4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe
|
|
- Shinta Sugiarto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ± 1,74 % sampai dengan 62,64 ± 4,52 %. Hasil Uji BNJ 5% ternyata menunjukkan bahwa kadar airnya tidak berbeda secara bermakna. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Data Kadar Air Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata 60,85 60,37 61,57 62,64 SE 2,17 1,74 4,94 4,52 w = 1,80 a a a a Keterangan: * W = BNJ 5 % *Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna, sedangkan angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antar perlakuan berbeda bermakna. *Keterangan untuk perbandingan tersebut : Kontrol : tanpa tepung belut, usar tempe 0,2 gr 1 : 2 : tepung belut 0,2gr : usar tempe 0,4 gr 1 : 3 : tepung belut 0,2gr : usar tempe 0,6 gr 1 : 4 : tepung belut 0,2gr : usar tempe 0,8 gr (Keterangan di atas juga berlaku untuk Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6) Kadar air pada semua perlakuan dikatakan sama, disebabkan pengukusan yang dilakukan sama semua, hanya 1 kali. Menurut Septania (2010), semakin banyak pengukusan yang dilakukan maka uap air yang dihasilkan akan semakin banyak dan semakin melunakkan kedelai, dan tentunya hal tersebut berimbas pada semakin tingginya kadar air tempe tersebut. 11
2 Gambar 1 Diagram Batang Kadar Air Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Nilai kadar air yang didapat semuanya masih sesuai standar yang tertuang dalam SNI 3144:2009, yaitu kadar air maksimal dalam tempe adalah 65%, sehingga dapat dikatakan produk tempe ini baik, karena kadar air yang terlalu tinggi pada tempe dapat mempercepat ketengikan. Pada pembuatan tempe, yang turut mempengaruhi besarnya kadar air adalah proses pengukusannya. 4.2 Kadar Abu (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar abu (% ± SE) tempe dengan berbagai perbandingan antara tepung belut dan usar tempe berkisar antara 3,97 ± 0,02 % sampai dengan 5,36 ± 0,03 %. Hasil Uji BNJ 5% menunjukkan bahwa kadar abu dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe ternyata berbeda secara bermakna. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Data Kadar Abu Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Kontrol 1:2 1:3 1:4 Purata 3,97 4,90 5,36 4,27 SE 0,02 0,01 0,03 0,03 w = 0.03 a c d b 12
3 Dari Tabel 3 terlihat bahwa peningkatan kadar abu tempe tidak berbanding lurus dengan semakin banyaknya usar tempe yang digunakan, karena ternyata kadar abu yang tertinggi terdapat pada perbandingan 1 : 3 (tepung belut : usar tempe), yaitu sebesar 5,36 ± 0,03 %. Gambar 2 Diagram Batang Kadar Abu Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa antara kontrol dengan perlakuan 1:4, terdapat peningkatan, antara perlakuan 1:4 dengan perlakuan 1:3 juga terdapat peningkatan, namun antara perlakuan 1:3 dengan 1:2 justru mengalami penurunan. Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe (Anonim 1, 2011). Zat besi yang terdapat dalam tempe sebagia besar merupakan zat besi organik, yang terikat dengan protein dan zat organik lainnya. Menurut Astuti (2000), selama proses fermentasi protein terpecah menjadi asam amino bebas, peptida dan protein lainnya yang lebih sederhana, sehingga zat besi yang tadinya terikat pada protein terbebas. Hal itu diduga yang menyebabkan pada perbandingan 1:3 mengalami peningkatan kadar abu / mineral tertinggi dibanding perlakuan lainnya. Peningkatan kandungan mineral pada semua perlakuan (1:2 ; 1:3; & 1;4) disebabkan karena belut sendiri juga mengandung mineral yang beragam dan cukup tinggi, salah satunya adalah zat besi yaitu sebesar 20 mg/100 g (Astawan, 2008). 13
4 4.3 Kadar Protein (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar protein (% ± SE) tempe belut dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe berkisar antara 11,72 ± 1,08 % sampai dengan 18,27 ± 0,90 %. Hasil Uji BNJ 5% dapat menunjukkan bahwa kadar protein dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe ternyata berbeda secara bermakna. Dari Tabel 4 terlihat bahwa kadar protein tempe yang telah diberi tepung belut meningkat jika dibandingkan dengan kontrol (tempe yang hanya diberi usar tempe). Nilai kandungan protein yang terbesar terdapat pada perlakuan 1:3, yaitu 18,27 ± 0,90 %. Tabel 4 Data Kadar Protein Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata 11,72 16,51 18,27 15,187 SE 1,08 0,26 0,90 0,49 w = 0,70 a c d b Peningkatan nilai protein ini sesuai yang diharapkan, karena nilai kadar protein perbandingan 1:2 (16,51%) dan 1:3 (18,27%) ternyata telah sesuai standar yang telah ditetapkan dalam SNI 3144:2009, yaitu minimal 16%. 14
5 Gambar 3 Diagram Batang Kadar Protein Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Menurut Anglemier & Montgomery (1976), besarnya kadar air mengakibatkan lepasnya ikatan struktur protein, sehingga komponen protein terlarut dalam air. Selain itu, diduga karena saat proses pembuatan tempe, Rhizopus (usar tempe) menggunakan protein untuk metabolisme, sehingga nilai protein total yang terukur menurun, sedangkan asam amino bebasnya meningkat (Astuti, 2000). Peningkatan kadar protein yang tinggi pada tempe dikarenakan tepung belut yang ditambahkan saat proses pembuatan tempe memiliki kadar protein yang tinggi. Untuk belut mentah, nilai protein yang terkandung sangat tinggi yaitu sebesar 18,4 g/100 g, dimana nilai itu setara dengan nilai protein daging sapi (18,8 g/100g), dan lebih tinggi dari protein telur (Astawan, 2008). Dengan adanya penambahan tepung belut ini, diharapkan protein yang terkandung dalam tepung belut dapat menggantikan protein yang terdegradasi saat pembuatan tempe. Menurut Fellow (2000 lihat Suhendri, 2010) perlakuan pemanasan tempe saat pembuatan tempe dapat mendegradasi kandungan protein dan pati didalamnya. Tempe dengan penambahan tepung belut ini juga diharapkan dapat menggantikan peran daging bagi masyarakat ekonomi bawah dalam kehidupan sehari-hari. 15
6 4.4 Kadar Karbohidrat Total (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar karbohidrat total (% ± SE) tempe belut dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe berkisar antara 1,87 ± 0,12 % sampai dengan 2,87 ± 0,03 %. Hasil Uji BNJ 5% dapat menunjukkan bahwa kadar karbohidrat dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe ternyata berbeda secara bermakna (lihat Tabel 5). Tabel 5 Data Kadar Karbohidrat Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Purata 1,87 2,70 2,87 2,59 SE 0,12 0,06 0,03 0,02 w = 0,004 a c d b Desrosier (1988) menyebutkan bahwa ketika masa fermentasi, mikrobia pertama-tama menyerang karbohidrat. Hal tersebut diduga berdampak pada peningkatan kadar karbohidrat yang tidak begitu tinggi antara tempe komposisi perbandingan 1:4 jika dibandingkan dengan kontrol (lihat Gambar 4), karena pada komposisi perbandingan tersebut, usar tempe yang digunakan jumlahnya berlebih. Tampak juga bahwa kandungan karbohidrat total yang paling tinggi terdapat pada tempe dengan perbandingan 1:3 (tepung belut : usar tempe), dimana hal ini sama seperti pada 2 pengukuran sebelumnya (kadar abu & kadar protein). Dalam SNI 3144:2009 tidak terdapat standar untuk kadar karbohidrat tempe, tetapi pengukuran kadar karbohidrat tetap penting dlakukan karena pada makanan, karbohidrat turut menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain - lain. Sedangkan dalam tubuh karbohidrat bermanfaat untuk mencegah timbulnya ketosis, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 1992). 16
7 Gambar 4 Diagram Batang Kadar Karbohidrat Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4.5 Kadar Lemak (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar lemak (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe tempe berkisar antara 5,30± 0,26 % sampai dengan 7,43 ± 0,17 %. Hasil Uji BNJ 5% dapat menunjukkan bahwa kadar lemak dengan adanya penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe ternyata berbeda secara bermakna (Tabel 6). Tabel 6. Data Kadar Lemak Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Kontrol 1 ; 2 1 ; 3 1 ; 4 Purata 5,30 6,12 7,43 6,83 SE 0,26 0,20 0,17 0,21 w = 0,19 5,49 6,31 7,62 7,02 a b d c Dari Gambar 5, tampak bahwa peningkatan paling tinggi terjadi pada tempe dengan perbandingan 1:3 (tepung belut : usar tempe). Saat proses fermentasi, enzim lipase menghidrolisis triacylglycerol menjadi asam lemak bebas. Asam lemak tersebut kemudian digunakan sebagai sumber energi bagi Rhizopus. Hal ini yang diduga menyebabkan kadar lemak pada perbandingan 1:4 (tepung belut : usar tempe) lebih kecil jika dibandingkan perbandingan 1:3, karena jumlah ragi yang digunakan lebih banyak. 17
8 Gambar 5. Diagram Batang Kadar Lemak Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Secara keseluruhan, peningkatan kadar lemak disebabkan karena kadar lemak yang terdapat dalam belut itu sendiri sudah tinggi, yaitu mencapai 27 g per 100 g. Namun, tidak semua lemak yang terkandung dalam belut merupakan lemak yang jahat, karena salah satunya ialah asam lemak tak jenuh omega 3. Omega 3 memiliki banyak sekali kegunaan dalam tubuh. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sukarsa (2004), asam lemak omega 3 yang diberikan ke mencit terbukti dapat menurunkan atau menstabilkan komponen komponen serum darah. Tidak hanya itu, asam lemak omega 3 berpotensi untuk pencegahan dan pengobatan asma, artritis, migrain, dan beberapa jenis kanker yaitu prospat, payudara dan kolon (Koswara, 2010). 4.6 Organoleptik Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Tekstur Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Hasil uji organoleptik terhadap tekstur tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe terhadap 25 panelis disajikan dalam Tabel 7. 18
9 Tabel 7 Analisa Tekstur Pada Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata 3,76 3,08 2,92 3,04 SE 0,04 0,04 0,05 0,07 w = 0,04 c b a b * Nilai: 1=amat sangat suka, 2= sangat suka, 3=agak suka, 4=biasa, 5=tidak suka, 6=amat tidak suka Tekstur makanan adalah hasil atau rupa akhir dari makanan, mencakup warna tampilan luar, warna tampilan dalam, kelembutan makanan, bentuk permukaan pada makanan, keadaan makanan (kering, basah, lembab). Tekstur bahan akan mempengaruhi cita rasa suatu bahan makanan (Rizky dkk, 2011). Dari hasil penelitian, didapatkan nilai 3,76 untuk kontrol, dan nilai 3 untuk perbandingan 1:2, 1:3, dan 1:4 (Gambar 6). Gambar 6. Diagram Batang Tekstur Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Ternyata dengan adanya penambahan tepung belut pada tempe mengakibatkan peningkatan minat panelis terhadap tempe yang dihasilkan, terbukti dari penilaian 3 pada semua perbandingan yang bermakna agak suka. Perbedaan tingkat tekstur pada semua perbandingan juga kecil, dimana hal ini menandakan perbedaan jumlah usar tempe yang digunakan dalam proses pembuatan tidak banyak mempengaruhi tekstur tempe yang 19
10 dihasilkan. Tingkat tekstur tertinggi yang disukai panelis berada pada perbandingan 1:2 (tepung belut : usar tempe) Aroma Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Hasil uji organoleptik terhadap aroma tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe terhadap 25 panelis disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Analisa Aroma Pada Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata 3,56 3,16 2,80 3,20 SE 0,05 0,04 0,05 0,06 w = 0,05 c b a b * Nilai: 1=amat sangat suka, 2= sangat suka, 3=agak suka, 4=biasa, 5=tidak suka, 6=amat tidak suka Aroma merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan mutu bahan makanan. Aroma yang kurang pada produk makanan menurunkan tingkat kesukaan konsumen (Munarso dan Jumali, 1998). Dari Tabel 8 juga dapat kita lihat bahwa tingkat kesukaan para panelis meningkat dengan adanya penambahan tepung belut dalam pembuatan tempe, dan mencapai puncak kesukaan pada perbandingan 1:3 (Gambar 7). Gambar 7 Diagram Batang Aroma Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi 20
11 Hal ini menegaskan bahwa walaupun belut memiliki aroma yang cukup amis, ketika ditambahkan dalam membuat tempe, aroma amis itu hilang karena tertutup oleh aroma tempe itu sendiri, walaupun tidak sepenuhnya dan masih tersisa sedikit Rasa Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Hasil uji organoleptik terhadap rasa tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe terhadap 25 panelis disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Analisa Rasa Pada Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi suka Purata 2,88 4,24 2,12 3,52 SE 0,04 0,05 0,03 0,06 w = 0,04 b d a c * Nilai: 1=amat sangat suka, 2= sangat suka, 3=agak suka, 4=biasa, 5=tidak suka, 6=amat tidak Dari Tabel 9 dapat kita lihat bahwa tingkat kesukaan rasa para panelis berubah dengan adanya penambahan tepung belut pada tempe (Gambar 8) Gambar 8 Diagram Batang Rasa Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi 21
12 Tingkat kesukaan rasa tertinggi berada pada komposisi perbandingan 1:3. Pada perbandingan 1:2, panelis menilai kesan yang muncul biasa. Hal ini diduga disebabkan karena penggunaan usar tempe yang jumlahnya sedang (lebih banyak dibanding kontrol, tetapi lebih sedikit dibandingkan komposisi perbandingan 1:3 & 1:4) sehingga tidak dapat menutup rasa asli belut itu sendiri. Bagi panelis yang menyukai belut tentunya juga suka dengan tempe ini, tetapi bagi panelis yang pada dasarnya tidak menyukai belut tentu hal tersebut menyebabkan berkurangnya tingkat kesukaan karena menurut Zainal (2005) individu mempunyai penilaian yang berlainan tehadap suatu rasa sehingga sulit untuk menyimpulkan secara objektif. Pada komposisi perbandingan 1:4, tingkat kesukaan panelis juga tidak tinggi. Hal ini diduga disebabkan pemakaian usar tempe yang banyak, sehingga mengakibatkan muncul rasa sedikit getir atau pahit pada tempe, tetapi sebagian panelis yang menyukai tempe pada komposisi perbandingan ini mengatakan tempe ini memiliki rasa yang liat dan cukup nikmat untuk dimakan Warna Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Hasil uji organoleptik terhadap warna/kenampakan tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe terhadap 25 panelis disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Analisa Warna Pada Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata SE w = 0,04 b a a c * Nilai: 1=amat sangat suka, 2= sangat suka, 3=agak suka, 4=biasa, 5=tidak suka, 6=amat tidak suka Penilaian pada suatu bahan makanan tentu tidak terlepas dari kenampakan bahan makanan itu sendiri. Menurut Winarno (1992),dalam penentuan mutu bahan makanan, sebelum faktor-faktor lain (cita rasa, 22
13 tekstur, dan nilai gizinya) dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan menyimpang dari warna yang seharusnya. Warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Dari grafik (Gambar 9), dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna tempe dengan komposisi perbandingan 1:2 & 1:3 sama, dan berbeda tipis dengan kontrol. Untuk komposisi perbandingan 1:4 pun demikian, hanya berbeda tipis dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa adanya penambahan tepung belut pada tempe tidak banyak mempengaruhi warna/kenampakan pada tempe, sehingga dapat dapat dikonsumsi oleh panelis yang pada dasarnya menyukai belut maupun yang tidak. Gambar 9 Diagram Batang Warna Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi 23
4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Purata Kadar Protein Tempe ( mg / ml ± SE) pada Perlakuan Variasi Penambahan Inokulum Tempe dan Tepung Belut
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Protein Tempe pada Perlakuan Variasi Penambahan Inokulum Tempe dan Tepung Belut Kadar protein pada tempe dengan berbagai perbandingan diukur dengan menggunakan metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelor merupakan salah satu tanaman sayuran yang multiguna. Hampir semua bagian dari tanaman kelor ini dapat dijadikan sumber makanan karena mengandung senyawa aktif
Lebih terperinciPENDAHULUAN Pangan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap individu. Pangan adalah salah satu kebutuhan manusia, dan pangan juga
1 PENDAHULUAN Pangan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap individu. Pangan adalah salah satu kebutuhan manusia, dan pangan juga merupakan salah satu hak dasar manusia. Pemenuhan kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan peningkatan derajat kesehatan masyarakat karena pemerintah memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan buah-buahan dengan jenis yang banyak di Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok dan masih banyak lagi. Menurut Kementrian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya
2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Sampel Bahan kimia Piranti Pembuatan Tepung Belut (Purwanto, 2012)
2 PENDAHULUAN Di Indonesia telah banyak dilakukan berbagai upaya guna melakukan diversifikasi pangan. Diversifikasi konsumsi pangan pada hakekatnya dilakukan sebagai upaya perbaikan gizi masyarakat dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus Sp. Menurut Astawan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali ditemukan tempe, makanan yang terbuat dari kedelai dengan cara fermentasi atau peragian dengan menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koya adalah bubuk atau serbuk gurih yang digunakan sebagai taburan pelengkap makanan (Handayani dan Marwanti, 2011). Bubuk koya ini pada umumnya sering ditambahkan pada
Lebih terperinciKUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)
KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP) adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekurangan energi protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Kekurangan energi protein (KEP) adalah kondisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur
TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.
Lebih terperinciTabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada
Lebih terperinciPENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)
PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max) Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kandungan protein yang tinggi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan tongkol merupakan salah satu ikan laut yang memiliki kandungan protein yang tinggi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi tubuh. Ikan tongkol kaya kandungan
Lebih terperincirv. HASIL DAN PEMBAHASAN
rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bakso merupakan salah satu olahan daging secara tradisional, yang sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki rasa yang khas, enak,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beras adalah salah satu bagian paling penting di dunia untuk konsumsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan akibat radikal bebas terhadap sel normal pada tubuh yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Biskuit merupakan makanan yang cukup popular dikalangan masyarakat. Biskuit merupakan makanan praktis karena dapat dimakan kapan saja, biskuit juga memiliki daya simpan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)
I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran strategis sektor pertanian yakni menghasilkan bahan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan mengingat pangan merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1. Latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masyarakat masih sedikit memanfaatkan labu kuning sebagai bahan pangan. Hal ini disebabkan masyarakat masih belum mengetahui kandungan gizi yang terdapat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.
Lebih terperinciHAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
vii DAFTAR ISI ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada dodol susu kambing mampu meningkatkan kualitas organoleptik, meningkatkan kadar lemak, dan kadar total karbohidrat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanaman kecipir (Psophocarpus tetragonolobus). Di beberapa daerah,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman di Indonesia beranekaragam jenisnya, salah satunya adalah tanaman kecipir (Psophocarpus tetragonolobus). Di beberapa daerah, tanaman tersebut dikenal dengan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. antara kacang-kacangan tersebut, kedelai paling banyak digunakan sebagai bahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia terdapat lebih dari 12.000 jenis kacang-kacangan, diantaranya kacang tanah, hijau, merah, jogo, kapri, koro, tolo, dan kedelai (Bakti, 2003). Di antara
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan harga daging ayam selalu fluktuatif. Menurut Prayugo
Lebih terperinciDAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... i SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS... ABSTRAK... HALAMAN PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP PENULIS... vi KATA PENGANTAR...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS... ABSTRAK... HALAMAN PENGESAHAN... ii iii v RIWAYAT HIDUP PENULIS... vi KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR
Lebih terperinciBuletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan
PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,
I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Protein adalah suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangsungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh unsur atau keadaan gizi yang seimbang. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 41 tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegelisahan oleh beberapa pihak. Iklan-iklan susu yang sedemikian marak sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maraknya pemakaian terhadap susu formula memang menjadikan kegelisahan oleh beberapa pihak. Iklan-iklan susu yang sedemikian marak sangat berpengaruh terhadap konstruksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP berisiko mengalami defisiensi zat gizi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang
digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan kecap melalui 2 tahap fermentasi, yaitu fermentasi koji dan moromi. Pada tahap fermentasi koji, koji dengan variasi inokulum ragi tempe dan usar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menghasilkan berbagai macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian
PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperinciPENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh :
PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI Oleh : PRAPTI AKHIRININGSIH NPM : 0533010001 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat
I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi merupakan produk pangan yang banyak dikonsumsi dan disukai oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai anak-anak hingga orang dewasa. Mi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar yang penting bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A
PEMANFAATAN LIMBAH AIR LERI BERAS IR 64 SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SIRUP HASIL FERMENTASI RAGI TEMPE DENGAN PENAMBAHAN KELOPAK BUNGA ROSELLA SEBAGAI PEWARNA ALAMI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : PUJI
Lebih terperinciPROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW
Penambahan (Monopterus albus Zuieuw) Terhadap Kualitas Tempe Kedelai Lokal Ditinjau Dari Kadar Protein, Kadar Air, Kadar Lemak dan Angka Ketidakjenuhan Santoso Sastrodihardjo, Lusiawati Dewi dan Grace
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup populer dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup populer dan telah membudaya di semua lapisan masyarakat, baik masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Tempe mengandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. macam belimbing yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola) dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing merupakan buah yang banyak mengandung air. Ada dua macam belimbing yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Belimbing
Lebih terperinciI PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
1 I PEDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state). Tiga perempat dari luas wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km² berupa laut. Garis
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)
Lebih terperinciDAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak
DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. daerah Palangka Raya, yaitu laboratorium Balai POM (Balai Pengawas
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Kadar gizi tahu biji cempedak diuji di laboratorium yang ada di daerah Palangka Raya, yaitu laboratorium Balai POM (Balai Pengawas Obat dan Makanan)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jenang Jenang adalah salah satu makanan tradisional yang sudah banyak di berbagai daerah di Indonesia. Widodo (2014) menyebutkan macam-macam jenang, antara lain jenang procotaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyimpan cadangan makanan. Contoh umbi-umbian adalah ketela rambat,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Umbi-umbian merupakan komoditas pertanian yang tersebar luas di Indonesia. Umbi-umbian merupakan salah satu sumber utama karbohidrat. Umbi adalah akar tanaman yang telah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia dilakukan dalam
Lebih terperinciPAPER BIOKIMIA PANGAN
PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Kita mengenal tempe, oncom, kecap, tahu, yang dibuat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Mudjajanto dan Yulianti (2004). Roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roti merupakan produk pangan hasil fermentasi tepung dengan ragi roti atau bahan pengembang lainnya yang kemudian dipanggang untuk mematangkannya Mudjajanto dan Yulianti
Lebih terperinci