HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Gizi Pegagan Segar Pegagan (Centella asiatica) segar sebagai bahan tambahan utama roti bagelen dianalisis terlebih dahulu kandungan gizinya meliputi kadar air, protein, lemak, abu, vitamin C, β-karoten, Fe, Se, Ca, dan asam asiatik. Kandungan gizi daun pegagan segar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 2 Kandungan gizi per 100 gram daun pegagan segar Kandungan Gizi (%b/b) (%b/k) Literatur (%b/k) Air 79,63 89,3 (%b/b) Protein 4,58 22,5 14,95 Lemak 1,29 6,3 5,61 Abu 2,45 12,0 14,95 Karbohidrat 12,05 59,2 64,49 Asam asiatik 0,66 3,2 - Vitamin C (mg) 79,14 388,5 - β-karoten (ppm) 88,76 435,7 - Fe (mg) 43,26 212,4 - Ca (mg) 1994, ,3 - Se (mcg) 4,55 22,3 - Sumber: Pramono (1992) Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kandungan gizi hasil analisis dengan kandungan gizi dari literatur. Perbedaan kandungan gizi hasil analisis dengan literatur dapat dipengaruhi oleh perbedaan metode analisis yang digunakan, jenis pegagan, dan tempat pengambilan pegagan. Menurut Hidayati (2009), ketinggian optimum untuk menanam pegagan adalah m dpl, di atas 1000 m dpl produksi dan mutunya menjadi rendah, sebaliknya kandungan asiatikosida diduga lebih tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat kandungan asam asiatik pada daun pegagan segar sebesar 3,2 g/100g. Ling (2004) menyatakan dalam Hashim et al. (2011) bahwa pegagan (Centella asiatica) mengandung beberapa senyawa triterpene yaitu asiatic acid (asam asiatik), madecassic acid, asiaticoside dan madecassoside. Menurut Hashim et al. (2011), kandungan triterpene yang terdapat pada ekstrak pegagan diduga sebagai zat aktif yang potensial untuk dikembangkan dalam industri makanan dan pengobatan. Pegagan dapat dikonsumsi secara langsung sebagai lalap (sayuran yang dimakan dalam bentuk mentah dalam bahasa sunda), atau pun diolah terlebih dahulu menjadi produk tertentu. Pada penelitian ini pegagan diberi berbagai perlakuan sebelum digunakan sebagai bahan tambahan dalam produk roti bagelen, seperti dikeringkan, diekstraksi, dan dienkapsulasi.

2 21 Proses Pembuatan Serbuk Pegagan Pengeringan adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengawetkan bahan pangan. Pengeringan dilakukan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian kadar air pada suatu bahan pangan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya (Winarno & Fardiaz 1974). Kandungan air yang tinggi khususnya pada sayuran dapat menyebabkan sayuran tersebut cepat layu atau busuk. Pada penelitian ini pengeringan dilakukan untuk mendapatkan intermediate produk berupa serbuk pegagan sehingga memudahkan aplikasinya pada pengolahan lebih lanjut. Metode pengeringan yang umum dilakukan untuk pangan dan nonpangan antara lain adalah pengeringan matahari, rumah kaca (greenhouse), oven, iradiasi surya (solar drying), pengeringan beku (freeze drying), dan pengeringan menggunakan sinar infra merah. Metode pengeringan pada pembuatan serbuk pegagan pada penelitian ini adalah pengeringan dengan menggunakan alat oven blower. Serbuk pegagan adalah daun pegagan yang dikeringkan. Menurut Aziz et al. (2007) daun adalah bagian pegagan yang memiliki kandungan asam asiatik tertinggi. Daun pegagan yang akan dikeringkan dicuci menggunakan air terlebih dahulu kemudian dilakukan sortasi. Pencucian dilakukan terlebih dahulu untuk meminimalisasi zat gizi yang hilang sebelum mencapai tahap pengolahan selanjutnya, sedangkan sortasi dilakukan untuk memisahkan daun, batang dan akarnya. Daun yang telah disortasi selanjutnya dikeringkan menggunakan alat oven blower yang dilengkapi dengan Far Infra Red (FIR) milik Laboratorium Balai Penelitian Pascapanen, Karawang. Gambar oven blower yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Oven blower Oven blower memiliki lima rak yang dapat digunakan untuk menyimpan loyang yang berisi daun pegagan. Masing-masing rak mampu menampung

3 22 200gram daun pegagan segar sehingga total kapasitas oven blower hanya satu kilogram. Jumlah daun pegagan pada loyang diusahakan tidak terlalu banyak agar daun cepat kering. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan satu kilogram daun pegagan segar sehingga diperoleh daun yang mudah dipatahkan dan tidak liat adalah tiga jam. Setelah kering, daun dihancurkan dengan alat Hammermill ayakan 40 mesh sehingga didapat serbuk pegagan kering. Penggunaan mesh 40 bertujuan untuk mendapatkan tektur serbuk pegagan yang tidak terlalu halus agar muncul kesan herbal pada roti bagelen. Pada pengeringan daun pegagan menggunakan oven blower diberikan tiga perlakuan suhu. Suhu yang digunakan yaitu 45 0 C, 50 0 C,dan 55 0 C. Perlakuan ini dilakukan untuk menetukan suhu pengeringan yang tepat agar didapatkan warna daun kering yang cerah dan berwana hijau. Warna daun kering yang hijau dan cerah ini diharapkan mampu memberi kesan herbal pada roti bagelen yang dibuat. Pembuatan Mikrokapsul Pegagan Mikroenkapsulasi adalah proses penyalutan atau pembungkusan suatu bahan baik itu padatan atau cair dengan menggunakan suatu bahan pengkapsul khusus yang membuat partikel-partikel inti mempunyai sifat kimia dan fisika seperti yang dikehendaki (Rosenberg et al. 1990). Pembuatan mikrokapsul pada penelitian ini adalah untuk melindungi bahan-bahan aktif yang terdapat pada pegagan salah satunya adalah asam asiatik. Asam asiatik merupakan kandungan sapogenin dari asiatikosida yang terdapat dalam pegagan. Asiatikosida adalah senyawa golongan glikosida triterpenoid, yang mengandung molekul gula yang terdiri dari satu molekul ramnosa dan dua molekul glukosa (Pramono 1992). Pengeringan Pegagan Proses pengeringan pegagan merupakan salah satu tahap yang dilakukan untuk membuat mikrokapsul pegagan. Berbeda dengan pembuatan serbuk pegagan, pengeringan pada tahap ini dilakukan di rumah kaca milik Teknopark, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menurut Kamaruddin et al. (1994), proses pengeringan yang dilakukan di rumah kaca biasa disebut dengan pengeringan rumah kaca. Pengering jenis ini merupakan alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan efek rumah kaca yang terjadi karena adanya penutup transparan pada dinding bangunan sebagai pengumpul panas untuk menaikkan suhu udara ruangan pengering.

4 23 Pegagan diletakkan di atas terpal dengan luas yang sesuai dengan jumlah pegagan yang akan dikeringkan di rumah kaca. Pengeringan pegagan dilakukan selama tiga hari hingga kering dan tidak liat dengan kapasitas lebih dari lima puluh kilogram (50kg). Pengeringan pegagan di rumah kaca bertujuan untuk mengefisienkan waktu dan biaya pengeringan dalam pembuatan ekstrak pegagan. Proses yang dilakukan dalam pengeringan di rumah kaca pegagan hampir sama dengan pengeringan menggunakan oven blower, dimulai dengan pemetikan, pencucian, dan sortasi bagian pegagan. Perbedaannya terletak pada pemilihan bagian pegagan yang digunakan, yaitu batang dan daun. Pengeringan di rumah kaca menggunakan bagian batang bertujuan untuk memanfaatkan asam asiatik yang terdapat didalamnya serta menghemat biaya produksi. Pembuatan Ekstrak Ekstraksi adalah suatu cara pemisahan komponen tertentu dari suatu bahan sehingga didapatkan zat yang terpisah secara kimiawi maupun fisik. Ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen aktif. Metode ekstraksi berbeda-beda untuk masingmasing bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode ekstraksi adalah tekstur, kandungan bahan, dan jenis senyawa yang ingin didapat (Nielsen 2003). Metode yang digunakan pada ekstraksi pegagan adalah metode maserasi (Nasrullah 2010). Pegagan yang digunakan adalah pegagan hasil pengeringan rumah kaca, sedangkan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi pegagan adalah etanol 70%. Pemilihan etanol untuk ekstraksi didasarkan pada penelitian Widha (2010) dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) etanol merupakan pelarut yang paling efektif dan cocok untuk mengekstrak seluruh bagian pegagan; (2) proses pembuatan produk ini melewati tahap maserasi dan pengeringan sehingga untuk meminimalisasi turunnya antioksidan, etanol dipilih sebagai pelarutnya; (3) dalam proses pengeringan etanol akan habis menguap sehingga residu etanol dalam produk dapat ditekan seminimal mungkin; (4) pada level industri, etanol lazim digunakan sebagai bahan pelarut. Penggunaan metode maserasi pada ekstraksi pegagan menghasilkan ekstrak yang kental. Ekstrak pegagan dimasukkan kedalam wadah kaca kemudian diletakkan di freezer. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kerusakan akibat kontak ekstrak terhadap panas, udara, dan cahaya.

5 24 Ekstrak pegagan adalah bahan inti dalam proses mikroeknapsulasi. Sebelum dienkapsulasi, ekstrak pegagan dianalisis kadar asam asiatiknya. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar asam asiatik ekstrak pegagan adalah 13,34%. Spray drying Proses enkapsulasi bahan aktif dalam bahan pangan dapat menggunakan bermacam-macam cara antara lain spray dring, spray cooling, spray chilling, spinning disc dan centrifugal co-extrusion, extrusion, fluidized bed coating dan coacervation (Zuidam & Nevodic 2010). Penelitian ini menggunakan metode spray drying yang mengacu pada penelitian Desmawarni (2007) dan Nasrullah (2010). Menurut Rosenberg et al. (1990) dan Reineccius (1988), spray drying adalah metode yang paling umum digunakan dalam mikroenkapsulasi pada industri pangan karena biayanya yang rendah dan peralatannya telah tersedia. Keuntungan penggunaan metode spray drying adalah mampu memproduksi mikrokapsul dalam jumlah banyak, bahan pengkapsul yang cocok untuk spray drying juga layak sebagai bahan makanan, dan bahan pengkapsul yang digunakan larut dalam air sehingga dapat melepaskan bahan inti tanpa adanya bahan pengapsul yang mengendap (Thies 1996). Bahan penyalut (pengisi) yang digunakan pada penelitian ini adalah maltodekstrin:natrium kaseinat (80:20). Maltodekstrin adalah bahan yang larut dalam air, apabila digunakan sebagai bahan penyalut maka bahan ini dapat menjaga bahan inti tetap tersalut dari oksidasi. Maltodekstrin juga dapat mengurangi masalah penebalan dan penggumpalan selama penyimpanan, dengan kata lain dapat meningkatkan kestabilan produk (Gabas et al. 2007). Bahan penyalut yang telah ditambahkan akuades awalnya dihomogenisasi terlebih dahulu sebelum dicampurkan dengan ekstrak pegagan. Konsentrasi ekstrak pegagan yang digunakan untuk pembuatan mikrokapsul adalah 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%. Sifat Fisik dan Kimia Pegagan Kering Analisis sifat fisik hanya dilakukan pada pegagan kering oven blower karena akan langsung dimasukkan ke dalam adonan bagelen, sedangkan pegagan kering hasil pengeringan di rumah kaca dijadikan sebagai bahan ekstraksi. Pegagan kering oven blower dianalisis sifat fisiknya meliputi rendemen dan warna.

6 25 Analisis kimia yang dilakukan pada kedua jenis pegagan kering (kering oven blower dan kering di rumah kaca) yaitu kadar air, protein, lemak, abu, asam asiatik, vitamin C, β-karoten, kalsium, zat besi, dan selenium. Metode analisis yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada pegagan kering oven blower, analisis kimia hanya dilakukan pada pegagan dengan suhu pengeringan terpilih. pegagan kering oven blower selanjutnya disebut serbuk pegagan. Rendemen Perlakuan suhu pengeringan menggunakan oven blower yaitu 45 0 C, 50 0 C, dan 55 0 C. Nilai rendemen didapat dari perbandingan produk akhir dengan bahan baku utama. Data nilai rata-rata rendemen pengeringan daun menggunakan oven blower dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rendemen berkisar antara 15,95% hingga 17,25%. Nilai rata-rata rendemen terendah dimiliki oleh suhu pengeringan 55 0 C, sedangkan nilai ratarata rendemen tertinggi dimiliki oleh suhu pengeringan 50 0 C. Tabel 3 Nilai rata-rata rendemen pengeringan oven blower Suhu ( 0 C) Rendemen (%) 45 17, , ,95 Warna Daun Pegagan Kering Oven Blower Uji fisik warna dilakukan untuk menguji kehijauan pada daun pegagan kering menggunakan alat Chomameter Minolta CR-300. Sistem notasi warna yang digunakan adalah nilai L, a, b, dan 0 Hue. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan warna daun, apabila semakin mendekati 100 maka warna daun semakin cerah. Sebaliknya, jika nilai L semakin mendekati 0, maka warna daun semakin gelap. Nilai a dan b merupakan parameter pengukuran warna kromatik. Nilai a merupakan parameter pengukuran kromatik campuran warna merah hijau. Nilai a positif (0-100) menunjukkan bahwa daun cenderung berwarna merah, sebaliknya nilai a negative (0-(-80)) menunjukkan bahwa warna daun cenderung hijau. Nilai b merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran kuning biru. Nilai b positif (0-70) menunjukkan bahwa daun cenderung berwarna kuning. Nilai b negative (0-(-70) menunjukkan bahwa daun cenderung berwarna biru. Untuk mengetahui warna sesungguhnya dari daun pegagan kering, dapat dilihat dari perhitungan 0 Hue. Perhitungan yang digunakan yaitu 0 Hue = tan -1 (b/a) untuk nilai a<0. Hasil perhitungan 0 Hue ini dikategorikan kedalam parameter warna atau parameter 0 Hue (Lampiran 1 pada analisa warna metode Hunter). Data hasil pengukuran warna daun kering dapat dilihat pada Tabel 4.

7 26 Tabel 4 Hasil pengukuran warna daun kering Penggunaan Suhu L a b b/a Hue 45 0 C 54,92-2,37 12,79-5,40 178, C 54,18-3,08 12,90-4,19 178, C 53,96-3,76 11,04-2,94 178,76 Tabel 4 menunjukan bahwa pengeringan menggunakan oven blower dengan suhu 55 0 C memiliki nilai negatif a yang lebih tinggi dibandingkan pada suhu 45 0 C dan 50 0 C. Nilai a yang negatif menunjukkan bahwa warna daun kering 55 0 C cenderung berwarna hijau. Warna hijau yang dimiliki oleh suhu 55 0 C dapat dilihat dari nilai 0 Hue pada tabel 5 yaitu 178,86. Suhu 55 0 C memiliki nilai 0 Hue lebih tinggi dibandingkan kedua suhu lainnya yaitu 45 0 C dan 50 0 C. Menurut Hunting (1999) nilai 0 Hue untuk warna hijau berkisar antara 162 hingga 198. Suhu oven blower terpilih adalah suhu pengeringan dengan nilai warna yang paling menunjukkan warna hijau. Berdasarkan Tabel 4, nilai hijau paling tinggi dimiliki oleh suhu 55 0 C. Meskipun suhu pengeringan 55 0 C memiliki nilai rendemen terkecil tetapi warna hijaunya paling tinggi dibandingkan dua suhu lainnya. Suhu pengeringan 55 0 C juga digunakan dalam penelitian Maenah (2003) untuk mengeringkan daun kangkung dan katuk pada roti manis yang dibuatnya. Kandungan Gizi dan Bahan Aktif Daun Pegagan Kering Perbedaan cara pengeringan, baik suhu maupun alat pengeringnya dapat mempengaruhi kandungan gizi dan bahan aktif yang terdapat dalam suatu bahan pangan, dalam hal ini pegagan. Data kandungan gizi daun pegagan kering dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan perbedaan nilai kandungan zat gizi pada pegagan yang dikeringkan menggunakan oven blower dengan yang dikeringkan di rumah kaca. Tabel 5 Kandungan gizi daun pegagan kering Oven blower 55 0 Pengeringan rumah C Kandungan Gizi kaca %b/b %b/k %b/b %b/k Air (g) 7,31 6,39 Protein (g) 20,11 21,70 26,76 28,59 Lemak (g) 4,39 4,74 0,96 1,03 Abu (g) 14,25 15,37 16,75 17,89 Karbohidrat 53,94 58,19 49,14 52,49 Asam asiatik (%) 5,59 6,03 1,03 1,10 Vitamin C (mg) 245,27 264,61 65,14 69,59 β-karoten (ppm) 317,56 342,60 439,33 469,32 Fe (mg) 37,99 40,99 37,47 40,03 Ca (mg) 2191, , , ,16 Se (mcg) 33,42 36,06 29,05 31,03

8 27 Kadar air Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Tingginya kadar air dalam bahan pangan dapat mempercepat tumbuhnya mikroba sehingga bahan pangan menjadi mudah layu atau busuk. Fardiaz (1989) menyatakan bahwa batas minimum kadar air pertumbuhan mikroba adalah 14-15%. Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengurangi kadar air dalam bahan pangan sehingga dapat menghambat aktifitas enzim dan pertumbuhan mikroba. Menurut Ayodele et al. (2011) perlakuan pengeringan yang berbeda memberikan nilai kadar air yang berbeda. Kadar air pegagan kering pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai kadar air pegagan kering menggunakan oven blower menghasilkan kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan nilai kadar air pegagan yang dikeringkan di rumah kaca. Namun nilai kadar air pegagan kering kedua perlakuan berada di bawah batas minimum pertumbuhan mikroba (14-15%) yaitu 7,31% untuk pengeringan menggunakan oven blower dan 6,39% untuk pengeringan di rumah kaca. Kadar protein Protein merupakan salah satu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein sebagai senyawa organik dapat mengalami denaturasi akibat panas, ph, bahan kimia, makanik dan sebagainya (Winarno 2008). Pegagan yang dikeringkan menggunakan oven blower memiliki kadar protein (21,70%) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan dirumah kaca (28,59%). Hal ini sesuai dengan penelitian Ayodele et al. (2011), yang menyatakan bahwa pengeringan dengan menggunakan oven memiliki kadar protein yang lebih rendah daripada pengeringan menggunakan sinar matahari. Menurut Ayanwale et al. (2007), tingginya kadar protein berbanding terbalik dengan kadar airnya. Semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan maka semakin rendah kadar proteinnya. Kadar lemak Kadar lemak pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (4,74%) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (1,03%). Randahnya kadar lemak pegagan yang dikeringkan di rumah kaca dapat disebabkan oleh kerusakan pada lemak karena faktor udara, panas, dan sinar matahari. Menurut Drummond dan Brefere (2007), keberadaan

9 28 udara dapat menyebabkan lemak kehilangan atom hidrogen dan digantikan oleh atom oksigen. Perubahan ini menyebabkan ketidakstabilan senyawa lemak sehingga lemak dengan cepat berubah menjadi tengik. Selain itu, ketengikan juga dapat dipercepat oleh panas dan sinar matahari. Kadar abu Kadar abu dalam suatu bahan pangan dapat digunakan untuk menentukan banyaknya mineral dalam bahan pangan tersebut (Sandjaja 2006). Semakin tinggi kadar abu maka semakin banyak pula kandungan mineralnya. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pembakaran. Selama proses pembakaran senyawa-senyawa organik terbakar sedangkan senyawa anorganiknya tidak terbakar maka dari itu disebut abu. Kadar abu pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (15,37%) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan dirumah kaca (17,89%). Menurut Herniawan (2010), pengeringan menggunakan oven menghasilkan kadar abu yang lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan yang menggunakan sinar matahari. Perbedaan kadar abu kedua perlakuan diduga akibat adanya kontaminasi dari komponen pengotor. Pengering oven bersifat tertutup sehingga sangat kecil kemungkinan terjadi kontaminasi oleh komponen pengotor. Kadar karbohidrat (by difference) Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relatif murah (Almatsier 2006). Berdasarkan Tabel 6, kadar karbohidrat pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (58,19%) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (52,49%). Hal ini sesuai dengan penelitian Herniawan (2010), kandungan karbohidrat pada tepung kasava yang dikeringkan menggunakan oven lebih tinggi daripada yang dikeringkan di rumah kaca. Kadar Asam asiatik Asam asiatik merupakan kandungan sapogenin dari tanaman pegagan. Bentuk saponin dari asam asiatik adalah asiaticoside. Asiaticoside termasuk dalam golongan glikosida triterpenoid. Triterpenoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam tanaman (Vickery & Vickery 1981). Menurut Sutardi (2008), pembentukan metabolit sekunder dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain suhu, ph, aktivitas air, dan intensitas

10 29 cahaya. Kadar asam asiatik pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (6,03%) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (1,10%). Perbedaan kadar asam asiatik diduga akibat adanya pengaruh suhu dan cahaya. Kadar vitamin C Vitamin C adalah salah satu vitamin yang tergolong larut dalam air. Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Selain sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi. Faktor-faktor yang dapat mempercepat terjadinya oksidasi adalah panas, sinar, alkali enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi (Winarno 2008). Kadar vitamin C pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (264,61 mg/100g) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (69,59 mg/100g). Pengeringan di rumah kaca menyebabkan pegagan lebih banyak teroksidasi oleh faktor sinar dan udara. Menurut Almatsier (2006), vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Selain itu, lamanya waktu pengeringan di rumah kaca juga menyebabkan vitamin C yang terdapat pada pegagan lebih banyak teroksidasi. Oleh karena itu, vitamin C pada pegagan yang dikeringkan di rumah kaca memiliki kadar vitamin C yang lebih rendah. Kadar β-karoten β-karoten merupakan provitamin A yang terdapat dalam tanaman hijau. β- karoten adalah bentuk provitamin A yang paling aktif, yang terdiri dua molekul retinol yang saling berkaitan (Almatsier 2006). Karoten stabil dalam ph netral dan basa, namun sensitif terhadap asam, oksigen, cahaya dan panas (Gregory 1996) yang dapat menyebabkan perubahan (rearrangement) pada ikatan rangkap dan isomerisasi cis-trans. Di alam karotenoid bersifat stabil namun isolatnya mudah mengalami perubahan molekul, isomerisasi cis-trans, degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace element, dan asam. Kadar β-karoten pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (342,60 ppm) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (469,32 ppm). Menurut Sopian (2005) perlakuan pengeringan berpengaruh terhadap kadar β-karoten. Kadar β-karoten pegagan kering oven blower yang lebih rendah dapat disebabkan oleh lebih tingginya suhu pemanasan yang digunakan. Suhu pemanasan oven blower yang digunakan

11 30 adalah 55 0 C sedangkan suhu pemanasan pada pengeringan di rumah kaca adalah 33 0 C. Kadar kalsium (Ca) Kalsium merupakan mineral makro, yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100mg sehari. Sumber kalsium terbaik adalah susu dan turunannya, seperti keju, es krim, yoghurt, ikan yang dimakan bersama tulang-tulangnya, kacang-kacangan, dan produk olahannya, buah dan sayur seperti brokoli, kangkung, caisin, dan lain-lain. Sayuran merupakan sumber kalsium yang baik namun bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Almatsier 2006). Kadar kalsium pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (2.363,80 mg/100g) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (2.882,16 mg/100g). Gaman & Sherrington (1992) menjelaskan bahwa pemanasan kecil saja pengaruhnya terhadap mineral, dalam hal ini kalsium. Menurut Wardlaw & Smith (2009) mineral yang berasal dari tumbuhan bisa hilang secara signifikan karena prosessing, berupa pemotongan dan pencucian. Perbedaan kadar kalsium dapat diakibatkan oleh kesalahan pada saat analisis atau prossesing yang berlebihan. Kadar zat besi (Fe) Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat didalam tubuh manusia dan hewan. Besi dalam bahan pangan hewani terdapat dalam bentuk besi-hem sedangkan dalam bahan pangan nabati berbentuk besi-nonhem (Almatsier 2006). Kadar zat besi pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (40,99 mg/100g) hampir sama dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (40,03 mg/100g). Gaman dan Sherrington (1992) menyatakan bahwa zat besi tidak mudah rusak oleh pemanasan namun jumlahnya dapat meningkat dalam bahan pangan apabila terkena kontaminan dari perkakas yang berbahan dasar besi. Kadar selenium (Se) Selenium dapat ditemukan dalam bentuk anorganik maupun organik. Dalam bentuk anorganik ditemukan sebagai selenat (SeO 2-4 ), selenit (SeO 2-3 ), dan selenium oksida (SeO 2 ) (Dilaga 1992), sedangkan dalam bentuk organik, Se biasa ditemukan berikatan dengan protein sebagai asam amino berbentuk selenometionin dan selenosistein (Almatsier 2006). Selenium banyak ditemukan pada bahan pangan yang berkadar protein tinggi seperti makanan laut dan

12 31 daging. Kandungan Se dalam kacang-kacangan, serelia, dan biji-bijian bergantung pada kondisi tanah tempat tumbuh bahan pangan tersebut. Selenium terekstraksi dari tumbuhan dengan tiga cara, yaitu pemanasan, mikrobial, dan asam (Hutzinger 1982). Kadar selenium pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (36,06 mcg) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (31,03 mcg). Kadar selenium pada bahan pangan yang berasal dari tumbuhan bergantung pada kadar selenium dalam tanah tempat tumbuhnya (Groff dan Gropper 1999). Perbedaan kadar selenium diduga akibat perbedaan kadar selenium dalam tanah, perbedaan usia panen, ataupun kesalahan pada saat analisis. Sifat Fisik dan Kimia Mikrokapsul Pegagan Mikrokapsul pegagan dianalisis sifat fisiknya meliputi rendeman mikrokapsul, warna, Scanning Electron Microscope (SEM), kadar air dan kelarutan dalam air, sedangkan sifat kimia yang dianalisis dari mikrokapsul pegagan adalah asam asiatik. Hasil Rendemen Mikrokapsul Pegagan Data rendemen mikroenkapsulasi pegagan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai rendemen mikrokapsul pegagan berkisar antara 33,39% hingga 52,54%. Nilai rendemen mikrokapsul terendah dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak 10%, sedangkan nilai rendemen mikrokapsul tertinggi dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi 20%. Tabel 6 Rendemen mikrokapsul pegagan Konsentrasi Ekstrak (%) Rendemen (%) 10 33, , , , ,54 Terjadi penurunan nilai rendemen pada konsentrasi ekstrak 25% dan 30%. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya kehilangan produk selama proses pengolahan. Kehilangan dapat terjadi karena adanya bahan yang melekat pada alat Homogenizer saat pembuatan suspensi bahan pengkapsul dan pembuatan emulsi. Selain itu kehilangan juga dapat terjadi pada saat spray drying. Diduga kehilangan yang terjadi pada proses ini lebih banyak. Pada proses spray drying,

13 32 bahan tertinggal di selang spray dryer, adanya produk yang melekat di tabung pengering, dan hilang saat membersihkan nozzle spray dryer karena adanya bahan yang menyumbatnya. Warna Mikrokapsul Pegagan Analisis warna mikrokapsul pegagan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-300. Hasil analisis warna mikrokapsul dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil analisis warna mikrokapsul pegagan Bahan L a b b/a 0 Hue Mikrokapsul 10% 95,03-3,67 12,96-3,53 178,70 Mikrokapsul 15% 91,10-3,50 14,37-4,11 178,67 Mikrokapsul 20% 87,48-3,57 14,74-4,13 178,67 Mikrokapsul 25% 85,72-4,34 17,46-4,03 178,67 Mikrokapsul 30% 84,30-3,58 16,26-4,55 178,65 Tabel diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka semakin menurun kecerahan warna (L) mikrokapsul yang dihasilkan atau semakin gelap. Derajat warna ( 0 Hue) mikrokapsul berkisar antara 178,65 hingga 178,70. Hal ini menandakan bahwa mikrokapsul pegagan berwarna kehijauan ( 0 Hue = 162 hingga 198). Nilai 0 Hue digunakan untuk mengetahui warna sesungguhnya dari suatu bahan. Warna mikrokapsul pegagan yang paling baik adalah warna mikrokapsul pegagan 10% karena memiliki nilai kecerahan dan nilai 0 Hue tertinggi diantara mikrokapsul lainnya. Namun warna mikrokapsul pegagan pada penelitian ini tidak menjadi kriteria pemilihan mikrokapsul yang digunakan untuk roti bagelen. Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) Mikrokapsul Pegagan Scanning electron microscope (SEM) digunakan untuk mengetahui kualitas mikrokapsul secara mikrostruktur. SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar electron pada permukaan sampel, selanjutnya informasi yang diperoleh diubah menjadi gambar (Utami 2007). Analisis morfologi dengan SEM mampu menunjukkan ukuran, bentuk, dan aspek umum lainnya terhadap mikrokapsul secara lebih detail. Morfologi mikrokapsul mempengaruhi sifat mikrokapsul lainnya seperti laju pelepasan bahan inti, surface oil, kelarutan, stabilitas mikrokapsul, dan lain-lain (Nasrullah 2010). Seluruh mikrokapsul pegagan (mikrokapsul dengan penambahan ekstrak pegagan 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%) dianalisis secara mikrostruktur menggunakan SEM dengan tipe JEOL JSM-5310LV. Pengujian SEM dilakukan di Balai Besar Kehutanan, Bogor. Metode analisis SEM dapat dilihat pada

14 33 Lampiran 1. Gambar hasil pengujian SEM terhadap mikrokapsul pegagan dengan perbesaran 300 kali dapat dilihat pada Gambar 6. Mikrokapsul ekstrak 10% Mikrokapsul ekstrak 15% Mikrokapsul ekstrak 20% Mikrokapsul ekstrak 25% Mikrokapsul ekstrak 30% Gambar 6 Hasil SEM mikrokapsul pegagan berbagai perlakuan dengan perbesaran 300 kali Hasil analisis SEM pada Gambar 6 menunjukkan bahwa mikrokapsul pegagan berbentuk bulat utuh dan berkeriput dengan diameter 20µm. Bentuk mikrokapsul yang bulat utuh menandakan mikrokapsul telah terbentuk sempurna dan berisi bahan aktif, sedangkan bentuk mikrokapsul yang berkeriput menandakan mikrokapsul yang terbentuk tidak sempurna atau partikel bahan

15 34 pengkapsul tidak berisi bahan aktif didalamnya. Gambar mikrokapsul 10% dan 15% memiliki bentuk bulat utuh yang lebih banyak daripada mikrokapsul 20%, 25% dan 30%. Mikrokapsul pegagan terpilih adalah mikrokapsul yang memiliki mikrostruktur yang baik. Mikrokapsul 10% dan 15% memiliki mikrostruktur yang baik berdasarkan Gambar 6. Namun mikrokapsul yang terpilih adalah mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak pegagan 15% karena mikrokapsul tersebut mampu menyelimuti lebih banyak ekstrak. Kadar Air Mikrokapsul Pegagan Kadar air merupakan salah satu parameter utama yang menentukan kualitas produk mikrokapsul yang bersifat kering. Kadar air yang rendah dapat mencegah tumbuhnya mikroba yang dapat merusak produk. Hasil pengukuran kadar air mikrokapsul pegagan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel tersebut menunjukkan bahwa kadar air mikrokapsul berkisar antara 3,79% hingga 4,84%. Kadar air mikrokapsul pegagan hampir sama dengan hasil kadar air mikrokapsul oleoresin lada hitam dengan bahan penyalut maltodekstrin:susu skim yaitu dibawah 5% (Nasrullah 2010). Tabel 8 Kadar air mikrokapsul pegagan Mikrokapsul (%) Rata-rata (%) Kelarutan Mikrokapsul Pegagan Dalam Air Data kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel tersebut menunjukkan bahwa mikrokapsul pegagan memiliki kelarutan dalam air antara 97%-98%. Nilai terendah dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak 10% yaitu 97,66%, sedangkan nilai tertinggi dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak 30% yaitu 98,77%. Secara keseluruhan nilai kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air sangat tinggi yakni di atas 90%. Kelarutan mikrokapsul pegagan lebih tinggi bila dibandingkan dengan mikrokapsul oleoresin lada (94,16%) dengan bahan penyalut yang sama yaitu maltodekstrin dan natrium kaseinat (Desmawarni 2010). Menurut Kenyon dan Anderson (1988), maltodekstrin dapat larut dengan sempurna dalam air dingin sehingga dapat melepaskan flavor dengan tepat pada aplikasi tertentu.

16 35 Sebaliknya, Singh (1995) menyatakan bahwa natrium kaseinat tidak memiliki nilai kelarutan yang tinggi. Nilai kelarutan akan menjadi lebih tinggi apabila natrium kaseinat dikombinasikan dengan maltodekstrin yang dapat larut sempurna di dalam air. Tabel 9 Data kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air Konsentrasi ekstrak Kelarutan dalam air (%) 10% % % % % Kandungan Asam Asiatik Mikrokapsul Pegagan Data hasil analisis kandungan asam asiatik mikrokapsul pegagan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Kandungan asam asiatik mikrokapsul pegagan Ekstrak (%) Asam asiatik (%) 10 0, , , , ,15 Tabel diatas menunjukkan bahwa kandungan asam asiatik pada mikrokapsul berkisar antara 0,06% hingga 0,16%. Kandungan asam asiatik tertinggi dimiliki oleh mikrokapsul dengan ekstrak pegagan 30%, sedangkan kandungan asam asiatik terendah dimiliki oleh mikrokapsul dengan ekstrak pegagan 10%. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak pegagan maka semakin tinggi pula kandungan asam asiatik pada mikrokapsul. Penentuan formula Formulasi Bagelen Pegagan Penentuan formula dasar bagelen pegagan dilakukan secara trial and error untuk mendapatkan komposisi adonan yang optimal serta hasil bagelen yang renyah. Trial and error formula dasar dilakukan terhadap bagelen kontrol. Setelah mendapatkan komposisi adonan bagelen kontrol optimal selanjutnya dilakukan penambahan dua jenis pegagan ke dalam adonan bagelen. Menurut Utomo (2005) adonan bagelen terdiri dari tepung terigu, ragi instan, gula pasir, garam, susu bubuk skim, bread improver, emulsifier kue,

17 36 kuning telur, air es, dan mentega. Adonan ini setelah menjadi roti kemudian dipotong, diberi olesan kemudian dipanggang kembali. Metode yang digunakan dalam membuat adonan roti bagelen pegagan adalah metode Conventional Straight Dough. Pada metode ini semua bahan dicampur secara bersama menjadi sebuah adonan, kemudian dilakukan fermentasi. Menurut Muchtadi (1992), kelebihan metode ini adalah tidak memerlukan peralatan yang berlebihan, waktu fermentasi lebih singkat, dan lebih sedikit tenaga kerja. Namun kekurangan dari metode ini adalah proses fermentasi sulit untuk dikontrol, struktur roti lebih kasar dan aroma roti kurang menarik (Aini 2011). Bagelen pegagan diberikan dua perlakuan yaitu jenis pegagan dan konsentrasi, masing-masing perlakuan memiliki taraf yang berbeda. Perlakuan jenis pegagan memiliki dua taraf yaitu serbuk pegagan dan mikrokapsul sedangkan konsentrasi memiliki lima taraf yaitu kontrol (0%), 5%, 10%, 15%, dan 20% dari berat total terigu. Formula bagelen pegagan terpilih disajikan pada Tabel 11, formula ini adalah modifikasi dari resep bagelen Utomo (2005). Tabel 11 Formula Bagelen Pegagan Mikrokapsul Serbuk Formula 0% 5% 10% 15% 20% 0% 5% 10% 15% 20% Tepung terigu (g) Ragi (g) Gula (g) Bread Improver (g) Susu bubuk (g) Susu cair (g) Kuning telur (g) Mentega (g) Air es (g) Pegagan (g) Hasil Uji Organoleptik Bagelen Uji organoleptik dilakukan terhadap sepuluh jenis roti bagelen, yaitu roti bagelen yang ditambah serbuk pegagan dan mikrokapsul pegagan dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Seluruh bagelen pegagan diuji organoleptik dengan menggunakan uji hedonik dan mutu hedonik dengan

18 37 parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur yang menggunakan skala garis dari selang satu hingga sembilan. Hasil Uji Hedonik Uji hedonik atau kean merupakan uji yang paling dikenal untuk melihat status kean atau status afektif dari suatu produk (Adawiyah & Waysima 2009). Pada penelitian ini beberapa sampel disajikan sekaligus kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian tentang kean atau penerimaan terhadap masing-masing sampel, tanpa harus membandingkan satu dengan yang lain. Adapun atribut sensori produk pangan (parameter) yang dinilai adalah kenampakan warna, aroma, tekstur, dan rasa. Data hasil uji organoleptik yang telah didapat diuji secara statistik untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan yang diberikan. Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan jenis pegagan, konsentrasi dan interaksi keduanya memiliki pengaruh yang nyata terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur bagelen pegagan pada p<0,05 (Lampiran 6). Hasil uji lanjut Duncan untuk uji hedonik masing-masing parameter disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Data rata-rata hasil uji hedonik bagelen pegagan Konsentrasi Nilai rata-rata pegagan Warna Aroma Rasa Tekstur 0% (kontrol) 7,08 d 7,10 e 7,41 e 7,41 d 5% 6,92 d 6,59 d 6,89 d 6,79 c 10% 5,86 c 5,89 c 5,85 c 6,55 bc 15% 5,05 b 5,33 b 5,15 b 6,14 b 20% 3,86 a 4,62 a 4,49 a 5,36 a Jenis Nilai rata-rata pegagan Warna Aroma Rasa Tekstur Serbuk 5,40 b 5,30 b 5,36 b 6,08 b pegagan Mikrokapsul 6,11 a 6,51 a 6,55 a 6,82 a Keterangan: huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05), semakin tinggi angka semakin besar tingkat kean panelis terhadap sampel. Warna. Nilai rata-rata penilaian panelis untuk warna bagelen pegagan berada pada kisaran tidak dii (3,86) untuk konsentrasi 20% hingga dii (7,08) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan uji lanjut Duncan, warna bagelen pada konsentrasi pegagan 5% tidak berbeda nyata pada p<0,05 dengan warna bagelen kontrol, sedangkan warna bagelen dengan konsentrasi 10%, 15% dan 20% berbeda nyata dengan warna kontrol dan 5%. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa warna bagelen serbuk pegagan berbeda nyata pada p<0,05 dengan bagelen mikrokapsul pegagan.

19 38 Nilai rata-rata penilaian panelis untuk warna bagelen mikrokapsul pegagan lebih tinggi daripada warna bagelen serbuk pegagan. Aroma. Data rata-rata hasil uji hedonik untuk parameter aroma bagelen pegagan berada pada kisaran agak tidak dii (4,62) untuk bagelen konsentrasi 20% hingga dii (7,10) untuk bagelen kontrol. Kean panelis terhadap aroma bagelen pegagan semakin berkurang setiap kenaikan 5% konsentrasi pegagan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, aroma bagelen pegagan setiap konsentrasi berbeda nyata pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya perbedaan nyata pada p<0,05 antara aroma bagelen serbuk pegagan dengan aroma bagelen mikrokapsul pegagan. Nilai rata-rata hasil uji hedonik untuk aroma bagelen mikrokapsul pegagan lebih lebih tinggi yaitu 6,51 (agak ) dari pada aroma begelen serbuk pegagan. Rasa. Nilai rata-rata penilaian panelis untuk parameter rasa bagelen pegagan berada pada kisaran agak tidak dii (4,49) untuk konsentrasi 20% hingga dii (7,41) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan uji lanjut Duncan, rasa bagelen pegagan setiap konsentrasi menunjukkan perbedaan yang nyata pada p<0,05. Kean panelis terhadap rasa bagelen pegagan semakin menurun setiap peningkatan konsentrasi 5%. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa rasa bagelen mikrokapsul pegagan berbeda nyata pada p<0,05 dengan rasa bagelen serbuk pegagan. Nilai rata-rata kean terhadap rasa lebih tinggi pada bagelen mikrokapsul pegagan dari pada bagelen serbuk pegagan. Tekstur. Data nilai rata-rata kean panelis terhadap parameter tekstur bagelen pegagan berada pada kisaran nilai 5,36 ( tidak, tidak tidak) untuk konsentrasi 20% hingga 7,41 () untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, tekstur bagelen kontrol berbeda nyata dengan bagelen yang ditambahkan 20% pegagan, sedangkan tekstur bagelen pegagan kontrol, bagelen yang ditambahkan 5% pegagan, 10% pegagan, dan 15% pegagan tidak berbeda nyata satu sama lain pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa kean panelis terhadap tekstur bagelen serbuk pegagan berbeda nyata pada p<0,05 dengan tekstur bagelen mikrokapsul pegagan. Tekstur Bagelen mikrokapsul memiliki nilai rata-rata kean panelis lebih tinggi, yaitu 6,82 dengan kategori agak.

20 39 Hasil Uji Mutu Hedonik Uji mutu hedonik digunakan untuk mendapat gambaran suatu atribut sensori tertentu yang bervariasi dari sejumlah sampel (Adawiyah & Waysima). Adapun atribut sensori produk pangan (parameter) yang dinilai adalah kenampakan warna, aroma, tekstur, dan rasa. Skala penilaian yang digunakan pada uji mutu hedonik adalah skala 1 sampai 9. Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 6), perlakuan jenis pegagan, konsentrasi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur pada uji mutu hedonik roti bagelen pegagan pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Data rata-rata hasil uji mutu hedonik bagelen pegagan Konsentrasi Nilai rata-rata mutu hedonik bagelen pegagan pegagan Warna Aroma Rasa Tekstur 0% (kontrol) 7,45 e 7,63 e 7,52 e 7,81 d 5% 6,80 d 6,48 d 6,45 d 6,94 c 10% 5,48 c 5,51 c 5,76 c 6,46 bc 15% 4,82 b 4,94 b 5,21 b 6,08 ab 20% 3,20 a 4,28 a 4,65 a 5,56 a Jenis Nilai rata-rata mutu hedonik bagelen pegagan pegagan Warna Aroma Rasa Tekstur Serbuk 5,08 b 5,15 b 5,39 b 6,27 b pegagan Mikrokapsul 6,02 a 6,39 a 6,44 a 6,87 a Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05), semakin tinggi angka semakin besar skor mutu sampel. Warna. Nilai rata-rata penilaian mutu warna bagelen pegagan berada pada kisaran 3,20 (gelap) untuk konsentrasi 20% hingga 7,45 (cerah) untuk bagelen kontrol. Bagelen dengan konsentrasi 5% memiliki nilai rata-rata penilaian mutu warna paling tinggi (6,80) bila dibandingkan dengan bagelen konsentrasi 10%, 15%, dan 20%. Berdasarkan uji lanjut Duncan, mutu warna bagelen pegagan setiap perlakuan konsentrasi pegagan berbeda nyata satu sama lain pada p<0,05. Warna bagelen pegagan menjadi semakin gelap setiap konsentrasi pegagannya dinaikkan 5%. Hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya nilai rata-rata penilaian panelis terhadap mutu warna bagelen pegagan. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa mutu warna bagelen mikrokapsul pegagan berbeda secara nyata dengan mutu warna bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Bagelen mikrokapsul pegagan memiliki nilai rata-rata penilaian mutu warna lebih tinggi dibandingkan bagelen serbuk pegagan. Mutu warna bagelen mikrokapsul termasuk dalam kategori agak cerah sedangkan warna bagelen serbuk pegagan termasuk dalam kategori biasa.

21 40 Aroma. Nilai rata-rata penilaian terhadap mutu aroma bagelen pegagan berada pada kisaran 4,28 (agak beraroma langu) untuk konsentrasi 20% hingga 7,63 (beraroma harum) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada p<0,05, mutu aroma bagelen pegagan setiap perlakuan konsentrasi berbeda secara nyata satu sama lain. Nilai rata-rata penilaian panelis terhadap mutu aroma bagelen pegagan semakin rendah dengan setiap penambahan konsentrasi pegagan 5%, menandakan bahwa aroma bagelen pegagan semakin langu. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa mutu aroma bagelen mikrokapsul pegagan berbeda nyata dengan bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Bagelen mikrokapsul pegagan memiliki nilai rata-rata penilaian mutu aroma yang lebih tinggi (6,39) dengan kategori agak harum dibandingkan dengan bagelen serbuk pegagan yang termasuk dalam kategori biasa (5,13). Rasa. Hasil rata-rata penilaian panelis terhadap mutu rasa begelen pegagan berkisar antara 4,65 (agak pahit) untuk konsentrasi 20% hingga 7,52 (manis) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil rata-rata penilaian mutu, bagelen konsentrasi pegagan 5% memiliki nilai mutu rasa yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi pegagan 10%, 15% dan 20%. Rasa bagelen menjadi semakin pahit setiap konsentrasi pegagan dinaikkan 5%, hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya nilai rata-rata penilaian mutu aroma bagelen pegagan saat konsentrasi pegagan dinaikkan 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, terdapat perbedaan yang nyata antara mutu rasa bagelen masingmasing perlakuan pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara mutu rasa bagelen mikrokapsul pegagan dengan mutu rasa bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Berdasarkan nilai rata-rata penilaian mutu rasa, bagelen mikrokapsul pegagan memiliki mutu rasa yang agak manis sedangkan bagelen serbuk daun memiliki rasa yang biasa (pahit tidak, manis tidak). Tekstur. Hasil rata-rata penilaian panelis terhadap mutu tekstur bagelen berada pada kisaran 5,56 (biasa) untuk konsentrasi 20% hingga 7,81 (renyah) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, bagelen kontrol, bagelen konsentrasi 5%, 10%, dan 15% tidak berbeda nyata, sedangkan bagelen dengan konsentrasi 20% berbeda nyata dengan konsentrasi lainnya.

22 41 Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, mutu tekstur bagelen mikrokapsul pegagan berbeda nyata dengan bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Bagelen mikrokapsul pegagan memiliki nilai rata-rata mutu yang lebih tinggi yaitu 6,87 dengan kategori agak renyah. Hasil uji hedonik dan mutu hedonik dijadikan pertimbangan untuk menentukan produk bagelen terpilih. Bagelen terpilih kemudian diuji organoleptik oleh panelis lansia dan dianalisis secara fisik dan kimia. Produk terpilih adalah produk dengan kategori tingkat kean dan skor mutu yang tinggi pada parameter warna, aroma, rasa dan tekstur, tidak termasuk kontrol. Berdasarkan Tabel 12 dan Tabel 13, bagelen yang memiliki nilai hedonik (kean) dan mutu hedonik tertinggi pada keempat parameter selain kontrol adalah bagelen dengan konsentrasi 5% dan jenis mikrokapsul. Gambar 7 Bagelen Pegagan Mikrokapsul 5% Hasil Uji Organoleptik Bagelen Pegagan Terpilih Lansia sebagai tahap akhir perkembangan manusia hampir selalu mengalami kemunduran atau perubahan fisiologis. Salah satu perubahan terjadi pada rongga mulut, mulai dari kehilangan kemampuan untuk mengecap, kesulitan untuk mengunyah hingga menelan. (Arisman 2004). Bagelen pegagan merupakan alternatif produk pangan fungsional untuk lansia. Pemilihan bagelen pegagan berdasarkan uji hedonik dan mutu hedonik sebelumnya bertujuan agar didapatkan pangan yang memiliki sifat fungsional dan juga dapat diterima oleh konsumen. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui seberapa besar bagelen pegagan terpilih ini dii oleh lansia. Warna Warna adalah penerimaan awal yang dinilai panelis. Penampakan warna merupakan salah satu atribut sensori yang penting untuk dinilai karena penerimaan awal dimulai dengan ketertarikan panelis untuk melihat produk yang diberikan. Hasil uji organoleptik ditunjukkan melalui diagram persentase tingkat kean panelis terhadap warna bagelen (Gambar 8). Gambar tersebut menunjukkan bahwa panelis yang memilih sebanyak 90,9%, sangat

23 42 sebanyak 9,1% dan tidak ada panelis yang memilih kategori sangat tidak, tidak dan agak terhadap warna bagelen. Persentase (%) sangat tidak tidak agak sangat Warna Aroma Gambar 8 Persentase tingkat kean panelis terhadap warna bagelen pegagan terpilih Penilaian aroma dianggap penting karena pembahan mikrokapsul pegagan pada bagelen memungkinkan timbulnya aroma khas pada bagelen. Menurut Adawiyah dan Waysima (2009), kepekaan seseorang dalam mendeteksi bau sangat tergantung dari keadaan fisiologis dan psikologisnya misalnya kondisi lapar dan kenyang, mood, konsentrasi, ada tidaknya infeksi respiratori, dan khusus untuk perempuan adalah siklus menstruasi dan kehamilan. Data hasil organoleptik ditunjukkan melalui diagram persentase tingkat kean panelis terhadap aroma bagelen pegagan (Gambar 9). Gambar tersebut menunjukkan bahwa persentase kean aroma tertinggi kepada bagelen pegagan terpilih berada pada kategori (72,7%). Sebanyak 18,2% menyatakan sangat terhadap aroma bagelen pegagan dan 9,1% panelis lansia menyatakan tidak. Meskipun terdapat panelis yang tidak menyukai aroma bagelen tetapi jumlah panelis yang menerima aroma bagelen pegagan lebih banyak Persentase (%) sangat tidak 9.1 tidak 0.0 agak 18.2 sangat Aroma Gambar 9 Persentase tingkat kean panelis terhadap aroma bagelen pegagan terpilih

24 43 Rasa Rasa juga merupakan salah satu atribut sensori yang penting untuk diberikan penilaian. Menurut Drummond dan Brefere (2007) rasa adalah salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memilih makanan. Hasil organoleptik terhadap rasa bagelen pegagan ditunjukkan oleh diagram persentase tingkat kean panelis (Gambar 10). Gambar tersebut menunjukkan bahwa persentase kean rasa bagelen terpilih berada pada kategori (68%) dan sangat (32%). Tidak ada panelis yang memilih kategori sangat tidak, tidak, dan agak sehingga dapat dikatakan bahwa rasa bagelen pegagan 5% mikrokapsul yang agak manis berdasarkan Tabel 11 dapat diterima panelis lansia. Persentase Kean Rasa Persentase (%) sangat tidak tidak agak sangat Rasa Gambar 10 Persentase tingkat kean panelis terhadap rasa bagelen pegagan terpilih Tekstur Tektur suatu produk pangan juga memainkan peranan penting di dalam proses penerimaan. Menurut Adawiyah dan Waysima (2009), tekstur menjadi salah satu kriteria utama yang digunakan konsumen untuk menilai mutu dan kesegaran produk pangan. Berkurangnya kemampuan mengunyah pada usia lanjut menjadikan tekstur menjadi hal yang penting untuk dinilai. Data hasil uji organoleptik ditunjukkan melalui diagram persentase tingkat kean panelis terhadap tekstur bagelen pegagan (Gambar 11). Gambar tersebut menunjukkan bahwa persentase kean panelis lansia terhadap tekstur bagelen pegagan terpilih berada pada kategori (77,3%) dan sangat (22,7%). Tekstur bagelen pegagan yang agak renyah berdasarkan Tabel 13 mampu diterima oleh panelis lansia karena tidak ada panelis yang menyatakan sangat tidak, tidak, dan agak tidak terhadap bagelen pegagan terpilih.

25 44 Persentase Kean Tekstur Persentase(%) sangat tidak tidak agak sangat Tekstur Gambar 11 Persentase tingkat kean panelis terhadap tekstur bagelen pegagan terpilih Analisis Sifat Fisik Dan Kimia Bagelen Pegagan Terpilih Analisis sifat fisik yang dilakukan terhadap roti bagelen adalah volume spesifik adonan dan roti, rasio pengembangan, warna, dan tekstur. Analisis sifat fisik volume spesifik adonan, volume spesifik roti, dan rasio pengembangan dilakukan kepada roti pada pemanggangan pertama, sedangkan analisis warna dan tekstur bagelen dilakukan kepada roti setelah pemanggangan kedua. Gambar roti bagelen pegagan disajikan pada Gambar 12.. Gambar 12 Roti bagelen pegagan setelah pemanggangan pertama Volume spesifik adonan dan roti bagelen Volume spesifik adonan adalah perbandingan antara volume adonan dengan berat adonan, sedangkan volume spesifik roti adalah perbandingan volume roti dengan berat roti tersebut. Volume spesifik adonan pada roti bagelen dan volume spesifik roti bagelen masing-masing adalah sebesar 2,89ml/g dan 2,29ml/g. Penurunan pengembangan terjadi pada volume spesifik roti bagelen pegagan. Menurut He dan Hoseney (1991) dalam Hidayanti (2003), volume roti ditentukan oleh dua faktor yaitu jumlah gas yang diproduksi dan yang ditahan dalam adonan. Volume spesifik adonan roti bagelen terpilih lebih tinggi dibandingkan dengan volume spesifik adonan roti manis dalam penelitian Hidayanti (2003) dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat 33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian KKP3T (Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) yang berjudul Pengembangan Produk Pangan Fungsional

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah,(3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014).

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014). 4. PEMBAHASAN Snack atau yang sering disebut dengan makanan selingan adalah suatu produk yang biasannya dikonsumsi diantara waktu makan utama. Snack biasa dikonsumsi dengan jangka waktu 2-3 jam sebelum

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan dua kali proses trial and error sintesis nanoselulosa dengan menggunakan metode hidrolisis kimia dan homogenisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redistilat asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh dari pirolisis kayu (Maga,1987). Redistilat asap

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kandungan Klorofil Pada Ekstrak Sebelum Pengeringan dan Bubuk Klorofil Terenkapsulasi Setelah Pengeringan Perhitungan kandungan klorofil pada ekstrak sebelum pengeringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Kandungan β-karoten dan Aktivitas Vitamin A Selama Penyimpanan Metode pertanian mempengaruhi komposisi kandungan gizi pada produk buah dan sayuran segar (Worthington 2001),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat spreads, yang kandungan airnya lebih besar dibandingkan minyaknya. Kandungan minyak dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016.

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016. 23 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Nutrisi dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang dan

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sukun (Arthocarpus altilis) merupakan tumbuhan yang terdapat di kawasan tropika dan banyak dibudidayakan di pulau jawa maupun luar jawa, buah sukun menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai tanaman pekarangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Peneltian.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Peneltian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Peneltian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roti tawar merupakan salah satu produk turunan dari terigu yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat perkotaan, namun tepung terigu yang

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik yang dibudidayakan maupun yang hidup liar di hutan. Umbi merupakan tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tepung Sorghum. Tepung sorghum yang dihasilkan dianalisis sifat fisik, sifat fungsional dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tepung Sorghum. Tepung sorghum yang dihasilkan dianalisis sifat fisik, sifat fungsional dan sifat kimianya. HASIL DAN PEMBAHASAN Tepung Sorghum Tepung sorghum yang dihasilkan dianalisis sifat fisik, sifat fungsional dan Sifat Fisik Tepung Sorghum Sifat fisik tepung sorghum yang dianalisis meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelezatannya (Anonim a, 2006). Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar

I. PENDAHULUAN. kelezatannya (Anonim a, 2006). Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia yang mempunyai potensi ekspor sangat besar. Tanaman ini mendapat julukan ratunya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mudjajanto dan Yulianti (2004). Roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang

I. PENDAHULUAN. Mudjajanto dan Yulianti (2004). Roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roti merupakan produk pangan hasil fermentasi tepung dengan ragi roti atau bahan pengembang lainnya yang kemudian dipanggang untuk mematangkannya Mudjajanto dan Yulianti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN Bambang Sigit A 1), Windi Atmaka 1), Tina Apriliyanti 2) 1) Program Studi Ilmu dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar ) LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN ( Food Bar ) Oleh : Nama NRP Kelompok Meja Tanggal Praktikum Asisten : Lutfi Hanif : 143020097 :D : 02 (

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Es krim adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula, dan dengan atau tanpa

Lebih terperinci