdagangan antar bangsa atau yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan baik barang maupun

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Uang mempermudah manusia untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dengan cara melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kurs (Nilai Tukar) a. Pengertian Kurs Beberapa pengertian kurs di kemukakan beberapa tokoh antara lain, menurut Krugman (1999) kurs atau exchange rate adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI TERHADAP PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI TERHADAP PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA Analisis Dampak Kebijakan Makroekonomi Terhadap Perkembangan Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Indonesia 373 ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI TERHADAP PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL

Lebih terperinci

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1990Q1 1991Q1 1992Q1 1993Q1 1994Q1 1995Q1 1996Q1 1997Q1 1998Q1 1999Q1 2000Q1 2001Q1 2002Q1 2003Q1 2004Q1 2005Q1 2006Q1 2007Q1 2008Q1 2009Q1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator penting

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur perekonomian bercorak agraris yang rentan terhadap goncangan kestabilan kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA

DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA VII. DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA 7.1. Hasil Validasi Model Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak Hasil validasi model ekonometrika struktur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai ekonomis. Hal ini dikarenakan adanya permintaan yang timbul karena adanya kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Harga mata uang suatu negara dalam harga mata uang negara lain disebut kurs atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam negeri biasa sering dikenal sebagai kurs atau nilai tukar. Menurut Bergen, nilai tukar mata uang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

Bab IV. Metode dan Model Penelitian

Bab IV. Metode dan Model Penelitian Bab IV Metode dan Model Penelitian 4.1 Spesifikasi Model Sesuai dengan tinjauan literatur, hal yang akan diteliti adalah pengaruh real exchange rate, pertumbuhan ekonomi domestik, pertumbuhan ekonomi Jepang,

Lebih terperinci

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Dari pembahasan

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenaitentang dampak kebijakan tarif dan kuota impor terhadap kinerjainerja industri tepung terigu Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh penghasilan saat ini, maka dia dihadapkan pada keputusan investasi.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh penghasilan saat ini, maka dia dihadapkan pada keputusan investasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang dihadapkan pada berbagai pilihan dalam menentukan proporsi dana atau sumber daya yang mereka miliki untuk konsumsi saat ini dan di masa mendatang. Kapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali usaha di bidang tekstil. Suatu perusahaan dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali usaha di bidang tekstil. Suatu perusahaan dituntut untuk mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi saat ini, persaingan dalam segala bidang usaha semakin ketat, seperti dalam bidang ekspor impor, pariwisata, pertanian, tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER P R O S I D I N G 186 DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER Novi Haryati, Soetriono, Anik Suwandari Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya,

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam 219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman serta sebagai lembaga perantara interaksi antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dengan peran perbankan yang mempengaruhi perekonomian negara. Segala aktivitas perbankan yang ada di suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat diperlukan terutama untuk negara-negara yang memiliki bentuk perekonomian terbuka.

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus utama dari kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Permintaan uang mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Permintaan uang mempunyai peranan yang sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permintaan uang mempunyai peranan yang sangat penting bagi otoritas kebijakan moneter dalam menentukan kebijakan yang tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi telah meningkatkan permintaan energi. Pada mulanya. manusia memenuhi kebutuhan energi mereka dengan daya otot,

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi telah meningkatkan permintaan energi. Pada mulanya. manusia memenuhi kebutuhan energi mereka dengan daya otot, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah, pertumbuhan penduduk dan perkembangan teknologi telah meningkatkan permintaan energi. Pada mulanya manusia memenuhi kebutuhan energi mereka dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan rumput laut Indonesia

Lampiran 1 Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan rumput laut Indonesia 46 Lampiran 1 Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan rumput laut No Kebijakan Tentang Tujuan Objek i ii iii iv v 1 UU No 31 tahun. Mengatur pengelolaan Pembudidaya 2004 perikanan UU No 45 Tahun 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) demi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) demi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter adalah satu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan)

Lebih terperinci

MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG

MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG Oleh : Ermina Miranti 1 Meskipun tak putus didera masalah, hingga saat ini Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia masih memainkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

VI. APLIKASI MODEL UNTUK EVALUASI ALTERNATIF KEBIJAKAN

VI. APLIKASI MODEL UNTUK EVALUASI ALTERNATIF KEBIJAKAN VI. APLIKASI MODEL UNTUK EVALUASI ALTERNATIF KEBIJAKAN Model ekonometrika yang telah dibangun kemudian digunakan untuk mengevaluasi alternatif kebijakan, untuk maksud itu maka model tersebut perlu divalidasi

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai mata uang Rupiah dan perbandingan dengan nilai mata uang acuan internasional yaitu Dollar Amerika, merupakan salah satu gambaran pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara selalu berbeda bila ditinjau dari sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Prospek industri manufaktur tahun 2012, pada tahun 2011 yang lalu ditandai oleh kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin berkembangnya globalisasi,

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP, V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP, selisih tingkat suku bunga, selisih inflasi dan selisih neraca pembayaran terhadap kurs

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara

Lebih terperinci