LAPORAN AKHIR ANALISA PEMETAAN KEBUTUHAN KONSUMEN DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR ANALISA PEMETAAN KEBUTUHAN KONSUMEN DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN!!!!!!!!!!!!!!!!!!"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR ANALISA PEMETAAN KEBUTUHAN KONSUMEN DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN!!!!!!!!!!!!!!!!!! Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia 2016

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmatnya laporan Analisa Pemetaan Kebutuhan Konsumen Dalam Perlindungan Konsumen dapat diselesaikan. Tumbuhnya perekonomian suatu negara, senantiasa disertai dengan tumbuhnya berbagai industri barang dan jasa yang dapat digunakan konsumen untuk memenuhi kebutuhannya. Tumbuhnya industri barang dan jasa sejenis akan mendorong tingkat persaingan menjadi meningkat, terkait hal ini, seyogyanya konsumen mendapatkan manfaat berupa banyaknya pilihan barang dan jasa dengan harga bersaing. Namun fakta tidak selalu seiring dengan harapan. Munculnya permasalahan umumnya diawali dari beragamnya pilihan barang dan jasa sejenis dengan berbagai variasinya, hal ini menuntut konsumen untuk wajib berhati-hati dan waspada dalam pemenuhan kebutuhannya. Disisi lain konsumen memiliki hak yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha, namun tidak setiap pelaku usaha dapat memenuhinya, karena berbagai alasan. Atas dasar ini permasalahan akan senantiasa muncul, meski konsumen dan pelaku usaha senantiasa berikhtiar untuk mencari jalan keluarnya atas dasar moral sosial, namun fakta menunjukkan bahwa, konsumen selalu berada pada pihak yang lemah dan lebih banyak menanggung risiko kerugian baik moril maupun materiil. Oleh karenanya perlu kehadiran pemerintah melalui lembaga teknis untuk melindunginya. Indonesia memiliki UU PK No 8 Tahun 1999, namun keberadaannya menjadi dipertanyakan, apakah butir-butir dalam UU tersebut masih mampu menjadi payung hukum atas dinamika yang muncul dari interaksi konsumen dan pelaku usaha yang terus-menerus berkembang dan semakin kompleks apalagi dengan terbukanya pasar regional yang tidak lagi mengenal batas geografi. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, 2016!!!i!

3 Pemerintah sangat menyadari akan kondisi tersebut, karenanya berbagai tindakan antisipasi tengah disiapkan, salah satunya adalah penelitian ini yang berupaya memetakan kebutuhan konsumen sesuai dengan pengalaman dan sifat demografinya. Hasilnya diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu masukan berharga guna merancang strategi pengembangan dan penyempurnaan UU Perlindungan Konsumen yang komprehensif juga meliputi serta penyiapan perangkat teknisnya. Harapannya UU PK kedepan dapat menjadi penglima penegakan hukum dan sekaligus mendorong tumbuhnya harmonisasi konsumen dan pelaku usaha. Sehingga para pelaku usaha dapat tumbuh secara sehat dalam menyediakan berbagai kebutuhan barang dan jasa disetai layanan penuh kepada konsumen sesuai kewajibannya, Di sisi lain konsumen dengan aman dan nyaman dapat memenuhi kebutuhnya secara optimal sesuai haknya. Sehingga konsumen adalah Raja dan pelaku usaha Pelayannya dapat berjalan dengan azas keadilan. Tiada gading yang tak retak, saran guna perbaikan laporan ini sangat diharapkan sengan tulus. Jakarta, Mei 2016 Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, 2016!!!ii!

4 ABSTRAK Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah terkait perlindungan konsumen, hak-haknya selaku konsumen, prosedur pengaduan konsumen, lembaga tempat pengaduan konsumen, permasalahan yang dihadapi masyarakat selaku konsumen dalam penggunaan barang dan jasa serta cara penyelesaian masalahnya, serta mengidentifikasi kebutuhan, permasalahan, dan harapan masyarakat terhadap program dan system perlindungan konsumen. Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan melibatkan 4829 responden di 17 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat Indonesia terhadap kewajibannya selaku konsumen baik saat membeli ataupun menggunakan produk atau jasa masih sangat sangat beragam, tergantung pada beberapa faktor seperti tingkat pendidikan atau status sosial. Berdasarkan hal tersebut, kebutuhan perlindungan konsumen secara umum dapat dibagi kedalam tiga kategori yakni sosialisasi dan edukasi terhadap hak dan kewajiban konsumen, advokasi dan pengawasan barang beredar dan jasa Kata Kunci: Kebutuhan, Strategi Nasional, Perlindungan Konsumen ABSTRACT This analysis aims to identify the level of public knowledge of government policies related to consumer protection as well as their rights as consumers, procedures of consumer complaints, the institutitions for consumer complaint, the problems faced by the public as consumers in the use of goods and services including the solve to the problems, and also to identify the needs, problems, and people's expectations of the program and the system of consumer protection. The method used ini the analysis was quantitative descriptive involving 4829 respondents in 17 provinces in Indonesia. The results has showed that the public's knowledge of their obligations as consumers either when purchasing or using the product is very diverse. Related to the results, the needs of consumer protection can generally be divided into three categories such as the socialization and education of the rights and obligations of consumers, advocacy and supervision of goods and services in the market. Keyword: Needs, National Strategy, Consumer Protection. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, 2016!!!iii!

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR TABEL... v BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Output Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Regulasi Teori Perilaku Konsumen... 6 BAB III METODE PENELITIAN Wilayah Penelitian Jumlah Sampel Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengambilan Sampel Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Kriteria Responden Informasi yang Dikumpulkan Metode Analisis Pendekatan Penelitian Metode Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN Profil Responden Perilaku Konsumen saat Membeli atau Menggunakan Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, 2016!!!iv!

6 Produk atau Jasa Segmentasi Konsumen Menurut Perilaku Kewajibannya Profil Demografi Konsumen Pengetahuan Terhadap Hak Konsumen dan UU PK Perilaku Belanja Konsumen Permasalahan yang Dialami Konsumen Masalah yang Berasal dari Pedagang Masalah yang Berasal dari Produsen Masalah yang Dijumpai Konsumen dan Tempat Pengaduannya Pengenalan Konsumen Terhadap Lembaga Pengaduan Konsumen Persepsi Lembaga Pengaduan Konsumen Harapan Konsumen Terhadap Pelaku Usaha Sosialisasi Pemerintah Terkait Perlindungan Konsumen. 59 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Rekomendasi Kebijakan LAMPIRAN 1 Tabulasi Silang Antara Segmen dan Aspek Demografi.. 68 LAMPIRAN 2 Masalah yang Pernah Dialami Saat Belanja Off-Line LAMPIRAN 3 Masalah saat Belanja Secara On-Line LAMPIRAN 4 Masalah Saat Mengkonsumsi LAMPIRAN 5 Kuesioner Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, 2016!!!v!

7 DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Sebaran Wilayah Survey... 9 Tabel 3.2. Sebaran Sampel dengan Kota atau Kabupaten Terpilih 11 Tabel 4.1. Kriteria Tingkat Pengetahuan Konsumen atas Haknya 42 Tabel 4.2. Cara Konsumen Berbelanja Produk/Jasa Tabel 4.3. Pengetahuan akan Program Edukasi dan Sosialisasi Perlindungan Konsumen Tabel 4.4. Partisipasi pada Program Edukasi dan Sosialisasi Perlindungan Konsumen DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Konsep Perilaku Konsumen dan Proses Pengambilan Keputusan Pembelian... 7 Gambar 3.1. Teknik Pengambilan Contoh Gambar 4.1. Sebaran Usia Gambar 4.2. Gender Responden Gambar 4.3. Tingkat Pendidikan Gambar 4.4. Jenis Pekerjaan Responden Gambar 4.5. Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga Gambar 4.6. Evaluasi Terhadap Kewajiban Konsumen Gambar 4.7. Perilaku Konsumen Terkait Kewajibannya Gambar 4.8. Tahapan Segmentasi Konsumen Terkait Kewajibannya 31 Gambar 4.9. Hasil Segmentasi dengan Cluster Analysis (Ward Method) Gambar Biplot Segmen Konsumen Gambar 4.10a. Visualisasi 5 Segmen Konsumen Gambar Segmen vs Usia Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, 2016!!!vi!

8 Gambar Segmen vs SES Gambar Segmen vs Pendidikan Gambar Segmen vs Pekerjaan Gambar Segmen vs Gender Gambar Profil Segmen Menurut Aspek Demografi Gambar Pengetahuan Konsumen Terhadap Hak-Haknya Gambar Pengetahuan Konsumen Terhadap UU PK Gambar Hal yang Diketahui Terkait UU PK Gambar 4.19a. Kesadaran Konsumen Terhadap Hak-Haknya Gambar Permasalahan yang Pernah Dialami Konsumen Saat Membeli/Mengkonsumsi Gambar Asal Permasalahan yang Dialami Konsumen Gambar Permasalahan yang Berasal dari Pedagang Gambar Permasalahan yang Berasal dari Produsen Gambar Tindakan Konsumen saat Menemui Masalah Gambar Tempat Konsumen Mengadu Gambar Media yang Digunakan Konsumen Melakukan Pengaduan Gambar Tingkat Penyelesaian Masalah Gambar Tingkat Penyelesaian Masalah Gambar Pengenalan Konsumen Terhadap Lembaga Perlindungan Konsumen Gambar Peta Pengenalan Konsumen Terhadap Nama LPK Dan Fungsinya Gambar Alasan Konsumen Tidak Mengadu ke LPK Gambar Peta Persepsi Konsumen Terhadap LPK Gambar Penyelenggara Sosialisasi Bahan Pangan Berbahaya 61 Gambar Penyelenggara Sosialisasi Pangan Sehat Gambar Penyelenggara Sosialisasi Konsumen Cerdas Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, 2016!!!vii!

9 Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, 2016!!!viii!

10 Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, 2016!!!ix!

11 ! Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, 2016!!!x!

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi ekonomi yang dilakukan setelah terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 mendorong terbitnya beberapa regulasi dalam rangka mewujudkan perekonomian yang sehat, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UU PK). Melalui keseimbangan antara perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha yang diatur dalam UU PKyang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum yang menjamin diperolehnya hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, upaya perlindungan konsumen mengalami banyak kemajuan. Selanjutnya dengan implementasi UU PK beberapa peraturan perundang-undangan yang secara langsung atau tidak langsung mengatur perlindungan konsumen diberlalukan, seperti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan (AIPEG, 2015). Lima belas tahun kemudian setelah lahirnya UU PK, proses globalisasi ekonomi mendorong semakin terbukanya pasar dalam negeri sehingga jenis barang yang beredar di pasar menjadi beraneka ragam. Hal ini tentu saja akan memberikan pilihan dan ketersediaan atas barang yang dibutuhkan oleh masyarakat namun harus tetap menjamin kepastian atas mutu, jumlah dan keamanan barang sehingga tidak mengakibatkan kerugian pada konsumen. Seiring dengan perkembangan tersebut penyelenggaraan perlindungan konsumen di Indonesia yang berpedoman pada UU PK dinilai belum optimal disebabkan masih terdapat beberapa kendala antara lain: UU PK dianggap sudah tidak relevan dengan dinamika masyarakat dan pasar, institusi pelaksana kebijakan yang terbatas baik dari segi kualitas dan kuantitas, konsumen yang belum berdaya, dan perlindungan konsumen belum menjadi isu pokok dalam kebijakan ekonomi. Konsumen yang belum berdaya sebagai salah satu kendala dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen dapat dilihat dari kondisi dimana konsumen memiliki peluang yang besar dalam menanggung risiko kerugian Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

13 yang disebabkan wanprestasi produsen. Disisi lain konsumen senantiasa berada pada posisi yang lemah dalam menghadapi perselisihan dengan produsen. Kondisi ini dapat disebabkan banyak faktor seperti tingkat pengetahuan konsumen terhadap haknya sebagai konsumen masih rendah atau produsen sebagai penyedia barang dan jasamemanfaatkan sisi kelemahan konsumen untuk mendapatkan keuntungan sepihak.dalam rangka mendorong penyelenggaraan perlindungan konsumen yang optimal akan disusun Strategi NasionalPerlindungan Konsumen. Untuk menyusun program tersebut diperlukan data dukung terutama pemetaan kebutuhan, permasalahan, dan harapan konsumen terhadap sistem perlindungan konsumen. Hasil pengkajian literatur terdahulu belum banyak menemukan kajian awal yang memaparkan secara jelas mengenai pemetaan kebutuhan, permasalahan, dan harapan konsumen terhadap sistem perlindungan konsumen, padahal kajian tersebut penting sebagai sumber informasi dalam rangka penyusunan upaya peningkatan perlindungan konsumen yang optimal. Berdasarkan hal tersebut, maka dirasa perlu untuk melakukan analisis yang lebih mendalam terhadap kebutuhan, permasalahan,dan harapan konsumen dimana hasil pemetaan tersebut dapat dijadikan sebagai baseline untuk merumuskan kebijakan dalam Strategi NasionalPerlindungan Konsumen Rumusan Masalah Berdasarkan fakta tersebut, maka analisis ini penting untuk dilakukan guna menjawab beberapa permasalahan terkait dengan kebutuhan, permasalahan, dan harapan konsumen sehingga hasil pemetaan tersebut dapat dijadikan sebagai baseline untuk merumuskan kebijakan dalam Strategi NasionalPerlindungan Konsumen Tujuan Penelitian Sejalan dengan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: a. Melakukan identifikasi tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah terkait perlindungan konsumen, hak-haknya selaku Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

14 konsumen, prosedur pengaduan konsumen, serta lembaga tempat pengaduan konsumen b. Melakukan identifikasi permasalahan yang dihadapi masyarakat selaku konsumen dalam penggunaan barang dan jasa serta cara penyelesaian masalahnya c. Melakukan identifikasi kebutuhan, permasalahan, dan harapan masyarakat terhadap program dan sistem perlindungan konsumen 1.4. Output Penelitian a. Gambaran tingkat pengetahuan konsumen (knowledge, behaviour, attitude, mindset, kelembagaan, prosedur pengaduan, dan lembaga penyelesaian sengketa) terhadap hak-haknya selaku konsumen; b. Pemetaan kendala yang dihadapi konsumen dalam menggunakan barang dan jasa serta cara penyelesaiannya; c. Gambaran kebutuhan, permasalahan dan harapan konsumen terhadap sistem perlindungan konsumen; dan d. Rumusan usulan kebijakan Ruang Lingkup Penelitian a. Kajian hanya membahas aspek utama yang berkaitan dengan perilaku dan pengalaman masyarakat selaku konsumen dalam membeli barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan. Pengenalan terhadap hak-hak dan kewajibannya selaku konsumen dalam mendapatkan produk atau layanan sesuai yang dijanjikan oleh produsen. Disisi lain, penelitian ini juga berupaya menangkap persepsi konsumen terkait dengan lembagalembaga pengaduan atau lembaga mediasi yang dapat memberikan bantuan jika terjadi perselisihan atau sengketa antara konsumen dengan produsen. b. Aspek Kebijakan: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan lainnya terkait perlindungan konsumen. c. Daerah Kajian: Sumatera Utara (Medan dan Kab. Deli Serdang), Sumatera Barat (Padang), Riau (Pekanbaru dan Kab. Kampar), Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

15 Sumatera Selatan (Palembang dan Kab. Banyuasin), Lampung (Bandar Lampung), DKI Jakarta, Banten (Tangerang), Jawa Barat (Bekasi, Depok, Bogor, Bandung, Sukabumi, dan Cirebon), Jawa Tengah (Semarang), DI Yogyakarta (Yogyakarta dan Kab. Bantul), Jawa Timur (Surabaya, Kab. Sidoarjo, Malang, dan Banyuwangi), Bali (Denpasar, Kab. Jembrana, Kab. Karangasem, Kab. Buleleng), NTT (Kupang), Kalimantan Barat (Pontianak dan Kab. Kubu Raya), Kalimantan Selatan (Banjarmasin), Sulawesi Selatan (Makassar dan Kab. Maros), dan Sulawesi Utara (Manado). Pertimbangan Pemilihan provinsi yang akan dijadikan wilayah penelitian menggunakan metode Clustering Sampling, dengan penetapan Cluster mengacu kepada pembagian menurut Kajian Ekonomi Regional. d. Responden Kajian: Responden kajian adalah konsumen, narasumber dari Dinas Perdagangan, dan institusi lain yang terkait penyelenggaraan perlindungan konsumen Manfaat Penelitian a. Pemerintah: baseline untuk merumuskan kebijakan dalam Strategi NasionalPerlindungan Konsumen; b. Pelaku usaha: terlindunginya kepentingan jangka panjang produsen selaku penyedia barang dan jasadari persaingan dengan barang yang tidak memenuhi standar/merugikan/berbahaya; dan c. Konsumen: meningkatnya pengetahuan konsumen terhadap haknya sebagai konsumen. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

16 1.7. Sistematika Penulisan Laporan dalam analisis ini terdiri dari beberapa bab sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Dalam bagian ini dijelaskan tentang latar belakang mengapa perlu dilakukan analisis ini, tujuan dan output, manfaat, ruang lingkup, serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka Memaparkan tinjauan pustaka terkait perilaku konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Bab III Metodologi Penelitian Memaparkan kerangka pikir, metode analisis, pengambilan data dan pengolahannya, serta urutan tahapan analisis. Bab IV Hasil Penelitian Memaparkan hasil identifikasi tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah terkait perlindungan konsumen, hak-haknya selaku konsumen, prosedur pengaduan konsumen, serta lembaga tempat pengaduan konsumen, hasil identifikasi permasalahan yang dihadapi masyarakat selaku konsumen dalam penggunaan barang dan jasa serta cara penyelesaian masalahnya, serta hasil identifikasi kebutuhan, permasalahan, dan harapan masyarakat terhadap program dan sistem perlindungan konsumen Bab VII Kesimpulan dan Rekomendasi Menyampaikan kesimpulan dan rekomendasi yang berkaitan dengan kebutuhan dan harapan konsumen. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Teori Perilaku Konsumen Menurut Kinear (1998) perilaku konsumen dapat diartikan sebagai suatu rangkaian proses yang dilakukan konsumen, mulai dari pengenalan kebutuhan terhadap produk atau jasa dalam upaya pencapaian tujuannya, pencarian informasi, seleksi informasi, pengambilan keputusan serta perilaku pembelian. Dalam proses seleksi informasi, tingkat ketelitian yang dimiliki konsumen akan sangat berbeda-beda, hal ini disebakan oleh beberapa faktor, seperti jenis barang atau jasa uang yang dibutuhkan, tinggi rendahnya keterlibatan konsumen dalam pengambilan keputusan, ketersediaan waktu yang tersedia saat belanja, kepedulian terhadap keamanan diri, rasa percaya pada produk atau jasa yang akan dikonsumsi, serta pengetahuan dan pengalamann diri yang dimiliki. Barang-barang yang bersifat durable good serta cukup besar biaya yang harus dikeluarkannya, umumnnya konsumen akan memberikan perhatian lebih (high involve) dalam mendapatkan berbagai informasi terkait (Solomon, 2004). Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa konsumen mendapatkan barang atau jasa sesuai dengan apa yang diharapkan dan tidak terjadi kesalahan. Disisi lain untuk barang atau jasa yang nilainya relatif rendah atau consumer goods yang biasa dikonsumsi sehari-hari, biasanya perhatian konsumen dalam mengamati berbagai fitur produk tersebut sangat bervariasi, mulai dari yang sangat teliti hingga tanpa perhatian sama sekali. Seperti dilaporkan dalam penelitian Wijayanti (2006) terkait pemilihan susu pertumbuhan anak. Kebanyakan para ibu selaku konsumen sangat memperhatikan kandungan nutrisi produk, tanggal kadaluarsa, serta cara penyajiannya. Pada Gambar 2.1 menjelaskan proses yang dialami masyarakat selaku konsumen saat mulai mengenali kebutuhan akan produk dan jasa yang akan dikonsumsi. Pencarian informasi terkait produk dan jasa yang dibutuhkan, proses seleksi terhadap produk dan jasa sesuai yang dibutuhkan dan diinginkan serta upaya mendapatkan manfaat optimal, dan akhirnya proses Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

18 pengambilan keputusan. Dari banyak kajian teori dijelaskan bahwa produk dan jasa dapat merupakan produk individu atau produk kolektif dalam proses pengambilan keputusannya. Mengingat dalam anggota keluarga bukan satusatunya pengambil keputusan tunggal, namun ada anggota keluarga lain (suami/istri, ayah atau ibu) yang turut mempengaruhi bahkan lebih dominan perannya dalam pengambilan keputusan dalam keluarga. " " " " " " " " " " Gambar 2.1. Konsep Perilaku Konsumen Dan Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Sumber: lavidge & Steiner 1961, Angel, 2004, Kinear 1998 Tahap berikutnya adalah bagaimana konsumen berinteraksi dengan produsen, serta proses saat penggunaan produk jasa tersebut, proses selanjutnya terkait muncul persepsi tentang bagaimana kinerja produk atau jasa yang digunakan. Melalui pendekatan ini juga akan dievaluasi kinerja produk-produk atau jasa yang umum digunakan konsumen, serta harapan konsumen terkait dengan perlindungan konsmen yang lebih nyata dapat dirasakan. Oleh karenanya analisis positioning penjadi sangat penting untuk dilakukan, sehingga dapat diketahui secara pasti posisi layanan dan persepsi masyarakat terhadap produk-produk dan jasa yang selama ini rutin digunakan. Informasi ini Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

19 diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam perancangan strategi edukasi kepada konsumen. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Wilayah Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian dimana informasi ini akan digunakan untuk merepresentasikan kondisi Indonesia secara umum, maka sesuai metode pemilihan wilayah survei ditetapkan 17 provinsi yang akan diambil datanya, dimana 6 provinsi di Pulau Jawa dan 11 provinsi lainnya di luar Pulau Jawa. Pemilihan provinsi ini didasarkan atas sebaran jumlah penduduk. Tabel 3.1. Sebaran wilayah survey " LOKASI PROVINSI LOKASI PROVINSI JAWA 1. DKI&Jakarta 1. Sumatera&Utara 2. Banten 2. Riau 3. Jawa&Barat 3. Sumatera&Selatan 4. Jawa&Tengah 4. Sumatera&Barat 5. DI&Yogyakarta 5. Lampung 6. Jawa&Timur LUAR- JAWA 6. Bali 7. Kalimantan&Barat 8. Kalimantan&Selatan 9. Sulawesi&Selatan 10. Sulawesi&Utara 11. Nusa&Tenggara&Timur 3.2. Jumlah Sampel Teknik Pengumpulan Data Jumlah sampel keseluruhan yang akan dijadikan sebagai sumber informasi dalam penelitian ini ditentukan menggunakan kaidah Slovin yang merupakan turunan dari penentuan sampel dengan pendekatan sebaran normal sebagai berikut: Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

21 " Zα /2 # n= % & p(1 p) ' e ( Dimana: α e 2 dengan faktor populasi terhingga : Tingkat kepercayaan : simpangan dugaan parameter Z α : Nilai sebaran Normal /2 P N n : Proporsi populasi dengan sifat tertentu : Jumlah Populasi : Jumlah sampelpopulasi tak hingga n* : Jumlah sampelterkoreksi populasi terhingga n n = n 1 1+ N Dengan mengasumsikan populasi menyebar normal dan tingkat kepercayaan 95%, serta proporsi populasi yang memiliki ciri tertentu adalah 50% (p=0,5), maka formula jumlah sample terkoreksi dapat ditulis ulang N menjadi n =. Berdasarkan formula terakhir ini kemudian dengan 2 en+ 1 menetapkan simpangan dugaan (e) sebesar 1,5%, dimana populasi responden adalah seluruh penduduk dewasa di Indonesia (definisi dewasa adalah penduduk yang berusia 17 tahun ke atas) Berdasarkan Data BPS (Sensus Penduduk 2010) jumlah penduduk dewasa sebanyak orang, maka dengan menggunakan formula slovin dengan asumsi data menyebar normal diperoleh sampel sebesar Setelah jumlah sampel keseluruhan diperoleh, tahap berikutnya adalah menetapkan sebarannya pada masing-masing wilayah. Untuk keperluan ini digunakan pendekatan azas proporsional berdasarkan jumlah penduduk, sehingga diperoleh hasil pada Tabel 3.1 kolom terakhir (Jumlah Sampel). Tahap terakhir terkait penentuan jumlah sampel adalah menetapkan kota/kabupaten yang akan disurvei. Pada Tabel 3.2 disajikan kota/kabupaten yang rencana akan dikunjungi. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

22 Tabel 3.2. Sebaran sampel dengan kota atau kabupaten terpilih LOKASI AREA-SURVEI JUMLAH- SAMPEL LOKASI AREA-SURVEI JUMLAH- SAMPEL 1. DKI&Jakarta Medan Kota&Bogor Kab.&Deli&Serdang Kab.&Bogor Pekanbaru 114 JAWA 4. Depok Kab.&Kampar Kota&Tangerang Padang Kab.&Tangerang Kota&Bandar&Lampung Kota&Bekasi Palembang Kab.&Bekasi Kab.&Banyuasin Kota&Bandung Denpasar Kab.&Bandung&Barat Kab.&Jembrana 29 LUAR- 11. Cirebon Kab.&Karangasem JAWA Sukabumi Kab.&Buleleng Semarang Kupang Yogyakarta Kab.&Kupang Kab.&Bantul Pontianak Surabaya Kab.&Kubu&Raya Kab.&Sidoarjo Banjarmasin Malang Makassar Banyuwangi Kab.&Maros 32 JUMLAH Manado 73 JUMLAH Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini unit analisisnya adalah individu atau anggota masyarakat, dimana dalam pemilihannya menggunakan basis rumah tangga atau unit tempat kediaman. Teknik sampling yang akan digunakan adalah multistage random sampling (Cochran, 1978) dengan tahapan sebagai berikut: Dari kota atau kabupatan yang dipilih secara purposive dengan harapan bahwa kota atau kabupaten tersebut merupakan representasi wilayah Indonesia yang dapat menggambarkan dinamika konsumen yang tersebar di wilayah barat (Sumatera, Jawa), wilayah tengah (Kalimantan dan Bali) dan wilayah timur (Sulawesi dan Nusatenggara Timur). Untuk mendapatkan anggota masyarakat yang akan menjadi sumber informasi konsumen, akan dilakukan beberapa tahapan aktivitas sebagai berikut: Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

23 Gambar 3.2. Teknik pengambilan contoh (1) Dari masing-masing kota atau kabupaten terpilih akan dipilih 2-4 Kecamatan sebagai satuan kelompok masyarakat. Kaidah sampling yang digunakan adalah cluster random sampling. (2) Dari masing-masing kecamatan terpilih akan dilakukan pemilihan secara cluster randomsampling 2 Kelurahan atau Desa. (3) Dari setiap Kelurahan atau Desa terpilih, akan diambil 2 RW atau Banjar atau Lingkungan, yang pemilihannya dilakukan melalui clusterrandom sampling. (4) Dari masing-masing RW terpilih, kemudian akan dipilih 3 RT atau Dukuh yang dilakukan secara stratified random sampling. Penggunaan metode ini didasarkan atas fakta adanya strata (kelas) masyarakat yang didasarkan atas kelas sosial ekonomi (SES). Berdasarkan aspek SES, pada penelitian ini anggota masyarakat akan dikelompokan menjadi 5 strata, yang dilambangkan dengan abjad A, B, C, D, dan E Dimana strata A merupakan strata tertinggi, diikuti oleh strata B, demikian seterusnya. Stara A dan B mewakili kelompok masyarakat atas, strata B mewakili kelompok masyarakat menengah, dan strata D dan E mewakili kelompok masyarakat bawah. Dalam prakteknya, penentuan SES ini didekati dengan tingkat Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

24 pengeluaran individu atau rumah tangga per bulan. Dari 3 RT atau Dusun yang terpilih diharapkan dapat mewakili masing-masing kelompok SES tersebut. (5) Setelah RT atau Dusun terpilih, tahap berikutnya adalah pemilihan unit tempat kediaman (UTK) atau Rumah. Untuk melakukan hal ini digunakan kadah systematic random sampling. Penggunaan metode sampling ini memiliki persyaratan seperti penentuan titik awal UTK serta kisaran (interval) rumah yang akan diambil sebagai sampel berikutnya. (6) Tahap terakhir atau setelah UTK terpilih adalah menentukan anggota keluarga yang juga sebagai masyarakat konsumen. Anggota keluarga yang dapat menjadi responden adalah mereka yang berusia antara 17 hingga 60 tahun, yang saat survey dilakukan dalam keadaan sehat. Tatacara pemilihan anggota keluarga dilakukan dengan menggunakan kaidah simple random sampling, melalui cara ini setiap anggota keluarga yang memenuhi kriteria memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel Pengumpulan Data (1) Untuk mendapatkan data dari sumber informasi yang akan digunakan untuk menjawab tujuan penelitian (data primer) dilakukan melalui wawancara tatap muka (face to face interview) kepada anggota keluarga terpilih. (2) Untuk melengkapi data primer akan dilakukan pengumpulan informasi dari sumber lain (data sekunder)dari hasil penelitian yang dipergunakan dalam tahap persiapan. Data sekunder ini diperoleh dari kementerian, lembaga terkait, lembaga keuangan, dan lembaga penyelenggara sistem pembayaran Metode Pengolahan Data Aktivitas pengolahan data pada dasarnya ditujukan untuk menyiapkan data agar siap untuk dianalisis. Aktivitas pengolahan data yang dilakukan meliputi: a. Checking Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

25 b. Coding c. Data Entry d. Cleaning 3.5. Kriteria Responden (1) Responden sebagai sumber informasi adalah Individu anggota keluarga yang dipilih dari rumah tangga yang ditetapkan berdasarkan metode simple random sampling. Kriteria yang akan digunakan adalah usia diatas 17 tahun di bawah 60 tahun. (2) Berdomisili tetap di wilayah survey atau setidaknya telah 6 bulan bermukim di wilayah survey Informasi yang Dikumpulkan Informasi yang akan dikumpulkan guna menjawab tujuan dan berbagai hipothesis penelitian yang akan dikonfirmasi adalah: a. Demografi Responden (Usia, Pendidikan, Socio Economics Status (SES), Pekerjaan) b. Pengalaman masyarakat selaku konsumen dalam berbelanja c. Pengetahuan tentang hak dan kewajiban masyarakat selaku konsumen d. Perilaku dalam belanja kaitannya dengan hak dan kewajibannya sebagai konsumen e. Pengalaman atas kejadian yang tidak menyenangkan atau mengecewakan selaku konsumen (jika ada). f. Pengalaman konsumen dalam mengadukan masalah terkait dengan pelanggaran atas hak konsumen. g. Tempat mengadukan masalah lama proses dan akhir dari proses pengaduan. h. Alasan tidak mengadukan masalah i. Tingkat pengetahuan responden terhadap keberadaan serta fungsi dari lembaga atau institusi perlindungan konsumen yang ada di Indonesia j. Persepsi masyarakat terhadap lembaga atau institusi perlindungan konsumen yang ada di Indonesia Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

26 k. Tingkat kepuasan atas layanan lembaga pengaduan konsumen dalam membantu dalam penyelesaian masalah Metode Analisis Pendekatan Penelitian Untuk menjawab tujuan penelitian ini, akan dilakukan dengan penelitian deskriptif kuantitatif. Dimana penelitian ini menitik beratkan pada upaya memaparkan karakteristik populasi serta keterkaitannya secara kuantitatf. Untuk mendapatkan data akan dilakukan melalui survei kepada anggota masyarakat selaku konsumen yang berada di beberapa wilayah yang dipilih sedemikian rupa dengan kaidah yang berbasis pada sampling technique. Hasilnya diharapkan dapat menggambarkan kondisi riil masyarakat di wilayah survei yang pada akhirnya akan digunakan sebagai proxi nasional Metode Analisis Data Tahap berikutnya setelah pengolahan data adalah melakukan analisis, dimana aktivitas ini pada dasarnya ditujukan untuk menggali berbagai informasi yang dikandung oleh data sesuai dengan tujuan penelitian. Beberapa metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian meliputi: a. Statistika Deskriptif Analisis ini digunakan untuk meringkas data dan menyajikan hasilnya dalam bentuk tabulasi atau gambar, tujuannya agar memudahkan dalam pembacaan informasi, serta memudahkan dalam penelusuran informasi lebih lanjut. b. Chi-Square Test Analisis ini akan digunakan untuk melakukan pembandingan dua kelompok data atau lebih berbasis pada sebaran Chi-Square. Data yang digunakan dalam analisis ini umumnya berskala ordinal atau nominal, atau dalam bentuk tabulasi silang. Dalam banyak kasus uji ini digunakan juga untuk mengetahui ada tidaknya keterkaitan antar kategori atau karakteristik populasi. c. Analisis Korespondensi Dalam penelitian ini analisis korespondensi akan digunakan untuk memetakan keterkaitan antar kategori dari data tabel kontingensi. Sehingga akan memudahkan dalam menterjemahkan informasi yang dikandung oleh data yang berkaitan dengan pola hubungan antar kategori seperti perilaku belanja Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

27 dengan karakteristik demografinya. Analisis ini hanya akan dilakukan bila ada keterkaitan antar kategori dari hasil uji Khi-Kuadrat. Analisis korespondensi (AK) merupakan analisis yang memperagakan baris dan kolom secara serempak dari tabel kontingensi dwi arah, yang kemudian dapat diperluas untuk tabel kontingensi multi arah. Di bidang psikologi perhitungan analisis ini dikenal dengan penskalaan dual sedangkan dalam ekologi dikenal sebagai perataan timbal balik (Hill, 1974). Peragaan yang diperoleh seperti halnya dengan analisis biplot, merupakan penumpang tindihan profil-profil baris dan kolom, yang dalam analisis ini diperoleh dari tabel kontingensi dengan menggunakan jarak khi-kuadrat. Penggunaan Penguraian Nilai Singuler Umum (Generalized Singular Value Decomposition) (Siswadi dan Budi Suharjo, 2006) dalam penghitungan analisis ini akan memberikan keterkaitannya dengan analisis lain dalam Analisis Perubah Ganda. Jika N merupakan matriks data yang unsur-unsurnya adalah bilangan nonnegatif. Matriks ini merupakan tabel kontingensi dwi-arah. Matriks korespondensi didefinisikan sebagai I P J = (1/n..)N dengan n.. = 1 N1. Vektor yang unsur-unsurnya merupakan jumlah unsur dari vektor-vektor baris matriks P ialah r = P1; r i > 0, i = 1, 2,..,I. Vektor yang unsur-unsurnya merupakan jumlah unsur dari vektor-vektor kolom matriks P ialah c= P 1; c i > 0, i = 1, 2,.., J. Definisikan D r sebagai matriks diagonal yang unsur-unsur diagonal utamanya ialah unsur-unsur dari vektor r, yang dilambangkan sebagai D r = diag (r), dan D c = diag (c). Matriks profil baris didefinisikan sebagai R = D -1 r P dan matriks profil kolom didefinisikan sebagai C = D -1 c P. Jadi, vektor r juga merupakan rataan terboboti dari profil-profil kolom dan vektor c juga merupakan rataan terboboti dari profilprofil baris. Andaikan R = [ r 1, r 2,..,r I ] dan C = [c 1, c 2,..,c J ], maka jarak yang digunakan untuk menggambarkan kedekatan antar profil ialah jarak Khikuadrat, yaitu: (r i - r j ) D -1 c (r i - r j ) untuk jarak antara profil baris r i dengan profil baris r j, dan (c i - c j ) D -1 r (c i - c j ) untuk jarak antara profil kolom c i dengan profil kolom c j. Profil-profil baris dan kolom di atas ingin digambarkan dengan menumpangtindihkannya dalam ruang berdimensi rendah.bila dengan PNS umum diperoleh Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

28 bahwa P - rc = AD µ B; A D -1 r A = B D -1 c B = I, maka profil baris matriks R yang - posisi relatifnya sama dengan profil baris matriks R - 1c, diberikan oleh F = D r 1 AD µ. Profil kolom matriks C yang posisi relatifnya sama dengan profil kolom matriks C - 1r, diberikan oleh G = D -1 c BD µ. Bila dengan profil baris R atau profil kolom C digunakan jarak Khi-kuadrat maka dengan profil dari matriks F atau G representasinya diperoleh jarak Euclid. Seperti halnya dalam biplot, penggambaran dalam ruang berdimensi rendah, katakanlah k, maka koordinat yang digunakan untuk menggambarkan profil-profil tersebut adalah k unsur pertamanya. Interpretasi kedekatan antar profil dalam kategori yang sama didasarkan pada jarak Euclidnya sedangkan hubungan profil-profil antar kategori dapat ditelusuri melalui formula transisi, yaitu: F = RGD -1 µ atau G = CFD -1 µ. Jarak yang jauh antar profil akan memberikan kontribusi yang relatif besar terhadap tidak adanya kebebasan antar kategori yang diamati. Kelayakan penggambaran dalam ruang berdimensi rendah didasarkan pada persentase keragaman yang dapat dijelaskan dari keragaman total peubah asal. Dalam analisis korespondensi, kelayakan penggambarannya didasarkan pada persentase inersia yang dapat dijelaskan dari inersia total yang merupakan dugaan statistik uji kebebasan antar kategori yang dibagi dengan banyaknya objek (n..). Besaran yang digunakan (µ µ µ 2 k )/ (µ µ µ 2 r ) x 100%. Di samping untuk menganalisis tabel kontingensi dwi-arah, analisis korespondensi juga dapat digunakan untuk menganalisis tabel kontingensi multi-arah. Hal ini dapat dilakukan melalui penggunaan peubah indikator yang mengubah tabel kontingensi multi-arah menjadi tabel dwi-arah, yaitu arah yang pertama berupa objek, dan arah yang kedua berupa semua kategori dari multiarah. Dari setiap kategori masing-masing arah, tiap objek diberi nilai 1 bila memenuhi kategori tersebut dan 0 selainnya. Bila penggunaan peubah indikator ini dilakukan untuk tabel kontingensi dwi-arah maka peragaan yang diperoleh akan memberikan posisi yang relatif sama walaupun terdapat perubahan dalam skala sumbu-sumbunya. d. Uji T Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

29 Uji ini digunakan untuk membandingkan dua nilai tengah subpopulasi yang umumnya diwakili contohnya. Dalam kasus ini, uji T dapat digunakan untuk membandingkan kinerja antar kelompok sampel (wilayah) untuk membedakan karakteristik masyarakat atas dasar perilakunya selaku konsumen (Walpole, 1996). e. Thurstone Case V Analisis ini merupakan teknik analisis yang berbasis pada Psikological Judgment yang bertujuan untuk melakukan perhitungan bobot yang didasarkan atas data hasil pemeringkatan terhadap sekumpulan aspek (variabel). Hasil dari analisis ini berupa nilai peringkat rasio yang dapat diperbandingkan secara exact (pasti). Dalam penelitian ini, analisis Thurstone dapat digunakan untuk mendapatkan faktor-faktor yang paling diperhatikan masyarakat dalam memilih produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen melalui retailernya. f. Cluster Analysis Menurut Mendehall (1978,) Cluster analysis merupakan bagian dari metode analisis eksplorasi data peubah ganda (Multivariate Exploratory Data analysis). Tujuan analisis ini adalah mengelompokkan sekumpulan individu ke dalam beberapa kelompok yang didasarkan atas kemiripan ciri, sehingga individuindividu yang berada pada satu kelompok memiliki tingkat kemiripan yang tinggi, dan individu antar kelompok memiliki kemiripan yang rendah. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk tujuan pengelompokkan ini, seperti metode agglomeration dengan hierarchical cluster analysis, K-means, serta metode divisive. Dalam penelitian ini akan digunakan metode hierarchical cluster analysisdengan pemilihan metode ward yang dikombinasi dengan ukuran jarak euclid square. Hasil dari penggunaan analisis ini diharapkan dapat memberikan informasi pengelompokkan masyarakat berdasarkan ciri literasinya, dan kemudian dengan teknik profiling dapat diketahui karakteristik demografinya. Berdasarkan informasi ini akan memudahkan menetapkan target edukasi bagi masyarakat atas dasar kehomogenan karakteristiknya. g. Biplot Analysis Analisis biplot diperkenalkan oleh Gabriel pada tahun Pada dasarnya, analisis ini merupakan suatu upaya untuk memberikan peragaan grafik dari matriks data X dalam suatu plot dengan menumpangtindihkan vektor-vektor Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

30 dalam ruang berdimensi rendah, biasanya dua (atau tiga) yang mewakili vektorvektor baris matriks X (gambaran objek) dengan vektor-vektor yang mewakili kolom matriks X (gambaran peubah). Dari peragaan ini diharapkan akan diperoleh gambaran tentang objek, misalnya kedekatan antar objek, dan gambaran tentang peubah, baik tentang keragamannya maupun korelasinya, serta keterkaitan antara objek-objek dengan peubah-peubahnya. Tampilan objek dalam AKU akan merupakan kasus khusus dari analisis biplot. Istilah bi dalam biplot dikaitkan dengan peragaan bersama atau serempak berupa penumpangtindihan antara vektor-vektor yang mewakili baris-baris sekaligus kolom-kolom mariks tersebut. Penghitungan dalam analisis biplot didasarkan pada penguraian nilai singular (PNS, Singular Value Decomposition) suatu matriks, suatu alat yang sangat bermanfaat dalam APG. Landasan analisis ini ialah bahwa setiap matriks n X p yang berpangkat r [ min{n,p}] dapat digambarkan secara pasti dalam ruang berdimensi r. Bagi matriks yang berpangkat r dan ingin digambarkan dengan baik dalam ruang berdimensi k [ r], dilakukan suatu pendekatan yang optimum dengan suatu matriks berpangkat k berdasarkan kuadrat norma perbedaan terkecil antara keduanya. Dari matriks hasil pendekatan terbaik tersebut digambarkanlah konfigurasi objek dan peubah dalam ruang berdimensi k. Untuk memudahkan pemahaman masalah ini, bayangkan saja k = 2, sehingga pendekatan tersebut dapat digambarkan dalam suatu salib sumbu atau bidang. Suatu matriks n X p yang berpangkat dapat diuraikan sebagai n X p = n G k H p atau x ij = g i h j, bila X = (x ij ), G = '! g $ 1 # ' & # g2 & H = #. & # ' & " gn % '! h $ 1 # ' & # h2 & #. & # ' & "# hp %& Hal ini misalnya dapat diperoleh melalui PNS, X = ULA, dengan memisalkan G = UL dan H = A. Penguraian X = GH tersebut tentunya tidak bersifat khas, oleh karena bila R merupakan matriks berpangkat penuh maka X = [GR][R -1 H ] = G 1 H 1. Ketidakkhasan ini memberikan kemungkinan pemilihan penguraian Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

31 yang dapat memberi makna dalam analisis. Baris ke-i matriks G akan digunakan untuk merepresentasikan baris ke-i matriks X, yang berarti merepresentasikan objek ke-i, sedangkan baris ke-j matriks H akan digunakan untuk merepresentasikan kolom ke-j matriks X, yang berarti merepresentasikan peubah ke-j. Andaikan matriks n Y p merupakan matriks data dan n X p merupakan matriks data yang terkoreksi terhadap nilai tengahnya, yaitu X = Y - (JY)/n; J merupakan matriks berunsur bilangan satu dan berukuran nxn. Jadi, matriks koragam (dugaan) dari vektor peubah ganda yang diamati ialah S = (n-1) -1 X X. Andaikan pula X berpangkat r. Dengan PNS diperoleh X = n U r L r A p yang juga dapat ditulis sebagai X = n U r L r A p = n U r L a rl 1-a ra p = n G r H r dengan mendefinisikan G = UL a dan H = AL 1-a ; 0 a 1. Dalam penelitian ini biplot akan digunakan untuk membantu melihat karakeristik masyarakat terkait dengan hak dan kewajiban selaku konsumen serta kebiasaan dalam berbelanja.. Melalui hal ini diharapkan dapat diketahui apa yang menjadi ciri masyarakat dalam berbelanja. Informasi ini akan sangat membantu melihat kedalaman data sehingga memudahkan dalam perancangan edukasi konsumen. h. Analisis Komponen Utama (Principle Component Analysis) Analisis komponen utama dalam penelitianini akan digunakan untuk mereduksi dimenasi data, sehingga memudahkan dalam membaca informasi yang dikandung oleh data dengan pubah banyak (multivariate data). Hasil dari analisis ini biasanya disajikan dalam bentuk gambar dimensi rendah (biasanya dua). Faktor analisis merupakan salah satu metode analisis dalam statistika peubah ganda yang pertama kali diperkenalkan oleh Karl Pearson, Charles Spearman dan lainnya. Faktor analisis pertama kali dikembangkan oleh para ilmuwan yang tertarik pada pengukuran psikometri pada disiplin psikologi. Beragamnya alasan-alasan yang muncul dalam interpretasi hasil studi serta langkanya alat hitung yang memadai mendorong pengembangan metode ini sebagai metode statistika menjadi semakin cepat. Dengan pesatnya perkembangan teknologi komputer maka semakin membangkitkan minat para Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

32 pengguna tidak saja untuk mengunakan metode ini dalam berbagai bidang disiplin namun juga dalam pengembangan teorinya. Secara singkat, manfaat utama faktor analisis adalah untuk menggambarkan, bila mungkin, hubungan antar banyak peubah ke dalam suatu faktor-faktor yang bersifat acak, sukar atau tak dapat diamati serta berjumlah lebih sedikit dari peubah aslinya. Hal ini dilakukan melalui pengelompokan peubah melalui nilai korelasinya. Korelasi antar peubah yang berada dalam satu kelompok nilainya relatif besar dibandingan dengan korelasi antar peubah yang berada pada kelompok yang berbeda. Dengan cara ini diharapkan setiap kelompok peubah akan dapat mewakili suatu ciri khusus yang disebut sebagai faktor. Dari sisi lain, faktor analisis dapat dipandang sebagai perluasan dari Analisis Komponen Utama (AKU, Principal Component Analysis). Keduanya dapat digambarkan sebagai suatu analisis yang berupaya sebagai pendekatan matriks koragam (Σ). Bagaimanapun juga pendekatan melalui model faktor analisis lebih terelaborasi. Satu pertanyaan penting dalam penggunaan faktor analisis adalah apakah data yang dimiliki masih tetap konsisten dengan struktur yang digambarkan. Prosedur Analisis Faktor diawali dengan adanya vektor peubah acak X=(X 1, X 2,..X p ) yang diamati dengan matriks koragam Σ=(σ ij ), maka model faktornya dapat dituliskan sebagai: X 1 = l 11 F 1 + l 12 F l 1m Fm + ε 1 X 2 = l 21 F 1 + l 22 F l 2m Fm + ε 2. (1). X p = l 11 F 1 + l 12 F l 1m Fm + ε p X = LF + ε (2) dengan: X : vektor pengamatan dengan p peubah F : matriks bersama (commons matrix) L : matriks muatan (loading matrix) ε : faktor unik (specific factor) Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

33 l ij disebut sebagai koefisien muatan peubah ke-i pada faktor ke-j, sedangkan komponen ε i merupakan komponen unik yang hanya berkaitan dengan X i. Komponen F i merupakan peubah acak yang tak dapat diamati. Dengan sedemikian banyak peubah yang tak teramati, maka upaya pengujian secara langsung model faktor terhadap peubah X 1, X 2,..X p tidaklah mungkin. Namun demikian melalui beberapa asumsi yang berkaitan dengan vektor acak F dan ε pada model (2) akan berimplikasi pada hubungan matriks koragam. Beberapa asumsi penting: 1. E(F)=0, 2. Cov(F)=E(FF )=I yang berarti bahwa faktor bersama F saling orthognal 3. E(ε)=0 serta " ψ # $ " 0 ψ 2 0 % $ % 4. Cov(εε )=Ψ = $.... % $ % $ & 0 0. ψ p %' 5. F dan εsaling bebas atau Cov(ε,F)=0 Implikasi dari asumsi-asumsi tersebut adalah: 1. XX = (LF+ε)(LF+ε) = (LF+ε)((LF) +ε ) = (LF)(LF) +ε(lf) +LFε +εε sedangkan Σ=Cov(X)= E(XX ) yang berarti: Σ = E(XX ) = E((LF)(LF) +ε(lf) +LFε +εε ) = LE(LL )L +E(εF )L + LE(Fε )+E(εε ) = LL +Ψ. (3) 2. Cov(X,F)=E(XF )= E(LF+ε)F =LE(FF )+E(εF )=L Kontribusi keragaman dari peubah ke-i pada faktor bersama ke-j disebut sebagai communality (ragam bersama) yang didefinisikan sebagai: h = l + l + l. 2 i 2 i1 2 i2 2 im Dapat dinyatakan bahwa communality ke-i merupakan jumlah kuadrat dari faktor loading dari peubah ke-i pada faktor bersama ke-m. Kemudian kaitan Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

34 antara communality dengan ragam unik (specific variance) terhadap Var(X i )=σ ii dituliskan dalam bentuk: σii = li1+ li lim + ψi atau Var(X i )=Communality+Specific variance Karena h i = li1 + li2 + l maka im σ 2 i = h 2 i + ψ untuk i=1,2,,p i Untuk mendapatkan matriks L metode yang sering digunakan adalah metode Komponen Utama dan metode maksimum likelihood. Pendugaan matriks L dengan metode komponen utama dilakukan melalui metode penguraian spektral (spectral decomposition) matriks koragam (Σ) sehingga diperoleh matriks A (a 1, a 2,,a p ) yang vektor-vektor kolomnya merupakan vektor ciri dari matriks Σ dan matriks D yang merupakan matriks diagonal dengan yang unsurunsurnya merupakan akar ciri-akar ciri (λ 1, λ 2,,λ p ) dari matriks Σ. Melalui metode ini matriks L diperoleh dengan cara: L = AD 1/2 atau l = ij a ij λ i Bentuk ini dalam analisis komponen utama disebut sebagai korelasi antara peubah asal terhadap komponen utamanya. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Responden Informasi penting terkait dengan karakteristik respoden adalah aspek demografi yang menjelaskan mengenai seberan usia, gender, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaanya. Melalui profil responden ini diharapkan perilaku masyarakat selaku konsumen dapat dieksplorasi secara koprehensif. Kinnear (2008) menyatakan bahwa, konsumen dalam memenuhi kebutuhannya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik demografinya, dan bahkan dalam pengambilan keputusannya, faktor-faktor yang dipertimbangan berbeda-beda. Karakteristik demografi responden secara rinci dijelaskan sebagai berikut: Pada Gambar 4.1 dijelaskan mengenai sebaran usia responden, terlihat bahwa mayoritas responden berusia antara tahun, sementara jumlah responden dengan kelompok usia terendah adalah tahun. 17#$#24#tahun 25#$#35#tahun 15% 33% Perempuan 65% Laki%laki 35% 36#$#44#tahun 27% 45#$#55#tahun 24% Gambar 4.1. Sebaran usia Gambar 4.2. Gender responden Dari 4829 responden 65% diantaranya adalah perempuan, sedangkan 35% adalah wanita. Fakta ini menunjukkan bahwa jumlah pendudukan perempuan relatif lebih banyak dari wanita. Mesi diduga ada bias dalam teknik pengambilan sample, namun dengan menggunakan teknik sampling berpeluang (probability sampling), maka besarnya bias tersebut dapat diminimalisir. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

36 Dari sisi pendidikan (Gambar 4.3), mayoritas responden(50%) merupakan tamatan SMA, arti dari tamatan SMA termasuk didalamnya adalah mereka yang saat ini masih melanjutkan studi nemun belum selesai, sebagian lagi hanya tamat SMA namun tidka melanjutkan lagi pendidikannya. Sementara itu terdapat 6% responden yang tidak tamat SD. Disisi lain respoden dengan jenjang pendidikan sarjana atau lebih berjumlah 7%. Tidak0tamat0SD Tamat0SD/sederajat Tamat0SMP/sederajat Tamat0SMA/sederajat Diploma D4/S1/S2/S3 6% 13% 20% 4% 7% 50% Ibu+rumah+tangga Wirausaha Pekerja++formal Pekerja+informal Pelajar/mahasiswa Tidak+bekerja Mencari+pekerjaan 12% 12% 5% 2% 1% 28% 39% Pensiunan 0,4% Gambar 4.3. Tingkat pendidikan Gambar 4.4. Jenis pekerjaan responden Sesuai dengan mayoritas responden dari sisi gender, yakni wanita, maka pekerjaan mayoritas responden adalah ibu rumah tangga (39%), sementara wirausaha (28%), pekerja formal dan informal masing-masing (12%). Dar Gambar 4.4. terlihat pula bahwa, terdapat 2% yang tidak bekerja dan 1% sedang mencari pekerjaan. Informasi penting terkait dengan demografi yang menggambarkan daya beli masyarakat adalah rata-rata tingkat pengeluaran nrumah tangga per bulan. Informasi ini merupakan pendekatan dari pendapatan rumah tangga. Pada Gambar 4.5. disajikan informasi tersebut. Kelompok masyarakat dengan tingkat pengeluaran rumah tangga antara Rp hingga Rp (SES-C) merupakan kelompok mayoritas (40%), kelompok pengeluaran Rp Rp (SES-D) berjumlah 10% dan di bawah Rp (SES-E) berjumlah 6,1%. Sementara kelompok pengeluaran antara Rp Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

37 Rp ,- (SES-B) berjumlah 33% dan selebihnya (pengeluran >= Rp ) merupakan SES-A berjumlah 12%. Rp' 'dan'lebih Rp' '/'Rp' Rp' '/'Rp' Rp' '/'Rp' Rp' '/'Rp' Rp' '/'Rp' Rp' '/'Rp' Rp' '/'Rp' Rp' '/'Rp' Rp' '/'Rp' Rp' '/'Rp' kurang'dari'rp' % 8% 10% 3% 2% 0,5% 0,4% 0,1% 0,1% 33% 40% Gambar 4.5. Tingkat pengeluaran rumah tangga Memperhatikan karakteristik demografi responden yang merupakan represesntasi masyarakat Indonesia, dalam banyak penelitian ditunjukkan adanya saling keterkaitan utamanya pada aspek pengeluaran, pendidikan dan pekerjaan masyarakat (Wiyono, 1995, Tambunan, 2006, dan Kuncoro Dimana semakin tinggi tingkat pendidikan disamping akan semakin tinggi ratarata tingkat pengeluarannya, juga semakin tinggi peluang untuk dapat bekerja pada sektor formal. Namun demikian antara usia dan tinglat pendidikan berbanding terbalik, artinya semikian tua umur seseorang, maka semakinrendah tingkat pendidikannya. Informasi terakhir ini menunjukkan bahwa, sebagian besar masyarat kita pada beberapa waktu lalu tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang disebabkan oleh berbagai faktor. Hal ini berbeda dengan kondisi terkhir dimana ada program wajib belajar 9 tahun yang artinya masyarakat setidaknya menamatkan jenjang pendidikan SMP atau sederajat. bahkan sejak pertengahan tahun 2015 Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

38 pemerintah mewajibkan program belajar selama 12 tahun, sehingga minimal masyarakat memiliki pendidikan SMA atau sederajat Perilaku Konsumen Saat Membeli atau Menggunakan Produk atau Jasa Perilaku konsumen menurut Kinnear (2008) merupakan suatu aktivitas mulai dari pengenalan kebutuhan, pencarian dan seleksi informasi, pengambilan keputusan pembelian, dan pengunaan produk atau jasa serta evaluasi setelah pembelian. Dalam konteks perlindungan konsumen, perilaku konsumen terkait dengan tindakan yang dilakukan oleh konsumen dalam memperhatikan atau melakukan beberapa aspek seperti berikut: a. Membaca informasi atau manual (prosedur pemakaian atau pemanfaatan) barang atau jasa yang akan digunakan b. Membaca syarat dan ketentuan yang berlaku (untuk produk lembaga keuangan dan jasa lainnya) c. Membaca tanggal kadaluwarsa saat akan membeli suatu produk d. Membaca komposisi produk dan akibat sampingan dari penggunaan produk saat akan membeli suatu produk e. Memperhatikan ada tidaknya label standard produk (SNI) yang dicantumkan pada produk yang akan dibeli atau digunakan f. Memperhatikan ada tidaknya nomor registrasi BPOM atau PIRT (Kemenkes) g. Memperhatikan ada tidaknya label halal yang dicantumkan pada produk yang akan dibeli atau digunakan h. Mengecek kondisi produk yang akan dibeli i. Mengecek ada tidaknya layanan pengaduan konsumen yang disediakan oleh produsen saat akan membeli suatu produk atau jasa Kesembilan aspek di atas pada dasarnya merupakan bagian dari kewajiban konsumen (UU Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999). Dari 9 aspek tersebut 5 aspek diantaranya mengarah pada pembelian produk konsumsi (consumer goods), sedangkan 4 aspek lainnya dapat berlaku untuk produk konsumsi maupun produk atau barang tahan lama (durable goods). Kewajiban dalam konteks UU ini adalah suatu aktivitas yang harus dilakukan oleh konsumen dalam mendapatkan barang atau jasa serta saat Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

39 mengkonsumsinya. Namun demikian dalam penelitian ini, konteks kewajiban diartikan sebagai aktivitas nyata, baik disadari atau tidak bahwa hal tersebut merupakan suatu keharusan, yang dilakukan konsumen sebagai suatu kebiasaan saat membeli atau menggunakan suatu produk. Upaya pertama yang dilakukan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat kesadaran konsumen terkait dengan upaya menjalankan kewajibannya. Hasil evaluasi terhadap kewajiban konsumen terkait 9 aspek telah dilakukan dan hasilnya disajikan pada Gambar 4.6. Berdasarkan informasi dari gambar tersebut. terlihat bahwa tindakan yang umum dilakukan masyarakat selaku konsumen saat membeli produk adalah mengecek kondisi produk tersebut, hal ini dilakukan secara rutin oleh 76% konsumen, 19% hanya melakukan kadangkadang saja, bahkan 6% menyatakan tidak pernah.terkait dengan tanggal kadaluarsa, 73% mayarakat memilki perhatian akan hal tersebut, serta 65% menaruh perhatian pada keberadaan label halal, tentu hal ini dilakukan umumnya pada produk konsumsi yang meliputi makanan, minuman serta obatobatan. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

40 Gambar 4.6. Evaluasi terhadap kewajiban konsumen Membaca komposisi produk serta membaca manual aturan pakai hanya dilakukan secara rutin masing-masing oleh 41% dan 39% konsumen. Sementara terkait dengan syarat dan ketentuan yang berlaku diperhatikan secara rutin oleh 36%. Tiga aspek terendah yang jarang mendapat perhatian konsumen adalah keberadaan label SNI, keberadaan nomor registrasi BPOM atau PIRT, serta mengecek ada tidaknya layanan pengaduan konsumen, masing-masing hanya diperhatikan oleh 31%, 30% dan 17% konsumen. Menarik untuk disimak bahwa, informasi di atas menyuguhkan perilaku masyarakat selaku konsumen dalam mendapatkan atau saat mengkonsumsi barang guna memenuhi kebutuhannya. Berbagai alasan dapat saja dikemukakan mengapa konsumen Indonesia lebih melakukan satu aspek namun tidak atau kurang peduli dengan aspek lainnya, sayangnya informasi terkait hal tersebut tidak dikumpulkan. Dugaan sementara adalah bisa saja masyarakat sudah percaya pada produk dengan merek yang biasa atau rutin Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

41 dikonsumsi, dan tidak menimbulkan masalah atau kerugian yang signifikan, sehingga perhatian pada aspek-aspek tertentu menjadi berkurang. Untuk mendapatkan informasi yang lebih komprehensif dari perilaku konsumen terkait dengan kewajibannya, maka konsumen yang hanya kadangkadang melakukan kewajiban atas suatu aspek dinilai setengah dan kemudian digabungkan dengan jawaban selalu dilakukan yang diberi bobot satu. Dengan demikian jawaban atas setiap aspek perilaku konsumen yang terkait dengan kewajibannya dapat disajikan ulang seperti pada Gambar 4.7. Gambar 4.7. Perilaku konsumen terkait kewajibannya Secara umum tidak terjadi perubahan perilaku meski konsumen yang sesekali melakukan kewajibanya telah dijumlahkan dalam perhitungan. Dengan menggunakan rata-rata aritmetika dengan asumsi bahwa setiap aspek memiliki tingkat kepentingan yang sama dilakukan konsumen,maka tingkat perilaku atau aktivitas kosumen terkait dengan kewajibannya saat membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa bernilai 62,1%. Hal ini dapat diartikan bahwa hanya 6 dari 10 konsumen Indonesia yang melakukan kewajibannnya saat membeli atau mengkonsumsi produk, atau dari 9 aspek yang menjadi kewajiban konsumen untuk diperhatikan hanya 5 hingga 6 aspek saja yang diperhatikan saat membeli atau mengkonsumsi produk atau jasa. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

42 4.3. Segmentasi Konsumen Menurut Perilaku Kewajibannya Untuk memudahkan dalam mempelajari perilaku konsumen terkait dengan kewajibannya saat membeli ataupun saat mengkonsumsi produk, dilakukan pengelompokkan konsumen. Secara teknis pengelompokkan ini bertujuan melakukan segmentasi yang didasarkan atas kemiripan perilaku mereka dalam menjalankan aktivitas sebagai bagian dan kewajibannya disadari ataupun tidak. Untuk melakukan segmentasi ini dilakukan dengan tahapan yang dipaparkan pada Gambar 4.8. Gambar 4.8. Tahapan segmentasi konsumen terkait kewajibannya Dari yang telah diperilah dari hasil survei, tahap pertama adalah melakukan pengelompokkan (clustering) dengan bantuan analisis cluster, untuk mendapatkan jumlah segmen yang dianggap optimal akan digunakan pertimbangan keberartian makna dari hasil segmentasi yang diperoleh. Untuk menterjemahkan hasil segmentasi akan digunakan analisis biplot, dimana analisis ini akan membantu mengetahui ciri utama dari masing-masing segmen yang didasarkan pada variabel yang digunakan. Pada tahap akhir untuk melihat karakteristik demografi masing-masing segmen yang terbentuk, akan digunakan profiling yang pada dasarnya merupakan tabulasi silang (cross tabulation) antara segmen dengan aspek demografi konsumen. Berdasarkan hasil yang diperoleh melalui cluster analysis, dengan mencoba memecah menjadi 3 hingga 7 segmen, maka hasil yang dianggap optimal adalah memecah konsumen menjadi 5 segmen atau cluster. Pertimbangan utama adalah jumlah konsumen pada setiapcluster dan pertimbangan kedua adalah kemudahan dalam interpretasi hasil. Pada Gambar Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

43 4.9. disajikan hasil segmentasi tersebut, dan pada Gambar 4.10 disajikan hasil analisis biplot untuk memudahkan dalam interperasi hasilnya. Se gm en Segmen n Persen % % % % % Total % Gambar 4.9 Hasil segmentasi dengan cluster analysis (Ward Method) Berdasarkan segmen yang terbentuk, sebaran persentase jumlah konsumen pada masing-masing segmen terbanyak berada pada segmen 4 yakni 29%, sementara jumlah anggota segmen yang terendah berada pada segmen 5 yakni 13%. Jumlah anggota pada segmen 1, 2, dan 3 secara umum hampir berimbang masing-maisng adalah 18%, 19% dan 20%. Ciri utama dari masing-masing segmen sesuai dengan hasil analisis biplot (Gambar 4.10) dijelaskan sebagai berikut: Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

44 Gambar Biplot segmen konsumen Segmen 1: Kelompok konsumen yang memilki perhatian pada aspek-aspek syarat dan ketentuan yang berlaku, serta pada tatacara penggunaan produk yang dibeli. Berdasarkan ciri ini maka segmen ini disebut sebagai segmen Procedure Concern. Segmen 2: Ciri utama segmen ini adalah perhatiannya pada ada tidaknya label BPOM dan PIRT serta keberadaan lebel SNI (Standar Nasional Indonesia) yang menyatakan adanya standar mutu yang diizinkan pemerintah. Segmen ini disebut sebagai Quality Concern. Segmen 3: Konsumen pada segmen ini sangat rendah perhatiannya terhadap berbagai aspek yang menjadi bagian dari kewajiban konsumen. Dapat dikatakan segmen ini kurang atau tidak memiliki kepeduliannya terhadap aspek-aspek menjadi kewajibannya, oleh karenanya segmen ini dinamakan segmen Not Concern. Segmen 4: Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

45 Segmen ini terdiri dari konsumen yang memilik kebiasan melakukan aktivitas seeuai dengan aspek-aspek dalam perlindungan konsumen. Oleh karenanya segmen ini diberi nama segmen dengan perhatian tinggi atau High Concern. Segmen 5: Secara umum segmen ini memiliki perhatian yang rendah terhadap semua aspek yang menjadi pokok kewajiban konsumen, dalam artian hanya memiliki perhatian sesekali terhadap aspek-aspek yang wajib diperhatikan, oleh karenanya segmen ini dinamakan Low Concern. Visualisasi kelima segmen berdasarkan karakteristiknya dapat ditampilkan seperti pada Gambar 4.10a. berikut: " Gambar 4.10a. Visualisasi 5 segmen konsumen 4.4. Profil Demografi Segmen Setelah segmentasi usai dilakukan, tahap berikutnya adalah melakukan identifikasi profile dari setiap segmen dari sisi demografi. Tujuannya adalah untuk mengetahui ciri setiap segmen dari aspek usia, pendidikan, pekerjaan, SES dan jenis kelamin. Melalui informasi ini diharapkan perilaku konsumen yang ada pada setiap segmen dapat dipetakan secara lebih rinci dari sisi demografinya. Untuk melihat profil setiap masing-masing segmen akan dilakukan dengan beberapa analisis, pertama melakukan tabulasi silang, pengujian keterkaitan antara segmen dengan kategori aspek demografi dengan Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

46 menggunakan uji Chi-Squre, untuk mengetahui apakah ada keterkaitan antara aspek demografi dengan segmen. Jika hasil pengujiannya nyata (signifikan) akan dilanjutkan dengan analisis Correspondence. Analisis ini tujuannya adalah untuk melihat pola keterkaitan tersebut. Pada Lampiran 1 disajikan tabulasi silang antara segmen dan aspek demografi yang meliputi Pendidikan, Usia, SES, Pekerjaan, dan Gender serta hasil pengujian Chi-Square, dimana semua aspek demografi menunjukkan hasil uji yang signifikan pada taraf α=5%, yang berarti antara segmen dan aspekaspek demografi ada keterkaitan atau ada kekhasan ciri. Pada Gambar 4.11 hingga Gambar 4.15 disajikan hasil analisis Correspondence untuk masing-masing aspek demografi. Berdasarkan hasil analisis Correspondence tersebut diperoleh ciri masing-masing segmen yang hasilnya sepeti dipaparkan pada Gambar Gambar Segmen vs Usia Gambar Segmen vs SES Gambar Segmen vs Pendidikan Gambar Segmen vs Pekerjaan Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

47 Gambar Segmen vs Gender " Gambar Profil segmen menurut aspek demografi Berdasarkan profile segmen menurut demografi terlihat bahwa, segmen yang not concern terhadap kewajibannya mayoritas berasal dari kelompok masyarakat bawah dengan ciri pendidikan rendah, usia tua, pekerjaan buruh atau tidak bekerja, SES D dan E mayoritas adalah pria. Sebaliknya segmen high concern memiliki ciri demografi, usia antara tahun, pendidikan diploma keatas, bekerja pada sektor formal, SES A atau A+ mayoritas adalah wanita. Sementara segmen procedure concern, quality concern dan low concern berada diantara kedua kondisi tersebut. Fakta menarik adalah usia tahun yang merupakan pelajar dominan pada segmen procedure concern, Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

48 hal ini menandakan generasi muda dengan kelas ekonomi menengah ke atas memiliki perilaku yang terstruktur atau terencana. Mempelajari hasil segmentasi serta profil demografi dari masing-masing segmen ini, kiranya SES merupakan faktor utama yang paling membedakan antar segmen. SES merupakan faktor yang sangat terkait dengan tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Satu hal menarik yang terungkap dari hasil pemetaan ini adalah konsumen yang berusia lanjut tingkat perhatiannya pada produk yang dibeli atau dikonsumsi cenderung menurun. Hal ini diperparah jika kelompok usia tersebut berasal dari kelompok ekonomi bawah (SES D dan E) maka kepeduliannya terhadap kewajibannya selaku konsumen dapat dikatakan sangat rendah Pengetahuan Terhadap Hak Konsumen dan UU PK Hak konsumen merupakan suatu perlakuan atau kondisi yang dimiliki oleh konsumen dalam mendapatkan barang atau jasa guna pemenuhan kebutuhan. Hak konsumen menurut UU Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999 menyatakan bahwa setiap konsumen memiliki hak-hak sebagai berikut: a) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa b) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan c) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa d) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif e) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan f) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut g) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

49 h) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen Memperhatikan 8 butir hak konsumen di atas, ada 4 butir pertamamerupakan hak konsumen yang dapat dirasakan langsung saat melakukan pembelian barang atau jasa, karena hak ini menjadi kewajiban pelaku usaha, dan harus disampaikan saat konsumen membeli barang atau jasa. Sementara 4 hak berikutnya merupakan hak yang bersyarat atau bersifat tidak langsung. Kemudianhak yang terahhir adalah hak yang memiliki keterkaitan dengan pihak lain. Evaluasi terhadap hak konsumen berbeda dengan evaluasi yang dilakukan pada kewajiban konsumen. Hal ini disebabkan pada aspek kewajiban konsumen terkait sepenuhnya dengan perilaku konsumen dalam mendapatkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Artinya, dilakukan tidaknya aktivitas yang menjadi kewajiban konsumen adalah sepenuhnya berada pada diri konsumen tidak tergantung pada pihak lain. Sementara hak konsumen pemenuhannya akan sangat bergantung pada pihak lain yaitu pelaku usaha serta pihak lain yang terkait. Pada aspek kewajiban konsumen, pengukurannya dilakukan secara langsung yaitu melalui taktivitas nyata konsumen baik saat membeli maupun mengkonsumsi produk atau jasa. Sedangkan pada aspek hak konsumen, evaluasinya dilakukan melalui pengetahuan konsumen tentang haknya. Pada Gambar 4.17 disajikan hak konsumen yang diketahui. Kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa merupakan hak konsumen yang paling banyak diketahui oleh 56% konsumen. Kemudian hak atas informasi yang benar diketahui oleh 46%. Urutan berikutnya adalah 38% konsumen mengetahui haknya untuk memilih barang atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi yang dijanjikan. Sementara itu 22% konsumen mengetahui hak diperlakukan secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

50 Gambar Pengetahuan konsumen terhadap hak-haknya Untuk hak konsumen yang bersifat tak langsung seperti hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan, hak mendapatkan kompensasi, hak advokasi, serta hak mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen, diketahui tidak lebih dari 20%, bahkan hak pembinaan dan pendidikan konsumen hanya diketahui oleh 4%. Disamping itu terdapat 4% tidak mengetahui sama sekali tetang hak-haknya selaku konsumen. Pertanyaan mendasar terkait hak-hak konsumen adalah, darimanakah sumber hukum mengenai hak konsumen, kemudian darimana atau melalui media apa konsumen mengetahui hak-haknya. Apakah hak konsumen tersebut muncul begitu saja secara alami sebagai dampak proses jual beli. Pertanyaan ini menjadi sangat penting, mengingat pemahaman konsumen terhadap hakhaknya di Indonesia masih tergolong rendah. Dalam UU PK No 8 Tahun 1999, Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

51 dijelaskan mengenai hak-hak konsumen, namun apakah konsumen Indonesia mengetahui keberadaan UU tersebut. Gambar Pengetahuan konsumen terhadap UU PK " Pada Gambar 4.18 dipaparkan mengenai pengetahuan konsumen terkait keberadaan UU PK. Tampak bahwa baru 14% konsumen yang mengetahui adanya UU PK. Jika dipilah berdasarkan segmen konsumen atas dasar perilakunya, segmen high concern memiliki proporsi tertinggi (20%) yang mengetahui UU PK tersebut, sementara segmen not concern hanya 6% yang mengetahuinya. Pengetahuan dari segmen low concern, quality concern dan procedure concern terhadap UU PK tersebut proporsinya berkisar antara 12% hingga 15%. Terdapat fenomena menarik saat mengaitkan antara hak-hak konsumen yang diketahui oleh konsumen seperti telah dijelaskan terdahulu, dengan UU PK yang didalamnya menjelaskan mengenai hak-hak konsumen. Secara sepintas terlihat adanya ketak-konsistenan antara sumber informasi dan informasi yang diketahui. Dimana pengetahuan konsumen secara agregat lebih tinggi dibandingkan dengan sumber atas hak-hak tersebut. Hal ini akan menjadi benar, jika pengetahuan tersebut hanya berasal dari UU PK. Fakta ini menunjukkan bahwa secara alami dalam proses jual-beli yang merupakan proses sosial, secara moral akan memunculkan hak dan kewajiban baik pada konsumen maupun pada pelaku usaha. Permasalahan akan muncul manakala terjadi perselisihan dalam persepsi atau interpretasi antara kedua belah pihak. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

52 Oleh karenanya diperlukan suatu landasan hukum yang dapat menjadi penengah antara keduanya. Dengan demikian keberadaan UU PK menjadi sangat krusial untuk diketahui keberadaanya baik oleh konsumen maupun pelaku usaha. Gambar Hal yang diketahui terkait UU PK Pada Gambar 4.19 disajikan hal-hal yang diketahui konsumen dari UU PK. Menarik untuk diketahui bahwa, dari 14% konsumen yang mengetahui adanya UU PK, 52% diantaranya mengaku hanya pernah pendengar saja mengenai UU PK, namun tidak mengetahui isinya. Sementara 48% lainnya mengetahui isinya namun tersebar ke dalam 10 aspek. Dimana aspek terbanyak yang diketahui adalah mengenai hak dan kewajiban konsumen (30%), sementara aspek hak dan kewajiban pelaku usaha diketahui hanya oleh 15%. Sementara pengetahuan mengenai aspek lainnya semakin menurun. Temuan ini membuktikan bahwa pengetahuan konsumen terhadap UU PK dan isinya dapat dikatakan masih sangat rendah. Beruntungnya hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha tumbuh secara moral sosial. Namun bila muncul perselisihan maka konsumen umumnya akan berada pada pihak yang dirugikan. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

53 Berdasarkan pemahaman masyarakat atas haknya selaku konsumen, kemudian dilakukan pengelompokan dengan menggunakan kriteria berikut. Tabel 4.1. Kriteria tingkat pengetahuan konsumen atas haknya Pengetahuan Hak>Hak&Konsumen Sangat& Tinggi Tinggi Sedang Rendah Hak&atas&kenyamanan,&keamanan,&dan&keselamatan&dalam&mengkonsumsi!!!! Hak&atas&informasi&yang&benar,&jelas,&dan&jujur&mengenai&kondisi&barang/jasa!!!! Hak&untuk&memilih&barang&dan/atau&jasa&serta&mendapatkan&barang&sesuai&nilai&tukar!!! Hak&untuk&diperlakukan&atau&dilayani&secara&benar&dan&jujur!!! Hak&untuk&didengar&pendapat&dan&keluhannya&atas&barang/jasa&yang&digunakan!! Hak&untuk&mendapatkan&kompensasi,&ganti&rugi!! Hak&untuk&mendapatkan&advokasi,&perlindungan,&dan&upaya&penyelesaian! Hak&untuk&mendapat&pembinaan&dan&pendidikan&konsumen! Sangat& Rendah Hasilnya disajikan pada Gambar 4.19a, terlihat bahwa, 4% masyarakat pengetahuannya masih sangat rendah terhadap hak-hak konsumen dan 33% tergolong rendah. Sementara itu 41% berpengetahuan sedang, 18% tinggi dan 4% sangat tinggi. Fakta ini menunjukkan bahwa konsumen Indonesia rentan terhadap pelanggaran atas hak-haknya, karena baru 22% yang berpengetahuan lebih dari memadai atas hak konsumen. Gambar 4.19a. Kesadaran konsumen terhadap hak-haknya 4.6. Perilaku Belanja Konsumen Saat ini dalam pemenuhan kebutuhannya konsumen dapat mendapatkannya melalui belanja secara off-line maupun on-line. Dalam penelitian ini dilakukan eksplorasi jenis-jenis barang atau jasa yang dibutuhkan serta cara belanjanya. Barang atau jasa yang dibutuhkan konsumen dalam penelitianini di kelompokkan ke dalam 17 kategori barang/jasa. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

54 Pada Tabel 4.2 disajikan uraian 17 kategori barang dan jasa yang biasa dibutuhkan oleh konsumen serta persentase tatacara mendapatkannya. Belanja barang atau jasa kebutuhan sehari-hari seperti bahan makanan dan minuman, merupakan aktivitas yang dilakukan oleh hampir setiap konsumen, demikian juga untuk barang-barang kebutuhan pribadi seperti pakaian, makanan siap saji, jasa layanan kesehatan, serta jasa telekomunikasi. Sementara pembelian properti, jasa penginapan dan jasa pengiriman barang merupakan aktivitas yang dilakukan oleh sebagian konsumen. Artinya belum setiap konsumen pernah melakukannya. Dari tata cara mendapatkannya, belanja barang atau jasa secara off-line masih sangat dominan dibandingkan dengan cara on-line. Jika diperhatikan belanja secara on-line sudah mulai tumbuh, terutama untuk produk tahan lama, seperti pakaian, barang elektronik, furniture dsb. Selain barang tahan lama, barang-barang non-makanan yang tidak tahan lama seperti bahan pembersih, perlengkapan rumah tangga, personal care, sudah mulai dibeli secara on-line, demikian juga jasa transportasi seperti angkutan udara, darat, dan laut sudah banyak dilakukan melalui on-line. Terkait belanja on-line, menurut laporan Harian Antara. Minat masyarakat Indonesia yang sudah terkoneksi internet, untuk berbelanja online meningkat dari 55,8 persen pada 2013 menjadi 70,6 persen tahun berikutnya."tren belanja online di Indonesia beberapa tahun terakhir ini semakin digemari masyarakat dan menunjukkan tingkat pertumbuhan yang pesat. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) penjualan barang dan jasa melalui online akan terus meningkat pada waktuwaktu mendatang, hal ini disebabkan oleh beberapa hal, disamping kualitas jaringan internet semakin baik, juga ditopang oleh jasa pengiriman yang semakin baik pula, sehingga tingkat kepercayaan masyarakat pengguna internet semakin tinggi pula. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, tahun 2013, omzet penjualan via e-commerce segmen ritel sekitar US$ 1,79 miliar. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

55 Tabel 4.2. Cara Konsumen berbelanja produk/jasa No kategori,produk,dan,jasa Cara,Belanja Off#line On#line 1 Bahan,makanan,dan,minuman,,seperti,beras,,minyak,goreng,,tepung,terigu,, 99% 0,4% air,minum,kemasan,,dsb. 2,Barang,non#makanan,yang,tidak,tahan,lama,,seperti,bahan,pembersih, 98% 2,2% perlengkapan,rumah,tangga,,personal,care,(seperti,pembersih,tubuh,,dan, kosmetika),,rokok,,dsb. 3 Barang,tahan,lama,,seperti,pakaian,,barang,elektronik,,furniture,,dsb. 97% 10,6% 4 Makanan,olahan,dan,siap,saji,,seperti,nugget,,sosis,,bakso,,saos,,kecap,,dsb 96% 0,3% 5 Jasa,penyedia,layanan,kesehatan,,seperti,rumah,sakit,,klinik,,apotek,,dsb. 94% 0,1% 6 Jasa,telekomunikasi 91% 0,4% 7 Jasa,penyedia,public,utilities,,seperti,perusahaan,air,dan,listrik. 89% 1,0% 8 Jasa,transportasi,,meliputi,angkutan,kereta,api,,angkutan,darat,,angkutan, 86% 1,9% udara,,dan,angkutan,laut. 9 Jasa,pendidikan,dan,pelatihan,,seperti,sekolah,,kursus,,les,privat,,dsb. 70% 0,1% 10 Jasa,rumah,makan/restoran 70% 0,2% 11 Jasa,professional,,seperti,dokter,,pengacara,,notaris,,dsb. 66% 0,0% 12 Jasa,keuangan,,seperti,bank,,asuransi,,penerbit,kartu,kredit,,pegadaian,, 66% 0,5% lembaga,penanam,modal,,dsb. 13 Jasa,yang,bersifat,personal,,seperti,salon,kecantikan,,laundry,,fotografi,,dsb. 65% 0,2% 14 Jasa,hiburan,,seperti,bioskop,,karaoke,,gedung#gedung,pertunjukan,dan,usaha# 45% 0,2% usaha,hiburan,lainnya. 15 Jasa,pengiriman,barang. 37% 0,0% 16 Jasa,penginapan/hotel. 26% 0,6% 17 Properti 20% 0,0% 4.7. Permasalahan yang Dialami Konsumen Dalam aktivitas pemenuhan kebutuhannya sehari-hari, konsumen secara rutin melakukan pembelian maupun konsumsi baik barang maupun jasa. Di sisi lain pelaku usaha yang terdiri dari produsen, distributor, dan pengecer menyediakan barang dan jasa yang diperlukan konsumen. Dalam proses jual beli tersebut muncul berbagai permasalahan seperti dipaparkan pada Gambar Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

56 Gambar Permasalahan yang pernah dialami konsumen saat membeli/konsumsi " Secara umum 37% konsumen pernah mengalami masalah baik saat membeli (secara off-line maupun on-line) atau saat mengkonsumsi barang dan jasa. Fenomena menarik terjadi saat memperhatikan masalah yang dialami oleh kosumen sesuai segmennya. Semakin rendah perhatian (concern) konsumen terhadap kewajibannya, justru akan semakin sedikit masalah yang pernah ditemui. Ada dua penjelasan yang dapat dikemukakan: Pertama adalah semakin tinggi perhatian konsumen pada kewajibannya dan haknya, maka akan semakin tinggi harapannya terhadap barang.jasa yang disediakan atau ditawarkan oleh pelaku usaha. Akibatnya segmen konsumen ini akan semakin sensitif terhadap kekurangan yang dimiliki oleh pelaku usaha.sehingga tidaklah mengherankan jika banyak keluhan atau masalah yang dijumpai pada kelompok konsumen dengan perhatian (concern) yang tinggi ini. Fenomena sebaliknya terjadi pada kelompok konsumen denngan tingkat perhatian rendah (not dan low concern). Hal ini terjadi karena harapan atau tuntutan dari kelompok konsumenini juga rendah, sehingga apapun kondisi barang dan jasa yang diberikan pelaku usaha dianggap sudah memenuhi harapannya, sehingga tingkat masalah atau keluhannya juga rendah. Namun sayangnya kelompok konsumen dengan tingkat perhatian yang rendah ini menjadi sangat rentan terhadap tindakan kecurangan pelaku usaha. Kedua adalah tumbuhnya hak dan kewajiban moral secara sosial yang terjadi antara penjual dan pembeli dalam melakukan akrivitas jual beli. Meski Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

57 pengetahuan terhadap hak dan kewajiban secara formal yang diatur dalam UU PK masih rendah, namun dalam aktivitas nyata hal tersebut telah dipraktekan dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Masalah yang dialami oleh konsumen bisa berasal saat membeli secara on-line, off-line atau bahkan saat mengkonsumsi. Pada Gambar 4.21 disajikan rincian asal permasalahan yang dialami oleh konsumen. Gambar Asal permasalahan yang dialami konsumen Persentase konsumen yang pernah mengalami masalah dihitung dari jumlah respoden total. Artinya jika masalah yang dialami oleh konsumen berbasis pada masing-masing aktivitasnya maka, nilai persentase tersebut akan menjadi lebih besar. Sebagai contoh konsumen yang pernah mengalami masalah saat membeli barang/jasa secara on-line, jika dihitung berdasarkan responden yang pernah berbelanja secara online nilainya sebesar 16,6% (konsumen yang pernah belanja online 645 orang dan yang pernah mengalami masalah berjumlah 107 orang). Berdasarkan Gambar terlihat bahwa masalah terbesar berasal saat konsumen mengoknsumsi barang atau jasa yang dibelinya. Sementara masalah yang muncul saat membeli baik secara off-line maupun on-line 5,6% dan 0,8% (dengan basis responden keseluruhan). Fakta ini menunjukkan bahwa kualitas barang yang dibeli tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan yang terkait pula dengan informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan fakta Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

58 yang sebenarnya, sementara permasalahan yang disebabkan oleh aspek layanan masih jauh lebih rendah. Secara rinci masalah-masalah yang dialami oleh konsumen, baik saat membeli secara off-line maupun on-line serta saat penggunaan barang dan jasa disajikan pada Lampiran 2 hingga lampiran 4. Permasalahan yang dialami konsumen umumnya berasal pelaku usaha yang tidak menjalankan kewajibannya dengan benar, sementara itu pelaku usaha terdiri dari dua kelompok yaitu pedagang pengecer dan produsen Masalah yang Berasal dari Pedagang Berdasarkan pengalaman masyarakat selaku konsumen terkait dengan pembelian barang dan jasa, terdapat 14% konsumen yang pernah mengalami masalah dengan pedagang (Gambar 4.22). Gambar Permasalahan yang berasal dari pedagang Masalah yang lazim dijumpai konsumen terkait dengan aktifitas pedagang pengecer meliputi: Mutu barang/jasa Kejujuran mengenai informasi yang diberikan terkait kondisi barang/jasa Berbedanya barang yang diterima dengan yang dipesan (belanja online) Tidak diterimanya barang yang dipesan (belanja online) Masalah yang Berasal dari Produsen Dari hasil penelitian diketahui bahwa 30% konsumen mengklaim bahwa masalah yang dialaminya disebabkan oleh produsen (Gambar 4.23). Jenis masalah yang dialami dan berasal dari produsen adalah: Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

59 Mutu barang/jasa Efek samping penggunaan produk Kejujuran mengenai informasi yang diberikan terkait kondisi barang/jasa Melayani secara diskriminatif (layanan kesehatan) Gambar Permasalahan yang berasal dari produsen 4.8. Masalah yang Dijumpai Konsumen dan Tempat Pengaduannya Masalah yang dihadapi konsumen dapat dijumpai baik pada saat membeli atau saat mengkonsumsi barang atau jasa. Hal apa saja yang dilakukan oleh konsumen ketika mereka menemui masalah. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, konsumen yang pernah memiliki masalah 58% melakukan pengaduan, sementara 42% lainnya tidak mengadu (Gambar 4.24). Gambar Tindakan konsumen saat menemui masalah " Berdasarkan penelusuran lebih lanjut, dari 58% konsumen yang mengadu, 44% melakukan pengaduan ke penjual produk atau jasa dimana konsumen membeli. Sementara 15% mengadu pada produsen atau penyedia Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

60 jasa yang digunakan. Menarik untuk disimak adalah 9% mengadu pada keluarga atau teman (kerabat). Hanya sebagian kecil yang melakukan pengaduan ke lembaga resmi tempat konsumen mengadu. Ke penjual produk/jasa tersebut 44% Ke produsen produk atau 15% Ke keluarga, temen, kerabat Ke kementerian atau dinas terkait Ke Asosiasi profesi Ke OJK Ke LPKSM Ke BPSK 9% 0.2% 0.2% 0.1% 0.1% 0.1% Tidak mengadukan ke manapun 42% Gambar Tempat konsumen mengadu Berdasarkan informasi di atas, besarnya jumlah konsumen yang mengadu langsung pada penjual atau produsen barang yang dibeli atau digunakan konsumen, menunjukkan bahwa konsumen ingini segera mendapatkan solusi atas masalah yang dihadapi. Oleh karenanya tidak mengherankan jika penjual atau produsen barang atau jasa menjadi tujuan pertama konsumen melakukan pengaduan atas masalah yang dihadapi. Sementara itu pengaduan yang dilakukan pada keluarga atau teman diduga memiliki dua motivasi, pertama hanya bersifat berbagi informasi atas masalah yang dihadapi dengan harapan ada saran yang diberikan oleh keluarga atau teman atas masalah tersebut. Kedua adalah menyampaikan agar masalah tersebut tidak terulang kepada mereka, hal ini dapat dianggap sebagai peringatan. Dalam melakukan pengaduan ada beberapa cara yang biasa dilakukan oleh kosumen. Pada Gambar 4.26 dijelaskan, saat konsumen mengadu ke penjual atau produsen mayoritas dilakukan dengan cara mendatanginya secara langsung, sebagian konsumen mengadu melalui telepon. Sementara itu ada juga sebagian kecil konsumen yang mengadu melalui atau online. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

61 Penjual0produk/jasa0(n=7810resp) Produsen0produk0atau0penyedia 88% 73% 1% 13% 2% 29% 0.4% Kementerian0atau0dinas0terkait Asosiasi0Profesi0(n=30resp) OJK0(n=20resp) LPKSM0(n=10resp) BPSK0(n=10resp) 50% 100% 100% 100% 100% 50% Datang0langsung Mengirim0 Mengirim0surat Menelepon Online Gambar Media yang digunakan konsumen melakukan pengaduan Konsumen yang mengadukan masalahnya belum menjamin akan menyelesaikan masalah. Informasi terkait dengan selesai tidaknya masalah yang diadukan ini disajikan pada Gambar Tingkat penyelesaian masalah berbeda-beda pada siapa konsumen mengadukan masalahnya. Tingkat penyelesaian masalah terendah terjadi saat konsumen mengadukannya pada keluarga atau teman. Sebenarnya keluarga atau teman bukan tempat mengadu, namun dalam struktur soial masyarakat Indonesia, keluarga atau teman merupakan tempat untuk mendapatkan saran guna tindakan yang akan diambil selanjutnya. Tempat pengaduan kedua yang tingkat kegagalannya relatif besar adalah saat konsumen mengadu pada produsen,dari 286 konsumen yang memiliki masalah, 15% masalah tidak terselesaikan, 5% masih dalam proses. Sementara pengaduan pada pedagang, 12% tidak selesai dan 2% masih dalam proses. Sementara pengaduan pada lembaga belum dapat diambil kesimpulan karena konsumen yang mengadu jumlahnya masih belum representatif. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

62 Gambar Tingkat penyelesaian masalah Salah satu kinerja yang lazim diukur dalam penyelesaian masalah, disamping jumlah masalah yang dapat diselesaikan, juga dapat dievaluasi berdasarkan tingkat kepuasan konsumen atas penyelesaian masalah tersebut. Pada Gambar dipaparkab tingkat keluasan atas penyelesaian masalah yang dialami konsumen. Tingkat kepuasan tertinggi yang diraih konsumen sebesar 60% (56% puas dan 4% sangat puas) tatkala mereka mengadu pada penjual, sementara konsumen yang mengadu pada produsen tingkat kepuasannya baru mencapai 46% (43% puas dan 3% sangat puas). Konsumen yang puas mengadu pada keluarga atau teman hanya 25%. Berdasarkan fakta ini, dapat dikatakan bahwa kinerja layanan penjuan dan produsen dalam menangani penyelesaian masalah masih dibawah standar. Hal ini diungkapkan oleh Malcomm Baldrige. 2008, sebagai lembaga assessor layanan konsumen, minimal tingkat kepuasan yang diberikan pada pengguna jasa adalah 80%. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

63 Gambar Tingkat penyelesaian masalah 4.9. Pengenalan Konsumen Terhadap Lembaga Pengaduan Konsumen Rendahnya persentase konsumen yang mengadu pada Lembaga Pengaduan Konsumen (LPK), diduga disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama konsumen belum mengenal lembaga pengaduan konsumen. Kedua masalah yang dihadapi konsumen memiliki nilai kerugian yang relatif kecil sehingga belum perlu mengadu pada lembaga terkait. Ketiga,pengaduan yang dilakukan pada penjual atau produsen sudah menemukan dianggap memadai. Untuk mengetahui lebih lanjut pengenalan konsumen terhadap lembagalembaga pengaduan konsumen, dilakukan serangkaian proses pengujian bertahap. Tahap pertama kepada responden ditanyakan LPK yang diketahui secara langsung. Jawaban pertama secara spontan akan dicatat sebagai pengenalan tertinggi (Top of Mind), jawaban spontan berikutnya akan dicatat sebagai jawaban tanpa bantuan (unaided awareness). Tahap terakhir kepada responden akan dibacakan nama LPK yang belum disebut pada tahap unaided, untuk ditanyakan apakah responden mengenal LPK tersebut. Proses ini Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

64 diistilahkan sebagai aided awareness. Jawaban atas pertanyaan bertahap ini disajikan pada Gambar Asosiasi1Profesi1(misal:1IDI,1APPMI,1HAPI,1dsb.) 2% 3% Lembaga1Perlindungan1Konsumen1Swadaya 11% 2% Kementerian1atau1dinas1terkait 2% 1% 21% Badan1Perlindungan1Konsumen1Nasional1(BPKN) 2% 2% 15% 1% Otoritas1Jasa1Keuangan1(OJK) 2% 14% 0.3% Badan1Penyelesaian1Sengketa1Konsumen1(BPSK) 1% 5% 0.1% Pengaduan1Online1Kemendag 0.2% 4% 0.2% Badan1Regulasi1Telekomunikasi1Indonesia1(BRTI) 0.1% 4% Tidak1tahu Gambar Pengenalan konsumen terhadap Lembaga Perlindungan Konsumen 38% 35% 26% +5% 15% 35% 55% TOM1Awareness Other1Spontaneous1Awareness Aided1Awareness Mengamati pengetahuan atau pengenalan konsumen terhadap LPK pada Gambar 4.27, mayoritas konsumen secara spontan mengenal LPK Swadaya Masyarakat seperti YLKI (13%), BPKN (4%), Asosiasi Profesi (5%). Kementerian atau Dinas terkait (3%), OJK (3%), dan BPSK (1%). Namum jika dilihat dari sisi Top of Mind (TOM), yaitu LPK yang pertama kali disebut, maka LPK Swadaya Masyarakat (YLKI) merupakan LPK yang palinh populer. Sementara itu dari sisi pengenalan yang dibantu, maka Asosiasi profesi merupakan LPK yang paling banyak diketahui, diikuti oleh YLKI serta LPK Kementerian atau Dinas. Fakta menarik dari hasil penelusuran terhadap pengenalan konsumen terhadap LPK ini adalah, 38% konsumen tak mengenal satupun dari LPK yang ada saat ini. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

65 Jika informasi di atas hanya menggambarkan sisi pengenalan terhadap LPK, maka pada Gambar 4.30 disajikan penelusuran lebih mendalam pengenalan terhadap LPK, tidak saja dari sisi pengenalan nama LPK belaka, namun juga fungsinya. Informasi ini diharapkan dapat memetakan secara lebih rinci pengenalan konsumen terhadap LPK beserta fungsinya. Gambar Peta pengenalan konsumen terhadap nama LPK dan fungsinya Hasil penelusuran mendalam mengenai pengenalan terhadap LPK menunjukkan, 21,2% menyebutkan sembarang lembaga yang diketahui pada jawaban pertama, namun 1,1% salah, 20,1% benar. Sementara itu 78,8% tidak menjawab pada kesempatan pertama, terdapat 38,1% yang menjawab tidak tahu sama sekali dan 40,7% memberikan jawabannya secara benar. Sehingga terdapat 60,8% konsumen yang mengetahui LPK secara spontan tanpa dibantu. Dari 60,8% yang mengetahui nama LPK, kemudian ditanyakan mengenai fungsi dari Lembaga tersebut, ternyata hanya 22,2% yang mengetahui, sementara 38,6% lainnya tidak mengetahui fungsinya. Bardasarkan penelusuran ini 39,2% konsumen tidak mengetahui LPK, baik nama dan fungsinya. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

66 Ringkasan dari hasil ini diperoleh 4 kelompok konsumen terkait dengan nama LPK dan fungsinya yaitu, dari 4829 responden (100%) terbagi menjadi: - Kelompok 1:22,2% konsumen yang mengenal (aware) dan mengetahui fungsi Lembaga Pengaduan Konsumen - Kelompok 2. 28,6% konsumen hanya pernah mendengar nama LPK namun tidak mengetahui fungsinya - Kelomok 3:1,1 % konsumen salah menyebut nama LPK - Kelompok 4. 38,1% konsumen sama sekali tidak mengetahui LPK Menarik untuk disimak bahwa, 22.2% konsumen mengenal dan mengetahui LPK, namun mengapa saat sebagian dari mereka memiliki masalah tidak melakukan pengaduan pada LPK. Alasan yang dikemukakan mengapa konsumen tidak mengadu pada LPK dipaparkan pada Gambar Gambar Alasan konsumen tidak mengadu ke LPK Terlihat bahwa 37% konsumen yang memiliki masalah tidak mengadu pada LPK disebabkan kerugian atas masalah yang dialami tidak besar. Ini artinya, konsumen lebih cenderung menerima atau memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Bahkan terdapat 6% konsumen tidak mengadu karena kenal poenjualnya. Sementara itu 24% tidak mengadu pada LPK karena tidak tahu kemana mereka harus mengadu. Disisi lain 13% menganggap prosedurnya rumit, bahkan 7% menganggap prosesnya lama.""" Persepsi Lembaga Pengaduan Konsumen Alasan mengenai tidak mengadunya konsumen yang memiliki masalah ke LPK adalah adanya persepsi negatif terhadap LPK. Untuk mengetahui persepsi konsumen secara menyeluruh terhadap LPK yang ada, maka dalam penelitian ini telah dilakukan pengukuran persepsi konsumen, hasilnya disajikan pada Gambar Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

67 Gambar Peta persepsi konsumen terhadap LPK Seperti diketahui bahwa hanya sebagian konsumen yang mengetahui LPK baik nama dan fungsinya, namun dalam peta persepsi ini dilakukan pengujian atas persepsi konsumen terhadap LPK yang diperkenalkan saat wawancara. Terlihat bahwa Kementerian, Asosiasi Profesi, BPSK, dan LPKSM/YLKI berada pada satu kelompok, persepsi masyarakat terhadap kelompok ini adalah petugas-petugasnya mengerti permasalahan serta bersikap netral dalam menangani masalah. Persepsi lain yang muncul dari konsumen terhadap kelompok LPK tersebut dan juga Siswapk adalah mudah diakses. Fenomena yang mengejutkan adalah dari peta persepsi adalah, konsumen tidak mengetahui LPK yang memiliki jumlah SDM memadai, LPK yang memiliki petugas yang ramah, layanannya cepat, dan pengaduannya tidak berbelit, serta biaya layannya murah. Sementara itu LPK seperti OJK, BRTI dan BPKN, belum memiliki persepsi yang kuat di benak konsumen. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

68 4.11. Harapan Konsumen Terhadap Pelaku Usaha Masalah yang dijumpai konsumen pada dasarnya bersumber dari pelaku usaha yang tidak menjalankan kewajibannya, atau ada sekelompok pelaku usaha dengan sengaja mencari keuntungan sepihak melalui tindakan tidak jujur atau melawan hukum. Terkait dengan hal ini harapan konsumen terhadap pelaku usaha disajikan pada Gambar informasi pada gambar tersebut merupakan hasil analisis Thurstone, yang melakukan perankingan atas harapan yang disampaikan konsumen. Gambar Harapan konsumen terhadap pelaku usaha " Berdasarkan informasi dari Gambar 4.33, ada 3 harapan utama konsumen terhadap pelaku usaha yang diurutkan berdasarkan kepentingannya yaitu: a. Pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur terkait kondisi dan jaminan barang atau jasa yang dijual. b. Pelaku usaha menjamin mutu barang dan jasa yang diproduksi atau diperdagangkan sesuai dengan SNI. c. Pelaku usaha memperlakukan atau melayani konsumen dengan benar dan jujur serta tidak melakukan diskriminasi. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, " "

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa Analisis biplot merupakan suatu upaya untuk memberikan peragaan grafik dari matriks data dalam suatu plot dengan menumpangtindihkan vektor-vektor dalam ruang berdimensi

Lebih terperinci

Company LOGO ANALISIS BIPLOT

Company LOGO ANALISIS BIPLOT Company LOGO ANALISIS BIPLOT Pendahuluan Company name Data : ringkasan berupa nilai beberapa peubah pada beberapa objek Objek n Nilai Peubah X X.. Xp Company name Penyajian Data dalam bentuk matriks =

Lebih terperinci

MARKET POTENTIAL RESEARCH PASAR TRADISIONAL PD PASAR SURYA DI CABANG SURABAYA SELATAN. M. Jamal Muttaqin ( )

MARKET POTENTIAL RESEARCH PASAR TRADISIONAL PD PASAR SURYA DI CABANG SURABAYA SELATAN. M. Jamal Muttaqin ( ) MARKET POTENTIAL RESEARCH PASAR TRADISIONAL PD PASAR SURYA DI CABANG SURABAYA SELATAN M. Jamal Muttaqin (1307 100 069) Latar Belakang Urgensi Pasar Tradisional Menyusutnya Pasar Tradisional Semakin banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis TINJAUAN PUSTAKA Diagram Kotak Garis Metode diagram kotak garis atau boxplot merupakan salah satu teknik untuk memberikan gambaran tentang lokasi pemusatan data, rentangan penyebaran dan kemiringan pola

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi Biplot Kanonik dan Analisis Procrustes dengan Mathematica Biplot biasa dengan sistem perintah telah terintegrasi ke dalam beberapa program paket statistika seperti SAS,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dianalisis dan hasilnya ditransformasi menjadi matriks berukuran??

TINJAUAN PUSTAKA. dianalisis dan hasilnya ditransformasi menjadi matriks berukuran?? TINJAUAN PUSTAKA Data Disagregat dan Agregat Berdasarkan cara pengumpulannya, data dapat dibedakan atas data internal dan data eksternal. Data internal berasal dari lingkungan sendiri sedangkan data eksternal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh 20 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, karena data dikumpulkan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan dengan sampel yang dipilih khusus

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Dalam memahami pelajaran di sekolah siswa mungkin saja mengalami kesulitan dalam memahaminya. Hal ini dapat dikarenakan metode pembelajaran

Lebih terperinci

DOSEN PEMBIMBING : DWI ENDAH KUSRINI, S. Si, M. Si

DOSEN PEMBIMBING : DWI ENDAH KUSRINI, S. Si, M. Si DOSEN PEMBIMBING : DWI ENDAH KUSRINI, S. Si, M. Si EFEKTIFITAS ALIRAN DAN PENGGUNAAN DANA BOS UNTUK PENGEMBANGAN SEKOLAH DI WILAYAH SURABAYA DENGAN METODE ANALISIS KORESPONDENSI Nalini Yaiwan 1307030055

Lebih terperinci

Didin Astriani P, Oki Dwipurwani, Dian Cahyawati (Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya)

Didin Astriani P, Oki Dwipurwani, Dian Cahyawati (Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya) (M.2) ANALISIS BIPLOT UNTUK MENGETAHUI KARAKTERISTIK PUTUS SEKOLAH PENDIDIKAN DASAR PADA MASYARAKAT MISKIN ANTAR WILAYAH KECAMATAN DI KABUPATEN OGAN ILIR Didin Astriani P, Oki Dwipurwani, Dian Cahyawati

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal BAB III ANALISIS FAKTOR 3.1 Definisi Analisis faktor Analisis faktor adalah suatu teknik analisis statistika multivariat yang berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Gerombol

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Gerombol 3 TINJAUAN PUSTAKA Analisis Gerombol Analisis gerombol merupakan analisis statistika peubah ganda yang digunakan untuk menggerombolkan n buah obyek. Obyek-obyek tersebut mempunyai p buah peubah. Penggerombolannya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Persaingan dunia usaha semakin ketat dewasa ini, hal itu disebabkan semakin banyaknya pelaku usaha baru yang bermunculan dengan berbagai macam inovasi. Hal itu tentunya

Lebih terperinci

Analisis Hibrid Korespondensi Untuk Pemetaan Persepsi. Hybrid Correspondence Analysis for Mapping Perception

Analisis Hibrid Korespondensi Untuk Pemetaan Persepsi. Hybrid Correspondence Analysis for Mapping Perception Jurnal EKSPONENSIAL Volume, Nomor, Mei ISSN 85-89 Analisis Hibrid Korespondensi Untuk Pemetaan Persepsi Hybrid Correspondence Analysis for Mapping Perception Fitriani, Rito Goejantoro, dan Darnah Andi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di 6 sekolah yang terdiri dari SMA dan SMK negeri dan swasta di Kota Bogor.

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir D3-Statistika 2009

Laporan Tugas Akhir D3-Statistika 2009 Laporan Tugas Akhir D3-Statistika 2009 Selasa, 12 Juni 2012 ANALISIS KORESPONDENSI KECENDERUNGAN DARI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GIZI BALITA DI JAWA TIMUR OLEH : RATNA AYU M DOSEN PEMBIMBING : IR.

Lebih terperinci

SURVEI KONSUMEN. Juli 2017

SURVEI KONSUMEN. Juli 2017 SURVEI KONSUMEN Juli 2017 Survei Konsumen Bank Indonesia mengindikasikan optimisme konsumen meningkat, sebagaimana tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Juli 2017 yang naik 1,0 poin dari

Lebih terperinci

METODE SAMPLING. Met. Sampling-T.Parulian

METODE SAMPLING. Met. Sampling-T.Parulian METODE SAMPLING Dari populasi hingga sampel Proses pengambilan sampel (sampling) dari populasi merupakan proses utama dalam statistika induktif. Sampling dilakukan karena seorang peneliti tidak mungkin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LANDASAN ANALISIS

PENDAHULUAN LANDASAN ANALISIS 10 PENDAHULUAN Latar Belakang Biplot merupakan metode eksplorasi analisis data peubah ganda yang dapat memberikan gambaran secara grafik tentang kedekatan antar objek, keragaman peubah, korelasi antar

Lebih terperinci

PENGUKURAN KONTRIBUSI ITS DALAM MEMBENTUK MUTU SARJANA BARU ITS MENURUT PERSEPSI WISUDAWAN TAHUN 2004

PENGUKURAN KONTRIBUSI ITS DALAM MEMBENTUK MUTU SARJANA BARU ITS MENURUT PERSEPSI WISUDAWAN TAHUN 2004 B-17-1 PENGUKURAN KONTRIBUSI ITS DALAM MEMBENTUK MUTU SARJANA BARU ITS MENURUT PERSEPSI WISUDAWAN TAHUN 2004 Arie Kismanto dan Muhammad Sjahid Akbar Jurusan Statistik ITS ABSTRAK Sarjana baru dapat dipakai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual English First Bogor adalah lembaga kursus bahasa Inggris yang menggunakan tenaga pengajar penutur asli bahasa Inggris, memiliki jadwal kursus

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANALISIS BIPLOT KLASIK DAN ROBUST BIPLOT PADA PEMETAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA TIMUR

PERBANDINGAN ANALISIS BIPLOT KLASIK DAN ROBUST BIPLOT PADA PEMETAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA TIMUR Jur. Ris. & Apl. Mat. I (207), no., xx-xx Jurnal Riset dan Aplikasi Matematika e-issn: 258-054 URL: journal.unesa.ac.id/index.php/jram PERBANDINGAN ANALISIS BIPLOT KLASIK DAN ROBUST BIPLOT PADA PEMETAAN

Lebih terperinci

Analisis Biplot untuk Pemetaan Posisi dan Karakteristik Usaha Pariwisata di Provinsi Bali

Analisis Biplot untuk Pemetaan Posisi dan Karakteristik Usaha Pariwisata di Provinsi Bali Jurnal Matematika Vol. 6 No. 1, Juni 2016. ISSN: 1693-1394 Analisis Biplot untuk Pemetaan Posisi dan Karakteristik Usaha Pariwisata di Provinsi Bali I Gusti Ayu Made Srinadi Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari variabel-variabel yang saling berkorelasi. Analisis peubah ganda dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari variabel-variabel yang saling berkorelasi. Analisis peubah ganda dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Peubah Ganda Analisis peubah ganda merupakan metode statistika yang menganalisis secara bersama-sama variabel yang cukup banyak yang diamati pada setiap individu atau

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR (FACTOR ANALYSIS)

ANALISIS FAKTOR (FACTOR ANALYSIS) ANALISIS FAKTOR (FACTOR ANALYSIS) PENDAHULUAN Analisis faktor: mengkaji hubungan internal dari gugus variabel Data: peubah-peubah yang dianalisis berkorelasi tinggi didalam grupnya sendiri dan berkorelasi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan di Desa Karang Song, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yaitu tempat yang ditetapkan pemerintah sebagai lahan pemukiman

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Kelahiran di Provinsi Sumatera Barat dengan Menggunakan Analisis Faktor

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Kelahiran di Provinsi Sumatera Barat dengan Menggunakan Analisis Faktor Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Kelahiran di Provinsi Sumatera Barat dengan Menggunakan Analisis Faktor Resti Febrina #1, Nonong Amalita *2, Dewi Murni *3 # Student of Mathematics Department State

Lebih terperinci

Pemetaan Status Gizi Balita Terhadap Kecamatan-Kecamatan Di Kabupaten Trenggalek Dengan Metode Analisis Korespondensi

Pemetaan Status Gizi Balita Terhadap Kecamatan-Kecamatan Di Kabupaten Trenggalek Dengan Metode Analisis Korespondensi Pemetaan Status Gizi Balita Terhadap Kecamatan-Kecamatan Di Kabupaten Trenggalek Dengan Metode Analisis Korespondensi Oleh : Teguh Purianto (0 09 06) Dosen Pembimbing : Wibawati, S.Si., M.Si. ABSTRAK Anak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Setiabudi 8

METODE PENELITIAN. Setiabudi 8 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai sikap konsumen terhadap daging sapi lokal dan impor ini dilakukan di DKI Jakarta, tepatnya di Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Toserba xxx dengan meneliti posisi produk dan preferensi konsumen kacang garing Garuda. Terdapat berbagai macam merek

Lebih terperinci

Analisis Korespondensi Terhadap Persepsi Alumni Program Studi Matematika FMIPA Universitas Sam Ratulangi Mengenai Kurikulum Dan Proses Pembelajaran

Analisis Korespondensi Terhadap Persepsi Alumni Program Studi Matematika FMIPA Universitas Sam Ratulangi Mengenai Kurikulum Dan Proses Pembelajaran Analisis Korespondensi Terhadap Persepsi Alumni Program Studi Matematika FMIPA Universitas Sam Ratulangi Mengenai Kurikulum Dan Proses Pembelajaran 1 Prastika Tumilaar, 2 Djoni Hatidja, 3 Jantje D. Prang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 37 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Metode Penelitian Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini akan menguraikan dan memaparkan mengenai sikap pengguna maupun bukan pengguna

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran Restoran fast food yang banyak bermunculan di kota Bogor saat ini memicu persaingan antar restoran fast food tersebut di kota

A. Kerangka Pemikiran Restoran fast food yang banyak bermunculan di kota Bogor saat ini memicu persaingan antar restoran fast food tersebut di kota III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Restoran fast food yang banyak bermunculan di kota Bogor saat ini memicu persaingan antar restoran fast food tersebut di kota Bogor. Tiap perusahaan akan mengunggulkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Persaingan bisnis di sektor pertambangan semakin berkembang. Hal ini menyebabkan PT. Aneka Tambang Tbk membutuhkan karyawan yang berkompetensi untuk mencapai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 55 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lima bandara di Indonesia, yaitu bandara Juanda di Surabaya, bandara Hasanuddin di Makasar, bandara Pattimura di Ambon,

Lebih terperinci

Konsumsi Pangan. Preferensi Pangan. Karakteristik Makanan:

Konsumsi Pangan. Preferensi Pangan. Karakteristik Makanan: 23 KERANGKA PEMIKIRAN Menurut Suhardjo (1989), latar belakang sosial budaya mempengaruhi pemilihan jenis pangan melalui dua cara yaitu informasi mengenai gizi dan preferensi berdasarkan konteks dua karakteristik

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Penelitian METODOLOGI Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan teknik survei dalam bentuk penelitian deskriptif korelasional. Penelitian ini berusaha menggambarkan karakteristik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang sulit untuk diatasi. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah penurunan tingkat kemiskinan. Menurut Badan Pusat Statistik,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian akan dilakukan di wilayah DKI Jakarta, yang meliputi daerah Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, serta Jakarta Pusat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Pemilihan tempat pada penelitian ini dilakukan secara purposive didasarkan pada cakupan wilayah siaran (coverage area) RRI Bogor Pro 1 FM 93,75 MHz yakni

Lebih terperinci

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 37 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study yaitu data dikumpulkan pada satu waktu tidak berkelanjutan untuk memperoleh karakteristik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Disain eksperimental penelitian Motivasi Pesan Faktor. positif dan dengan cara penyajian tanpa penjelasan.

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Disain eksperimental penelitian Motivasi Pesan Faktor. positif dan dengan cara penyajian tanpa penjelasan. 23 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain eksperimental yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktorial 2x2 dengan pre test dan post test. Disain penelitian ini melibatkan dua

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu dilakukan di Kotamadya Bogor. Hal ini disebabkan Kota Bogor adalah salah

Lebih terperinci

Aplikasi Analisis Korespondensi Berganda terhadap Pemetaan Perkembangan Pembangunan Kota Ambon

Aplikasi Analisis Korespondensi Berganda terhadap Pemetaan Perkembangan Pembangunan Kota Ambon Statistika, Vol. 17 No. 2, 89 97 November 2017 Aplikasi Analisis Korespondensi Berganda terhadap Pemetaan Perkembangan Pembangunan Kota Ambon Y. A. Lesnussa, H. Kelian, E.R. Persulessy, R. J. Djami, M.W.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Upaya perusahaan untuk meningkatkan kemajuannya lebih banyak diorientasikan kepada manusia sebagai salah satu sumber daya yang penting bagi perusahaan.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian adalah cross sectional study, yakni data dikumpulkan pada satu waktu (Singarimbun & Effendi 1995. Penelitian berlokasi di Kota

Lebih terperinci

ANALISIS KORESPONDENSI UNTUK MENGETAHUI EFEKTIVITAS IKLAN PROVIDER TELEPON SELULER DI MEDIA TELEVISI

ANALISIS KORESPONDENSI UNTUK MENGETAHUI EFEKTIVITAS IKLAN PROVIDER TELEPON SELULER DI MEDIA TELEVISI ANALISIS KORESPONDENSI UNTUK MENGETAHUI EFEKTIVITAS IKLAN PROVIDER TELEPON SELULER DI MEDIA TELEVISI Maya Evayani Gurning 1308 030 013 Dosen Pembimbing : Dra. Destri Susilaningrum, M.Si LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Keadaan Internal Kebun Raya Bogor

III. METODOLOGI PENELITIAN. Keadaan Internal Kebun Raya Bogor 29 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Keadaan Internal Kebun Raya Bogor A. Geografi B. Demografi C. Perilaku D. Psikografi Analisis Deskriptif Analisis Cluster berdasarkan AIO Segmentasi

Lebih terperinci

Sisi Permintaan. Sisi Penawaran

Sisi Permintaan. Sisi Penawaran SURVEI KONSUMEN Sisi Permintaan Perkembangan Sektor Riil Pengeluaran Konsumsi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran TUJUAN SURVEI KONSUMEN Merupakan survei bulanan yang bersifat mikro, bertujuan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanpa memperhatikan bidang penelitian yang dikaji, mengumpulkan data

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanpa memperhatikan bidang penelitian yang dikaji, mengumpulkan data BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanpa memperhatikan bidang penelitian yang dikaji, mengumpulkan data yang informatif pada situasi yang kompleks kadang-kadang merupakan suatu pekerjaan yang sulit dilakukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 2 A. LATAR BELAKANG... 2 B. TUJUAN... 3 C. KERANGKA PERSEPSI MASYARAKAT... 3 D. SISTEMATIKA LAPORAN... 5 BAB II METODOLOGI... 6 A. PENGUMPULAN DATA... 6 1. Populasi... 6

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Menurut Kerlinger & Lee (2000: 599), survei digunakan pada populasi besar maupun

Lebih terperinci

PEMETAAN MASALAH PUTUS SEKOLAH PENDIDIKAN DASAR MASYARAKAT MISKIN ANTAR KECAMATAN SEBAGAI UPAYA PEMERATAAN AKSES PENDIDIKAN DI KABUPATEN OGAN ILIR

PEMETAAN MASALAH PUTUS SEKOLAH PENDIDIKAN DASAR MASYARAKAT MISKIN ANTAR KECAMATAN SEBAGAI UPAYA PEMERATAAN AKSES PENDIDIKAN DI KABUPATEN OGAN ILIR PEMETAAN MASALAH PUTUS SEKOLAH PENDIDIKAN DASAR MASYARAKAT MISKIN ANTAR KECAMATAN SEBAGAI UPAYA PEMERATAAN AKSES PENDIDIKAN DI KABUPATEN OGAN ILIR Dian Cahyawati S. Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Depok Jawa Barat. Depok sebagai penyangga DKI Jakarta dihuni oleh masyarakat yang sangat heterogen dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis Komponen Utama (AKU, Principal Componen Analysis) bermula dari

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis Komponen Utama (AKU, Principal Componen Analysis) bermula dari BAB 2 LANDASAN TEORI 21 Analisis Komponen Utama 211 Pengantar Analisis Komponen Utama (AKU, Principal Componen Analysis) bermula dari tulisan Karl Pearson pada tahun 1901 untuk peubah non-stokastik Analisis

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menganalisis data sekunder dari hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia ( SDKI) tahun 2007, dengan menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut merupakan data cross section dari data sembilan indikator

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini menggunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini menggunakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Sugiono dalam bukunya Metodologi Penelitian Bisnis (2009)

Lebih terperinci

PENGETAHUAN Pangan Rekayasa Genetika HARAPAN. PENERIMAAN Pangan Rekayasa Genetika

PENGETAHUAN Pangan Rekayasa Genetika HARAPAN. PENERIMAAN Pangan Rekayasa Genetika KERANGKA PEMIKIRAN Pangan rekayasa genetika merupakan produk hasil pencangkokan dari satu gen ke gen yang lain. Pangan rekayasa genetika juga merupakan suatu produk yang mempunyai kemampuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

Penggunaan Kernel PCA Gaussian dalam Penyelesaian Plot Multivariat Non Linier. The Use of Gaussian PCA Kernel in Solving Non Linier Multivariate Plot

Penggunaan Kernel PCA Gaussian dalam Penyelesaian Plot Multivariat Non Linier. The Use of Gaussian PCA Kernel in Solving Non Linier Multivariate Plot Penggunaan Kernel PCA Gaussian dalam Penyelesaian Plot Multivariat Non Linier Bernhard M. Wongkar 1, John S. Kekenusa 2, Hanny A.H. Komalig 3 1 Program Studi Matematika, FMIPA, UNSRAT Manado, bernhard.wongkar2011@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. yang disesuaikan dengan tujuan penelitian sehingga dapat melakukan analisis. Berikut. Jenis dan Metode. pelanggan.

BAB 3 METODE PENELITIAN. yang disesuaikan dengan tujuan penelitian sehingga dapat melakukan analisis. Berikut. Jenis dan Metode. pelanggan. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Untuk mengetahui jenis penelitian yang dilakukan, digunakan desain penelitian yang disesuaikan dengan tujuan penelitian sehingga dapat melakukan analisis.

Lebih terperinci

ANALISIS KECENDERUNGAN PEMILIHAN KOSMETIK WANITA DI KALANGAN MAHASISWI JURUSAN STATISTIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO MENGGUNAKAN BIPLOT KOMPONEN UTAMA

ANALISIS KECENDERUNGAN PEMILIHAN KOSMETIK WANITA DI KALANGAN MAHASISWI JURUSAN STATISTIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO MENGGUNAKAN BIPLOT KOMPONEN UTAMA ANALISIS KECENDERUNGAN PEMILIHAN KOSMETIK WANITA DI KALANGAN MAHASISWI JURUSAN STATISTIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO MENGGUNAKAN BIPLOT KOMPONEN UTAMA SKRIPSI Disusun Oleh : Rizka Asri Briliani 24010211130061

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494)

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494) 19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena pengumpulan data hanya dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan, serta retrospektif karena

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keputusan pembelian fresh product di ritel tradisional dan ritel modern. Pemilihan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keputusan pembelian fresh product di ritel tradisional dan ritel modern. Pemilihan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fresh product di ritel tradisional dan ritel modern. Pemilihan tempat

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di enam kelurahan di Kota Depok, yaitu Kelurahan Pondok Petir, Kelurahan Curug, Kelurahan Tapos, Kelurahan Beji, Kelurahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Research design adalah sekumpulan keputusan yang menyusun suatu perencanaan ( master plan ) dimana ditetapkan metode dan prosedur untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kombinasi ( mixed

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kombinasi ( mixed III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kombinasi ( mixed methods). Metode penelitian kombinasi adalah metode penelitian yang menggabungkan antara metode

Lebih terperinci

DOSEN PEMBIMBING : DWI ENDAH KUSRINI, S. Si, M. Si

DOSEN PEMBIMBING : DWI ENDAH KUSRINI, S. Si, M. Si DOSEN PEMBIMBING : DWI ENDAH KUSRINI, S. Si, M. Si ANALISIS KORESPONDENSI DATA CURANMOR DI WILAYAH POLSEK WONOCOLO SURABAYA PADA BULAN JANUARI 2006-AGUSTUS 2010 Dimas Aditya Yudistira 1307030026 LATAR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Pada tanggal 7 Mei 999 kawasan Cagar Alam Pancoran Mas Depok diubah fungsinya menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok dan dikelola oleh pemerintah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, artinya data penelitian dikumpulkan pada satu periode waktu tertentu. Penelitian

Lebih terperinci

Fajar Ropi BINUS UNIVERSITTY, Jakarta, Indonesia, Abstrak. Seiring dengan berjalannya waktu persaingan dan kompetisi untuk meraih

Fajar Ropi BINUS UNIVERSITTY, Jakarta, Indonesia, Abstrak. Seiring dengan berjalannya waktu persaingan dan kompetisi untuk meraih Analisis Sikap DAN Faktor Pemilihan Perguruan Tinggi Swasta Jakarta Berbasis Komputer Menggunakan Model Fishbein dan Biplot (Studi kasus : SMA Kota Bogor) Fajar Ropi BINUS UNIVERSITTY, Jakarta, Indonesia,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur,

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur, IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

3.1 Kerangka Pemikiran

3.1 Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Kecap banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia saat memasak karena kecap termasuk bumbu pelengkap (condiment) yang memberikan rasa, warna, dan aroma yang khas serta

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan metode survey di Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. faktor risiko lain yang berperan terhadap kejadian kehamilan tidak diinginkan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. faktor risiko lain yang berperan terhadap kejadian kehamilan tidak diinginkan 59 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini bersifat kuantitatif dan dilakukan dengan menganalisis data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Untuk mengetahui keinginan konsumen akan minuman kesehatan, kepuasan konsumen merupakan salah satu faktor terpenting yang harus diperhatikan oleh perusahaan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam upaya menggambarkan bagaimana kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI 17 Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Matriks 2.1.1 Definisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemen-elemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. sesuai dengan tujuan penelitian. Konsep dasar dan batasan operasional dalam

III. METODE PENELITIAN. sesuai dengan tujuan penelitian. Konsep dasar dan batasan operasional dalam 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian dan pengukuran yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh 31 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data utama.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian mengenai persepsi dan sikap responden terhadap produk Oreo setelah adanya isu melamin serta faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Pada Data Primer Kegiatan Praktek Kesehatan Masyarakat dengan melakukan penelitian / survei yang berjudul Gambaran Umum Status Gizi dan Kesehatan Baduta,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pendahuluan Sesuai dengan kerangka penelitian yang disusun pada bab 3 sebelumnya, maka untuk tahap penelitian sendiri terbagi menjadi 2 bagian, yakni: tahap penelitian I (tahap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Pendekatan Penelitian 1.1.1. Jenis Penelitian a. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang tujuannya untuk melakukan pengukuran

Lebih terperinci

Skala pengukuran dan Ukuran Pemusatan. Ukuran Pemusatan

Skala pengukuran dan Ukuran Pemusatan. Ukuran Pemusatan Skala Pengukuran Nominal (dapat dikelompokkan, tidak punya urutan) Ordinal (dapat dikelompokkan, dapat diurutkan, jarak antar nilai tidak tetap sehingga tidak dapat dijumlahkan) Interval (dapat dikelompokkan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan 18 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian interaksi keluarga yang memfokuskan pada interaksi antara ibu dengan anak. Desain yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Juni hingga September 2011.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

INFORMASI YANG BISA DIAMBIL DARI BIPLOT

INFORMASI YANG BISA DIAMBIL DARI BIPLOT ANALISIS BIPLOT PENGANTAR Biplot diperkenalkan pertama kali oleh Gabriel (1971) sehingga sering disebut sebagai Gabriel s biplot. Metode ini tergolong dalam analisis eksplorasi peubah ganda yang ditujukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak 25 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang hanya dilakukan pada satu waktu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Persaingan yang terjadi di industri makanan khususnya makanan ringan (snack) memang cukup ketat. Banyak perusahaan yang menawarkan produk makanan ringan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR. Gangga Anuraga ABSTRAK

ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR. Gangga Anuraga ABSTRAK ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR Gangga Anuraga Dosen Program Studi Statistika MIPA Universitas PGRI Adi Buana Surabaya E-mail : ganuraga@gmail.com

Lebih terperinci

Minggu X ANALISIS FAKTOR

Minggu X ANALISIS FAKTOR Minggu X ANALISIS FAKTOR Utami, H Universitas Gadjah Mada ANALISIS FAKTOR Analisis faktor adalah alat analisis statistik yang dipergunakan untuk mereduksi faktor-faktor yang mempengaruhi suatu variabel

Lebih terperinci

SURVEI KONSUMEN. Indeks Keyakinan Konsumen

SURVEI KONSUMEN. Indeks Keyakinan Konsumen SURVEI KONSUMEN SURVEI KONSUMEN Februari 2009 Trend peningkatan IKK kembali terjadi pada Februari 2009 meskipun belum mencapai level optimis yang tercatat pada indeks 96,4. Beberapa isu positif terkait

Lebih terperinci

Resume Regresi Linear dan Korelasi

Resume Regresi Linear dan Korelasi Rendy Dwi Ardiansyah Putra 7410040018 / 2 D4 IT A Statistika Resume Regresi Linear dan Korelasi 1. Regresi Linear Regresi linear merupakan suatu metode analisis statistik yang mempelajari pola hubungan

Lebih terperinci

Sebelum dihidangkan, masakan anda perlu diketahui rasanya. Apa yang harus anda lakukan? Mencicipi, artinya mengambil. yang akan dihidangkan

Sebelum dihidangkan, masakan anda perlu diketahui rasanya. Apa yang harus anda lakukan? Mencicipi, artinya mengambil. yang akan dihidangkan Apa yang dimaksud SAMPLING? Sebelum dihidangkan, masakan anda perlu diketahui rasanya. Apa yang harus anda lakukan? Mencicipi, artinya mengambil sedikit untuk menyimpulkan rasa masakan yang akan dihidangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah survei analitik. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. N 1+ Ne 2. n =

METODE PENELITIAN. N 1+ Ne 2. n = 27 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan metode survei. Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Menurut Syamsir (2011), salah satu industri pengolahan minuman yang memiliki prospek yang semakin baik adalah industri yoghurt. Hal ini terkait nilai tambah

Lebih terperinci