BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999 adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dari hutan Negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah Negara. Dalam pengertian ini, tanah Negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat berdasarkan ketentuanketentuan atau aturan-aturan adat atau aturan-aturan masyarakat lokal (Suharjito 2000). Definisi hutan rakyat menurut Hardjanto (2000) adalah hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik dengan luas minimal 0,25 hektar. Hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang memenuhi luasan sesuai dengan definisi hutan rakyat. Hal tersebut karena rata-rata pemilikan lahan di jawa sangat sempit. Departemen Kehutanan (1999) menyebutkan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah milik dengan luas minimal 0,25 ha dan penutupan tajuknya didominasi tanaman perkayuan dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 pohon Manfaat dan Peranan Hutan Rakyat Hutan rakyat telah memberikan manfaat ekonomi yang langsung dirasakan oleh penduduk desa pemilik hutan rakyat. Manfaat yang dirasakan adalah kayu yang digunakan untuk bahan bangunan guna memperbaiki kondisi rumah mereka yang dulunya terbuat dari bambu. Selain itu petani dapat memperoleh tambahan pendapatan dari menjual kayu hasil hutan rakyat dalam bentuk berdiri maupun dalam bentuk kayu bakar. Penjualan kayu hasil hutan rakyat ini biasanya

2 10 dilakukan apabila ada kebutuhan yang sangat mendesak dan keuangan yang ada kurang mencukupi (Suharjito 2000). Peranan hutan rakyat dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa cukup penting mengingat ± 70% konsumsi kayu dipenuhi oleh kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat. Kayu rakyat merupakan komoditi penting yang belum dianggap komersial karena kurang terlihatnya perilaku sediaan dan permintaan secara mudah, baik oleh produsen maupun konsumen yang terlibat dalam pemasaran produk-produk yang berasal dari hutan rakyat (Lembaga Penelitian IPB dengan Proyek Pengembangan Hutan Rakyat Jawa Barat 1990). Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadi eksploitasi yang berlebih sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal bahkan sebaliknya menyebabkan kerusakan dan menurunkan produktivitas sumberdaya hutan. Salah satu alternatif pemecahan masalah tekanan terhadap sumberdaya hutan adalah pembangunan hutan rakyat diluar kawasan hutan yang dilaksanakan di Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa (Suharjito 2000) Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Pengelolaan hutan rakyat di satu sisi memang menunjukkan potensi hasil hutan kayu dan non kayu yang besar, peningkatan nilai ekologis kawasan, dan peningkatan pendapatan masyarakat pengelola hutan. Akan tetapi di sisi lain masih ditemui beberapa permasalahan, misalnya keterbatasan akses dan pengetahuan pasar oleh masyarakat, penebangan yang masih dilakukan dengan sistem tebang butuh, kualitas kayu hutan rakyat yang belum optimal akibat kurangnya pengetahuan tentang teknik silvikultur (Hardjanto 1990). Pola usahatani hutan rakyat masih dilakukan secara tradisional dan belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan yang paling menguntungkan (Hardjanto 1990). Pemilik hutan rakyat umumnya belum menggantungkan penghidupannya pada hutan-hutan yang dimilikinya. Mereka mengusahakan hutan rakyat hanya sebagai sampingan. Faktor penyebab para petani tidak menggantungkan penghidupannya pada hutan (Hardjanto 1990) yaitu: 1. Belum adanya persatuan antar pemilik hutan rakyat 2. Sistem silvikultur belum diterapkan secara sempurna.

3 11 3. Kurangnya pengetahuan petani dalam pemasaran hasil hutan rakyat 4. Belum adanya lembaga khusus yang menangani pengusahaan hutan rakyat. Pengelolaan hutan rakyat pada dasarnya adalah merupakan upaya menyeluruh dari kegiatan-kegiatan perencanaan, pembinaan, pengembangan, dan penilaian serta pengawasan pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Tujuan akhir yang ingin dicapai dari pengelolaan hutan rakyat adalah adanya peningkatan peran dari kayu rakyat terhadap peningkatan pendapatan pemilik/pengusahanya secara terus menerus selama daur (Hardjanto 1990). Keberhasilan pengembangan hutan rakyat (Dephut 1995) sangat tergantung pada : 1. Tujuan pengembangan hutan rakyat yang jelas 2. Lokasi dan luas unit usaha hutan rakyat 3. Pemilihan jenis yang di tanam 4. Sistem penanaman, pemeliharaan, dan pengelolaan 5. Produksi tahunan yang terencana 6. Investasi yang tersedia dan keterkaitan dengan industri pengelolaan kayu. Sistem pendanaan yang dilaksanakan dalam pengembangan hutan rakyat (Dephut 1995) dapat ditempuh melalui: 1. Swadaya masyarakat baik perorangan, kelompok, maupun mitra usaha 2. Program bantuan inpres penghijauan dan reboisasi/apbd. 3. Kredit, berupa pinjaman lunak kepada petani/kelompok tani dengan pola acuan P3KUK-DAS melalui bank penyalur. 4. Kredit usaha perhutanan rakyat, berupa pinjaman lunak kepada petani melalui mitra usaha yang pelaksanaannya diatur oleh Departemen Kehutanan dan BRI selaku bank penyalur Pendapatan Rumah Tangga Petani Pendapatan rumah tangga adalah kumpulan dari pendapatan anggotaanggota rumah tangga dari masing-masing kegiatannya. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dari penjualan, konsumsi keluarga akan komoditi yang dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan

4 12 untuk menghasilkan komoditi tersebut. Pendapatan rumah tangga petani tidak hanya berasal dari usaha pertaniannya saja, tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain di luar sektor pertanian, seperti perdagangan, jasa pengangkutan, industri pengolahan, dan lain-lain (BPS 1993). Bahkan kadang penghasilan di luar usaha pertanian justru lebih besar daripada pendapatannya dari pertanian. Kartasubrata (1986) menjelaskan bahwa pendapatan rumah tangga menurut sumbernya dibagi menjadi dua golongan, yaitu pendapatan kehutanan dan non kehutanan. Pendapatan kehutanan adalah pendapatan yang berasal dari kegiatan di hutan dan pendapatan non kehutanan adalah pendapatan yang berasal dari hasil kegiatan di luar kehutanan Konsep Kemitraan Kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling menguntungkan. Secara harfiah kemitraan diartikan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah 2000). Adapun definisi kemitraan secara resmi diatur dalam Undang-Undang Usaha Kecil No. 9 Tahun 1995 pasal 1 ayat 8 yang menyatakan bahwa kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Sementara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 940/Kpts/OT.210/10/97 yang dimaksud dengan kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha pertanian Konsep kemitraan perusahaan-masyarakat Konsep kemitraan perusahaan-masyarakat atas dasar kontrak kesepakatan dan kerjasama mampu menyediakan pendekatan-pendekatan efektif yang mampu menjamin ketersediaan bahan pasokan kayu disamping berbagi manfaat, keuntungan dan juga resiko dengan masyarakat lokal sekitarnya (Mayers 2000). Menurut Mayers dan Vermeulen (2002), beberapa istilah yang sering digunakan dalam pelaksanaan kemitraan adalah sebagai berikut :

5 13 1. Perusahaan, mencakup badan hukum berskala besar, dapat berupa perusahaan swasta yang dikelola dengan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan. 2. Masyarakat, termasuk didalamnya petani, masyarakat lokal yang berada pada tingkat-tingkat sosial yang berada pada organisasi-organisasi sosial seperti kelompok-kelompok tani dan kelompok-kelompok pengguna produk yang pada suatu saat tertentu melakukan kegiatan dengan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan saja. 3. Kehutanan, merupakan seni menanam, memelihara serta mengelola hutan dan tegakan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa. 4. Kemitraan, hubungan atau kerjasama yang secara aktif dilakukan oleh dua pihak atau lebih dengan ekspektasi penerimaan manfaat. 5. Konsep kemitraan perusahaan-masyarakat, mencakup tempat bekerjasama, bentuk dari sisi kehutanannya, serta tipe-tipe hubungan antara dua atau lebih pihak. Menurut Mayers dan Vermeulen (2002), beberapa gambaran mengenai konsep kemitraan yang kuat adalah sebagai berikut : 1. Adanya dialog. Pihak-pihak yang terlibat setuju dan bersedia untuk saling berkonsultasi dan berinteraksi selama dalam tahap persiapan rencana. 2. Kesepakatan bersama. Pihak-pihak yang terlibat setuju untuk tidak bertindak tanpa persetujuan dari pihak lain. Dengan kata lain, adanya suatu sikap saling pengertian yang tinggi antar pihak terhadap tindakan yang akan dilakukan. 3. Adanya kontrak kerjasama. Pihak-pihak yang terlibat paham bahwa salah satu pihak memberikan pelayanan atas dasar kontrak terhadap pihak lain. 4. Berbagi rencana kerja. Pihak-pihak yang terlibat setuju untuk membahas serta mengimplementasikan rencana kerja yang telah dibuat secara bersama-sama menuju pada suatu tujuan yang telah direncanakan. 5. Berbagi tanggung jawab dan juga resiko. Pihak-pihak yang terlibat setuju untuk sama-sama bertanggung jawab secara penuh terhadap rencana yang telah dibuat.

6 Pola kemitraan Terdapat beberapa pola yang dapat diterapkan dalam pelaksanan kerjasama kemitraan. Pemilihan bentuk kerjasama dapat disesuaikan dengan melihat kondisi masing-masing pelaku kerjasama. Jangka waktu kemitraan dibedakan menjadi tiga Deptan (1997), yaitu : 1. Kemitraan Insidental Bentuk kemitraan ini didasarkan pada kepentingan ekonomi bersama dalam jangka pendek dan dihentikan jika kegiatan tersebut telah selesai, dengan atau tanpa kesepakatan tertulis atau kontrak kerja. Bentuk kemitraan seperti ini biasanya ditemui dalam pengadaan input dan pemasaran usaha tani. 2. Kemitraan Jangka Menengah Bentuk kemitraan ini didasarkan pada motif ekonomi bersama dalam jangka menengah atau musim produksi tertentu, dengan atau tanpa perjanjian tertulis. 3. Kemitraan Jangka Panjang Kemitraan ini dilakukan dalam jangka waktu yang sangat panjang dan terusmenerus dalam skala besar dan dengan perjanjian tertulis. Misalnya adalah kepemilikan perusahaan oleh petani atau koperasi. Adapun pola-pola kemitraan yang banyak dilaksanakan oleh beberapa kemitraan usaha pertanian di Indonesia (Deptan 2002) meliputi: 1. Inti-Plasma Merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra. Perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra bertindak sebagai plasma. Dalam hal ini, perusahaan mitra mempunyai kewajiban : (1) berperan sebagai perusahaan inti, (2) menampung hasil produksi, (3) membeli hasil produksi, (4) memberi bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra, (5) memberikan pelayanan kepada kelompok mitra berupa permodalan/kredit, sarana produksi, dan teknologi, (6) mempunyai usaha budidaya pertanian/memproduksi kebutuhan perusahaan, dan (7) menyediakan lahan. Sementara kewajiban kelompok mitra : (1) berperan sebagai plasma, (2) mengelola seluruh usaha budidaya sampai dengan panen, (3) menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra, (4) memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Keunggulan dari pola ini adalah : (1) kedua belah pihak saling mempunyai ketergantungan dan sama-sama memperoleh

7 15 keuntungan, (2) terciptanya peningkatan usaha, dan (3) dapat mendorong perkembangan ekonomi. Namun, dikarenakan belum adanya kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma, kelemahan pola ini menyebabkan perusahaan inti mempermainkan harga komoditi plasma. 2. Subkontrak Merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra. Kelompok mitra dalam hal ini memproduksi komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Tugas perusahaan mitra dalam pola subkontrak, meliputi : (1) menampung dan membeli komponen produksi perusahaan yang dihasilkan oleh kelompok mitra, (2) menyediakan bahan baku / modal kerja, dan (3) melakukan kontrol kualitas produksi. Sementara tugas kelompok mitra adalah : (1) memproduksi kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra sebagai komponen produksinya, (2) menyediakan tenaga kerja, dan (3) membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Pola subkontrak ini sangat kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan, dan produktivitas serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra. Namun sisi kelemahannya tampak dari hubungan yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil dan mengarah pada monopoli atau monopsoni. 3. Dagang Umum Salah satu pola kemitraan dimana perusahaan mitra berfungsi memasarkan hasil produksi kelompok mitranya atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Keuntungan pola ini adalah pihak kelompok mitra tidak perlu bersusah payah dalam memasarkan hasil produknya sampai ke konsumen. Sementara kelemahannya terletak pada harga dan volume produk yang sering ditentukan secara sepihak oleh perusahaan mitra sehingga merugikan kelompok mitra. 4. Keagenan Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan dimana kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Sementara perusahaan mitra bertanggung jawab atas mutu dan volume produk. Keuntungan pola ini bagi kelompok mitra bersumber dari komisi yang diberikan

8 16 perusahaan mitra sesuai dengan kesepakatan. Namun di sisi lain pola ini memiliki kelemahan dikarenakan kelompok mitra dapat menetapkan harga produk secara sepihak. Selain itu kelompok mitra tidak dapat memenuhi target dikarenakan pemasaran produknya terbatas pada beberapa mitra usaha saja. 5. Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) Dalam pola ini perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian, sedangkan kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja. Keunggulan pola ini hampir sama dengan pola inti-plasma, namun dalam pola ini lebih menekankan pada bentuk bagi hasil. 6. Waralaba Merupakan pola hubungan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra memberikan hak lisensi, merek dagang, saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usahanya sebagai penerima waralaba. Kelebihan pola ini, kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan sesuai dengan hak dan kewajibannya. Keuntungan tersebut dapat berupa adanya alternatif sumber dana, penghematan modal, dan efisiensi. Selain itu pola ini membuka kesempatan kerja yang luas. Kelemahannya, bila salah satu pihak ingkar dalam menepati kesepakatan sehingga terjadi perselisihan. Selain itu, pola ini menyebabkan ketergantungan yang sangat besar dari perusahaan terwaralaba terhadap perusahaan pewaralaba dalam hal teknis dan aturan atau petunjuk yang mengikat. Sebaliknya perusahaan pewaralaba tidak mampu secara bebas mengontrol atau mengendalikan perusahaan terwaralaba terutama dalam hal jumlah penjualan. 7. Pola Kemitraan (penyertaan) Saham Dalam pola kemitraan ini, terdapat penyertaan modal (equity) antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar. Penyertaan modal usaha kecil dimulai sekurang-kurangnya 20% dari seluruh modal saham perusahaan yang baru dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua belah pihak Karakteristik kemitraan Karakteristik umum kemitraan cenderung untuk menggabungkan kedekatan hubungan antar taraf, dimana para partner dapat bekerjasama dan

9 17 mencapai kesamaan dari hubungan itu, sehingga dapat diketahui seberapa kuat keseimbangan hubungan mereka. Sebagai contoh, dimana salah satu definisi kemitraan adalah sebagai suatu persekutuan individu-individu masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat ataupun organisasi/lembaga yang sepakat untuk bekerjasama dalam menjalankan suatu kegiatan, berbagi resiko, dan berbagi manfaat/keuntungan serta menilai kembali hubungan tersebut secara periodik dan merevisi kesepakatan apabila diperlukan (Tennyson 1998 dalam Mayers & Vermeulen 2002). Menurut Nawir et al. (2003), proses kemitraan merupakan proses berkelanjutan yang dinamis dalam rangka menuju suatu keadaan yang saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat. Salah satu alasan ekonomi dari hubungan kerjasama kemitraan adalah akan tercipta perusahaan yang berskala besar, sehingga perusahaan akan lebih efisien dan lebih kompetitif daripada skala kecil (Oktaviani & Daryanto 2001). Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan, adalah (1) meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, (2) meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, (3) meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, (4) meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, (5) memperluas kesempatan kerja, dan (6) meningkatkan ketahanan ekonomi nasional (Hafsah 2000). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan bisnis yang terjadi dalam kemitraan harus mampu menghasilkan integrasi bisnis yang saling berkaitan dan menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, keterpaduan yang dilandasi saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling membesarkan. Di samping itu, kemitraan harus mengandung konsekuensi peningkatan nilai lebih pada semua elemen mulai dari pengadaan sarana produksi, usaha tani, pengolahan hasil, distribusi, dan pemasaran. Dengan kata lain, kemitraan seharusnya mengandung makna kerjasama sinergi yang menghasilkan nilai tambah (Hafsah 2000).

10 Faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan Unsur-unsur penting yang berkaitan dengan kemitraan, dapat diidentifikasikan sebagai faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk terlaksananya suatu kerjasama antar badan usaha yang sehat dan bermanfaat, yaitu: 1. Bargaining power suatu badan usaha, yang dicerminkan oleh kemampuan internal badan usaha dan kekuatan yang berasal dari luar. Kemampuan internal tampak pada kemampuan badan usaha di bidang manajemen, permodalan, aksebilitas terhadap pasar dan penguasaan teknologi usaha tersebut. Sedangkan kekuatan yang diperoleh dari luar dapat berupa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan bidang usaha tertentu yang menguntungkan posisi suatu badan usaha. 2. Kebutuhan/kepentingan masing-masing pihak yang bekerjasama sehingga kerjasama berjalan secara efektif Azas kemitraan Kemitraan berdasarkan pada persamaan kedudukan, keselarasan dan peningkatan keterampilan kelompok mitra oleh perusahaan mitra melalui perwujudan sinergi kemitraan yaitu hubungan yang: 1. Saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan. 2. Saling memperkuat dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra sama-sama memperhatikan kedudukan masingmasing dalam peningkatan daya usahanya 3. Saling menguntungkan yaitu baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha. Menurut Hermawan (1999) azas dalam kemitraan adalah adanya azas kesejajaran kedudukan mitra, azas saling membutuhkan dan azas saling menguntungkan, selain itu diperlukan pula adanya azas saling mematuhi etika bisnis kemitraan.

11 Kendala-kendala kemitraan Dalam pelaksanaan kemitraan sering menghadapi berbagai kendala. Menurut Badan Agribisnis Departemen Pertanian (1995), hal-hal yang menjadi kendala tercapainya tujuan kemitraan antara lain: 1. Adanya struktur pasar monopolistic khususnya pada kerjasama agribisnis, yang mengharuskan petani untuk menjual seluruh hasil produksinya kepada perusahaan mitra usahanya, sehingga memberi peluang bagi perusahaan untuk menekan harga produk tersebut. Hal ini dapat diatasi dengan membentuk organisasi petani dalam wadah koperasi. 2. Keterbatasan kemampuan yang dimiliki petani sebagai pelaku usaha, dalam berbagai hal, seperti tingkat pendidikan yang rendah, kemampuan manajerial, akses terhadap modal dan informasi yang rendah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Dilihat dari fungsi dibangunnya hutan rakyat, maka hutan rakyat merupakan bentuk pengelolaan lahan yang sangat mempertimbangkan aspek kelestarian

Lebih terperinci

Kemitraan Agribisnis. Julian Adam Ridjal. PS Agribisnis Universitas Jember

Kemitraan Agribisnis. Julian Adam Ridjal. PS Agribisnis Universitas Jember Kemitraan Agribisnis Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net KEMITRAAN AGRIBISNIS Teori Kemitraan Menurut Martodireso, dkk, (2001) dalam Agribisnis Kemitraan Usaha Bersama

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan

Lebih terperinci

Learning Outcome (LO)

Learning Outcome (LO) KONTRAK PERKULIAHAN KONSEP DAN DEFINISI KEMITRAAN, TUJUAN DAN MANFAAT KEMITRAAN BENTUK-BENTUK POLA KEMITRAAN ASAS PERJANJIAN INTI PLASMA PELAKU KEMITRAAN KEMITRAN DALAM AGRIBISNIS STRATEGI KEMITRAAN Learning

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Dasar Risiko Berbagai definisi dapat diberikan kepada kata risiko itu. Namun, secara sederhana artinya senantiasa mengena dengan kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi Indonesia, sehingga peranan sektor pertanian dalam pembangunan tidak perlu diragukan lagi. Pemerintah memberikan amanat

Lebih terperinci

JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi

JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi Penyuluh Pertanian Madya, Pada Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BAKORRLUH) Provinsi NTB Landasan kuat untuk membangun

Lebih terperinci

DAN KELAYAKAN KEMITRAAN ANTARA PETANI HUTAN RAKYAT DENGAN PT. BINA LESTARI GROUP DI KABUPATEN DAN KOTA TASIKMALAYA JAWA BARAT IYIS PUJI LESTARI

DAN KELAYAKAN KEMITRAAN ANTARA PETANI HUTAN RAKYAT DENGAN PT. BINA LESTARI GROUP DI KABUPATEN DAN KOTA TASIKMALAYA JAWA BARAT IYIS PUJI LESTARI ANALISIS POLA DAN KELAYAKAN KEMITRAAN ANTARA PETANI HUTAN RAKYAT DENGAN PT. BINA KAYU LESTARI GROUP DI KABUPATEN DAN KOTA TASIKMALAYA JAWA BARAT IYIS PUJI LESTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor

Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor ANDRIAN RIYADI PUTRA E14061881 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN USAHA

MANFAAT KEMITRAAN USAHA MANFAAT KEMITRAAN USAHA oleh: Anwar Sanusi PENYULUH PERTANIAN MADYA pada BAKORLUH (Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian,Perikanan dan Kehutanan Prov.NTB) Konsep Kemitraan adalah Kerjasama antara usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dianggap cukup representatif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Dalam

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dianggap cukup representatif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Dalam II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pola Kemitraan Dalam suasana persaingan yang semakin kompetitif, keberadaan usaha mikro kecil dituntut untuk tetap dapat bersaing dengan pelaku usaha

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia Industri gula masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas karena inefisiensi ditingkat usaha tani dan pabrik gula (Mubyarto, 1984).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menopang kehidupan masyarakat, karena sektor pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Sehingga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG KEMITRAAN PADA BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan salah satu sektor penunjang perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Hal ini terlihat dengan nilai ekspor produk kayu dan barang dari

Lebih terperinci

POLA KEMITRAAN PT SAYURAN SIAP SAJI DENGAN MITRA BELI BAWANG BOMBAY DI JAWA BARAT

POLA KEMITRAAN PT SAYURAN SIAP SAJI DENGAN MITRA BELI BAWANG BOMBAY DI JAWA BARAT POLA KEMITRAAN PT SAYURAN SIAP SAJI DENGAN MITRA BELI BAWANG BOMBAY DI JAWA BARAT Oleh Garry Oglamando NPM 14751021 Laporan Tugas Akhir Mahasiswa Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Sebutan Ahli Madya

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan mulai terkenal pada awal tahun 1980-an. Laju perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil kajian pembangunan ekonomi di berbagai negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN PENDAHULUAN Sektor pertanian (dalam arti luas termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan) merupakan sektor yang paling besar menyerap

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 940/Kpts/OT.210/10/97 TENTANG PEDOMAN KEMITRAAN USAHA PERTANIAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 940/Kpts/OT.210/10/97 TENTANG PEDOMAN KEMITRAAN USAHA PERTANIAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 940/Kpts/OT.210/10/97 TENTANG PEDOMAN KEMITRAAN USAHA PERTANIAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : 1. bahwa kemitraan usaha merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah) 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian selama ini memberikan sumbangan yang cukup besar untuk pembangunan nasional, seperti dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto), penyerapan tenaga kerja,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan andal sebagai usaha

Lebih terperinci

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.40, 2013 KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB. X. JARINGAN USAHA KOPERASI. OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si

BAB. X. JARINGAN USAHA KOPERASI. OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si BAB. X. JARINGAN USAHA OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si SEBAGAI EKONOMI RAKYAT Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Konsep formal

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Konsep formal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bawang daun merupakan salah satu jenis sayuran yang tergolong ke dalam jenis sayuran daun yang banyak digunakan untuk campuran masakan dan mengandung gizi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Kemitraan Kemitraan adalah hubungan bisnis antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil disertai bantuan pembinaan berupa peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian nasional Indonesia salah satunya ditopang oleh sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian penduduk Indonesia. Sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat memiliki peran yang penting sebagai penyedia kayu. Peran hutan rakyat saat ini semakin besar dengan berkurangnya sumber kayu dari hutan negara. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat 2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. Penekanan hutan sebagai suatu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manfaat hutan rakyat semakin dirasakan oleh masyarakat karena mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. Manfaat hutan rakyat semakin dirasakan oleh masyarakat karena mampu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manfaat hutan rakyat semakin dirasakan oleh masyarakat karena mampu memberikan manfaat ekonomi bagi keluarga. Masyarakat dengan sadar mulai menanam tanaman hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang berpeluang sangat besar untuk dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan khususnya protein hewani. Kebutuhan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penghidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Secara umum, pengertian

I. PENDAHULUAN. penghidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Secara umum, pengertian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas dan sebagian besar masyarakatnya bergerak dalam bidang pertanian. Sektor pertanian tidak saja sebagai penyedia kebutuhan

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah bawang merah ( Allium ascalonicum ). Banyaknya manfaat yang dapat diambil dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini dan masa mendatang, peran dan fungsi hutan tanaman dalam memasok kebutuhan bahan baku bagi industri pengolahan kayu semakin meningkat (Nawir dan Santoso,

Lebih terperinci

BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN

BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN Dari hasil analisis kemitraan antar stakeholders pada ketiga sentra industri di Kabupaten Gunungkidul,

Lebih terperinci

Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan. komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan

Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan. komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan dalam sistem agribisnis yang mencakup subsistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature)

I. PENDAHULUAN. Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature) membawa perubahan pada pola konsumsi obat dari yang berbahan kimiawi, ke obat-obatan yang terbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian, Dr. Ir. Momon Rusmono, MS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian, Dr. Ir. Momon Rusmono, MS NIP COV 2_KS wahana kerja sama.indd 1 1/4/2013 6:36:20 AM KATA PENGANTAR Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan YME atas rahmat dan karunia-nya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2001 TENTANG BIDANG/JENIS USAHA YANG DICADANGKAN UNTUK USAHA KECIL DAN BIDANG/JENIS USAHA YANG TERBUKA UNTUK USAHA MENENGAH ATAU BESAR DENGAN SYARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin pesat dan memberikan kontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Unggas khususnya

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Penangkar benih padi Menurut Yustiarni (2011) Penangkaran benih merupakan upaya untuk menghasilkan benih unggul sebagai benih sumber maupun benih sebar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN Retna Qomariah, Yanuar Pribadi, Abdul Sabur, dan Susi Lesmayati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Salah satu upaya yang dianggap tepat dalam memecahkan masalah kesenjangan ini adalah melalui kemitraan

Lebih terperinci

NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN

NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani. Tercatat bahwa dari 38,29 juta orang

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani. Tercatat bahwa dari 38,29 juta orang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Tercatat bahwa dari 38,29 juta orang penduduk Indonesia bermata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan ayam pedaging di Indonesia dimulai sejak tahun 1960, berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan masyarakat, mulai dari usaha skala rumah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 940/Kpts/OT.210/10/1997 TENTANG PEDOMAN KEMITRAAN USAHA PERTANIAN MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 940/Kpts/OT.210/10/1997 TENTANG PEDOMAN KEMITRAAN USAHA PERTANIAN MENTERI PERTANIAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 940/Kpts/OT.210/10/1997 TENTANG PEDOMAN KEMITRAAN USAHA PERTANIAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa kemitraan usaha merupakan salah satu upaya untuk tercapainya

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN DAN KERANGKA PIKIR. Geografi menurut ikatan Geografi Indonesia (IGI :1988) dalam adalah ilmu yang

II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN DAN KERANGKA PIKIR. Geografi menurut ikatan Geografi Indonesia (IGI :1988) dalam adalah ilmu yang 12 II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Ilmu Geografi Geografi menurut ikatan Geografi Indonesia (IGI :1988) dalam adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun,

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun, komoditas ini juga memberikan

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 melaksanakan

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati Pekbis Jurnal, Vol.3, No.2, Juli 2011: 498-503 KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU Henny Indrawati Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Riau Email:

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan umum Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki sifat ekonomis, dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERTANIAN DAN MENTERI KOPERASI DAN PEMBINAAN PENGUSAHA KECIL

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERTANIAN DAN MENTERI KOPERASI DAN PEMBINAAN PENGUSAHA KECIL MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERTANIAN DAN MENTERI KOPERASI DAN PEMBINAAN PENGUSAHA KECIL NO. : 73/Kpts/OT.210/2/98 01/SKB/M/II/1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi, keseimbangan bidang pertanian dengan industri Pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan; Pembangunan ekono

Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi, keseimbangan bidang pertanian dengan industri Pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan; Pembangunan ekono MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN BERBASIS AGRIBISNIS DI DAERAH RIAU Tim Peneliti: Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP. Henny Indrawati, SP., MM PENELITIAN

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BESAR, Menimbang : Mengingat: a. bahwa keanekaragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH I. UMUM Pembangunan Daerah bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu syarat penting menuju terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan tersebut melibatkan banyak sektor

Lebih terperinci

Pranatasari Dyah Susanti Adnan Ardhana

Pranatasari Dyah Susanti Adnan Ardhana Pranatasari Dyah Susanti Adnan Ardhana Seminar Nasional Kesehatan Hutan & Kesehatan Pengusahaan Hutan Untuk Produktivitas Hutan Bogor, 14 Juni 2012 langsung penghasil kayu non kayu Hutan pengendali iklim

Lebih terperinci