V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN"

Transkripsi

1 V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN 5.1. Analisis Umum Pendugaan Model Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini mengalami beberapa modifikasi karena terjadi ketidakkonsistensian hasil dugaan dengan teori yang ada, namun hal tersebut juga disesuaikan dengan kondisi faktual. Model akhir yang diguanakan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam 16 dugaan persamaan struktural sebagai berikut : 1. PROA = *LA *IRI *CRE *SUBF E-7*MEC *INVA *RIS *LPROA...(39) 2.INVA = *PA *LABA *YD *IRD *DK *LINVA...(40) 3.LABA = *WAGER *POP *LLABA...(41) 4. PA = *PROAR *INF - 6.4E-6*ER *IMAR *LPA...(42) 5. EXA = *ER *TAXE *WPA *IHEA *PA *PROAR *LEXA...(43) 6. IMA = *ER *TAXIR *WPA *IHIA *PA *SPN *LIMAR...(44) 7. UPOV = E-6*WAGER *EGRO *GESR E-7*GEMR *SPN *INF *DK *LUPOV...(45) 8. RPOV = *WAGER *EGRO *GEAR *INF *PA E-9* *PROAR *DK *LRPOV...(46) 9. SPN = *PROAR *EXAR *IMAR *POP *LSPN...(47)

2 GEAR = *INF 5.55E-7*GR *DK *LGEAR...(48) 11. GDPA = *LABA *GEAR *KAR *INVAR *FCON *LGDPA...(49) 12. GR = *GDS *TTAX *WOILR *LGR...(50) 13. TTAXR = *GDPT *INVTR *TW *LTTAXR...(51) 14. FCONR = *PROAR *YD *LFCONR...(52) 15. MSR = *IRD *ER *GDPT...(53) 16. INF = *GDPT *MSR *ER *DK...(54) Hasil pendugaan parameter atas model memberikan nilai koefisien determinasi (R 2 ) pada masing-masing persamaan cukup besar, yaitu berkisar antara 0.55 hingga Hal ini menunjukkan bahwa peubah penjelas di dalam model dapat menjelaskan fluktuasi setiap peubah endogen secara baik. Pada masing-masing persamaan, peubah penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap peubah endogen yang ditunjukkan dengan nilai statistik F berkisar antara 5.64 hingga Model yang baik adalah model yang memberikan penanda parameter sesuai dengan yang diharapkan baik secara teori maupun secara logika ekonomi. Namun apabila terjadi perbedaan penanda bukanlah merupakan suatu kesalahan yang pasti, karena goncangan ekonomi bisa menjadi alasan terjadinya perbedaan penanda antara yang diharapkan dengan kenyataan. Dari hasil pendugaan model yang dilakukan hampir setiap persamaan struktural mempunyai besaran parameter

3 107 dan tandanya sesuai dengan harapan dan cukup logis dari sudut pandang teori ekonomi dengan dikaitkan pada kondisi realitas Dugaan Parameter Persamaan Stuktural Setelah melakukan beberapa alternatif spesifikasi model, maka akhirnya diperoleh model kebijakan pembangunan pertanian dan kemiskinan di Indonesia yang terdiri dari beberapa persamaan perilaku, yaitu sebagai berikut : Produksi Pertanian Hasil pendugaan parameter pada produksi pertanian dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini. Tabel 7. Hasil Pendugaan Parameter Produksi Pertanian Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep Pengalokasian Lahan Luasan Lahan Irigasi Kredit Pertanian Subsidi Pupuk Mekanisasi Pertanian 4.975E Investasi Pertanian Penelitian Lag Produksi pertanian R 2 = F Hitung = DW = Dari tabel hasil pendugaan parameter produksi pertanian dapat dilihat bahwa respon produksi pertanian berhubungan positif dengan pengalokasian lahan pertanian, kredit pertanian, mekanisasi, investasi di sektor pertanian, dan anggaran penelitian. Sedangkan untuk peubah luas lahan irigasi dan subsidi pupuk memiliki respon negatif. Luasan lahan irigasi memiliki respon negatif, hal ini diduga akibat semakin berkurangnya lahan kelas A yang dikonversi untuk keperluan lain,

4 108 karena pada umumnya lahan yang beririgasi dan memiliki potensi tinggi untuk menghasilkan produksi pertanian adalah lahan kelas A. Sedangkan untuk subsidi pupuk, hal ini diindikasikan dengan adanya jalur distribusi pupuk yang panjang serta hampir 25 persen lebih anggaran subsidi pupuk dipakai untuk distribusi dan pengawasan. Selain itu banyaknya kebocoran dan penyelundupan pupuk yang bersubsidi sehingga kebijakan ini menjadi tidak tepat sasaran. Dari hasil dugaan parameter pada persamaan produksi pertanian tersebut juga diketahui bahwa kredit pertanian berpengaruh positif dan nyata dengan nilai peluang sebesar jauh dibawah 0.25 sebagai angka toleransi sehingga bisa dikatakan berpengaruh nyata. Sedangkan peubah penelitian dapat dijelaskan bahwa penambahan anggaran penelitian sebesar satu milyar rupiah akan berpengaruh pada peningkatan produksi pertanian senilai milyar rupiah. Peningkatan luasan lahan akan memberikan respon positif pada produksi pertanian, dengan respon elastis jangka pendek (1.44) dan elastis jangka panjang (1.66), artinya bahwa penambahan lahan untuk pertanian sebanyak satu persen akan meningkatkan hasil produksi pertanian sebesar 1.44 persen untuk jangka pendek dan 1.66 persen untuk jangka panjang. Selain itu peningkatan luas lahan untuk pertanian memiliki pengaruh nyata terhadap peningkatan hasil produksi pertanian, hal tersebut ditunjukkan dengan adanya nilai peluang sebesar Hasil estimasi parameter pada peubah luas lahan yaitu sebesar 2.79, artinya dengan adanya penambahan seribu hektar luasan lahan untuk pertanian, maka akan memberikan tambahan hasil produksi senilai 2.79 milyar rupiah. Peubah lain yang juga memberikan pengaruh positif dan nyata terhadap peningkatan produksi pertanian adalah peubah investasi pertanian dengan nilai

5 109 peluang sebesar Dari hasil perhitungan elastiasitas yang dilakukan, diperoleh hasil respon inelastis sebesar untuk jangka pendek, artinya dengan penambahan investasi di sektor pertanian sebesar 1 persen akan berdampak pada peningkatan hasil produksi sebesar persen. Untuk jangka panjang memiliki respon elastis sebesar 0.22, yang berarti dengan penambahan satu persen investasi di sektor pertanian akan mampu meningkatkan hasil produksi pertanian sebesar 0.22 persen dalam jangka panjang. Jika dilihat dari besaran nilai statistik R 2 = 0.98, artinya semua peubah penjelas mampu menjelaskan peubah endogennya sebesar 98 persen sedangkan dua persen lagi dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan dengan nilai statistik F Hitung = Dengan kata lain, bahwa persamaan tersebut mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik Investasi Pertanian Persamaan dan pendugaan parameter investasi di sektor pertanian akan dijeskan pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Hasil Pendugaan Parameter Investasi di Sektor Pertanian Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep Harga Komoditas Pertanian Tenaga Kerja Pertanian Pendapatan Disposibel Suk u Bunga Domestik Dummy Krisis Ekonomi Lag Investasi Pertanian R F Hitung = DW = Persamaan perilaku respon investasi di sektor pertanian tersebut dapat dikatakan sangat baik, dimana nilai koefisien determinasinya R² = 0.97 dan uji

6 110 statistik F Hitung = 59.12, artinya bahwa peubah penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik dengan tingkat hubungan sebesar 97 persen. Pada Tabel 8 dijelaskan bahwa harga komoditas pertanian, tenaga kerja pertanian dan pendapatan disposibel memberikan pengaruh positif terhadap tingkat investasi di sektor pertanian. Sedangkan untuk suku bunga domestik dan adanya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1997 memberikan pengaruh yang negatif pada investasi di sektor pertanian. Secara keseluruhan semua peubah penjelas yang ada dalam jangka pendek memberikan respon inelastis pada tingkat investasi di sekor pertanian. Sedangkan dalam jangka panjang semua peubah tersebut memberikan pengaruh atau respon yang positif. Pada hasil pendugaan yang dilakukan bisa diketahui bahwa peningkatan indeks harga komoditas pertanian satu level akan meningkatkan investasi pertanian sebesar 7.1 trilyun rupiah. Sedangkan tenaga kerja di sektor pertanian di Indonesia yang relatif murah ternyata juga menjadi pendorong tingkat investasi, hal ini ditunjukkan dengan nilai parameter dugaan sebesar Dari angka tersebut bisa diartikan bahwa adanya peningkatan tenaga kerja di sektor pertanian sebanyak satu ribu orang akan mampu mendorong adanya inves tasi sebesar milyar rupiah. Suku bunga domestik dan adanya krisis ekonomi ternyata memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan investasi di sektor pertanian, dengan ditunjukkan nilai peluang sebesar dan Untuk tingkat suku bunga domestik nilai parameter dugaannya sebesar , artinya dengan

7 111 peningkatan tingkat suku bunga satu persen maka akan mengurangi tingkat investasi sebesar milyar rupiah Tenaga Kerja Sektor Pertanian Persamaan dan pendugaan parameter tenaga kerja di sektor pertanian akan dijelaskan pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Hasil Pendugaan Parameter Tenaga Kerja di Sektor Pertanian Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep Tingkat Upah Populasi Penduduk Lag Tenaga Kerja Pertanian R 2 = F Hitung = 6.35 DW = Dari hasil estimasi parameter yang dilakukan pada persamaan tenaga kerja di sektor pertanian yang ditunjukkan pada Tabel 9 di atas, dapat diketahui bahwa tingkat upah riil memberikan pengaruh yang negarif pada peubah endogen tenaga kerja di sektor pertanian, hal ini bisa dimaklumi bahwa upah riil yang ada adalah bias di perkotaan. Untuk respon elastisitas dari tingkat upah riil yang dihasilkan baik jangka pendek dan jangka panjang semua memiliki respon inelastis terhadap peubah tenaga kerja di sektor pertanian, yaitu masing-masing adalah (-0.12) untuk jangka pendek dan (-0.36) untuk jangka panjang. Dari hasil nilai elastisitas tersebut dapat diartikan bahwa peningkatan upah riil sebesar satu persen maka akan membawa pengaruh penurunan tenaga kerja di sektor pertanian sebesar 0.12 persen untuk jangka pendek dan 0.36 untuk jangka panjang. Dan dari hasil pendugaan ini juga diketahui bahwa peubah penjelas ini memiliki pengaruh yang nyata dengan nilai peluang sebesar

8 112 Hasil estimasi untuk peubah populasi penduduk terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian memiliki pengaruh yang positif dengan nilai parameter dugaan sebesar Hal tersebut bisa diartikan bahwa dengan peningkatan satu juta penduduk maka akan memberikan tambahan tenaga kerja di sektor pertanian sebanyak 5296 orang Harga Komoditas Pertanian Hasil pendugaan parameter pada harga komoditas pertanian dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini. Tabel 10. Hasil Pendugaan Parameter Harga Komoditas Pertanian Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep Produksi Pertanian Inflasi Nilai Tukar -6.4E Impor Komoditas Pertanian Lag Harga Komoditas Pertanian R 2 = F Hitung = DW = Dari Tabel 10 di atas dapat diketahui bahwa produksi pertanian, nilai tukar dan impor komoditas pertanian memberikan respon yang negatif terhadap harga komoditas pertanian. Sedangkan untuk peubah inflasi memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan harga komoditas pertanian. Secara keseluruhan tingkat respon elastisitas dari masing-masing peubah penjelas terhadap harga komoditas pertanian memberikan respon inelastis baik jangka panjang maupun jangka pendek. Peubah produksi pertanian memberikan respon elastisitas sebesar (-0.13) dalam jangka pendek dan (-0.38) dalam jangka panjang, hal ini berarti dengan

9 113 peningkatan produksi pertanian sebanyak satu persen maka akan berakibat menurunnya harga komoditas pertanian sebesar 0.13 persen dalam jangka pendek dan 0.38 persen untuk jangka panjang. Peubah produksi pertanian dalam persamaan ini memiliki pengaruh yang nyata terhadap harga komoditas pertanian dengan nilai peluang 0.1 jauh dibawah 0.25 sebagai nilai toleransi. Sementara itu untuk impor komoditas pertanian juga memiliki pengaruh negatif terhadap harga komoditas pertanian dengan nilai elastisitas sebesar (-0.007) untuk jangka pendek dan (-0.019) untuk jangka panjang. Hal ini berarti dengan adanya peningkatan impor komoditas pertanian maka akan menurunkan tingkat harga di dalam negeri sebesar persen dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang. Dari hasil perhitungan elastisitas tersebut dapat diketahui bahwa dengan adanya impor akan memberikan keuntungan pada konsumen, namun disatu sisi akan merugikan produsen. Pada peningkatan satu persen dari nilai impor hal ini masih bisa ditoleransi karena hanya memberikan dampak elastisitas yang kecil terhadap harga, namun apabila perilaku impor komoditas pertanian mengalami peningkatan yang sangat tinggi maka akan merugikan petani selaku produsen, karena harga komoditas pertanian yang dihasilkan akan jatuh. Sedangkan untuk tingkat inflasi memberikan respon yang positif terhadap peningkatan harga komoditas pertanian masing-masing dengan respon elastisitas sebesar (0.0009) dalam jangka pendek dan (0.003), artinya dengan adanya kenaikan inflasi satu persen maka akan berakibat pada meningkatnya harga komoditas pertanian sebesar persen dalam jangka pendek dan persen dalam jangka panjang.

10 114 Jika dilihat dari besaran nilai statistik R 2 = 0.98, artinya semua peubah penjelas mampu menjelaskan peubah endogennya sebesar 98 persen sedangkan dua persen lagi dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan, dengan nilai statistik F Hitung = Dengan kata lain, bahwa persamaan tersebut mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik Ekspor Komoditas Pertanian Hasil pendugaan parameter pada ekspor komoditas pertanian dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini. Tabel 11. Hasil Pendugaan Parameter Ekspor Komoditas Pertanian Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep Nilai Tukar Pajak Ekspor Harga Pertanian Dunia Indeks Harga Ekspor Pertanian Harga Komoditas Pertanian Produksi Pertanian Lag Ekspor Komoditas Pertanian R 2 = F Hitung = DW = Persamaan perilaku respon ekspor komoditas pertanian tersebut dapat dikatakan cukup baik, dimana nilai koefisien determinasinya R² = 0.93 dan uji statistik F Hitung = 20.52, artinya bahwa peubah penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik dengan tingkat hubungan sebesar 93 persen. Dari hasil pendugaan parameter yang dilakukan dapat diketahui bahwa respon positif ekspor komoditas pertanian dipengaruhi oleh nilai tukar, harga pertanian dunia, harga komoditas pertanian dan produksi pertanian. Sedangkan

11 115 pajak ekspor dan indeks harga ekspor pertanian memberikan respon yang negatif. Secara umum hampir semua peubah penjelas yang ada menunjukkan nilai elastis itas yang kecil atau inelastis dan tidak berpengaruh nyata karena memiliki nilai peluang di atas 0.25, kecuali untuk peubah penjelas produksi pertanian selain memiliki pengaruh nyata terhadap perilaku ekspor komoditas pertanian sebesar 0.13, peubah ini juga memberikan respon yang elastis terhadap perilaku ekspor komoditas pertanian. Respon positif yang diberikan oleh peubah produksi pertanian terhadap ekspor komoditas pertanian memiliki nilai elastisitas sebesar (1.31) dalam jangka pendek dan (1.71) dalam jangka panjang. Artinya, dengan adanya penambahan produksi pertanian sebesar satu persen maka akan berakibat pada peningkatan nilai ekspor komoditas pertanian sebesar 1.31 persen dalam jangka pendek dan 1.71 persen dalam jangka panjang. Selain itu harga pertanian dunia juga mendorong ekspor komoditas pertanian, meskipun hanya memberikan respon yang inelastis Impor Komoditas Pertanian Hasil pendugaan parameter pada ekspor komoditas pertanian dapat dilihat pada Tabel 12 dibawah ini. Tabel 12. Hasil Pendugaan Parameter Impor Komoditas Pertanian Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep Nilai Tukar Pajak / Tarif Impor Harga Pertanian Dunia Indeks Harga Impor Pertanian Harga Komoditas Pertanian Stok Pangan Nasional Lag Impor Pertanian R 2 = F Hitung = 8.78 DW =

12 116 Persamaan perilaku respon impor komoditas pertanian tersebut dapat dikatakan cukup baik, dimana nilai koefisien determinasinya R² = 0.85 dan uji statistik F Hitung = 8.78, artinya bahwa peubah penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik dengan tingkat hubungan sebesar 85 persen. Dari Tabel 12 bisa diketahui bahwa respon positif impor komoditas pertanian dipengaruhi oleh nilai tukar, pajak impor, dan harga komoditas pertanian dalam negeri. Sedangkan untuk harga pertanian dunia, indeks harga impor komoditas pertanian dan stok pangan memberikan respon atau pengaruh yang negatif. Peubah penjelas harga komoditas pertanian memiliki nilai peluang 0.09 jauh di bawah 0.25 sebagai angka toleransi, selain itu peubah ini memiliki nilai elastisitas sebesar (2.11) untuk jangka pendek dan (9.04) untuk jangka panjang, hal ini berarti bahwa dengan adanya peningkatan harga komoditas pertanian satu persen, maka akan memberikan respon elastis 2.11 persen dalam jangka pendek dan respon elastis sebesar 9.04 persen dalam jangka panjang terhadap perilaku impor komoditas pertanian. Hal ini menunjukkan kuatnya perilaku impor yang dilakukan oleh importir dalam membaca peluang pasar di dalam negeri. Sementara itu untuk tarif impor yang seharusnya memberikan pengaruh negatif pada perilaku impor ternyata tidak mengurangi nilai impor, hal tersebut diduga akibat margin keuntungan yang masih tinggi yang bisa diperoleh importir. Namun yang menjadi kendala utama dalam mempengaruhi perilaku penurunan nilai impor komoditas pertanian adalah tingginya harga pertanian dunia dan indeks harga komoditas pertanian. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil dugaan

13 117 parameter yang negatif pada kedua peubah tersebut, dan khusus untuk peubah indeks harga impor pertanian memiliki nilai elastisitas yang tinggi. Sedangkan untuk peubah penjelas stok pangan nasional memberikan respon yang negatif terhadap perilaku impor komoditas pertanian, hal ini sejalan dengan teori dan kondisi aktual. Namun peubah stok pangan ini tidak memberikan pengaruh nyata pada perilaku impor komoditas pertanian Kemiskinan di Perkotaan Hasil pendugaan parameter pada kemiskinan di perkotaan dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini. Tabel 13. Hasil Pendugaan Parameter Kemiskinan di Perkotaan Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep Tingkat Upah -2.72E Pertumbuhan Ekonomi Belanja Pemerintah di Sektor Jasa E E-05 Belanja Pemerintah di Sektor Industri 6.484E Stok Pangan Nasional Inflasi Dummy Krisis Ekonomi Lag Kemiskinan di Perkotaan R 2 = F Hitung = 5.64 DW = Dari Tabel 13 dapat diduga bahwa respon negatif yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di perkotaan dipengaruhi oleh tingkat upah, pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah di sektor jas a dan stok pangan nasional. Sementara itu, ternyata belanja pemerintah di sektor industri tidak mampu memberikan respon yang negatif terhadap kemiskinan di perkotaan. Bersama-sama dengan belanja pemerintah di sektor industri, peubah penjelas inflasi dan krisis ekonomi

14 118 memberikan pengaruh yang positif terhadap kemiskinan di perkotaan. Dari hasil perhitungan respon elastisitas tiap-tiap peubah penjelas masing-masing memberikan respon inelastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Untuk peubah tingkat upah menghasilkan nilai respon elastisitas sebesar (-0.12) dalam jangka pendek dan (-0.18) untuk jangka panjang. Artinya, dengan peningkatan upah sebesar satu persen maka akan mampu mengurangi tingkat kemiskinan di perkotaan sebesar 0.12 persen dalam jangka pendek dan untuk jangka panjang sebesar 0.18 persen. Sementara itu dari hasil dugaan parameter pertumbuhan ekonomi yang dikatahui sebesar , memberikan intepretasi bahwa dengan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen akan mampu mengurangi tingkat kemiskinan di perkotaan sebesar persen. Sementara itu belanja pemerintah di sektor jasa memiliki dampak yang cukup baik dalam mengurangi kemiskinan di perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan sektor jasa layak dikembangkan di perkotaan, dengan dibuktikan dengan nilai respon elastisitas terhadap kemiskinan di perkotaan sebesar (-2.5E-05) dan (-3.9E-05) masing-masing untuk jangka pendek dan jangka panjang. Peubah stok pangan nasional memberikan respon negatif terhadap kemiskinan di perkotaan, hal ini mengindikasikan bahwa ketahanan dan ketersediaan pangan merupakan salah satu kunci menekan kemiskinan. Untuk peubah penjelas inflasi dan krisis ekonomi sesuai dengan teori dan kondisi aktual yang menunjukkan adanya respon positif terhadap kemiskinan di perkotaan.

15 Kemiskinan di Pedesaan Hasil pendugaan parameter pada kemiskinan di pedesaan dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini. Tabel 14. Hasil Pendugaan Parameter Kemiskinan di Pedesaan Peubah Penjelas Parameter Dugaan Nilai Elastisitas Peluang SR LR Intersep Tingkat Upah Pertumbuhan Ekonomi Belanja Pemerintah di Sektor Pertanian Inflasi Harga Pertanian Produksi Pertanian -8.55E E E-05 Dummy Krisis Ekonomi Lag Kemiskinan di Pedesaan R 2 = F Hitung = DW = Persamaan perilaku respon kemiskinan di pedesaan tersebut dapat dikatakan cukup baik, dimana nilai koefisien determinasinya R² = 0.95 dan uji statistik F Hitung = 22.06, artinya bahwa peubah penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik dengan tingkat hubungan sebesar 95 persen. Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa respon negatif kemiskinan di pedesaan dipengaruhi oleh tingkat upah, pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah di sektor pertanian, harga komoditas pertanian dan produksi pertanian. Sedangkan untuk inflasi dan krisis ekonomi memberikan pengaruh positif terhadap kemiskinan di pedesaan. Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa tingkat upah mampu memberikan respon negatif terhadap tingkat kemiskinan di pedesaan. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya respon elastisitas sebesar (-0.55) dan (-0.87) masing-

16 120 masing untuk respon elastisitas jangka pendek dan jangka panjang. Artinya, dengan adanya peningkatan tingkat upah sebesar satu persen maka akan memberikan respon pengurangan tingkat kemiskinan di pedesaan sebesar 0.55 persen untuk jangka pendek dan untuk jangka panjang sebesar 0.87 persen. Hal tersebut sama dengan pertumbuhan ekonomi yang juga mampu memberikan respon baik terhadap pengurangan kemiskinan di pedesaan, masing-masing memiliki respon elastisitas jangka pendek dan jangka panjang sebesar (-0.09) dan (-0.14). Belanja pemerintah di sektor pertanian ternyata mampu memberikan respon yang negatif terhadap kemiskinan di pedesaan, artinya dengan peningkatan belanja pemerintah di sektor pertanian sebesar satu persen, maka akan mampu menurunkan tingkat kemiskinan di pedesaan sebesar 0.53 persen dalam jangka pendek dan 0.83 persen dalam jangka panjang. Hasil pendugaan parameter peubah penjelas harga komoditas pertanian sebesar , artinya dengan peningkatan indeks harga komoditas pertanian sebesar satu level maka akan mampu menurunkan tingkat kemiskinan di pedesaan sebesar 4.9 persen. Untuk peubah produksi pertanian juga memberikan respon yang negatif terhadap tingkat kemiskinan dipedesaan, meskipun nilai respon yang diberikan cukup kecil. Sementara itu, untuk peubah penjelas inflasi dan krisis ekonomi memberikan respon positif terhadap tingkat kemiskinan di pedesaan, hal ini sesuai dengan teori dan kondisi yang ada. Kedua peubah penjelas ini memberikan respon yang sama terhadap kemiskinan di pedesaan dan di perkotaan.

17 Stok Pangan Nasional Hasil pendugaan parameter pada stok pangan nasional dapat dilihat pada Tabel 15 dibawah ini. Tabel 15. Hasil Pendugaan Parameter Stok Pangan Nasional Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep Produksi Pertanian Ekspor Komoditas Pertanian Impor Komoditas Pertanian Populasi Penduduk Lag Stok Pangan Nasional R 2 = F Hitung = DW = Persamaan perilaku respon stok pangan nasional tersebut dapat dikatakan cukup baik, dimana nilai koefisien determinasinya R² = 0.90 dan uji statistik F Hitung = 23.52, artinya bahwa peubah penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik dengan tingkat hubungan sebesar 90 persen. Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa respon positif stok pangan nasional hanya dipengaruhi oleh produksi pertanian. Sementara itu untuk peubah penjelas impor komoditas pertanian yang seharusnya memberikan respon positif ternyata sebaliknya justru memberikan respon positif. Selain impor komoditas pertanian peubah yang lain yang juga memberikan respon negatif adalah ekspor komoditas pertanian dan populasi penduduk. Produksi pertanian mampu memberikan pengaruh positif terhadap stok pangan nasional dengan nilai dugaan parameter sebesar 0.012, hal ini berarti dengan meningkatnya produksi pertanian senilai satu milyar, maka akan menambah stok pangan nasional sebesar 12 ton. Peubah penjelas ini memiliki

18 122 respon inelastis dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, yaitu masing-masing sebesar (0.35) dan (0.61). Sementara itu respon negatif yang diperoleh stok pangan nasional juga dipengaruhi oleh populasi penduduk. Sedangkan apabila dilihat dari angka parameter dugaan, maka dengan peningkatan populasi penduduk sebesar satu juta jiwa akan mengakibatkan berkurangnya sto k pangan nasional sebesar 8.09 ribu ton. Apabila stok pangan nasional tidak segera diperbaiki maka akan berakibat kerawan an pangan, hal ini disebabkan Indonesia termasuk dalam kategori negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi Belanja Pemerintah di Sektor Pertanian Hasil pendugaan parameter pada belanja pemerintah di sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 16 dibawah ini. Tabel 16. Hasil Pendugaan Parameter Belanja Pemerintah di Sektor Pertanian Peubah Penjelas Parameter Dugaan Nilai Elastisitas Peluang SR LR Intersep Inflasi Penerimaan Pemerintah -5.55E Dummy Krisis Ekonomi Lag Belanja Pemerintah di <.0001 Sektor Pertanian R 2 = F Hitung = DW = Dari Tabel 16 dapat kita lihat bahwa hanya krisis ekonomi yang memberikan pengaruh paling besar atau respon positif yang cukup tinggi. Sementara itu untuk respon negatif diakibatkan oleh peubah inflasi dan penerimaan pemerintah. Semua peubah yang ada dalam persamaan ini

19 123 memberikan respon inelastis terhadap anggaran belanja pemerintah di sektor pertanian. Pada hasil pendugaan parameter krisis ekonomi, diperoleh nilai dugaan parameternya sebesar Artinya, dengan adanya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, mengakibatkan berkurangnya anggaran pemerintah di sektor pertanian sebesar 0.07 milyar rupiah. Hal tersebut cukup ironis, meskipun pengurangan anggaran yang tidak terlalu signifikan, namun akan membawa dampak yang kurang baik pada pemulihan krisis khususnya berkaitan dengan penyelamatan dari kerawanan pangan, mengingat sektor pertanian merupakan penghasil pangan GDP Sektor Pertanian Hasil pendugaan parameter pada GDP Sektor Pertanian dapat dilihat pada Tabel 17 dibawah ini. Tabel 17. Hasil Pendugaan Parameter GDP Sektor Pertanian Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep Tenaga Kerja Pertanian Belanja Pemerintah di Sektor <.0001 Pertanian Modal Sektor Pertanian Investasi Pertanian Konsumsi sektor Pertanian Lag GDP Sektor Pertanian R 2 = F Hitung = DW = Persamaan perilaku respon GDP Sektor Pertanian tersebut dapat dikatakan cukup baik, dimana nilai koefisien determinasinya R² = 0.96 dan uji statistik F Hitung = 54.78, artinya bahwa peubah penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik dengan tingkat hubungan sebesar 96 persen.

20 124 Respon positif terhadap GDP Sektor Pertanian dipengaruhi oleh tenaga kerja sektor pertanian, belanja pemerintah di sektor pertanian, investasi pertanian, modal sektor pertanian dan konsumsi sektor pertanian. Secara keseluruhan respon inelastis diberikan oleh peubah penjelas, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Respon positif terhadap GDP sektor pertanian yang dipengaruhi oleh tenaga kerja sektor pertanian, memiliki angka dugaan parameter sebesar Hal ini mengisyaratkan bahwa dengan penambahan satu ribu tenaga kerja di sektor pertanian maka akan mendorong tingkat GDP dari sektor pertanian sebesar milyar rupiah. Sementara itu dengan penambahan satu persen anggaran belanja pemerintah untuk sektor pertanian maka akan mendorong GDP dari sektor pertanian sebesar 0.86 persen dalam jangka pendek dan 0.97 persen dalam jangka panjang. Sementara itu untuk peubah penjelas investasi di sektor pertanian memberikan nilai respon elastisitas yang positif terhadap GDP sektor pertanian. Hal tersebut ditunjukkan dengan angka elastisitas sebesar (0.38) dan (0.43) masing-masing untuk jangka pendek dan jangka panjang. Selain memiliki pengaruh yang positif terhadap GDP sektor pertanian, peubah ini juga memiliki pengaruh nyata dengan nilai peluang sebesar

21 Penerimaan Pemerintah Hasil pendugaan parameter pada Penerimaan Pemerintah dapat dilihat pada Tabel 18 dibawah ini. Tabel 18. Hasil Pendugaan Parameter Penerimaan Pemerintah Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep Stok Hutang Pemerintah Pajak Total Harga Minyak Dunia E Lag Penerimaan Pemerintah <.0001 R 2 = F Hitung = DW = Dari Tabel 18 bisa dilihat bahwa secara keseluruhan peubah penjelas memberikan respon yang positif terhadap penerimaan pemerintah, hal ini sesuai dengan teori dan kondisi aktual yang ada. Namun hampir secara keseluruhan pula semua peubah memiliki respon inelastis terhadap penerimaan pemerintah. Untuk peubah penjelas stok hutang pemerintah memiliki respon yang positif terhadap penerimaan pemerintah dengan angka parameter dugaan sebesar , artinya dengan adanya penambahan hutang pemerintah satu milyar rupiah maka akan menambah penerimaan pemerintah sebesar 0.97 milyar rupiah. Sementara itu untuk respon harga minyak dunia memberikan nilai dugaan parameter sebesar , artinya dengan peningkatan harga minyak dunia sebesar 1 dollar per barrel, maka akan menambah penerimaan pemerintah sebesar 0.97 milyar rupiah. Kedua peubah penjelas ini yaitu, stok hutang pemerintah dan harga minyak dunia masing-masing memiliki pengaruh yang nyata terhadap penerimaan pemerintah, dengan masing-masing memiliki nilai peluang sebesar dan jauh dibawah 0.25 sebagai angka toleransi.

22 126 Jika dilihat dari besaran nilai statistik R 2 = 0.99, artinya semua peubah penjelas mampu menjelaskan peubah endogennya sebesar 99 persen sedangkan satu persen lagi dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan, dengan nilai statistik F Hitung = Dengan kata lain, bahwa persamaan tersebut mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik Pajak Total dibawah ini. Hasil pendugaan parameter pada pajak total dapat dilihat pada Tabel 19 Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter Pajak Total Peubah Penjelas Parameter Nilai Elastisitas Dugaan Peluang SR LR Intersep GDP Total Investasi Total Trend Waktu Lag Total Pajak R 2 = F Hitung = DW = Persamaan perilaku respon pajak total tersebut dapat dikatakan cukup baik, dimana nilai koefisien determinasinya R² = 0.93 dan uji statistik F Hitung = 49.49, artinya bahwa peubah penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik dengan tingkat hubungan sebesar 93 persen. Secara keseluruhan peubah penjelas yang ada pada persamaan pajak total memberikan respon inelastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dari Tabel 19 dapat diketahui bahwa respon perilaku pajak total dipengaruhi secara positif oleh investasi total dan tren waktu, kedua peubah

23 127 penjelas ini memiliki memiliki nilai peluang 0.13 dan 0.04, artinya kedua peubah tersebut memberikan pengaruh nyata. Hal tesebut bisa dimaklumi karena memang tingkat investasi total yang ada di Indonesia didorong untuk menumbuhkan sektor-sektor formal. Sementara untuk tren waktu diduga akibat semakin meningkatnya tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Sedangkan GDP total memberikan dampak negatif terhadap pajak total. Seharusnya peubah penjelas ini memberikan pengaruh yang positif terhadap total penerimaan pajak, hal ini diduga akibat pertumbuhan ekonomi yang terjadi justru banyak di sektor-sektor informal yang hak wajib pajaknya sulit untuk dideteksi Konsumsi Sektor Pertanian Hasil pendugaan parameter pada konsumsi di sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 20 dibawah ini. Tabel 20. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Sektor Pertanian Peubah Penjelas Parameter Dugaan Nilai Peluang Elastisitas SR LR Intersep Produksi Pertanian < Pendapatan Disposibel Lag Konsumsi untuk Pertanian R 2 = F Hitung = DW = Dari Tabel 20 dapat dik etahui bahwa respon perilaku pada konsumsi sektor pertanian dipengaruhi secara positif oleh produksi pertanian dan pendapatan disposibel (pendapatan yang langsung dibelanjakan), hal tesebut berarti sejalan antara teori dan kondisi aktual yanga ada. Meskipun kedua peubah penjelas tersebut memberikan respon inelastis terhadap konsumsi sektor pertanian, namun kedua peubah penjelas tersebut memiliki pengaruh yang nyata.

24 128 Dari hasil perhitungan elastisitas didapatkan hasil bahwa dalam jangka pendek produksi pertanian memberikan respon inelastis sebesar (0.87) dan (0.91) untuk jangka panjang. Hal ini berarti bahwa dengan peningkatan produksi pertanian satu persen, maka akan meningkatkan konsumsi sektor pertanian sebesar 0.87 persen dalam jangka pendek dan 0.91 untuk jangka panjang. Untuk peubah pendapatan disposibel meskipun memberikan pengaruh yang nyata namun peubah ini memiliki nilai elastisitas yang cukup kecil, hal ini diduga karena pendapatan disposibel banyak dialokasikan ke sektor lain. Jika dilihat dari besaran nilai statistik R 2 = 0.95, artinya semua peubah penjelas mampu menjelaskan peubah endogennya sebesar 95 persen sedangkan lima persen lagi dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan, dengan nilai statistik F Hitung = Dengan kata lain, bahwa persamaan tersebut mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik Penawaran Uang Hasil pendugaan parameter pada penawaran uang dapat dilihat pada Tabel 21 dibawah ini. Tabel 21. Hasil Pendugaan Parameter Penawaran Uang Peubah Penjelas Parameter Dugaan Nilai Peluang Elastisitas Intersep Suku Bunga Domestik < Nilai Tukar < GDP Total < R 2 = F Hitung = DW = Dari Tabel 21 dapat diketahui bahwa respon perilaku penawaran uang dipengaruhi secara negatif oleh suku bunga domesatik. Sementara itu peubah penjelas nilai tukar rupiah terhadap dolar dan GDP total memberikan pengaruh

25 129 yang positif terhadap respon perilaku penawaran uang. Ketiga peubah penjelas yang digunakan dalam persamaan penawaran uang ini memberikan pengaruh yang nyata dengan nilai peluang yang sangat kecil. Selain itu ketiga peubah tersebut juga memberikan respon inelastis secara keseluruhan. Suku bunga domestik memberikan pengaruh negatif terhadap penawaran uang dengan nilai parameter dugaan sebesar Hal tersebut berarti dengan adanya peningkatan suku bunga domestik akan mengurangi penawaran uang sebesar milyar. Perilaku ini sesuai antara teori dengan kondisi aktual, yaitu apabila terjadi peningkatan suku bunga maka pelaku ekonomi akan enggan melakukan investasi dan lebih memilih untuk menyimpan uangnya di bank, karena akan lebih menguntungkan. Peubah penjelas nilai tukar yang seharusnya memberikan nilai negatif terhadap penawaran uang ternyata memberikan pengaruh yang positif. Hal ini diduga oleh tren karakteristik masyarakat yang semakin konsumtif, sehingga antara peubah penjelas nilai tukar dan penawaran uang memiliki arah yang sama. Jika dilihat dari besaran nilai statistik R 2 = 0.98, artinya semua peubah penjelas mampu menjelaskan peubah endogennya sebesar 98 persen sedangkan dua persen lagi dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan, dengan nilai statistik F Hitung = Dengan kata lain, bahwa persamaan tersebut mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik Inflasi Hasil pendugaan parameter pada peubah endogen inflasi dapat dilihat pada Tabel 22 berikut ini.

26 130 Tabel 22. Hasil Pendugaan Parameter Inflasi Peubah Penjelas Parameter Dugaan Nilai Peluang Elastisitas Intersep GDP Total Penawaran Uang < Nilai Tukar Dummy Krisis Ekonomi R 2 = F Hitung = DW = Dari Tabel 22 dapat diketahui bahwa respon positif tingkat inflasi dipengaruhi oleh GDP total, nilai tukar dan krisis ekonomi. Sementara itu untuk peubah penawaran uang justru memberikan pengaruh yang negatif terhadap inflasi. Secara umum semua peubah penjelas yang ada memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah endogennya kecuali krisis ekonomi, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai peluang yang sangat kecil. Sementara itu hampir secara keseluruhan peubah penjelas memberikan respon elastis pada peubah endogen inflasi, kecuali krisis ekonomi. GDP total memberikan respon positif terhadap inflasi dengan nilai elastisitas sebesar (16.84), artinya dengan peningkatan GDP total sebesar satu persen maka akan mengakibatkan inflasi meningkat persen. Begitu pula dengan nilai tukar, peubah penjelas ini memberikan respon elastis sebesar (5.53), artinya dengan peningkatan kemapuan nilai tukar rupiah terhadap dolar sebesar satu persen, maka akan mengakibatkan peningkatan inflasi sebesar 5.53 persen. Hal tersebut sejalan dengan teori, bahwa dengan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, secara proporsional akan meningkatkan harga, sehingga secara otomatis akan mendorong meningkatnya inflasi.

27 131 Sementara itu untuk peubah penjelas penawaran uang justru memberikan respon yang negatif terhadap inflasi. Hal ini diakibatkan karena kebijakan penawaran uang tidak melihat tingkat inflasi yang terjadi pada tahun sebelumnya, karena dari data yang ada tingkat inflasi bersifat fluktuatif, namun penawaran uang secara terus-menerus mengalami peningkatan. Selain itu diduga pula disebabkan adanya goncangan ekonomi pada tujuh tahun terakhir yang menyebabkan keseimbangan moneter menjadi goyah serta bersamaan dengan lonjakan tingkat inflasi yang cukup tinggi. Hal tersebutlah yang membuat Bank Indonesia menarik infestasi dengan meningkatkan suku bunga yang sangat tinggi Kemiskinan Total Kemiskinan total dalam penelitian ini diduga dengan persamaan identitas, dimana kemiskinan total ini merupakan penjumlahan dari kemiskinan di perkotaan dan di pedesaan. Jadi apabila terjadi goncangan pada salah satunya dan atau pada keduanya maka secara otomatis akan mempengaruhi tingkat kemiskinan total. Secara matematis persamaan identitas dari kemiskinan total sudah ditulis pada persamaan 9 yaitu sebagai berikut : TPOV t = UPOV t + RPOV t GDP Total GDP total merupakan persamaan identitas dari penjumlahan GDP dari sektor pertanian ditambah dengan GDP dari sektor yang lainnya. Sektor yang lain disini yang dimaksud adalah sektor jasa, industri, pertambangan dan lain-lain.

28 132 Secara matematis persamaan identitas dari GDP total telah disamapaikan pada persamaan 13 yaitu sebagai berikut : GDPT t = GDPA t + GDPN t Dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap perubahan pada GDP di sektor pertanian ataupun di sektor yang lain, maka akan mempengaruhi GDP total. Selanjutnya perubahan GDP total akan memberikan pengaruh dan efek balik kepada peubah endogen yang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Hasil estimasi model dalam penelitian ini ditunjukkan secara lengkap pada Lampiran 4 sampai Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil yang tercantum pada Tabel 6.1. Koefisien determinan (R 2 ) sebesar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

VI. HASIL ESTIMASI MODEL PASAR TENAGA KERJA DAN PEREKONOMIAN MAKRO. Hasil estimasi yang terdapat dalam bab ini merupakan hasil akhir setelah

VI. HASIL ESTIMASI MODEL PASAR TENAGA KERJA DAN PEREKONOMIAN MAKRO. Hasil estimasi yang terdapat dalam bab ini merupakan hasil akhir setelah VI. HASIL ESTIMASI MODEL PASAR TENAGA KERJA DAN PEREKONOMIAN MAKRO Hasil estimasi yang terdapat dalam bab ini merupakan hasil akhir setelah mengalami berkali-kali respesifikasi. Hasil ini telah dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA 101 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan gula Indonesia dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, tingkat suku bunga dunia, nilai dollar dalam rupiah, rasio belanja

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Inflasi. Berdasarkan Tingkat Keparahan;

Jenis-Jenis Inflasi. Berdasarkan Tingkat Keparahan; INFLASI Pengertian Inflasi Inflasi adalah suatu keadaan perekonomian dimana harga-harga secara umum mengalami kenaikan dan kenaikan harga itu berlangsung dalam jangka panjang. Inflasi secara umum terjadi

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT Data untuk membangun model ekonomi sebagaimana diuraikan pada Bab IV dianalisis untuk mendapatkan konfirmasi mengenai kualitas model yang dibangun,

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN 6.1. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Pupuk dan Sektor Pertanian Kriteria pertama yang harus dipenuhi dalam analisis ini adalah adanya kesesuaian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP. KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN 5.1. Hasil Estimasi Model Ekonometrika Setelah dilakukan respesifikasi-respesifikasi terhadap model desentralisasi fiskal Provinsi Riau, diperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur perekonomian bercorak agraris yang rentan terhadap goncangan kestabilan kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Sebagai negara yang menganut sisitem perekonomian terbuka maka sudah barang tentu pertumbuhan ekonominya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam

IV. METODE PENELITIAN. Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam IV. METODE PENELITIAN 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam menganalisis dampak pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap makroekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja moneter difokuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lalu-lintas modal, dan neraca lalu-lintas moneter. perdagangan dan neraca jasa. Terdapat tiga pokok persoalan dalam neraca

BAB I PENDAHULUAN. lalu-lintas modal, dan neraca lalu-lintas moneter. perdagangan dan neraca jasa. Terdapat tiga pokok persoalan dalam neraca 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan perdagangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara seringkali menggunakan perhitungan mengenai keuntungan dan kerugian yang dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang hebat, yang berdampak pada semua aktivitas bisnis di sektor riil. Selama dua tiga tahun terakhir

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP, V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP, selisih tingkat suku bunga, selisih inflasi dan selisih neraca pembayaran terhadap kurs

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut beberapa pakar ekonomi pembangunan, pertumbuhan ekonomi merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk menyebut keberhasilannya, sedangkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat diperlukan terutama untuk negara-negara yang memiliki bentuk perekonomian terbuka.

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian 205 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis atas data yang telah ditabulasi berkaitan dengan dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus atau inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan III. KERANGKA TEORITIS 3.1 Konsep Pemikiran Teoritis Pada pasar kopi (negara kecil), keinginan untuk memperdagangkannya adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan antara

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DI JAWA TENGAH PERIODE

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DI JAWA TENGAH PERIODE ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DI JAWA TENGAH PERIODE 1980-2006 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan parameter persamaan struktural dalam model ekonometrika perkembangan

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman serta sebagai lembaga perantara interaksi antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat memajukan perekonomian suatu negara, seperti di Indonesia. Sebagai salah satu negara yang berkeinginan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut, yaitu: 1. Perkembangan Indeks Harga

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama krisis berlangsung, sektor pertanian telah menjadi sektor

BAB I PENDAHULUAN. Selama krisis berlangsung, sektor pertanian telah menjadi sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selama krisis berlangsung, sektor pertanian telah menjadi sektor penyelamat ekonomi, dimana sektor ini relatif tahan banting terhadap goncangan moneter,

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN. Pelaku Kegiatan Ekonomi (Konsumen dan Produsen)

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN. Pelaku Kegiatan Ekonomi (Konsumen dan Produsen) Jenis Sekolah : SMA Mata Pelajaran : Ekonomi Kurikulum : 2013 Alokasi Waktu : 120 menit Jumlah Soal : : 35 Essay : 5 KISI-KISI PENULISAN USBN 1. Memahami dan menguasai biaya peluang Biaya Peluang Disajikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tepung terigu dari waktu ke waktu semakin menjadi komoditi pangan penting di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tepung terigu semakin menguasai kebutuhan

Lebih terperinci

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA Pengantar Ekonomi Makro INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA NAMA : Hendro Dalfi BP : 0910532068 2013 BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 75 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah Penerimaan pemerintah terdiri dari PAD dan dana perimbangan. PAD terdiri dari pajak, retribusi, laba BUMD, dan lain-lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan anggaran dana yang memadai untuk memenuhinya guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari, manusia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari, manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Properti dan real estat merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari, manusia tidaklah dapat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia selama hidupnya selalu melakukan kegiatan dalam memenuhi kebutuhannya, baik berupa kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat perlindungan, hiburan dan kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menopang hampir seluruh program-program pembangunan ekonomi. Peranan

BAB I PENDAHULUAN. menopang hampir seluruh program-program pembangunan ekonomi. Peranan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan suatu industri jasa yang sangat dominan dan menopang hampir seluruh program-program pembangunan ekonomi. Peranan perbankan sangat dirasakan manfaatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah negara. Peran sektor pertanian sebagai penyedia bahan makanan utama merupakan peran strategis terkait

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2008 Sebagai dampak dari krisis keuangan global, kegiatan dunia usaha pada triwulan IV-2008 mengalami penurunan yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang dilalui oleh sebuah kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian, terutama

Lebih terperinci

BAB V EKONOMI-POLITIK KEBIJAKAN FISKAL, KEMISKINAN, DAN PENGANGGURAN: HASIL ANALISIS PARSIAL

BAB V EKONOMI-POLITIK KEBIJAKAN FISKAL, KEMISKINAN, DAN PENGANGGURAN: HASIL ANALISIS PARSIAL BAB V EKONOMI-POLITIK KEBIJAKAN FISKAL, KEMISKINAN, DAN PENGANGGURAN: HASIL ANALISIS PARSIAL -- 5.1. Analisis Umum Model Dugaan Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini telah

Lebih terperinci

BAB V KERAGAAN MODEL MAKROEKONOMETRIKA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA

BAB V KERAGAAN MODEL MAKROEKONOMETRIKA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA 139 BAB V KERAGAAN MODEL MAKROEKONOMETRIKA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Model makroekonometrika yang telah dibangun dalam bab sebelumnya diestimasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

VII. HASIL ESTIMASI MODEL DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH

VII. HASIL ESTIMASI MODEL DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH VII. HASIL ESTIMASI MODEL DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH Spesifikasi model yang digunakan dalam penelitian ini telah mengalami beberapa kali modifikasi, karena ditemukan beberapa

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagus untuk memperoleh keuntungan. kemampuan menciptakan nilai tambah (value added creation) dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. bagus untuk memperoleh keuntungan. kemampuan menciptakan nilai tambah (value added creation) dari setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu kelompok ini terbukti tahan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

OME File/UN/Soal dan Pembahasan Ekonomi

OME File/UN/Soal dan Pembahasan Ekonomi 1. Perhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan produksi barang: 1. Dimana barang akan diproduksi 2. Untuk siapa barang diproduksi 3. Bagaimana cara memproduksi barang 4. Barang atau jasa apa yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pangan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan wilayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating system) di Indonesia pada tahun 1997, telah menyebabkan posisi nilai tukar rupiah terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang. Manfaat bagi kegiatan setiap orang yakni, dapat mengakomodasi

BAB I PENDAHULUAN. orang. Manfaat bagi kegiatan setiap orang yakni, dapat mengakomodasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini aktivitas manusia yang berhubungan dengan menabung sangatlah penting, adanya tabungan masyarakat maka dana tersebut tidaklah hilang, tetapi dipinjam atau dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk Indonesia

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005 EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005 1. Konstruksi Kebijakan Menimbulkan Dualisme Pasar dan Rawan Terhadap Penyimpangan Subsidi pupuk pertama kali diberikan kepada

Lebih terperinci